SlideShare a Scribd company logo
PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010
TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
DI LINGKUNGAN PARIWISATA
KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA
2011
1
PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010
TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
DI LINGKUNGAN PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA,
Menimbang 	 :	 a.	 bahwa kepariwisataan Indonesia mampu memberikan
pendapatan yang signifikan terhadap perekonomian nasional;
b.	 bahwa pengelolaan sektor kepariwisataan yang kurang terkendali
dan hanya berorientasi jangka pendek dapat memicu kemunculan
dan peningkatan dampak buruk bagi kehidupan sosial budaya baik
secara langsung maupun tidak langsung dan dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan kejahatan eksploitasi seksual;
c.	 bahwa kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi
semakin memprihatinkan apabila korbannya adalah anak-anak;
d.	 bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksuddalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata tentang Pedoman Pencegahan
Eksploitasi Seksual Anak Di Lingkungan Pariwisata;
Mengingat	 :	 1.	 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3143);
2.	 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination ofAll forms
of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3277);
2
3.	 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668);
4.	 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
5.	 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 30, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);
6.	 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4235);
7.	 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4720);
8.	 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4966);
9.	 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak
Anak) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 57);
10.	 Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
11.	 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara;
12.	 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Nomor 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual
Anak;
13.	 Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.17/HK.001/MKP-2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor PM.07/HK.001/MKP-2007;
3
MEMUTUSKAN :
Menetapkan	 :		 PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI
SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA.
PERTAMA 	 :		 Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata
dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Menteri ini.
KEDUA	 :		 Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA
merupakan acuan bagi instansi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Usaha Pariwisata, Organisasi Non Pemerintah dan
masyarakat.
KETIGA	 :		 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2010
MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA,
Ir. JERO WACIK, SE
4
DAFTAR ISI
BAB I	 PENDAHULUAN..................................................................................... 	 5
		 A.	 Latar Belakang................................................................................ 	 5
		 B.	 Maksud dan Tujuan......................................................................... 	 9
		 C.	 Sasaran............................................................................................ 	 9
		 D. 	 Ruang Lingkup................................................................................ 	10
BAB II 	 PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
	 DI BIDANG USAHA PARIWISATA.......................................................... 	11
BAB III	 PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN
	 PARIWISATA OLEH APARATUR PEMERINTAH................................... 	16
BAB IV	PENGAWASAN DAN EVALUASI........................................................... 20
	 A.	 Pengawasan.................................................................................... 20
	 B.	 Evaluasi........................................................................................... 20
BAB V	 PENUTUP................................................................................................ 21
5
Lampiran	 :	 Peraturan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata
Nomor	 :	 PM.30/HK.201/MKP/2010
Tanggal	 :	 29 Maret 2010
	
PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
DI LINGKUNGAN PARIWISATA
BAB I
PENDAHULUAN
A.	 Latar Belakang
Perkembangan kepariwisataan Indonesia mampu memberikan pendapatan
yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Namun pengelolaan sektor
kepariwisataan yang kurang terkendali dan hanya berorientasi jangka pendek
dapat memicu kemunculan dan peningkatan dampak buruk bagi kehidupan
sosial budaya baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan kejahatan eksploitasi seksual. Kondisi ini menjadi
semakin memprihatinkan apabila korbannya adalah anak-anak.
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) di Lingkungan Pariwisata adalah kejahatan
seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh seseorang baik laki-laki atau
perempuan yang sedang bepergian ke suatu tempat, biasanya dari satu negara
ke negara lain dan mereka melakukan kegiatan seksual dengan anak-anak yang
berumur di bawah 18 tahun. ESA dapat dilakukan oleh wisatawan mancanegara
dan wisatawan nusantara yang sering menggunakan sarana akomodasi,
transportasi dan fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan dengan pariwisata
(ECPAT International) .
ESA merupakan masalah yang kompleks dan universal. Biasanya anak-anak
yang menjadi korban kejahatan eksploitasi seksual mempunyai mobilitas tinggi
dan anak-anak yang sudah terperangkap dalam sindikat kejahatan eksploitasi
seksual akan sulit melepaskan diri, dan me­mulihkan mereka dari situasi tersebut
membutuhkanwaktuyanglama,denganbiayayangbesar,terlebihlagibagimereka
yang mengalami trauma. Anak-anak yang telah memperoleh pengalaman bu­ruk
dalam sindikat kejahatan eksploitasi seksual akan sulit diterima di masyarakat
sehingga memerlukan rehabilitasi yang diikuti dengan upaya pengintegrasian
kembali anak ke lingkungan masyarakat yang normal. Di samping itu, masyarakat
sendiri juga harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga berlapang dada disertai
kearifan untuk menerima kembali anak-anak sebagai korban ESA.
6
Menurut Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/
Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang (TPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA), ESA terjadi dalam berbagai
bentuk antara lain pornografi anak, perdagangan anak, dan prostitusi anak.
•	 	Prostitusi anak adalah penggunaan anak dalam kegiatan seksual dengan
pembayaran atau dengan imbalan dalam bentuk lain.
•	 	Pornografi anak adalah setiap representasi, dengan sarana apapun, pelibatan
secara eksplisit seorang anak dalam kegiatan seksual, baik secara nyata
maupun disimulasikan, atau setiap representasi dari organ-organ seksual
anak untuk tujuan seksual.
•	 	Perdagangan anak adalah untuk tujuan seksual.
Pelaku ketiga jenis ESA pada umumnya wisatawan mancanegara dan wisatawan
nusantara. Mengingat perkembangan ESA yang meningkat, pariwisata sering
dituduh sebagai penyebab terjadinya sindikat ESA oleh masyarakat.
Keterkaitan pariwisata dan ESA telah mendapatkan perhatian dunia internasional.
Sejak awal pembangunan kepariwisataan Indonesia, pemerintah telah menolak
segala bentuk ESA karena bertentangan dengan nilai-nilai etika dan moral, hal ini
sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Kode Etik Kepariwisataan Dunia, dan ASEAN Travel Code. Pada kenyataannya,
usaha pariwisata bukan penyebab terjadinya ESA, tetapi fasilitas pariwisata
sering digunakan untuk melakukan ESA.
Pemanfaatan usaha pariwisata dalam ESA dapat dikategorikan secara langsung
dan tidak langsung sebagaimana digambarkan di bawah ini:
Gambar 1.
Hubungan Antara ESA dan Kepariwisataan
Sumber : Penelitian Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata, 2004.
PARIWISATA
Pariwisata tidak memiliki
korelasi
terhadap kemunculan ESA
mendapatkan
KONSUMEN /
KLIEN
(dalam hal ini adalah
WISATAWAN)
ESA
dimanfaatkan /
digunakan sebagai
Akses yang mudah bagi :
l Anak korban prostitusi ataupun
l Mucikari dan perantara
u n t u k
7
Keterlibatan secara langsung yaitu apabila para pelaku usaha pariwisata termasuk
di dalamnya adalah para pengusaha pariwisata atau karyawannya secara sengaja
memberi peluang kepada wisatawan/pengunjung yang datang untuk melakukan
ESA di tempat usaha pariwisata antara lain:
1) 	 daya tarik wisata;
2) 	 kawasan pariwisata;
3) 	 jasa transportasi wisata;
4) 	 jasa perjalanan wisata;
5) 	 jasa makanan dan minuman;
6) 	 penyediaan akomodasi;
7) 	 penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8) 	 penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
9)	 informasi pariwisata;
10)	 jasa konsultan pariwisata;
11)	 wisata tirta; dan
12) 	spa.
Dengan tidak mengindahkan ESA maka usaha pariwisata dapat dikatakan terlibat
langsung dalam ESA.
Keterlibatan tidak langsung yaitu ketika para pelaku usaha pariwisata atau
karyawannya tidak menyadari atau mengetahui bahwa jasa pelayanan usaha
pariwisata tersebut telah dimanfaatkan oleh para pelaku ESA setelah kejadian
berlangsung.
Filipina, Mongolia, Kamboja dan Vietnam merupakan negara-negara di Asia yang
menjadi tujuan wisata bagi pelaku ESA dan untuk mendapatkan jasa layanan
prostitusi anak. Namun, Indonesia dapat dipandang sebagai salah satu alternatif
untuk melakukan ESA karena tingkat kesadaran masyarakatnya tentang ESA
lebih rendah dan peraturan perundang-undangan beserta penegakan hukumnya
masih lemah. Berdasarkan kasus-kasus ESA yang ditangani oleh POLRI, banyak
ditemukan ESA di daerah tujuan pariwisata di Indonesia, seperti di Medan, Batam,
Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali dan Lombok.
Secara fisik, mental, dan kejiwaan, anak yang menjadi korban ESA mengalami
depresi yang dapat mengakibatkan lemahnya kondisi mental dan mengalami
kesulitan dalam hal sosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Menurut beberapa
penelitian, anak yang menjadi korban ESA, mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dan mental, sebagai akibat dari
gangguan kejiwaan yang dialaminya.
Dampak lain yang paling mengkhawatirkan ialah kecenderungan keinginan balas
dendam dari anak yang telah menjadi korban, terhadap anak lain, seperti satu
kasus yang terjadi di Bali dan Lombok, yakni terdapat seorang anak yang menjadi
korban prostitusi, kemudian ketika dewasa menjadi perantara bagi orang yang
membutuhkan anak untuk dijadikan sebagai objek ESA.
8
ESA dapat dikatakan sebagai akibat dari suatu keadaan masyarakat yang
tingkat kesejahteraannya rendah, baik kesejahteraan sosial maupun ekonomi.
Di samping itu ESAjuga diakibatkan dari pemenuhan gaya hidup konsumerisme.
Sedangkan kegiatan kepariwisataan dimanfaatkan untuk melakukan tindak
ESA. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan kepariwisataan berfungsi
sebagai unsur pembawa (carrier).
Pada saat seseorang melakukan perjalanan ke tempat lain, akan muncul
perasaan menjadi orang asing di daerah yang dikunjungi. Orang tersebut
merasa bahwa tidak ada yang mengetahui apa yang akan dilakukan.Akibatnya,
seseorang yang merasa sebagai ”orang asing” memiliki kecenderungan tergoda
untuk mencoba sesuatu yang baru, termasuk hal-hal yang negatif seperti
melakukan ESA. Orang tersebut digolongkan sebagai “pelaku kejahatan
situasional”. Namun, ada juga orang yang sejak awal berniat melakukan
ESA di tempat yang dikunjunginya, yang dapat digolongkan sebagai “pelaku
kejahatan preferensial”, seperti pelaku fedofilia (paedophile).
Menanggapi kenyataan tersebut, negara-negara anggota United Nation
World Tourism Organization (UN-WTO) secara bersama-sama sepakat
memerangi ESA di lingkungan pariwisata di negara masing-masing dengan
melakukan adopsi terhadap butir-butir kesepakatan yang tertuang dalam UN-
WTO Statement on the Prevention of Organized Sex Tourism (1995), dan the
Global Code of Ethics for Tourism, 1999 (Kode Etik Kepariwisataan Dunia).
Kedua kesepakatan tersebut dipakai sebagai acuan menyusun kerangka
kerja untuk pencegahan ESA di lingkungan pariwisata, dan mendukung
terlaksananya pembangunan pariwisata yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
UN-WTO melalui Child Wise Australia menjadikan ASEAN sebagai proyek
rintisan kampanye “Protection of Children from Sexual Exploitation in Tourism”.
Program tersebut berkaitan dengan kecenderungan global ESA yang mulai
bergeser dari negara maju ke negara yang sedang berkembang. Perhatian
UN-WTO sekarang terkonsentrasi kepada negara-negara dunia ketiga di Asia,
Amerika Latin, Karibia, Afrika, dan Eropa Timur.
Di Indonesia tidak ada data statistik resmi yang dapat dijadikan referensi
tentang jumlah korban ESA, tetapi ada dua lembaga dapat dijadikan sumber
untuk memperkirakan jumlah korban ESA. Pertama, UNICEF Indonesia
memperkirakan jumlah korban ESA adalah 30% dari jumlah pekerja seks
di Indonesia (2006). Kementerian Sosial mendata jumlah pekerja seks di
Indonesia sebanyak 71.281 orang, dengan demikian jumlah korban ESA
kurang lebih 20.000 orang sebagai prostitusi anak (2004). Kedua, berdasarkan
catatan kasus dari BARESKRIM POLRI tahun 2008 terdapat 90 kasus ESA
dengan jumlah korban sebanyak 210 anak.
9
Seiring berkembangnya ESA di lingkungan pariwisata, maka Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata memandang perlu untuk melakukan pencegahan
dalam rangka menghapus ESA di Lingkungan Pariwisata melalui pembuatan
Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. Demikian pentingnya
permasalahan ESA, maka sudah seharusnya pencegahan ESA diagendakan
sebagai kegiatan yang segera dilaksanakan.
Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Eksploitasi
Seksual Anak (ESA) 2009 – 2014, dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
adalah sebagai anggota Sub Gugus Tugas Bidang Pencegahan dan Partisipasi
Anak.
Berangkat dari kondisi di atas serta dalam rangka mengefektifkan upaya
pencegahan ESA di lingkungan pariwisata, maka diperlukan suatu “Peraturan
Menteri Tentang Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan
Pariwisata”.
B.	 Maksud dan Tujuan
Penyusunan pedoman dimaksudkan untuk mewujudkan dan mengoptimalkan
pelaksanaan upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. Adapun
tujuannya adalah:
1.	 Membangun komitmen bersama diantara seluruh pemangku kepentingan
untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari ESA di lingkungan
pariwisata.
2.	 Menumbuhkembangkan sistem yang sinergis dari pihak-pihak terkait
agar upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata terlaksana secara
efektif.
3.	 Meningkatkan etika, disiplin dan tanggung jawab para pemangku
kepentingan di lingkungan kepariwisataan agar upaya Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata senantiasa berorientasi pada perlindungan anak.
C.	 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan Peraturan Menteri tentang Pedoman
Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata adalah terwujudnya pengurangan
atau penghapusan ESA di Lingkungan Pariwisata.
10
D.	 Ruang Lingkup
Ruang lingkup upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata meliputi
tahapan:
1.	 Pencegahan
	 Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dilaksanakan melalui:
a.	 Identifikasi masyarakat rentan dari ESA;
	 Koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka
penyusunan peta situasi permasalahan dan ESAdi lingkungan pariwisata
di masing-masing daerah yang bersumber dari data POLDA.
b.	 Penguatan instrumen Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata;
	 Penguatan instrumen Pencegahan ESAdi Lingkungan Pariwisata bekerja
sama dengan para pelaku usaha pariwisata dan asosiasi pariwisata
Indonesia, antara lain melalui pemberdayaan masyarakat pariwisata,
sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan penyuluhan.
c.	 Pemanfaatan budaya;
	 Optimalisasi dan aktualisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai penjaga
moralitas masyarakat agar dapat meminimalisasikan kecenderungan
terjadinya ESA khususnya di lingkungan pariwisata.
d.	 Kampanye kepedulian;
	 Pelaksanaan kampanye kepedulian bekerja sama dengan para pelaku
usaha pariwisata dalam rangka upaya Pencegahan ESA di Lingkungan
Pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dunia usaha.
e.	 Pendidikan dan pelatihan;
	 Pendidikan dan pelatihan kepada para pelaku usaha pariwisata yang
bekerja sama dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka upaya
Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata.
f	 Pengembangan citra kepariwisataan.
	 Pengembangan citra kepariwisataan dengan penciptaan produk wisata
yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dengan menjunjung
tinggi hak-hak anak, dan pendayagunaan regulasi tentang Pencegahan
ESA di Lingkungan Pariwisata.
2.	 Pengawasan dan Evaluasi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata
dilakukan melalui:
a.	 indikator keberhasilan; dan
b.	 mekanisme evaluasi pengawasan.
11
BAB II
PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
DI BIDANG USAHA PARIWISATA
Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata diberlaku-
kan untuk para pelaku usaha Pariwisata yang melakukan kegiatan usaha pariwisata
berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
kecuali usaha jasa pramuwisata, yang terdiri atas :
1.	 Usaha daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan
manusia.
2.	 Usaha kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/
atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata.
3.	 Usaha jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang menyediakan angkutan
untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi reguler/
umum.
4.	 Usaha jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha
agen perjalanan wisata.
	 Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan
perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk
penyelenggaraan perjalanan ibadah.
	 Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti
pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen
perjalanan.
5.	 Usaha jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa penyediaan makanan
dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum.
6.	 Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya.
	 Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, villa, pondok wisata, bumi
perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan
untuk tujuan pariwisata.
7.	 Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi merupakan usaha yang
ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan,
karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan
untuk pariwisata.
12
8.	 Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran adalah usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok
orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai
imbalan atas prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka
menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala
nasional, regional dan internasional.
9.	 Usaha jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita,
feature, foto, video dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan
dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.
10.	 Usaha jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan
rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha,
penelitian dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
11.	 Usaha wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan
olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang
dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau dan waduk.
12.	 Usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode
kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/
minuman sehat dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan
raga dengan tetap memerhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
13
Upaya-upaya untuk melaksanakan Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkun-
gan Pariwisata yang wajib dilakukan oleh para pelaku usaha pariwisata dan disesuai-
kan dengan bidang usahanya yaitu, sebagai berikut :
1.	 Membuat dan menyebarluaskan informasi Anti ESA melalui media informasi
yang digunakan oleh para pelaku usaha pariwisata antara lain dapat berupa
Promotional Kit seperti home pages, banner, standing banner, poster, leaflet,
pamflet, booklet, sticker dan melalui media elektronika.
14
2.	 Menetapkan peraturan internal dalam kegiatan operasional yang mendukung
upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata pada Prosedur Standar
Operasi (Standard Operating Procedure/SOP).	
3.	 Memberikan pelatihan secara berkesinambungan kepada karyawan mengenai
upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata.	
4.	 Memberikan perlindungan kepada karyawan yang memberikan laporan tentang
adanya ESA dan/atau dugaan terjadinya ESA.	
5.	 Mencantumkan telepon pengaduan (Hotline Number) yang ada di Kepolisian
pada media promosi yang digunakan untuk Kampanye Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata. Telepon pengaduan (Hotline Number) layanan siaga
24 jam dari Kepolisian Daerah (POLDA) di masing-masing Provinsi dapat dilihat
dalam tabel berikut :
TELEPON PENGADUAN RUANG PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK
(RPPA) DI POLDA INDONESIA
NO LOKASI TELEPON PENGADUAN
1. POLDA NANGGROE ACEH
DARUSSALAM
(0651) 7555353
2. POLDA SUMATERA UTARA (061) 7870355
3. POLDA SUMATERA BARAT (0751) 26972
4. POLDA JAMBI (0741) 7552958
5. POLDA SUMATERA SELATAN (0711) 374740
6. POLDA BENGKULU (0736) 51274
7. POLDA LAMPUNG (0721) 474184
8. POLDA RIAU (0761) 22474, 41995
9. POLDA BANGKA BELITUNG (0717) 439456
10. POLDA KEPULAUAN RIAU
(POLRES TANJUNGPINANG)
(0771) 7282620
11. POLDA METRO JAYA (021) 474184
12. POLDA JAWA BARAT (022) 7800173
13. POLDA JAWA TENGAH (024) 8444709
14. POLDA D.I.YOGYAKARTA (0274) 883841
15. POLDA JAWA TIMUR (031) 8294007
16. POLDA BANTEN (0254) 228082, 228083
17. POLDA BALI (0361) 226783 ext 127
18. POLDA NUSA TENGGARA BARAT (0370) 633508
19. POLDA NUSA TENGGARA TIMUR (0380) 829311
15
NO LOKASI TELEPON PENGADUAN
20. POLDA KALIMANTAN SELATAN (0511) 3352270
21. POLDA KALIMANTAN TENGAH (0536) 3236366
22. POLDA KALIMANTAN TIMUR (0542) 411619
23 POLDA KALIMANTAN BARAT (0561) 584465, 584463
24 POLDA SULAWESI SELATAN (0411) 514662
25. POLDA SULAWESI TENGGARA (0401) 3340744
26. POLDA SULAWESI UTARA (0431) 3344297
27 POLDA SULAWESI TENGAH (0451) 455151
28. POLDA GORONTALO (0435) 838923
29. POLDA SULAWESI BARAT
(POLRES MAMUJU)
(0426) 21110
30. POLDA MALUKU (0911) 353290
31. POLDA MALUKU UTARA (0921) 3126110
32. POLDA PAPUA (0967) 531834
33. POLDA PAPUA BARAT
(POLRES MANOKWARI)
(0986) 212686
Sumber : POLDA di 33 provinsi.
Pengaduan peristiwa ESA dapat pula dilaporkan kepada Polres/Polresta/Poltabes
atau Polsek setempat.
6.	 Memasukkan klausul kesediaan rekanan bisnis (pemasok) dan pembeli (buyer)/
tamu dalam upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata pada perjanjian
kontrak kerja sama yang dijalin.
7.	 Para pengusaha pariwisata memberikan laporan tahunan tentang Pencegahan
ESA di Lingkungan Pariwisata kepada Dinas Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/
Kota dalam bentuk dokumen dan dapat pula menampilkan laporannya dalam
website usaha pariwisata tersebut tentang pelaksanaan pencegahan ESA di
lingkungan usahanya.
8.	 Wajib melakukan pengawasan penjualan secara ketat terhadap produk makanan
dan minuman yang diduga dapat dijadikan sarana pendukung ESA agar tidak
dikonsumsi anak (contoh: anak-anak dilarang keras mengonsumsi minuman
beralkohol).
16
BAB III
PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK
DI LINGKUNGAN PARIWISATA OLEH APARATUR PEMERINTAH
Agar aparatur pemerintah dapat berperan secara maksimal dalam melakukan Pence-
gahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata maka perlu dilakukan lang-
kah-langkah kegiatan sebagai berikut :
1.	 Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Tugas dan Wewenang Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata :
a.	 Perencanaan, Pengkajian dan Pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA
di Lingkungan Pariwisata
1)	 Membuat perencanaan tentang Pencegahan ESA di Lingkungan
Pariwisata yang memuat materi penyusunan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) berupa modul, pelatihan, pelaporan, dokumen sosialisasi,
standardisasi pembuatan bahan informasi cetak dan elektronika.
2)	 Melakukan kajian tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata
bersama lintas sektoral dengan instansi pemerintah terkait, swasta,
organisasi non pemerintah dan perguruan tinggi.
3)	 Melaksanakan diseminasi Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan
PariwisatakepadaDinasKebudayaandanPariwisataProvinsi,Kabupaten/
Kota, instansi terkait, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat.
b.	 Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata
1)	 Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam
program ”Sadar Wisata”.
2)	 Mendorong peningkatan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan
pariwisata di Provinsi dan Kabupaten/Kota berskala internasional,
nasional dan lokal (calender of event).
c.	 Pemberdayaan Masyarakat
1)	 Mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional untuk
memasukkan kurikulum tentang Pencegahan ESA di Lingkungan
Pariwisata dalam program pendidikan dan pelatihan di bidang
pariwisata.
2)	 Membuatkebijakanyangmendorongpeningkatanperansertamasyarakat
dalam Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata.
d.	 Peningkatan Peran Koordinasi dan Kerja Sama Kelembagaan
	 Meningkatkan koordinasi dan kerja sama kelembagaan Sub Gugus Tugas
Bidang Pencegahan dan Partisipasi Anak di pusat dalam rangka memperkuat
program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata.
17
e.	 Pengawasan dan Evaluasi Program
1)	 Menyusun Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan dan Evaluasi.
2)	 Melakukan pelaporan secara berkala tentang pelaksanaan Pencegahan
ESA di Lingkungan Pariwisata (tahunan dan/atau tiap 6 bulan) kepada
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dengan tembusan
kepada Penanggung Jawab Gugus Tugas Pencegahan dan Partisipasi
Anak.
3)	 Melakukan publikasi kegiatan Pencegahan ESAdi Lingkungan Pariwisata
yang disusun dalam dua bahasa (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia)
mencakup seluruh kegiatan pencegahan maupun penanganan kasus
ESA melalui media cetak dan elektronik.
2.	 Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Tugas dan Wewenang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi :
a.	 Perencanaan dan Pengkajian
1)	 Merencanakan program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata
meliputi identifikasi potensi terjadinya ESA di Lingkungan Pariwisata dan
menyusun peta kerawanan ESA di Provinsi.
2)	 Melaksanakan diseminasi pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan
Pariwisata Provinsi, Kabupaten/Kota, instansi terkait, pelaku usaha
pariwisata, dan masyarakat.
b.	 Pelaksanaan Kebijakan
1)	 Menyusun langkah-langkah pelaksanaan Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata.
2)	 Melaksanakan koordinasi dengan Dinas-Dinas Terkait di Provinsi
tentang upaya Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan
Pariwisata.
c.	 Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata
1)	 Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam
program ”Sadar Wisata”.
2)	 Meningkatkan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di
Provinsi dan Kabupaten/Kota berskala internasional, nasional dan lokal
(calender of event)
d.	 Peningkatan Citra Kepariwisataan
	 Melaksanakan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan yang telah disusun oleh
pemerintah pusat dalam pembangunan kepariwisataan yang ramah anak.
18
e.	 Pengawasan dan Evaluasi Program
1)	 Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kegiatan upaya
Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dengan menggunakan peta
identifikasi masyarakat rentan terhadap ESA di Provinsi.
2)	 Melakukan pelaporan hasil pengawasan dan evaluasi secara berkala
kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
3.	 Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten/Kota
Tugas dan Wewenang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten/Kota:
a.	 Perencanaan dan Pelaksanaan
1) 	 Merencanakan program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata
meliputi identifikasi potensi terjadinya ESA di Lingkungan Pariwisata dan
menyusun peta kerawanan ESA di Kabupaten/Kota.
2)	 Melaksanakan diseminasi Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan
Pariwisata Kabupaten/Kota.
b.	 Pelaksanaan Kebijakan
1)	 Mengoordinasikan program kerja kegiatan Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata kepada instansi terkait dan pelaku kepentingan
tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata di Kabupaten/Kota.
2)	 MelaksanakansosialisasiPencegahan ESAdiLingkunganPariwisatakepada
instansi terkait, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat di Kabupaten/Kota.
3)	 MelakukanpenyebaranmaterikampanyePencegahanESAdiLingkungan
Pariwisata kepada seluruh pelaku usaha pariwisata, instansi terkait, dan
masyarakat di Kabupaten/Kota.
c.	 Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata
1)	 Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam
program ”Sadar Wisata”.
2)	 Meningkatkan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di
Kabupaten/Kota berskala internasional, nasional dan lokal (calender of
event)
3)	 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Pencegahan
ESA di Lingkungan Pariwisata.
d.	 Pemberdayaan Masyarakat
1)	 Sosialisasi kebijakan yang diterima dari Provinsi kepada instansi terkait
dan lembaga pendidikan di Kabupaten/Kota.
2)	 Realisasi kebijakan kurikulum di semua jenjang pendidikan.
19
e.	 Peningkatan Citra Kepariwisataan
	 Melaksanakan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan yang telah disusun
oleh pemerintah pusat dalam pembangunan kepariwisataan yang ramah
anak.
f.	 Pengawasan dan Evaluasi Program
1)	 Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kegiatan upaya
Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dengan menggunakan peta
identifikasi masyarakat rentan terhadap ESA di Kabupaten/Kota.
2)	 Melakukan pelaporan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
dibutuhkan kepada Gubernur.
20
BAB IV
PENGAWASAN DAN EVALUASI
A.	 Pengawasan
Pengawasan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a.	 Membuat Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata yang berisi indikator keberhasilan untuk mengukur
kinerja para pihak yang terlibat dalam pencegahan ESA di lingkungan
pariwisata. Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pencegahan ESA
di Lingkungan Pariwisata di Kabupaten/Kota dibuat oleh Dinas Pariwisata
Kabupaten/Kota atau instansi yang menangani pariwisata di Kabupaten/
Kota; di provinsi dibuat oleh Dinas Pariwisata Provinsi atau instansi yang
menangani pariwisata di Provinsi; dan di pusat dibuat oleh Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
b.	 Melakukan klarifikasi dan verifikasi temuan-temuan di lapangan berdasarkan
Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan dan Evaluasi.
c.	 Hasil klarifikasi dan verifikasi temuan dipergunakan untuk penyusunan
program kerja pemantauan tahun berikutnya.
d.	 Melakukan pelaporan berkala tentang pelaksanaan Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata dengan mekanisme pelaporan berjenjang; Dinas
Pariwisata Kabupaten/Kota atau instansi yang menangani pariwisata di
Kabupaten/Kota membuat laporan kepada Dinas Pariwisata Provinsi,
selanjutnya Dinas Pariwisata Provinsi atau instansi yang menangani
pariwisata di Provinsi membuat laporan kepada Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata, termasuk kepada Penanggung Jawab Sub Gugus Tugas
Pencegahan dan Partisipasi Anak.
e.	 Melakukan publikasi kegiatan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata
guna mendapatkan tanggapan dan/atau masukan dari masyarakat.
B.	 Evaluasi
1.	 Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA di
Lingkungan Pariwisata.
2.	 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir a dilakukan bekerja sama dengan
lembaga-lembaga kajian kepariwisataan dan lembaga kajian perlindungan
anak untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA
di Lingkungan Pariwisata yang hasilnya dikonsultasikan/diharmonisasikan
kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
21
BAB V
PENUTUP
Pencegahan Eksplotasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata ini menjadi upaya
bersama antara instansi pemerintah, para pelaku usaha pariwisata serta para pe-
mangku kepentingan terkait yang bersifat lintas sektoral dan lintas regional dengan
skala penanggulangan secara nasional maupun kewilayahan. Orientasi sinergitas di-
antara pelaku kepentingan menjadi pokok penanggulangan eksploitasi seksual anak
di lingkungan pariwisata sehingga mampu memaksimalkan peran masing-masing
pihak secara optimal.
MENTERI KEBUDAYAAN DAN
PARIWISATA,
Ir. JERO WACIK, SE
22
REGULATION OF THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM
NUMBER: PM.30/HK.201/MKP/2010
CONCERNING
GUIDELINES ON THE PREVENTION OF
SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM
PROTECTOUR
C
HILDREN FROM SEXUAL
EXPLOITATION
THE MINISTRY OF CULTURE AND TOURISM
DIRECTORATE GENERAL OF DEVELOPMENT TOURISM DESTINATIONS
2011
1
Regulation of the Minister of Culture and Tourism
Number: PM.30/HK.201/MKP/2010
on
GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN
IN TOURISM
WITH THE BLESSING OF GOD
THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM,
Considering	 :	 a.	 that Indonesian tourism is able to generate significant revenue
to national economy;
b.	 that the management of tourism sector that is inadequately
controlled and only with short-term orientation may trigger the rise
and increase of adverse impacts to socio-cultural life both directly
and indirectly and may be abused for sexual exploitation crime;
c.	 that the condition as referred to in point b is more worrisome if the
victims are children;
d.	 that based on the consideration as referred to in point a, point b,
and point c, it is necessary to stipulate Regulation of the Minister
of Culture and Tourism concerning Guidelines on The Prevention
of Sexual Exploitation of Children in Tourism;
In view of	 :	 1.	 Law Number 4 of 1979 on Children’s Well-being (State Gazette
of the Republic of Indonesia of 1979 Number 32, Supplement to
the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3143);
2.	 Law Number 7 of 1984 on Ratification of Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
(State Gazette of the Republic of Indonesia of 1984 Number 29,
Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia
Number 3277);
2
2.	 Law Number 3 of 1997 on Children’s Court (State Gazette of
the Republic of Indonesia of 1997 Number 3, Supplement to the
State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3668);
3.	 Law Number 39 of 1999 on Human Rights (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 1999 Number 165, Supplement to the
State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3886);
4.	 Law Number 1 of 2000 on Elimination of the Worst Forms of Work
for Children (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999
Number 30, Supplement to the State Gazette of the Republic of
Indonesia Number 3941);
5.	 Law Number 23 of 2002 on Prevention of Children (State Gazette
of the Republic of Indonesia of 2002 Number 109, Supplement to
the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4235);
6.	 Law Number 21 of 2007 on Eradication of Crimes in Human
Trafficking (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2007
Number 58, Supplement to the State Gazette of the Republic of
Indonesia Number 4720);
7.	 Law Number 10 of 2009 on Tourism (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 2009 Number 11, Supplement to the
State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4966);
8.	 Presidential Decree Number 36 of 1990 on Ratification of
Convention on the Rights of Children (State Gazette of the
Republic of Indonesia of 1990 Number 57);
9.	 Presidential Decree Number 84/P of 2009 on Establishment of
United Indonesian Cabinet II;
10.	 Presidential Regulation Number 47 of 2009 on Establishment
and Organization of State Ministries;
11.	 Regulation of Coordinating Minister for the People’s Welfare
Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes in
Human Trafficking and Sexual Exploitation of Children;
12.	 Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number PM.17/
HK.001/MKP-2005 on Organization and Work Procedure of the
Ministry of Culture and Tourism as already amended, the last by
the Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number
PM.07/HK.001/MKP-2007;
3
DECIDES:
To stipulate	 : 	 REGULATION OF THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM
CONCERNING GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL
EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM.
FIRSTLY	 : 	 The Sexual Exploitation of Children in Tourism Environment shall
be prevented in conformity with the guidelines as set forth in the
Attachment of this Ministerial Regulation.
SECONDLY	 : 	 The guidelines as referred to in the FIRST dictum shall be reference for
government and regional government institutions, tourism business,
non-government organizations, and the society.
THIRDLY	 : 	 This Ministerial Regulation shall be in effect on the date of its
stipulation.
Stipulated in Jakarta
on March 29, 2010
THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM,
	
Ir. JERO WACIK, SE
4
CONTENTS
SEC I	 INTRODUCTION..................................................................................... 	 5
		 A.	 Background..................................................................................... 	 5
		 B.	 Purposes and Objectives............................................................... 	 9
		 C.	 Goal.................................................................................................. 	 9
		 D. 	 Scope............................................................................................... 	 9
SEC II 	 THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION
	 OF CHILDREN IN TOURISM.................................................................. 	11
SEC III	 THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN
	 IN TOURISM BY GOVERNMENT APPARATUS.................................... 	16
SEC IV	 SUPERVISION AND EVALUATION........................................................ 20
	 A.	 Supervision..................................................................................... 20
	 B.	 Evalution.......................................................................................... 20
SEC V	 CLOSING................................................................................................ 21
5
Attachment	 :	 Regulation of the Minister of
Culture and Tourism
Number	 :	 PM.30/HK.201/MKP/2010
Dated	 :	 March 29, 2010
GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF
CHILDREN IN TOURISM
SECTION I
INTRODUCTION
A. 	 Background
The development of Indonesian tourism is able to generate significant
revenue for national economy. However, the management of tourism
sector that is inadequately controlled and only with short-term orientation
may trigger the rise and increase of adverse impacts to socio-cultural
life both directly and indirectly and may be exploited for crime of sexual
exploitation. This condition is more worrisome if the victims are children.
Sexual Exploitation of Children (SEC) in Tourism is considered to be
sexual crime against children that is committed by men or women who are
traveling to certain places, usually from one country to another, and they
have sexual intercourse with children under 18 years old age. SEC may
be committed by both foreign tourists and domestic tourists who often use
means of accommodation, transportation and other facilities related to
tourism (ECPAT International).
SEC is a complex and universal problem. Usually children who are the
victims of sexual exploitation crime have high mobility and those who have
been trapped in the criminal syndicate of sexual exploitation will be difficult
to get rid of the situation. Restoring them from that situation would take
a long time with high cost, especially those with traumatic experiences.
Children who have already had bad experiences in criminal syndicate of
sexual exploitation will be hard to get community acceptance, therefore,
they will need rehabilitation to be followed by efforts for reintegration
of the children into normal environment of the community. In addition,
the community itself must be conditioned in such a way that they will be
broad-minded and wise to accept the children who have become SEC
victims back into the community.
6
TOURISM
get
CONSUMERS/
CLIENTS
(in this case is
TOURISTS)
SEC
t o
Pursuant to the Regulation of the Coordinating Minister for the People’s Welfare
Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes in Human Trafficking
and Sexual Exploitation of Children (SEC), SEC occurs in various forms such as
child pornography, child trafficking, and child prostitution.
•	 Child prostitution is the use of children in sexual activities with payment or
compensation in other forms.
•	 Child pornography is any representation, with any means whatsoever, of a
child’s explicit involvement in sexual activities, either factual or simulated, or
any representation of a child’s sexual organs for sexual purposes.
•	 Child trafficking is for sexual purposes.
The perpetrators in those three types of SEC are usually foreign and domestic
tourists. Because of the increasing development of SEC, tourism is often accused
as the cause of SEC syndicate in the society.
The relationship between tourism and SEC has become an international concern.
Since the beginning of Indonesia’s tourism development, the government has
refused any forms of SEC as they are in contradiction to ethic and moral values.
This is in conformity with Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, Global
Code of Ethics for Tourism, and ASEAN Travel Code. In fact, tourism industry is
not the cause of SEC, but tourism facilities are often used for SEC.
The use of tourism business in SEC may be categorized directly and indirectly as
illustrated below:
Picture 1
Relationship between SEC and Tourism
Source: Research in Sexual Exploitation of Children in Tourism Environment, 2004.
is used/
utilized
as the easy access by:
l Victims of child prostitution or
l Procurers and intermediaries
Tourism has no
correlation
with the rise of SEC
7
Direct involvement is when tourism industry actors including tourism entrepreneurs
or their employees give opportunities intentionally to tourists/visitors who come to
commit SEC at tourism industry places such as:
1)	 tourist attractions;
2)	 tourism areas;
3)	 tourism travelling services;
4)	 tourism traveling services;
5)	 food and beverage services;
6)	 accommodation supplies;
7)	 entertainment and recreation activities;
8)	 meetings, incentive travels, conventions, and exhibitions;
9)	 tourism information;
10)	 tourism consultation services;
11)	 water tourism; and
12)	 spa.
By ignoring SEC, a tourism industry is practically engaged in SEC.
Indirect involvement is when tourism industry actors or their employees are not
aware or cognizant that their tourism industry services have been utilized by an
SEC actor after the incident has occurred.
The Philippines, Mongolia, Cambodia and Vietnam are Asian countries which
become the tourism destinations for SEC perpetrators to get child prostitution
services. However, Indonesia may be considered as an alternative destination to
commit SEC because the people’s awareness regarding SEC is still low and the
laws and regulations as well as law enforcement are still weak. Based on SEC
cases handled by Indonesian Police, many SEC cases are found in Indonesia’s
tourism destinations such as Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali
and Lombok.
Physically, mentally, and psychologically, children who are SEC victims would
experience depression that may result in weak mental condition and difficulty in
socializing with community members. According to some researches, children
who are SEC victims would be retarded in their physical and mental growth and
development as the result of their mental problems.
Another most worrisome impact is the inclination of child victims to take revenge
on other children. An example is the case that has occurred in Bali and Lombok,
where a child who had been a victim of child prostitution then, as a grown-up,
became an intermediary for those who need children as SEC objects.
SEC is practically the result of a condition in the society where the level of its
welfare, both social and economic welfare, is low. In addition, SEC is also the
result of consumerism lifestyle. Meanwhile, tourism activities are utilized to commit
SEC. Some experts say that tourism activities serve as a carrier.
8
When someone travels to another place, it is possible to feel foreign in the
visited region. Moreover, there will be a feeling that no one will know what he
is doing. As the result, someone who feels as “a foreigner” has a tendency to
try something new, including negative things such as SEC. Such persons are
categorized as “situational crime doers”. However, there are also people who
since the beginning intend to commit SEC in their visited places, and they may
be categorized as “preferential crime doers” such as pedophiles.
In response to such facts, the countries of United Nations World Tourism
Organization (UN-WTO) members jointly agree to combat SEC in tourism of
their respective countries by adopting the points of agreement set forth in the
UN-WTO Statement on the Prevention of Organized Sex Tourism (1995), and
the Global Code of Ethics for Tourism (1999). Both agreements are used as
references to formulate a framework for the prevention of SEC in tourism and
support responsible and sustainable tourism development.
UN-WTO through Child Wise Australia makes ASEAN as a pilot project for
the campaign of “Protection of Children from Sexual Exploitation in Tourism”.
The program is associated with the global inclination of SEC to shift from
developed countries to developing countries. The concern of UN-WTO is
now concentrated on third-world countries in Asia, Latin America, Caribbean,
Africa, and Eastern Europe.
In Indonesia, there is no official statistics that can be made as reference to the
number of SEC victims, but there are two institutions that can be the sources
to estimate the number of SEC victims. Firstly, UNICEF Indonesia estimated
that the number of SEC victims was 30% of the number of sexual workers in
Indonesia (2006). According to the Ministry of Social Affairs there were 71,281
sexual workers in Indonesia, thus it was estimated that for about 20,000 people
of SEC victims were child prostitutes (2004). Secondly, based on the record
of cases from the Criminal Investigation Bureau of Indonesian Police in 2008
there were 90 cases of SEC with victims of 210 children.
In line with the development of SEC in tourism, the Ministry of Culture and
Tourism deems the necessity of doing the prevention in order to eradicate
SEC in tourism by stipulating Guidelines on The Prevention of Sexual
Exploitation of Children in Tourism. The problem of SEC is so important
that the prevention of SEC should be listed as a program to be immediately
carried out.
The government has issued the Decree of the Coordinating Minister for the
People’s Welfare Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes
in Trafficking In Person and Sexual Exploitation of Children (SEC) 2009-2014,
and the Ministry of Culture and Tourism as a member of Sub-Task Force in
Children’s Prevention and Participation Sector.
9
Based on the above condition and in order to reinforce the efforts for the prevention
of SEC in tourism, then there should be a “Ministerial Regulation concerning
Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism”.
B.	 Purposes and Objectives
These guidelines are intended to generate and optimize the efforts for the
Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism. The objectives are as
follows:
1.	 To build joint commitment among all stakeholders to protect children from
SEC in tourism.
2.	 To grow and develop a synergic system among related parties in optimizing
the efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism.
3.	 To enhance ethics, discipline, and responsibility of stakeholders in tourism
so that the efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in
Tourism would always be oriented to children protection.

C.	 Goal
The goal that must be achieved by this Ministerial Regulation concerning
Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism is the
decrease or the eradication in SEC in tourism.
D. Scope
The scope of efforts for the Prevention of Children from Sexual Exploitation in
Tourism covers the stages as follows:
1. 	 Prevention
	 The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism is conducted through:
Identification of vulnerable community members to SEC:
a.	 Coordination and cooperation with related institutions in order to map the
problematic situation and SEC in tourism in each region based on the
data from Regional Police.
b.	 Reinforcement of instruments for the Prevention of Sexual Exploitation of
Children in Tourism:
	 Reinforcement of instruments for the Prevention of Sexual Exploitation
of Children in Tourism in cooperation with tourism industry actors and
Indonesian Tourism Association, among others through empowerment of
tourism society, dissemination of laws and regulations, and extension of
information.
10
c.	 Utilization of culture:
	 Optimization and actualization of local wisdom values as the guards of
the society’s morality in order to minimize inclination to SEC, especially
in tourism.
d.	 Campaign of concern:
	 The Campaign of concern is conducted in cooperation with tourism
industry actors in the framework of efforts for the Prevention of SEC in
Tourism both by the government and private sector.
e.	 Education and training:
	 Education and training for tourism industry actors is conducted in
cooperation with related institutions and agencies in the framework of
efforts for the Prevention of SEC in Tourism.
f.	 Development of tourism image:
	 The development of tourism image is by creating tourism products that
are morally accountable and in respect of children’s rights and through
the effective use of regulations on the Prevention of SEC in Tourism.
2. 	 Supervision and Evaluation on the Prevention of SEC in Tourism will be
conducted through:
a. 	 indicators of success; and
b. 	 supervisory evaluation mechanism.
11
SECTION II
THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM
The Guidelines on The Prevention Sexual Exploitation of Children in Tourism shall be
in effect for tourism industry actors who carry out tourism business activities pursuant
to Article 14 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism except for tourist guide
service business that consists of:
1.	 Tourist attraction business shall be a business with activities to manage natural
tourist attraction, cultural tourist attraction, and man-made tourist attraction.
2.	 Tourism area business shall be a business with activities to develop and/or
manage an area of a certain size to fulfill tourism needs.
3.	 Transportation service business shall be a business that specially provides
transportation for tourism needs and activities, but not included regular/public
transportation.
4.	 Tourism travel service business shall be a tourism travel bureau business and
tourism travel agent business.
	 Tourism travel bureau business covers business to provide travel planning services
and/or tourism organizing services, including travels for religious purposes.
	 Tourism travel agent business covers facilities reservation service business such
as ticket and accommodation reservations and travel documents assistance.
5.	 Food and beverage service business shall be a service business in the supply
of food and beverage equipped with tools and equipment for its preparation
process and which may be in the form of restaurants, cafes, catering, and
drinking bars.
6.	 Accommodation supply business shall be a business that provides lodging
services that may be equipped with other tourism services.
	 The accommodation supply service may include hotels, villas, tourism cottages,
camping grounds, caravan transits, and other kinds of accommodation used for
the purpose of tourism.
7.	 Entertainment and recreation business shall be a business with its scope in the
form of performance art business, playing grounds, karaoke, cinemas, and other
entertainment and recreation activities for the purpose of tourism.
8.	 Organizing business of meetings, incentive travels, conventions, and exhibitions
shall be a business that provides services for a meeting of a group of people,
organizes travel for employees and business partners as compensation for
their achievement, and organizes exhibitions in order to spread information and
promote goods and services at national, regional, and international level.
12
9.	 Tourism information service business shall be a business that provides data,
news, features, photographs, video films, and results of researches on tourism
disseminated in the form of printed and/or electronic matters.
10.	 Tourism consultation service business shall be a business that provides
suggestions and recommendations concerning feasibility study, planning,
business management, research and marketing in tourism sector.
11.	 Water tourism business shall be a business that organizes water tourism and
sports, including provision of means and infrastructures as well as other services
that are commercially managed in sea waters, beaches, rivers, lakes and
reservoirs.
12.	 Spa business shall be a business of treatment that provides services with a
combination of methods such as water therapy, aroma therapy, massage, spices,
healthy food/drink services and physical activities for the purpose of balancing the
body and soul suitable for Indonesian tradition and culture.
13
The Efforts for The Prevention of Sexual Exploitation on Children in Tourism must be
made by tourism industry actors and adjusted to their business sectors as follows:
1.	 Preparing and disseminating information on Anti SEC through information media
that are used by tourism business players which may among others be in the form
of promotional kits such as home pages, banners, standing banners, leaflets,
pamphlets, booklets, stickers, and electronic media.
14
2.	 Stipulating internal regulations in the operations that support the efforts for The
Prevention of SEC in Tourism in the Standard Operating Procedure.
3.	 Providing continuous training about the efforts for The Prevention of SEC in
Tourism to the employees.
4.	 Providing protection to the employees who give report on the incident of SEC and/
or alleged incident of SEC.
5.	 Specifying hotline numbers provided by the Regional Police for the Campaign
of The Prevention of SEC in Tourism in promotional media. The 24 hour hotline
number provided by the Regional Police in each province can be seen in the
following table :
NO. LOCATION HOTLINE NUMBER
1. REGIONAL POLICE OF NANGGROE
ACEH DARUSSALAM
(0651) 7555353
2. REGIONAL POLICE OF NORTH SUMA-
TRA
(061) 7870355
3. REGIONAL POLICE OF WEST SUMATRA (0751) 26972
4. REGIONAL POLICE OF JAMBI (0741) 7552958
5. REGIONAL POLICE OF SOUTH SUMA-
TRA
(0711) 374740
6. REGIONAL POLICE OF BENGKULU (0736) 51274
7. REGIONAL POLICE OF LAMPUNG (0721) 474184
8. REGIONAL POLICE OF RIAU (0761) 22474, 41995
9. REGIONAL POLICE OF BANGKA BELI-
TUNG
(0717) 439456
10. REGIONAL POLICE OF RIAU
(SUB-REGIONAL POLICE OF TANJUNG PINANG
(0771) 7282620
11. REGIONAL POLICE OF METRO JAYA (021) 474184
12. REGIONAL POLICE OF WEST JAVA (022) 7800173
13. REGIONAL POLICE OF CENTRAL JAVA (024) 8444709
14. REGIONAL POLICE OF D.I.YOGYAKARTA (0274) 883841
15. REGIONAL POLICE OF EAST JAVA (031) 8294007
16. REGIONAL POLICE OF BANTEN (0254) 228082, 228083
17. REGIONAL POLICE OF BALI (0361) 226783 EXT. 127
18. REGIONAL POLICE OF WEST NUSA
TENGGARA
(0370) 633508
19. REGIONAL POLICE OF EAST NUSA
TENGGARA
(0380) 829311
15
NO. LOCATION HOTLINE NUMBER
20. REGIONAL POLICE OF SOUTH KALIM-
ANTAN
(0511) 3352270
21. REGIONAL POLICE OF CENTRAL KALI-
MANTAN
(0536) 3236366
22. REGIONAL POLICE OF EAST KALIMAN-
TAN
(0542) 411619
23. REGIONAL POLICE OF WEST KALIMAN-
TAN
(0561) 584465, 584463
24. REGIONAL POLICE OF SOUTH SU-
LAWESI
(0411) 514662
25. REGIONAL POLICE OF SOUTHEAST
SULAWESI
(0401) 3340744
26. REGIONAL POLICE OF NORTH SU-
LAWESI
(0431) 3344297
27. REGIONAL POLICE OF CENTRAL SU-
LAWESI
(0451) 455151
28. REGIONAL POLICE OF GORONTALO (0435) 838923
29. REGIONAL POLICE OF WEST SULAWESI
(SUB-REGIONAL POLICE OF MAMUJU)
(0426) 21110
30. REGIONAL POLICE OF MALUKU (0911) 353290
31. REGIONAL POLICE OF NORTH MALUKU (0921) 3126110
32. REGIONAL POLICE OF PAPUA (0967) 531834
33. REGIONAL POLICE OF WEST PAPUA
(SUB-REGIONAL POLICE OF MANOKWARI)
(0986) 212686
Source: Regional Police in 33 provinces.
Incidents of SEC may also be reported to local Sub-Regional Police/City Sub-
regional Police/Large City Police or Sector Police.
6.	 Putting in a clause in the established cooperation agreements about the willingness
of business partners (suppliers) and buyers/visitors to involve on the efforts for
The Prevention of SEC in Tourism.
7.	 Tourism entrepreneurs shall provide annual reports about the efforts on the
Prevention of SEC in their business places to Provincial and Regency/City
Culture and Tourism Service Offices, they may also be presented in their business
websites.
8.	 The sales of food and beverage products that are alleged as supportive means
of SEC shall be made under strict supervision and shall not be consumed by
children (e.g. alcohol drinks are strictly prohibited for children).
16
SECTION III
THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM BY
GOVERNMENT APPARATUS
In order to optimize the role of the Government apparatus conducting the Preven-
tion of Sexual Exploitation of Children in Tourism, it is necessary to the following
measures:
1.	 The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism by the Ministry
of Culture and Tourism
Duties and Authorities of the Ministry of Culture and Tourism:
a.	 Planning, Review and Implementation of Guidelines on the Prevention
of SEC in Tourism
1)	 Making a planning on the Prevention of SEC in Tourism that contains
materials for formulation of Communication, Information and
Education in the form of modules, training, report, dissemination
documents, standard of making the printed and electronic
information.
2)	 Making a cross-sectoral review on the Prevention of SEC in Tourism with
related government and private institutions as well as non-government
organizations and higher education institutions.
3)	 Disseminating Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism to
Provincial/Regency/City Culture and Tourism Service Offices, related
institutions, tourism industry actors, and the society.
b.	 Utilization of Activities in the Related Institution of Culture and Tourism
1)	 To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism
Awareness” program.
2)	 To encourage the implementation of cultural and tourism activities in the
Province and The Regency/City at international, national, and local level
(calendar of events).
c.	 Empowerment of the Society
1)	 Giving recommendations to the Ministry of National Education to include
curriculum of the Prevention of SEC in tourism education and training
program.
2)	 Making policies that encourage the participation of community members
in the Prevention of SEC in Tourism.
d.	 Increased Roles of Institutional Coordination and Cooperation
	 To increase institutional coordination and cooperation of the Sub-Task Force
in Prevention and Children’s Participation in the central government in order
to strengthen the program of the Prevention of SEC in Tourism.
17
e.	 Supervision and Evaluation of Program
1)	 Preparing Technical and Operational Guidance for Supervision and
Evaluation.
2)	 Providing periodical reports on the Prevention of SEC in
Tourism (annually and/or semi-annually) to the Coordinating
Minister for the People’s Welfare with copies to be delivered
to those in charge of Task-Force for Prevention and Children’s
Participation.
3)	 Publicizing the activities of the Prevention of SEC in Tourism in two
languages (English and Indonesian) which covering all activities for the
prevention as well as for handling the SEC cases through printed and
electronic media.
2.	 The Prevention of Sexual Exploitation Of Children in Tourism by Provincial
Culture and Tourism Service Offices
Duties and Authorities of Provincial Culture and Tourism Service Offices:
a.	 Planning and Review
1)	 Planning the program for the Prevention of SEC in Tourism covering
identification of potential occurrence of SEC in Tourism and mapping the
vulnerability of SEC in the Province.
2)	 Disseminating Guidelines on the Prevention of SEC in Tourism to
Provincial/Regency/City Culture and Tourism Service Offices, related
institutions, tourism industry actors, and the society.
b.	 Implementation of Policies
1)	 Formulating measures for the Prevention of SEC in Tourism.
2)	 Coordinating with related Service Offices in the Province on efforts for the
Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism.
c.	 Utilization of Activities in the Environment of Culture and Tourism
1)	 To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism
Awareness” program.
2)	 To encourage the implementation of cultural and tourism activities in the
Province and The Regency/City at international, national, and local level
(calendar of events).
d.	 Improved Tourism Image
	 Implementing the dissemination and coordination that have been
prepared by the central government in the development of child-
friendly tourism.
18
e.	 Supervision and Evaluation of Program
1)	 Supervising and evaluating activities in the efforts for the Prevention
of SEC in Tourism using the identification map of community members
vulnerable to SEC in the Province.
2)	 Reporting the results of supervision and evaluation periodically to the
Minister of Culture and Tourism.
3.	 The Prevention of Sexual Exploitation Of Children in Tourism by Regency/
City Culture and Tourism Service Offices
	 Duties and Authorities of Regency/City Culture and Tourism Service
Offices:
a.	 Planning and Implementation
1)	 Planning the program for the Prevention of SEC in Tourism covering the
identification of potential occurrence of SEC in Tourism and mapping the
vulnerability of SEC in the Regency/City.
2)	 Disseminating Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism in the
Regency/City.
b.	 Implementation of Policies
1)	 Coordinating the work program of the Prevention of SEC in Tourism with
related institutions and stakeholders concerning the Prevention of SEC
in Tourism in the Regency/City.
2)	 Disseminating the Prevention of SEC in Tourism to related institutions,
tourism industry actors, and the society in the Regency/City.
3)	 Disseminating the materials of the Campaign of The Prevention of SEC
in Tourism to tourism industry actors, related institutions, and community
members in the Regency/City.
c.	 Utilization of Activities in the Related Institution of Culture and Tourism
1)	 To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism
Awareness” program.
2)	 Encouraging the implementation of cultural and tourism activities in
the Regency/City at international, national, and local level (calendar of
events).
3)	 Increasing participation of community members in the Prevention of SEC
in Tourism.
d.	 Empowerment of Society
1)	 Dissemination of policies that are received from the Province to related
institutions and educational institutions in The Regency/City.
19
2)	 Implementation of curriculum policies in all educational levels.
e.	 Improved Tourism Image
	 Implementing the dissemination and coordination that have been prepared by
the central government in the development of child-friendly tourism.
f.	 Supervision and Evaluation of Program
1)	 Supervising and evaluating activities in the efforts for the Prevention
of SEC in Tourism using the identification map of community members
vulnerable to SEC in the Regency/City.
2)	 Reporting the results of supervision and evaluation periodically or at any
time if necessary to the Governor.
20
SECTION IV
SUPERVISION AND EVALUATION
A.	 Supervision
The Prevention of SEC in Tourism shall be supervised in the methods as follows:
a.	 Preparing Technical and Operational Guidance for Supervising the
Prevention of SEC in Tourism containing indicators of success to measure
the performance of involved parties in the Prevention of SEC in Tourism. The
Technical and Operational Guidance for Supervising the Prevention of SEC
in Tourism in a Regency/City shall be prepared by the Regency/City Tourism
Service Office or the institution that deals with tourism in the Regency/City; in
a Province it shall be prepared by the Provincial Tourism Service Office or the
institution that deals with tourism in the Province; and in central government
it shall be prepared by the Ministry of Culture and Tourism.
b.	 Making clarification and verification of findings in the field based on Technical
and Operational Guidance on Supervision and Evaluation.
c.	 The results of clarification and verification of findings shall be used to prepare
work program for monitoring in the subsequent year.
d.	 Making periodical reports on the Prevention of SEC in Tourism with reporting
mechanism in stages; the Regency/City Culture and Tourism Service Office
or the institution that deals with tourism in the Regency/City shall make
reports to the Provincial Culture and Tourism Service Office, the Provincial
Culture and Tourism Service Office or the institution that deals with tourism
in the Province shall make reports to the Ministry of Culture and Tourism,
including to those in charge of Sub-Task Force for Children’s Prevention and
Participation.
e.	 Publicizing the activities of the Prevention of SEC in Tourism in order to
receive responses and/or inputs from the society.
B.	 Evaluation
1.	 Evaluating the implementation of Guidelines on The Prevention of SEC in
Tourism.
2. 	 The evaluation as referred to in point a shall be conducted in cooperation with
tourism review institutions and child protection review institutions in order to
see the effectiveness of the implementation of Guidelines on The Prevention
of SEC in Tourism, the results of which shall be consulted/in harmony with the
Ministry of Culture and Tourism.
21
SECTION V
CLOSING
The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism shall be the joint ef-
forts among government institutions, tourism industry actors and related stakeholders
and using the cross-sectoral and cross-regional approaches in handling problems at
national and regional levels. Synergic orientation among stakeholders shall become
the core of combating sexual exploitation of children in tourism, thereby being able to
enhance the roles of each party optimally.
THE MINISTER OF CULTURE AND
TOURISM,
Ir. JERO WACIK, SE

More Related Content

What's hot

Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari EksploitasiBuku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
ECPAT Indonesia
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
ECPAT Indonesia
 
Buku panduan desa bebas pronografi anak
Buku panduan desa bebas pronografi anakBuku panduan desa bebas pronografi anak
Buku panduan desa bebas pronografi anak
ECPAT Indonesia
 
Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018
ECPAT Indonesia
 
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
ECPAT Indonesia
 
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau KelurahanMateri 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
ECPAT Indonesia
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
ECPAT Indonesia
 
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
ECPAT Indonesia
 
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
ECPAT Indonesia
 
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
ECPAT Indonesia
 
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan AnakPenghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Sofan Azis Sujabat
 
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Trini Handayani
 
Gempar
GemparGempar
Materi 1 - Desa Bebas Pornografi
Materi 1 - Desa Bebas PornografiMateri 1 - Desa Bebas Pornografi
Materi 1 - Desa Bebas Pornografi
ECPAT Indonesia
 
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anakMateri Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Adwin Kurniawan
 
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
ECPAT Indonesia
 
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
ECPAT Indonesia
 
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
Ai Maryati Solihah
 
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Zamzam Muzaki Sm
 
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Zamzam Muzaki Sm
 

What's hot (20)

Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari EksploitasiBuku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
Buku Panduan Terminologi Perlindungan Anak dari Eksploitasi
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
 
Buku panduan desa bebas pronografi anak
Buku panduan desa bebas pronografi anakBuku panduan desa bebas pronografi anak
Buku panduan desa bebas pronografi anak
 
Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018Pemantauan media ECPAT 2018
Pemantauan media ECPAT 2018
 
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
 
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau KelurahanMateri 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
Materi 6 - Peran dan Tanggungjawab Pemerintah Desa atau Kelurahan
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
 
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
Melindungi Anak-Anak Dari Eksploitasi Seksual & Kekerasan Seksual Dalam Situa...
 
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
 
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
Modul Smart School Online Untuk Orang Tua “Eksploitasi Seksual Anak di Ranah ...
 
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan AnakPenghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
 
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
 
Gempar
GemparGempar
Gempar
 
Materi 1 - Desa Bebas Pornografi
Materi 1 - Desa Bebas PornografiMateri 1 - Desa Bebas Pornografi
Materi 1 - Desa Bebas Pornografi
 
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anakMateri Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
 
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
 
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
 
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
KAMPANYE 16 HARI ANTI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK MENENTANG TPPO DAN EK...
 
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
 
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
Gagasan perda perlindungan anak kota bandung, juli 2011
 

Viewers also liked

Imr id-cert-traceroute-12042013
Imr id-cert-traceroute-12042013Imr id-cert-traceroute-12042013
Imr id-cert-traceroute-12042013
Mad Jimmy
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
ECPAT Indonesia
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISMGLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
ECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
ECPAT Indonesia
 
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIATHE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
ECPAT Indonesia
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...ECPAT Indonesia
 
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek Vital
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek VitalTugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek Vital
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek VitalRadenMas Ahmad Spaer
 
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesiaBuku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
ECPAT Indonesia
 
2.tatacara kerja nora
2.tatacara kerja nora2.tatacara kerja nora
2.tatacara kerja norapenawar
 
BBPW3203
BBPW3203BBPW3203
Simulasi visual (blender) by SEAMOLEC
Simulasi visual (blender) by SEAMOLECSimulasi visual (blender) by SEAMOLEC
Simulasi visual (blender) by SEAMOLEC
Novel Helybra
 

Viewers also liked (12)

Imr id-cert-traceroute-12042013
Imr id-cert-traceroute-12042013Imr id-cert-traceroute-12042013
Imr id-cert-traceroute-12042013
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
 
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISMGLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
 
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIATHE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
THE SCOPE AND MAGNITUDE OF ONLINE SEXUAL ABUSE OF CHILDREN IN INDONESIA
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
 
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek Vital
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek VitalTugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek Vital
Tugas Pokok Direktorat Pengawalan Objek Vital
 
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesiaBuku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
 
2.tatacara kerja nora
2.tatacara kerja nora2.tatacara kerja nora
2.tatacara kerja nora
 
BBPW3203
BBPW3203BBPW3203
BBPW3203
 
Simulasi visual (blender) by SEAMOLEC
Simulasi visual (blender) by SEAMOLECSimulasi visual (blender) by SEAMOLEC
Simulasi visual (blender) by SEAMOLEC
 

Similar to PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA REGULATION DESTINATIONS 2011 KEMENTERIAN

Penelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifPenelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifAlex Shofihara
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
ECPAT Indonesia
 
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
CIkumparan
 
Permendikbud 30 tahun 2021
Permendikbud 30 tahun 2021Permendikbud 30 tahun 2021
Permendikbud 30 tahun 2021
merdekacom
 
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan SeksualSalinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
CIkumparan
 
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksualPermen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
ErwinDariyanto1
 
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdfPermendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Irawan Setyabudi
 
Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010
IdnJournal
 
Perda 2 2017 ttg PPA PPB.pdf
Perda 2  2017 ttg PPA PPB.pdfPerda 2  2017 ttg PPA PPB.pdf
Perda 2 2017 ttg PPA PPB.pdf
Herlita5
 
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdfKEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KecamatanwenangDatac
 
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdfKEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KecamatanwenangDatac
 
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdfKEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
KecamatanwenangDatac
 
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografiUu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
Legal Akses
 
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdfUU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
badinfluence2
 
UU NO 17 THN 2016.pdf
UU NO 17 THN 2016.pdfUU NO 17 THN 2016.pdf
UU NO 17 THN 2016.pdf
LPAAsahan
 
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan TantangannyaMelawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
ECPAT Indonesia
 
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT IndonesiaBuku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
ECPAT Indonesia
 
Pp2011 50
Pp2011 50Pp2011 50
Pp2011 50
Rina Munawar
 
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
ECPAT Indonesia
 

Similar to PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA REGULATION DESTINATIONS 2011 KEMENTERIAN (20)

Penelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifPenelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatif
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
 
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
Salinan Perpres Nomor 101 Tahun 2022
 
Permendikbud 30 tahun 2021
Permendikbud 30 tahun 2021Permendikbud 30 tahun 2021
Permendikbud 30 tahun 2021
 
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan SeksualSalinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
Salinan Permen 30 tahun 2021 Tentang Kekerasan Seksual
 
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksualPermen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
Permen 30 tahun 2021 tentang kekerasan seksual
 
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdfPermendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.pdf
 
Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010
 
Perda 2 2017 ttg PPA PPB.pdf
Perda 2  2017 ttg PPA PPB.pdfPerda 2  2017 ttg PPA PPB.pdf
Perda 2 2017 ttg PPA PPB.pdf
 
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdfKEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
KEL. MAHAKERET TIMUR_SK KLA.pdf
 
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdfKEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
KEL. TIKALA KUMARAKA_SK KLA.pdf
 
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdfKEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
KEL.bumi beringin_SK KLA.pdf
 
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografiUu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
Uu tahun 2008 no. 44 tentang pornografi
 
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdfUU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2016.pdf
 
UU NO 17 THN 2016.pdf
UU NO 17 THN 2016.pdfUU NO 17 THN 2016.pdf
UU NO 17 THN 2016.pdf
 
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan TantangannyaMelawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
Melawan Praktik Prostitusi Anak di Indonesia dan Tantangannya
 
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT IndonesiaBuku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
Buku Wisata Pedesaan Ramah Anak (Bebas Eksploitasi) - ECPAT Indonesia
 
81045
8104581045
81045
 
Pp2011 50
Pp2011 50Pp2011 50
Pp2011 50
 
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
4. Dunia Pariwisata dalam Perlindungan Anak - ECPAT Indonesia
 

More from ECPAT Indonesia

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJK
ECPAT Indonesia
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
ECPAT Indonesia
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
ECPAT Indonesia
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
ECPAT Indonesia
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
ECPAT Indonesia
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
ECPAT Indonesia
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
ECPAT Indonesia
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
ECPAT Indonesia
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
ECPAT Indonesia
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
ECPAT Indonesia
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
ECPAT Indonesia
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
ECPAT Indonesia
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
ECPAT Indonesia
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
ECPAT Indonesia
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
ECPAT Indonesia
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
ECPAT Indonesia
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
ECPAT Indonesia
 

More from ECPAT Indonesia (20)

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJK
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
 

Recently uploaded

VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
suprihatin1885
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
RinawatiRinawati10
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
muhammadyudiyanto55
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
Kurnia Fajar
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
WILDANREYkun
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 

Recently uploaded (20)

VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptxPPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
PPT Aksi Nyata Diseminasi Modul 1.4.pptx
 
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogortugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 

PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA REGULATION DESTINATIONS 2011 KEMENTERIAN

  • 1. PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA 2011
  • 2. 1 PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR : PM.30/HK.201/MKP/2010 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan Indonesia mampu memberikan pendapatan yang signifikan terhadap perekonomian nasional; b. bahwa pengelolaan sektor kepariwisataan yang kurang terkendali dan hanya berorientasi jangka pendek dapat memicu kemunculan dan peningkatan dampak buruk bagi kehidupan sosial budaya baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan kejahatan eksploitasi seksual; c. bahwa kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi semakin memprihatinkan apabila korbannya adalah anak-anak; d. bahwaberdasarkanpertimbangansebagaimanadimaksuddalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tentang Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak Di Lingkungan Pariwisata; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on the Elimination ofAll forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);
  • 3. 2 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 9. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak Anak) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 57); 10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 12. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak; 13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.17/HK.001/MKP-2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.07/HK.001/MKP-2007;
  • 4. 3 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA. PERTAMA : Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini. KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA merupakan acuan bagi instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Usaha Pariwisata, Organisasi Non Pemerintah dan masyarakat. KETIGA : Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 2010 MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA, Ir. JERO WACIK, SE
  • 5. 4 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 5 A. Latar Belakang................................................................................ 5 B. Maksud dan Tujuan......................................................................... 9 C. Sasaran............................................................................................ 9 D. Ruang Lingkup................................................................................ 10 BAB II PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI BIDANG USAHA PARIWISATA.......................................................... 11 BAB III PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA OLEH APARATUR PEMERINTAH................................... 16 BAB IV PENGAWASAN DAN EVALUASI........................................................... 20 A. Pengawasan.................................................................................... 20 B. Evaluasi........................................................................................... 20 BAB V PENUTUP................................................................................................ 21
  • 6. 5 Lampiran : Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.30/HK.201/MKP/2010 Tanggal : 29 Maret 2010 PEDOMAN PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan Indonesia mampu memberikan pendapatan yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Namun pengelolaan sektor kepariwisataan yang kurang terkendali dan hanya berorientasi jangka pendek dapat memicu kemunculan dan peningkatan dampak buruk bagi kehidupan sosial budaya baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk dapat dimanfaatkan untuk kegiatan kejahatan eksploitasi seksual. Kondisi ini menjadi semakin memprihatinkan apabila korbannya adalah anak-anak. Eksploitasi Seksual Anak (ESA) di Lingkungan Pariwisata adalah kejahatan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh seseorang baik laki-laki atau perempuan yang sedang bepergian ke suatu tempat, biasanya dari satu negara ke negara lain dan mereka melakukan kegiatan seksual dengan anak-anak yang berumur di bawah 18 tahun. ESA dapat dilakukan oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang sering menggunakan sarana akomodasi, transportasi dan fasilitas-fasilitas lainnya yang berhubungan dengan pariwisata (ECPAT International) . ESA merupakan masalah yang kompleks dan universal. Biasanya anak-anak yang menjadi korban kejahatan eksploitasi seksual mempunyai mobilitas tinggi dan anak-anak yang sudah terperangkap dalam sindikat kejahatan eksploitasi seksual akan sulit melepaskan diri, dan me­mulihkan mereka dari situasi tersebut membutuhkanwaktuyanglama,denganbiayayangbesar,terlebihlagibagimereka yang mengalami trauma. Anak-anak yang telah memperoleh pengalaman bu­ruk dalam sindikat kejahatan eksploitasi seksual akan sulit diterima di masyarakat sehingga memerlukan rehabilitasi yang diikuti dengan upaya pengintegrasian kembali anak ke lingkungan masyarakat yang normal. Di samping itu, masyarakat sendiri juga harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga berlapang dada disertai kearifan untuk menerima kembali anak-anak sebagai korban ESA.
  • 7. 6 Menurut Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/ Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA), ESA terjadi dalam berbagai bentuk antara lain pornografi anak, perdagangan anak, dan prostitusi anak. • Prostitusi anak adalah penggunaan anak dalam kegiatan seksual dengan pembayaran atau dengan imbalan dalam bentuk lain. • Pornografi anak adalah setiap representasi, dengan sarana apapun, pelibatan secara eksplisit seorang anak dalam kegiatan seksual, baik secara nyata maupun disimulasikan, atau setiap representasi dari organ-organ seksual anak untuk tujuan seksual. • Perdagangan anak adalah untuk tujuan seksual. Pelaku ketiga jenis ESA pada umumnya wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Mengingat perkembangan ESA yang meningkat, pariwisata sering dituduh sebagai penyebab terjadinya sindikat ESA oleh masyarakat. Keterkaitan pariwisata dan ESA telah mendapatkan perhatian dunia internasional. Sejak awal pembangunan kepariwisataan Indonesia, pemerintah telah menolak segala bentuk ESA karena bertentangan dengan nilai-nilai etika dan moral, hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Kode Etik Kepariwisataan Dunia, dan ASEAN Travel Code. Pada kenyataannya, usaha pariwisata bukan penyebab terjadinya ESA, tetapi fasilitas pariwisata sering digunakan untuk melakukan ESA. Pemanfaatan usaha pariwisata dalam ESA dapat dikategorikan secara langsung dan tidak langsung sebagaimana digambarkan di bawah ini: Gambar 1. Hubungan Antara ESA dan Kepariwisataan Sumber : Penelitian Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata, 2004. PARIWISATA Pariwisata tidak memiliki korelasi terhadap kemunculan ESA mendapatkan KONSUMEN / KLIEN (dalam hal ini adalah WISATAWAN) ESA dimanfaatkan / digunakan sebagai Akses yang mudah bagi : l Anak korban prostitusi ataupun l Mucikari dan perantara u n t u k
  • 8. 7 Keterlibatan secara langsung yaitu apabila para pelaku usaha pariwisata termasuk di dalamnya adalah para pengusaha pariwisata atau karyawannya secara sengaja memberi peluang kepada wisatawan/pengunjung yang datang untuk melakukan ESA di tempat usaha pariwisata antara lain: 1) daya tarik wisata; 2) kawasan pariwisata; 3) jasa transportasi wisata; 4) jasa perjalanan wisata; 5) jasa makanan dan minuman; 6) penyediaan akomodasi; 7) penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; 8) penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; 9) informasi pariwisata; 10) jasa konsultan pariwisata; 11) wisata tirta; dan 12) spa. Dengan tidak mengindahkan ESA maka usaha pariwisata dapat dikatakan terlibat langsung dalam ESA. Keterlibatan tidak langsung yaitu ketika para pelaku usaha pariwisata atau karyawannya tidak menyadari atau mengetahui bahwa jasa pelayanan usaha pariwisata tersebut telah dimanfaatkan oleh para pelaku ESA setelah kejadian berlangsung. Filipina, Mongolia, Kamboja dan Vietnam merupakan negara-negara di Asia yang menjadi tujuan wisata bagi pelaku ESA dan untuk mendapatkan jasa layanan prostitusi anak. Namun, Indonesia dapat dipandang sebagai salah satu alternatif untuk melakukan ESA karena tingkat kesadaran masyarakatnya tentang ESA lebih rendah dan peraturan perundang-undangan beserta penegakan hukumnya masih lemah. Berdasarkan kasus-kasus ESA yang ditangani oleh POLRI, banyak ditemukan ESA di daerah tujuan pariwisata di Indonesia, seperti di Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali dan Lombok. Secara fisik, mental, dan kejiwaan, anak yang menjadi korban ESA mengalami depresi yang dapat mengakibatkan lemahnya kondisi mental dan mengalami kesulitan dalam hal sosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Menurut beberapa penelitian, anak yang menjadi korban ESA, mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dan mental, sebagai akibat dari gangguan kejiwaan yang dialaminya. Dampak lain yang paling mengkhawatirkan ialah kecenderungan keinginan balas dendam dari anak yang telah menjadi korban, terhadap anak lain, seperti satu kasus yang terjadi di Bali dan Lombok, yakni terdapat seorang anak yang menjadi korban prostitusi, kemudian ketika dewasa menjadi perantara bagi orang yang membutuhkan anak untuk dijadikan sebagai objek ESA.
  • 9. 8 ESA dapat dikatakan sebagai akibat dari suatu keadaan masyarakat yang tingkat kesejahteraannya rendah, baik kesejahteraan sosial maupun ekonomi. Di samping itu ESAjuga diakibatkan dari pemenuhan gaya hidup konsumerisme. Sedangkan kegiatan kepariwisataan dimanfaatkan untuk melakukan tindak ESA. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan kepariwisataan berfungsi sebagai unsur pembawa (carrier). Pada saat seseorang melakukan perjalanan ke tempat lain, akan muncul perasaan menjadi orang asing di daerah yang dikunjungi. Orang tersebut merasa bahwa tidak ada yang mengetahui apa yang akan dilakukan.Akibatnya, seseorang yang merasa sebagai ”orang asing” memiliki kecenderungan tergoda untuk mencoba sesuatu yang baru, termasuk hal-hal yang negatif seperti melakukan ESA. Orang tersebut digolongkan sebagai “pelaku kejahatan situasional”. Namun, ada juga orang yang sejak awal berniat melakukan ESA di tempat yang dikunjunginya, yang dapat digolongkan sebagai “pelaku kejahatan preferensial”, seperti pelaku fedofilia (paedophile). Menanggapi kenyataan tersebut, negara-negara anggota United Nation World Tourism Organization (UN-WTO) secara bersama-sama sepakat memerangi ESA di lingkungan pariwisata di negara masing-masing dengan melakukan adopsi terhadap butir-butir kesepakatan yang tertuang dalam UN- WTO Statement on the Prevention of Organized Sex Tourism (1995), dan the Global Code of Ethics for Tourism, 1999 (Kode Etik Kepariwisataan Dunia). Kedua kesepakatan tersebut dipakai sebagai acuan menyusun kerangka kerja untuk pencegahan ESA di lingkungan pariwisata, dan mendukung terlaksananya pembangunan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. UN-WTO melalui Child Wise Australia menjadikan ASEAN sebagai proyek rintisan kampanye “Protection of Children from Sexual Exploitation in Tourism”. Program tersebut berkaitan dengan kecenderungan global ESA yang mulai bergeser dari negara maju ke negara yang sedang berkembang. Perhatian UN-WTO sekarang terkonsentrasi kepada negara-negara dunia ketiga di Asia, Amerika Latin, Karibia, Afrika, dan Eropa Timur. Di Indonesia tidak ada data statistik resmi yang dapat dijadikan referensi tentang jumlah korban ESA, tetapi ada dua lembaga dapat dijadikan sumber untuk memperkirakan jumlah korban ESA. Pertama, UNICEF Indonesia memperkirakan jumlah korban ESA adalah 30% dari jumlah pekerja seks di Indonesia (2006). Kementerian Sosial mendata jumlah pekerja seks di Indonesia sebanyak 71.281 orang, dengan demikian jumlah korban ESA kurang lebih 20.000 orang sebagai prostitusi anak (2004). Kedua, berdasarkan catatan kasus dari BARESKRIM POLRI tahun 2008 terdapat 90 kasus ESA dengan jumlah korban sebanyak 210 anak.
  • 10. 9 Seiring berkembangnya ESA di lingkungan pariwisata, maka Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memandang perlu untuk melakukan pencegahan dalam rangka menghapus ESA di Lingkungan Pariwisata melalui pembuatan Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. Demikian pentingnya permasalahan ESA, maka sudah seharusnya pencegahan ESA diagendakan sebagai kegiatan yang segera dilaksanakan. Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009 – 2014, dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata adalah sebagai anggota Sub Gugus Tugas Bidang Pencegahan dan Partisipasi Anak. Berangkat dari kondisi di atas serta dalam rangka mengefektifkan upaya pencegahan ESA di lingkungan pariwisata, maka diperlukan suatu “Peraturan Menteri Tentang Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata”. B. Maksud dan Tujuan Penyusunan pedoman dimaksudkan untuk mewujudkan dan mengoptimalkan pelaksanaan upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. Adapun tujuannya adalah: 1. Membangun komitmen bersama diantara seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari ESA di lingkungan pariwisata. 2. Menumbuhkembangkan sistem yang sinergis dari pihak-pihak terkait agar upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata terlaksana secara efektif. 3. Meningkatkan etika, disiplin dan tanggung jawab para pemangku kepentingan di lingkungan kepariwisataan agar upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata senantiasa berorientasi pada perlindungan anak. C. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan Peraturan Menteri tentang Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata adalah terwujudnya pengurangan atau penghapusan ESA di Lingkungan Pariwisata.
  • 11. 10 D. Ruang Lingkup Ruang lingkup upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata meliputi tahapan: 1. Pencegahan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dilaksanakan melalui: a. Identifikasi masyarakat rentan dari ESA; Koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka penyusunan peta situasi permasalahan dan ESAdi lingkungan pariwisata di masing-masing daerah yang bersumber dari data POLDA. b. Penguatan instrumen Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata; Penguatan instrumen Pencegahan ESAdi Lingkungan Pariwisata bekerja sama dengan para pelaku usaha pariwisata dan asosiasi pariwisata Indonesia, antara lain melalui pemberdayaan masyarakat pariwisata, sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan penyuluhan. c. Pemanfaatan budaya; Optimalisasi dan aktualisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai penjaga moralitas masyarakat agar dapat meminimalisasikan kecenderungan terjadinya ESA khususnya di lingkungan pariwisata. d. Kampanye kepedulian; Pelaksanaan kampanye kepedulian bekerja sama dengan para pelaku usaha pariwisata dalam rangka upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dunia usaha. e. Pendidikan dan pelatihan; Pendidikan dan pelatihan kepada para pelaku usaha pariwisata yang bekerja sama dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. f Pengembangan citra kepariwisataan. Pengembangan citra kepariwisataan dengan penciptaan produk wisata yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dengan menjunjung tinggi hak-hak anak, dan pendayagunaan regulasi tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. 2. Pengawasan dan Evaluasi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dilakukan melalui: a. indikator keberhasilan; dan b. mekanisme evaluasi pengawasan.
  • 12. 11 BAB II PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI BIDANG USAHA PARIWISATA Pedoman Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata diberlaku- kan untuk para pelaku usaha Pariwisata yang melakukan kegiatan usaha pariwisata berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan kecuali usaha jasa pramuwisata, yang terdiri atas : 1. Usaha daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan manusia. 2. Usaha kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan/ atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 3. Usaha jasa transportasi wisata adalah usaha khusus yang menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi reguler/ umum. 4. Usaha jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan perjalanan ibadah. Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan. 5. Usaha jasa makanan dan minuman adalah usaha jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum. 6. Usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, villa, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata. 7. Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi merupakan usaha yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk pariwisata.
  • 13. 12 8. Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran adalah usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional dan internasional. 9. Usaha jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita, feature, foto, video dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan/atau elektronik. 10. Usaha jasa konsultan pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian dan pemasaran di bidang kepariwisataan. 11. Usaha wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau dan waduk. 12. Usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/ minuman sehat dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memerhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
  • 14. 13 Upaya-upaya untuk melaksanakan Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkun- gan Pariwisata yang wajib dilakukan oleh para pelaku usaha pariwisata dan disesuai- kan dengan bidang usahanya yaitu, sebagai berikut : 1. Membuat dan menyebarluaskan informasi Anti ESA melalui media informasi yang digunakan oleh para pelaku usaha pariwisata antara lain dapat berupa Promotional Kit seperti home pages, banner, standing banner, poster, leaflet, pamflet, booklet, sticker dan melalui media elektronika.
  • 15. 14 2. Menetapkan peraturan internal dalam kegiatan operasional yang mendukung upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata pada Prosedur Standar Operasi (Standard Operating Procedure/SOP). 3. Memberikan pelatihan secara berkesinambungan kepada karyawan mengenai upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. 4. Memberikan perlindungan kepada karyawan yang memberikan laporan tentang adanya ESA dan/atau dugaan terjadinya ESA. 5. Mencantumkan telepon pengaduan (Hotline Number) yang ada di Kepolisian pada media promosi yang digunakan untuk Kampanye Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. Telepon pengaduan (Hotline Number) layanan siaga 24 jam dari Kepolisian Daerah (POLDA) di masing-masing Provinsi dapat dilihat dalam tabel berikut : TELEPON PENGADUAN RUANG PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (RPPA) DI POLDA INDONESIA NO LOKASI TELEPON PENGADUAN 1. POLDA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (0651) 7555353 2. POLDA SUMATERA UTARA (061) 7870355 3. POLDA SUMATERA BARAT (0751) 26972 4. POLDA JAMBI (0741) 7552958 5. POLDA SUMATERA SELATAN (0711) 374740 6. POLDA BENGKULU (0736) 51274 7. POLDA LAMPUNG (0721) 474184 8. POLDA RIAU (0761) 22474, 41995 9. POLDA BANGKA BELITUNG (0717) 439456 10. POLDA KEPULAUAN RIAU (POLRES TANJUNGPINANG) (0771) 7282620 11. POLDA METRO JAYA (021) 474184 12. POLDA JAWA BARAT (022) 7800173 13. POLDA JAWA TENGAH (024) 8444709 14. POLDA D.I.YOGYAKARTA (0274) 883841 15. POLDA JAWA TIMUR (031) 8294007 16. POLDA BANTEN (0254) 228082, 228083 17. POLDA BALI (0361) 226783 ext 127 18. POLDA NUSA TENGGARA BARAT (0370) 633508 19. POLDA NUSA TENGGARA TIMUR (0380) 829311
  • 16. 15 NO LOKASI TELEPON PENGADUAN 20. POLDA KALIMANTAN SELATAN (0511) 3352270 21. POLDA KALIMANTAN TENGAH (0536) 3236366 22. POLDA KALIMANTAN TIMUR (0542) 411619 23 POLDA KALIMANTAN BARAT (0561) 584465, 584463 24 POLDA SULAWESI SELATAN (0411) 514662 25. POLDA SULAWESI TENGGARA (0401) 3340744 26. POLDA SULAWESI UTARA (0431) 3344297 27 POLDA SULAWESI TENGAH (0451) 455151 28. POLDA GORONTALO (0435) 838923 29. POLDA SULAWESI BARAT (POLRES MAMUJU) (0426) 21110 30. POLDA MALUKU (0911) 353290 31. POLDA MALUKU UTARA (0921) 3126110 32. POLDA PAPUA (0967) 531834 33. POLDA PAPUA BARAT (POLRES MANOKWARI) (0986) 212686 Sumber : POLDA di 33 provinsi. Pengaduan peristiwa ESA dapat pula dilaporkan kepada Polres/Polresta/Poltabes atau Polsek setempat. 6. Memasukkan klausul kesediaan rekanan bisnis (pemasok) dan pembeli (buyer)/ tamu dalam upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata pada perjanjian kontrak kerja sama yang dijalin. 7. Para pengusaha pariwisata memberikan laporan tahunan tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata kepada Dinas Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/ Kota dalam bentuk dokumen dan dapat pula menampilkan laporannya dalam website usaha pariwisata tersebut tentang pelaksanaan pencegahan ESA di lingkungan usahanya. 8. Wajib melakukan pengawasan penjualan secara ketat terhadap produk makanan dan minuman yang diduga dapat dijadikan sarana pendukung ESA agar tidak dikonsumsi anak (contoh: anak-anak dilarang keras mengonsumsi minuman beralkohol).
  • 17. 16 BAB III PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI LINGKUNGAN PARIWISATA OLEH APARATUR PEMERINTAH Agar aparatur pemerintah dapat berperan secara maksimal dalam melakukan Pence- gahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata maka perlu dilakukan lang- kah-langkah kegiatan sebagai berikut : 1. Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tugas dan Wewenang Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata : a. Perencanaan, Pengkajian dan Pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata 1) Membuat perencanaan tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata yang memuat materi penyusunan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berupa modul, pelatihan, pelaporan, dokumen sosialisasi, standardisasi pembuatan bahan informasi cetak dan elektronika. 2) Melakukan kajian tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata bersama lintas sektoral dengan instansi pemerintah terkait, swasta, organisasi non pemerintah dan perguruan tinggi. 3) Melaksanakan diseminasi Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan PariwisatakepadaDinasKebudayaandanPariwisataProvinsi,Kabupaten/ Kota, instansi terkait, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat. b. Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata 1) Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam program ”Sadar Wisata”. 2) Mendorong peningkatan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di Provinsi dan Kabupaten/Kota berskala internasional, nasional dan lokal (calender of event). c. Pemberdayaan Masyarakat 1) Mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan Nasional untuk memasukkan kurikulum tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam program pendidikan dan pelatihan di bidang pariwisata. 2) Membuatkebijakanyangmendorongpeningkatanperansertamasyarakat dalam Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. d. Peningkatan Peran Koordinasi dan Kerja Sama Kelembagaan Meningkatkan koordinasi dan kerja sama kelembagaan Sub Gugus Tugas Bidang Pencegahan dan Partisipasi Anak di pusat dalam rangka memperkuat program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata.
  • 18. 17 e. Pengawasan dan Evaluasi Program 1) Menyusun Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan dan Evaluasi. 2) Melakukan pelaporan secara berkala tentang pelaksanaan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata (tahunan dan/atau tiap 6 bulan) kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dengan tembusan kepada Penanggung Jawab Gugus Tugas Pencegahan dan Partisipasi Anak. 3) Melakukan publikasi kegiatan Pencegahan ESAdi Lingkungan Pariwisata yang disusun dalam dua bahasa (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia) mencakup seluruh kegiatan pencegahan maupun penanganan kasus ESA melalui media cetak dan elektronik. 2. Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Tugas dan Wewenang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi : a. Perencanaan dan Pengkajian 1) Merencanakan program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata meliputi identifikasi potensi terjadinya ESA di Lingkungan Pariwisata dan menyusun peta kerawanan ESA di Provinsi. 2) Melaksanakan diseminasi pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata Provinsi, Kabupaten/Kota, instansi terkait, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat. b. Pelaksanaan Kebijakan 1) Menyusun langkah-langkah pelaksanaan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. 2) Melaksanakan koordinasi dengan Dinas-Dinas Terkait di Provinsi tentang upaya Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata. c. Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata 1) Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam program ”Sadar Wisata”. 2) Meningkatkan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di Provinsi dan Kabupaten/Kota berskala internasional, nasional dan lokal (calender of event) d. Peningkatan Citra Kepariwisataan Melaksanakan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan yang telah disusun oleh pemerintah pusat dalam pembangunan kepariwisataan yang ramah anak.
  • 19. 18 e. Pengawasan dan Evaluasi Program 1) Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kegiatan upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dengan menggunakan peta identifikasi masyarakat rentan terhadap ESA di Provinsi. 2) Melakukan pelaporan hasil pengawasan dan evaluasi secara berkala kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. 3. Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten/Kota Tugas dan Wewenang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten/Kota: a. Perencanaan dan Pelaksanaan 1) Merencanakan program Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata meliputi identifikasi potensi terjadinya ESA di Lingkungan Pariwisata dan menyusun peta kerawanan ESA di Kabupaten/Kota. 2) Melaksanakan diseminasi Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata Kabupaten/Kota. b. Pelaksanaan Kebijakan 1) Mengoordinasikan program kerja kegiatan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata kepada instansi terkait dan pelaku kepentingan tentang Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata di Kabupaten/Kota. 2) MelaksanakansosialisasiPencegahan ESAdiLingkunganPariwisatakepada instansi terkait, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat di Kabupaten/Kota. 3) MelakukanpenyebaranmaterikampanyePencegahanESAdiLingkungan Pariwisata kepada seluruh pelaku usaha pariwisata, instansi terkait, dan masyarakat di Kabupaten/Kota. c. Pemanfaatan Kegiatan di Lingkungan Kebudayaan dan Pariwisata 1) Memasukkan materi Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dalam program ”Sadar Wisata”. 2) Meningkatkan pelaksanaan kegiatan kebudayaan dan pariwisata di Kabupaten/Kota berskala internasional, nasional dan lokal (calender of event) 3) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. d. Pemberdayaan Masyarakat 1) Sosialisasi kebijakan yang diterima dari Provinsi kepada instansi terkait dan lembaga pendidikan di Kabupaten/Kota. 2) Realisasi kebijakan kurikulum di semua jenjang pendidikan.
  • 20. 19 e. Peningkatan Citra Kepariwisataan Melaksanakan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan yang telah disusun oleh pemerintah pusat dalam pembangunan kepariwisataan yang ramah anak. f. Pengawasan dan Evaluasi Program 1) Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kegiatan upaya Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dengan menggunakan peta identifikasi masyarakat rentan terhadap ESA di Kabupaten/Kota. 2) Melakukan pelaporan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila dibutuhkan kepada Gubernur.
  • 21. 20 BAB IV PENGAWASAN DAN EVALUASI A. Pengawasan Pengawasan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Membuat Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata yang berisi indikator keberhasilan untuk mengukur kinerja para pihak yang terlibat dalam pencegahan ESA di lingkungan pariwisata. Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata di Kabupaten/Kota dibuat oleh Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota atau instansi yang menangani pariwisata di Kabupaten/ Kota; di provinsi dibuat oleh Dinas Pariwisata Provinsi atau instansi yang menangani pariwisata di Provinsi; dan di pusat dibuat oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. b. Melakukan klarifikasi dan verifikasi temuan-temuan di lapangan berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan dan Evaluasi. c. Hasil klarifikasi dan verifikasi temuan dipergunakan untuk penyusunan program kerja pemantauan tahun berikutnya. d. Melakukan pelaporan berkala tentang pelaksanaan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata dengan mekanisme pelaporan berjenjang; Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota atau instansi yang menangani pariwisata di Kabupaten/Kota membuat laporan kepada Dinas Pariwisata Provinsi, selanjutnya Dinas Pariwisata Provinsi atau instansi yang menangani pariwisata di Provinsi membuat laporan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, termasuk kepada Penanggung Jawab Sub Gugus Tugas Pencegahan dan Partisipasi Anak. e. Melakukan publikasi kegiatan Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata guna mendapatkan tanggapan dan/atau masukan dari masyarakat. B. Evaluasi 1. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata. 2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir a dilakukan bekerja sama dengan lembaga-lembaga kajian kepariwisataan dan lembaga kajian perlindungan anak untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Pedoman Pencegahan ESA di Lingkungan Pariwisata yang hasilnya dikonsultasikan/diharmonisasikan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
  • 22. 21 BAB V PENUTUP Pencegahan Eksplotasi Seksual Anak di Lingkungan Pariwisata ini menjadi upaya bersama antara instansi pemerintah, para pelaku usaha pariwisata serta para pe- mangku kepentingan terkait yang bersifat lintas sektoral dan lintas regional dengan skala penanggulangan secara nasional maupun kewilayahan. Orientasi sinergitas di- antara pelaku kepentingan menjadi pokok penanggulangan eksploitasi seksual anak di lingkungan pariwisata sehingga mampu memaksimalkan peran masing-masing pihak secara optimal. MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA, Ir. JERO WACIK, SE
  • 23. 22 REGULATION OF THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM NUMBER: PM.30/HK.201/MKP/2010 CONCERNING GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM PROTECTOUR C HILDREN FROM SEXUAL EXPLOITATION THE MINISTRY OF CULTURE AND TOURISM DIRECTORATE GENERAL OF DEVELOPMENT TOURISM DESTINATIONS 2011
  • 24. 1 Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number: PM.30/HK.201/MKP/2010 on GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM WITH THE BLESSING OF GOD THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM, Considering : a. that Indonesian tourism is able to generate significant revenue to national economy; b. that the management of tourism sector that is inadequately controlled and only with short-term orientation may trigger the rise and increase of adverse impacts to socio-cultural life both directly and indirectly and may be abused for sexual exploitation crime; c. that the condition as referred to in point b is more worrisome if the victims are children; d. that based on the consideration as referred to in point a, point b, and point c, it is necessary to stipulate Regulation of the Minister of Culture and Tourism concerning Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism; In view of : 1. Law Number 4 of 1979 on Children’s Well-being (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1979 Number 32, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3143); 2. Law Number 7 of 1984 on Ratification of Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1984 Number 29, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3277);
  • 25. 2 2. Law Number 3 of 1997 on Children’s Court (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1997 Number 3, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3668); 3. Law Number 39 of 1999 on Human Rights (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 165, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3886); 4. Law Number 1 of 2000 on Elimination of the Worst Forms of Work for Children (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1999 Number 30, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 3941); 5. Law Number 23 of 2002 on Prevention of Children (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2002 Number 109, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4235); 6. Law Number 21 of 2007 on Eradication of Crimes in Human Trafficking (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2007 Number 58, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4720); 7. Law Number 10 of 2009 on Tourism (State Gazette of the Republic of Indonesia of 2009 Number 11, Supplement to the State Gazette of the Republic of Indonesia Number 4966); 8. Presidential Decree Number 36 of 1990 on Ratification of Convention on the Rights of Children (State Gazette of the Republic of Indonesia of 1990 Number 57); 9. Presidential Decree Number 84/P of 2009 on Establishment of United Indonesian Cabinet II; 10. Presidential Regulation Number 47 of 2009 on Establishment and Organization of State Ministries; 11. Regulation of Coordinating Minister for the People’s Welfare Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes in Human Trafficking and Sexual Exploitation of Children; 12. Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number PM.17/ HK.001/MKP-2005 on Organization and Work Procedure of the Ministry of Culture and Tourism as already amended, the last by the Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number PM.07/HK.001/MKP-2007;
  • 26. 3 DECIDES: To stipulate : REGULATION OF THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM CONCERNING GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM. FIRSTLY : The Sexual Exploitation of Children in Tourism Environment shall be prevented in conformity with the guidelines as set forth in the Attachment of this Ministerial Regulation. SECONDLY : The guidelines as referred to in the FIRST dictum shall be reference for government and regional government institutions, tourism business, non-government organizations, and the society. THIRDLY : This Ministerial Regulation shall be in effect on the date of its stipulation. Stipulated in Jakarta on March 29, 2010 THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM, Ir. JERO WACIK, SE
  • 27. 4 CONTENTS SEC I INTRODUCTION..................................................................................... 5 A. Background..................................................................................... 5 B. Purposes and Objectives............................................................... 9 C. Goal.................................................................................................. 9 D. Scope............................................................................................... 9 SEC II THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM.................................................................. 11 SEC III THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM BY GOVERNMENT APPARATUS.................................... 16 SEC IV SUPERVISION AND EVALUATION........................................................ 20 A. Supervision..................................................................................... 20 B. Evalution.......................................................................................... 20 SEC V CLOSING................................................................................................ 21
  • 28. 5 Attachment : Regulation of the Minister of Culture and Tourism Number : PM.30/HK.201/MKP/2010 Dated : March 29, 2010 GUIDELINES ON THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM SECTION I INTRODUCTION A. Background The development of Indonesian tourism is able to generate significant revenue for national economy. However, the management of tourism sector that is inadequately controlled and only with short-term orientation may trigger the rise and increase of adverse impacts to socio-cultural life both directly and indirectly and may be exploited for crime of sexual exploitation. This condition is more worrisome if the victims are children. Sexual Exploitation of Children (SEC) in Tourism is considered to be sexual crime against children that is committed by men or women who are traveling to certain places, usually from one country to another, and they have sexual intercourse with children under 18 years old age. SEC may be committed by both foreign tourists and domestic tourists who often use means of accommodation, transportation and other facilities related to tourism (ECPAT International). SEC is a complex and universal problem. Usually children who are the victims of sexual exploitation crime have high mobility and those who have been trapped in the criminal syndicate of sexual exploitation will be difficult to get rid of the situation. Restoring them from that situation would take a long time with high cost, especially those with traumatic experiences. Children who have already had bad experiences in criminal syndicate of sexual exploitation will be hard to get community acceptance, therefore, they will need rehabilitation to be followed by efforts for reintegration of the children into normal environment of the community. In addition, the community itself must be conditioned in such a way that they will be broad-minded and wise to accept the children who have become SEC victims back into the community.
  • 29. 6 TOURISM get CONSUMERS/ CLIENTS (in this case is TOURISTS) SEC t o Pursuant to the Regulation of the Coordinating Minister for the People’s Welfare Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes in Human Trafficking and Sexual Exploitation of Children (SEC), SEC occurs in various forms such as child pornography, child trafficking, and child prostitution. • Child prostitution is the use of children in sexual activities with payment or compensation in other forms. • Child pornography is any representation, with any means whatsoever, of a child’s explicit involvement in sexual activities, either factual or simulated, or any representation of a child’s sexual organs for sexual purposes. • Child trafficking is for sexual purposes. The perpetrators in those three types of SEC are usually foreign and domestic tourists. Because of the increasing development of SEC, tourism is often accused as the cause of SEC syndicate in the society. The relationship between tourism and SEC has become an international concern. Since the beginning of Indonesia’s tourism development, the government has refused any forms of SEC as they are in contradiction to ethic and moral values. This is in conformity with Law Number 10 of 2009 concerning Tourism, Global Code of Ethics for Tourism, and ASEAN Travel Code. In fact, tourism industry is not the cause of SEC, but tourism facilities are often used for SEC. The use of tourism business in SEC may be categorized directly and indirectly as illustrated below: Picture 1 Relationship between SEC and Tourism Source: Research in Sexual Exploitation of Children in Tourism Environment, 2004. is used/ utilized as the easy access by: l Victims of child prostitution or l Procurers and intermediaries Tourism has no correlation with the rise of SEC
  • 30. 7 Direct involvement is when tourism industry actors including tourism entrepreneurs or their employees give opportunities intentionally to tourists/visitors who come to commit SEC at tourism industry places such as: 1) tourist attractions; 2) tourism areas; 3) tourism travelling services; 4) tourism traveling services; 5) food and beverage services; 6) accommodation supplies; 7) entertainment and recreation activities; 8) meetings, incentive travels, conventions, and exhibitions; 9) tourism information; 10) tourism consultation services; 11) water tourism; and 12) spa. By ignoring SEC, a tourism industry is practically engaged in SEC. Indirect involvement is when tourism industry actors or their employees are not aware or cognizant that their tourism industry services have been utilized by an SEC actor after the incident has occurred. The Philippines, Mongolia, Cambodia and Vietnam are Asian countries which become the tourism destinations for SEC perpetrators to get child prostitution services. However, Indonesia may be considered as an alternative destination to commit SEC because the people’s awareness regarding SEC is still low and the laws and regulations as well as law enforcement are still weak. Based on SEC cases handled by Indonesian Police, many SEC cases are found in Indonesia’s tourism destinations such as Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali and Lombok. Physically, mentally, and psychologically, children who are SEC victims would experience depression that may result in weak mental condition and difficulty in socializing with community members. According to some researches, children who are SEC victims would be retarded in their physical and mental growth and development as the result of their mental problems. Another most worrisome impact is the inclination of child victims to take revenge on other children. An example is the case that has occurred in Bali and Lombok, where a child who had been a victim of child prostitution then, as a grown-up, became an intermediary for those who need children as SEC objects. SEC is practically the result of a condition in the society where the level of its welfare, both social and economic welfare, is low. In addition, SEC is also the result of consumerism lifestyle. Meanwhile, tourism activities are utilized to commit SEC. Some experts say that tourism activities serve as a carrier.
  • 31. 8 When someone travels to another place, it is possible to feel foreign in the visited region. Moreover, there will be a feeling that no one will know what he is doing. As the result, someone who feels as “a foreigner” has a tendency to try something new, including negative things such as SEC. Such persons are categorized as “situational crime doers”. However, there are also people who since the beginning intend to commit SEC in their visited places, and they may be categorized as “preferential crime doers” such as pedophiles. In response to such facts, the countries of United Nations World Tourism Organization (UN-WTO) members jointly agree to combat SEC in tourism of their respective countries by adopting the points of agreement set forth in the UN-WTO Statement on the Prevention of Organized Sex Tourism (1995), and the Global Code of Ethics for Tourism (1999). Both agreements are used as references to formulate a framework for the prevention of SEC in tourism and support responsible and sustainable tourism development. UN-WTO through Child Wise Australia makes ASEAN as a pilot project for the campaign of “Protection of Children from Sexual Exploitation in Tourism”. The program is associated with the global inclination of SEC to shift from developed countries to developing countries. The concern of UN-WTO is now concentrated on third-world countries in Asia, Latin America, Caribbean, Africa, and Eastern Europe. In Indonesia, there is no official statistics that can be made as reference to the number of SEC victims, but there are two institutions that can be the sources to estimate the number of SEC victims. Firstly, UNICEF Indonesia estimated that the number of SEC victims was 30% of the number of sexual workers in Indonesia (2006). According to the Ministry of Social Affairs there were 71,281 sexual workers in Indonesia, thus it was estimated that for about 20,000 people of SEC victims were child prostitutes (2004). Secondly, based on the record of cases from the Criminal Investigation Bureau of Indonesian Police in 2008 there were 90 cases of SEC with victims of 210 children. In line with the development of SEC in tourism, the Ministry of Culture and Tourism deems the necessity of doing the prevention in order to eradicate SEC in tourism by stipulating Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism. The problem of SEC is so important that the prevention of SEC should be listed as a program to be immediately carried out. The government has issued the Decree of the Coordinating Minister for the People’s Welfare Number 25/Kep/Menko/Kesra/IX/09 on Eradication of Crimes in Trafficking In Person and Sexual Exploitation of Children (SEC) 2009-2014, and the Ministry of Culture and Tourism as a member of Sub-Task Force in Children’s Prevention and Participation Sector.
  • 32. 9 Based on the above condition and in order to reinforce the efforts for the prevention of SEC in tourism, then there should be a “Ministerial Regulation concerning Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism”. B. Purposes and Objectives These guidelines are intended to generate and optimize the efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism. The objectives are as follows: 1. To build joint commitment among all stakeholders to protect children from SEC in tourism. 2. To grow and develop a synergic system among related parties in optimizing the efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism. 3. To enhance ethics, discipline, and responsibility of stakeholders in tourism so that the efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism would always be oriented to children protection. C. Goal The goal that must be achieved by this Ministerial Regulation concerning Guidelines on The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism is the decrease or the eradication in SEC in tourism. D. Scope The scope of efforts for the Prevention of Children from Sexual Exploitation in Tourism covers the stages as follows: 1. Prevention The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism is conducted through: Identification of vulnerable community members to SEC: a. Coordination and cooperation with related institutions in order to map the problematic situation and SEC in tourism in each region based on the data from Regional Police. b. Reinforcement of instruments for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism: Reinforcement of instruments for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism in cooperation with tourism industry actors and Indonesian Tourism Association, among others through empowerment of tourism society, dissemination of laws and regulations, and extension of information.
  • 33. 10 c. Utilization of culture: Optimization and actualization of local wisdom values as the guards of the society’s morality in order to minimize inclination to SEC, especially in tourism. d. Campaign of concern: The Campaign of concern is conducted in cooperation with tourism industry actors in the framework of efforts for the Prevention of SEC in Tourism both by the government and private sector. e. Education and training: Education and training for tourism industry actors is conducted in cooperation with related institutions and agencies in the framework of efforts for the Prevention of SEC in Tourism. f. Development of tourism image: The development of tourism image is by creating tourism products that are morally accountable and in respect of children’s rights and through the effective use of regulations on the Prevention of SEC in Tourism. 2. Supervision and Evaluation on the Prevention of SEC in Tourism will be conducted through: a. indicators of success; and b. supervisory evaluation mechanism.
  • 34. 11 SECTION II THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM The Guidelines on The Prevention Sexual Exploitation of Children in Tourism shall be in effect for tourism industry actors who carry out tourism business activities pursuant to Article 14 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism except for tourist guide service business that consists of: 1. Tourist attraction business shall be a business with activities to manage natural tourist attraction, cultural tourist attraction, and man-made tourist attraction. 2. Tourism area business shall be a business with activities to develop and/or manage an area of a certain size to fulfill tourism needs. 3. Transportation service business shall be a business that specially provides transportation for tourism needs and activities, but not included regular/public transportation. 4. Tourism travel service business shall be a tourism travel bureau business and tourism travel agent business. Tourism travel bureau business covers business to provide travel planning services and/or tourism organizing services, including travels for religious purposes. Tourism travel agent business covers facilities reservation service business such as ticket and accommodation reservations and travel documents assistance. 5. Food and beverage service business shall be a service business in the supply of food and beverage equipped with tools and equipment for its preparation process and which may be in the form of restaurants, cafes, catering, and drinking bars. 6. Accommodation supply business shall be a business that provides lodging services that may be equipped with other tourism services. The accommodation supply service may include hotels, villas, tourism cottages, camping grounds, caravan transits, and other kinds of accommodation used for the purpose of tourism. 7. Entertainment and recreation business shall be a business with its scope in the form of performance art business, playing grounds, karaoke, cinemas, and other entertainment and recreation activities for the purpose of tourism. 8. Organizing business of meetings, incentive travels, conventions, and exhibitions shall be a business that provides services for a meeting of a group of people, organizes travel for employees and business partners as compensation for their achievement, and organizes exhibitions in order to spread information and promote goods and services at national, regional, and international level.
  • 35. 12 9. Tourism information service business shall be a business that provides data, news, features, photographs, video films, and results of researches on tourism disseminated in the form of printed and/or electronic matters. 10. Tourism consultation service business shall be a business that provides suggestions and recommendations concerning feasibility study, planning, business management, research and marketing in tourism sector. 11. Water tourism business shall be a business that organizes water tourism and sports, including provision of means and infrastructures as well as other services that are commercially managed in sea waters, beaches, rivers, lakes and reservoirs. 12. Spa business shall be a business of treatment that provides services with a combination of methods such as water therapy, aroma therapy, massage, spices, healthy food/drink services and physical activities for the purpose of balancing the body and soul suitable for Indonesian tradition and culture.
  • 36. 13 The Efforts for The Prevention of Sexual Exploitation on Children in Tourism must be made by tourism industry actors and adjusted to their business sectors as follows: 1. Preparing and disseminating information on Anti SEC through information media that are used by tourism business players which may among others be in the form of promotional kits such as home pages, banners, standing banners, leaflets, pamphlets, booklets, stickers, and electronic media.
  • 37. 14 2. Stipulating internal regulations in the operations that support the efforts for The Prevention of SEC in Tourism in the Standard Operating Procedure. 3. Providing continuous training about the efforts for The Prevention of SEC in Tourism to the employees. 4. Providing protection to the employees who give report on the incident of SEC and/ or alleged incident of SEC. 5. Specifying hotline numbers provided by the Regional Police for the Campaign of The Prevention of SEC in Tourism in promotional media. The 24 hour hotline number provided by the Regional Police in each province can be seen in the following table : NO. LOCATION HOTLINE NUMBER 1. REGIONAL POLICE OF NANGGROE ACEH DARUSSALAM (0651) 7555353 2. REGIONAL POLICE OF NORTH SUMA- TRA (061) 7870355 3. REGIONAL POLICE OF WEST SUMATRA (0751) 26972 4. REGIONAL POLICE OF JAMBI (0741) 7552958 5. REGIONAL POLICE OF SOUTH SUMA- TRA (0711) 374740 6. REGIONAL POLICE OF BENGKULU (0736) 51274 7. REGIONAL POLICE OF LAMPUNG (0721) 474184 8. REGIONAL POLICE OF RIAU (0761) 22474, 41995 9. REGIONAL POLICE OF BANGKA BELI- TUNG (0717) 439456 10. REGIONAL POLICE OF RIAU (SUB-REGIONAL POLICE OF TANJUNG PINANG (0771) 7282620 11. REGIONAL POLICE OF METRO JAYA (021) 474184 12. REGIONAL POLICE OF WEST JAVA (022) 7800173 13. REGIONAL POLICE OF CENTRAL JAVA (024) 8444709 14. REGIONAL POLICE OF D.I.YOGYAKARTA (0274) 883841 15. REGIONAL POLICE OF EAST JAVA (031) 8294007 16. REGIONAL POLICE OF BANTEN (0254) 228082, 228083 17. REGIONAL POLICE OF BALI (0361) 226783 EXT. 127 18. REGIONAL POLICE OF WEST NUSA TENGGARA (0370) 633508 19. REGIONAL POLICE OF EAST NUSA TENGGARA (0380) 829311
  • 38. 15 NO. LOCATION HOTLINE NUMBER 20. REGIONAL POLICE OF SOUTH KALIM- ANTAN (0511) 3352270 21. REGIONAL POLICE OF CENTRAL KALI- MANTAN (0536) 3236366 22. REGIONAL POLICE OF EAST KALIMAN- TAN (0542) 411619 23. REGIONAL POLICE OF WEST KALIMAN- TAN (0561) 584465, 584463 24. REGIONAL POLICE OF SOUTH SU- LAWESI (0411) 514662 25. REGIONAL POLICE OF SOUTHEAST SULAWESI (0401) 3340744 26. REGIONAL POLICE OF NORTH SU- LAWESI (0431) 3344297 27. REGIONAL POLICE OF CENTRAL SU- LAWESI (0451) 455151 28. REGIONAL POLICE OF GORONTALO (0435) 838923 29. REGIONAL POLICE OF WEST SULAWESI (SUB-REGIONAL POLICE OF MAMUJU) (0426) 21110 30. REGIONAL POLICE OF MALUKU (0911) 353290 31. REGIONAL POLICE OF NORTH MALUKU (0921) 3126110 32. REGIONAL POLICE OF PAPUA (0967) 531834 33. REGIONAL POLICE OF WEST PAPUA (SUB-REGIONAL POLICE OF MANOKWARI) (0986) 212686 Source: Regional Police in 33 provinces. Incidents of SEC may also be reported to local Sub-Regional Police/City Sub- regional Police/Large City Police or Sector Police. 6. Putting in a clause in the established cooperation agreements about the willingness of business partners (suppliers) and buyers/visitors to involve on the efforts for The Prevention of SEC in Tourism. 7. Tourism entrepreneurs shall provide annual reports about the efforts on the Prevention of SEC in their business places to Provincial and Regency/City Culture and Tourism Service Offices, they may also be presented in their business websites. 8. The sales of food and beverage products that are alleged as supportive means of SEC shall be made under strict supervision and shall not be consumed by children (e.g. alcohol drinks are strictly prohibited for children).
  • 39. 16 SECTION III THE PREVENTION OF SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TOURISM BY GOVERNMENT APPARATUS In order to optimize the role of the Government apparatus conducting the Preven- tion of Sexual Exploitation of Children in Tourism, it is necessary to the following measures: 1. The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism by the Ministry of Culture and Tourism Duties and Authorities of the Ministry of Culture and Tourism: a. Planning, Review and Implementation of Guidelines on the Prevention of SEC in Tourism 1) Making a planning on the Prevention of SEC in Tourism that contains materials for formulation of Communication, Information and Education in the form of modules, training, report, dissemination documents, standard of making the printed and electronic information. 2) Making a cross-sectoral review on the Prevention of SEC in Tourism with related government and private institutions as well as non-government organizations and higher education institutions. 3) Disseminating Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism to Provincial/Regency/City Culture and Tourism Service Offices, related institutions, tourism industry actors, and the society. b. Utilization of Activities in the Related Institution of Culture and Tourism 1) To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism Awareness” program. 2) To encourage the implementation of cultural and tourism activities in the Province and The Regency/City at international, national, and local level (calendar of events). c. Empowerment of the Society 1) Giving recommendations to the Ministry of National Education to include curriculum of the Prevention of SEC in tourism education and training program. 2) Making policies that encourage the participation of community members in the Prevention of SEC in Tourism. d. Increased Roles of Institutional Coordination and Cooperation To increase institutional coordination and cooperation of the Sub-Task Force in Prevention and Children’s Participation in the central government in order to strengthen the program of the Prevention of SEC in Tourism.
  • 40. 17 e. Supervision and Evaluation of Program 1) Preparing Technical and Operational Guidance for Supervision and Evaluation. 2) Providing periodical reports on the Prevention of SEC in Tourism (annually and/or semi-annually) to the Coordinating Minister for the People’s Welfare with copies to be delivered to those in charge of Task-Force for Prevention and Children’s Participation. 3) Publicizing the activities of the Prevention of SEC in Tourism in two languages (English and Indonesian) which covering all activities for the prevention as well as for handling the SEC cases through printed and electronic media. 2. The Prevention of Sexual Exploitation Of Children in Tourism by Provincial Culture and Tourism Service Offices Duties and Authorities of Provincial Culture and Tourism Service Offices: a. Planning and Review 1) Planning the program for the Prevention of SEC in Tourism covering identification of potential occurrence of SEC in Tourism and mapping the vulnerability of SEC in the Province. 2) Disseminating Guidelines on the Prevention of SEC in Tourism to Provincial/Regency/City Culture and Tourism Service Offices, related institutions, tourism industry actors, and the society. b. Implementation of Policies 1) Formulating measures for the Prevention of SEC in Tourism. 2) Coordinating with related Service Offices in the Province on efforts for the Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism. c. Utilization of Activities in the Environment of Culture and Tourism 1) To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism Awareness” program. 2) To encourage the implementation of cultural and tourism activities in the Province and The Regency/City at international, national, and local level (calendar of events). d. Improved Tourism Image Implementing the dissemination and coordination that have been prepared by the central government in the development of child- friendly tourism.
  • 41. 18 e. Supervision and Evaluation of Program 1) Supervising and evaluating activities in the efforts for the Prevention of SEC in Tourism using the identification map of community members vulnerable to SEC in the Province. 2) Reporting the results of supervision and evaluation periodically to the Minister of Culture and Tourism. 3. The Prevention of Sexual Exploitation Of Children in Tourism by Regency/ City Culture and Tourism Service Offices Duties and Authorities of Regency/City Culture and Tourism Service Offices: a. Planning and Implementation 1) Planning the program for the Prevention of SEC in Tourism covering the identification of potential occurrence of SEC in Tourism and mapping the vulnerability of SEC in the Regency/City. 2) Disseminating Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism in the Regency/City. b. Implementation of Policies 1) Coordinating the work program of the Prevention of SEC in Tourism with related institutions and stakeholders concerning the Prevention of SEC in Tourism in the Regency/City. 2) Disseminating the Prevention of SEC in Tourism to related institutions, tourism industry actors, and the society in the Regency/City. 3) Disseminating the materials of the Campaign of The Prevention of SEC in Tourism to tourism industry actors, related institutions, and community members in the Regency/City. c. Utilization of Activities in the Related Institution of Culture and Tourism 1) To include the materials of the Prevention of SEC in Tourism in “Tourism Awareness” program. 2) Encouraging the implementation of cultural and tourism activities in the Regency/City at international, national, and local level (calendar of events). 3) Increasing participation of community members in the Prevention of SEC in Tourism. d. Empowerment of Society 1) Dissemination of policies that are received from the Province to related institutions and educational institutions in The Regency/City.
  • 42. 19 2) Implementation of curriculum policies in all educational levels. e. Improved Tourism Image Implementing the dissemination and coordination that have been prepared by the central government in the development of child-friendly tourism. f. Supervision and Evaluation of Program 1) Supervising and evaluating activities in the efforts for the Prevention of SEC in Tourism using the identification map of community members vulnerable to SEC in the Regency/City. 2) Reporting the results of supervision and evaluation periodically or at any time if necessary to the Governor.
  • 43. 20 SECTION IV SUPERVISION AND EVALUATION A. Supervision The Prevention of SEC in Tourism shall be supervised in the methods as follows: a. Preparing Technical and Operational Guidance for Supervising the Prevention of SEC in Tourism containing indicators of success to measure the performance of involved parties in the Prevention of SEC in Tourism. The Technical and Operational Guidance for Supervising the Prevention of SEC in Tourism in a Regency/City shall be prepared by the Regency/City Tourism Service Office or the institution that deals with tourism in the Regency/City; in a Province it shall be prepared by the Provincial Tourism Service Office or the institution that deals with tourism in the Province; and in central government it shall be prepared by the Ministry of Culture and Tourism. b. Making clarification and verification of findings in the field based on Technical and Operational Guidance on Supervision and Evaluation. c. The results of clarification and verification of findings shall be used to prepare work program for monitoring in the subsequent year. d. Making periodical reports on the Prevention of SEC in Tourism with reporting mechanism in stages; the Regency/City Culture and Tourism Service Office or the institution that deals with tourism in the Regency/City shall make reports to the Provincial Culture and Tourism Service Office, the Provincial Culture and Tourism Service Office or the institution that deals with tourism in the Province shall make reports to the Ministry of Culture and Tourism, including to those in charge of Sub-Task Force for Children’s Prevention and Participation. e. Publicizing the activities of the Prevention of SEC in Tourism in order to receive responses and/or inputs from the society. B. Evaluation 1. Evaluating the implementation of Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism. 2. The evaluation as referred to in point a shall be conducted in cooperation with tourism review institutions and child protection review institutions in order to see the effectiveness of the implementation of Guidelines on The Prevention of SEC in Tourism, the results of which shall be consulted/in harmony with the Ministry of Culture and Tourism.
  • 44. 21 SECTION V CLOSING The Prevention of Sexual Exploitation of Children in Tourism shall be the joint ef- forts among government institutions, tourism industry actors and related stakeholders and using the cross-sectoral and cross-regional approaches in handling problems at national and regional levels. Synergic orientation among stakeholders shall become the core of combating sexual exploitation of children in tourism, thereby being able to enhance the roles of each party optimally. THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM, Ir. JERO WACIK, SE