Wetland management (mangrove and peatland)
This session discusses peatland and mangrove ecosystems management, within which they are considered as essential ecosystems. This session further explores the legal aspects related to peatland and mangrove ecosystems management in Indonesia and the operationalization of the regulatory framework.
Speaker: Ir. Wiratno, M.Sc., Director General of Conservation on Natural Resources and Ecosystem, Ministry of Environment and Forestry
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. M. Zainal Arifin, SHut MSi., Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Ditjen PDASRH, KemenLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Monitoring merupakan kegiatan pengambilan data dan informasi pada ekosistem terumbu karang atau pada manusia yang memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tersebut. Idealnya, seorang pengelola terumbu karang harus menguasai dasar-dasar monitoring yang terdiri dari berbagai macam parameter yang dapat atau tidak berubah sepanjang waktu.
Ada dua macam tipe umum monitoring, yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosial-ekonomi. Parameter-parameter yang digunakan dalam kedua macam monitoring tersebut seringkali berhubungan sangat dekat, sehingga monitoring ekologi dan sosial-ekonomi dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. M. Zainal Arifin, SHut MSi., Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Ditjen PDASRH, KemenLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Monitoring merupakan kegiatan pengambilan data dan informasi pada ekosistem terumbu karang atau pada manusia yang memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tersebut. Idealnya, seorang pengelola terumbu karang harus menguasai dasar-dasar monitoring yang terdiri dari berbagai macam parameter yang dapat atau tidak berubah sepanjang waktu.
Ada dua macam tipe umum monitoring, yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosial-ekonomi. Parameter-parameter yang digunakan dalam kedua macam monitoring tersebut seringkali berhubungan sangat dekat, sehingga monitoring ekologi dan sosial-ekonomi dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Tantangan dalam pengelolaan ekosistem gambut di IndonesiaCIFOR-ICRAF
Challenges in managing peatland and mangrove ecosystems
In this session, the speaker emphasized the management of peatland ecosystems in Indonesia with a lot of examples from the field. Based on the regulation, the speaker further explores the implications of Ministerial Regulations related to peatland conservation and restoration to meet climate change objectives.
Speaker: I Nyoman Suryadiputra, Direktur, Wetlands International Indonesia
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Lamun (Sea grass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae).
Beberapa ahli mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas. Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (sea grass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari suatu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Climate change policy from the oceans aspectCIFOR-ICRAF
Presented by Muhammad Yusuf, Director of Utilization of Coasts and Small Islands, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF), at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
Speaker explained the national policy and national target of climate change from the oceans aspect. The speaker also shared some of the achievements of MMAF and stakeholders for climate change mitigation and adaptation including mangrove restoration with participation of local community.
Tantangan dalam pengelolaan ekosistem gambut di IndonesiaCIFOR-ICRAF
Challenges in managing peatland and mangrove ecosystems
In this session, the speaker emphasized the management of peatland ecosystems in Indonesia with a lot of examples from the field. Based on the regulation, the speaker further explores the implications of Ministerial Regulations related to peatland conservation and restoration to meet climate change objectives.
Speaker: I Nyoman Suryadiputra, Direktur, Wetlands International Indonesia
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Lamun (Sea grass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae).
Beberapa ahli mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas. Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (sea grass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari suatu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang
Peran Pemerintah dalam Aktivitas Rehabilitasi Mangrove dan Kesejahteraan Mas...CIFOR-ICRAF
Presented by Satyawan Pudyatmoko, Deputy for Planning and Evaluation of Peatland and Mangrove Restoration Agency (BRGM) in keynote session of sub-national workshop on Increasing Capacity of Local Community and Sub-National Government on Mangrove Restoration and Food Security on 12 July 2022
Climate change policy from the oceans aspectCIFOR-ICRAF
Presented by Muhammad Yusuf, Director of Utilization of Coasts and Small Islands, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF), at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
Speaker explained the national policy and national target of climate change from the oceans aspect. The speaker also shared some of the achievements of MMAF and stakeholders for climate change mitigation and adaptation including mangrove restoration with participation of local community.
tujuh penyu yang ada di dunia, 6 jenis diantaranya berada di perairan Indonesia, namun demikian populasi dari penyu ini semakin menurun karena faktor; penangkapan langsung, akibat by catch atau penangkapan ikan sampingan, dan akibat menurunnya kualitas lingkungan habitat dan ekosistem penyu.
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...CIFOR-ICRAF
Presented by Susan Lusiana, Coordinator of Disaster Risk Management and Community Resilience Programs at Wetlands International Indonesia, at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
Speaker shares experiences of Wetlands International Indonesia activities related to mangrove management in Pulau Dua, Serang, Banten Province through the improvement of community capacity and strengthening the policy related to mangrove management.
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Presented by Muhammad Yusuf, Director of Directorate of the Coastal and Small Islands Utilization at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Mangrove management as an essential ecosystem area: A case study from Teluk P...CIFOR-ICRAF
Presented by Nur Rohman, Section Head of Planning, Protection, and Preservation at the Nature Conservancy Agency of East Java Province, at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
Pangpang Bay is one of the oldest essential ecosystem areas in Indonesia. The essential ecosystem in Pangpang Bay is mangrove. The Speaker shares some of the economic activities around the mangrove areas in Pangpang Bay in collaboration with the local community such as mangrove ecotourism, fisheries, and mangrove education.
Dokumen Final terdiri dari Pendahuluan, Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan WP3K, Deskripsi Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya WP3K, Rencana Alokasi Ruang, Peraturan Pemanfaatan Ruang dan Indikasi Program.
Similar to Pengelolaan lahan basah (mangrove dan gambut) (20)
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...CIFOR-ICRAF
Presented by Kristell Hergoualc'h (Scientist, CIFOR-ICRAF) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...CIFOR-ICRAF
Presented by Lauren Cooper and Rowenn Kalman (Michigan State University) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísCIFOR-ICRAF
Presented by Berioska Quispe Estrada (Directora General de Cambio Climático y Desertificación) at Workshop “Lecciones para el monitoreo transparente: Experiencias de la Amazonia peruana” on 7 Mei 2024 in Lima, Peru.
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and MadagascarCIFOR-ICRAF
FLR is an adaptive process that brings people (including women, men, youth, local and indigenous communities) together to identify, negotiate and implement practices that restore and enhance ecological and social functionality of forest landscapes that have been deforested or degraded.
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfCIFOR-ICRAF
Re nforcer les S ystèmes d’ I nnovations
agrosylvopastorales économiquement
rentables, écologiquement durables et
socialement équitables dans la région du
No rd C ameroun
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetCIFOR-ICRAF
Renforcer les systèmes d’innovation agricole en vue de
promouvoir des systèmes de production agricole et
d’élevage économiquement rentables, écologiquement
durables et socialement équitables dans la région du
Nord au Cameroun (ReSI-NoC)
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...CIFOR-ICRAF
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement rentables, écologiquement durables et socialement équitables dans la région du
Nord Cameroun
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsCIFOR-ICRAF
Presented by Daniel Murdiyarso (Principal Scientist, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesCIFOR-ICRAF
Presented by Mihyun Seol and Himlal Baral (CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Presented by Citra Gilang (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Peat land Restoration Project in HLG LonderangCIFOR-ICRAF
Presented by Hyoung Gyun Kim (Korea–Indonesia Forest Cooperation Center) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...CIFOR-ICRAF
Presented by Beni Okarda (Senior Research Officer, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...CIFOR-ICRAF
Presented by Phidju Marrin Sagala (Research Consultant, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, IndonesiaCIFOR-ICRAF
Presented by Milkah Royna (Student Intern, CIFOR-ICRAF) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and PerspectivesCIFOR-ICRAF
Presented by Bora Lee (Warm-Temperate and Subtropical Forest Research Center, NIFoS Jeju, Republic of Korea) at the "Climate Change Adaptation and Mitigation with Mangrove Ecosystems: Introducing Mangrove Ecosystems Strategies to the Climate Change Agenda" event in Bogor, 29 April 2024.
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
2. Lahan Basah
”Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut,
dan perairan: alami atau buatan; tetap atau
sementara; dengan air yang tergenang atau
mengalir, tawar, payau atau asin; termasuk
wilayah perairan laut yang kedalamannya
tidak lebih dari enam meter pada waktu air
surut”.
( Konvensi Ramsar)
Foto: Internet
5. KERANGKA KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT NASIONAL
PP No 71 Tahun 2014
tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
PP 57 Tahun 2016
Tentang
Perubahan Atas PP No 71 Tahun 2014
Upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi Ekosistem
Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut
Perencanaan Pemanfaatan Penegakan
Hukum
PengawasanPemeliharaanPengendalian
6. POKOK URAIAN
Perencanaan Tahapan: inventarisasi, penetapan fungsi, penyusunan dan penetapan rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PPEG)
Hasil: Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), peta KHG minimal 1:250.000
Poin penting: FUNGSI LINDUNG paling sedikit 30% dari seluruh luas KHG pada puncak
kubah Gambut
Pemanfaatan FUNGSI LINDUNG. Kegiatan: penelitian, ilmu pengetahuan, Pendidikan, jasa lingkungan
FUNGSI BUDIDAYA. Kegiatan: semua kegiatan sesuai rencana PPEG
Pengendalian Terdiri dari: pencegahan kerusakan Ekosistem Gambut (EG), penanggulangan kerusakan
EG, pemulihan kerusakan EG
EG FUNGSI LINDUNG dinyatakan rusak bila: terdapat drainase buatan, tereksposnya
sedimen berpirit dan/atau kwarsa, pengurangan luas dan/atau volume tutyupan lahan di
EG
EG FUNGSI BUDAYA dinyatakan rusak bila: muka air tanah lebih dari 0,4 m di bawah
permukaan Gambut, tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa; catatan:
dikecualikan bila ketebalan Gambut kurang dari 1 m
Pemeliharaan …
7. POKOK URAIAN
Pemeliharaan Upaya: pencadangan EG, pelestarian fungsi EG sebagai pengendali dampak perubahan
iklim
Pencadangan melalui penetapan EG yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu
tertentu: EG dengan FUNGSI LINDUNG kurang dari 30% luas KHG pada
provinsi/kabupaten/kota, EG dengan FUNGSI BUDIDAYA 50% luasnya telah diberikan
izin usaha, EG yang ditetapkan untuk moratorium pemanfaatan
Pelestarian fungsi EG sebagai pengendali dampak perubahan iklim melalui: mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim
Pengawasan Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang: melakukan pemantauan, meminta
keterangan, membuat salinan dokumen, memasuki tempat tertentu, memotret,
membuat rekaman audio visual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa
instalasi, menghentikan pelanggaran tertentu
Sanksi Administratif Terdiri dari: teguran tertulis, paksaan Pemerintah, pembekuan izin lingkungan,
pencabutan izin lingkungan
Paksaan Pemerintah: penghentian sementara kegiatan, pemindahan sarana kegiatan,
penutupan saluran drainase, pembongkaran, penyitaan barang atau alat, pengehntain
sementara seluruh kegiatan, tindakan lain
Ketentuan Peralihan Izin usaha pemanfaatan EG pada FUNGSI LINDUNG yang sudah terbit sebelum PP ini
tetap berlaku hingga berakhir
8. CATATAN
• Peraturan mengenai mangrove dan gambut sudah memadai
• Kendala ada pada implementasinya, utamanya terkait dengan:
• Koordinasi lintas K/L
• Integrasi perencanaan
• Dukungan kebijakan pada tingkat provinsi/kabupaten/kota
• Dukungan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam
pelaksanaan PPEG belum memadai
9. v UU
5
TAHUN
1990
ttg KSDA
Hayati dan
Ekosistemnya
v UU
26/2007
ttg
Tata
Ruang
v UU
32/2009
ttg
Perlindungan dan
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
v UU
23/2014
ttg
Pemerintahan Daerah
v PP
26/2008
ttg
RTRWN
v PP
28/2011
ttg
KSA
dan
KPA,
Pasal
24
Ayat(1),
Pasal 27
dan
Pasal 28
v Peraturan Presiden RI
No.73
Tahun 2012
tentang Strategi Nasional
Pengelolaan Ekosistem
Mangrove
v Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko)
No.
4
Tahun 2017
tentang
Stranas Mangrove
vPeraturan
Presiden
RI
No.121
Tahun
2012
tentang
Rehabilitasai
Wilayah
Pesisir
dan
Pulau-‐Pulau Kecil
v Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut
v Peraturan Presiden RI No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
No.71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LAHAN
BASAH
10. vPeraturan Menteri LHK No.P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara
Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri LHK No. P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara
Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri LHK No. P.16/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang
Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut
vPeraturan Menteri Kehutanan RI
No.
P.48/Menhut-‐II/2014
tentang Tata
Cara
Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
vPeraturan Direktur Jenderal KSDAE
No.P.13/KSDAE-‐Set/2015
tentang Pedoman
Pemantauan dan Penilaian Keberhasilan Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem
Daratan Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
vRatifikasi Konvensi Ramsar oleh Pemerintah RI
melalui Keppres No.48
Tahun 1991
tentang Pengesahan Convention
on
Wetlands
of
International
Importance
Especially
as
Waterfowl
Habitat
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LAHAN
BASAH
11. luaslahanbasahdunia
diperkirakanmencapai±12
jutakm2 ataulebihdari6%
dariluastotal
permukaanbumi
(Sumber:
Martha
Rojas
Urrego,
SekjenKonvensiRamsar)
Indonesia
merupakansalah
satunegara
kepulauanyang
memilikiekosistemlahanbasahterluas
di
Asia
setelahChina,
yaitusekitar±40,5
jutaHa
(Sumber:
StrategiNasional
LahanBasah,
2004)
LUAS
LAHAN
BASAH
12. LUASAN
LAHAN
BASAH
DI
INDONESIA
No. Type
Luas
Semula
Sisa Dilindungi
1. Rawa Gambut 16.266.000 13.203.000 1.882.000
2. Rawa Air Tawar 11.544.000 5.185.500 984.250
3. Mangrove 9.248.038 5.326.870 3.720.187
4. Terumbu Karang 5.102.000 5.102.000 t.a. data
5. Padang Lamun 3.000.000 3.000.000 t.a. data
6. Vegetasi Pantai 180.000 78.000 33.000
7. Dataran
berlumpur/berpasir
t.a. data t.a. data t.a. data
8. Danau 774.894 308.000 73.800
9. Muara t.a. data t.a. data t.a. data
10. Sungai t.a. data t.a. data t.a. data
11. Kolam Air Tawar 155.216 80.995 -
12. Sawah 8.393.290 7.787.339 -
13. Tambak Udang 304.623 435.000 -
14. Tambak Garam t.a. data t.a. data t.a. data
Luas Total 54.968.061 40.506.704 6.693.237
Ket : t.a. data = data tidak tersedia, Sumber data : Stranas dan Aksi lahan Basah , 2004
13. MANGROVE
DISTRIBUTION
IN
INDONESIA
2018
(Source
:
Dit.IPSDH,
DitjenPKTL,
Dit.KTA,
DitjenPDASHL,
BIG)
No PULAU DALAM
KAWASAN
(Ha) LUAR
KAWASAN
(Ha) JUMLAH
KRITIS TIDAK
KRITIS KRITIS TIDAK
KRITIS
1 Sumatera 294.854,50 235.980,67 82.727,24 52.867,52 666.438,94
2 Jawa 8.003,87 21.642,12 72.319,78 31.425,18 133.390,95
3 Sulawesi 38.917,60 89.749,55 425,66 924,55 130.017,36
4 Kalimantan 42.869,28 357.561,14 37.192,40 298.283,33 735.906,16
5 Maluku 10.097,46 154.950,93 4.368,90 52.143,03 221.560,31
6 Bali 136,10 765,69 169,91 946,14 2.017,84
7 NTB 1.635,51 4.425,36 2.018,35 2.551,58 10.630,80
8 NTT 1.750,94 3.818,09 5.052,32 11.526,04 22.147,39
9 Papua 574.515,42 565.586,26 16.367,80 478.236,44 1.634.705,92
Jumlah 972.780,68 1.434.479,81 220.642,37 928.912,81 3.556.815,67
Mangrove
Kritis :
1.193.423,05
Mangrove
Baik :
2.363.392,62
666,438.94
133,390.95130,017.36
735,906.16
221,560.31
2,017.84
10,630.80
22,147.39
1,634,705.92
Sumatera
Jawa
Sulawesi
Kalimantan
Maluku
Bali
NTB
NTT
Papua
14. PROGRAM KEGIATAN DITJEN KSDAE
YANG MENDUKUNG PENGELOLAAN LAHAN BASAH
Pada Kawasan Konservasi
• Pemulihan Ekosistem Lahan Basah (mangrove dan gambut) di dalam Kawasan Konservasi.
• Pembinaan Desa di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi.
• Pemberian akses pemanfaatan hasil hutan bukan kayu kepada masyarakat lokal pada
zona/blok tradisional KPA.
• Menetapkan 7 kawasan konservasi sebagai Ramsar Site
Pada Kawasan Ekosistem Esensial
• Peningkatan efektifitas pengelolaan KEE lahan basah melalui deliniasi KEE, penyusunan
rencana aksi, pembentukan kelembagaan pengelola, peningkatan usaha ekonomi produktif
masyarakat Desa di sekitar KEE
• Penyusunan Dokumen Penataan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (6 Ekoregion : Jawa, Bali
Nusra, Maluku, Kalimantan dan Sumatera) dan 6 dokumen penataan pengelolaan ekosistem
Karts
• Pengusulan KEE sebagai Ramsar Site
15. Kawasan Konservasi Indonesia
CA
4,25 Juta Ha
214 Unit
SM
4,98 Juta Ha
79 Unit
TN
16,23 Juta Ha
54 Unit
TWA
0,83 Juta Ha
131 Unit
Tahura
0,37 Juta Ha
34 Unit
TB
0,17 Juta Ha
11 Unit
KSA/KPA
0,31 Juta Ha
29 Unit
554
Unit
27,14
Juta
Ha
16. • Luas
KEE
sampai tahun 2019
seluas 1.016.523,029
Ha
• Luas
KEE
Mangrove
sampai tahun 2019
seluas 23.212,518
Ha
17. INDIKASI LUASAN
KAWASAN EKOSISTEM
ESENSIAL MANGROVE
DI BEBERAPA
EKOREGION 398.849,87 Ha
597.266,27 Ha
101.900,45 Ha
213.623,73 Ha
10.031,16 Ha
Total Indikasi
KEE Mangrove
di 5 Ekoregion
1.421.343, 68
Ha
99.672,2 Ha
12 KEE Mangrove :
Jaring Halus
Pulau Rupat
Pantai cemara
Desa Mojo
Teluk Pang pang
Torosiaje
Lombok barat
Lampung timur
Kebumen
Rembang
Kao, Halmahera Utara
Lepar Pongok
23.212,52 Ha
18. Potensi mangrove dalam mendukung ndc dan AICHI target
untuk dikelola melalui pengembangan KEE
EKOSISTEM MANGROVE = 3,3 Juta Ha
EKOSISTEM MANGROVE Diluar KSA-KPA-
TAMAN BURU = 2,6 JutaHA
Mangrove Primer : 1.508.060,27 Ha
Mangrove Sekunder : 1.419.142,84 Ha
Total 2.927.203,11
20. Foto
:
Efan
Ekanada
TN Betung Kerihun – Danau Sentarum
TN.
Tanjung Puting
N0. NAMA PENETAPAN LUAS
(Ha)
1. TN
Betung Kerihun –
Danau Sentarum
30
Agustus 1994 127.393,4
2. TN
Berbak -‐ Sembilang 8
April
1992
dan
6
Maret 2011 365.596
3. TN
Wasur 16
Maret 2006 413.810
4. SM
Pulau Rambut 11
November
2011 90
5. TN
Tanjung Puting 11
Desember 2013 408.286
6. TN
Rawa Aopa 6
Maret 2011 105.194
LUAS
TOTAL 1.420.369,4
TN Berbak
- Sembilang
Foto: Unesco
TN Rawa Aopa
Watumohai
Foto
:
Kokoh
TN Wasur
SM Pulau Rambut
21. • Luas
KEE
sampai tahun 2019
seluas 1.016.523,029
Ha
• Luas
KEE
Mangrove
sampai tahun 2019
seluas 23.212,518
Ha
22. KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
(KEE)
Kawasan kawasan bernilai ekosistem keanekaragaman hayati penting yang
berada di luar Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman
Buru yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya
konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan
mutu kehidupan manusia yang ditetapkansebagai kawasan yang dilindungi.
Tipe KEE
dan
capain Forum
Kolaburasi KEE
hingga 2019
Tipologi Jumlah Forum
Kolaburasi hingga 2019
Lahan Basah 3
Mangrove 11
Karst
4
Taman
Kehati 29
Koridor Hidupan Liar
8
Area
Bernilai Konservasi tinggi 6
23. STATUS
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
LAHAN
BASAH
MANGROVE
No KEE Luas
(Ha)
SK
Penetapan
1 Mangrove
Jaring
Halus,
Kabupaten
Langkat,
Sumut 77.300
SK
Bupati
Langkat
No.
522.51-‐01/K/2014
tanggal
13
Januari
2014
tentang
Forum
Kolaborasi
2 Mangrove
Teluk
Pangpang,
Jatim 3,174.580
SK
Bupati
Banyuwangi
No.
188/1338/KEP/429.011/2011
tanggal
12
Desember
2011
tentang
Forum
Kolaborasi
3 Mangrove
Desa
Mojo,
Kab.
Pemalang,
Prov.
Jawa
Tengah 14.500
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
522.52/32
Tahun
2019
tanggal
26
Agustus
2019
tentang
Forum
Kolaborasi
4 Mangrove
Gorontalo 1,278.960
SK
Gubernur
Gorontalo
No.
322/21/X/2017
tanggal
10
oktober
2017
tentang
Forum
Kolaborasi
5 Mangrove
Kab
Lombok
Barat 90.000
SK
Bupati
Lombok
Barat
No.
795/14/DLH/2017
tanggal
11
Desember
2017
tentang
Forum
Kolaborasi
6 Mangrove
Pantai
Cemara,
Kab.
Tanjung
Jabung
Timur,
Jambi 2,284.118
SK
Gubernur
Jambi
No.
398/KEP.GUB/DISHUT-‐3-‐3/2019
tanggal
18
Maret
2019
tentang
Forum
Kolaborasi
7 Mangrove
Lambu,
Kabupaten
Bima,
NTB 91.800
SK
Bupati
Bima
No.
188.45/551/07.1
TAHUN
2019
tanggal
22
Juli
2019
tentang
Forum
pelestari
mangrove
8 Mangrove
Lampung
Timur
574.330
SK
Bupati
Lampung
Timur
No.
B.360/08-‐SK/2019
tanggal
27
Agustus
2019
tentang
Forum
kolaborasi
9 Mangrove
Kebumen,
Jawa
Tengah 15.000
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
552.52/32
TAHUN
2019
tanggal
26
Agustus
2016
tentang
forum
kolaboras
10 Mangrove
Rembang,
Jawa
Tengah 44.000
SK
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
552.52/32
TAHUN
2019
tanggal
26
Agustus
2016
tentang
forum
kolaborasi
11 Mangrove
Kao,
Halmahera
Utara,
Maluku
Utara 295.00
SK
Bupati
Halmahera
Utara
No.031/267/HU/2019
tanggal
25
september
2019
tentang
forum
kolaborasi
12
Mangrove
Lepar
Pongok,
Bangka
Selatan,
Kepulauan
Bangka
Belitung
15,272.930
SK
Gubernur
Bangka
Belitung
No.188.44/949/DISHUT/2019
tanggal
25
Oktober
2019
tentang
forum
kolaborasi
Total
Luas 23,212.518
25. Ekosistem
Lahan Basah
JENIS KEE
Wilayah genangan atau penyimpanan air, yang
memiliki karakteristik daratan dan perairan
(ekosistem sungai, rawa, gambut, danau,
mangrove, karst, perairan dangkal)
Koridor
Hidupan Liar
Areal atau jalur baik alami maupun buatan
yang menghubungkan dua atau lebih
habitat yang berada di dalam dan di luar
Kawasan Hutan.
Taman Keanekaragaman
Hayati
Kawasan pencadangan sumberdaya alam
hayati lokal di luar kawasan hutan yang
mempunyai fungsi konservasi in-situ dan
eks-situ, khususnya bagi tumbuhan.
Areal Bernilai
Konservasi Tinggi
Areal yang memiliki nilai penting bagi
konservasi keanekaragaman hayati dan
ekosistem, jasa lingkungan, fungsi sosial,
dan fungsi budaya bagi masyarakat
26. KRITERIA KEE
EKOSISTEM
LAHAN BASAH
Burung
Air/Migran
Ekosistem
Unik
Satwa
Dilindungi
Sumber
Air
Jasa
Lingkungan
KORIDOR SATWA
LIAR
Vegetasi
Penghubung
Koridor
Satwa liar
x
Konflik
Satwa-Manusia
AREAL BERNILAI
KONSERVASI
TINGGI Kehati
Tinggi
Bentang
Alam
Ekosistem
Khas
Jasa
Lingkungan
Nilai
Sosial
Nilai
Budaya
Stok
Karbon
TAMAN
KEHATI
Flora
lokal/endemik
27. PELIBATAN
MASYARAKAT
SECARA
AKTIF
DALAM
PENGELOLAAN
KEE
MANGROVE
PEMANFAATAN
YANG
LESTARI
PENGELOLAAN
BERBASIS
FUNGSI
(PENGAWETAN,
PERLINDUNGAN
DAN
PEMANFAATAN)
PADA
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
MULTISTAKE
HOLDER
PARTICIPATION
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
MANGROVE
28.
29.
30. Upaya
Pemulihan
Ekosistem
Lahan
Basah
Restorasi
Hidrologi
dengan
Metode
Kanal
Bloking Rehabilitasi
Flora
Endemik
Lahan
Basah
Foto: Rizka Nanda
Restorasi hidrologi merupakan pembenahan sistem
hidrologi, termasuk membenahi kanal-kanal yang sudah
ada. Kanal yang disekat akan berfungsi seperti embung,
sehingga tidak perlu dibuat embung di lahan gambut.
Tujuannya adalah menaikkan tinggi muka air, mendekati
permukaan gambut sehingga mendorong suksesi alami
ini.
31. Revitalisasi penghidupan
masyarakat
adalah penghidupan masyarakat di
suatu KHG (Kawasan Hidrologis
Gambut) yang diarahkan pada sasaran
peningkatan ekonomi sekaligus
konservasi lahan basah.
Upaya
Pemulihan
Ekosistem
Lahan
Basah
Foto : atherinecapone
Foto: Yus Rusila Noor
32. 10
Cara
Baru
Mengelola
Kawasan
Konservasi
Masyarakat sebagai Subyek
Penghormatan pada HAM
Kerja sama
lintas Eselon I
Kerja sama lintas
Kementerian
Penghormatan Nilai
Budaya dan Adat
Kepemimpinan Multilevel
Pengambilan keputusan
berbasis sains
Pengelolaan
Berbasis Resort
Penghargaan dan
Pendampingan
Organisasi Pembelajaran
mendorong peran masyarakat sebagai subyek dalam
pengelolaan kawasan konservasi serta kawasan lindung lainnya,
termasuk ekosistem esensial.
kerja sama multistakeholder dalam mendukung pengelolaan
lahan basah serta pemberdayaan masyarakat yang tinggal di
sekitarnya
kolaborasi lintas kementerian (pemerintah
pusat, pemerintah daerah, LSM).
mengembangkan kesadaran konservasi lahan
basah, mendorong pengembangan komoditas
alternatif sebagai sumber penghasilan
masyarakat
pengembangan ekowisata lahan basah
berbasis masyarakat/kearifan lokal.
Sebagai komitmen KSDAE, kawasan yang telah ditunjuk dan
ditingkatkan menjadi status internasional (RAMSAR SITE)
untuk tahun 2020-2024, Ditjen KSDAE akan memfasilitasi
anggaran rutin untuk mendukung entitas tersebut
33. Perlindungan
Pengawetan
Pemanfaatan
Pengawasan
Pengendalian
Evaluasi
Perencanaan
Perlindungan
Sistem
Penyangga Kehidupan
Masyarakat
Pemerintah
Akademisi
Media
Badan Usaha
PP.
28
Tahun2011
UU
No.
5
tahun1990
PP
28/ 2011
UU
5/ 1990
Kolaborasi
Pentahelix
Pengawetan
Pemanfaatan
Pengawasan
Pengendalian
Evaluasi
Perencanaan
Perlindungan
34. INSTITUSI
YANG
TERLIBAT
DALAM
PENGELOLAAN
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
KAWASAN
EKOSISTEM
ESENSIAL
K/L
PEMDA
AKADEMISI
&
PENELITI
•PEM
PUSAT
•OPD,SKPD
PROV.
•KAB/KOTA
•BKSDA
Perg.
Tinggi,
Lembaga
Penelitian
PELAKU
BISNIS
LSM
MASYARAKAT
ADAT
MANAJEMEN
KOLABORASI/
UPTD