Makalah ini membahas tentang pengertian, dasar hukum, dan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan swasta. Pengadaan tanah dilakukan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah berupa uang, tanah pengganti, atau relokasi. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan peraturan dan melibatkan panitia pengadaan tanah.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Perjanjian Usaha Bersama ini berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hubungan kerja sama untuk mendirikan dan menjalankan suatu usaha bersama dalam bentuk persekutuan perdata, yaitu dengan cara memasukan modal (inbreng) dan membagi keuntungan yang terjadi karenanya.
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Download draf adendum untuk melakukan perubahan perjanjian selama berlangsungnya masa perjanjian (amandemen).
Untuk download versi lengkap (format MS Word), silahkan kunjungi:
http://www.legalakses.com/contoh-addendum-perjanjian/
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Perjanjian Usaha Bersama ini berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hubungan kerja sama untuk mendirikan dan menjalankan suatu usaha bersama dalam bentuk persekutuan perdata, yaitu dengan cara memasukan modal (inbreng) dan membagi keuntungan yang terjadi karenanya.
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Download draf adendum untuk melakukan perubahan perjanjian selama berlangsungnya masa perjanjian (amandemen).
Untuk download versi lengkap (format MS Word), silahkan kunjungi:
http://www.legalakses.com/contoh-addendum-perjanjian/
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
DRAF PERATURAN PERUSAHAAN:
Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan, Jam Kerja, Gaji/Upah, Lembur, Penerimaan dan Penempatan Karyawan, PHK, Tata Tertib Perusahaan, Sanksi, Larangan Karyawan, Tunjangan Karyawan, dll.
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Draf Perjanjian Kerja ini berisi ketentuan yang mengatur tentang hubungan kerja antara Perusahaan dan Karyawan. Di dalamnya mengatur tentang:
- Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan
- Waktu Kerja
- Istirahat Kerja, Libur Kerja dan Cuti
- Upah dan Tunjangan
- Kerja Lembur
- Jaminan Kesejahteraan Karyawan
- PHK dan kompensasinya
- Pengunduran Diri Karyawan
- Tata Tertib dan Sanksi
- Dll
File Draf Perjanjian Kerja ini disusun dalam format MS Word Document dan dapat dimodifikasi serta digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan hukum pengguna.
Download selengkapnya draf Perjanjian Kerja ini di:
http://legalakses.com/contoh-surat-perjanjian-kerja-untuk-waktu-tidak-tertentu-pkwt/
Mega yasma adha 2015510005 tugas makalah tata guna tanahMega Yasma Adha
Mega yasma adha 2015510005 tugas makalah tata guna tanah
dibuat untuk melaksanakan tugas kuliah dalam mata kuliah tata guna tanah, teknik geodesi institut teknologi padang
Jurnal Ilmiah ini memuat beberapa artikel pilihan dari mahasiswa maupun dosen Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana seperti terkait dengan persoalan Tanggung Jawab Dan Perlindungan Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Covernote Sebagai Salah Satu Produk Hukum Yang Tidak Diatur Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Analisis Keabsahan Akta Notaris Tentang Sewa Menyewa Tanah Dengan Bukti Kepemilikan Dalam Bentuk Pipil dan artikel lainnya. Artikel tersebut merupakan ringkasan hasil penelitian tesis mahasiswa yang sudah diuji dan dapat dipertahankan oleh mahasiswa dalam sidang ujian dihadapan dewan penguji dan Guru Besar.
Laporan ini dibuat oleh teman saya INDAH PURNAMASARI satu program studi dengan saya. saya memposting laporan ini agar bisa bermanfaat bagi teman-teman dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam membuat laporan. khususnya untuk Program studi Teknik Pertanian.
Uts Hukum Bumi da Bangunan (Agraria Fenti Anita Sari)Fenti Anita Sari
Bandara Ahmad Yani Semarang (lama) yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) memiliki luas terminal 6.708 m2 dengan kapasitas 800.000 penumpang per tahun. Kapasitas apron (parkir pesawat) Bandara Ahmad Yani hanya bisa menampung 5 pesawat tipe narrow body dan 2 pesawat tipe propeller.
Pada tahun 2016 sendiri, Bandara Ahmad Yani Semarang telah melayani 4,2 juta pergerakan penumpang dan 62,1 ribu pergerakan pesawat. Dengan kata lain, Bandara Ahmad Yani Semarang telah mengalami kelebihan kapasitas atau lack of capacity.
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
Salah satu program reforma agraria adalah distribusi ulang tanah-tanah yang sudah dikuasai. Tanah-tanah yang dikusai tersebut di antaranya adalah tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
2. KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkatnya sehingga saya dapat
menyelesaikanmakalahini. Kami jugaberterimakasihkepadadosenpengajarmatakuliahHukumAgraria
yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat lebih memahami mengenai materi Pengadaan
Tanah.
Semoga makalah ini berkenan kepada panitia seleksi beasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau. Untuk
segalakekurangandankelemahandalammakalahini,sayamohonmaaf.Sayaterimakritikdansarannya.
Pekanbaru, 20 November 2011
Kelompok III
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………..1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………………………..5
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………6
3. Tujuan……………………………………………………………………………………………6
4. Metode Pembahasan………………………………………………………………………..6
5. Manfaat………………………………………………………………………………………….6
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Pengadaan Tanah……………………………………………………………7
A. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum……………………………….8
B. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Swasta………………………………10
2. Dasar Hukum Pengadaan Tanah………………………………………………………15
3. Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Tanah……………………………………….21
4. Pembebasan Hak dan Pencabutan Hak atas Tanah……………………………..21
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………………………………23
2. Saran……………………………………………………………………………………….23
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………..24
4. BAB I
PENDAHULUAN
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikanganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda – benda yang
berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah dapat dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Dalamhal pengadaantanaholehpihakswasta,makacara – cara yangdilakukanadalahmelaluijual –beli,
tukar – menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak – pihak yang bersangkutan, yang dapat
dilakukan secara langsung antara pihak yang berkepentingan (misalnya: antara pengembang dengan
pemegang hak) dengan pemberian ganti kerugian yang besar atau jenisnya ditentukan dalam
musyawarah.
Sedangkan dalam hal pengadaan tanah oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan
pembangunandemikepentinganumumdapatdilaksanakandengancarapelepasanataupenyerahanhak
atas tanah, atau juga dengan pencabutan hak atas tanah.
Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum dilakukan melalui
musyawarah dengan tujuan memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanaan pembangunan di lokasi
yang ditentukan, beserta bentuk dan besar ganti kerugian.
Proses musyawarah yang dilakukan oleh panitia pembebasan tanah dan pemegang hak ditujukan untuk
memastikan bahwa pemegang hak memperoleh ganti kerugian yang layak terhadap tanahnya. Ganti
kerugian itu dapat berupa uang, tanah pengganti (ruilslag), pemukiman kembali (relokasi) atau
pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Di satu sisi proses pengadaan tanah bukanlah hal yang mudah dan sederhana,untuk itu diperlukan tim
pengadaan tanah.
Untuk mengetahui materi lanjutanmengenaiteori PengadaanTanah,makakami kelompokIIImenyusun
makalah ini. Semoga dapat berguna bagi mahasiswa-mahasiswi fakultas hukum Universitas Riau.
1. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu faktor penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Manusia hidup
dan melakukanberbagai aktivitaskesehariannyadi atas tanah serta memperolehbahanpangandengan
memanfaatkan tanah. Bahkan bagi Negara Indonesia tanah merupakan salah satu modal utama bagi
kelancaranpembangunan.Tanahmempunyai manfaatbagi pemilikataupemakainya,sumberdayatanah
mempunyai harapandimasadepanuntukmenghasilkanpendapatandankepuasansertamempunyainilai
produksi dan jasa. Komponen penting kedua adalah kurangnya supply, maksudnya di satu pihak tanah
berharga sangat tinggi karena permintaannya, tapi di lain pihak jumlah tanah tidak sesuai dengan
penawarannya. Komponen ketiga adalah tanah mempunyai nilai ekonomi, suatu barang (dalam hal ini
tanah) harus layak untuk dimiliki dan ditransfer. Tanah merupakan harta kekayaan yang bernilai tinggi
5. karena nilai jualnya yang akan selalu bertambah akibat kebutuhan terhadap tanah yang semakin tinggi
sedangkanjumlahtanahtidakpernahbertambah.Disadari atautidak,tanahsebagai bendayangbersifat
permanen (tidak dapat bertambah) banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan
pertumbuhanpendudukyangterusmeningkatdanmasalahpembangunan.Untukmemenuhi kebutuhan
pembangunan pemerintah telah berusaha melalui jalur yang sah yakni pengadaan tanah maupun
pencabutanhak atas tanah. Pengadaantanah adalahsetiapkegiatanuntukmendapatkantanah dengan
cara memberikanganti rugi kepadayangmelepaskanataumenyerahkantanah,bangunan,tanamandan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pelaksanaan pengadaan tanah merupakan persoalan yang
kompleks karena terdapat berbagai tahapan dan proses yang harus dilalui serta adanya kepentingan
pihak-pihak yang saling bertentangan. Persoalan perolehan tanah milik masyarakat untuk keperluan
pembangunangunakepentinganumummenjadisuatupersoalanyangcukuprumit.Kebutuhantanahbaik
olehpemerintahmaupunmasyarakatyangterusbertambahtanpadiikutidenganpertambahanluaslahan
menjadi masalah yang krusial. Masalah timbul karena adanya berbagai bentrokan kepentingan. Di satu
sisi pemerintah membutuhkan lahan untuk pembangunan fisik, di sisi lain masyarakat membutuhkan
lahan untuk pemukiman maupun sebagai sumber mata pencaharian. Untuk mengetahui arti penting
mengenai Pengadaan Tanah maka disusunlah makalah ini.
2. Rumusan Masalah
Permasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Pengadaan Tanah
2. Dasar Hukum Pengadaan Tanah
3. Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Tanah
4. Perbedaan Pembebasan Hak dan Pencabutan Hak atas Tanah
3. Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan seluruh mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
jawaban dari rumusan masalah yang dipaparkan dalam makalah ini.
4. Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam membahas makalah ini adalah dengan membahas persub judul, seperti
yang telahdituliskandalamrumusanmasalah,yaituterdapatempat(4) masalahyangakandibahas satu-
persatu.
6. 5. Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memberikanmasukandansupanilmukepadamahasiswamengenaiapayangdimaksuddengan
pengadaan tanah
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang menjadi landasan hukum pengadaan tanah tersebut.
3. Mahasiswa mengetahui landasan pokok-pokok kebijakan pengadaan tanah.
4. Memahami apa yang dimaksud dengan pembebasan hak atas tanah dan perbedaannya dengan
pelepasan hak atas tanah.
7. BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PENGADAAN TANAH
Menurut Pasal 1 angka 1 Keppres No.55/1993 yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah setiap
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas
tanah tersebut.1
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan cara memberikan ganti kerugian
kepada yang berhak atas tanah tersebut, tidak dengan cara lain selain pemberian ganti kerugian.
Menurut Pasal 1 angka 3 Perpres No.36/2005 yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah setiap
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau
dengan pencabutan hak atas tanah.2
Dapat disimpulkanbahwapengadaantanahmenurutPerpresNo.36/2005 dapat dilakukanselaindengan
memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak dan
pencabutan hak atas tanah.
SedangkanmenurutPasal 1angka3PerpresNo.65/2006,yangdimaksuddenganPengadaanTanahadalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan
tanah.3
DengandemikiandapatdisimpulkanbahwapengadaantanahmenurutPerpresNo.65/2006selaindengan
memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak.
1,2,3 Harsono, Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah.
Jakarta : Penerbit Djambatan
A. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan,
kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut
terlalu umum dan tidak ada batasannya.4
Kepentinganumum adalah termasuk kepentinganbangsa dan negara serta kepentinganbersama dari
rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas
Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.5
Jenis-jenis pembangunan untuk kepentingan umum adalah sebagai berikut: 6
8. 1) Jalan umum, saluran pembuangan air;
2) Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
3) Rumah Sakit Umum dan Pusat-pusat Kesehatan Masyarakat;
4) Pelabuhan atau Bandara atau Terminal;
5) Peribadatan;
6) Pendidikan atau sekolahan;
7) Pasar Umum atau Pasar INPRES;
8) Fasilitas Pemakaman Umum;
9) Fasilitas Keselamatan Umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar;
10) Pos dan Telekomunikasi;
11) Sarana Olah Raga;
12) Stasiun Penyiaran Radio, Televisi beserta sarana pendukungnya;
13) Kantor Pemerintah;
14) Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Selanjutnyapasaltersebutdi atastelahmengalamiperubahanyaitudenganditerbitkannyaPerpresRINo.
65 Tahun 2006. Pasal 5 Perpres RI No. 65 Tahun 2006 menyebutkan pembangunan untuk kepentingan
umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,
yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah, meliputi :
a) jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, atau pun di ruang bawah
tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
b) waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;
c) pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
d) fasilitaskeselamatanumum, seperti tanggulpenanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain bencana;
e) tempat pembuangan sampah ;
f) cagar alam dan budaya;
g) pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
9. B. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Swasta
Pengadaan tanah untuk kepentingan swasta adalah kepentingan yang diperuntukkan memperoleh
keuntungan semata, sehingga peruntukan dan kemanfaatannya hanya dinikmati oleh pihak-pihak
tertentu bukan masyarakat luas. Sebagai contoh untuk perumahan elit, kawasan industri, pariwisata,
lapangangolf dan peruntukanlainnyayangbertujuanuntukmemperolehkeuntungansemata.Jadi tidak
semuaorang bisamemperolehmanfaatdari pembangunantersebut,melainkanhanyaorang-orangyang
berkepentingan saja.
4 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta :Mitra
Kebijakan Tanah Indonesia, 2004), Hal. 6
5JohnSalindeho,MasalahTanahdalamPembangunan,CetakanKedua(Jakarta:SinarGrafika,1988),Hal.
40
6 Keppres No. 55/1993
-jenis dan Bentuk Ganti Kerugian
Menurut Pasal 13 Perpres No.65/2006, bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada pemilikhak atas
tanah yang tanahnya digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum adalah:
a) Uang
b) tanah pengganti;
c) pemukiman kembali;
d) gabungandari duaataulebihbentukgantikerugiansebagaimanadimaksuddalamhuruf a,huruf b,dan
huruf c;
e) bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Dalam Pasal 6 ayat (5) Perpres No.65/2006, mengenai panitia pengadaan tanah, dinyatakan bahwa:
1) “Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota dilakukandengan bantuan
panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota.
2) Panitia pengadaan tanah propinsi daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur.
10. 3) Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah kabupaten/kota atau lebih, dilakukandengan bantuan
panitia pengadaan tanah propinsi yang dibentuk oleh Gubernur.
4) Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah propinsi atau lebih,dilakukan dengan bantuan panitia
pengadaan tanah yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan
unsurPemerintah Daerah terkait.
5) Susunankeanggotaanpanitiapengadaantanahsebagaimanadimaksudpadaayat(1),ayat(2),danayat
(3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.”
Dalam Pasal 7 Perpres No.65/2006, dinyatakan: “Panitia pengadaan tanah bertugas:
1) Mengadakan penelitiandaninventarisasi atastanah,bangunan,tanaman,dan benda-bendalainyang
ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan
2) Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau
diserahkan dan dokumen yang mendukungnya
3) Menetapkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan
4) Memberikan penjelasanatau penyuluhankepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan
tujuan pengadaan tanah tersebut
5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian
6) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah
7) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
8) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan
kepada pihak yang berkompeten.”
Dengan berlakunya Perpres No.65/2006, maka ada perbedaan dalam tata cara pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Menurut Pasal 2 Perpres No.65/2006 menyatakan bahwa:
1) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunanuntuk kepentingan umumoleh pemerintah atau
Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
2) Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati
secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
11. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut Perpres No.65/2006, bahwa khusus untuk
pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, sedangkan pengadaan tanah selain
untuk kepentinganumum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dalam hal ini
dilakukan oleh pihak swasta, maka dilaksanakan dengan jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang
disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Keberhasilanataukekacauansertapenyimpanganyangterjadi dalampelaksanaanpengadaantanahjuga
sangat bergantung pada Panitia Pengadaan Tanah. Secara garis besar, peran dan kedudukan Panitia
Pengadaan Tanah dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Namun ada perbedaan dalam
kesan independensi Panitia Pengadaan Tanah menurut Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden.
Peraturan Presiden menyebutkan bahwa musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak
atas tanah bersama Panitia, dan instansi pemerintah atau pemerintah daerah. Hal ini mengesankan
Panitia Pengadaan Tanah merupakan partisipan dalam musyawarah. Sedangkan dalam Keputusan
Presiden disebutkan bahwa musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah
bersangkutandaninstansi pemerintahyangmemerlukantanah.Hal ini mengesankanPanitiaPengadaan
Tanah lebih independen. Ke depannya Panitia Pengadaan Tanah harus berperan sebagai fasilitator yang
independen.
PeraturanPresidentidakmenjabarkanlebihlanjutbentukganti kerugiannon-fisik.Kerugianyangbersifat
non-fisikmeliputi hilangnya pekerjaan, bidang usaha, sumber penghasilan, dan sumber pendapatan lain
yang berdampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan seseorang. Ganti rugi non-fisik bersifat
komplementerterhadapganti rugi yangbersifatfisik.Ganti rugi yangbersifatadil adalahapabilakeadaan
setelah pengambilalihan paling tidak setara dengan keadaan sebelumnya, di samping itu ada jaminan
terhadapkelangsunganhidupmerekayangtergusur.PeraturanPresidenyangmengaturpengadaantanah
untuk kepentingan umum yang berlaku saat ini belum mengakomodir hal tersebut.
2. DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH
Sebelum berlakunya Keppres No.55/Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
maka landasan yuridis yang digunakan dalam pengadaan tanah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.15/1975.
12. Sebelum Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 ditetapkan, belumada definisi yang jelas tentang kepentingan
umum yang baku. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan
untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian
rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasnya.7
Kepentingan dalam arti luas diartikan sebagai “public benefit” sedangkan dalam arti sempit public use
diartikansebagai publicaccess,atauapabilapublicaccesstidakdimungkinkan,makacukup“if the entire
public could use the product of the facility”.8
Pelaksanaan pengadaan tanah dalam PMDN Nomor. 15 Tahun 1975 dalam pengadaan tanah dikenal
istilah pembebasan tanah, yang berarti melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara
pemegangataupenguasaatastanahdengancaramemberikanganti rugi.Sedangkandidalampasal 1butir
2 KeppresNomor.55 Tahun 1993 menyatakanbahwa:“pelepasanataupenyerahanhakadalahkegiatan
melepaskan hubungan hukumantara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan
memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah”.
SetelahberlakunyaKeppresNomor.55Tahun 1993 istilahtersebutberubahmenjadi pelepasanhakatau
penyerahanhakatastanah.Olehkarenaitu,segi-segihukummateriilnyapelaksanaanpelepasanhakatau
pelepasan hak atas tanah pada dasarnya sama dengan pembebasan tanah yaitu Hukum Perdata.
Denganperkataanlainbahwakeabsahanatauketidakabsahanpelepasanataupenyerahanhakatastanah
sebagai cara pengadaan tanah ditentukan ada tidaknya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang
berarti sah tidaknya perbuatan hukum yang bersangkutan, berlaku antara lain syarat sahnya perjanjian
yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
PerbedaannyayaitupembebasantanahpadaumumnyaberdasarkanpadaPMDN Nomor.15Tahun 1975,
sedangkanpelepasanataupenyerahanhak-hakatastanahberdasarkanKeppresNomor. 55 Tahun 1993.
Secara hukumkedudukuanKeppresNomor. 55 Tahun 1993 sama dengan PMDN Nomor. 15 Tahun 1975,
yaitu sebagai peraturan dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang
didalamnyamengaturmengenai ketentuan-ketentuanmengenai tatacara untukmemperolehtanahdan
pejabat yang berwenang dalam hal tersebut.
Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu PMDN
Nomor. 15 Tahun 1975 yang memiliki kekurangan atau kelemahan khususnya hal-hal yang mengenai
pihak-pihakyangbolehmelakukanpembebasantanah,dasarperhitungangantirugi yangdidasarkanpada
harga dasar, tidak adanya penyelesaian akhir apabila terjadi sengketa dalam pembebasan tanah,
khususnya mengenai tidak tercapainya kesepakatan tentang pemberian ganti rugi.
Oleh sebab itu kedudukan Keppres Nomor. 55 Tahun 1993 sama dengan PMDN Nomor. 15 Tahun 1975
sebagai dasar hukum formal dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang pada waktu
berlakunya PMDN No. 15/1975 disebut pembebasan tanah. Namun seiring berjalannya waktu Keppres
No. 55/1993 kemudian digantikan dengan Peraturan baru dengan tujuan mencari jalan untuk
meminimalisir potensi konflik yang mungkin timbul dalam implementasi pengadaan tanah menurut
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan umum.
13. Perbedaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.15/1975, Keppres Nomor. 55 Tahun 1993, dengan
Perpres No. 36/2005
a) DalamPMDN No.15/1975 tidakdikenal adanyaistilahpengadaantanahmelainkanpembebasantanah.
Menurut pasal 1 ayat (1) PMDN No. 15/1975 yang dimaksud pembebasan tanah adalah melepaskan
hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara
memberikangantirugi.PMDN No.15/1975 jugamengaturpelaksanaanatautatacarapembebasantanah
untuk kepentingan pemerintah dan pembebasan tanah untuk kepentingan swasta. Untuk pembebasan
tanahbagi kepentinganpemerintahdibentukpanitiapembebasantanahsebagaimanadiaturdalampasal
2 PMDN No. 15/1975 untuk kepentingan swasta tidak dibentuk panitia khusus pemerintah hanya
mengawasi pelaksanaan pembebasan tanah tersebut antara para pihak yaitu pihak yang membutuhkan
tanah dengan pihak yang mempunyai tanah.
b) Dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres No. 55/1993 menyatakan bahwa cara pengadaan tanah ada 2
(dua) macam, yaitu pertama pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan kedua jual beli, tukar
menukardancara lainyang disepakati olehparapihakyangbersangkutan.Keduacaratersebuttermasuk
kategori pengadaan tanah secara sukarela. Untuk cara yang pertama dilakukan untuk pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum sebagaimana yang diatur
dalamKeppresNo.55/1993, sedangkancara keduadilakukanuntukpengadaantanahyangdilaksanakan
selain bagi kepentingan umum. Menurut pasal 6 ayat (1) Keppres No. 55/1993, menyatakan bahwa :
“pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Yang
dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa “panitia
pengadaan tanah” dibentuk disetiap Kabupaten atau Kotamadya Tingkat II”.
c) DenganberlakunyaPerpresNo.36/2005 adasedikitperbedaandalamtatacarapengadaantanahuntuk
kepentinganumum, meskipunpada dasarnya sama dengan KeppresNo. 55/1993. Menurut pasal 2 ayat
(1) Perpres No. 36/2005 menyatakan bahwa :
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingann umum oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau
pencabutan hak atas tanah.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa :
Pengadaantanahselainbagi pelaksanaanpembangunanuntukkepentinganumumolehpemerintahatau
pemerintahdaerahdilakukandengancarajual beli,tukarmenukar,atau cara lainyang disepakati secara
sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut Perpres No. 36/2005 bahwa khusus untuk
pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pemerintah
daerah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau pencabutan hak atas
14. tanah.Sedangkanpengadaantanahselainuntukkepentinganumumyangdilaksanakanolehpemerintah
ataupunpemerintahdaerah,dalamhal inidilaksanakanolehpihakswastamakadilaksanakandenganjual
beli, tukar-menukar atau dengan cara lain yang disepakati secara sukarela dengan pihak-pihak yang
bersangkutan.
Hal ini berbedadenganketentuanyangsebelumnyayangtidakmembedakansecarategasmengenaitata
cara pengadaan tanah baik untuk kepentingan umum, maupun bukan kepentingan umum yang
dilaksanakanolehpemerintahataupunpihakswastasehinggadalamketentuanini mempeerjelasaturan
pelaksaan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum maupun swasta.
7Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta : Mitra
Kebijakan Tanah Indonesia, 2004), Hlm. 6.
8Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Prespektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, (Jakarta: Kompas,
2008), hlm.200.
Kekhawatiran masyarakat atas pelaksanaan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 adalah akan terjadinya
pengambilalihan tanah masyarakat atas nama kepentingan umum tetapi penggunaannya untuk kegitan
yang berorientasi pada bisnis dan keuntungan pebisnis. Padahal tanah rakyat dibebaskan dengan
pembayaran ganti yang rendah, sehingga mengecewakan masyarakat.Praktik-praktik seperti ini banyak
terjadi di masa-masayang lalu,“meskipuntelahada KeppresNo 55 tahun1993 yang membatasi bahwa
pembangunan kepentingan umum yang dimaksud adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan
selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untukmencari keuntungan. Apalagi Perpres yang
baru tidakada pembatasanseperti ini,sehinggadikhawatirkanpembebasantanahsecarasemena-mena
dapat dilakukan kendati untuk kegiatan pembangunan yang bersifat mencari keuntungan”.
Atas desakandari DPR dan masyarakatmengenai kontroversi PerpresNo.36Tahun 2005 maka presiden
pada tanggal 5 Juni 2006 mengeluarkan Peraturan presiden nomor 65 tahun 2006 Peraturan Presiden
Perubahan atas Perpres No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum .beberapa pasal di rubah adalah penghapusan kata “pencabutan hak atas
tanah” dalam Pasal 1 Angka 3, Pasal 2, dan Pasal 3 karena meluruskan kerancuan antara konsep
penyerahan atau pelepasan hak atas tanah dengan pencabutan hak atas tanah. Serta perubahan
ketentuan pasal 5 yang menjelaskantentang kriteria kegiatan yang dapat di katakan dari kepentingan
umum sehingga ketentuan obyek kepentingan umum menurut pasal 5 meliputi :
1. Jalan umum dan jalan tol, Rel Kereta Api (di atas tanah, diruang atas tanah, ataupun di ruang bawah
tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitas
2. Waduk, Bendungan, Bendungan irigasi dan bangunanpengairan lainnya;
3. Pelabuhan, Bandar udara, Stasiun Kereta Api, dan Terminal;
4. Fasilitaskeselamatanumum,sepertitanggulpenanggulanganbahayabanjir,lahar,danlain-lainbencana;
5. Tempat pembuangan sampah;
15. 6. Cagar alam dan cagar budaya;
7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
PerpresNomor65 Tahun 2006 ini sebagai suatuperaturan yangrelatif baru,maka perlusekali dilakukan
penelitian,sejauh mana perpres tersebut dilaksanakan dalam praktek .proses pelaksanaan pengadaan
tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum.
Sebagai ketentuan pelaksana Perpres pengadaantanah ini, maka pada tanggal 21 Mei 2007 diterbitkan
PeraturanKepalaBadanPertanahanNasional (Ka.BPN) No.3Tahun2007,tentangKetentuanPelaksanaan
PeraturanPresidenNo.36Tahun 2005 tentangPengadaanTanahBagi PelaksanaanPembangunanUntuk
Kepentingan Umum sebagai telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 65 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
3. POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 55 tahun 1993, beberapa pokok kebijakan
dalam pengadaan tanah, adalah sebagai berikut :
1. Pengadaan tanah oleh pemerintah dilakasanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah.
2. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan hak atas
tanah.
3. Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah dapat dilakukan apabila penetapan rencana
pembangunan tersebut sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) yang telah disetujui atau
ditetapkan, bagi daerah yang belum menetapkan RUTR, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan
perencanaan ruang wilayah atau kota yang ada.
4. PERBEDAAN ANTARA PEMBEBASAN HAK DAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
Pembebasanhakatastanah dan pencabutanhak atas tanah merupakan2 (dua) cara untukmemperoleh
tanah hak,dimanayang membutuhkantanahtidakmemenuhisyaratsebagai pemegang hak atas tanah.
Pembebasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah
dengantanah yang dikuasainya,denganmemberikanganti rugi atas dasar musyawarah.Semuahak atas
tanah dapat diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyerahan sukarela ini yang disebut dengan
melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 UUPA, yang menyatakan bahwa: “Hak milik
hapus bila:
16. a. tanahnya jatuh kepada Negara:
1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. karena diterlantarkan
4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2
b. tanahnya musnah.”
Acara pelepasan hak atas tanah dapat digunakan untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan
pembangunan baik untuk kepentinganumum maupun untuk kepentinganswasta. Pencabutan hak atas
tanah menurutUUPA adalahpengambilalihantanahkepunyaansesuatupihakolehNegarasecarapaksa,
yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu
pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum.9
Dengan demikian,pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk memperolehtanah hak
yangdiperlukanbagi pembangunanuntukkepentinganumumsetelahberbagaicaramelaluimusyawarah
tidakberhasil.Dasarhukumpengaturanpencabutan hakatastanahdiaturolehUUPA dalamPasal 18yang
menyatakan bahwa: ”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentinganbersamadari rakyat,hak-hakatastanahdapatdicabut,denganmemberi ganti kerugianyang
layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang” “Undang-undang” yang dimaksud dalam
Pasal 18 tersebut adalah UU No. 20/1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang
Ada Di Atasnya, dengan peraturan pelaksanaan yaitu PP No. 39/1973 tentang Acara Penetapan Ganti
KerugianOlehPengadilanTinggiSehubunganDenganPencabutanHakAtasTanahDanBenda-BendaYang
Ada Di Atasnya, dan Inpres No. 9/1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak Atas Tanah Dan
Benda-BendaYangAdaDi Atasnya.KetentuanPasal 18 ini merupakanpelaksanaandari asasdalamPasal
6 UUPA yaitu bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
9 Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), Hal. 38
17. BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pengaturan hukum tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia telah mengalami
proses perkembangan sejak unifikasi Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Pengadaan
tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah yang diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975. Namun dalam praktiknya ketentuanini banyak
menimbulkanmasalahsehinggatidakdapatberjalandenganefektif.Kemudianpemerintahmengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, sebagaimana dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun2005 mengenai pelepasanataupenyerahanhakatastanah,yangkemudiandirevisi olehPeraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Berbagai masalah yang terdapat dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentinganumum
telah coba diminimalisir melalui peraturan-peraturan tersebut. Meskipun telah diadakan perubahan-
perubahan untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat,namuntetapsajaadabeberapapermasalahanyuridisdalamperaturanperundang-undangan
tersebutyangluputdari perhatianpenyusunperaturanperundang-undangan,yaitumeliputiaspekyuridis
formal dan aspek yuridis materiil.
2. SARAN
Pengadaan tanah untuk kepentinganumum dengan mengambil tanah milik masyarakat umum sangat
berkaitan erat dengan masalah Hak Asasi Manusia, maka seharusnya pengaturannya segera dimuat di
dalam Undang-Undang.
18. DAFTAR PUSTAKA
Soimin, Sudaryo. 1994. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta:Sinar Grafika
Abdurrahman. 1980. Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria. Bandung:Penerbit Alumni