Bab ii perhitungan dalam epidemiologi (part 2)NajMah Usman
Prevalensi adalah proporsi orang yang berpenyakit dari suatu populasi pada satu titik waktu atau periode waktu. Prevalensi juga dapat menunjukkanmasalah kesehatan lainnya atau kondisi tertentu misalnya prevalensi perilaku merokok. Prevalensi dapat dirumuskan sebagai berikut (2, 6, 8):
Prevalensi terbagi menjadi 2 jenis yaitu prevalens titik (point prevalence) dan prevalens periodik (periodic prevalance). Prevalens titik adalah Prevalensi yang menunjukkan proporsi individu yang sakit pada satu titik waktu tertentu. Sedangkan prevalens periodik adalah prevalens yang memuat prevalensi titik dan juga kasus baru (insidensi).
Prevalensi titik menggambarkan jumlah kasus (individu yang sakit) dibandingkan dengan populasi berisiko pada satu titik waktu tertentu(5, 8).
Misalnya hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, menunjukkan prevalensi penderita hipertensi usia 18 sampai dengan 24 tahun berdasarkan hasil pengukuran pada riset ini adalah 12,2(9). Dari contoh ini terlihat bahwa numerator prevalensi titik adalah orang yang menderita hipertensi pada saat riset ini dilakukan. Titik waktu tidak hanya terbatas pada waktu berdasarkan kalender yang sama tetapi dapat juga berdasarkan peristiwa yang penting.Misalnya waktu hamil anak terakhir, saat diimunisasi, dan lain sebagainya.
Contoh prevalensi periode adalah prevalensi periode penyakit TB Paru yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada kelompok masyarakat yang tinggal di pedesaan pada tahun 2010 adalah 0,75 %(10). Numerator pada contoh ini merupakan orang yang sakit TB Paru selama tahun 2010 baik kasus lama maupun kasus baru.
Insidensi menunjukkan kasus baru yang ada dalam populasi. Insidensi juga merupakan kejadian (kasus) yang baru saja memasuki fase klinik dalam riwayat alamiah penyakit. Insiden juga terbagi menjadi dua yaitu indensi kumulatif dan laju insidensi. Adapun rumus insiden adalah jumlah kejadian baru dibagi jumlah populasi berisiko dikali 1000.
Najmah, 2015, Epidemiologi untuk mahasiswa kesehatan masyarakat. Penerbit: Raja Grafindo Jakarta
Bab ii perhitungan dalam epidemiologi (part 2)NajMah Usman
Prevalensi adalah proporsi orang yang berpenyakit dari suatu populasi pada satu titik waktu atau periode waktu. Prevalensi juga dapat menunjukkanmasalah kesehatan lainnya atau kondisi tertentu misalnya prevalensi perilaku merokok. Prevalensi dapat dirumuskan sebagai berikut (2, 6, 8):
Prevalensi terbagi menjadi 2 jenis yaitu prevalens titik (point prevalence) dan prevalens periodik (periodic prevalance). Prevalens titik adalah Prevalensi yang menunjukkan proporsi individu yang sakit pada satu titik waktu tertentu. Sedangkan prevalens periodik adalah prevalens yang memuat prevalensi titik dan juga kasus baru (insidensi).
Prevalensi titik menggambarkan jumlah kasus (individu yang sakit) dibandingkan dengan populasi berisiko pada satu titik waktu tertentu(5, 8).
Misalnya hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, menunjukkan prevalensi penderita hipertensi usia 18 sampai dengan 24 tahun berdasarkan hasil pengukuran pada riset ini adalah 12,2(9). Dari contoh ini terlihat bahwa numerator prevalensi titik adalah orang yang menderita hipertensi pada saat riset ini dilakukan. Titik waktu tidak hanya terbatas pada waktu berdasarkan kalender yang sama tetapi dapat juga berdasarkan peristiwa yang penting.Misalnya waktu hamil anak terakhir, saat diimunisasi, dan lain sebagainya.
Contoh prevalensi periode adalah prevalensi periode penyakit TB Paru yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada kelompok masyarakat yang tinggal di pedesaan pada tahun 2010 adalah 0,75 %(10). Numerator pada contoh ini merupakan orang yang sakit TB Paru selama tahun 2010 baik kasus lama maupun kasus baru.
Insidensi menunjukkan kasus baru yang ada dalam populasi. Insidensi juga merupakan kejadian (kasus) yang baru saja memasuki fase klinik dalam riwayat alamiah penyakit. Insiden juga terbagi menjadi dua yaitu indensi kumulatif dan laju insidensi. Adapun rumus insiden adalah jumlah kejadian baru dibagi jumlah populasi berisiko dikali 1000.
Najmah, 2015, Epidemiologi untuk mahasiswa kesehatan masyarakat. Penerbit: Raja Grafindo Jakarta
Pendekatan Transdisiplin dan Tantangan Kepemimpinan Veteriner - KIVNAS ke-12, PDHI, Yogyakarta, 10-13 Oktober 2012
1. Pendekatan Transdisiplin dan Tantangan
Kepemimpinan Kedokteran Hewan
Tri Satya Putri Naipospos
Centre for Indonesian Veterinary Analytical Studies
2. Transdisciplinary Approach and
Veterinary Leadership Challenges
Dipresentasikan pada:
Konferensi IlmiahVeteriner Nasional (KIVNAS) ke-12
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI)
10-13 Oktober 2012
di Hotel Saphir,Yogyakarta, INDONESIA
Tema: "Kepemimpinan Kedokteran Hewan MenghadapiTantangan Penyakit
Menular Baru Mewujudkan Kesehatan Dunia (Securing One Health through
Veterinary Leadership in Controlling Emerging Infectious Diseases)".
3. Pembelajaran dari krisis ‘flu burung’
Suatu pengalaman baru yang mengajarkan kita bahwa penanganan
permasalahan ‘flu burung’ harus dilakukan secara multisektoral dan seringkali
ruang lingkupnya berada di luar kesehatan hewan itu sendiri
Sumber: Sims L.D., 2007
Sumber: Kobayashi, 2007
4. Emerging Infectious Diseases (EID)
Kemunculan EID atau zoonosis (emerging
zoonosis) adalah fenomena global, oleh karenanya
paling tidak harus dipahami dalam konteks global
ataupun dikelola dengan strategi global
5. Fakta: Perubahan lokal dan global
Pertumbuhan populasi manusia yang eksplosif dan perubahan
lingkungan telah menghasilkan kenaikan jumlah orang yang hidup
berkontak dekat dengan hewan-hewan domestik dan satwa liar
Kenaikan kontak dekat tersebut bersamaan dengan perubahan
pemanfaatan tanah dan air, termasuk penggembalaan ternak,
produksi palawija, deforestasi dan reforestasi, pembangunan
bendungan dan irigasi, pertambangan dan sebagainya telah
merubah keseimbangan ekologik yang inheren antara patogen dan
hospes manusia dan hewan
Perubahan iklim dan ekosistem dan perluasan kontak manusia
dengan satwa liar telah menghasilkan peningkatan pendedahan
baik terhadap penyakit-penyakit baru yang ditularkan lewat
vektor maupun yang disebabkan oleh patogen
7. Fakta: Penyakit muncul baru
Setiap hari ribuan anak-anak dan dewasa meninggal
karena penyakit tidak terdiagnosa yang muncul dari
keterkaitan manusia–hewan–lingkungan, terutama
penyakit-penyakit diarrhea dan pernafasan di negara-
negara berkembang [1,2]
Sumber:
1. World Health Organization (2009) Data and statistics: Causes of death. Geneva:World Health Organization,Available:
http://www.who.int/research/en/.Accessed 24 April 2009.
2. World Health Organization (2006) The control of neglected zoonotic diseases:A route to poverty alleviation. Report
of a jointWHO/DFID-AHP meeting, 20 and 21 September 2005,WHO Headquarters, Geneva, with the participation
of FAO and OIE.
8. Fakta: Penyakit zoonotik baru muncul
Patogen zoonotik telah menyebabkan lebih dari 65% kejadian-
kejadian penyakit menular baru muncul (emerging infectious
disease events) dalam enam dekade lalu
Penyakit-penyakit zoonotik seringkali baru (novel) dan
masyarakat tidak siap secara medis sebelum datangnya ancaman
Contohnya dalam kasus:
HIV/AIDS
Variant Creutzfeldt-Jakob Disease (bentuk pada manusia dari “penyakit
sapi gila/Bovine Spongiform Encephalopathy”)
Virus Nipah
SARS
Highly pathogenic avian influenza H5N1(HPAI H5N1) – yang masih
merupakan ancaman sampai saat ini
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemunculan EID
Sumber: Cutler SJ, Fooks AR, van der Poel WHM. Public health threat of new, reemerging, and neglected
zoonoses in the industrialized world. Emerg Infect Dis [serial on the Internet]. 2010 Jan [date cited].
10. Matriks dan interaksi antara faktor-faktor pendorong dengan
patogen yang berkontribusi terhadap kemunculan zoonosis
baru dan yang muncul kembali
Faktor “manusia”, “hewan” dan
“lingkungan”
Faktor “keterkaitan manusia-
hewan”,“keterkaitan manusia-
lingkungan” dan “keterkaitan
hewan-lingkungan”
• perilaku dan gaya hidup, mobilitas,
kondisi kehidupan ekonomi dan
teknologi, skala populasi manusia
dan kepadatan habitat
• keragaman geografis, perdagangan
legal dan ilegal hewan domestik dan
satwa liar, biodiversitas,
keseimbangan predator/pemangsa
hewan lain, habitat dan kesehatan
hewan
• tanah dan vegetasi, cuaca dan
musim, perubahan iklim jangka
panjang,kondisi lokal seperti
ketinggian tempat, temperatur,
kelembaban yang mempengaruhi
populasi hewan dan vektor
11. Zoonosis Organisme Modus penularan Contoh faktor-faktor yang berkontribusi
vCJD Prion Mengkonsumsi daging
yang terkontaminasi
Praktek-praktek ‘rendering’dan pemberian pakan; insentif dan
kepentingan ekonomi
E. coli O157 Bakteri Mengkonsumsi makanan
atau air terkontaminasi
Industri produksi pangan hewani; jaringan distribusi makanan
HIV/AIDS Virus Orang-ke-orang (seksual,
transfusi/suntikan)
Kontak dengan primata (daging satwa liar); praktek-praktek
seksual; stigma sosial; perjalanan dan migrasi pekerja;
praktek-praktek penggunaan suntikan intravena
Monkeypox Virus Kontak hewan-orang Perdagangan internasional satwa liar (anjing padang rumput)
SARS Virus Orang-ke-orang Budidaya satwa liar (kucing musang) untuk dikonsumsi;
keterkaitan kelelawar-kucing musang; perjalanan internasional
Schistosomiasis Parasit Melalui air yang
mengandung larva
Pertanian; bendungan; perubahan ekosistem air,
deforestasi/reforestasi; banjir/ kekeringan
Hantavirus Virus Kontak dgn sekresi/
ekskresi tikus terinfeksi
Perubahan ekologik atau lingkungan meningkatkan kontak
dengan hospes rodensia
Nipah virus Virus Lewat kelelawar-ke-babi-
ke-orang
Gangguan habitat, perubahan iklim, ekspansi industri
pertanian
Rift valley fever Virus Lewat vektor Bendungan dan irigasi; pengalihan aliran air; banjir yang
diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi
HPAI H5N1 Virus Kontak dengan unggas
terinfeksi
Pertumbuhan industri unggas, sistem itik berpindah, pasar
unggas hidup, migrasi burung liar, kontak antara unggas
domestik dan unggas liar
Japanese
encephalitis
Virus Lewat vektor Kenaikan populasi manusia, kenaikan sawah irigasi dan
peternakan babi
Ebola Virus Lewat vektor (primata) Konsumsi daging satwa liar, praktek khusus yang mengarah
ke penularan orang-ke-orang
West Nile Virus Lewat vektor Perubahan iklim, perdagangan ilegal satwa liar, adaptasi
spesies vektor terhadap area baru, perjalanan udara
12.
13. Pendekatan transdisiplin
Pendekatan transdisiplin
melibatkan lebih dari satu
subyek area dan bertumpu
pada konsep/pemahaman atau
proses-proses yang disepakati
bersama
Studi transdisiplin sifatnya
transeden (melampaui satu
kurikulum tertentu) dan fokus
kepada pembelajaran autentik,
perspektif baru, isu kekinian
dalam konteks multidisiplin
14. Pendekatan transdisiplin - One health
dan Ecohealth
One Health = pendekatan yang fokus pada integrasi antara
kedokteran manusia, kedokteran hewan dan sains lingkungan
EcoHealth = pendekatan sistemik, transdisiplin dan partisipatif untuk
memahami dan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan manusia
dalam konteks interaksi sosio-ekonomi dan ekologik
15. Pengaruh lokal dan global terhadap kesehatan, termasuk ketergantungan
orang, hewan, tumbuhan dan lingkungan, dan keterkaitannya dengan
ketersediaan, keamanan dan ketahanan pangan dan air
Lingkungan
Tanaman Kesehatan Hewan
Suplai pangan
dan nutrisi
Keamanan air
dan sanitasi
Mazet JAK, Clifford DL, Coppolillo PB, Deolalikar AB, et al. (2009) A “One Health” Approach to Address Emerging
Zoonoses:The HALI Project in Tanzania. PLoS Med 6(12): e1000190. doi:10.1371/journal.pmed.100019
16. “Hotspots” penyakit zoonotik dan
‘Reference Laboratories’ menurut lokasi
Lokasi-lokasi “hotspot” dalam warna merah dan oranye. Kapasitas diagnostik untuk
penyakit-penyakit zoonotik yang tersedia saat ini ternyata tidak berkorelasi dengan
wilayah-wilayah yang paling membutuhkan (hotspots)
17.
18. Profesi dokter hewan
DOKTER HEWAN sesuai sumpahnya harus memastikan bahwa
kebutuhan pasien, klien dan masyarakat yang dilayaninya dapat
terpenuhi dengan tingkat memuaskan yang tinggi
Dalam dunia profesi dan industri yang semakin kompleks, kita harus
sadar bahwa kita tidak dapat mencapai hal itu secara individual
Tingkat kepuasan publik harus didukung dan dimanifestasikan oleh
para DOKTER HEWAN secara bersama
Untuk itu diperlukan suatu keahlian kepemimpinan yang bisa
memotivasi dan menginspirasi para DOKTER HEWAN untuk bisa
mencapai tujuan bersama tersebut
KEPEMIMPINAN KEDOKTERAN HEWAN dengan
PENDEKATANTRANSDISIPLIN!!!
19. Kolaborasi Global
Negara: Kementerian Kesehatan, Pertanian, Kehutanan,Perikanan dan
Kelautan,Lingkungan Hidup, Keuangan, Pendidikan, Perhubungan, Dalam
Negeri dan lainnya
Sektor swasta: Kelembagaan/organisasi yang menangani sistem pangan,
kesehatan, kesehatan hewan, lingkungan
Akademia: Universitas yang memiliki pendidikan terkait kesehatan hewan,
pertanian,kesehatan, kesehatan masyarakat, paramedis dan lainnya
Lembaga Swadaya Masyarakat: Kepemimpinan dan partisipasi
masyarakat
Organisasi donor: USAID, EU, CIDA, DFID,AusAID, JICA, GTZ, DANIDA
dan lainnya
Organisasi internasional: WHO, OIE, FAO, UNICEF
Tidak ada satu organisasi-pun yang
dapat melakukannya sendirian!!!
20. Pembangunan karakter melalui
kepemimpinan KEDOKTERAN HEWAN
Pembangunan jiwa kepemimpinan DOKTER HEWAN untuk
berkontribusi dalam memelihara dan mempromosikan
kesehatan masyarakat global untuk hewan dan manusia
Peningkatan ketrampilan dalam memimpin dan terlibat dalam
isu-isu global penting yang mempengaruhi hewan dan manusia,
seperti: zoonosis, ketahanan pangan, kesiapsiagaan bencana,
kemiskinan dan lain sebagainya
Kemampuan dokter hewan untuk mempelajari, memahami dan
mengaplikasikan berbagai perangkat keilmuan yang dimilikinya
serta mempengaruhi kebijakan publik untuk memperluas
implikasi profesi bagi kesejahteraan hewan dan masyarakat
21. Prioritas tinggi
Teknis: Bangun strategi surveilans dan respon
Ekonomi: Bangun strategi pendanaan yang
berkelanjutan
Politik: Ciptakan suatu badan koordinasi
untuk surveilans dan respon penyakit zoonosis
yang efektif dan efisien (KOMITE ZOONOSIS??)
22. Prioritas teknis
Penetapan tujuan, disain, perangkat dan penggunaan
data surveilans lintas sektor
Peningkatan pemanfaatan teknologi informasi
Penguatan jejaring laboratorium
Pembangunan kapasitas sumberdaya manusia
Manusia–Hewan
Keilmuan di bidang klinik,epidemiologi laboratorium, sosial dan
lainnya
Pembentukan Komisi Ahli yang menetapkan panel
faktor-faktor pemicu penyakit zoonosis yang
bersumber dari penelitian, studi atau survei
23. Prioritas Ekonomi
Ciptakan kerangka audit dan peringkat untuk sistem
surveilans dan respon yang terintegrasi dan ‘real time’
Penguatan insentif dan transparansi untuk pelaporan
di tingkat lokal, provinsi dan nasional
24. Prioritas Politik
Pererat keterlibatan seluruh “stakeholders”
Perbaiki strategi pemerintah melalui
implementasi cara-cara pemerintahan yang baik
(good veterinary governance) – OIE Performance
Veterinary Service PVS
Mitigasi ancaman penyakit yang berasal dari
perdagangan dan satwa liar
25. Pembangunan kapasitas SDM
Pemerintah harus memimpin dalam upaya
mengembangkan program-program pendidikan dan
training inter-disiplin/transdisiplin baru yang
mengintegrasikan kesehatan dan kesehatan hewan dan
bidang-bidang terkait lainnya
Program-program training nasional dan regional di bidang
epidemiologi, diagnosis klinik dan laboratorium harus
ditingkatkan dengan cara
Menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara hal-hal yang
menjadi kepedulian kesehatan dan kesehatan hewan
Menginkorporasi dan mengkoneksi kontribusi para profesional
(laboratorium, sosiologis, ekologis, ahli konservasi dan lainnya)
27. Tantangan kepemimpinan
KEDOKTERAN HEWAN (1)
Mampu membuat keputusan dalam atmosfir yang dipenuhi
tekanan waktu, ketidakpastian, dan konflik pendapat ahli
Mampu membuat keputusan kepemimpinan dalam situasi krisis
Memiliki pemikiran kritis dengan fokus kepada reformasi isu-
isu sehingga masalah sebenarnya dapat diatasi, menyusun pola-
pola sistematik dari kejadian-kejadian yang tidak teratur
(random) dan mengidentifikasi risiko yang dapat diterima
dengan keputusan alternatif
Mampu menyatukan informasi relevan untuk mengatasi isu-isu
yang diajukan stakeholders dengan memperhatikan dampak
keputusan terhadap organisasi/institusi, serta mentransformasi
pembuatan keputusan menjadi aksi dan implementasi
28. Tantangan kepemimpinan
KEDOKTERAN HEWAN (2)
Mampu membuat keputusan dan mengadvokasi
pendekatan yang berbasis ilmiah dan kejadian (science and
evidence-based)
Mampu menghargai perilaku manusia, mengindahkan dan
memperhitungkan kepekaan orang dan organisasi
terhadap bias keputusan yang telah dibuat
29. Aliansi yang kuat antar “STAKEHOLDERS”
Industri – produsen ternak, peternak, integrator,
importir ternak/daging, prosesor daging/susu, pabrik
pakan, perusahaan obat hewan
Asosiasi Profesional – PDHI, seluruh organnisasi non-
territorial dibawah PDHI (ADHPHKI, ASKESMAVETI,
ADHPI, AEVI dan lainnya)
Asosiasi komoditi – ASOHI, ASPIDI, PPSKI, MPI, HPDKI
dan lain-lain
Lembaga non-pemerintah – organisasi penyayang
binatang, organisasi kesejahteraan hewan, organisasi
hewan kesayangan
Akademia – 10 Universitas yang memiliki FKH/program studi
30. Ringkasan (1)
Tuntutan dan kebutuhan pembangunan di semua bidang
khususnya bidang pertanian yang selalu berubah akan
terus berdampak terhadap sumberdaya dan program-
program kesehatan hewan
Tantangan kesehatan domestik dan global seperti
zoonosis baru muncul dan isu-isu yang muncul pada
keterkaitan hewan-manusia-lingkungan mendorong
perlunya pendekatan transdisiplin
Inisiatif pendekatan transdisiplin “One Health” dan
“Ecohealth” harus menjadi daya tarik signifikan bagi
pemerintah (dipimpin oleh Komite Zoonosis), organisasi
sektor swasta, akademia dan internasional
31. Ringkasan (2)
Pendekatan transdisiplin “One Health” dan
“Ecohealth” secara proaktif melibatkan berbagai
sektor yang berdampak terhadap kesehatan
Pendekatan transdisiplin harus diekspos kepada
seluruh personil DOKTER HEWAN yang terlibat
dengan memberikan ketrampilan yang diperlukan
untuk bisa bekerjasama dengan sektor-sektor lain
Ketrampilan tersebut akan menjadi landasan bagi
kepemimpinan KEDOKTERAN HEWAN dalam
upaya menanggulangi tantangan-tantangan yang
dihadapi dalam implementasi kolaborasi multisektoral
32. Reluctance by our profesion to take a more
active leadership and/or supportive role will
result in lost opportunities and critical gaps that
will be filled by other disciplines/groups –
resulting in outcomes we may not agree with…
APHIS – USDA (2011)