SlideShare a Scribd company logo
1 of 161
1
BAB I
MEKANIKA GELOMBANG
1.1 Fisika Klasik
Fisika yang berkembang sampai akhir abad 19 dikenal sebagai fisika
klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian
dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung didalam ruangan. Istilah
terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas
antara materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Sedangkan
medan elektromagnetik dicirikan oleh kualitas medan dari gelombang yang
menyebar didalam ruang. Medan tersebar didalam ruang bagai kabut dengan
ketebalan yang berbeda dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap.
Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang Common sebse dan deterministik.
1.1.1 Mekanika Sistem Partikel
Perhatikan partikel bermassa m yang pada saat t berada pada
posisi ๐‘Ÿโƒ— = ๐‘Ÿโƒ—โƒ—โƒ— (t), mempunyai kecepatan ๐‘ฃโƒ— = ๐‘Ÿโƒ—ฬ‡(t) dan mengalami gaya ๐นโƒ—โƒ—โƒ—โƒ—.
secara klasik partikel ini terikat oleh hukum Newton :
๐นโƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = m๐‘Ÿโƒ—ฬˆ(t) (1.1)
Dan akan bergerak dengan lintasan tertentu (definite path). Karena itu,
jika posisi, kecepatan, dan gaya saat ini diketahuo maka keadaan
masalalu partikel dapat diketahui secara pasti, demikian pula keadaan
masa depannya. Inilah yang dimaksud dengan sifat deterministik fisika
klasik. Sifast ini secara grafik dapat dilukiskan sebagai berikut :
2
Gambar. 1.1 Lintasan Klasik suatu Partikel
Dapat dikatakan, keadaan sistem partikel pada suatu saat t
direpresentasikan oleh nilai sesaat dari posisi ๐‘Ÿโƒ—(t) dan kecepatan๐‘Ÿโƒ—ฬ‡(t).
Fenomena yang ada di dalam sistem parikel (mekanika klasik) adalah
fenomena tumbukan antara beberapa partikel yang memungkinkan
terjadinya transfer momentum dan energi.
1.1.2 Medan Elektromagnetik
Penemuan fenomena interferensi dan polarisasi cahaya di awal
abad kesembilan belas meyakinkan bahwa cahaya merupakan gelombang.
Sifat gelombang dari cahaya diidentifikasi beberapa dasawarda kemudian
sesuai perumusan Maxwell tentang teori medan elektromagnetik. Dengan
demikian, cahaya sebagai gelombang elektromagnetik sebagai salah satu
manifestasi dari fenomena elektromagnetisme yang terumuskan dalam
persamaan Maxwell :
โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ—. ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œŒโƒ—t
โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ—. ๐ตโƒ—โƒ— = 0
โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ— ๐‘ฅ ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = โˆ’
๐œ•๐ตโƒ—โƒ—
๐œ•๐‘ก
โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ— ๐‘ฅ ๐ตโƒ—โƒ— = ๐ฝโƒ— +
๐œ• ๐ทโƒ—โƒ—โƒ—
๐œ•๐‘ก
(1.2)
3
Dengan ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œ€๐ธโƒ—โƒ— dan ๐ปโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œ‡๐ตโƒ—โƒ— yang mana ๐ธโƒ—โƒ— dan ๐ตโƒ—โƒ— adalah medan
listrik dan medan induksi magnetik, ๐œ€ dan ๐œ‡ adalah permitivitas dan
permeabilitas bahan, sedangkan ๐œŒ dan J merupakan distribusi muatan
listrik dan distribusi arus listrik dalam bahan. Sampai menjelang abad ke
dua puluh, kedua teori tersebut ditambah thermodinamika dipandang
sebagai teori puncak (Ultimate Theory) yang mampu menjelaskan semua
fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori tersebut telah memicu
timbulnya teori industri.
1.2 Krisis Fisika Klasik Dan Solusinya
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tapi
sayanh, beberapa fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas
berikut ini tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika klasik. Karenanya, orang
mengatakan bahwa fisika klasik mengalami krisis!
1.2.1 Radiasi Benda Hitam
Jika suatu benda dipanaskan ia akan meradiasi. Hasil eksperimen
yang menarik adalah sifat distribusi energi atau spektrum energi dari
radiasi benda hitam yang bergantung pada frekuensi cahaya dan
temperatur. Benda hitam didefinisikan sebagai benda atau suatu yang
menyerap semua radiasi yang diterimanya. Hasil eksperimen tersebut
untuk temperatur benda diungkapkan oleh gambar 1.2
4
Gambar. 1.2 Distribusi energi benda hitam
Teori klasik yang dirumuskan oleh Rayleigh dan Jeans sampai
pada bentuk fungsi distribusi energi:
U(v,T)=
8๐œ‹๐‘˜๐‘‡
๐‘3 ๐‘ฃ2
(1.3)
Dengan k = 1.38x10โˆ’16
erg/0K adalah konstanta Boltzman dan c adalah
kecepatan cahaya. Jelas hasil perumusan Rayleigh dan Jeans (1.3) ini
hanya sesuai sesuai untuk frekuensi kecil dan gagal pada frekuensi tinggi.
Kegagalan atau penyimpangan teori Rayleigh dan Jeans pada frekuensi
besar ini dikenal sebagai bencana Ultraungu(Ultraviolet catasthrope).
Grafik distribusi energi dari rumus Rayleigh dan Jeans (1.3) diberikan oleh
gambar 1.3. Garis penuh adalah prediksi Rayleigh dan Jeans sedangkan
garis putus adalah hasil eksperimen.
Gambar. 1.3 Distribusi energi radiasi klasik
Untuk mengatasi kesulitan analisa klasik, digunakan fakta bahwa
gelombang elektromagnetik yang merupakan radiasi di dalam rongga
(cavity with a small aperture-sebagai radiasi praktis konsep benda hitam)
dapat dianalisa sebagai superposisi dari karakteristik moda normal rongga.
Dalam setiap moda normal, medan bervariasi secara harmonik. Dengan
5
demikian, setiap moda normal ekuivalen dengan osilator harmonik dan
radiasi membentuk esembel osilator harmonik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis
radikal sebagai berikut :
1. osilator didalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara
kontinu melainkan hanya berubah amplitudonya โ€“ transisis amplitudo
besar ke kecil menghasilkan emisi cahay sedangkan transisi dari
amplitudo kecil ke besar dihasilkan dari absorbsi cahaya.
2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan
energi yang disebut kuanta sebesar hv, dengan v adalah frekuensi
osilator sedangkan h adalah konstanta bari yang diperkenalkan oleh
Max Planck. Konstanta Planck h = 6.626x10-34 Joule.detik
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut
sebagai berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinyu, melainkan
terkuantisasi
En = nhv (1.4)
Dengan n bilangan bulat (0,1,2,....). unsur utama dari kuantisasi
(1.4), untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara
tingkat energi dua osilator berubah adalah
En+1 โ€“ En = ( n + 1 )hv โ€“ nhv = hv (1.5)
Selanjutnya, kita hitung energi rata-rata setiap osilator. Fungsi
distribusi untuk osilator didalam kotak hitam bertemperatur T adalah
diskrit
Fn = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ ๐‘›/๐‘˜๐‘‡
(1.6)
Energi rata-rata osilator
6
โŒฉ ๐ธโŒช =
โˆ‘ ๐ธ ๐‘› ๐‘“๐‘›
โˆž
๐‘›=0
โˆ‘ ๐‘“๐‘›
โˆž
๐‘›=0
โˆ’
โˆ‘ (๐‘›โ„Ž๐‘ฃ)๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡โˆž
๐‘›=0
โˆ‘ ๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡โˆž
๐‘›=0
(1.7)
Untuk menghitung energi rata-rata diatas, lakukan pemisalan
๐‘ฅ = โ„Ž๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡(1.8a)
Dan
๐‘ง = ๐‘’โˆ’๐‘ฅ
(18b)
Maka penyebut persamaan (1.7) dapat diuraikan menjadi
โˆ‘ ๐‘’
โˆ’
๐‘›๐‘˜๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡
โˆž
๐‘›=0
= โˆ‘ ๐‘ง ๐‘›
โˆž
๐‘›=0
= 1 + z + ๐‘ง ๐‘›
+ .......
=
1
1โˆ’๐‘ง
(1.9)
Sedangkan untuk menghitung pembilang pers. (1.7) kita gunakan
โˆ’๐‘›๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ
=
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
(๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ
)
Sehingga
โˆ‘(๐‘›โ„Ž๐‘ฃ)๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡
โˆž
๐‘›=0
= โˆ’โ„Ž๐‘ฃ
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
โˆ‘ ๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ
โˆž
๐‘›=0
= โˆ’โ„Ž๐‘ฃ
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
(
1
1โˆ’๐‘ง
)
= โˆ’โ„Ž๐‘ฃ (
โˆ’๐‘ง
(1โˆ’๐‘ง)2)(1.10)
7
Substitusi persamaan (1.9) dan (1.10) ke persamaan (1.7) serta mengingat
permisalan (1.8a) dan (1.8b) diperoleh
โŒฉ ๐ธโŒช = โ„Ž๐‘ฃ
๐‘ง
๐‘งโˆ’๐‘Ž
=
โ„Ž๐‘ฃ
๐‘’
๐‘˜๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡โˆ’1
(1.11)
Sedangkan, jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekwensi v
dalam kubus ๐ฟ3
persatuan volume
๐‘”( ๐‘ฃ) =
8๐œ‹๐‘ฃ2
๐‘3 (1.12)
Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah
๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) = ๐‘”( ๐‘ฃ) < ๐ธ > (1.13)
Dengan demikian
๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) =
8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3
๐‘3
1
๐‘’
+
๐‘˜๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡โˆ’1
(1.14)
Yang sesuai dengan hasil eksperimen!
Contoh 1.1 :
Perhatikan sepotong bahan pada temperatur 1500K. Misalkan, pada
frekwensi relatif tinggi selisih energi antar tingkay osilator adalah 1๐‘’๐‘‰.
Hitung energi rata-rata perosilator.
Penyelesaian :
Pada temperatur 1500K,
kT = 0.12๐‘’๐‘‰
jumlah atom dalam keadaan dasar ๐‘0sebanding dengan ๐‘’โˆ’๐ธ ๐‘œ /๐‘˜๐‘‡
dengan
๐ธ0energi keadaan dasar osilator . menurut hipotesis Plank
๐ธ0 = 0
8
Maka
๐‘0 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ1/๐‘˜๐‘‡
= ๐ถ
Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi berikutnya ๐ธ1 =
1๐‘’๐‘‰ adalah ๐‘1
๐‘1 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ1 /๐‘˜๐‘‡
= ๐ถ๐‘’โˆ’1/0.13
= ๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4
)
Dengan cara serupa , jumlah atom dengan energi ๐‘2 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ2/๐‘˜๐‘‡
=
๐ถ๐‘’โˆ’2/0.13
= ๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4
)2
Dan seterusnya
Energi rata-rata osilator
< ๐ธ >=
๐‘0 ๐ธ0 + ๐‘1 ๐ธ1 + ๐‘2 ๐ธ2 + โ‹ฏ
๐‘0 + ๐‘1 + ๐‘2 + โ‹ฏ
=
๐ถ.0+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4) ๐‘’๐‘‰+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4
)2(2๐‘’๐‘‰)โ€ฆ
๐ถ+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4)+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4)2+โ‹ฏ
โ‰ˆ 4.6๐‘ฅ10โˆ’4
๐‘’๐‘‰
Contoh 1.2 :
Perlihatkan bahwa hukum radiasi Planck dan hukum radiasi Rayleigh-
Jeans identik pada frekuensi rendah atau pada temperatur tinggi .
Penyelesaian :
Hukum radiasi Planck :
๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) =
8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3
๐‘3
1
๐‘’
+
๐‘˜๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡ โˆ’ 1
Untuk ๐‘ฃ kecil atau ๐‘‡ sangat besar
9
๐‘’ ๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡
โ‰ˆ 1 +
โ„Ž๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡
Karena itu
๐‘ข =
8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3
๐‘3
1
(
โ„Ž๐‘ฃ
๐‘˜๐‘‡
)
=
8๐œ‹๐‘˜๐‘‡๐‘ฃ2
๐‘3
Persamaan terakhir tidak lain adalah hukum Rayleight-Jeans (1.3)
Contoh 1.3
a. Ungkapan fungsi distribusi (1.14) sebagai fungsi panjang gelombang.
b. Dari hasil yang diperoleh soal (a), tentukan panjang gelombang yang
memberikan harga rapat energi maksimum
c. Dari hasil (b) tentukan daerah panjang gelombang yang memberikan
radiasi terbesar dari suatu benda pada temperatur kamar
Penyelesaian :
a. Fungsi (1.3) dan (1.4) merupakan rapat energi persatuan volume
persatuan frekuensi
๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) โ‰ก
๐‘‘๐œ€
๐‘‘๐‘ฃ
=
1
๐‘‰
๐‘‘๐ธ
๐‘‘๐‘ฃ
Sedangkan, fungsi distribusi u(I,T) merupakan rapat energi persatuan
volume per satuan panjang gelombang,
๐‘ข( ๐œ†, ๐‘‡) =
๐‘‘๐œ†
๐‘‘๐‘ฃ
=
๐‘‘๐œ€
๐‘‘๐‘ฃ
|
๐‘‘๐œ€
๐‘‘๐œ†
|
Tanda mutlak diperlukan karena semakin besar panjang gelombang
semakin kecil frekuensi
๐‘ฃ =
๐‘
๐‘‘๐œ†
Substitusi ungkapan ini kedalam ๐‘ข(๐œ†, ๐‘‡) didapatkan
10
๐‘ข( ๐œ†, ๐‘‡) =
8๐œ‹๐‘
๐œ†4
โ„Ž๐‘/๐œ†
๐‘’
+
๐‘˜๐‘ฃ
๐œ†๐‘˜๐‘‡ โˆ’ 1
=
8๐œ‹โ„Ž๐‘2
๐œ†5 (๐‘’
๐‘˜๐‘
๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1)
b. Maksimum jika
๐‘‘๐‘ข
๐‘‘๐œ†
| ๐œ†=๐œ† ๐‘š
= 8๐œ‹โ„Ž๐‘2
{โˆ’
5
๐œ†6 (๐‘’
โˆ’
โ„Ž๐‘
๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1)
(
โ„Ž๐‘
๐‘˜๐‘‡
) ๐‘’
โ„Ž๐‘
๐œ†๐‘˜๐‘‡
๐œ†7 (๐‘’
โ„Ž๐‘
๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1)2
} ๐œ†= ๐œ†
= 0
Hubungan diatas memberikan ,
๐œ† ๐‘š =
โ„Ž๐‘
5๐‘˜๐‘‡
1
1 โˆ’ ๐‘’โˆ’โ„Ž๐‘/๐œ† ๐‘š ๐‘˜๐‘‡
Tampak bahwa ungkapan diatas untuk ๐œ† ๐‘šadalah persamaan
transedental dan solusinya hanya dapat diperoleh secara numerik.
Solusinya,
๐œ† ๐‘š =
โ„Ž๐‘
4.97๐‘˜๐‘‡
=
0.0029
๐‘‡
๐‘š๐พ (1.15)
Persamaan 1.15 ini dikenal dengan hukum pergeseran Wien.
c. Pada temperatur kamar 270C atau 300K
๐œ† ๐‘š = 10-5m
Harga ini merupakan bagian tengah dari daerah inframerah.
1.2.2 Efek Fotolistrik
Pada tahun 1887 Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran
pelat katoda dengan aneka cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron
dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen yang dikenal sebagai efek
fotolistrik ini dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
11
Gambar. 1.4 Bagan eksperimen efek fotolistrik
Di dalam eksperimen ini intensitas dan frekuensi cahaya serta beda
potensial antara kedua pelat katoda pelat diubah-ubah. Hasil eksperimen
dapat digunakan dalam grafik-grafik berikut:
(a) Untuk cahaya monokromatik ฮป, dengan aneka intensitas
(b) Untuk cahaya dengan aneka frekuensi
12
(c) Energi kinetik foto elektron untuk tiga cahaya berbeda
Gambar. 1.5 Hasil-hasil ekdperimen efek fotolistrik
Secara klasik, sebenarnya peristiwa terpancarnya elektron dari
permukaan logam yang disinari merupakan hal atau fenomena yang wajar.
Hasil pengamatan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan oleh
pemahaman klasik adalah
1. Distribusi energi elektron terpancar (fotoelektron)tidak tergantung dari
intensitas cahaya. Berkas cahaya yang kuat hanya menghasilkan
fotoelektron atau elektron terpancar lebih banyak tetapi energi
fotoelektron rata-rata sama saja dibanding fotoelektron oleh berkas
cahaya berintensitas lebih lemah dengan frekuensi sama.
2. Tidak ada keterlambata waktu antara datangnya cahaya pada
permukaan logam dan terpancarnya elektron. Secara klasik, misalkan
permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik
teramatu jika energi elektromagnetik 10-6 J/m2 terserap oleh
permukaan. Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu
atom dari seluas 1 m2. Jika dianggap cahaya datang diserap oleh
lapisan atas dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi
rata-rata dengan laju 10-25 W. Pada laju ini, natrium membutuhkan
waktu 1,6x106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan
energi sebesar 1 eV, yaitu energi fotoelektron.
3. Energi fotoelektron bergantung pada frekuensi cahaya yang digunakan
dan di bawah frekuensi tertentu tidak ada elektron dipancarkan walau
13
intensitas diperbesar. Energi kinetik elektron, energi cahaya, dan
energi minimum dari cahaya yang diperbolehkan memenuhi
hubungan:
๐ธ๐‘˜ = ๐ธ โˆ’ ฮฆ0 (1.16)
Jelas, jika nergi cahaya E kurang dari energi minimum ฮฆ0 tidak
ada elektron terpancar.
Pada tahun 1905, Einstein mengemukakan penjelasan berupa
kebergantungan fotoelektron pada frekuensi radiasi. Menurutnya radiasi
yang sampai pada permukaan menjadi sebungkus (bundle) energi yang
terlokalisasi E=hv sebagaimana digagas Max Planck dan merambat
dengan laju cahaya. Sebungkus atau paket cahaya ini kemudian disebut
sebagai foton. Jika foton sampai pada permukaan logam, maka
1. Foton dapat dipantulkan (sesuai hukum optik).
2. Foton dapat lenyap dan menyerahkan seluruh energinya untuk
melempar elektron.
Dengan demikian persamaan (1.16) menjadi
๐ธ๐‘˜ = โ„Ž๐‘ฃ โˆ’ ฮฆ0 (1.17)
Energi minimum ฮฆ0= ๐‘’๐‘‰0 disebut fungsi kerja (work function) dari logam.
dan persamaan (1.17) diperoleh frekuensi dari radiasi minimum untuk
melempar elektron yaitu :
๐‘‰0 = ฮฆ0/ โ„Ž (1.18)
Sehingga ๐ธ๐‘˜ = โ„Ž(๐‘ฃ โˆ’ ๐‘ฃ0) (1.19)
Sebagaimana diperlihatkan gambar 1.5c
Singkat kata penjelasan kuanta energi radiasi atau energi terbungkus dalam
satu paket kuantum menjelaskan fenomena terpancarnya elektron dari plat
katoda setelah disinari cahaya dengan frekuensi tertentu.
14
1.2.3 Efek Compton
Pada tahun tahun 1992 Arthur Compton melakuka eksperimen
penembakan sinar โ€“ x terhadap bahan. Di dalam eksperimen ini dideteksi
cahaya atau sinar โ€“ x dan elektron terhambur oleh Gambar 1.6.
Menurut teori elektomagnetik, intensitas cahaya terhambur oleh
elektron akan bergantung sudut hamburan dan tidak bergantung panjang
gelombang cahaya datang.
๐ผ โ‰ก โŒฉ ๐‘†โŒช โ‰ˆ (1 + cos2
๐œƒ) (1.20)
Tetapi pengamantan Compton memberikan hasil:
1. Radiasi terhambur terdiri dari dua panjang gelombang yaitu panjang
gelombnag asal ๐œ†0 dan panjang gelombang tambahan ๐œ† ๐‘ .
2. ๐œ† ๐‘  > ๐œ†0
3. ๐œ† ๐‘  bergantung pada sudut ๐œƒ
Intensitas relatif untuk beberapa sudut ๐œƒ, dan model hamburan
yang diajukan oleh Compton dapat digambarkan sebagai berikut
15
Dalam analisa matematisnya, G.E.M. Jauncey dan A.H. Compton
mengajukan usul yang berani, yaitu:
1. Foton mempunayai momentum seperti partikel
2. Proses hamburan adalah tumbukan elastis antara foton dan elektron.
Gelombang terpisah secara absolut dari materi dalam arti keduanya
mempunyai sifat dan perilaku yang khas dan tidak dapat saling
menggantikan. Memontum dan fenomena tumbukan merupakan sifat dan
perilaku partikel yang tidak pernah terjadi serta terumuskan untuk
gelombang.
Dari ungkapan energi relativistik ๐ธ2
= ๐‘2
๐‘2
+ ๐‘š2
๐‘4
maka untuk
foton sebagai partikel bermassa diam nol, ๐ธ = ๐‘๐‘. Sedangkan menurut
konsep kuanta Max Palnck, ๐ธ = โ„Ž๐‘ฃ. Dengan demikian momentum foton
๐‘ =
โ„Ž๐‘ฃ
๐‘
=
โ„Ž
๐œ†
(1.21)
Menggunakan kedua asumsi diatas, Compton mampu menjelaskan hasil
eksperimennya yakni adanya selisih panjang gelombang ฮ”๐œ†
16
ฮ”๐œ† = ๐œ† ๐‘(1 โˆ’ cos ๐œƒ) (1.22)
Dengan ๐œ† ๐‘ = โ„Ž ๐‘š ๐‘’ ๐‘โ„ = 0,0024 ร…yang didefiniskan sebagai panjang
gelombang Compton. Asumsi Compton diperkuat oleh hasil eksperimen
Bothe dan Wilson yang mendeteksi elektron terlempar (recoil electrons).
Serta konfirmasi eksperimental Bless tentang energi elektron terlempar.
Contoh 1.4
Foton denga panjang gelombang 0,024 ร…menumbuk atom target
dan foton terhambur terdeteksi pada saat 60ยฐ relatif terhadap foton datang.
Hitung:
a. Panjang gelombang foton terhambur
b. Sudut elektron terhambur
Penyelesaian:
a. Bagan tumbukan diberikan oleh Gambar. 1.7 . Foton terhambur
mengalami perubahan (pertmabahan) panjang gelombang tersebar.
ฮ”๐œ† = ๐œ† ๐‘(1 โˆ’ cos60ยฐ) = 0,012 ร…
Dari panjang gelombang foton datang. Karena itu panjang gelombang
foton terhambur.
๐œ† ๐‘  = (0,024 ร… + 0,012 ร…) = 0,036 ร…
b. Hukum kekekalan momentum memberikan:
โ„Ž
๐œ†
=
โ„Ž
๐œ† ๐‘ 
cos ๐œƒ + ๐‘๐‘’ cos ๐›พ ( ๐ด๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž โ„Ž๐‘œ๐‘Ÿ๐‘–๐‘ง๐‘œ๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘™)
Dan
0 =
โ„Ž
๐œ† ๐‘ 
sin ๐œƒ + ๐‘๐‘’sin ๐›พ ( ๐ด๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž ๐‘ฃ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘™)
Kedua persamaan ini memberikan:
๐œ† ๐‘ 
๐œ†
= cos ๐œƒ + sin ๐œƒ cot ๐›พ
Subtitusikan harga โ€“ harga ๐œ†๐œ† ๐‘  dan ๐œƒ di atas, didapatkan:
3
2
=
1
2
+
1
2
โˆš3cot ๐›พ
17
Atau
cot ๐›พ =
2
โˆš3
Dengan demikian
๐›พ = ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ cot
2
โˆš3
= 40,9ยฐ
Ketiga persamaan di depan merupakan eksperimen yang
memperlihatkan sifat partikel dari gelombang, yang secara sederhana
dinyatakan oleh Max Planck bahwa gelombang โ€œ memaket diri โ€œ dalam
kuanta energi.
๐ธ = โ„Ž๐‘ฃ (1.32)
1.2.4 Hipotesis de Broglie dan Difraksi Elektron
Pada tahun 1924 dengan mempertimbangkan sifat simetri dari alam
Louis de Broglie mengajukan hipotesis bahwa partikel seharusnya juga
mempunyai gelombang. Partikel bermassa ๐‘š dan bergerakn dengan laju ๐‘ฃ
mempunyai panjang gelombang ๐œ† menurut
๐œ† =
โ„Ž
๐‘š ๐‘ฃ
=
โ„Ž
๐‘
(1.33)
Persamaan (1.21) merupakan sifat partikel ( ๐‘) dari suatu
gelombang (๐œ†),sedangkan persamaan (1.24) merupakan sifat gelombang
(๐œ†) dari suatu partikel bermomentum ๐‘.
Demikian secara skematis kaitan anatara partikel dari gelombang
dapat dinyatakan sebagai berikut:
Sehinggaterjadi hubungan yang simetris antara partikel dan gelombang
18
Artinya, gelombang dapat bersifat sebagai partikel dan sebaliknya
partikel dapat bersifat gelombang.
Hipotesis de Broglie mampu menjelasakan hasil eksperimen yang
dialkukan oleh C. J Davisson dan L. H Germer satu tahun kemudian.
Bagan dan hasil eksperimen tersebut diberikan oleh gambar berikut:
Intensitas elektron terpantul dapat dijelaskan sebagaimana difraksi
Bragg dengan memberikan sifat gelombang pada elektron penumbuk.
Elektron โ€“ elektron dengan energi 54 eV bersesuaian dengan ฮป = 1,67 ร…
yang mendekati ฮป difraksi Bragg
ฮป = 2d sin = 2 ๐‘ฅ 0,91 ๐‘ฅ sin 65ยฐ = 1,65 ร…(1.25)
karena berkas yang digunakan adalah elektron, eksperimen ini lebih
dengan eksperimen difraksi elektron.
Contoh 1.5
Neutron termal pada temperatur kamar 27ยฐ๐ถ digunakan untuk
menentukan jarak antar bidang kristal NaCl. Hitung:
a. Panjang gelombang de Broglie neutron tersebut.
b. Jarak antar bidang kristal NaCl jika difraksi maksimum pertama
terdeteksi pada sudut 14,9ยฐ
Penyelesaian :
a. Energi kinetik rata โ€“ rata neutron termal identik dengan energi
molekul gas ideal pada temperatur yang sama.
19
๐ธ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž =
3
2
๐‘˜๐‘‡ =
3
2
1,381 ๐‘ฅ 10โˆ’21
. 300 ๐ฝ = 6,2145 ๐‘ฅ 10โˆ’21
๐ฝ
b. Persamaan (1.25) merupakan kasus khusus (n=1) dari persamaan
yang lebih umum yaitu,
ฮป = 2d sin ๐œƒ (1.26)
dengan n= 1,2,3... menyatakan puncak (maksimum)ke โ€“n pola
difraksi. Dari persamaan (1.26) ini diperoleh jarak antar bidang
kristal NaCl,
๐‘‘ =
๐‘›๐œ†
2 sin ๐œƒ
=
1 ๐‘ฅ 1,45
2 ๐‘ฅ 0,257
= 1,65 ร…
1.2.5 Teori Atom Bohr
Saat ini Rutherford telah membuat model atom yang mengambil
analogi sistem tata surya yang mana planet โ€“ planet bergerak mengitari
matahari. Model planet unmtuk suatu atom Rutherford bermuaru pada
kesimpulan:
1) Elektron atom hidrogen yang beredar di sekitar inti hanya mempunyai
waktu edar sekitar10โˆ’6
detik, kemudian elektron tersebut jatuh ke
dalam inti. Hal ini terjadi karena dalam pemahaman klasik elektron
akan memancarkan energinya selama mengitari inti atom.
2) Spektrum optik dari atom hidrogen (atau atom yang lain) adalah
spektrum kontinu.
Dua kesimpulan tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil
eksperimen Balmer yang berupa spektrum garis (diskrit) untuk hidrogen
dan spektrum pita untuk gas hidrogen.
Untuk mengatasi masalah ini Neil Bohr mengajukan model ato
hidrogen yang berdasarkan pada postulat โ€“ postulat berikut:
1. Elektron bergerak mengitari proton di dalam atom hidrogen dengan
gerak melingkar serba sama dalam gaya coulomb dan sesuai dengan
Hukum Newton.
20
2. Orbit yang diijinkan hanya orbit yang memungkinkan momentum
sudut elektron adalah kelipatan bulat dari โ„Ž 2๐œ‹โ„ , yaitu
L = ๐‘š๐‘ฃ๐‘Ÿ = ๐‘›โ„, ๐‘› = 1,2,3 (1.26)
3. Jika elektron berada pada orbit yang diijinkan, elektron tidak
memancarkan energi.
4. Jika elektron melompat dari lintasan ke-i menuju ke-j, maka foton
dengan frekuensi ๐‘ฃ
๐‘ฃ =
๐ธ๐‘– โˆ’ ๐ธ๐‘—
โ„Ž
Dipancarkan (untuk ๐ธ๐‘– > ๐ธ๐‘— ), atau diserap (untuk ๐ธ๐‘– < ๐ธ๐‘—) oleh atom
hidrogen.
Konsekwensi โ€“ konsekwensi dari postulat Bohr di atas adalah
sebagai berikut:
Postulat pertama, sesuai hukum Newton
Gaya coloumb antara proton dan elektron (F) sama dengan atau
diimbangi gaya sentrifugal (f) yang ,megarah menjauhi proton sebagai
pusat lingkara.
1
4๐œ‹๐œ€0
๐‘’2
๐‘Ÿ2
=
๐‘š๐‘ฃ2
๐‘Ÿ
Kuantisasi lainnya, energi total elektron tidak lain adalah kinetik
dan energi potensial
๐ธ = ๐ธ๐‘˜ + ๐ธ ๐‘ =
๐‘š๐‘ฃ2
2
โˆ’
1
4๐œ‹๐œ€0
๐‘’2
๐‘Ÿ2
21
Dari persamaan kesetimbangan (1.29) didapatkan
๐ธ = โˆ’
1
8๐œ‹๐œ€0
๐‘’2
๐‘Ÿ2 (1.31)
Postulat kedua, momentum sudut elektron terkuantisasi
sebagaimana hubungan (1.27) sehingga
๐‘ฃ =
๐‘›โ„
๐‘š๐‘Ÿ
(1.28*)
Subtitusikan (1.28*) ini ke persamaan (1.29) diperoleh
1
4๐œ‹๐œ€0
๐‘’2
๐‘Ÿ2
=
๐‘š
๐‘Ÿ
(
๐‘›โ„
๐‘š๐‘Ÿ
)
2
Atau
๐‘Ÿ โ†’ ๐‘Ÿ๐‘› =
4๐œ‹๐œ€0โ„2
๐‘š๐‘’2 ๐‘›2
= ๐‘Ž0 ๐‘›2
(1.32)
Dengan
๐‘Ž0 =
4๐œ‹๐œ€0โ„2
๐‘š๐‘’2 = 0,53 ร… (1.33)
Dikenal sebagai radius Bohr yang bersesuaian dengan hasil
eksperimen. Hasil di atas menyatakan bahwa jari โ€“ jari elektron
mengitari inti tidak dapat sembarang nilai melainkan kuadrat bilangan
bulat kali radius Bohrn. Dimana, jari โ€“ jari atom juga terkuantisasi.
Subtitusikan radius (1.32) ke dalam persamaan (1.31) diperoleh
ungkapan energi.
๐ธ = ๐ธ ๐‘› =
๐‘š ๐‘’4
32๐œ‹2 ๐œ€0
2โ„2 (
1
๐‘›2 ) (1.34)
Hasil ini juga mampu menjelaskan hasil eksperimen atom hidrogen
secara memuaskan. Model atom Bohr untuk hidrogen
memperkenalkan syarat kuantum baru yaitu momentum sudut
merupakan kelipatan bulat โ„. Bilangan n yang mengidentifikasi
22
keadaan stasioner ini disebut bilangan kuantum utama (principle
quantum number.
Selanjutnya perhatikan jika bilangan kuantum n sangat besar.
Persamaan (1.28) dan persamaan (1.34) memberikan.
๐‘ฃ =
๐‘š๐‘’4
8๐œ€0
2โ„3 (
1
๐‘›2
๐‘“
โˆ’
1
๐‘›2
๐‘–
) (1.35)
Yang dapat ditulis menjadi
๐‘ฃ =
๐‘š๐‘’4
8๐œ€0
2โ„3
( ๐‘›๐‘–โˆ’๐‘› ๐‘“)( ๐‘›๐‘– +๐‘› ๐‘“)
๐‘›2
๐‘– ๐‘›2
๐‘“
(1.36)
Dengan ๐‘›๐‘– โ†’ ๐‘›๐‘– untuk keadaan awal dan ๐‘›๐‘— โ†’ ๐‘›๐‘— untuk keadaan akhir.
Untuk ๐‘›๐‘– โ‰ˆ ๐‘›๐‘“ = ๐‘› persamaan (1.36) menjadi
๐‘ฃ =
๐‘š ๐‘’4
8๐œ€0
2โ„3
2โˆ†๐‘›
๐‘›3 (1.37)
Jika โˆ†๐‘› = ๐‘›๐‘– โˆ’ ๐‘›๐‘“ = 1, ungkapan (1.37) ini persis sama dengan ungkapan
yang diperoleh rumusan klasik. Kesetaraan antara perumusan kuantum dan
perumusan klasik untuk n besar ini dikenal sebgai prinsip korespondensi.
Artinya, hasil klasik tidak lain merupakan limit dari kuantum.
Keberhasilkan teori Bohr mendorong A. Sommerfeld dan W.
Wilson untuk melakukan perluasan kuantisasi.
โˆฎ ๐‘๐‘– ๐‘‘๐‘ž๐‘– = ๐‘›๐‘–โ„Ž, ๐‘– = 1,2,3 โ€ฆ (1.38)
Dengan ๐‘ž๐‘– adalah koordinat umum dan ๐‘๐‘– adalah momentum konjugate
kanoniknya. Syarat (1.38) hanya dapat diterapkan di dalam kasus gerak
periodik untuk setiap pasangan variabel ( ๐‘ž1, ๐‘1 ), ( ๐‘ž2, ๐‘2 ),โ€ฆ . , ( ๐‘ž ๐‘, ๐‘ ๐‘ ),
dan dikenal sebagai kaidah kuantum Wilson โ€“ Sommerfeld.
Contoh 1.6
Partikel ๐œ‡ โ€“ meson atau lebih dikenal sebagai muon. Mempunyai
massa 210 kali massa elektron tertangkap proton dan membentuk atom
mirip hidrogen. Hitung :
a. Energi foton yang dipancarkan jika muon jatuh dari keadaan
tereksitasi pertama ke keadaan dasar.
b. Jejari orbit Bohr pertama
23
c. Kecepatan muon di dalam orbit Bohr ke โ€“n
Penyelesaian :
a. Partikel yang jatuh adalah elektron, menggunakan ungkapan (1.35)
diperoleh energi foton terpancar:
๐ธ๐‘’ = 13,6 (
1
1
โˆ’
1
๐‘›2
) = 10,2 ๐‘’๐‘‰,untuk ๐‘› = 2
Dari ungkapan energi (1.34) tampak bahwa energi
sebanding dengan massa partikel. Karena itu, untuk massa muon
๐‘š ๐œ‡ = 210 ๐‘š ๐‘’ energi foton terpancar:
๐ธ๐œ‡ = 210 ๐ธ๐‘’ = 2142 ๐‘’๐‘‰
b. Dari ungkapan radius Bohr tampak bahwa ๐›ผ0 berbanding terbalik
terhadap massa. Karena itu, jejari (radius) Bohr untuk kasus muon:
๐›ผ ๐œ‡ =
4๐œ‹๐œ€0โ„2
๐‘š ๐œ‡ ๐‘’2
=
4๐œ‹๐œ€0 โ„2
๐‘š ๐‘’ ๐‘’2
=
๐›ผ0
210
= 00023 ร…
c. Ungkapan postulat momentum sudut (1.27) dan jari โ€“ jari (1.32)
memberi hubungan kecepatan elektron dalam mengitari inti
๐‘ฃ = ๐‘ฃ ๐‘› =
๐‘’2
4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘
=
๐‘๐›ผ
๐‘›
Dengan ๐›ผ adalah konstanta struktur halus
๐›ผ =
๐‘’2
4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘
=
1
137
Jadi hanya bergantung bilangan kuantum n dan tidak bergantung
massa partikel.
Contoh 1.7:
Hitung tingkatan โ€“ tingkat energi
a. Osilator harmonik dnegan frekuensi v
b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis pada lantai.
Penyelesaian :
a. Sistem osilator harmonik diungkapkan oleh:
i. Persamaan gerak
24
๐‘š
๐‘‘2
๐‘ฅ
๐‘‘๐‘ก2
+ ๐‘˜๐‘ฅ = 0
Atau
๐‘‘2
๐‘ฅ
๐‘‘๐‘ก2
+ ๐œ”2
๐‘ฅ = 0, dengan ฯ‰ = โˆš ๐‘˜ ๐‘šโ„
ii. Hubungan energi
๐ธ =
๐‘2
2๐‘š
+
1
2
๐‘˜๐‘ฅ2
Dapat dimodifikasi ke dlaam bentuk persamaan dengan koordinat
sumbu ๐‘ dan ๐‘ฅ,
1 =
๐‘2
๐‘Ž2
+
๐‘ฅ2
๐‘2
Dengan ๐‘Ž = โˆš2๐‘š๐ธ dan ๐‘ = โˆš2๐ธ ๐‘˜โ„
Uraiannya,
๐œ‹(โˆš2๐‘š๐ธ)(โˆš
2๐ธ
๐‘˜
) = ๐œ‹2๐ธโˆš
๐‘š
๐‘˜
= 2๐œ‹๐ธ ๐œ”โ„ = ๐‘›โ„Ž
Dengan demikian,
๐ธ = ๐ธ ๐‘› = ๐‘›โ„๐œ”, โ„ = โ„Ž 2๐œ‹โ„
b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis, mempunyai
persamaan energi dalam momentum dan posisi
25
๐ธ =
๐‘2
2๐‘š
+ ๐‘š๐‘”๐‘ฆ
Atau
๐‘ = ยฑโˆš2๐‘š๐ธ โˆ’ 2๐‘š2 ๐‘”๐‘ฆ
Kurvanya
Menurut teori kuantum Wilson โ€“ Sommerfeld
โˆฎ ๐‘๐‘‘๐‘ฆ = luas parabola =
4
3
โˆš2๐‘š๐ธ
๐ธ
๐‘š๐‘”
= ๐‘›โ„Ž
Diperoleh
๐ธ ๐‘› = (
9๐‘š2
โ„Ž2
๐‘”
32
)
1
3โ„
๐‘›
2
3โ„
26
1.3 Paket Gelombang Dan Prinsip Ketaktentuan Heisenberg
Persoalan berikutnya adalah mencari suatu besaran yang mampu
menampung dan mempresentasikan sifat โ€“ sifat partikel sekaligus sifat โ€“ sifat
gelombang. Dengan demikian kuantitas tersebut harus bersifat bagai gelombang
tetapi tidak menyebar melainkan terkurung di dalam ruang. Hal ini di penuhi oleh
paket gelombang yang merupakan kumpulan gelombang dan terkurung di dalam
ruang tertentu.
Sebagai pendekat terhadap paket konsep gelombang, perhatikan kombinasi dari
dua gelombang bidang berikut.
๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด cos( ๐œ”1 ๐‘ก โˆ’ ๐‘˜1 ๐‘ฅ)
๐œ“2( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด cos( ๐œ”2 ๐‘ก โˆ’ ๐‘˜2 ๐‘ฅ) (1.39)
Prinsip superposIsi memberikan
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก) + ๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก)
= ๐ด ๐‘… cos[(
๐œ”1+๐œ”2
2
) ๐‘ก โˆ’ (
๐‘˜1+๐‘˜2
2
) ๐‘ฅ] (1.40)
Dengan amplitude ๐ด ๐‘…
๐ด ๐‘… = 2๐ด cos[(
๐œ”1โˆ’๐œ”2
2
) ๐‘ก โˆ’ (
๐‘˜1โˆ’๐‘˜2
2
) ๐‘ฅ] (1.41)
Grafiknya,
+
=
27
ฮ”๐‘˜
ฮ”๐‘ฅ
Gambar. 1.11 Superposisi dua gelombang tunggal
Bila gelombang tunggalnya diperbanyak,
๐œ†1, ๐‘˜1 ๏ƒ 
+
๐œ†2, ๐‘˜2 ๏ƒ 
+
โ‹ฎ
+
๐œ† ๐‘›, ๐‘˜ ๐‘› ๏ƒ  =
28
Gambar 1.12. Superposisidari n gelombang
Dari gambar 1.12 tampak bahwa paket gelombang terlokalisasi di daerah
sebesar โˆ†๐‘ฅ, dan lokaliasi ini yang diharapkan sebagai posisi partikel klasik.
Gambar1. 13 Kemungkinan posisi partikel di daerah โˆ†๐‘ฅ
Setelah mendapatkan barang yang menyatakan partikel sekaligus gelombang
berikutnya harus dicari perumusan matematisnya. Formalism matematis untuk
paket gelombang yang terlokalisasi tersebut tidak lain adalah transformasi Fouier,
๐‘“( ๐‘ฅ) = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
๐‘‘๐‘˜
+โˆž
โˆ’โˆž
(1.42)
Sebagai contoh, jika distribusi gelobang dengan vector gelombag k, g(k),
diberikan seperti gambar
Gambar 1. 14 Distribusig(k)
Maka distribusi gelombang di dalam ruang koordinat f(x)
29
๐‘“( ๐‘ฅ) = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
๐‘‘๐‘˜
+โˆž
โˆ’โˆž
= โˆซ
1
๐‘Ž
+
๐‘Ž
2
โˆ’
๐‘Ž
2
๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
๐‘‘๐‘˜
=
1
๐‘–๐‘Ž๐‘ฅ
๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
|
โˆ’
๐‘Ž
2
๐‘Ž
2
=
2sin( ๐‘Ž๐‘ฅ/2)
๐‘Ž๐‘ฅ
Grafiknya,
Gambar 1. 15 Transformasi Fourier darig(k)
Dari uraian contoh dangan bartransformasi Fourier di atas diperoleh hubungan
antara โˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ (atau โˆ†๐‘). Hubungan ini secara grafik adalah sebagai berikut
Gambar 1.16 Kaitanโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜
Hubungan antaraโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ bwergantung dari bentuk paket gelombang dan
bergantung pada โˆ†๐‘˜, โˆ†๐‘ฅ didefinisikan, perkalian (โˆ†๐‘ฅ)(โˆ†๐‘˜) akan minimum
jikapaketgelombangberbentukfungsi Gaussian yang bertransformasi Fourier
30
jugadlamfungsi Gaussian. Untukpaket Gaussian, jikaโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ diambil deviasi
standar dari f(x) dain g(k), maka
โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘˜ =
1
2
(1.43)
Karenapada umumnya paket gelombang tidak berbentuk Gaussian, maka
โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘˜ โ‰ฅ
1
2
(1.44)
Kalikan pertidaksamaan (1.44) dengan โ„ dan mengingat ๐‘ = โ„๐‘˜, maka
didapatkan
โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘ โ‰ฅ
โ„
2
(1.45)
Pers. (1.45) ini merupakan prinsip ketidakpastian Heisenberg. Daam kalimat,
prinsip ini mengatakan:
โ€œtidak mungkin mengetahui atau mendapatkan posisi dan momentum suatu
partikel dengan tepat secara serempak atau bersamaanโ€
Prinsip ini merupakan fakta mendasar dari alam dan bukan sekedar disebabkan
oleh keterbatasan dan ketelitian pengukuran. Untuk mengatakan bahwa suatu
partikel berada pada titik x dan bermomentum p, karena tanpa pengukuran kita
tidak mempunyai informasi apa-apa.
Sebagai ilustrasi, perhatikan gedanken eksperimen berikut ini.
- Untuk mengamati electron, kita harus menyinarinya dengan cahaya ๐œ†
- Cahaya yang sampai di mikroskop adalah cahaya terhambur oleh electron
31
Gambar 1. 17 Gedanken eksperimen penentuan posisi electron
- Momentum foton terhambur ๐‘๐‘ก =
โ„Ž
๐œ†
, dan untuk menembus obyektif, foton
harus bergerak dalam sudut ๐›ผ, sehingga komponen-x dari momentum
mempunyai ketaktentuan
ฮ”๐‘ ~ ๐‘๐‘ก sin ๐›ผ ~
โ„Ž๐‘‘
2๐œ†๐‘ฆ
(1.46)
Ketaktentuan ini juga merupakan ketaktentuan dalam arah-x dari
momentum electron setelah hamburan, karena selama proses hamburan,
momentum antara electron dan foton dipertukarkan.
- Di sisilain, posisi electron juga tidak tentu disebabkan difraksi cahaya
ketika menembus obyektif. Ketaktentuan posisi elektron sama dengan
diameter pola difraksi yaitu 2๐‘ฆ sin ๐œƒ dengan sin ๐œƒ ~
๐œ†
๐‘‘
. Karena itu
ฮ”๐‘ฅ ~ 2๐‘ฆsin ๐œƒ ~
2๐‘ฆ๐œ†
๐‘‘
(1.47)
Sehingga dari dua hubungan ฮ”๐‘ dan ฮ”๐‘ฅ di atas didapatkan
ฮ”๐‘ฅฮ”๐‘ = โ„Ž(โ‰ฅ
โ„
2
) (1.48)
Sesuai dengan prinsip 1.45
32
Contoh 1.8
a. Bila paket gelombang dalam komponen ruangnya saja f(x) terbentuk
Gaussian perlihatkan bahwa transformasi Fouriernya g(k), juga berbentuk
Gaussian
b. Bilaฮ”๐‘ฅ dan ฮ”๐‘˜ daimbil deviasi standar dari f(k) dan g(k) perlihatkan
bahwa perkalian ฮ”๐‘ฅฮ”๐‘˜ =
1
2
Penyelesaian:
a. Misalkan, paket gelombang Gaussian ternormalisasi berbentuk
๐‘“( ๐‘ฅ) = (
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
)
1
2
๐‘’
โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2
2
Denganโˆซ | ๐‘“(๐‘ฅ)|2
๐‘‘๐‘ฅ = 1
โˆž
โˆ’โˆž
. Maka pasangan transformasi Fouriernya
๐‘”( ๐‘˜) =
1
โˆš2๐œ‹
โˆซ ๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
๐‘‘๐‘ฅ
โˆž
โˆ’โˆž
=
1
โˆš2๐œ‹
(
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
)
1
2
โˆซ ๐‘’
โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2
2
โˆž
โˆ’โˆž
๐‘’โˆ’๐‘–๐‘˜๐‘ฅ
๐‘‘๐‘ฅ
=
1
โˆš2๐œ‹
(
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
)
1
2
โˆซ ๐‘’
๐›ผ2
2
( ๐‘ฅ+
๐‘–๐‘˜
๐›ผ2 )
2
โˆž
โˆ’โˆž
๐‘’
๐‘˜2
2๐›ผ2
๐‘‘๐‘ฅ
=
1
โˆš2๐œ‹
(
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
)
1
2
๐‘’
๐‘˜2
2๐›ผ2
โˆš ๐œ‹
๐›ผ
= (
1
๐›ผโˆš ๐œ‹
)
1
2
๐‘’
๐‘˜2
2๐›ผ2
Yang tidak lain adalahfungsi Gaussian, denganโˆซ | ๐‘”(๐‘˜)|2
๐‘‘๐‘˜ = 1
โˆž
โˆ’โˆž
.
b. Deviasistandarโˆ†๐‘ฅ didefinisikan
33
โˆ†๐‘ฅ = โˆšโŒฉ( ๐‘ฅโˆ’< ๐‘ฅ >)2โŒช = โˆš< ๐‘ฅ2 > โˆ’< ๐‘ฅ >2
Evaluasi lengkapnya memberikan
< ๐‘ฅ > = โˆซ ๐‘“โˆ—( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ =
โˆž
โˆ’โˆž
(
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
) โˆซ ๐‘ฅ๐‘’โˆ’๐›ผ2
๐‘ฅ2
๐‘‘๐‘ฅ =
โˆž
โˆ’โˆž
0
Karena x fungsi ganjil sedangkan ๐‘’โˆ’๐›ผ2
๐‘ฅ2
fungsi genap
< ๐‘ฅ2
> = โˆซ ๐‘“โˆ— ( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ2
๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ =
โˆž
โˆ’โˆž
(
๐›ผ
โˆš ๐œ‹
) โˆซ ๐‘ฅ2
๐‘’โˆ’๐›ผ2
๐‘ฅ2
๐‘‘๐‘ฅ =
โˆž
โˆ’โˆž
1
2๐›ผ2
โˆ†๐‘ฅ = โˆš< ๐‘ฅ2 > โˆ’< ๐‘ฅ >2 = โˆš
1
2๐›ผ2
โˆ’ 0 =
1
โˆš2๐›ผ
Selanjutnya
< ๐‘˜ > = โˆซ ๐‘”โˆ—( ๐‘˜) ๐‘˜๐‘“( ๐‘˜) ๐‘‘๐‘˜ =
โˆž
โˆ’โˆž
(
1
๐›ผโˆš ๐œ‹
) โˆซ ๐‘˜๐‘’โˆ’๐‘˜2/
๐›ผ2
๐‘‘๐‘˜ =
โˆž
โˆ’โˆž
0
Dan
< ๐‘˜2
> = โˆซ ๐‘”โˆ— ( ๐‘˜) ๐‘˜2
๐‘“( ๐‘˜) ๐‘‘๐‘˜ =
โˆž
โˆ’โˆž
(
1
๐›ผโˆš ๐œ‹
) โˆซ ๐‘˜2
๐‘’โˆ’๐‘˜2
/๐›ผ2
๐‘‘๐‘ฅ =
โˆž
โˆ’โˆž
๐›ผ2
2
Sehingga
โˆ†๐‘˜ = โˆš< ๐‘˜2 > โˆ’< ๐‘˜ >2 = โˆš
๐›ผ2
2
โˆ’ 0 =
๐›ผ
โˆš2
Dengan demikian
(โˆ†๐‘ฅ)(โˆ†๐‘˜) = (
1
โˆš2๐›ผ
)(
๐›ผ
โˆš2
) =
1
2
34
Bentuk lain dari prinsip ketidakpastian Heisenberg dinyatakan dalam
ketidaktentuan energy โˆ†๐ธ dan waktu โˆ†๐‘ก,
โˆ†๐ธโˆ†๐‘ก โ‰ฅ
โ„
2
(1.49)
Mengingat sedemikian kecilnya nilai h, prinsip ketaktentuan ini tidak relevan atau
tidak tampak dalam dunia makroskopik. Di dalam konteks ini, mekanika klasik
untuk dunia makroskopik bersifat deterministik sedangkan dunia mikroskopik
secara esensial non-deterministik. Karena itu, di dalam dunia mikroskopik tidak
dikenal lintasan eksak.
Gambar 1.18 Lintasan klasik dan kuantum
Sekarang kembali pada persoalan paket gelombang, dan kita selidiki
kebergantungannya terhadap waktu. Misalkan, paket gelombang dipresentasikan
oleh f(x,t).
โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–(๐‘˜๐‘ฅโˆ’๐œ”๐‘ก)
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
(1.50)
Sebagai perluasan dari ungkapan (1.42). Pada saat t, paket gelombang f(x,t)
mempunyai maksimum di titik X(t).
35
Gambar. 1.19 paket gelombang pada saat t
Jika posisi paket gelombang berubah, laju gerak titik maksimum adalah kecepatan
grup
๐‘ฃ๐‘” =
๐‘‘๐‘‹(๐‘ก)
๐‘‘๐‘ก
(1.51)
Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.16 di depan, amplitudo g(k) bernilai
aksimum, misalkan pada k0 dan tak nol hanya disekitar harga k0 tersebut. hal ini
diambil atau diasumsikan agar momentum terdefinisi dengan baik. Dengan alasan
serupa, frekuensi juga seperti itu, yaitu berharga di sekitar ๐œ”0 = ๐œ”(๐‘˜0). Karena
itu, ๐œ” dapat diekspansi Taylo di sekitar ๐‘˜0,
๐œ”( ๐‘˜) = ๐œ”0 + (๐‘˜ โˆ’ ๐‘˜0)
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
(1.52)
Dengan mengabaikan suku ekspansi orde dua dan seterusnya.
Kembali pada persoalan kecepatan grup ๐‘ฃ๐‘”, karena f(x,t) maksimum di X(t), maka
(
๐œ•๐‘“
๐œ•๐‘ฅ
)
๐‘ฅ=๐‘‹
= 0 = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก]
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
(1.53)
Diferensiasi sekali lagi pers. (1.53) terhadap waktu t, didapatkan
0 = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜ ๐‘– (๐‘˜
๐‘‘๐‘‹(๐‘ก)
๐‘‘๐‘ก
) ๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก]
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
(1.54)
Subtitusi uraian (1.52) ke dalam pers. (1.54),
โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–2
๐‘˜(๐‘˜๐‘ฃ๐‘” โˆ’ {๐œ”0 + (๐‘˜ โˆ’ ๐‘˜0)
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
}) ๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก]
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
= (๐‘ฃ๐‘” โˆ’
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
) โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–2
๐‘˜2
๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก]
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
โˆ’ ๐‘– (๐‘ฃ๐‘” โˆ’ ๐‘˜0
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
) โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก]
๐‘‘๐‘˜
โˆž
โˆ’โˆž
36
= (๐‘ฃ๐‘” โˆ’
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
)
๐œ•2
๐‘“
๐œ•๐‘ฅ2
|
๐‘ฅ=๐‘‹
Telah digunakan pers (1 53). Karena f(x,t) maksimum di X(t) maka secara umum
๐œ•2
๐‘“
๐œ•๐‘ฅ2|
๐‘ฅ=๐‘‹
tidak sama dengan nol. Karena itu,
๐‘ฃ๐‘” โˆ’
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
= 0
Atau
๐‘ฃ๐‘” =
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
|
๐‘˜=๐‘˜0
(1.55)
Contoh 1.9
Perlihatkan bahwa kecepatan grup untuk partikel bebas tidak lain adalah
kecepatan partikel itu sendiri.
Penyelesaian:
Energi partikel bebas tidak lain adalah energi kinetik Ek
๐ธ = ๐ธ๐‘˜ =
๐‘š
2
๐‘ฃ2
Dari pers (1.55), untuk kecepatan grup vg,
๐‘ฃ๐‘” =
๐‘‘๐œ”
๐‘‘๐‘˜
ร—
โ„
โ„
=
๐‘‘(โ„๐œ”)
๐‘‘(โ„๐‘˜)
=
๐‘‘๐ธ
๐‘‘๐‘
Dari ungkapan energi partikel bebas,
37
๐‘ฃ๐‘” =
๐‘‘๐ธ
๐‘‘๐‘
=
๐‘
๐‘š
= ๐‘ฃ
Jadi kecepatan grup vg adalah kecepatan linier partikel V itu sendiri.
38
1.4 Latihan Soal
1. (SPMB 2001)
Permukaan suatu lempeng logam tertentu disinari dengan cahaya
monokromatik. Percobaan ini diulang dengan panjang gelombang yang
berbeda. Ternyata tidak ada elektron keluar jika lempeng di sinari dengan
panjang gelombang diatas 500nm. Dengan menggunakan gelombang
tertentu, ternyata dibutuhkan tegangan 3,1 volt untuk menghentikan arus
foto listrik yang terpancar dari lempeng . panjang gelombang tersebut
dalam nm adalah ...
2. (Ebtanas 1991)
Frekuensi ambang suatu logam sebesar 8 ร— 1014 Hz, dan logam tersebut
disinari dengan cahaya yang mempunyai frekuensi 1015 Hz. Jika tetapan
Planck = 6,6 ร— 10โ€“34 J s, maka energi kinetik foto elektron yang terlepas
dari permukaan logam tersebut adalah โ€ฆ
3. Cahaya kuning dari lampu gas Na mempunyai panjang gelombang sebesar
589 nm. Tentukan energi fotonnya dalam eV.
4. Dalam peluruhan radioaktif, suatu inti atom mengemisikan sinar gamma
yang energinya sebesar 1,35 MeV. Tentukan :
a) Panjang gelombang dari foton
b) Momentum dari foton
5. Sinar-x dengan panjang gelombang 22 pm dihamburkan oleh target
karbon. Bila radiasi yang dihamburkan diamati pada sudut 85o, tentukan :
a) Compton shift yang terjadi
b) Persentase energi (fraksi energi) yang hilang
6. Berapa panjang gelombang Broglie dari sebuah elektron yang mempunyai
energi kinetik 120 eV ?
7. Berapa panjang gelombang Broglie dari sebuah baseball bermassa 150 g
yang sedang bergerak dengan kecepatan sebesar 35 m/s ?
39
8. Sebuah meson pi bermuatan memiliki energy diam 140 MeV dan waktu-
hidup 26 ns. Carilah ketidakpastian energy meson pi ini, nyatakan dalam
MeV dan juga dalam perbandingan terhadap energy diamnya!
9. Dari soal no.8 carilah ketidakpastian energy meson pi! Meson tidak
bermuatan, memiliki energy diam 135 MeV dan waktu-hidup 8,3 ร— 10-17s.
10. Sebuah meson rho memiliki energy diam 765 MeV dan waktu โ€“hidup 4,4
ร— 10-24s. carilah ketidakpastian dari energy rho tersebut!
11. Taksirkanlah kecpatan minimum sebuah bola bilyar (m ~ 100 g) yang
geraknya terbatasi pada meja bilyar berukuran 1 m!
12. Inti atom berjari-jari 5 x10-15 m. Lewat prinsip ketidakpastian, tentukan
batas bawah energy elektron, yang harus dimiliki untuk dapat menjadi
partikel penyusun inti atomik!
PENYELESAIAN
1. Menentukan E
๐ธ๐‘˜ = ๐ธ โˆ’ ๐‘Š0
๐‘’๐‘‰ = ๐ธ โˆ’
โ„Ž๐‘
๐œ† ๐‘š๐‘Ž ๐‘˜๐‘ 
๐‘’๐‘‰ +
โ„Ž๐‘
๐œ† ๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘ 
= ๐ธ
1,6 ๐‘ฅ10โˆ’19(3,1) +
6,63๐‘ฅ10โˆ’34
5๐‘ฅ10โˆ’7 = ๐ธ
๐ธ = 4,96๐‘ฅ10โˆ’19
+ 3,96๐‘ฅ10โˆ’19
= 8,938๐‘ฅ10โˆ’19
๐œ† =
โ„Ž๐‘
๐ธ
=
6,63๐‘ฅ10โˆ’34
(3๐‘ฅ108
)
5๐‘ฅ10โˆ’19 = 222,5๐‘ฅ10โˆ’9
๐‘š
Sehingga panjang gelombang ๐œ† = 223 ๐‘›๐‘š
2. Data yang diberikan oleh soal:
frekuensi ambang fo = 8 ร— 1014 Hz
frekuensi cahaya f = 1015 = 10 ร— 1014 Hz
40
Ek = ...?
๐ธ = ๐‘Š0 + ๐ธ๐‘˜
โ„Ž๐‘“ = ๐‘Š0 + ๐ธ๐‘˜
โ„Ž๐‘“ = โ„Ž๐‘“0 + ๐ธ๐‘˜
๐ธ๐‘˜ = โ„Ž( ๐‘“ โˆ’ ๐‘“0)
๐ธ๐‘˜ = 6,6๐‘ฅ10โˆ’34
(10๐‘ฅ1014
โˆ’ 8๐‘ฅ1014
)
๐ธ๐‘˜ = 6,6๐‘ฅ10โˆ’34
(2๐‘ฅ1014
)
๐ธ๐‘˜ = 13,2๐‘ฅ10โˆ’20
= 1,32๐‘ฅ10โˆ’19
๐ฝ๐‘œ๐‘ข๐‘™๐‘’
3. Jawab :
Energi yang akan diperoleh sebuah elektron atau proton bila dipercepat
dengan perbedaan tegangan sebesar 2,11 V
4. Jawab :
a. ๐ธ = โ„Ž๐‘“ =
๏ฌ
hc
E
hc
๏€ฝ๏‚ฎ ๏ฌ
fm
eVx
smxseVx
920
1035,1
)/103)(.1014,4(
6
815
๏€ฝ๏€ฝ
๏€ญ
๏ฌ
b.
c
E
f
hfh
p ๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ
๏ฌ๏ฌ
smkgx
smx
eVJxeVx
p /1020,7
/103
)/106,1)(1035,1( 22
8
196
๏€ญ
๏€ญ
๏€ฝ๏€ฝ
cMeV
c
MeV
p
c
E
p
/35,1
)35,1(
๏€ฝ๏€ฝ
๏€ฝ
Berlaku juga untuk partikel-partikel dimana E total>> Energi diam
5. Jawab :
a. pmpm
mc
h o
21,2)85cos1)(43,2()cos1( ๏€ฝ๏€ญ๏€ฝ๏€ญ๏€ฝ๏„ ๏ฆ๏ฌ
eV
mx
smxseVx
E 11,2
10589
)/103)(.1014,4(
9
815
๏€ฝ๏€ฝ ๏€ญ
๏€ญ
41
b.
f
ff
hf
hfhf
E
EE
frac
''' ๏€ญ
๏€ฝ
๏€ญ
๏€ฝ
๏€ญ
๏€ฝ
๏ฌ๏ฌ
๏ฌ
๏ฌ
๏ฌ๏ฌ
๏ฌ
๏ฌ๏ฌ
๏„๏€ซ
๏„
๏€ฝ
๏€ญ
๏€ฝ
๏€ญ
๏€ฝ
'
''
c
cc
frac
%1,9091,0
21,222
21,2
๏€ฝ๏€ฝ
๏€ซ
๏€ฝfrac
6. mKpmvpmvK 2
2
1 2
๏€ฝ๏‚ฎ๏€ฝ๏€ฝ
smkgxp
eVJxeVkgxmKp
/1091,5
)/106,1)(120)(101,9(22
24
1931
๏€ญ
๏€ญ๏€ญ
๏€ฝ
๏€ฝ๏€ฝ
pmmx
smkgx
sJx
p
h
1121012,1
/.1091,5
.1063,6 10
24
34
๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ญ
๏€ญ
๏€ญ
๏ฌ
7. Jawab :
mx
smkg
sJx
mv
h
p
h
34
34
1026,1
)/35)(15,0(
.1063,6 ๏€ญ
๏€ญ
๏€ฝ๏€ฝ
๏€ฝ๏€ฝ
๏ฌ
๏ฌ
8. Jika meson pi hidup selama 26 ns (nanosekon), maka kita hanya
mempunyai peluang waktu sebesar itu untuk mengukur energy diamnya,
dan persamaan โˆ†๐ธโˆ†๐‘ก โ‰ฅ โ„ memberitahukan kita bahwa setiap pengukuran
energy yang dilakukan dalam selang waktu โˆ†๐‘ก memiliki ketidakpastian
sekurang โ€“ kurangnya sebesar โˆ†๐ธ ~ โ„/โˆ†๐‘ก
โˆ†๐ธ =
โ„
โˆ†๐‘ก
=
6,58 ร— 10โˆ’16
๐‘’๐‘‰. ๐‘ 
26 ร— 10โˆ’9 ๐‘ 
= 2,5 ร— 10โˆ’8
๐‘’๐‘‰
= 2,5 ร— 10โˆ’14
๐‘€๐‘’๐‘‰
โˆ†๐ธ
๐ธ
=
2,5 ร— 10โˆ’14
๐‘€๐‘’๐‘‰
140 ๐‘€๐‘’๐‘‰
= 1,8 ร— 10โˆ’16
9. โˆ†๐ธ =
โ„
โˆ†๐‘ก
=
6,58 ร— 10โˆ’16
๐‘’๐‘‰.๐‘ 
8,3ร—10โˆ’17 ๐‘ 
= 7,9 ๐‘’๐‘‰
= 7,9 ร— 10โˆ’6
๐‘€๐‘’๐‘‰
โˆ†๐ธ
๐ธ
=
7,9 ร— 10โˆ’6
๐‘€๐‘’๐‘‰
135 ๐‘€๐‘’๐‘‰
= 5,9 ร— 10โˆ’8
42
10. โˆ†๐ธ =
โ„
โˆ†๐‘ก
=
6,58 ร— 10โˆ’16
๐‘’๐‘‰.๐‘ 
4,4ร—10โˆ’24 ๐‘ 
= 1,5 ร— 108
๐‘’๐‘‰
= 150 ๐‘€๐‘’๐‘‰
โˆ†๐ธ
๐ธ
=
150 ๐‘€๐‘’๐‘‰
765 ๐‘€๐‘’๐‘‰
= 0,20
11. Untuk โˆ†๐‘ฅ ~ 1 m, kita peroleh
โˆ†๐‘๐‘ฅ ~
โ„
โˆ†๐‘ฅ
=
1,05 ร— 10โˆ’34
๐ฝ. ๐‘ 
1 ๐‘š
= 1 ร— 10โˆ’34
๐‘˜๐‘”. ๐‘š/๐‘ 
Sehingga
โˆ†๐‘ฃ ๐‘ฅ =
โˆ†๐‘๐‘ฅ
๐‘š
=
1 ร— 10โˆ’34
๐‘˜๐‘”. ๐‘š/๐‘ 
0,1 ๐‘˜๐‘”
= 1 ร— 10โˆ’33
๐‘š/๐‘ 
Jadi efek kuantum โ€œmempengaruhiโ€ gerak bola bilyar dengan orde laju
1 ร— 10โˆ’33
๐‘š/๐‘ .
12. Dengan mengambil nilai ฮ”x = 5 x10-15 m sehingga nilai ketidakpastian;
ฮ”p โ‰ฅ
๏ฐ4
h
x
1
๏„
โ‰ฅ
),(
.,
1434
Js10636 34๏€ญ
m105
1
15๏€ญ
.
= 11 .10-21 kg ms-1
Nilai 11 x 10-21 kg ms-1, merupakan ketidakpastian momentum electron
dalam inti. Orde momentum (p) harus besar paling sedikit sama dengan 11
x 10-21 kg ms-1. Elektron dengan momentum 11 x 10-21 kg ms-1 akan
memiliki Ek jauh lebih besar dari energy diamnya (mo c2).
Energi (pc) sehingga E โ‰ฅ (11 x 10-21 kg ms-1)(3 x 108 m) โ‰ฅ 33 x 10-13 J.
Energi elektron agar dapat menjadi partikel dalam inti, harus berenergi >
32 x10-14 J. Dari eksperimen electron dalam atom mantap tidak memiliki
energy kurang dari 32 x 10-14 J, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
electron dalam inti.
43
BAB 2
OPERATOR
2.1 Operator Hermite
Untuk operator linier sebarang, didefinisikan nilai harap
โŒฉ ๐ดโŒช ๐œ“ โ‰ก โŒฉ ๐ดโŒช = โˆซ ๐œ“โˆ—
๐ด๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ
Karena itu
โŒฉ ๐ดโŒชโˆ—
= (โˆซ ๐œ“โˆ—
๐ด๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ)โˆ—
= โˆซ ๐œ“( ๐ด๐œ“)โˆ—
๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ ( ๐ด๐œ“)โˆ—
๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ
Operator sekawan hermite dari A ditulis ๐ด+
, didefinisikan sebagai :
โˆซ ( ๐ด๐œ“)โˆ—
๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“โˆ—
๐ด+
๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ
Jadi suatu operator dalam produk skalar boleh kita pindahkan dari suatu ruang ke
ruang lainnya, namun dalam pemindahan itu operator tersebut harus digantikan
dengan setangkup hermitnya (Adjointnya).
Sedangkan suatu operator A dikatakan operator Hermitian jika
๐ด+
= ๐ด
Sifat-sifat lainnya :
(๐ด+
)+
= ๐ด
(๐œ† ๐ด)+
= ๐œ†โˆ—
๐ด+
(๐ด + ๐ต)+
= ๐ด+
๐ต+
44
(๐ด๐ต)+
= ๐ต+
๐ด+
Contoh :
Untuk dua operator A dan B perhatikan bahwa
(๐ด๐ต)+
= ๐ต+
๐ด+
Penyelesaian :
Misalkan AB = C maka definisi (4.18) didapatkan
โˆซ (๐ด๐ต๐œ“)โˆ—
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ (๐ถ๐œ“)โˆ—
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ ๐œ“โˆ—
๐ถ+
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ ๐œ“โˆ—
(๐ด๐ต)+
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ
Masih dari definisi (4.18), uraian per operator memberikan
โˆซ (๐ด๐ต๐œ“)โˆ—
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ(๐ต๐œ“)โˆ—
๐ด+
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ ๐œ“โˆ—
๐ต+
๐ด+
๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ
Dari dua hasil di atas, jelas bahwa
(๐ด๐ต)+
= ๐ต+
๐ด+
Matriks Hermitian
Kajian mengenai matriks Hermitian menjadi sangat penting karena matriks
Hermitian memiliki beberapa karakteristik yang paling utama dari matriks
45
Hermitian yaitu memiliki nilai eigen berupa bilangan real sehingga kita dapat
mendefinisikan sebuah fungsi matriks Hermitian.
Definisi 1. Setiap matriks persegi A dengan entri-entri bilangan kompleks disebut
matriks Hermitian atau disebut juga self-adjoin jika ๐ด๐ด =โˆ—
Misal :
Matriks ๐ด = (
1 2 + ๐‘–
2 โˆ’ ๐‘– 3
) adalah matriks Hermitian sebab
๐ดโˆ—
= (
1 2 + ๐‘–
2 โˆ’ ๐‘– 3
)
Definisi 2. Matriks persegi A dengan entri-entri bilangan kompleks disebut
normal jika
๐ด๐ดโˆ—
= ๐ด๐ด
Setiap matriks Hermitian A adalah normal karena
๐ด๐ดโˆ—
= ๐ด๐ด = ๐ดโˆ—
๐ด dan setiap matriks uniter A adalah normal karena ๐ด๐ดโˆ—
= ๐ผ =
๐ดโˆ—
๐ด
Nilai dan fungsi eigenoperator hermitian
Dari definisi sekawan hermite, operator hermite dan perkalian skalar dapat
diperoleh bahwa :
i. Nilai eigen dari operator Hermitian adalah riel
ii. Dua fungsi eigen dari operator Hermitian dengan dua nilai eigen berbeda akan
ortogonal
Dua fungsi eigen ๐œ‘ ๐‘š dan ๐œ‘ ๐‘› dikatakan ortogonal jika produk skalarnya
memenuhi :
( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› ) = ๐‘๐›ฟ ๐‘š๐‘›
Dengan c adalah bilangan real.
46
Bukti dari dua pernyataan bagi operator Hermite di atas adalah sebagai berikut.
Misal ๐œ‘ ๐‘š dan ๐œ‘ ๐‘› adalah dua fungsi eigen dari operator Hermite H
๐ป๐œ‘ ๐‘š = ๐‘Ž๐œ‘ ๐‘š
๐ป๐œ‘ ๐‘› = ๐‘๐œ‘ ๐‘›
๐œ‘ ๐‘š โ‰  ๐œ‘ ๐‘› , ๐‘Ž โ‰  ๐‘
Maka
i. Dari definisi operator Hermite (4.17) , dan operator H (4.19)
โˆซ(๐ป๐œ‘ ๐‘›)โˆ—
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐ป+
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐ป๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ
Atau
โˆซ(๐ป๐œ‘ ๐‘›)โˆ—
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐ป๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = 0
Dari persamaan eigen di atas, didapatkan
0 = โˆซ(๐‘๐œ‘ ๐‘›)โˆ—
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐‘๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ
= โˆซ( ๐‘โˆ—
๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
)๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐‘๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ
= ( ๐‘โˆ—
โˆ’ ๐‘)โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ
= 0
Mengingat pertidaksamaan (4.2 d) , secara umum
โˆซ ๐œ‘ ๐‘›
โˆ—
๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = ( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘›) โ‰  0
Maka
๐‘โˆ—
โˆ’ ๐‘ = 0
Atau
47
๐‘โˆ—
= ๐‘
Jadi nilai eigen real
ii. Sekali lagi menggunakan persamaan (4.17)
( ๐ป๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘›) = ( ๐œ‘ ๐‘š , ๐ป๐œ‘ ๐‘›)
Dan dari dua persamaan eigen untuk ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› serta nilai eigen real dari H, maka
( ๐ป๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘›) = ๐‘Ž( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› )
( ๐œ‘ ๐‘š , ๐ป ๐œ‘ ๐‘›) = ๐‘( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› )
Atau
( ๐‘Ž โˆ’ ๐‘)( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ) = 0
Karena ๐‘Ž โ‰  ๐‘ untuk ๐‘š โ‰  ๐‘› maka
( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘›) = 0
Karena itu berlaku
( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ) = ๐‘๐›ฟ ๐‘š๐‘›
Yang berarti bahwa ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ortogonal
Contoh
Tentukan nilai dan vektor eigen dari matriks hermitian berikut
๐ป = (
1 2๐‘– 0
โˆ’2๐‘– 0 โˆ’2๐‘–
0 2๐‘– โˆ’1
)
Penyelesaian
Persamaan eigen ๐ป๐‘ข = ๐œ€๐‘ข, nilai eigen ๐œ€ , diperoleh dengan menghitung
determinan
48
| ๐ป โˆ’ ๐œ€ | = (
1 โˆ’ ๐œ€ 2๐‘– 0
โˆ’2๐‘– โˆ’๐œ€ โˆ’2๐‘–
0 2๐‘– โˆ’1 โˆ’ ๐œ€
)
= (1 โˆ’ ๐œ€) ๐œ€ (1+ ๐œ€) โˆ’ 4(1 โˆ’ ๐œ€) + 4(1 + ๐œ€)
= ๐œ€(1 โˆ’ ๐œ€)(1+ ๐œ€) + 8๐œ€
= ๐œ€{(1 โˆ’ ๐œ€)(1+ ๐œ€) + 8}
= ๐œ€ (9โˆ’ ๐œ€2)
= 0
Diperoleh ๐œ€1 = โˆ’3 , ๐œ€2 = 0 dan ๐œ€3 = 3 . Jelas bahwa semua nilai eigen real.
Vektor eigen terkait ๐œ€1 = โˆ’3, misalkan
๐‘ข1 = (
๐‘ฅ
๐‘ฆ
๐‘ง
)
Maka
(
4 2๐‘– 0
โˆ’2๐‘– 3 โˆ’2๐‘–
0 2๐‘– 2
)(
๐‘ฅ
๐‘ฆ
๐‘ง
) = (
4๐‘ฅ + 2๐‘–๐‘ฆ
โˆ’2๐‘–๐‘ฅ + 3๐‘ฆ โˆ’ 2๐‘–๐‘ง
2๐‘–๐‘ฆ + 2๐‘ง
) = (
0
0
0
)
Memberi hubungan ๐‘ฅ = โˆ’
๐‘–๐‘ฆ
2
dan ๐‘ง = โˆ’๐‘–๐‘ฆ . Normalisasi memberikan
๐‘ข1 =
1
3
(
โˆ’1
2
โˆ’2๐‘–
)
Dengan cara serupa untuk ๐œ€2 = 0 dan ๐œ€3 = 3
๐‘ข2 =
1
3
(
โˆ’1
2
โˆ’2๐‘–
) dan ๐‘ข3 =
1
3
(
โˆ’1
2
โˆ’2๐‘–
)
Jelas bahwa
49
i. ๐‘ข1
+
๐‘ข2 =
1
9
( ๐‘– 2 2๐‘–)(
โˆ’1
2
โˆ’2๐‘–
) =
2+2โˆ’4
9
= 0
ii. ๐‘ข1
+
๐‘ข3 =
1
9
( ๐‘– 2 2๐‘–)(
2๐‘–
2
๐‘–
) =
โˆ’2+4โˆ’2
9
= 0
iii. ๐‘ข2
+
๐‘ข3 =
1
9
(2๐‘– 1 โˆ’2๐‘–)(
2๐‘–
2
๐‘–
) =
โˆ’4+2+2
9
= 0
Yakni ketiganya orthonormal.
SOAL
1. Buktikan Operator P adalah Hermit !
Jawaban
๐‘ƒ+
= [
โ„
๐‘–
.
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
]+
= [
โ„
๐‘–
]+
[
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
]+
= (โˆ’
โ„
๐‘–
) . (โˆ’
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
)
= (
โ„
๐‘–
) . (
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
)
= ๐‘ƒ
2. Misalkan ๐ด ๐œ– ๐‘€ ๐‘› adalah matriks Hermitian, maka :
a. ๐‘ฅโˆ—
๐ด๐‘ฅ adalah bilangan real untuk setiap ๐‘ฅ โˆˆ โˆ ๐‘›
b. Nilai eigen dari A adalah bilangan real
Jawaban
Bukti :
50
a. Perhatikan bahwa ๐‘ฅโˆ—
๐ด๐‘ฅ = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ดโˆ—
๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒช
Kemudian โŒฉ ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒชkarena ๐‘ฅโˆ—
๐ด๐‘ฅ = โŒฉ ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช maka ๐‘ฅโˆ—
๐ด๐‘ฅ
adalah bilangan real
b. Misalkan nilai eigen dari A adala๐œ† dan ๐‘ฅ adalah vektor eigen yang terkait
dengan nilai eigen ๐œ† maka ๐ด๐‘ฅ = ๐œ†๐‘ฅ Kemudian perhatikan bahwa
๐œ†โŒฉ ๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐œ†๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐œ†๐‘ฅโŒช = ๐œ†ฬ…โŒฉ ๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช
Karena ๐œ† = ๐œ†ฬ… maka nilai eigen ๐œ† adalah bilangan real.
51
2.2 Operator Momentum Sudut
Operator Momentum Sudut didefinisikan sebagaimana fisika klasik seperti
pers. (3.17). Didalam teori kuantum kuantitas ini menjadi operator melalui
korespondensi (2.9)
๐ฟโƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = ๐‘Ÿโƒ— ร— ๐‘โƒ— = ๐‘–ฬ‚ ๐‘™ ๐‘ฅ + ๐‘—ฬ‚ ๐‘˜ ๐‘ฆ + ๐‘˜ฬ‚ ๐‘™ ๐‘ง
= ๐‘–ฬ‚( ๐‘ฆ๐‘๐‘ง โˆ’ ๐‘ง๐‘ ๐‘ฆ) + ๐‘—ฬ‚( ๐‘ฆ๐‘๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘๐‘ง) + ๐‘˜ฬ‚(๐‘ฅ๐‘ ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘๐‘ฅ)
= ๐‘–ฬ‚ฤง {๐‘–ฬ‚ (๐‘ฆ
๐œ•
๐œ•๐‘ง
โˆ’ ๐‘ง
๐œ•
๐œ•๐‘ฆ
) + ๐‘—ฬ‚(๐‘ฆ
๐œ•
๐œ•๐‘ฅ
โˆ’ ๐‘ฅ
๐œ•
๐œ•๐‘ง
) + ๐‘˜ฬ‚ (๐‘ฅ
๐œ•
๐œ•๐‘ฆ
โˆ’ ๐‘ฆ
๐œ•
๐œ•๐‘ฅ
)} (4.58)
Didalam koordinator bola komponen-komponen operator momentum sudut diatas
dapat dinyatakan sebagai berikut :
๐‘™ ๐‘ฅ = ๐‘–ฬ‚ฤง(sin ๐œ‘
๐œ•
๐œ•๐œƒ
+ cot ๐œƒ cos ๐œ‘
๐œ•
๐œ•๐œ‘
)
๐‘™ ๐‘ฆ = ๐‘–ฬ‚ฤง(โˆ’cos ๐œ‘
๐œ•
๐œ•๐œƒ
+ cot ๐œƒ sin ๐œ‘
๐œ•
๐œ•๐œ‘
)
๐‘™ ๐‘ง = โˆ’๐‘–ฬ‚ฤง
๐œ•
๐œ•๐œ‘
(4.59)
Operator yang banyak digunakan adalah kuadrat dari momentum sudut. Dari pers
(3.16) diperoleh :
๐ฟ2
= ๐‘Ÿ2
๐‘2
โˆ’ ( ๐‘Ÿโƒ—. ๐‘โƒ—)2
+ ๐‘–ฬ‚ฤง ๐‘Ÿโƒ—. ๐‘โƒ—
= ๐‘Ÿ2(โˆ’ฤง2
โˆ‡2) โˆ’ (โˆ’๐‘–ฤง๐‘Ÿ
๐œ•
๐œ•๐‘Ÿ
)
2
+ ฤง2
๐‘Ÿ
๐œ•
๐œ•๐‘Ÿ
= ฤง2
{๐‘Ÿ2 ๐œ•2
๐œ•๐‘Ÿ2 + 2๐‘Ÿ
๐œ•
๐œ•๐‘Ÿ
+
1
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
+
1
sin2 ๐œƒ
๐œ•2
๐œ•๐œ‘
} โ€”ฤง2
๐‘Ÿ2 ๐œ•2
๐œ•๐‘Ÿ2 โˆ’ ฤง2
๐‘Ÿ
๐œ•
๐œ•๐‘Ÿ
+ ฤง2
๐‘Ÿ
๐œ•
๐œ•๐‘Ÿ
= โ€” ฤง2
{
1
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
) +
1
sin2 ๐œƒ
๐œ•2
๐œ•๐œ‘
}
52
Selanjutnya, perhatikan penerapan operator ๐‘™ ๐‘ง ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘“๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘ ๐‘– ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘),
๐‘™ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) = (โˆ’๐‘–ฤง
๐œ•
๐œ•๐œ‘
){โˆš
2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)!
4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)!
๐‘๐‘™
๐‘š
(cos ๐œƒ)๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘
}
= โˆ’๐‘–ฤง โˆš
2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)!
4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)!
๐‘๐‘™
๐‘š
(cos ๐œƒ)(
๐œ•
๐œ•๐œ‘
๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘
)
=โˆ’๐‘–ฤง (๐‘–๐‘š){โˆš
2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)!
4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)!
๐‘๐‘™
๐‘š
(cos ๐œƒ)๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘
}
(4.61)
= ๐‘Œ ฤง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘)
Jadi ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) merupakan fungsi eigen dari operator momentum sudut ๐‘™ ๐‘ง dengan
nilai eigen (๐‘šฤง). Sedangkan pengoperasian L2 dan ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘)
L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š= โ€”ฤง2
{
1
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
)+
1
sin2 ๐œƒ
๐œ•2
๐œ•๐œ‘
} ๐‘Œ๐‘ก๐‘š (4.62a)
Menggunakan hasil perhitungan (4.61),
๐œ•2
๐‘Œ๐‘ก๐‘š
๐œ•๐œ‘2
= ( ๐‘–๐‘š)2
๐‘Œ๐‘ก๐‘š = โˆ’๐‘š2
๐‘Œ๐‘ก๐‘š
Karena itu
L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š= โ€”ฤง2
{
1
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
)โˆ’
๐‘š2
sin2 ๐œƒ
} ๐‘Œ๐‘ก๐‘š
= โ€” ฤง2
[{
1
sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐œ•
๐œ•๐œƒ
) โˆ’
๐‘š2
sin2 ๐œƒ
} ๐›ท๐›ฉ๐‘™๐‘š ] ๐›ท ๐‘š
(4.62c)
Selanjutnya, gunakan pers (4.11B) untuk ๐›ท ๐‘š
1
sin ๐œƒ
๐‘‘
๐‘‘๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐‘‘๐›ท ๐‘š
๐‘‘๐œƒ
)+ {๐‘™ (๐‘™ + 1) โˆ’
๐‘š2
sin2 ๐œƒ
} ๐›ฉ๐‘ก๐‘š = 0
Maka
53
{
1
sin ๐œƒ
๐‘‘
๐‘‘๐œƒ
(sin ๐œƒ
๐‘‘๐›ท ๐‘š
๐‘‘๐œƒ
) โˆ’
๐‘š2
sin2 ๐œƒ
} ๐›ฉ๐‘ก๐‘š = โˆ’๐‘™(๐‘™ + 1)๐›ฉ๐‘ก๐‘š
(4.63)
Dengan demikian diperoleh
L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š = โ€”ฤง2 [โˆ’๐‘™( ๐‘™ + 1) ๐›ฉ๐‘ก๐‘š] ๐›ท ๐‘š
= ๐‘™( ๐‘™ + 1)ฤง2
๐›ฉ๐‘ก๐‘š ๐›ท ๐‘š
(4.64)
= ๐‘™( ๐‘™ + 1)ฤง2
๐‘Œ๐‘ก๐‘š
Artinya,
๐‘™ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) juga merupakan fungsi eigen dari L2 dengan nilai eigen = ๐‘™( ๐‘™ +
1)ฤง2
. Hal ini berarti ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) merupakan fungsi eigen serempak dari Lz dan L2,
dan hasil ini memberikan konsekuwensi lebih lanjut yaitu
[Lz , L2] = 0
(4.65)
Dari operasi Lz dan L2 pada fungsi harmonik ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘), memungkinkan untuk
melakukan penafsiran fifif sebagai berikut.
๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘)menggambarkan perilaku elektron dengan besar momentum sudut L
L = |๐ฟโƒ—โƒ—| = โˆš ๐ฟ. ๐ฟโƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = ฤง โˆš ๐‘™(๐‘™ + 1)
(4.66)
Momentum sudut sebesar ฤง โˆš ๐‘™(๐‘™ + 1) ini tidak mempunyai arah yang bebas
melainkan sedemikian rupa sehingga proyeksinya terhadap sumbu z,
๐ฟโƒ—โƒ—. ๐‘˜โƒ—โƒ— = ๐ฟ ๐‘ง = ๐‘š ฤง
(4.67)
54
Artinya, momentum sudut terkuantisasi dalam uang. Ilustrasi gerak elektronnya
diberikan oleh gambar berikut :
Gambar 4.4 Ilustrasi klasik gerak elektron
Dari gambar 4.4 tampak bahwa kendala bagi arah momentum ๐ฟโƒ—โƒ— adalah :
Cos ๐œƒ =
๐ฟ ๐‘ง
๐ฟ
=
๐‘š
โˆš ๐‘™(๐‘™+1)
(4.68)
Sebagai sumbu z biasanya diambil arah medan luar misalnya medan magnet B
yang meliputi atom
55
Gambar 4.5 Berbagai elektron
Gambar 4.6 Kuantisasi ruang bagi momentum sudut
Contoh soal 4.4
Satu elektron di dalam medan coulomb dari suatu proton mempunyai keadaan
yang dinyatakan oleh fugsi gelombang :
๐›น( ๐’“) =
1
6
{4๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ ๐›น210 ( ๐’“)+ โˆš10 ๐›น21โˆ’1( ๐’“)}
Hitung harga ekspektasi dari
56
a. Energi
b. ๐ฟ2
c. ๐ฟ ๐‘ง dari elektron
Penyelesaian:
a. Helmintonian (4.3) dan persamaan eigen (4.4) memberikan
H๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r)=๐ธ ๐‘› ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r)
Dengan energi eigen hanya bergantung pada bilangan kuantum utama n
๐ธ ๐‘›=-
๐‘€ ๐‘’ ๐‘’4
32ฯ€ ๐œ€๐‘œ2 ั›2
1
๐‘›2
Kemudia mengiingat ortonormalitas fungsi eigen ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r)
(๐›น๐‘›โ€ฒ๐‘™โ€ฒ๐‘šโ€ฒ, ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š )=ฮด ๐‘›โ€ฒ
๐‘›
ฮด ๐‘™โ€ฒ
๐‘™
ฮด ๐‘šโ€ฒ
๐‘š
Didapatkan
โŒฉEโŒช=โˆซ ๐›นโˆ—
H ๐›นdv
=โˆซ ๐›นโˆ—
H
1
6
{4๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ ๐›น210 (ศ“)+ โˆš10๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv
=โˆซ ๐›นโˆ— 1
6
{4๐ธ1 ๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐ธ2 ๐›น211 ( ๐’“)โˆ’ ๐ธ2 ๐›น210 ( ๐’“)+
โˆš10๐ธ2 ๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv
=
1
36
โˆซ{16 ๐›นโˆ—
100 ๐ธ1 ๐›น100 +9๐›นโˆ—
211 ๐ธ2 ๐›น211 +๐›นโˆ—
210 ๐ธ2 ๐›น210 +10๐›นโˆ—
21โˆ’1 ๐ธ2 ๐›น21โˆ’1
}dv
=
1
36
{16โŒฉ๐ธ1โŒช+9โŒฉ๐ธ2โŒช+โŒฉ๐ธ2โŒช+10โŒฉ๐ธ2โŒช}
=
1
36
{16โŒฉ๐ธ1โŒช+20โŒฉ๐ธ2โŒช}
=
1
36
{16โŒฉ๐ธ1โŒช+
20
4
โŒฉ๐ธ2โŒช}
=
7
12
โŒฉ๐ธ1โŒช
b. Menggunakan persamaan (4.64)
๐ฟ2
๐›น๐‘™๐‘š =l(l+1) ั›2
๐›น๐‘™๐‘š
Yang hanya bergantung pada bilangan kuantum orbital,maka:
i) ๐ฟ2
๐›น100 ( ๐’“)=0
57
ii) ๐ฟ2
๐›น211 ( ๐’“)=2ั›2
๐›น211 ( ๐’“)
iii) ๐ฟ2
๐›น210 ( ๐’“)=2ั›2
๐›น210 ( ๐’“)
iv) ๐ฟ2
๐›น21โˆ’1( ๐’“)=2ั›2
๐›น21โˆ’1( ๐’“)
Sehingga,
โŒฉ๐ฟ2
โŒช=โˆซ ๐›นโˆ—
๐ฟ2
๐›นdv
=โˆซ ๐›นโˆ— ( ๐’“)
ั›2
6
{0+3.2๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ 2๐›น210 ( ๐’“)+โˆš102๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv
=
ั›2
36
โˆซ{0+9๐›นโˆ—
211 2๐›น211 +๐›นโˆ—
210 2๐›น210 +10๐›นโˆ—
21โˆ’12๐›น21 โˆ’1(ศ“)}dv
=
10ั›2
9
c. Menggunakan persamaan (4.61)
๐ฟ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘™๐‘š(ฮธ,ฯ•)=mั›๐‘Œ๐‘™๐‘š(ฮธ,ฯ•)
Yang hanya bergantung bilang kuantum magnetik diperoleh :
i)๐ฟ ๐‘ง ๐›น100 ( ๐’“)=0
ii)๐ฟ ๐‘ง ๐›น211( ๐’“)=ั›2
๐›น211 ( ๐’“)
iii)๐ฟ ๐‘ง ๐›น210 ( ๐’“)=0
iv)๐ฟ ๐‘ง ๐›น21โˆ’1( ๐’“)=-ั›2
๐›น21 โˆ’1( ๐’“)
Bersama ortonormalitas (4.25) memberikan
โŒฉ๐ฟ ๐‘งโŒช=โˆซ ๐›นโˆ—
๐ฟ ๐‘ง ๐›นdv
=
ั›
6
โˆซ ๐›นโˆ—
{0+3.1๐›น211 ( ๐’“)โˆ’ 0 โˆ’ โˆš10๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv
=
ั›
36
โˆซ{9๐›นโˆ—
211 ๐›น211 -10๐›นโˆ—
21โˆ’12๐›น21โˆ’1}dv
=-
ั›
36
58
2.3 Operator Tangga dan Representasi Matriks
Perhatikan kembali hasil operasi x dan
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
pada ฯˆn yaitu pers (5.77) dan
pers (5.78) . penjumlahan dan pengurangan dua operasi tersebut memberikan
(โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ + โˆš
โ„Ž
๐‘š๐œ”
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
)ฯˆn (x) = (โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ +
๐‘–
โ„Ž
โˆš
โ„Ž
๐‘š๐œ”
๐‘) ฯˆn (x) = 2 โˆš
๐‘›
2
ฯˆn-1 (x)
(โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’ โˆš
โ„Ž
๐‘š๐œ”
๐‘‘
๐‘‘๐‘ฅ
)ฯˆn (x) = (โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘–
โ„Ž
โˆš
โ„Ž
๐‘š๐œ”
๐‘) ฯˆn (x) = 2 โˆš
๐‘›+1
2
ฯˆn+1 (x)
โ€ฆ(5.79a)
Atau
(โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ + ๐‘–โˆš
โ„Ž
2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘) ฯˆn (x) = โˆš ๐‘› + 1 ฯˆn-1 (x)
(โˆš
๐‘š๐œ”
โ„Ž
๐‘ฅ + ๐‘–โˆš
โ„Ž
2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘) ฯˆn (x) =โˆš ๐‘› + 1 ฯˆn+1 (x)
โ€ฆ(5.79b)
Hubungan ini cukup menarik, sebeb dua operasi berturut-turut
(โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš
1
2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘) (โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ + ๐‘– โˆš
1
2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘) ฯˆn (x) = (โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš
1
2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘) โˆš ๐‘›
ฯˆn+1 (x)
= โˆš ๐‘› โˆš ๐‘› ฯˆn (x)
= ฯˆn (x)
โ€ฆ(5.80)
Artinya ฯˆn (x) merupakan fungsi eigen dari dua operator dengan urutan seperti
diatas dan mempunyai nilai eigen n.
Perumsan diatas dapat disederhanakan dengan mendefinisikan operator
ฮฑ = โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ +
๐‘–
โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ”
p
59
ฮฑ+ = โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘–
โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ”
p
โ€ฆ(5.81)
kedua operator ฮฑ dan ฮฑ+ ini disebut sebagai operator tangga.
Dari komutator
[x,p] = ih
โ€ฆ(5.82a)
Dan
[x,x] = [p,p] = 0
โ€ฆ(8.82b)
Didapatkan
[ฮฑ, ฮฑ+] = ฮฑฮฑ+ - ฮฑ+ ฮฑ
= (โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ +
๐‘–
โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘, โˆš
๐‘š๐œ”
2โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘–
โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ”
๐‘ )
=
1
2โ„Ž
[ ๐‘š๐œ” [๐‘ฅ, ๐‘ฅ] โˆ’ ๐‘– [x,p]+ ๐‘– [x,p]+
1
๐‘š๐œ”
[p,p]]
โ€ฆ(5.83)
= 1
Dari deefinisi ini, didapatkan hubungan sebaliknya
x = โˆš
โ„Ž
2๐‘š๐œ”
(ฮฑ + ฮฑ+ )
x = โˆš
๐‘šโ„Ž๐œ”
2
(ฮฑ - ฮฑ+ )
โ€ฆ(5.84)
maka
60
x =
โ„Ž
2๐‘š๐œ”
(ฮฑ + ฮฑ+ ) (ฮฑ + ฮฑ+ )
=
โ„Ž
2๐‘š๐œ”
(ฮฑ2 + ฮฑฮฑ+ + ฮฑ+ ฮฑ + (ฮฑ+)2 )
โ€ฆ(5.85a)
=
โ„Ž
2๐‘š๐œ”
(ฮฑ2 + 2ฮฑ+ ฮฑ + 1 + (ฮฑ+)2 )
Dan
p = โˆ’
2๐‘š๐œ”
โ„Ž
(ฮฑ - ฮฑ+ ) (ฮฑ - ฮฑ+ )
= โˆ’
2๐‘š๐œ”
โ„Ž
(ฮฑ2 - ฮฑฮฑ+ - ฮฑ+ ฮฑ + (ฮฑ+)2 )
โ€ฆ(5.85b)
= โˆ’
2๐‘š๐œ”
โ„Ž
(ฮฑ2 - 2ฮฑ+ ฮฑ -1 + (ฮฑ+)2 )
Karena itu, Hamiltonian osilator harmonic menjadi
H =
1
2๐‘š
p 2 +
1
2
๐‘š๐œ”2 x2
=
1
2๐‘š
๐‘šโ„Ž๐œ”
2
(โˆ’ฮฑ2
+ 2ฮฑ+
ฮฑ + 1 โˆ’ (ฮฑ+)2) +
๐‘š๐œ”2
2
โ„Ž
2๐‘š๐œ”
(ฮฑ2
+ 2ฮฑ+
ฮฑ + 1 + (ฮฑ+)2)
=
๐‘šโ„Ž๐œ”
4
(4ฮฑ+
ฮฑ + 2)
โ€ฆ(5.86)
= โ„Ž๐œ” (ฮฑ+
ฮฑ +
1
2
)
Selanjutnya, definisikan pula keadaan eigen โ”‚n โฆ’
61
ฯˆn โ‰ก โ”‚n โฆ’
โ€ฆ(5.87)
dan ortonomalitas
โŒฉ ๐‘šโ”‚n โŒช= แตŸmn
โ€ฆ(5.88)
Hubungan (5.79b) dan (5.80), diberikan
ฮฑ (ฮฑ+
ฮฑ +
1
2
)= โˆš ๐‘› โ”‚n-1 โฆ’
ฮฑ+
n โฆ’ = โˆš ๐‘› + 1โ”‚n+1 โฆ’
ฮฑ+
ฮฑ n โฆ’ = ๐‘›โ”‚n โฆ’
โ€ฆ(5.89)
Karena itu, operator ฮฑ disebut sebagai operator tangga penurun โ”‚n โฆ’ โ†’ โ”‚n-1 โฆ’ ,
ฮฑ+
operator tangga penaik โ”‚n โฆ’ โ†’ โ”‚n+1 โฆ’
Sedangkan
ฮฑ+
ฮฑ = แน„ . โ€ฆ
(5.90)
Disebut operator jumlah atau operator bilangan. Didalam ungkapan operator
tangga ini, persamaan eigen bagi osilator harmonic menjadi
H n โฆ’ h๐œ” (ฮฑ+
ฮฑ +
1
2
)โ”‚n โฆ’ = En โ”‚n โฆ’
โ€ฆ(5.91)
Dengan
62
En = h๐œ” (n +
1
2
)
โ€ฆ(5.92)
Selanjutnya didefinisikan keadaan dasar atau keadaan vakum โ”‚0 โฆ’ yang
memenuhi
ฮฑ โ”‚n โฆ’ = 0
โ€ฆ(5.93)
โŒฉ0โ”‚0 โŒช = 1
โ€ฆ(5.94)
Keadaan vakum dapat ditafsirkan sebagai ketiadaan partikel dengan frekuensi ๐œ” .
dari per (5.89) didapatkan
ฮฑ โ”‚n โฆ’ = 0
ฮฑ+
โ”‚0 โฆ’ = โ”‚1 โฆ’
Karena itu, operator ฮฑ diseut juga operator anihilasi atau permusnah satu partikel
menjadi tidak ada โ”‚1 โฆ’ โ†’ โ”‚0 โฆ’ , sedangkan ฮฑ+
operator kreasi dari vakum
menjadi ada satu pertikel โ”‚0 โฆ’ โ†’ โ”‚1 โฆ’.
Contoh 5.7
Keadaan eigen. Tentukan :
a. Komutator antara ๐‘ฬ‚ dan a
b. Komutator antara ๐‘ฬ‚ dan a+
c. Hubunganantara keadaan tereksitasi | ๐‘›โŒช dan keadaan |0โŒช
Penyelesaian :
a. Dari komutator tiga operator
[ ๐ด๐ต, ๐ถ] = A[ ๐ต, ๐ถ] + [ ๐ด, ๐ถ]B
๐‘€๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž
[ ๐‘Ž+
๐‘Ž, ๐‘Ž] = a+[ ๐‘Ž, ๐‘Ž] + [ ๐‘Ž+
, ๐‘Ž]a
63
= -a
(5.96a)
b. Dengan cara serupa
[ ๐‘Ž+
๐‘Ž, ๐‘Ž+ ] = a+[ ๐‘Ž, ๐‘Ž+] + [ ๐‘Ž+
, ๐‘Ž+]a
= a+
(5.96b)
c. Terapkan perrs (5.89) ntuk operator kreasi n kali bertuurut-turut
( ๐‘Ž+) ๐‘› |0โŒช = ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’1|1โŒช
= ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’2
โˆš2|2โŒช
= โˆš2( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’3
โˆš3|3โŒช
โ€ฆ.
= โˆš2โˆš3โ€ฆ . โˆš ๐‘˜ โˆ’ 1 ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’๐‘˜
โˆš ๐‘˜| ๐‘˜โŒช
โ€ฆ.
= โˆš2.3.4 โ€ฆ(๐‘› โˆ’ 3)( ๐‘Ž+)2
โˆš ๐‘› โˆ’ 2 | ๐‘› โˆ’ 2โŒช
= โˆš(๐‘› โˆ’ 2)!a+
โˆš ๐‘› โˆ’ 1| ๐‘› โˆ’ 1โŒช
= โˆš ๐‘›! | ๐‘›โŒช
64
Sehingga,
| ๐‘›โŒช =
( ๐‘Ž+)
๐‘›
โˆš๐‘›!
|0โŒช
(5.97)
Contoh 5.8
Representasi matriks. Berikan representasi atriks dari
a. Operator a dan a+
b. Hamiltonian osilator harmonik
c. Hamiltonian osilator harmonik terganggu
H =
1
2๐‘š
๐‘2
+
1
2
๐‘š ๐œ”2
๐‘ฅ2
+ ๐พ๐‘ฅ3
Dengan
K = ๐œ† (
2๐‘š๐œ”5/3
ฤง1/3 )
3/2
Dan ๐œ† ๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š๐‘’๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘–๐‘™.
Penyelesaian :
a. Ortonormalitas dan operasi a, a+ terhadap
| ๐‘›โŒช, ๐‘‘๐‘–๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘œ๐‘™๐‘’โ„Ž ๐‘˜๐‘œ๐‘š๐‘๐‘œ๐‘›๐‘’๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘ 
amn = โŒฉ ๐‘š| ๐‘Ž| ๐‘›โŒช = โŒฉ ๐‘š|โˆš ๐‘›|๐‘› โˆ’ 1โŒช = โˆš ๐‘›๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’1
Bentuk eksplisitnya
a =
[
0 1 0 0 0 โ€ฆ
0 0 โˆš2 0 0 โ€ฆ
0 0 0 โˆš3 0 โ€ฆ
0 0 0 0 2 โ€ฆ
0 0 0 0 0 โ€ฆ
โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ]
(5.98a)
Serupa, komponen matriks
(a+)mn = โŒฉ ๐‘š| ๐‘Ž+| ๐‘›โŒช = โˆš ๐‘› + 1๐›ฟ ๐‘š๐‘›+1
Bentuk eksplisitnya
65
a+ =
[
0 0 0 0 0 โ€ฆ
1 0 0 0 0 โ€ฆ
0 โˆš2 0 0 0 โ€ฆ
0 0 โˆš3 0 0 โ€ฆ
0 0 0 2 0 โ€ฆ
โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ]
(5.98b)
b. Komponen matriks Hamiltonian osilator harmonic
Hmn = โŒฉ ๐‘š| ๐ป| ๐‘›โŒช
= ฤงฯ‰โŒฉ ๐‘š |๐‘Ž+
๐‘Ž +
1
2
| ๐‘›โŒช
= ฤงฯ‰(n +
1
2
) ๐›ฟ ๐‘š๐‘›
Bentuk eksplisitnya
H = ฤงฯ‰
[
1
2
0 0 0 0 โ€ฆ
0
3
2
0 0 0 โ€ฆ
0 0
5
2
0 0 โ€ฆ
0 0 0
7
2
0 โ€ฆ
0 0 0 2
9
2
โ€ฆ
โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ]
(5.99)
c. Untuk mendapatkan suku kubik dalam Hamiltonian, perhatikan hubungan
๐‘Ž| ๐‘›โŒช = โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช
๐‘Ž+ | ๐‘›โŒช = โˆš๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช
Dan
๐‘ฅ = โˆš
ฤง
2๐‘š๐œ”
( ๐‘Ž + ๐‘Ž+)
Kedua persamaan ini memberikan
๐‘ฅ| ๐‘›โŒช = โˆš
ฤง
2๐‘š๐œ”
(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช +โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช)
Operasi lebih lanjut
๐‘ฅ3| ๐‘›โŒช = โˆš
ฤง
2๐‘š๐œ”
๐‘ฅ2
(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช +โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช)
= (
ฤง
2๐‘š๐œ”
) ๐‘ฅ(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช | ๐‘› โˆ’ 2โŒช +โˆš ๐‘›| ๐‘›โŒช) + โˆš ๐‘› + 1(| ๐‘› + 1โŒช +
โˆš ๐‘› + 2(| ๐‘› + 2โŒช)
= (
ฤง
2๐‘š๐œ”
) ๐‘ฅ {โˆš ๐‘›(๐‘› โˆ’ 1)| ๐‘› โˆ’ 2โŒช + (2๐‘› + 1)| ๐‘›โŒช +
โˆš( ๐‘› + 1)(๐‘› + 2)(| ๐‘› + 2โŒช}
66
= (
ฤง
2๐‘š๐œ”
)
3/2
{โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1)(โˆš ๐‘› โˆ’ 2| ๐‘› โˆ’ 3โŒช + โˆš( ๐‘› โˆ’ 1)| ๐‘› โˆ’ 1โŒช) +
(2๐‘› + 1)(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช + โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช + โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช) +
โˆš( ๐‘› + 1)(๐‘› + 2)โˆš ๐‘› + 2| ๐‘› + 1โŒช + โˆš ๐‘› + 3| ๐‘› + 3โŒช)}
= (
ฤง
2๐‘š๐œ”
)
3/2
{โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1) ๐‘› โˆ’ 2| ๐‘› โˆ’ 3โŒช + 3๐‘›โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช +
(3๐‘› + 3)โˆš ๐‘› + 2| ๐‘› + 1โŒช + โˆš( ๐‘› + 1)( ๐‘› + 2)(๐‘› + 3)| ๐‘› + 3โŒช}
Elemen matriks bersangkutan
โŒฉ ๐‘š| ๐‘ฅ3| ๐‘›โŒช = (
ฤง
2๐‘š๐œ”
)
3/2
{โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1) ๐‘› โˆ’ 2๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’3 + 3๐‘›โˆš ๐‘›๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’1 +
(3๐‘› + 3)โˆš ๐‘› + 2๐›ฟ ๐‘š๐‘›+1 + โˆš( ๐‘› + 1)( ๐‘› + 2)(๐‘› + 3)๐›ฟ ๐‘š๐‘›+3}
๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข
๐‘ฅ3
= (
ฤง
2๐‘š๐œ”
)
3/2
[
0 3 0 โˆš6 0 โ€ฆ
3โˆš2 0 6โˆš2 0 2โˆš6 โ€ฆ
0 6โˆš3 0 9โˆš3 0 โ€ฆ
โˆš6 0 18 0 14 โ€ฆ
0 2โˆš6 0 12โˆš5 0 โ€ฆ
โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ]
Dengan demikian, Hamiltonian osilator harmonik terganggu
H = ฤงฯ‰
[
1
2
3๐œ† 0 0 0 โ€ฆ
3๐œ†โˆš2
3
2
6๐œ†โˆš2 0 2๐œ†โˆš2 โ€ฆ
0 6๐œ†โˆš3
5
2
9๐œ†โˆš3 0 โ€ฆ
๐œ†โˆš6 0 18๐œ†
7
2
14๐œ† โ€ฆ
0 2๐œ†โˆš6 0 12๐œ†โˆš5
9
2
โ€ฆ
โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ]
Bentuk-bentuk di depan diperoleh menggunakan basis
67
|0โŒช =
(
1
0
0
0
0
0
โ‹ฎ)
, |1โŒช =
(
0
1
0
0
0
0
โ‹ฎ)
, |2โŒช =
(
0
0
1
0
0
0
โ‹ฎ)
, โ€ฆ, | ๐‘›โŒช =
(
0
0
โ‹ฎ
0
1
0
โ‹ฎ )
,
68
BAB 3
PERSAMAAN SCHRODINGER
3.1 Persamaan Gelombang dan Fungsi Gelombang
Suatu gelombang cahaya bidang dapat dituliskan oleh persamaan:
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ธ0 sin( ๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก) (1)
Dengan ๐ธ0 adalah nilai faktor medan listrik, ๐œ” = 2๐œ‹๐‘ฃ adalah frekuensi sudut, dan
๐‘˜ = ๐œ” ๐‘โ„ = 2๐œ‹ ๐œ†โ„ adalah angka gelombang.
Pada analogi dengan persamaan (1), gelombang partikel dapat dituliskan sebagai:
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด sin( ๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก) (2)
Dari ๐‘˜ = 2๐œ‹ ๐œ†โ„ dan ๐œ† โ„Ž ๐‘๐‘ฅโ„ maka nomor gelombang ๐‘˜ dapat dinyatakan dalam
momentum partikel ๐‘๐‘ฅ sebagai:
๐‘˜ =
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
Dengan โ„Ž adalah โ„Ž 2๐œ‹โ„ . Frekuensi ๐œ” berhubungan dengan energi kinetik partikel
๐ธ sebagai berikut:
๐‘ฌ = ๐’‰๐’— = ๐’‰๐Ž
Dan jika energi kinetik dinyatakan dalam momentumnya, maka :
๐’‘ ๐’™
๐Ÿ
๐Ÿ๐’Ž
= ๐’‰๐Ž
Atau
๐œ” =
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
Fungsi gelombang menjadi :
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด sin (
๐‘๐‘ฅ ๐‘ฅ
โ„Ž
โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
๐‘ก
2๐‘šโ„Ž
) (3)
Fungsi gelombnag (3) merupakan penyelesaian persamaan diferensial gelombang
salah satunya adalah
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ก2
= ๐›ผ
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ฅ2
69
Persamaan ini adalah persamaan gelombang datar atau bidang bunyi dalam gas
dengan leju bunyi adalah ๐œถ.
Persamaan (1) disubtitusikan ke persamaan (2) dengan menganggap
๐๐’‘
๐๐’•
= ๐ŸŽ, yaitu
tak ada gaya yang bekerja pada partikel.
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก
= โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
๐ด cos(
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
๐‘ก)
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ก2
= โˆ’(
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
)
2
๐ด sin
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
๐‘ก
= โˆ’(
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
)
2
๐œ“
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ฅ
=
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
๐ด cos(
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
๐‘ก)
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ฅ2
= โˆ’ (
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
)
2
๐ด sin(
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
๐‘ฅ โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
๐‘ก)
= โˆ’ (
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
)
2
๐œ“
Hasilnya
โˆ’(
๐‘๐‘ฅ
2
2๐‘šโ„Ž
)
2
๐œ“ = ๐›ผ [โˆ’ (
๐‘๐‘ฅ
โ„Ž
)
2
๐œ“] (4)
Maka diperoleh
๐›ผ =
๐‘๐‘ฅ
2
4๐‘š2
(5)
Maka persamaan (3) menjadi:
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ก2
=
๐‘๐‘ฅ
2
4๐‘š2
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ฅ2
Persamaan (4) menunjukkan fungsi gelombang (3) dideferinsialkan ke t hanya
sekali maka momentum ๐‘๐‘ฅ ruas kiri dan ruas kanan saling menghapus. Dengan
demikian persamaan baru:
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก
= ๐›พ
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ฅ2
(6)
70
Persamaan :
๐œ“ = ๐ด sin [ ๐‘– (
๐‘๐‘ฅ ๐‘ฅ
โ„Ž
โˆ’
๐‘๐‘ฅ
2
๐‘ก
2๐‘šโ„Ž
)] (7)
Adalah penyelesaian dari persamaan (6) bila:
๐›พ =
๐‘–โ„Ž
2๐‘š
Dengan demikian persamaan gelombang (6) menjadi:
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก
=
โ„Ž
๐‘–2๐‘š
๐œ•2
๐œ“
๐œ•๐‘ฅ2
(1 ๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ ๐‘– ) (8)
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก
=
โ„Ž
๐‘–2๐‘š
โˆ‡2
๐œ“ (3 ๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ ๐‘– ) (9)
Persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk:
๐‘–โ„Ž
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก
=
( ๐‘–โ„Žโˆ‡)2
2๐‘š
๐œ“ (10)
Persamaan gerak klasik dapat ditulisakan dalam bentuk:
๐ธ =
๐‘2
2๐‘š
(11)
Persamaan (10) dan (11) memiliki kesamaan oleh Schrodinger dipakai sebagai
dasar untuk mendalilkan transisi dan deskripsi mekanika kuantum dapat dibuat
dengan prosedur berikut:
1. Tuliskan persamaan gerak klasik dalam bentuk energi total ๐ธ,
momentum ๐‘, dan energi potensial ๐‘‰.
2. Gantilah persamaan tersebut ke dalam persamaan operator dengan
mengganti ๐ธ, dengan operator ๐‘–โ„Ž
๐œ•
๐œ•๐‘ก
dan ๐‘ dengan operator ๐‘–โ„Žโˆ‡.
3. Kenakan operator tersebut pada fungsi gelombang ๐œ“ persamaan
gelombang yang diperoleh.
4. Persamaan gerak klasik partikel dalam suatu potensial adalah
71
๐ธ =
๐‘2
2๐‘š
+ ๐‘‰( ๐‘Ÿ) (12)
Dengan mengerjakan postulat pada persamaan diatas, kita memperoleh Persamaan
Schrodinger:
๐’Š๐’‰
๐๐
๐๐’•
=
๐’‰ ๐Ÿ
๐Ÿ๐’Ž
๐› ๐Ÿ
๐ + ๐‘ฝ( ๐’“) ๐
( ๐Ÿ๐Ÿ‘)
3.2 Pembenaran Persamaan Schrodinger
Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan
Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun
pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan.
Persamaan Schrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa
potensial sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan
potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang tidak โ€œfisis,โ€
dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat diperiksa kebenarannya dengan
percobaan-tidak ada contoh di alam yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel
yang terkukung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator
harmonik mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali
merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun
demikian, berbagai kasus sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan
gambaran tentang teknik umum pemecahan persamaan Schrodinger.
Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger dan sedang
meneliti suatu persamaan diferensial yang akan menghasilkan pemecahan yang
sesuai bagi fisika kuantum. Akan kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak
adanya hasil percobaan yang dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan.
Oleh karena itu, kita harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua
sifat yang kita perkirakan akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian menguji
macam persamaan manakah yang memenuhi semuan kriteria tersebut.
1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun kita hendak
mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik, hukum kekekalan
72
energy adalah salah satu asas yang kita inginkan tetap berlaku. Oleh karena
itu, kita mengambil
๐‘ฒ + ๐‘ฝ = ๐‘ฌ (๐Ÿ“. ๐Ÿ)
Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total. (karena
kajian kita tentang fisika kuantum ini dibatasi pada keadaan takrelativistik,
maka ๐‘ฒ = ๐Ÿ
๐Ÿโ„ ๐’Ž๐’—ยฒ = ๐’‘ยฒ/๐Ÿ๐’Ž; ๐‘ฌ hanyalah menyatakan jumlah energy
kinetic dan potensial, bukan energy massa relativistic).
1. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas
terhadap hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya
bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahan yang kita
dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang
gelombang ๐€ yang sama dengan h/p. dengan menggunakan persamaan p =
hk, maka enrgi kinetic dari gelombang deBrogile partikel bebas haruslah
๐‘ฒ = ๐’‘ยฒ/๐Ÿ๐’Ž = ั’ยฒ๐’Œยฒ/๐Ÿ๐’Ž.
2. Persamaanya haruslah โ€œberperilaku baik,โ€ dalam pengertian matematika.
Kita mengharapkan pemecahannya memberikan informasi kepada kita
tentan porbalitas untuk menemukan partikelnya; kita akan terperanjat
menemukan bahwa, misalnya, probalitas tersebut berubah secara tidak
kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya menghilang secara tiba-tiba
dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya. Jadi, kita syaratkan
bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya, tidak boleh ada dua
probalitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus pula
linear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang kita harapkan
sebagai milik gelombang yang berperilaku baik.
Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita tinjau terlebih
dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Anda telah mempelajari
di depan tentang gelombang tali, yang memiliki bentuk matematik ๐‘ฆ(๐‘ฅ, ๐‘ก) =
๐ด ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก), dan gelombang electromagnet, yang memiliki pula bentuk
serupa ๐ธ(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ธ0 ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โ€“ ๐œ”๐‘ก) dan ๐ต(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ต0 ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โ€“ ๐œ”๐‘ก). Oleh
73
karena itu, kita postulatkan bahwa gelombang deBrogile partikel bebas ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก)
memiliki pula bentuk sebuah gelombang dengan amplitude A yang merambat
dalam arah ๐‘ฅ positif. Katakanlah t = 0, jadi dengan mendifinisikan
๐œ“( ๐‘ฅ)sebagai( ๐‘ฅ, ๐‘ก = 0), maka
๐œ“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘˜๐‘ฅ (5.2)
Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก), dapat mengandung
turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah hanya bergantung pada pangakat satu
dari๐œ“2
atau (
๐œ•๐œ“
๐œ•๐‘ก2โ„ )tidak boleh muncul. Didepan telah didapati bahwa๐พ =
ั’ยฒ๐‘˜ยฒ/2๐‘š, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung
๐‘˜2
adalah dengan mengambil turunan kedua dari๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ terhadap x.
๐‘‘2
๐œ“
๐‘‘๐‘ฅ2
= โˆ’๐‘˜2
๐œ“ = โˆ’
2๐‘š
โ„2
๐พ๐œ“ = โˆ’
2๐‘š
โ„2
( ๐ธ โˆ’ ๐‘‰) ๐œ“
โˆ’
โ„2
2๐‘š
๐‘‘2
๐œ“
๐‘‘๐‘ฅ2
+ ๐‘‰๐œ“ = ๐ธ๐œ“ (5.3)
Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah suatu
penurunan; kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan diferensial dengan
ketiga sifat berikut : (1) ia taat asas dengan kekekalan energi; (2) ia linear dan
bernilai tunggal; (3) ia memberikan pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan
sebuah gelombang deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah persamaan
Schrลdinger waktu-bebas satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain
bergantung pada koordinat ruang dan juga waktu , dan bahwa alam kita bukan
berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat belajar mengenai matematika dan
fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari berbagai pemecahan.
Contoh Soal :
Sebuah benda bermassa m dijatuhkan dari ketinggian ๐ป di atas tangki air.
Ketika memasuki air, ia mengalami gaya apung ๐ต yang lebih besar daripada
beratnya. (Kita abaikan gaya gesek (viskos) oleh air pada benda Carilah
perpindahan dan kecepatan benda, dihitung dari saat dilepaskan hingga ia muncul
kembali kepermukaan air.
74
Pemecahan :
Kita pilih sebuah system koordinat dengan ๐‘ฆ positif keatas, dan
mengambil ๐‘ฆ = 0 pada permukaan air. Selama benda jatuh bebas, ia hanya
dipengaruhi gaya gravitasi. Maka, dalam daerah 1(diatas air, hukum kedua
Newton memberikan
โˆ’๐‘š๐‘” = ๐‘š
๐‘‘2
๐‘ฆ2
๐‘‘๐‘ก2
Yang memiliki pemecahan
๐‘ฃโ‚(๐‘ก) = ๐‘ฃโ‚€โ‚ โˆ’ ๐‘”๐‘ก
๐‘ฆโ‚(๐‘ก) = ๐‘ฆโ‚€โ‚ + ๐‘ฃโ‚€โ‚๐‘ก โ€“ 1/2๐‘”๐‘กยฒ
vโ‚€โ‚ dan yโ‚€โ‚ adalah kecepatan dan ketinggian awal pada saat t=0. Ketika benda
memasuki air (daerah 2), gayanya menjadi B-mg, sehingga hukum kedua Newton
menjadi
๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘” = ๐‘š
๐‘‘2
๐‘ฆ2
๐‘‘๐‘ก2
Yang memiliki pemecahan
๐‘ฃ2( ๐‘ก) = ๐‘ฃ02 + (
๐ต
๐‘š
โ€“ ๐‘”) ๐‘ก
๐‘ฆ2( ๐‘ก) = ๐‘ฆ02 + ๐‘ฃ02 ๐‘ก +
1
2
(
๐ต
๐‘š
โ€“ ๐‘”) ๐‘กยฒ
Keempat pemecahan ini memiliki empat koefisien tidak tertentukan
๐‘ฆโ‚€โ‚, ๐‘ฃโ‚€โ‚, ๐‘ฆโ‚€โ‚‚, ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ (Perhatikan bahwa ๐‘ฆโ‚€โ‚‚ dan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ bukanlah nilai pada saat ๐‘ก = 0,
tetapitetapan yang akan ditentukan kemudian). Kedua tetapan pertama diperoleh
dengan menerapkan syarat awal โ€“ pada saat ๐‘ก = 0 (ketika benda dilepaskan)
๐‘ฆโ‚€โ‚ = ๐ป dan ๐‘ฃโ‚€โ‚ = 0, karena benda dilepaskan dari keadan diam. Oleh karena
itu, pemecahan dalam daerah 1 adalah
๐‘ฃโ‚ (๐‘ก) = โˆ’ ๐‘”๐‘ก
๐‘ฆโ‚(๐‘ก) = ๐ป โˆ’ 1/2๐‘”๐‘กยฒ
Langkah berikut dalam penerapan syarat batas pada permukaan air . Misalkan tโ‚
adalah saat ketika benda memasuki air. Syarat batasnya menghendaki bahwa v
dan y kontinu pada daerah batas antara air dan udara, yakni:
75
๐‘ฆโ‚(๐‘กโ‚) = ๐‘ฆโ‚‚(๐‘กโ‚‚)
๐‘‘๐‘Ž๐‘›
๐‘ฃโ‚(๐‘กโ‚) = ๐‘ฃโ‚‚(๐‘กโ‚‚)
Persyaratan pertama mengatakan bahwa benda nya tidak lenyap pada suatu saat
tertentu dan kemudian muncul kembali di suatu titik lain pada saat berikutnya.
Persyaratan kedua setara dengan mensyaratkan lajunya berubah secara mulus pada
permukaan air. [Jika syarat tidak dipenuhi , maka ๐‘ฃโ‚ (๐‘กโ‚ โˆ’ ๐›ฅ๐‘ก) โ‰  ๐‘ฃโ‚‚ (๐‘กโ‚ โˆ’ ๐›ฅ๐‘ก)
meskipun ๐›ฅ๐‘ก โ†’ 0, shingga percepatan akan menjadi takhingga]. Untuk
menerapkan syarat batas ini, kita harus terlebih dahulu mencari tโ‚ ketika yโ‚
menjadi nol.
๐‘ฆโ‚(๐‘กโ‚) = ๐ป โ€“ ยฝ ๐‘”๐‘กยฒ = 0
Sehingga
๐‘ก1 = โˆš
2 ๐ป
๐‘”
Dengan demikian, laju benda ketika menyentuh air ๐‘ฃโ‚(๐‘กโ‚) adalah
๐‘ฃ1( ๐‘ก1) = โˆ’๐‘”๐‘ก1 = โˆ’๐‘”โˆš
2 ๐ป
๐‘”
= โˆ’ โˆš2๐‘”๐ป
Maka syarat batas memberikan
๐‘ฆโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐‘ฆ01 + ๐‘ฃ01โˆš
2 ๐ป
๐‘”
+
1
2
(
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”)(
2 ๐ป
๐‘”
) = 0
dan
๐‘ฃโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐‘ฃ02 + (
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”) (
2 ๐ป
๐‘”
) = โˆ’โˆš2๐‘”๐ป
Kedua persamaan ini dapat dipecahkan secara serempak untuk memperoleh ๐‘ฆโ‚€โ‚‚
dan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚, yang menghasilkan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ = โˆ’ (
๐ต
๐‘š
)โˆš2๐ป
๐‘”โ„ dan ๐‘ฆโ‚€โ‚‚ = ๐ป (1 + ๐ต/๐‘š๐‘”).
Jadi, pemecahan lengkap dalam daerah 2 adalah
๐‘ฃโ‚‚( ๐‘ก1) = โˆ’ (
๐ต
๐‘š
)โˆš2๐ป ๐‘”โ„ + (
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก
76
๐‘ฆโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐ป
๐ป๐ต
๐‘š๐‘”
โˆ’
๐ต
๐‘š
โˆš
2๐ป
๐‘”
๐‘ก +
1
2
(
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”) ๐‘กยฒ
Persamaa bagi ๐‘ฃโ‚, ๐‘ฆโ‚, dan ๐‘ฃโ‚‚ dan ๐‘ฆโ‚‚ memberikan perilaku gerak benda dari
saata ๐‘ก = 0 hingga ia muncul kembali ke permukaan air.
Hasil โ€“ hasil ini dapat kita terapkan untuk menghitung sifat gerak lainnyaa;
sebagai contoh, kita dapat mencari kedalama maksimum yang dicapai benda, yang
terjadi ketika ๐‘ฃโ‚‚ = 0 . Jika kita ambil ๐‘กโ‚‚ sebagai waktu pada saat hal ini terjadi,
maka
๐‘ฃโ‚‚(๐‘กโ‚‚) = โˆ’ (
๐ต
๐‘š
)โˆš2๐ป ๐‘”โ„ + (
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก2 = 0
(๐‘กโ‚‚) =
๐ต
๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘”
โˆš2๐ป ๐‘”โ„
Kedalaman D adalah nilai ๐‘ฆโ‚‚ pada saat ๐‘กโ‚‚ ini , yaitu
๐ท = ๐‘ฆโ‚‚(๐‘กโ‚‚) = (๐ป +
๐ป๐ต
๐‘š๐‘”
) โˆ’
๐ต
๐‘š
โˆš
2๐ป
๐‘”
๐‘ก2 +
1
2
(
๐ต
๐‘š
โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก2ยฒ
๐ท =
โˆ’๐‘š๐‘”๐ป
๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘”
Soal :
1. Fungsi gelombang suatu partikel yang bergerak sepanjang sumbu x adalah
๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ถ๐‘’โˆ’| ๐‘ฅ|
sin ๐‘Ž ๐‘ฅ
a. Tentukan konstanta C jika fungsi gelombang ternormalisasi.
b. Jika ๐‘Ž = ๐œ‹, hitung kemungkinan untuk mendapatkan partikel berada di
sebelah kanan x =1.
2. Buktikan bahwa persamaan Schrodinger adalah linier dengan
membuktikan
๐œ“ = ๐‘Ž1 ๐œ“1 ( ๐‘ฅ, ๐‘ก) + ๐‘Ž2 ๐œ“2 ( ๐‘ฅ, ๐‘ก)
Dimana ๐œ“1 dan ๐œ“2 adalah fungsi gelombang solusi persamaan Schrodinger
3. Cari nilai konstanta A untuk fungsi gelombang ๐œ“ = ๐ด๐‘ฅ๐‘’
โˆ’
๐‘ฅ2
2
77
3.3 Probabilitas dan Normalisasi
Fungsi gelombang ๐œ“(๐‘ฅ) menyatakan suatu gelombang yang memiliki
panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Dilemma
muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh
amplitudo ๐œ“(๐‘ฅ) dan variabel fisika apakah yang bergetar ? Ini merupakan suatu
jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas
untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘‘๐‘ฅ
memberikan p[robabilitas untuk menemukan partikel dalam selang infinitesimal
๐‘‘๐‘ฅ di ๐‘ฅ (yakni antara ๐‘ฅ dan ๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฅ). Dalam satu dimensi, perbedaan antar
โ€œmenemukan partikel di ๐‘ฅโ€ dan โ€œmenemukan partikel dalam selang ๐‘‘๐‘ฅ di ๐‘ฅโ€
mungkin tidak akan menjadi masalah, namun jika ditinjau dari persoalan dua
dimensi dan tiga dimensi, maka perbedaannya kan menonjol. Untuk sekarang
anda mungkin dapat menerima aturan ini dalam pengertian bahwa sebuah partikel
tunggal dalam ruang tidak memiliki dimensi fisika. Karena dimensi sebuah titik
dalam ruang adalah nol. Maka probabilitas untuk menemukan sebuah partikel di
sebuah titik adalah selalu nol, tetapi untuk selang ๐‘‘๐‘ฅ probabilitasnya tidak nol.
Jika kita definisikan ๐‘ƒ(๐‘ฅ) sebagai rapat probabilitas (probabilitas persatuan
panjang, dalam ruang satu dimensi). Maka tafsiran ๐œ“( ๐‘ฅ) menurut resep
Schrodinger adalah
๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘‘๐‘ฅ (5.4)
Tafsiran | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
ini membantu memahami persyaratan kontinu ๐œ“(๐‘ฅ), walaupun
amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk
menemukan partikel antara ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2 adalah jumlah semua probabilitas ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ
dalam selang antara ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2 adalah sebagai berikut
โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ
๐‘ฅ2
๐‘ฅ1
= โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘‘๐‘ฅ
๐‘ฅ2
๐‘ฅ1
(5.5)
Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel di suatu titik
sepanjang sumbu ๐‘ฅ adalah 100 persen, sehingga berlaku
78
โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘‘๐‘ฅ
โˆž
โˆ’โˆž
= 1(5.6)
Persamaan (5.6) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkan
bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari
persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya
ditentukan dari persamaan (5.6) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi
gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk
melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika
normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (5.6) akan selalu
menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1.
Setiap pemecahan persamaan Schrรถdinger yang menghasilkan
| ๐œ“(๐‘ฅ)|2
bernilai tak hingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat
probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka
harus mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan factor
pengalinya sama sengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi
persamaan diferrensial menghasilkan ๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด๐‘’ ๐‘˜๐‘ฅ
+ ๐ต๐‘’โˆ’๐‘˜๐‘ฅ
bagi seluruh daerah
๐‘ฅ> 0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika
tidak | ๐œ“(๐‘ฅ)| akan menjadi tak hingga untuk ๐‘ฅ menuju tak hingga (tetapi jika
pemecahannya dibatasi dalam selang 0 <๐‘ฅ< L, maka A tidak boleh sama dengan
nol). Apabila pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negative sumbu ๐‘ฅ< 0,
maka B = 0.
Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat
menjamin kepastian hasil satu kali pengukuran suatu besaran yang bergantung
pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan
setiap koordinat, maka ditemukian hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali
atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. Sebagai contoh,
jika ingin mencari rata-rata kedudukan sebuah partikel dengan mengukur
koordinat ๐‘ฅ-nya. Dengan melakukan sejumlah besar pengkuran berkali-kali,
didapati bahwa dengan mengukur nilai ๐‘ฅ1 sebanyak ๐‘›1 kali, ๐‘ฅ2 sebanyak ๐‘›2 kali
dan seterusnya. Maka dengan cara yang lazim, diperoleh nilai rata-ratanya adalah
๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ =
๐‘›1 ๐‘ฅ1+๐‘›2 ๐‘ฅ2+โ‹ฏ
๐‘›1 +๐‘›2+โ‹ฏ
(5.7)
79
=
ฮฃ๐‘›๐‘– ๐‘ฅ ๐‘–
ฮฃ ๐‘›๐‘–
(5.8)
Jika diketahui probabilitas untuk menemukan partikel pada setiap titik ๐‘ฅ ๐‘–, maka
๐‘›๐‘– berkaitan dengan ๐‘ƒ(๐‘ฅ), sehingga dengan mengubah penjumlahannya menjadi
integral, dperoleh
๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ =
โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ
โˆž
โˆ’โˆž ๐‘‘๐‘ฅ
โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ)
โˆž
โˆ’โˆž ๐‘‘๐‘ฅ
(5.9)
๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ = โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ
โˆž
โˆ’โˆž
(5.10)
Langkah terakhir dapat dilakukan jika fungsi gelombang ternormalisasikan,
karena dengan demikian penyebut dari (5.9) sama dengan satu.
Dengan cara yang sama, nilai rata-rata sebarang fungsi dari ๐‘ฅ dapat dicari sebagai
berikut:
[๐‘“(๐‘ฅ)] ๐‘Ž๐‘ฃ = โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2
๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ
โˆž
โˆ’โˆž
(5.11)
Nilai rata-rata yang dihitung dari persamaan (5.10) dan (5.11) dikenal sebagai
nilai ekspektasi
3.4 Penerapan Persamaan Schrodinger
3.4.1. Partikel Bebas
Partikel bebas adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi
gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu F = 0 sehingga ๐‘‰(๐‘ฅ) = tetapan untuk
semua ๐‘ฅ. Dalam hal ini, bebas untuk memilih tetapan potensial sama dengan nol.
Karena potensial selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan integrasi
sebarang (๐น = โˆ’๐‘‘๐‘‰/๐‘‘๐‘ฅ dalam satu dimensi).
Berikut terapkan resep Schrodinger dengan menuliskan kembali persamaan (5.3)
dengan potensial yang sesuai (V = 0)
โˆ’
โ„2
2๐‘š
๐‘‘2
๐œ“
๐‘‘๐‘ฅ2 = ๐ธ๐œ“ (5.12)
80
atau
๐‘‘2
๐œ“
๐‘‘๐‘ฅ2 = โˆ’๐‘˜2
๐œ“ (5.13)
dimana
๐‘˜2
=
2๐‘š๐ธ
โ„2 (5.14)
Persamaan (5.13) adalah bentuk persamaan yang telah lazim dikenal, dengan ๐‘˜2
selalu positif, maka pemecahannya adalah
๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜๐‘ฅ (5.15)
Dari persamaan (5.14) didapati bahwa nilai energy yang diperkenankan adalah
๐ธ =
โ„2
๐‘˜2
2๐‘š
(5.16)
Karena pemecahan tidak memberi batasan pada k, maka energy partikel
diperkenankan memiliki semua nilai (tidak terkuantisasikan). Perhatikan bahwa
persamaan (5.16) tidak lain adalah energy kinetic sebuah partikel dengan
momentum ๐‘ = โ„๐‘˜ atau setara dengan nilai ๐‘ = ๐‘˜/๐œ†. Berdasarkan pasal 5.1, ini
tidak lain dari pada apa yang diperkirakan, karena telah membentuk persamaan
Schrodinger yang menghasilkan pemecahan bagi partikel bebas yang berkaitan
dengan satu gelombang deBrogli.
Penentuan nilai A dan B disini mengalami beberapa kesulitan karena integral
normalisasi. Persamaan (5.6) tidap dapat dihitung dari -โˆž hingga +โˆž bagi fungsi
gelombang ini. (kesulitan tidak akan terjadi jika melakukan suatu superposisi
linear dari sejumlah besar gelombang sibus dan kosinus untuk membentuk sebuah
gelombang paket, seperti yang dilakukan pada pasal 4.4).
3.4.2 Partikel Dalam sebuah kotak ( satu dimensi )
Meninjau sebuah partikel yang bergerak bebas dalam sebuah kotak satu
dimensi yang panjang L; partikelnya benar-benar terperangkap dalam kotak.
Potensial ini dapat dinyatakan sebagai berikut
81
V(x) = 0 0โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ
= โˆž x < 0, x > L (5.17)
Potensialnya diperlihatkan pada gambar 5.3 dan sering kali dikenal sebagai
potensial sumur persegi takhingga. Tentu saja, kita bebas memilih sebarang nilai
tetapan bagi V dalam daerah 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ; pemilihan nol yang kita lakukan adalah
sekedar untuk memudahkan.
Resepnya sekarang harus diterapkan secara terpisah pada daerah di dalam dan di
luar kotak. Jika kita terapkan persamaan (5.3) bagi daerah diluar kotak, kita
dapatkan bahwa satu-satunya cara untuk mempertahankan persamaannya
bermakna bila๐‘‰ โ†’ โˆž adalah dengan mensyaratkan ๐œ“ = ๐ŸŽ, sehingga ๐‘‰๐œ“ tidak
akan menjadi tak hingga. Di pihak lain, kita dapat kembali ke pernyataan
persoalan semulanya. Jika kedua dinding kotak benar-benar tegar, maka partikel
akan selalu berada dalam kotak, sehingga probabilitas untuk menemukan partikel
di luar kotak tentulah nol. Untuk membuat probabilitasnya nol diluar kotak, kita
harus mengambil ๐œ“ = ๐ŸŽdi luar kotak. Jadi kita peroleh
๐œ“(๐‘ฅ) = ๐ŸŽ ๐‘ฅ < 0, ๐‘ฅ > ๐ฟ 5.18)
Persamaan Schrodinger untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, bila ๐‘‰( ๐‘ฅ) = 0, identik dengan
persamaan (5.12), sehingga memiliki pemecahan yang sama, yakni:
๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜๐‘ฅ (0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ) (5.19)
dengan
๐‘˜2
=
2๐‘š๐ธ
ฤง2 (5.20)
Pemecahan ini belum lengkap, karena kita belum menentukan A dan B,
juga belum menghitun nilai energi E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya,
kita harus menerapkan persyaratan bahwa ๐œ“(๐‘ฅ) harus kontinu pada setiap batas
82
dua bagian ruang. Dalam hal ini, kita persyaratkan bahwa pemecahan untuk x < 0
dan x > 0 bernilai sama di x = 0; begitu pula, pemecahan untuk X > L dan X < L
haruslah bernilai sama di x = L. Seperti gambar berkut :
Marilah kita mulai di x = 0. Untuk x <0, kita dapat ๐œ“ = 0, jadi kita harus
mengambil ๐œ“(๐‘ฅ) dari persamaan (5.19) sama dengan nol pada x = 0.
๐œ“(0) = ๐ด sin 0 + ๐ต cos0
jadi,
B = 0 (5.21)
Karena ๐œ“ = 0 untuk x > L, maka haruslah berlaku ๐œ“( ๐ฟ) = 0,
๐œ“( ๐ฟ) = ๐ด sin ๐‘˜๐ฟ + ๐ต cos ๐‘˜๐ฟ = 0 (5.22)
karena telah kita dapatkan bahwa ๐ต = 0, maka haruslah berlaku
๐ด sin ๐‘˜๐ฟ = 0 (5.23)
Di sini ada dua pemecahan, yaitu ๐ด = 0, yang memberikan ๐œ“ = 0di mana-mana,
๐œ“2
= 0 di mana-mana, yang berarti bahwa dalam kotak tidak terdapat partikel
(pemecahan yang tidak masuk akal) atausin ๐‘˜๐ฟ = 0, yang hanya benar apabila
Gambar sebuah partikel
bergerak bebas pada
daerah 0 โ‰ค ๐‘‹ โ‰ค ๐ฟ
83
๐‘˜๐ฟ = ๐œ‹, 2๐œ‹, 3๐œ‹, . . .
Atau
๐‘˜๐ฟ = ๐‘›๐œ‹ ๐‘› = 1, 2, 3, . . . (5.24)
Karena ๐‘˜ = 2๐œ‹/๐œ† kita peroleh ๐œ† = 2๐ฟ/๐‘›; ini identik dengan hasil yang diperoleh
dalam mekanika (fisika) dasar bagi panjan gelombang dari gelombang berdiri
dalam sebuah dawai yang panjangnya L dan kedua ujungnya terikat. Jadi,
pemecahan permasalahan schrodinger bagi sebuah partikel yang terperangkap
dalam suatu daerah linier sepanjang L tidak lain adalah sederetan gelombang
berdiri deBroglie! Tidak semua panjang gelombang diperkenankan; tetapi
hanyalah sejumlah nilai tertentu yang ditentukan oleh persamaan (5.24) yang
dapat terjadi.
Dari persamaan (5.20) kita dapati bahwa, karena hanya nilai-nilai k
tertentu yang diperkenankan oleh persamaan (5.24), maka hanyalaj nilai-nilai
tertentu E yang dapat terjadi, dengan kata lain, energinya terkuantisasi!
๐ธ =
ฤง2
๐‘˜2
2๐‘š
=
ฤง2
๐œ‹2
๐‘›2
2๐‘š๐ฟ2 (5.25)
Untuk memudahkan, ambilah ๐ธ0 = ฤง2
๐œ‹2
/2๐‘š๐ฟ2
, yang mana tampak bahwa unit
energi ini ditentukan oleh massa partikel dan panjang kotak. Maka ๐ธ = ๐‘›2
๐ธ0, dan
dengan demikian partikelnya hanya dapat ditemukan dengan energi
๐ธ0, 4๐ธ0 ,9๐ธ0 , 16๐ธ0, dan seterusnya, tidak pernah dengan 3๐ธ0 atau 6,2๐ธ0. Karena
dalam kasus ini energinya adalah kinetik semata-mata, maka hasil yang kita
peroleh ini menunjukkan bahwa hanya laju tertentu yang diperkenankan dimiliki
partikel. Ini sangat berbeda dari kasus klasik, misalnya manik-manik (yang
meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara
elastik) dapat diberi sebarang kecepatan awal dan akan bergerak selamanya,
bolak-balik, dengan laju tersebut. Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah
mungkin; karena hanya laju awal tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak
yang tetap; keadaan gerak khusus ini disebut keadaan stasioner. (Keadaan ini
84
adalah โ€œstasionerโ€ karena, apabila ketergantungan pada waktu dilibatkan untuk
membuat ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก), seperti dalam pasal 5.6, |๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก)|2
tidak bergantung pada
waktu. Semua nilai rata-rata yang dihitung menurut Persamaan (5.11) juga tidak
bergantung pada waktu. Sebuah partikel yang berada pada suatu keadaan stasioner
murni, akan selalu tetap berada pada keadaan itu). Hasil pengukuran energi
sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada salah satu
keadaan stasioner ini; hasil yang lain tidaklah mungkin.
Pemecahan bagi ๐œ“(๐‘ฅ) belum lengkap, karena kita belum menentukan
tetapan A. Untuk menentukannya, kita kembali ke persamaan normalisasi
โˆซ ๐œ“2โˆž
โˆ’โˆž
๐‘‘๐‘ฅ = 1. Karena ๐œ“ = 0 kecuali untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, maka (kecuali di dalam
kotak) integralnya tidak nol, sehingga berlaku
โˆซ ๐ด2
๐‘ ๐‘–๐‘›2๐ฟ
0
๐‘›๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
๐‘‘๐‘ฅ = 1 (5.26)
Yang memberi kita ๐ด = โˆš2/๐ฟ. Dengan demikian, pemecahan lengkap bagi fungsi
gelombang untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ adalah
๐œ“( ๐‘ฅ) = โˆš
2
๐ฟ
๐‘ ๐‘–๐‘›
๐‘›๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
๐‘› = 1, 2, 3, . . . (5.27)
85
Dalam gambar 5.4 dilukiskan berbagai tingkat energi, fungsi gelombang, dan
rapat probabilitas ๐œ“2
yang mungkin untuk beberapa keadaan terendah.
Keadaan energi terendah, yaitu pada ๐‘› = 1, dikenal sebagai keadaan dasar, dan
keadaan dengan keadaan yang lebih tinggi (๐‘› > 1) dikenal sebagai keadaan
eksitasi.
Marilah kita mencoba menafsirkan semua hasil perhitungan di atas.
Andaikanlah kita meletakkan secara berhati-hati sebuah partikel dengan energi ๐ธ0
ke dalam suatu daerah (โ€œkawatโ€ untuk manik-manik) dan kemudian dengan segera
mengukur kedudukannya. Setelah mengulangi pengukuran ini berkali-kali
sebanyak mungkin, kita memperkirakan akan menemukan distribusi hasil
pengukuran yang sama seperti๐œ“2
untuk kasus ๐‘› = 1, probabilitasnya terbesar
pada ๐‘ฅ = ๐ฟ/2, dan berangsur-angsur berkurang begitu kita bergerak menjauhi
pusatnya dan akhirnya menuju nol pada ujung-ujungnya. (jika kita menggunakan
fisika partikel klasik, takkuantum, maka kita berharap menemukan bahwa
probabilitasnya tetap sama pada semua titik pada setiap โ€œkotakโ€). Andaikan
pengukurannya kita ulangi kembali, dengan kekecualian bahwa sekarang
86
partikelnya kita beri energi 4๐ธ0. Bila kita ulangi semua penukuran terhadap
kedudukannya, akan kita dapati bahwa distribusi hasil pengukuran ini sesuai
dengan ๐œ“2
untuk ๐‘› = 2; maksimum-maksimum probabilitasnya terjadi pada ๐‘ฅ =
๐ฟ/4 dan ๐‘ฅ = 3๐ฟ/4, sedangkan probabilitas nol terjadi pada ๐‘ฅ = ๐ฟ/2! Dengan
demikian partikelnya harus bergerak sedemikian rupa sehingga ia sewaktu-waktu
dapat ditemukan di ๐‘ฅ = ๐ฟ/4 dan di ๐‘ฅ = 3๐ฟ/4 tanpa pernah ditemukan di ๐‘ฅ = ๐ฟ/
2! Disini kita mempunyai suatu ilustrasi grafis mengenai perbedaan antara fisika
klasik dan kuantum. Tetapi, bagaimana mungkin partikelnya dapat mencapai
3๐ฟ/4 dari ๐ฟ/4 tanpa melewati ๐ฟ/2? Kesulitan kita untuk menjawab pertanyaan
ini disebabkan karena kecenderungan cara berpikir kita dalam pandangan
gelombang. Nada atas pertama dari getaran sebuah dawai sepanjang L memiliki
simpul (node) ditengah-tengahnya, dan walaupun titik tengahnya diam,
โ€œinformasiโ€ merambat dari kiri ke kanan dan sebaliknya dari kanan ke kiri. Bila
kita berbicara tentang kedudukan, kita merujuk ke partikel; ketika berbicara
tentang gerak dari ๐ฟ/4 ke 3๐ฟ/4, kita merujuk ke gelombang.
Contoh :
Sebuah elektron terperangkap dalam sebuah daerah satu dimensi
sepanjang 1,0 x 10โˆ’10
m (diameter khas atomik). (a) berapa banyak energi yang
harus dipasok untuk mengeksitasikan elektron dari keadaan dasar ke keadaan
eksitasi pertama? (b) pada keadaan dasar, berapakah probabilitas untuk
menemukan elektron dalam daerah dari ๐‘ฅ = 0,090 x 10โˆ’10
m hingga 0,110 x
10โˆ’10
? (c) pada keadaan eksitasi pertama, berapakah probabilitas untuk
menemukan elektron antara ๐‘ฅ = 0 dan ๐‘ฅ = 0,250 x 10โˆ’10
m?
Pemecahan
(a)
๐ธ0 =
ฤง2
๐œ‹2
2๐‘š๐ฟ2
=
(1,05x10โˆ’34
๐ฝ. ๐‘ )2
(3,14)2
2(9,1 x10โˆ’31 ๐‘˜๐‘”)(10โˆ’10 ๐‘š)2
= 6,0 x10โˆ’18
๐ฝ = 37 eV
87
Pada keadaan dasar, energinya adalah ๐ธ0. Pada keadaan eksitasi pertama,
energinya adalah 4๐ธ0. Jadi, beda energi yang harus dipasok adalah 3๐ธ0 atau 111
eV.
(b) dari persamaan (5.5),
Probabilitas = โˆซ ๐œ“2
๐‘‘๐‘ฅ =
2
๐ฟ
๐‘ฅ2
๐‘ฅ1
โˆซ ๐‘ ๐‘–๐‘›2 ๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
๐‘ฅ2
๐‘ฅ1
๐‘‘๐‘ฅ = (
๐‘ฅ
๐ฟ
โˆ’
1
2๐œ‹
๐‘ ๐‘–๐‘›
2๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
)| ๐‘ฅ1
๐‘ฅ2
= 0,0038 = 0,38 persen
(c) Probabilitas = โˆซ (
2
๐ฟ
)
๐‘ฅ2
๐‘ฅ1
๐‘ ๐‘–๐‘›2 2๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
๐‘‘๐‘ฅ
= (
๐‘ฅ
๐ฟ
โˆ’
1
4๐œ‹
๐‘ ๐‘–๐‘›
4๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
)| ๐‘ฅ1
๐‘ฅ2
= 0,25
(Hasil ini sesuai dengan yang kita perkirakan dengan melihat grafik dari ๐œ“2
untuk
n=2 dalam gambar 5.4. selang dari ๐‘ฅ = 0 hingga ๐‘ฅ = ๐ฟ/4 mengandung 25 persen
dari luas total di bawah daerah kurva ๐œ“2
).
Contoh 5.3
Perlihatkan bahwa nilai rata-rata dari x adalah ๐ฟ/2, dan tidak bergantung pada
keadaan kuantum.
Pemecahan
Kita gunakan persamaan (5.10); karena ๐œ“ = 0 kecuali untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, maka
kita gunakan 0 dan L sebagai batas-batas integral, sehingga
xav =
2
๐ฟ
โˆซ (๐‘ ๐‘–๐‘›2
๐‘›๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
) x dx
๐ฟ
0
Bentuk ini di integralkan secara parsial, atau dicari pada tabel integral; hasilnya
adalah
88
xav =
๐ฟ
2
Perhatikan bahwa, sebagaimana dikehendaki, hasil ini tidak bergantung pada n.
Jadi pengukuran rata-rata kedudukan partikel tidak mengasilkan informasi
mengenai keadaan kuantumnya.
3.4.3 Partikel dalam sebuah kotak (dua dimensi)
Apabila tinjauan di depan kita perluas ke kasus fisika dua dan tiga
dimensi, ciri-ciri utama pemecahannya masih tetap sama, namun ada suatu ciri
khas baru penting yang di perkenalkan. Dalam pasal ini akan kita perlihatkan
bagaimana hal ini terjadi, karena ciri baru ini, yang dikenal sebagai degenerasi
(degeneracy), akan menjadi sangat penting dalam studi kita tentang fisika atom.
Untuk memulai bahasan ini, kita memerlukan persamaan schrodinger yang
berlaku dalam dimensi ruang yang lebih daripada satu; versi kita sebelum ini,
persamaan (5.3), adalah versi satu dimensi. Dengan segera kita mencurigai hal
berikut: jika potensialnya merupakan fungsi dari x dan y, maka ๐œ“ harus pula
bergantung pada x dan y, dan turunan terhadap x, dalam versi sebelumnya, harus
diganti dengan turunan terhadap x dan y. Karena itu, dalam dua dimensi kita
peroleh
โˆ’
ฤง2
2๐‘š
(
๐œ•2
๐œ“( ๐‘ฅ,๐‘ฆ)
๐œ•๐‘ฅ2 +
๐œ•2
๐œ“( ๐‘ฅ,๐‘ฆ)
๐œ•๐‘ฆ2 ) + ๐‘‰(x, y) ๐œ“(x,y) = E๐œ“(x, y) (5.28)
[Kedua suku pertama pada ruas kiri melibatkan turunan parsial; untuk
fungsi yang berperilaku baik, maka turunan ini didefinisikan sebagai suatu
turunan terhadap suatu variabel dengan memperlakukan variabel lainnya sebagai
tetapan. Jadi, jika ๐‘“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐‘ฅ2
+ ๐‘ฅ๐‘ฆ + ๐‘ฆ2
, maka
๐œ•๐‘“
๐œ•๐‘ฅ
= 2๐‘ฅ + ๐‘ฆ dan
๐œ•๐‘“
๐œ•๐‘ฆ
= 2๐‘ฆ + ๐‘ฅ].
โ€œkotakโ€ dua dimensi kita sekarang dapat didefinisikan sebagai berikut:
๐‘‰( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = 0 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, 0 โ‰ค ๐‘ฆ โ‰ค ๐ฟ (5.29)
= โˆž untuk yang lainnya
89
Marilah kita membayangkan sebuah benda bermassa yang meluncur tanpa
gesekan pada bagian atas sebuah meja dan bertumbukan secara elastik dengan
dinding-dinding batas meja di ๐‘ฅ = 0, ๐‘ฅ = ๐ฟ, ๐‘ฆ = 0, dan ๐‘ฆ = ๐ฟ, seperti pada
Gambar 5.5 (untuk menyederhanakan, kotaknya kita pilih berbentuk bujur
sangkar; potensialnya dapat kita pilih berbentuk persegi dengan mengambil ๐‘‰ = 0
bila 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐‘Ž dan 0 โ‰ค ๐‘ฆ โ‰ค ๐‘).
Pemecahan persamaan differensial parsial memerlukan teknik yang lebih
rumit daripada yang kita perlu tinjau, sehingga kita tidak akan membahas cara
memperoleh pemecahannya secara terinci. Seperti pada kasus sebelumnya, kita
mencurigai bahwa ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = 0 di luar kotak, agar probabilitas bernilai nol disana.
Di dalam kotak, kita tinjau pemecahan-pemecahan yang terpisahkan (separable);
artinya, fungsi dari x dan y yang kita tinjau dapat dinyatakan sebagai hasil kali
sebuah fungsi yang hanya bergantung pada x dengan sebuah fungsi lain yang
hanya bergantung pada y:
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐‘“( ๐‘ฅ)g(๐‘ฆ) (5.30)
Bentuk masing-masing fungsi dari f dan g adalah:
๐‘“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ
90
๐‘”( ๐‘ฅ) = ๐ถ sin ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ + ๐ท cos ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ (5.31)
Syarat kontinyu pada ัฑ(x,y) menghendaki bahwa pemecahan di luar dan di dalam
kotak bernilai sama pada daerah batas kotak. Jadi ัฑ = 0 di x = 0 dan x = L (untuk
semua y) dan ัฑ = 0 di y = 0 dan y = L (untuk semua x). Persyaratan pada x = 0
dan y = 0 menghendaki bahwa dengan cara yang sama, B = 0 dan D = 0.
Persyaratan pada x = L menghendaki bahwa sin kxL = 0, sehingga kxL merupakan
kelipatan bilangan bulat dari ฯ€, begirtu pula persyaratan pada y = L menghendaki
bahwa kxL merupakan kelipatan bilangan bulat dari ฯ€. Semua bilangan tersebut
tidak perlu sama, karena itu masing-masing kita sebut nx dan ny. Sehingga kita
peroleh:
๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐ดโ€ฒ
sin
๐‘› ๐‘ฅ ๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
sin
๐‘› ๐‘ฆ ๐œ‹๐‘ฆ
๐ฟ
(5.32)
Hasil A dan C telah dinyatakan dengan Aโ€™. Koefisien Aโ€™ didapati dengan
menggunakan syarat normalisasi, yang dalam dua dimensi menjadi
โˆฌ ๐œ“2
๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ = 1 (5.33)
Syarat ini adalah
โˆซ ๐‘‘๐‘ฆ
๐ฟ
0
โˆซ ๐ดโ€ฒ2
sin2
๐‘› ๐‘ฅ ๐œ‹๐‘ฅ
๐ฟ
sin2
๐‘› ๐‘ฆ ๐œ‹๐‘ฆ
๐ฟ
= 1 (5.34)
๐ฟ
0
Yang memberikan
๐ดโ€ฒ
=
2
๐ฟ
(5.35)
Pemecahan terhadap gelombang deBroglie pada suatu permukaan dua dimensi,
mirip pemecahan persoalan klasik dari getaran selapot seperti pada selaput
gendang.
Dengan menyisipkan kembali pemecahan bagi ัฑ(x,y) ke dalam persamaan (5.28),
maka didapati energinya sebesar
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM
MODUL FISIKA KUANTUM

More Related Content

What's hot

Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel bBab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel bMuhammad Ali Subkhan Candra
ย 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINMukhsinah PuDasya
ย 
Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonKira R. Yamato
ย 
Partikel Elementer
Partikel ElementerPartikel Elementer
Partikel ElementerRyani Andryani
ย 
Statistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracStatistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracAyuShaleha
ย 
Penerapan defrensial
Penerapan defrensialPenerapan defrensial
Penerapan defrensialFKIP UHO
ย 
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuan
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuanDifraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuan
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuanSMA Negeri 9 KERINCI
ย 
Fisika Zat Padat
Fisika Zat PadatFisika Zat Padat
Fisika Zat PadatBiqom Helda Zia
ย 
Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2radar radius
ย 
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannyaContoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannyaAyuShaleha
ย 
Sifat gelombang de broglie
Sifat gelombang de broglieSifat gelombang de broglie
Sifat gelombang de broglieSMA Negeri 9 KERINCI
ย 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrangeFachry Dwi Agung
ย 
Fisika kuantum part 4
Fisika kuantum part 4Fisika kuantum part 4
Fisika kuantum part 4radar radius
ย 
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika Kuantum
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika KuantumKegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika Kuantum
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika KuantumAdli Sone
ย 
Laporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek FotolistrikLaporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek FotolistrikPrisilia Meifi Mondigir
ย 
Bab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenBab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenDwi Karyani
ย 
Polarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikPolarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikMerah Mars HiiRo
ย 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordNurochmah Nurdin
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitamAhmad Ilhami
ย 

What's hot (20)

Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel bBab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
Bab ii pembahasan a. persamaan schrodinger pada gerak partikel b
ย 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
ย 
Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamilton
ย 
Partikel Elementer
Partikel ElementerPartikel Elementer
Partikel Elementer
ย 
Statistik Fermi dirac
Statistik Fermi diracStatistik Fermi dirac
Statistik Fermi dirac
ย 
Penerapan defrensial
Penerapan defrensialPenerapan defrensial
Penerapan defrensial
ย 
Bab iii(fix)
Bab iii(fix)Bab iii(fix)
Bab iii(fix)
ย 
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuan
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuanDifraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuan
Difraksi, partikel dalam kotak dan prinsip ketaktentuan
ย 
Fisika Zat Padat
Fisika Zat PadatFisika Zat Padat
Fisika Zat Padat
ย 
Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2Fisika Kuantum part 2
Fisika Kuantum part 2
ย 
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannyaContoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
ย 
Sifat gelombang de broglie
Sifat gelombang de broglieSifat gelombang de broglie
Sifat gelombang de broglie
ย 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
ย 
Fisika kuantum part 4
Fisika kuantum part 4Fisika kuantum part 4
Fisika kuantum part 4
ย 
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika Kuantum
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika KuantumKegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika Kuantum
Kegagalan Fisika Klasik menjelaskan Mekanika Kuantum
ย 
Laporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek FotolistrikLaporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek Fotolistrik
ย 
Bab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenBab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogen
ย 
Polarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrikPolarisasi bahan dielektrik
Polarisasi bahan dielektrik
ย 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherford
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitam
ย 

Similar to MODUL FISIKA KUANTUM

Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantumkeynahkhun
ย 
Fisika kuantum edit
Fisika kuantum editFisika kuantum edit
Fisika kuantum editFauzan Amir
ย 
Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantumYuniartiUlfa1
ย 
Makalah fisika rbh
Makalah fisika rbhMakalah fisika rbh
Makalah fisika rbhSalsa Fariza
ย 
Struktur Atom Presentation
Struktur Atom PresentationStruktur Atom Presentation
Struktur Atom Presentationhafizona
ย 
Gel elektromagnetik
Gel elektromagnetikGel elektromagnetik
Gel elektromagnetikfadhilmaulana
ย 
Sifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombangSifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombangSMA Negeri 9 KERINCI
ย 
Bab vi kel. ii
Bab vi kel. iiBab vi kel. ii
Bab vi kel. iiMartinSiagian4
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitamVJ Asenk
ย 
Fisika kuantum part 1
Fisika kuantum part 1 Fisika kuantum part 1
Fisika kuantum part 1 radar radius
ย 
Makalah 4
Makalah 4Makalah 4
Makalah 4Nadyaokta
ย 
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planck
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planckLaporan Resmi Percobaan Konstanta planck
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planckLatifatul Hidayah
ย 
Fisika Kuantum part 3
Fisika Kuantum part 3Fisika Kuantum part 3
Fisika Kuantum part 3radar radius
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitamWulan Oktaviany
ย 

Similar to MODUL FISIKA KUANTUM (20)

Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantum
ย 
Fisika kuantum edit
Fisika kuantum editFisika kuantum edit
Fisika kuantum edit
ย 
Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantum
ย 
Astro
AstroAstro
Astro
ย 
Makalah fisika rbh
Makalah fisika rbhMakalah fisika rbh
Makalah fisika rbh
ย 
Struktur Atom Presentation
Struktur Atom PresentationStruktur Atom Presentation
Struktur Atom Presentation
ย 
fisika
 fisika fisika
fisika
ย 
fisika
 fisika fisika
fisika
ย 
Gel elektromagnetik
Gel elektromagnetikGel elektromagnetik
Gel elektromagnetik
ย 
Benda hitam astronomi
Benda hitam astronomiBenda hitam astronomi
Benda hitam astronomi
ย 
Sifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombangSifat partikel dan gelombang
Sifat partikel dan gelombang
ย 
Bab vi kel. ii
Bab vi kel. iiBab vi kel. ii
Bab vi kel. ii
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitam
ย 
Fisika kuantum part 1
Fisika kuantum part 1 Fisika kuantum part 1
Fisika kuantum part 1
ย 
tugas1
tugas1tugas1
tugas1
ย 
Makalah 4
Makalah 4Makalah 4
Makalah 4
ย 
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planck
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planckLaporan Resmi Percobaan Konstanta planck
Laporan Resmi Percobaan Konstanta planck
ย 
Fisika Kuantum part 3
Fisika Kuantum part 3Fisika Kuantum part 3
Fisika Kuantum part 3
ย 
Ppt
PptPpt
Ppt
ย 
Radiasi benda hitam
Radiasi benda hitamRadiasi benda hitam
Radiasi benda hitam
ย 

Recently uploaded

Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
ย 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
ย 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
ย 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
ย 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
ย 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
ย 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
ย 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
ย 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
ย 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
ย 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
ย 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
ย 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
ย 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
ย 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
ย 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
ย 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
ย 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
ย 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
ย 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
ย 

Recently uploaded (20)

Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
ย 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
ย 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
ย 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
ย 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
ย 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
ย 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
ย 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
ย 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
ย 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
ย 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
ย 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
ย 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ย 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
ย 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
ย 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
ย 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
ย 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ย 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
ย 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
ย 

MODUL FISIKA KUANTUM

  • 1. 1 BAB I MEKANIKA GELOMBANG 1.1 Fisika Klasik Fisika yang berkembang sampai akhir abad 19 dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung didalam ruangan. Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh kualitas medan dari gelombang yang menyebar didalam ruang. Medan tersebar didalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang Common sebse dan deterministik. 1.1.1 Mekanika Sistem Partikel Perhatikan partikel bermassa m yang pada saat t berada pada posisi ๐‘Ÿโƒ— = ๐‘Ÿโƒ—โƒ—โƒ— (t), mempunyai kecepatan ๐‘ฃโƒ— = ๐‘Ÿโƒ—ฬ‡(t) dan mengalami gaya ๐นโƒ—โƒ—โƒ—โƒ—. secara klasik partikel ini terikat oleh hukum Newton : ๐นโƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = m๐‘Ÿโƒ—ฬˆ(t) (1.1) Dan akan bergerak dengan lintasan tertentu (definite path). Karena itu, jika posisi, kecepatan, dan gaya saat ini diketahuo maka keadaan masalalu partikel dapat diketahui secara pasti, demikian pula keadaan masa depannya. Inilah yang dimaksud dengan sifat deterministik fisika klasik. Sifast ini secara grafik dapat dilukiskan sebagai berikut :
  • 2. 2 Gambar. 1.1 Lintasan Klasik suatu Partikel Dapat dikatakan, keadaan sistem partikel pada suatu saat t direpresentasikan oleh nilai sesaat dari posisi ๐‘Ÿโƒ—(t) dan kecepatan๐‘Ÿโƒ—ฬ‡(t). Fenomena yang ada di dalam sistem parikel (mekanika klasik) adalah fenomena tumbukan antara beberapa partikel yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan energi. 1.1.2 Medan Elektromagnetik Penemuan fenomena interferensi dan polarisasi cahaya di awal abad kesembilan belas meyakinkan bahwa cahaya merupakan gelombang. Sifat gelombang dari cahaya diidentifikasi beberapa dasawarda kemudian sesuai perumusan Maxwell tentang teori medan elektromagnetik. Dengan demikian, cahaya sebagai gelombang elektromagnetik sebagai salah satu manifestasi dari fenomena elektromagnetisme yang terumuskan dalam persamaan Maxwell : โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ—. ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œŒโƒ—t โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ—. ๐ตโƒ—โƒ— = 0 โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ— ๐‘ฅ ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = โˆ’ ๐œ•๐ตโƒ—โƒ— ๐œ•๐‘ก โˆ‡โƒ—โƒ—โƒ— ๐‘ฅ ๐ตโƒ—โƒ— = ๐ฝโƒ— + ๐œ• ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— ๐œ•๐‘ก (1.2)
  • 3. 3 Dengan ๐ทโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œ€๐ธโƒ—โƒ— dan ๐ปโƒ—โƒ—โƒ— = ๐œ‡๐ตโƒ—โƒ— yang mana ๐ธโƒ—โƒ— dan ๐ตโƒ—โƒ— adalah medan listrik dan medan induksi magnetik, ๐œ€ dan ๐œ‡ adalah permitivitas dan permeabilitas bahan, sedangkan ๐œŒ dan J merupakan distribusi muatan listrik dan distribusi arus listrik dalam bahan. Sampai menjelang abad ke dua puluh, kedua teori tersebut ditambah thermodinamika dipandang sebagai teori puncak (Ultimate Theory) yang mampu menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori tersebut telah memicu timbulnya teori industri. 1.2 Krisis Fisika Klasik Dan Solusinya Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tapi sayanh, beberapa fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik mengalami krisis! 1.2.1 Radiasi Benda Hitam Jika suatu benda dipanaskan ia akan meradiasi. Hasil eksperimen yang menarik adalah sifat distribusi energi atau spektrum energi dari radiasi benda hitam yang bergantung pada frekuensi cahaya dan temperatur. Benda hitam didefinisikan sebagai benda atau suatu yang menyerap semua radiasi yang diterimanya. Hasil eksperimen tersebut untuk temperatur benda diungkapkan oleh gambar 1.2
  • 4. 4 Gambar. 1.2 Distribusi energi benda hitam Teori klasik yang dirumuskan oleh Rayleigh dan Jeans sampai pada bentuk fungsi distribusi energi: U(v,T)= 8๐œ‹๐‘˜๐‘‡ ๐‘3 ๐‘ฃ2 (1.3) Dengan k = 1.38x10โˆ’16 erg/0K adalah konstanta Boltzman dan c adalah kecepatan cahaya. Jelas hasil perumusan Rayleigh dan Jeans (1.3) ini hanya sesuai sesuai untuk frekuensi kecil dan gagal pada frekuensi tinggi. Kegagalan atau penyimpangan teori Rayleigh dan Jeans pada frekuensi besar ini dikenal sebagai bencana Ultraungu(Ultraviolet catasthrope). Grafik distribusi energi dari rumus Rayleigh dan Jeans (1.3) diberikan oleh gambar 1.3. Garis penuh adalah prediksi Rayleigh dan Jeans sedangkan garis putus adalah hasil eksperimen. Gambar. 1.3 Distribusi energi radiasi klasik Untuk mengatasi kesulitan analisa klasik, digunakan fakta bahwa gelombang elektromagnetik yang merupakan radiasi di dalam rongga (cavity with a small aperture-sebagai radiasi praktis konsep benda hitam) dapat dianalisa sebagai superposisi dari karakteristik moda normal rongga. Dalam setiap moda normal, medan bervariasi secara harmonik. Dengan
  • 5. 5 demikian, setiap moda normal ekuivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk esembel osilator harmonik. Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal sebagai berikut : 1. osilator didalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu melainkan hanya berubah amplitudonya โ€“ transisis amplitudo besar ke kecil menghasilkan emisi cahay sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar dihasilkan dari absorbsi cahaya. 2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi yang disebut kuanta sebesar hv, dengan v adalah frekuensi osilator sedangkan h adalah konstanta bari yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta Planck h = 6.626x10-34 Joule.detik Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. Distribusi energi dari osilator tidak kontinyu, melainkan terkuantisasi En = nhv (1.4) Dengan n bilangan bulat (0,1,2,....). unsur utama dari kuantisasi (1.4), untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua osilator berubah adalah En+1 โ€“ En = ( n + 1 )hv โ€“ nhv = hv (1.5) Selanjutnya, kita hitung energi rata-rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk osilator didalam kotak hitam bertemperatur T adalah diskrit Fn = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ ๐‘›/๐‘˜๐‘‡ (1.6) Energi rata-rata osilator
  • 6. 6 โŒฉ ๐ธโŒช = โˆ‘ ๐ธ ๐‘› ๐‘“๐‘› โˆž ๐‘›=0 โˆ‘ ๐‘“๐‘› โˆž ๐‘›=0 โˆ’ โˆ‘ (๐‘›โ„Ž๐‘ฃ)๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡โˆž ๐‘›=0 โˆ‘ ๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡โˆž ๐‘›=0 (1.7) Untuk menghitung energi rata-rata diatas, lakukan pemisalan ๐‘ฅ = โ„Ž๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡(1.8a) Dan ๐‘ง = ๐‘’โˆ’๐‘ฅ (18b) Maka penyebut persamaan (1.7) dapat diuraikan menjadi โˆ‘ ๐‘’ โˆ’ ๐‘›๐‘˜๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡ โˆž ๐‘›=0 = โˆ‘ ๐‘ง ๐‘› โˆž ๐‘›=0 = 1 + z + ๐‘ง ๐‘› + ....... = 1 1โˆ’๐‘ง (1.9) Sedangkan untuk menghitung pembilang pers. (1.7) kita gunakan โˆ’๐‘›๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ = ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ (๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ ) Sehingga โˆ‘(๐‘›โ„Ž๐‘ฃ)๐‘’โˆ’๐‘›๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡ โˆž ๐‘›=0 = โˆ’โ„Ž๐‘ฃ ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ โˆ‘ ๐‘’โˆ’๐‘›๐‘ฅ โˆž ๐‘›=0 = โˆ’โ„Ž๐‘ฃ ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ ( 1 1โˆ’๐‘ง ) = โˆ’โ„Ž๐‘ฃ ( โˆ’๐‘ง (1โˆ’๐‘ง)2)(1.10)
  • 7. 7 Substitusi persamaan (1.9) dan (1.10) ke persamaan (1.7) serta mengingat permisalan (1.8a) dan (1.8b) diperoleh โŒฉ ๐ธโŒช = โ„Ž๐‘ฃ ๐‘ง ๐‘งโˆ’๐‘Ž = โ„Ž๐‘ฃ ๐‘’ ๐‘˜๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡โˆ’1 (1.11) Sedangkan, jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekwensi v dalam kubus ๐ฟ3 persatuan volume ๐‘”( ๐‘ฃ) = 8๐œ‹๐‘ฃ2 ๐‘3 (1.12) Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah ๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) = ๐‘”( ๐‘ฃ) < ๐ธ > (1.13) Dengan demikian ๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) = 8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3 ๐‘3 1 ๐‘’ + ๐‘˜๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡โˆ’1 (1.14) Yang sesuai dengan hasil eksperimen! Contoh 1.1 : Perhatikan sepotong bahan pada temperatur 1500K. Misalkan, pada frekwensi relatif tinggi selisih energi antar tingkay osilator adalah 1๐‘’๐‘‰. Hitung energi rata-rata perosilator. Penyelesaian : Pada temperatur 1500K, kT = 0.12๐‘’๐‘‰ jumlah atom dalam keadaan dasar ๐‘0sebanding dengan ๐‘’โˆ’๐ธ ๐‘œ /๐‘˜๐‘‡ dengan ๐ธ0energi keadaan dasar osilator . menurut hipotesis Plank ๐ธ0 = 0
  • 8. 8 Maka ๐‘0 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ1/๐‘˜๐‘‡ = ๐ถ Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi berikutnya ๐ธ1 = 1๐‘’๐‘‰ adalah ๐‘1 ๐‘1 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ1 /๐‘˜๐‘‡ = ๐ถ๐‘’โˆ’1/0.13 = ๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4 ) Dengan cara serupa , jumlah atom dengan energi ๐‘2 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐ธ2/๐‘˜๐‘‡ = ๐ถ๐‘’โˆ’2/0.13 = ๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4 )2 Dan seterusnya Energi rata-rata osilator < ๐ธ >= ๐‘0 ๐ธ0 + ๐‘1 ๐ธ1 + ๐‘2 ๐ธ2 + โ‹ฏ ๐‘0 + ๐‘1 + ๐‘2 + โ‹ฏ = ๐ถ.0+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4) ๐‘’๐‘‰+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4 )2(2๐‘’๐‘‰)โ€ฆ ๐ถ+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4)+๐ถ(4.6๐‘ฅ10โˆ’4)2+โ‹ฏ โ‰ˆ 4.6๐‘ฅ10โˆ’4 ๐‘’๐‘‰ Contoh 1.2 : Perlihatkan bahwa hukum radiasi Planck dan hukum radiasi Rayleigh- Jeans identik pada frekuensi rendah atau pada temperatur tinggi . Penyelesaian : Hukum radiasi Planck : ๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) = 8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3 ๐‘3 1 ๐‘’ + ๐‘˜๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡ โˆ’ 1 Untuk ๐‘ฃ kecil atau ๐‘‡ sangat besar
  • 9. 9 ๐‘’ ๐‘˜๐‘ฃ/๐‘˜๐‘‡ โ‰ˆ 1 + โ„Ž๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡ Karena itu ๐‘ข = 8๐œ‹โ„Ž๐‘ฃ3 ๐‘3 1 ( โ„Ž๐‘ฃ ๐‘˜๐‘‡ ) = 8๐œ‹๐‘˜๐‘‡๐‘ฃ2 ๐‘3 Persamaan terakhir tidak lain adalah hukum Rayleight-Jeans (1.3) Contoh 1.3 a. Ungkapan fungsi distribusi (1.14) sebagai fungsi panjang gelombang. b. Dari hasil yang diperoleh soal (a), tentukan panjang gelombang yang memberikan harga rapat energi maksimum c. Dari hasil (b) tentukan daerah panjang gelombang yang memberikan radiasi terbesar dari suatu benda pada temperatur kamar Penyelesaian : a. Fungsi (1.3) dan (1.4) merupakan rapat energi persatuan volume persatuan frekuensi ๐‘ข( ๐‘ฃ, ๐‘‡) โ‰ก ๐‘‘๐œ€ ๐‘‘๐‘ฃ = 1 ๐‘‰ ๐‘‘๐ธ ๐‘‘๐‘ฃ Sedangkan, fungsi distribusi u(I,T) merupakan rapat energi persatuan volume per satuan panjang gelombang, ๐‘ข( ๐œ†, ๐‘‡) = ๐‘‘๐œ† ๐‘‘๐‘ฃ = ๐‘‘๐œ€ ๐‘‘๐‘ฃ | ๐‘‘๐œ€ ๐‘‘๐œ† | Tanda mutlak diperlukan karena semakin besar panjang gelombang semakin kecil frekuensi ๐‘ฃ = ๐‘ ๐‘‘๐œ† Substitusi ungkapan ini kedalam ๐‘ข(๐œ†, ๐‘‡) didapatkan
  • 10. 10 ๐‘ข( ๐œ†, ๐‘‡) = 8๐œ‹๐‘ ๐œ†4 โ„Ž๐‘/๐œ† ๐‘’ + ๐‘˜๐‘ฃ ๐œ†๐‘˜๐‘‡ โˆ’ 1 = 8๐œ‹โ„Ž๐‘2 ๐œ†5 (๐‘’ ๐‘˜๐‘ ๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1) b. Maksimum jika ๐‘‘๐‘ข ๐‘‘๐œ† | ๐œ†=๐œ† ๐‘š = 8๐œ‹โ„Ž๐‘2 {โˆ’ 5 ๐œ†6 (๐‘’ โˆ’ โ„Ž๐‘ ๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1) ( โ„Ž๐‘ ๐‘˜๐‘‡ ) ๐‘’ โ„Ž๐‘ ๐œ†๐‘˜๐‘‡ ๐œ†7 (๐‘’ โ„Ž๐‘ ๐œ†๐‘˜๐‘‡โˆ’1)2 } ๐œ†= ๐œ† = 0 Hubungan diatas memberikan , ๐œ† ๐‘š = โ„Ž๐‘ 5๐‘˜๐‘‡ 1 1 โˆ’ ๐‘’โˆ’โ„Ž๐‘/๐œ† ๐‘š ๐‘˜๐‘‡ Tampak bahwa ungkapan diatas untuk ๐œ† ๐‘šadalah persamaan transedental dan solusinya hanya dapat diperoleh secara numerik. Solusinya, ๐œ† ๐‘š = โ„Ž๐‘ 4.97๐‘˜๐‘‡ = 0.0029 ๐‘‡ ๐‘š๐พ (1.15) Persamaan 1.15 ini dikenal dengan hukum pergeseran Wien. c. Pada temperatur kamar 270C atau 300K ๐œ† ๐‘š = 10-5m Harga ini merupakan bagian tengah dari daerah inframerah. 1.2.2 Efek Fotolistrik Pada tahun 1887 Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda dengan aneka cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari pelat katoda. Eksperimen yang dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
  • 11. 11 Gambar. 1.4 Bagan eksperimen efek fotolistrik Di dalam eksperimen ini intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua pelat katoda pelat diubah-ubah. Hasil eksperimen dapat digunakan dalam grafik-grafik berikut: (a) Untuk cahaya monokromatik ฮป, dengan aneka intensitas (b) Untuk cahaya dengan aneka frekuensi
  • 12. 12 (c) Energi kinetik foto elektron untuk tiga cahaya berbeda Gambar. 1.5 Hasil-hasil ekdperimen efek fotolistrik Secara klasik, sebenarnya peristiwa terpancarnya elektron dari permukaan logam yang disinari merupakan hal atau fenomena yang wajar. Hasil pengamatan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan oleh pemahaman klasik adalah 1. Distribusi energi elektron terpancar (fotoelektron)tidak tergantung dari intensitas cahaya. Berkas cahaya yang kuat hanya menghasilkan fotoelektron atau elektron terpancar lebih banyak tetapi energi fotoelektron rata-rata sama saja dibanding fotoelektron oleh berkas cahaya berintensitas lebih lemah dengan frekuensi sama. 2. Tidak ada keterlambata waktu antara datangnya cahaya pada permukaan logam dan terpancarnya elektron. Secara klasik, misalkan permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik teramatu jika energi elektromagnetik 10-6 J/m2 terserap oleh permukaan. Sementara ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom dari seluas 1 m2. Jika dianggap cahaya datang diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium, setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10-25 W. Pada laju ini, natrium membutuhkan waktu 1,6x106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan energi sebesar 1 eV, yaitu energi fotoelektron. 3. Energi fotoelektron bergantung pada frekuensi cahaya yang digunakan dan di bawah frekuensi tertentu tidak ada elektron dipancarkan walau
  • 13. 13 intensitas diperbesar. Energi kinetik elektron, energi cahaya, dan energi minimum dari cahaya yang diperbolehkan memenuhi hubungan: ๐ธ๐‘˜ = ๐ธ โˆ’ ฮฆ0 (1.16) Jelas, jika nergi cahaya E kurang dari energi minimum ฮฆ0 tidak ada elektron terpancar. Pada tahun 1905, Einstein mengemukakan penjelasan berupa kebergantungan fotoelektron pada frekuensi radiasi. Menurutnya radiasi yang sampai pada permukaan menjadi sebungkus (bundle) energi yang terlokalisasi E=hv sebagaimana digagas Max Planck dan merambat dengan laju cahaya. Sebungkus atau paket cahaya ini kemudian disebut sebagai foton. Jika foton sampai pada permukaan logam, maka 1. Foton dapat dipantulkan (sesuai hukum optik). 2. Foton dapat lenyap dan menyerahkan seluruh energinya untuk melempar elektron. Dengan demikian persamaan (1.16) menjadi ๐ธ๐‘˜ = โ„Ž๐‘ฃ โˆ’ ฮฆ0 (1.17) Energi minimum ฮฆ0= ๐‘’๐‘‰0 disebut fungsi kerja (work function) dari logam. dan persamaan (1.17) diperoleh frekuensi dari radiasi minimum untuk melempar elektron yaitu : ๐‘‰0 = ฮฆ0/ โ„Ž (1.18) Sehingga ๐ธ๐‘˜ = โ„Ž(๐‘ฃ โˆ’ ๐‘ฃ0) (1.19) Sebagaimana diperlihatkan gambar 1.5c Singkat kata penjelasan kuanta energi radiasi atau energi terbungkus dalam satu paket kuantum menjelaskan fenomena terpancarnya elektron dari plat katoda setelah disinari cahaya dengan frekuensi tertentu.
  • 14. 14 1.2.3 Efek Compton Pada tahun tahun 1992 Arthur Compton melakuka eksperimen penembakan sinar โ€“ x terhadap bahan. Di dalam eksperimen ini dideteksi cahaya atau sinar โ€“ x dan elektron terhambur oleh Gambar 1.6. Menurut teori elektomagnetik, intensitas cahaya terhambur oleh elektron akan bergantung sudut hamburan dan tidak bergantung panjang gelombang cahaya datang. ๐ผ โ‰ก โŒฉ ๐‘†โŒช โ‰ˆ (1 + cos2 ๐œƒ) (1.20) Tetapi pengamantan Compton memberikan hasil: 1. Radiasi terhambur terdiri dari dua panjang gelombang yaitu panjang gelombnag asal ๐œ†0 dan panjang gelombang tambahan ๐œ† ๐‘ . 2. ๐œ† ๐‘  > ๐œ†0 3. ๐œ† ๐‘  bergantung pada sudut ๐œƒ Intensitas relatif untuk beberapa sudut ๐œƒ, dan model hamburan yang diajukan oleh Compton dapat digambarkan sebagai berikut
  • 15. 15 Dalam analisa matematisnya, G.E.M. Jauncey dan A.H. Compton mengajukan usul yang berani, yaitu: 1. Foton mempunayai momentum seperti partikel 2. Proses hamburan adalah tumbukan elastis antara foton dan elektron. Gelombang terpisah secara absolut dari materi dalam arti keduanya mempunyai sifat dan perilaku yang khas dan tidak dapat saling menggantikan. Memontum dan fenomena tumbukan merupakan sifat dan perilaku partikel yang tidak pernah terjadi serta terumuskan untuk gelombang. Dari ungkapan energi relativistik ๐ธ2 = ๐‘2 ๐‘2 + ๐‘š2 ๐‘4 maka untuk foton sebagai partikel bermassa diam nol, ๐ธ = ๐‘๐‘. Sedangkan menurut konsep kuanta Max Palnck, ๐ธ = โ„Ž๐‘ฃ. Dengan demikian momentum foton ๐‘ = โ„Ž๐‘ฃ ๐‘ = โ„Ž ๐œ† (1.21) Menggunakan kedua asumsi diatas, Compton mampu menjelaskan hasil eksperimennya yakni adanya selisih panjang gelombang ฮ”๐œ†
  • 16. 16 ฮ”๐œ† = ๐œ† ๐‘(1 โˆ’ cos ๐œƒ) (1.22) Dengan ๐œ† ๐‘ = โ„Ž ๐‘š ๐‘’ ๐‘โ„ = 0,0024 ร…yang didefiniskan sebagai panjang gelombang Compton. Asumsi Compton diperkuat oleh hasil eksperimen Bothe dan Wilson yang mendeteksi elektron terlempar (recoil electrons). Serta konfirmasi eksperimental Bless tentang energi elektron terlempar. Contoh 1.4 Foton denga panjang gelombang 0,024 ร…menumbuk atom target dan foton terhambur terdeteksi pada saat 60ยฐ relatif terhadap foton datang. Hitung: a. Panjang gelombang foton terhambur b. Sudut elektron terhambur Penyelesaian: a. Bagan tumbukan diberikan oleh Gambar. 1.7 . Foton terhambur mengalami perubahan (pertmabahan) panjang gelombang tersebar. ฮ”๐œ† = ๐œ† ๐‘(1 โˆ’ cos60ยฐ) = 0,012 ร… Dari panjang gelombang foton datang. Karena itu panjang gelombang foton terhambur. ๐œ† ๐‘  = (0,024 ร… + 0,012 ร…) = 0,036 ร… b. Hukum kekekalan momentum memberikan: โ„Ž ๐œ† = โ„Ž ๐œ† ๐‘  cos ๐œƒ + ๐‘๐‘’ cos ๐›พ ( ๐ด๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž โ„Ž๐‘œ๐‘Ÿ๐‘–๐‘ง๐‘œ๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘™) Dan 0 = โ„Ž ๐œ† ๐‘  sin ๐œƒ + ๐‘๐‘’sin ๐›พ ( ๐ด๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž ๐‘ฃ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘™) Kedua persamaan ini memberikan: ๐œ† ๐‘  ๐œ† = cos ๐œƒ + sin ๐œƒ cot ๐›พ Subtitusikan harga โ€“ harga ๐œ†๐œ† ๐‘  dan ๐œƒ di atas, didapatkan: 3 2 = 1 2 + 1 2 โˆš3cot ๐›พ
  • 17. 17 Atau cot ๐›พ = 2 โˆš3 Dengan demikian ๐›พ = ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ cot 2 โˆš3 = 40,9ยฐ Ketiga persamaan di depan merupakan eksperimen yang memperlihatkan sifat partikel dari gelombang, yang secara sederhana dinyatakan oleh Max Planck bahwa gelombang โ€œ memaket diri โ€œ dalam kuanta energi. ๐ธ = โ„Ž๐‘ฃ (1.32) 1.2.4 Hipotesis de Broglie dan Difraksi Elektron Pada tahun 1924 dengan mempertimbangkan sifat simetri dari alam Louis de Broglie mengajukan hipotesis bahwa partikel seharusnya juga mempunyai gelombang. Partikel bermassa ๐‘š dan bergerakn dengan laju ๐‘ฃ mempunyai panjang gelombang ๐œ† menurut ๐œ† = โ„Ž ๐‘š ๐‘ฃ = โ„Ž ๐‘ (1.33) Persamaan (1.21) merupakan sifat partikel ( ๐‘) dari suatu gelombang (๐œ†),sedangkan persamaan (1.24) merupakan sifat gelombang (๐œ†) dari suatu partikel bermomentum ๐‘. Demikian secara skematis kaitan anatara partikel dari gelombang dapat dinyatakan sebagai berikut: Sehinggaterjadi hubungan yang simetris antara partikel dan gelombang
  • 18. 18 Artinya, gelombang dapat bersifat sebagai partikel dan sebaliknya partikel dapat bersifat gelombang. Hipotesis de Broglie mampu menjelasakan hasil eksperimen yang dialkukan oleh C. J Davisson dan L. H Germer satu tahun kemudian. Bagan dan hasil eksperimen tersebut diberikan oleh gambar berikut: Intensitas elektron terpantul dapat dijelaskan sebagaimana difraksi Bragg dengan memberikan sifat gelombang pada elektron penumbuk. Elektron โ€“ elektron dengan energi 54 eV bersesuaian dengan ฮป = 1,67 ร… yang mendekati ฮป difraksi Bragg ฮป = 2d sin = 2 ๐‘ฅ 0,91 ๐‘ฅ sin 65ยฐ = 1,65 ร…(1.25) karena berkas yang digunakan adalah elektron, eksperimen ini lebih dengan eksperimen difraksi elektron. Contoh 1.5 Neutron termal pada temperatur kamar 27ยฐ๐ถ digunakan untuk menentukan jarak antar bidang kristal NaCl. Hitung: a. Panjang gelombang de Broglie neutron tersebut. b. Jarak antar bidang kristal NaCl jika difraksi maksimum pertama terdeteksi pada sudut 14,9ยฐ Penyelesaian : a. Energi kinetik rata โ€“ rata neutron termal identik dengan energi molekul gas ideal pada temperatur yang sama.
  • 19. 19 ๐ธ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž = 3 2 ๐‘˜๐‘‡ = 3 2 1,381 ๐‘ฅ 10โˆ’21 . 300 ๐ฝ = 6,2145 ๐‘ฅ 10โˆ’21 ๐ฝ b. Persamaan (1.25) merupakan kasus khusus (n=1) dari persamaan yang lebih umum yaitu, ฮป = 2d sin ๐œƒ (1.26) dengan n= 1,2,3... menyatakan puncak (maksimum)ke โ€“n pola difraksi. Dari persamaan (1.26) ini diperoleh jarak antar bidang kristal NaCl, ๐‘‘ = ๐‘›๐œ† 2 sin ๐œƒ = 1 ๐‘ฅ 1,45 2 ๐‘ฅ 0,257 = 1,65 ร… 1.2.5 Teori Atom Bohr Saat ini Rutherford telah membuat model atom yang mengambil analogi sistem tata surya yang mana planet โ€“ planet bergerak mengitari matahari. Model planet unmtuk suatu atom Rutherford bermuaru pada kesimpulan: 1) Elektron atom hidrogen yang beredar di sekitar inti hanya mempunyai waktu edar sekitar10โˆ’6 detik, kemudian elektron tersebut jatuh ke dalam inti. Hal ini terjadi karena dalam pemahaman klasik elektron akan memancarkan energinya selama mengitari inti atom. 2) Spektrum optik dari atom hidrogen (atau atom yang lain) adalah spektrum kontinu. Dua kesimpulan tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil eksperimen Balmer yang berupa spektrum garis (diskrit) untuk hidrogen dan spektrum pita untuk gas hidrogen. Untuk mengatasi masalah ini Neil Bohr mengajukan model ato hidrogen yang berdasarkan pada postulat โ€“ postulat berikut: 1. Elektron bergerak mengitari proton di dalam atom hidrogen dengan gerak melingkar serba sama dalam gaya coulomb dan sesuai dengan Hukum Newton.
  • 20. 20 2. Orbit yang diijinkan hanya orbit yang memungkinkan momentum sudut elektron adalah kelipatan bulat dari โ„Ž 2๐œ‹โ„ , yaitu L = ๐‘š๐‘ฃ๐‘Ÿ = ๐‘›โ„, ๐‘› = 1,2,3 (1.26) 3. Jika elektron berada pada orbit yang diijinkan, elektron tidak memancarkan energi. 4. Jika elektron melompat dari lintasan ke-i menuju ke-j, maka foton dengan frekuensi ๐‘ฃ ๐‘ฃ = ๐ธ๐‘– โˆ’ ๐ธ๐‘— โ„Ž Dipancarkan (untuk ๐ธ๐‘– > ๐ธ๐‘— ), atau diserap (untuk ๐ธ๐‘– < ๐ธ๐‘—) oleh atom hidrogen. Konsekwensi โ€“ konsekwensi dari postulat Bohr di atas adalah sebagai berikut: Postulat pertama, sesuai hukum Newton Gaya coloumb antara proton dan elektron (F) sama dengan atau diimbangi gaya sentrifugal (f) yang ,megarah menjauhi proton sebagai pusat lingkara. 1 4๐œ‹๐œ€0 ๐‘’2 ๐‘Ÿ2 = ๐‘š๐‘ฃ2 ๐‘Ÿ Kuantisasi lainnya, energi total elektron tidak lain adalah kinetik dan energi potensial ๐ธ = ๐ธ๐‘˜ + ๐ธ ๐‘ = ๐‘š๐‘ฃ2 2 โˆ’ 1 4๐œ‹๐œ€0 ๐‘’2 ๐‘Ÿ2
  • 21. 21 Dari persamaan kesetimbangan (1.29) didapatkan ๐ธ = โˆ’ 1 8๐œ‹๐œ€0 ๐‘’2 ๐‘Ÿ2 (1.31) Postulat kedua, momentum sudut elektron terkuantisasi sebagaimana hubungan (1.27) sehingga ๐‘ฃ = ๐‘›โ„ ๐‘š๐‘Ÿ (1.28*) Subtitusikan (1.28*) ini ke persamaan (1.29) diperoleh 1 4๐œ‹๐œ€0 ๐‘’2 ๐‘Ÿ2 = ๐‘š ๐‘Ÿ ( ๐‘›โ„ ๐‘š๐‘Ÿ ) 2 Atau ๐‘Ÿ โ†’ ๐‘Ÿ๐‘› = 4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘š๐‘’2 ๐‘›2 = ๐‘Ž0 ๐‘›2 (1.32) Dengan ๐‘Ž0 = 4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘š๐‘’2 = 0,53 ร… (1.33) Dikenal sebagai radius Bohr yang bersesuaian dengan hasil eksperimen. Hasil di atas menyatakan bahwa jari โ€“ jari elektron mengitari inti tidak dapat sembarang nilai melainkan kuadrat bilangan bulat kali radius Bohrn. Dimana, jari โ€“ jari atom juga terkuantisasi. Subtitusikan radius (1.32) ke dalam persamaan (1.31) diperoleh ungkapan energi. ๐ธ = ๐ธ ๐‘› = ๐‘š ๐‘’4 32๐œ‹2 ๐œ€0 2โ„2 ( 1 ๐‘›2 ) (1.34) Hasil ini juga mampu menjelaskan hasil eksperimen atom hidrogen secara memuaskan. Model atom Bohr untuk hidrogen memperkenalkan syarat kuantum baru yaitu momentum sudut merupakan kelipatan bulat โ„. Bilangan n yang mengidentifikasi
  • 22. 22 keadaan stasioner ini disebut bilangan kuantum utama (principle quantum number. Selanjutnya perhatikan jika bilangan kuantum n sangat besar. Persamaan (1.28) dan persamaan (1.34) memberikan. ๐‘ฃ = ๐‘š๐‘’4 8๐œ€0 2โ„3 ( 1 ๐‘›2 ๐‘“ โˆ’ 1 ๐‘›2 ๐‘– ) (1.35) Yang dapat ditulis menjadi ๐‘ฃ = ๐‘š๐‘’4 8๐œ€0 2โ„3 ( ๐‘›๐‘–โˆ’๐‘› ๐‘“)( ๐‘›๐‘– +๐‘› ๐‘“) ๐‘›2 ๐‘– ๐‘›2 ๐‘“ (1.36) Dengan ๐‘›๐‘– โ†’ ๐‘›๐‘– untuk keadaan awal dan ๐‘›๐‘— โ†’ ๐‘›๐‘— untuk keadaan akhir. Untuk ๐‘›๐‘– โ‰ˆ ๐‘›๐‘“ = ๐‘› persamaan (1.36) menjadi ๐‘ฃ = ๐‘š ๐‘’4 8๐œ€0 2โ„3 2โˆ†๐‘› ๐‘›3 (1.37) Jika โˆ†๐‘› = ๐‘›๐‘– โˆ’ ๐‘›๐‘“ = 1, ungkapan (1.37) ini persis sama dengan ungkapan yang diperoleh rumusan klasik. Kesetaraan antara perumusan kuantum dan perumusan klasik untuk n besar ini dikenal sebgai prinsip korespondensi. Artinya, hasil klasik tidak lain merupakan limit dari kuantum. Keberhasilkan teori Bohr mendorong A. Sommerfeld dan W. Wilson untuk melakukan perluasan kuantisasi. โˆฎ ๐‘๐‘– ๐‘‘๐‘ž๐‘– = ๐‘›๐‘–โ„Ž, ๐‘– = 1,2,3 โ€ฆ (1.38) Dengan ๐‘ž๐‘– adalah koordinat umum dan ๐‘๐‘– adalah momentum konjugate kanoniknya. Syarat (1.38) hanya dapat diterapkan di dalam kasus gerak periodik untuk setiap pasangan variabel ( ๐‘ž1, ๐‘1 ), ( ๐‘ž2, ๐‘2 ),โ€ฆ . , ( ๐‘ž ๐‘, ๐‘ ๐‘ ), dan dikenal sebagai kaidah kuantum Wilson โ€“ Sommerfeld. Contoh 1.6 Partikel ๐œ‡ โ€“ meson atau lebih dikenal sebagai muon. Mempunyai massa 210 kali massa elektron tertangkap proton dan membentuk atom mirip hidrogen. Hitung : a. Energi foton yang dipancarkan jika muon jatuh dari keadaan tereksitasi pertama ke keadaan dasar. b. Jejari orbit Bohr pertama
  • 23. 23 c. Kecepatan muon di dalam orbit Bohr ke โ€“n Penyelesaian : a. Partikel yang jatuh adalah elektron, menggunakan ungkapan (1.35) diperoleh energi foton terpancar: ๐ธ๐‘’ = 13,6 ( 1 1 โˆ’ 1 ๐‘›2 ) = 10,2 ๐‘’๐‘‰,untuk ๐‘› = 2 Dari ungkapan energi (1.34) tampak bahwa energi sebanding dengan massa partikel. Karena itu, untuk massa muon ๐‘š ๐œ‡ = 210 ๐‘š ๐‘’ energi foton terpancar: ๐ธ๐œ‡ = 210 ๐ธ๐‘’ = 2142 ๐‘’๐‘‰ b. Dari ungkapan radius Bohr tampak bahwa ๐›ผ0 berbanding terbalik terhadap massa. Karena itu, jejari (radius) Bohr untuk kasus muon: ๐›ผ ๐œ‡ = 4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘š ๐œ‡ ๐‘’2 = 4๐œ‹๐œ€0 โ„2 ๐‘š ๐‘’ ๐‘’2 = ๐›ผ0 210 = 00023 ร… c. Ungkapan postulat momentum sudut (1.27) dan jari โ€“ jari (1.32) memberi hubungan kecepatan elektron dalam mengitari inti ๐‘ฃ = ๐‘ฃ ๐‘› = ๐‘’2 4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘ = ๐‘๐›ผ ๐‘› Dengan ๐›ผ adalah konstanta struktur halus ๐›ผ = ๐‘’2 4๐œ‹๐œ€0โ„2 ๐‘ = 1 137 Jadi hanya bergantung bilangan kuantum n dan tidak bergantung massa partikel. Contoh 1.7: Hitung tingkatan โ€“ tingkat energi a. Osilator harmonik dnegan frekuensi v b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis pada lantai. Penyelesaian : a. Sistem osilator harmonik diungkapkan oleh: i. Persamaan gerak
  • 24. 24 ๐‘š ๐‘‘2 ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ก2 + ๐‘˜๐‘ฅ = 0 Atau ๐‘‘2 ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ก2 + ๐œ”2 ๐‘ฅ = 0, dengan ฯ‰ = โˆš ๐‘˜ ๐‘šโ„ ii. Hubungan energi ๐ธ = ๐‘2 2๐‘š + 1 2 ๐‘˜๐‘ฅ2 Dapat dimodifikasi ke dlaam bentuk persamaan dengan koordinat sumbu ๐‘ dan ๐‘ฅ, 1 = ๐‘2 ๐‘Ž2 + ๐‘ฅ2 ๐‘2 Dengan ๐‘Ž = โˆš2๐‘š๐ธ dan ๐‘ = โˆš2๐ธ ๐‘˜โ„ Uraiannya, ๐œ‹(โˆš2๐‘š๐ธ)(โˆš 2๐ธ ๐‘˜ ) = ๐œ‹2๐ธโˆš ๐‘š ๐‘˜ = 2๐œ‹๐ธ ๐œ”โ„ = ๐‘›โ„Ž Dengan demikian, ๐ธ = ๐ธ ๐‘› = ๐‘›โ„๐œ”, โ„ = โ„Ž 2๐œ‹โ„ b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis, mempunyai persamaan energi dalam momentum dan posisi
  • 25. 25 ๐ธ = ๐‘2 2๐‘š + ๐‘š๐‘”๐‘ฆ Atau ๐‘ = ยฑโˆš2๐‘š๐ธ โˆ’ 2๐‘š2 ๐‘”๐‘ฆ Kurvanya Menurut teori kuantum Wilson โ€“ Sommerfeld โˆฎ ๐‘๐‘‘๐‘ฆ = luas parabola = 4 3 โˆš2๐‘š๐ธ ๐ธ ๐‘š๐‘” = ๐‘›โ„Ž Diperoleh ๐ธ ๐‘› = ( 9๐‘š2 โ„Ž2 ๐‘” 32 ) 1 3โ„ ๐‘› 2 3โ„
  • 26. 26 1.3 Paket Gelombang Dan Prinsip Ketaktentuan Heisenberg Persoalan berikutnya adalah mencari suatu besaran yang mampu menampung dan mempresentasikan sifat โ€“ sifat partikel sekaligus sifat โ€“ sifat gelombang. Dengan demikian kuantitas tersebut harus bersifat bagai gelombang tetapi tidak menyebar melainkan terkurung di dalam ruang. Hal ini di penuhi oleh paket gelombang yang merupakan kumpulan gelombang dan terkurung di dalam ruang tertentu. Sebagai pendekat terhadap paket konsep gelombang, perhatikan kombinasi dari dua gelombang bidang berikut. ๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด cos( ๐œ”1 ๐‘ก โˆ’ ๐‘˜1 ๐‘ฅ) ๐œ“2( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด cos( ๐œ”2 ๐‘ก โˆ’ ๐‘˜2 ๐‘ฅ) (1.39) Prinsip superposIsi memberikan ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก) + ๐œ“1( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด ๐‘… cos[( ๐œ”1+๐œ”2 2 ) ๐‘ก โˆ’ ( ๐‘˜1+๐‘˜2 2 ) ๐‘ฅ] (1.40) Dengan amplitude ๐ด ๐‘… ๐ด ๐‘… = 2๐ด cos[( ๐œ”1โˆ’๐œ”2 2 ) ๐‘ก โˆ’ ( ๐‘˜1โˆ’๐‘˜2 2 ) ๐‘ฅ] (1.41) Grafiknya, + =
  • 27. 27 ฮ”๐‘˜ ฮ”๐‘ฅ Gambar. 1.11 Superposisi dua gelombang tunggal Bila gelombang tunggalnya diperbanyak, ๐œ†1, ๐‘˜1 ๏ƒ  + ๐œ†2, ๐‘˜2 ๏ƒ  + โ‹ฎ + ๐œ† ๐‘›, ๐‘˜ ๐‘› ๏ƒ  =
  • 28. 28 Gambar 1.12. Superposisidari n gelombang Dari gambar 1.12 tampak bahwa paket gelombang terlokalisasi di daerah sebesar โˆ†๐‘ฅ, dan lokaliasi ini yang diharapkan sebagai posisi partikel klasik. Gambar1. 13 Kemungkinan posisi partikel di daerah โˆ†๐‘ฅ Setelah mendapatkan barang yang menyatakan partikel sekaligus gelombang berikutnya harus dicari perumusan matematisnya. Formalism matematis untuk paket gelombang yang terlokalisasi tersebut tidak lain adalah transformasi Fouier, ๐‘“( ๐‘ฅ) = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘˜ +โˆž โˆ’โˆž (1.42) Sebagai contoh, jika distribusi gelobang dengan vector gelombag k, g(k), diberikan seperti gambar Gambar 1. 14 Distribusig(k) Maka distribusi gelombang di dalam ruang koordinat f(x)
  • 29. 29 ๐‘“( ๐‘ฅ) = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘˜ +โˆž โˆ’โˆž = โˆซ 1 ๐‘Ž + ๐‘Ž 2 โˆ’ ๐‘Ž 2 ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘˜ = 1 ๐‘–๐‘Ž๐‘ฅ ๐‘’ ๐‘–๐‘˜๐‘ฅ | โˆ’ ๐‘Ž 2 ๐‘Ž 2 = 2sin( ๐‘Ž๐‘ฅ/2) ๐‘Ž๐‘ฅ Grafiknya, Gambar 1. 15 Transformasi Fourier darig(k) Dari uraian contoh dangan bartransformasi Fourier di atas diperoleh hubungan antara โˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ (atau โˆ†๐‘). Hubungan ini secara grafik adalah sebagai berikut Gambar 1.16 Kaitanโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ Hubungan antaraโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ bwergantung dari bentuk paket gelombang dan bergantung pada โˆ†๐‘˜, โˆ†๐‘ฅ didefinisikan, perkalian (โˆ†๐‘ฅ)(โˆ†๐‘˜) akan minimum jikapaketgelombangberbentukfungsi Gaussian yang bertransformasi Fourier
  • 30. 30 jugadlamfungsi Gaussian. Untukpaket Gaussian, jikaโˆ†๐‘ฅ dan โˆ†๐‘˜ diambil deviasi standar dari f(x) dain g(k), maka โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘˜ = 1 2 (1.43) Karenapada umumnya paket gelombang tidak berbentuk Gaussian, maka โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘˜ โ‰ฅ 1 2 (1.44) Kalikan pertidaksamaan (1.44) dengan โ„ dan mengingat ๐‘ = โ„๐‘˜, maka didapatkan โˆ†๐‘ฅโˆ†๐‘ โ‰ฅ โ„ 2 (1.45) Pers. (1.45) ini merupakan prinsip ketidakpastian Heisenberg. Daam kalimat, prinsip ini mengatakan: โ€œtidak mungkin mengetahui atau mendapatkan posisi dan momentum suatu partikel dengan tepat secara serempak atau bersamaanโ€ Prinsip ini merupakan fakta mendasar dari alam dan bukan sekedar disebabkan oleh keterbatasan dan ketelitian pengukuran. Untuk mengatakan bahwa suatu partikel berada pada titik x dan bermomentum p, karena tanpa pengukuran kita tidak mempunyai informasi apa-apa. Sebagai ilustrasi, perhatikan gedanken eksperimen berikut ini. - Untuk mengamati electron, kita harus menyinarinya dengan cahaya ๐œ† - Cahaya yang sampai di mikroskop adalah cahaya terhambur oleh electron
  • 31. 31 Gambar 1. 17 Gedanken eksperimen penentuan posisi electron - Momentum foton terhambur ๐‘๐‘ก = โ„Ž ๐œ† , dan untuk menembus obyektif, foton harus bergerak dalam sudut ๐›ผ, sehingga komponen-x dari momentum mempunyai ketaktentuan ฮ”๐‘ ~ ๐‘๐‘ก sin ๐›ผ ~ โ„Ž๐‘‘ 2๐œ†๐‘ฆ (1.46) Ketaktentuan ini juga merupakan ketaktentuan dalam arah-x dari momentum electron setelah hamburan, karena selama proses hamburan, momentum antara electron dan foton dipertukarkan. - Di sisilain, posisi electron juga tidak tentu disebabkan difraksi cahaya ketika menembus obyektif. Ketaktentuan posisi elektron sama dengan diameter pola difraksi yaitu 2๐‘ฆ sin ๐œƒ dengan sin ๐œƒ ~ ๐œ† ๐‘‘ . Karena itu ฮ”๐‘ฅ ~ 2๐‘ฆsin ๐œƒ ~ 2๐‘ฆ๐œ† ๐‘‘ (1.47) Sehingga dari dua hubungan ฮ”๐‘ dan ฮ”๐‘ฅ di atas didapatkan ฮ”๐‘ฅฮ”๐‘ = โ„Ž(โ‰ฅ โ„ 2 ) (1.48) Sesuai dengan prinsip 1.45
  • 32. 32 Contoh 1.8 a. Bila paket gelombang dalam komponen ruangnya saja f(x) terbentuk Gaussian perlihatkan bahwa transformasi Fouriernya g(k), juga berbentuk Gaussian b. Bilaฮ”๐‘ฅ dan ฮ”๐‘˜ daimbil deviasi standar dari f(k) dan g(k) perlihatkan bahwa perkalian ฮ”๐‘ฅฮ”๐‘˜ = 1 2 Penyelesaian: a. Misalkan, paket gelombang Gaussian ternormalisasi berbentuk ๐‘“( ๐‘ฅ) = ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) 1 2 ๐‘’ โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2 2 Denganโˆซ | ๐‘“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ = 1 โˆž โˆ’โˆž . Maka pasangan transformasi Fouriernya ๐‘”( ๐‘˜) = 1 โˆš2๐œ‹ โˆซ ๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ โˆž โˆ’โˆž = 1 โˆš2๐œ‹ ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) 1 2 โˆซ ๐‘’ โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2 2 โˆž โˆ’โˆž ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = 1 โˆš2๐œ‹ ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) 1 2 โˆซ ๐‘’ ๐›ผ2 2 ( ๐‘ฅ+ ๐‘–๐‘˜ ๐›ผ2 ) 2 โˆž โˆ’โˆž ๐‘’ ๐‘˜2 2๐›ผ2 ๐‘‘๐‘ฅ = 1 โˆš2๐œ‹ ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) 1 2 ๐‘’ ๐‘˜2 2๐›ผ2 โˆš ๐œ‹ ๐›ผ = ( 1 ๐›ผโˆš ๐œ‹ ) 1 2 ๐‘’ ๐‘˜2 2๐›ผ2 Yang tidak lain adalahfungsi Gaussian, denganโˆซ | ๐‘”(๐‘˜)|2 ๐‘‘๐‘˜ = 1 โˆž โˆ’โˆž . b. Deviasistandarโˆ†๐‘ฅ didefinisikan
  • 33. 33 โˆ†๐‘ฅ = โˆšโŒฉ( ๐‘ฅโˆ’< ๐‘ฅ >)2โŒช = โˆš< ๐‘ฅ2 > โˆ’< ๐‘ฅ >2 Evaluasi lengkapnya memberikan < ๐‘ฅ > = โˆซ ๐‘“โˆ—( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = โˆž โˆ’โˆž ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) โˆซ ๐‘ฅ๐‘’โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ฅ = โˆž โˆ’โˆž 0 Karena x fungsi ganjil sedangkan ๐‘’โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2 fungsi genap < ๐‘ฅ2 > = โˆซ ๐‘“โˆ— ( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ2 ๐‘“( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = โˆž โˆ’โˆž ( ๐›ผ โˆš ๐œ‹ ) โˆซ ๐‘ฅ2 ๐‘’โˆ’๐›ผ2 ๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ฅ = โˆž โˆ’โˆž 1 2๐›ผ2 โˆ†๐‘ฅ = โˆš< ๐‘ฅ2 > โˆ’< ๐‘ฅ >2 = โˆš 1 2๐›ผ2 โˆ’ 0 = 1 โˆš2๐›ผ Selanjutnya < ๐‘˜ > = โˆซ ๐‘”โˆ—( ๐‘˜) ๐‘˜๐‘“( ๐‘˜) ๐‘‘๐‘˜ = โˆž โˆ’โˆž ( 1 ๐›ผโˆš ๐œ‹ ) โˆซ ๐‘˜๐‘’โˆ’๐‘˜2/ ๐›ผ2 ๐‘‘๐‘˜ = โˆž โˆ’โˆž 0 Dan < ๐‘˜2 > = โˆซ ๐‘”โˆ— ( ๐‘˜) ๐‘˜2 ๐‘“( ๐‘˜) ๐‘‘๐‘˜ = โˆž โˆ’โˆž ( 1 ๐›ผโˆš ๐œ‹ ) โˆซ ๐‘˜2 ๐‘’โˆ’๐‘˜2 /๐›ผ2 ๐‘‘๐‘ฅ = โˆž โˆ’โˆž ๐›ผ2 2 Sehingga โˆ†๐‘˜ = โˆš< ๐‘˜2 > โˆ’< ๐‘˜ >2 = โˆš ๐›ผ2 2 โˆ’ 0 = ๐›ผ โˆš2 Dengan demikian (โˆ†๐‘ฅ)(โˆ†๐‘˜) = ( 1 โˆš2๐›ผ )( ๐›ผ โˆš2 ) = 1 2
  • 34. 34 Bentuk lain dari prinsip ketidakpastian Heisenberg dinyatakan dalam ketidaktentuan energy โˆ†๐ธ dan waktu โˆ†๐‘ก, โˆ†๐ธโˆ†๐‘ก โ‰ฅ โ„ 2 (1.49) Mengingat sedemikian kecilnya nilai h, prinsip ketaktentuan ini tidak relevan atau tidak tampak dalam dunia makroskopik. Di dalam konteks ini, mekanika klasik untuk dunia makroskopik bersifat deterministik sedangkan dunia mikroskopik secara esensial non-deterministik. Karena itu, di dalam dunia mikroskopik tidak dikenal lintasan eksak. Gambar 1.18 Lintasan klasik dan kuantum Sekarang kembali pada persoalan paket gelombang, dan kita selidiki kebergantungannya terhadap waktu. Misalkan, paket gelombang dipresentasikan oleh f(x,t). โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘’ ๐‘–(๐‘˜๐‘ฅโˆ’๐œ”๐‘ก) ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž (1.50) Sebagai perluasan dari ungkapan (1.42). Pada saat t, paket gelombang f(x,t) mempunyai maksimum di titik X(t).
  • 35. 35 Gambar. 1.19 paket gelombang pada saat t Jika posisi paket gelombang berubah, laju gerak titik maksimum adalah kecepatan grup ๐‘ฃ๐‘” = ๐‘‘๐‘‹(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก (1.51) Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.16 di depan, amplitudo g(k) bernilai aksimum, misalkan pada k0 dan tak nol hanya disekitar harga k0 tersebut. hal ini diambil atau diasumsikan agar momentum terdefinisi dengan baik. Dengan alasan serupa, frekuensi juga seperti itu, yaitu berharga di sekitar ๐œ”0 = ๐œ”(๐‘˜0). Karena itu, ๐œ” dapat diekspansi Taylo di sekitar ๐‘˜0, ๐œ”( ๐‘˜) = ๐œ”0 + (๐‘˜ โˆ’ ๐‘˜0) ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 (1.52) Dengan mengabaikan suku ekspansi orde dua dan seterusnya. Kembali pada persoalan kecepatan grup ๐‘ฃ๐‘”, karena f(x,t) maksimum di X(t), maka ( ๐œ•๐‘“ ๐œ•๐‘ฅ ) ๐‘ฅ=๐‘‹ = 0 = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก] ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž (1.53) Diferensiasi sekali lagi pers. (1.53) terhadap waktu t, didapatkan 0 = โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜ ๐‘– (๐‘˜ ๐‘‘๐‘‹(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก ) ๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก] ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž (1.54) Subtitusi uraian (1.52) ke dalam pers. (1.54), โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–2 ๐‘˜(๐‘˜๐‘ฃ๐‘” โˆ’ {๐œ”0 + (๐‘˜ โˆ’ ๐‘˜0) ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 }) ๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก] ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž = (๐‘ฃ๐‘” โˆ’ ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 ) โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–2 ๐‘˜2 ๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก] ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž โˆ’ ๐‘– (๐‘ฃ๐‘” โˆ’ ๐‘˜0 ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 ) โˆซ ๐‘”( ๐‘˜) ๐‘–๐‘˜๐‘’ ๐‘–[ ๐‘˜๐‘‹(๐‘ก)โˆ’๐œ”๐‘ก] ๐‘‘๐‘˜ โˆž โˆ’โˆž
  • 36. 36 = (๐‘ฃ๐‘” โˆ’ ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 ) ๐œ•2 ๐‘“ ๐œ•๐‘ฅ2 | ๐‘ฅ=๐‘‹ Telah digunakan pers (1 53). Karena f(x,t) maksimum di X(t) maka secara umum ๐œ•2 ๐‘“ ๐œ•๐‘ฅ2| ๐‘ฅ=๐‘‹ tidak sama dengan nol. Karena itu, ๐‘ฃ๐‘” โˆ’ ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 = 0 Atau ๐‘ฃ๐‘” = ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ | ๐‘˜=๐‘˜0 (1.55) Contoh 1.9 Perlihatkan bahwa kecepatan grup untuk partikel bebas tidak lain adalah kecepatan partikel itu sendiri. Penyelesaian: Energi partikel bebas tidak lain adalah energi kinetik Ek ๐ธ = ๐ธ๐‘˜ = ๐‘š 2 ๐‘ฃ2 Dari pers (1.55), untuk kecepatan grup vg, ๐‘ฃ๐‘” = ๐‘‘๐œ” ๐‘‘๐‘˜ ร— โ„ โ„ = ๐‘‘(โ„๐œ”) ๐‘‘(โ„๐‘˜) = ๐‘‘๐ธ ๐‘‘๐‘ Dari ungkapan energi partikel bebas,
  • 37. 37 ๐‘ฃ๐‘” = ๐‘‘๐ธ ๐‘‘๐‘ = ๐‘ ๐‘š = ๐‘ฃ Jadi kecepatan grup vg adalah kecepatan linier partikel V itu sendiri.
  • 38. 38 1.4 Latihan Soal 1. (SPMB 2001) Permukaan suatu lempeng logam tertentu disinari dengan cahaya monokromatik. Percobaan ini diulang dengan panjang gelombang yang berbeda. Ternyata tidak ada elektron keluar jika lempeng di sinari dengan panjang gelombang diatas 500nm. Dengan menggunakan gelombang tertentu, ternyata dibutuhkan tegangan 3,1 volt untuk menghentikan arus foto listrik yang terpancar dari lempeng . panjang gelombang tersebut dalam nm adalah ... 2. (Ebtanas 1991) Frekuensi ambang suatu logam sebesar 8 ร— 1014 Hz, dan logam tersebut disinari dengan cahaya yang mempunyai frekuensi 1015 Hz. Jika tetapan Planck = 6,6 ร— 10โ€“34 J s, maka energi kinetik foto elektron yang terlepas dari permukaan logam tersebut adalah โ€ฆ 3. Cahaya kuning dari lampu gas Na mempunyai panjang gelombang sebesar 589 nm. Tentukan energi fotonnya dalam eV. 4. Dalam peluruhan radioaktif, suatu inti atom mengemisikan sinar gamma yang energinya sebesar 1,35 MeV. Tentukan : a) Panjang gelombang dari foton b) Momentum dari foton 5. Sinar-x dengan panjang gelombang 22 pm dihamburkan oleh target karbon. Bila radiasi yang dihamburkan diamati pada sudut 85o, tentukan : a) Compton shift yang terjadi b) Persentase energi (fraksi energi) yang hilang 6. Berapa panjang gelombang Broglie dari sebuah elektron yang mempunyai energi kinetik 120 eV ? 7. Berapa panjang gelombang Broglie dari sebuah baseball bermassa 150 g yang sedang bergerak dengan kecepatan sebesar 35 m/s ?
  • 39. 39 8. Sebuah meson pi bermuatan memiliki energy diam 140 MeV dan waktu- hidup 26 ns. Carilah ketidakpastian energy meson pi ini, nyatakan dalam MeV dan juga dalam perbandingan terhadap energy diamnya! 9. Dari soal no.8 carilah ketidakpastian energy meson pi! Meson tidak bermuatan, memiliki energy diam 135 MeV dan waktu-hidup 8,3 ร— 10-17s. 10. Sebuah meson rho memiliki energy diam 765 MeV dan waktu โ€“hidup 4,4 ร— 10-24s. carilah ketidakpastian dari energy rho tersebut! 11. Taksirkanlah kecpatan minimum sebuah bola bilyar (m ~ 100 g) yang geraknya terbatasi pada meja bilyar berukuran 1 m! 12. Inti atom berjari-jari 5 x10-15 m. Lewat prinsip ketidakpastian, tentukan batas bawah energy elektron, yang harus dimiliki untuk dapat menjadi partikel penyusun inti atomik! PENYELESAIAN 1. Menentukan E ๐ธ๐‘˜ = ๐ธ โˆ’ ๐‘Š0 ๐‘’๐‘‰ = ๐ธ โˆ’ โ„Ž๐‘ ๐œ† ๐‘š๐‘Ž ๐‘˜๐‘  ๐‘’๐‘‰ + โ„Ž๐‘ ๐œ† ๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  = ๐ธ 1,6 ๐‘ฅ10โˆ’19(3,1) + 6,63๐‘ฅ10โˆ’34 5๐‘ฅ10โˆ’7 = ๐ธ ๐ธ = 4,96๐‘ฅ10โˆ’19 + 3,96๐‘ฅ10โˆ’19 = 8,938๐‘ฅ10โˆ’19 ๐œ† = โ„Ž๐‘ ๐ธ = 6,63๐‘ฅ10โˆ’34 (3๐‘ฅ108 ) 5๐‘ฅ10โˆ’19 = 222,5๐‘ฅ10โˆ’9 ๐‘š Sehingga panjang gelombang ๐œ† = 223 ๐‘›๐‘š 2. Data yang diberikan oleh soal: frekuensi ambang fo = 8 ร— 1014 Hz frekuensi cahaya f = 1015 = 10 ร— 1014 Hz
  • 40. 40 Ek = ...? ๐ธ = ๐‘Š0 + ๐ธ๐‘˜ โ„Ž๐‘“ = ๐‘Š0 + ๐ธ๐‘˜ โ„Ž๐‘“ = โ„Ž๐‘“0 + ๐ธ๐‘˜ ๐ธ๐‘˜ = โ„Ž( ๐‘“ โˆ’ ๐‘“0) ๐ธ๐‘˜ = 6,6๐‘ฅ10โˆ’34 (10๐‘ฅ1014 โˆ’ 8๐‘ฅ1014 ) ๐ธ๐‘˜ = 6,6๐‘ฅ10โˆ’34 (2๐‘ฅ1014 ) ๐ธ๐‘˜ = 13,2๐‘ฅ10โˆ’20 = 1,32๐‘ฅ10โˆ’19 ๐ฝ๐‘œ๐‘ข๐‘™๐‘’ 3. Jawab : Energi yang akan diperoleh sebuah elektron atau proton bila dipercepat dengan perbedaan tegangan sebesar 2,11 V 4. Jawab : a. ๐ธ = โ„Ž๐‘“ = ๏ฌ hc E hc ๏€ฝ๏‚ฎ ๏ฌ fm eVx smxseVx 920 1035,1 )/103)(.1014,4( 6 815 ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ญ ๏ฌ b. c E f hfh p ๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ ๏ฌ๏ฌ smkgx smx eVJxeVx p /1020,7 /103 )/106,1)(1035,1( 22 8 196 ๏€ญ ๏€ญ ๏€ฝ๏€ฝ cMeV c MeV p c E p /35,1 )35,1( ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ฝ Berlaku juga untuk partikel-partikel dimana E total>> Energi diam 5. Jawab : a. pmpm mc h o 21,2)85cos1)(43,2()cos1( ๏€ฝ๏€ญ๏€ฝ๏€ญ๏€ฝ๏„ ๏ฆ๏ฌ eV mx smxseVx E 11,2 10589 )/103)(.1014,4( 9 815 ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ญ
  • 41. 41 b. f ff hf hfhf E EE frac ''' ๏€ญ ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ฝ ๏ฌ๏ฌ ๏ฌ ๏ฌ ๏ฌ๏ฌ ๏ฌ ๏ฌ๏ฌ ๏„๏€ซ ๏„ ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ฝ ' '' c cc frac %1,9091,0 21,222 21,2 ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ซ ๏€ฝfrac 6. mKpmvpmvK 2 2 1 2 ๏€ฝ๏‚ฎ๏€ฝ๏€ฝ smkgxp eVJxeVkgxmKp /1091,5 )/106,1)(120)(101,9(22 24 1931 ๏€ญ ๏€ญ๏€ญ ๏€ฝ ๏€ฝ๏€ฝ pmmx smkgx sJx p h 1121012,1 /.1091,5 .1063,6 10 24 34 ๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ญ ๏€ญ ๏€ญ ๏ฌ 7. Jawab : mx smkg sJx mv h p h 34 34 1026,1 )/35)(15,0( .1063,6 ๏€ญ ๏€ญ ๏€ฝ๏€ฝ ๏€ฝ๏€ฝ ๏ฌ ๏ฌ 8. Jika meson pi hidup selama 26 ns (nanosekon), maka kita hanya mempunyai peluang waktu sebesar itu untuk mengukur energy diamnya, dan persamaan โˆ†๐ธโˆ†๐‘ก โ‰ฅ โ„ memberitahukan kita bahwa setiap pengukuran energy yang dilakukan dalam selang waktu โˆ†๐‘ก memiliki ketidakpastian sekurang โ€“ kurangnya sebesar โˆ†๐ธ ~ โ„/โˆ†๐‘ก โˆ†๐ธ = โ„ โˆ†๐‘ก = 6,58 ร— 10โˆ’16 ๐‘’๐‘‰. ๐‘  26 ร— 10โˆ’9 ๐‘  = 2,5 ร— 10โˆ’8 ๐‘’๐‘‰ = 2,5 ร— 10โˆ’14 ๐‘€๐‘’๐‘‰ โˆ†๐ธ ๐ธ = 2,5 ร— 10โˆ’14 ๐‘€๐‘’๐‘‰ 140 ๐‘€๐‘’๐‘‰ = 1,8 ร— 10โˆ’16 9. โˆ†๐ธ = โ„ โˆ†๐‘ก = 6,58 ร— 10โˆ’16 ๐‘’๐‘‰.๐‘  8,3ร—10โˆ’17 ๐‘  = 7,9 ๐‘’๐‘‰ = 7,9 ร— 10โˆ’6 ๐‘€๐‘’๐‘‰ โˆ†๐ธ ๐ธ = 7,9 ร— 10โˆ’6 ๐‘€๐‘’๐‘‰ 135 ๐‘€๐‘’๐‘‰ = 5,9 ร— 10โˆ’8
  • 42. 42 10. โˆ†๐ธ = โ„ โˆ†๐‘ก = 6,58 ร— 10โˆ’16 ๐‘’๐‘‰.๐‘  4,4ร—10โˆ’24 ๐‘  = 1,5 ร— 108 ๐‘’๐‘‰ = 150 ๐‘€๐‘’๐‘‰ โˆ†๐ธ ๐ธ = 150 ๐‘€๐‘’๐‘‰ 765 ๐‘€๐‘’๐‘‰ = 0,20 11. Untuk โˆ†๐‘ฅ ~ 1 m, kita peroleh โˆ†๐‘๐‘ฅ ~ โ„ โˆ†๐‘ฅ = 1,05 ร— 10โˆ’34 ๐ฝ. ๐‘  1 ๐‘š = 1 ร— 10โˆ’34 ๐‘˜๐‘”. ๐‘š/๐‘  Sehingga โˆ†๐‘ฃ ๐‘ฅ = โˆ†๐‘๐‘ฅ ๐‘š = 1 ร— 10โˆ’34 ๐‘˜๐‘”. ๐‘š/๐‘  0,1 ๐‘˜๐‘” = 1 ร— 10โˆ’33 ๐‘š/๐‘  Jadi efek kuantum โ€œmempengaruhiโ€ gerak bola bilyar dengan orde laju 1 ร— 10โˆ’33 ๐‘š/๐‘ . 12. Dengan mengambil nilai ฮ”x = 5 x10-15 m sehingga nilai ketidakpastian; ฮ”p โ‰ฅ ๏ฐ4 h x 1 ๏„ โ‰ฅ ),( ., 1434 Js10636 34๏€ญ m105 1 15๏€ญ . = 11 .10-21 kg ms-1 Nilai 11 x 10-21 kg ms-1, merupakan ketidakpastian momentum electron dalam inti. Orde momentum (p) harus besar paling sedikit sama dengan 11 x 10-21 kg ms-1. Elektron dengan momentum 11 x 10-21 kg ms-1 akan memiliki Ek jauh lebih besar dari energy diamnya (mo c2). Energi (pc) sehingga E โ‰ฅ (11 x 10-21 kg ms-1)(3 x 108 m) โ‰ฅ 33 x 10-13 J. Energi elektron agar dapat menjadi partikel dalam inti, harus berenergi > 32 x10-14 J. Dari eksperimen electron dalam atom mantap tidak memiliki energy kurang dari 32 x 10-14 J, sehingga dapat disimpulkan tidak ada electron dalam inti.
  • 43. 43 BAB 2 OPERATOR 2.1 Operator Hermite Untuk operator linier sebarang, didefinisikan nilai harap โŒฉ ๐ดโŒช ๐œ“ โ‰ก โŒฉ ๐ดโŒช = โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ด๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ Karena itu โŒฉ ๐ดโŒชโˆ— = (โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ด๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ)โˆ— = โˆซ ๐œ“( ๐ด๐œ“)โˆ— ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ( ๐ด๐œ“)โˆ— ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ Operator sekawan hermite dari A ditulis ๐ด+ , didefinisikan sebagai : โˆซ ( ๐ด๐œ“)โˆ— ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ด+ ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฃ Jadi suatu operator dalam produk skalar boleh kita pindahkan dari suatu ruang ke ruang lainnya, namun dalam pemindahan itu operator tersebut harus digantikan dengan setangkup hermitnya (Adjointnya). Sedangkan suatu operator A dikatakan operator Hermitian jika ๐ด+ = ๐ด Sifat-sifat lainnya : (๐ด+ )+ = ๐ด (๐œ† ๐ด)+ = ๐œ†โˆ— ๐ด+ (๐ด + ๐ต)+ = ๐ด+ ๐ต+
  • 44. 44 (๐ด๐ต)+ = ๐ต+ ๐ด+ Contoh : Untuk dua operator A dan B perhatikan bahwa (๐ด๐ต)+ = ๐ต+ ๐ด+ Penyelesaian : Misalkan AB = C maka definisi (4.18) didapatkan โˆซ (๐ด๐ต๐œ“)โˆ— ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ (๐ถ๐œ“)โˆ— ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ถ+ ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“โˆ— (๐ด๐ต)+ ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ Masih dari definisi (4.18), uraian per operator memberikan โˆซ (๐ด๐ต๐œ“)โˆ— ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ(๐ต๐œ“)โˆ— ๐ด+ ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ“โˆ— ๐ต+ ๐ด+ ๐œ‘ ๐‘‘๐‘ฃ Dari dua hasil di atas, jelas bahwa (๐ด๐ต)+ = ๐ต+ ๐ด+ Matriks Hermitian Kajian mengenai matriks Hermitian menjadi sangat penting karena matriks Hermitian memiliki beberapa karakteristik yang paling utama dari matriks
  • 45. 45 Hermitian yaitu memiliki nilai eigen berupa bilangan real sehingga kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi matriks Hermitian. Definisi 1. Setiap matriks persegi A dengan entri-entri bilangan kompleks disebut matriks Hermitian atau disebut juga self-adjoin jika ๐ด๐ด =โˆ— Misal : Matriks ๐ด = ( 1 2 + ๐‘– 2 โˆ’ ๐‘– 3 ) adalah matriks Hermitian sebab ๐ดโˆ— = ( 1 2 + ๐‘– 2 โˆ’ ๐‘– 3 ) Definisi 2. Matriks persegi A dengan entri-entri bilangan kompleks disebut normal jika ๐ด๐ดโˆ— = ๐ด๐ด Setiap matriks Hermitian A adalah normal karena ๐ด๐ดโˆ— = ๐ด๐ด = ๐ดโˆ— ๐ด dan setiap matriks uniter A adalah normal karena ๐ด๐ดโˆ— = ๐ผ = ๐ดโˆ— ๐ด Nilai dan fungsi eigenoperator hermitian Dari definisi sekawan hermite, operator hermite dan perkalian skalar dapat diperoleh bahwa : i. Nilai eigen dari operator Hermitian adalah riel ii. Dua fungsi eigen dari operator Hermitian dengan dua nilai eigen berbeda akan ortogonal Dua fungsi eigen ๐œ‘ ๐‘š dan ๐œ‘ ๐‘› dikatakan ortogonal jika produk skalarnya memenuhi : ( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› ) = ๐‘๐›ฟ ๐‘š๐‘› Dengan c adalah bilangan real.
  • 46. 46 Bukti dari dua pernyataan bagi operator Hermite di atas adalah sebagai berikut. Misal ๐œ‘ ๐‘š dan ๐œ‘ ๐‘› adalah dua fungsi eigen dari operator Hermite H ๐ป๐œ‘ ๐‘š = ๐‘Ž๐œ‘ ๐‘š ๐ป๐œ‘ ๐‘› = ๐‘๐œ‘ ๐‘› ๐œ‘ ๐‘š โ‰  ๐œ‘ ๐‘› , ๐‘Ž โ‰  ๐‘ Maka i. Dari definisi operator Hermite (4.17) , dan operator H (4.19) โˆซ(๐ป๐œ‘ ๐‘›)โˆ— ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐ป+ ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐ป๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ Atau โˆซ(๐ป๐œ‘ ๐‘›)โˆ— ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐ป๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = 0 Dari persamaan eigen di atas, didapatkan 0 = โˆซ(๐‘๐œ‘ ๐‘›)โˆ— ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐‘๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = โˆซ( ๐‘โˆ— ๐œ‘ ๐‘› โˆ— )๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ โˆ’ โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐‘๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = ( ๐‘โˆ— โˆ’ ๐‘)โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = 0 Mengingat pertidaksamaan (4.2 d) , secara umum โˆซ ๐œ‘ ๐‘› โˆ— ๐œ‘ ๐‘› ๐‘‘๐‘ฃ = ( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘›) โ‰  0 Maka ๐‘โˆ— โˆ’ ๐‘ = 0 Atau
  • 47. 47 ๐‘โˆ— = ๐‘ Jadi nilai eigen real ii. Sekali lagi menggunakan persamaan (4.17) ( ๐ป๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘›) = ( ๐œ‘ ๐‘š , ๐ป๐œ‘ ๐‘›) Dan dari dua persamaan eigen untuk ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› serta nilai eigen real dari H, maka ( ๐ป๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘›) = ๐‘Ž( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› ) ( ๐œ‘ ๐‘š , ๐ป ๐œ‘ ๐‘›) = ๐‘( ๐œ‘ ๐‘š , ๐œ‘ ๐‘› ) Atau ( ๐‘Ž โˆ’ ๐‘)( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ) = 0 Karena ๐‘Ž โ‰  ๐‘ untuk ๐‘š โ‰  ๐‘› maka ( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘›) = 0 Karena itu berlaku ( ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ) = ๐‘๐›ฟ ๐‘š๐‘› Yang berarti bahwa ๐œ‘ ๐‘› , ๐œ‘ ๐‘› ortogonal Contoh Tentukan nilai dan vektor eigen dari matriks hermitian berikut ๐ป = ( 1 2๐‘– 0 โˆ’2๐‘– 0 โˆ’2๐‘– 0 2๐‘– โˆ’1 ) Penyelesaian Persamaan eigen ๐ป๐‘ข = ๐œ€๐‘ข, nilai eigen ๐œ€ , diperoleh dengan menghitung determinan
  • 48. 48 | ๐ป โˆ’ ๐œ€ | = ( 1 โˆ’ ๐œ€ 2๐‘– 0 โˆ’2๐‘– โˆ’๐œ€ โˆ’2๐‘– 0 2๐‘– โˆ’1 โˆ’ ๐œ€ ) = (1 โˆ’ ๐œ€) ๐œ€ (1+ ๐œ€) โˆ’ 4(1 โˆ’ ๐œ€) + 4(1 + ๐œ€) = ๐œ€(1 โˆ’ ๐œ€)(1+ ๐œ€) + 8๐œ€ = ๐œ€{(1 โˆ’ ๐œ€)(1+ ๐œ€) + 8} = ๐œ€ (9โˆ’ ๐œ€2) = 0 Diperoleh ๐œ€1 = โˆ’3 , ๐œ€2 = 0 dan ๐œ€3 = 3 . Jelas bahwa semua nilai eigen real. Vektor eigen terkait ๐œ€1 = โˆ’3, misalkan ๐‘ข1 = ( ๐‘ฅ ๐‘ฆ ๐‘ง ) Maka ( 4 2๐‘– 0 โˆ’2๐‘– 3 โˆ’2๐‘– 0 2๐‘– 2 )( ๐‘ฅ ๐‘ฆ ๐‘ง ) = ( 4๐‘ฅ + 2๐‘–๐‘ฆ โˆ’2๐‘–๐‘ฅ + 3๐‘ฆ โˆ’ 2๐‘–๐‘ง 2๐‘–๐‘ฆ + 2๐‘ง ) = ( 0 0 0 ) Memberi hubungan ๐‘ฅ = โˆ’ ๐‘–๐‘ฆ 2 dan ๐‘ง = โˆ’๐‘–๐‘ฆ . Normalisasi memberikan ๐‘ข1 = 1 3 ( โˆ’1 2 โˆ’2๐‘– ) Dengan cara serupa untuk ๐œ€2 = 0 dan ๐œ€3 = 3 ๐‘ข2 = 1 3 ( โˆ’1 2 โˆ’2๐‘– ) dan ๐‘ข3 = 1 3 ( โˆ’1 2 โˆ’2๐‘– ) Jelas bahwa
  • 49. 49 i. ๐‘ข1 + ๐‘ข2 = 1 9 ( ๐‘– 2 2๐‘–)( โˆ’1 2 โˆ’2๐‘– ) = 2+2โˆ’4 9 = 0 ii. ๐‘ข1 + ๐‘ข3 = 1 9 ( ๐‘– 2 2๐‘–)( 2๐‘– 2 ๐‘– ) = โˆ’2+4โˆ’2 9 = 0 iii. ๐‘ข2 + ๐‘ข3 = 1 9 (2๐‘– 1 โˆ’2๐‘–)( 2๐‘– 2 ๐‘– ) = โˆ’4+2+2 9 = 0 Yakni ketiganya orthonormal. SOAL 1. Buktikan Operator P adalah Hermit ! Jawaban ๐‘ƒ+ = [ โ„ ๐‘– . ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ ]+ = [ โ„ ๐‘– ]+ [ ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ ]+ = (โˆ’ โ„ ๐‘– ) . (โˆ’ ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ ) = ( โ„ ๐‘– ) . ( ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ ) = ๐‘ƒ 2. Misalkan ๐ด ๐œ– ๐‘€ ๐‘› adalah matriks Hermitian, maka : a. ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅ adalah bilangan real untuk setiap ๐‘ฅ โˆˆ โˆ ๐‘› b. Nilai eigen dari A adalah bilangan real Jawaban Bukti :
  • 50. 50 a. Perhatikan bahwa ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅ = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ดโˆ— ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒช Kemudian โŒฉ ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒชkarena ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅ = โŒฉ ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…ฬ…โŒช maka ๐‘ฅโˆ— ๐ด๐‘ฅ adalah bilangan real b. Misalkan nilai eigen dari A adala๐œ† dan ๐‘ฅ adalah vektor eigen yang terkait dengan nilai eigen ๐œ† maka ๐ด๐‘ฅ = ๐œ†๐‘ฅ Kemudian perhatikan bahwa ๐œ†โŒฉ ๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐œ†๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐ด๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐ด๐‘ฅโŒช = โŒฉ ๐‘ฅ, ๐œ†๐‘ฅโŒช = ๐œ†ฬ…โŒฉ ๐‘ฅ, ๐‘ฅโŒช Karena ๐œ† = ๐œ†ฬ… maka nilai eigen ๐œ† adalah bilangan real.
  • 51. 51 2.2 Operator Momentum Sudut Operator Momentum Sudut didefinisikan sebagaimana fisika klasik seperti pers. (3.17). Didalam teori kuantum kuantitas ini menjadi operator melalui korespondensi (2.9) ๐ฟโƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = ๐‘Ÿโƒ— ร— ๐‘โƒ— = ๐‘–ฬ‚ ๐‘™ ๐‘ฅ + ๐‘—ฬ‚ ๐‘˜ ๐‘ฆ + ๐‘˜ฬ‚ ๐‘™ ๐‘ง = ๐‘–ฬ‚( ๐‘ฆ๐‘๐‘ง โˆ’ ๐‘ง๐‘ ๐‘ฆ) + ๐‘—ฬ‚( ๐‘ฆ๐‘๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘๐‘ง) + ๐‘˜ฬ‚(๐‘ฅ๐‘ ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ๐‘๐‘ฅ) = ๐‘–ฬ‚ฤง {๐‘–ฬ‚ (๐‘ฆ ๐œ• ๐œ•๐‘ง โˆ’ ๐‘ง ๐œ• ๐œ•๐‘ฆ ) + ๐‘—ฬ‚(๐‘ฆ ๐œ• ๐œ•๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฅ ๐œ• ๐œ•๐‘ง ) + ๐‘˜ฬ‚ (๐‘ฅ ๐œ• ๐œ•๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ ๐œ• ๐œ•๐‘ฅ )} (4.58) Didalam koordinator bola komponen-komponen operator momentum sudut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut : ๐‘™ ๐‘ฅ = ๐‘–ฬ‚ฤง(sin ๐œ‘ ๐œ• ๐œ•๐œƒ + cot ๐œƒ cos ๐œ‘ ๐œ• ๐œ•๐œ‘ ) ๐‘™ ๐‘ฆ = ๐‘–ฬ‚ฤง(โˆ’cos ๐œ‘ ๐œ• ๐œ•๐œƒ + cot ๐œƒ sin ๐œ‘ ๐œ• ๐œ•๐œ‘ ) ๐‘™ ๐‘ง = โˆ’๐‘–ฬ‚ฤง ๐œ• ๐œ•๐œ‘ (4.59) Operator yang banyak digunakan adalah kuadrat dari momentum sudut. Dari pers (3.16) diperoleh : ๐ฟ2 = ๐‘Ÿ2 ๐‘2 โˆ’ ( ๐‘Ÿโƒ—. ๐‘โƒ—)2 + ๐‘–ฬ‚ฤง ๐‘Ÿโƒ—. ๐‘โƒ— = ๐‘Ÿ2(โˆ’ฤง2 โˆ‡2) โˆ’ (โˆ’๐‘–ฤง๐‘Ÿ ๐œ• ๐œ•๐‘Ÿ ) 2 + ฤง2 ๐‘Ÿ ๐œ• ๐œ•๐‘Ÿ = ฤง2 {๐‘Ÿ2 ๐œ•2 ๐œ•๐‘Ÿ2 + 2๐‘Ÿ ๐œ• ๐œ•๐‘Ÿ + 1 sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ + 1 sin2 ๐œƒ ๐œ•2 ๐œ•๐œ‘ } โ€”ฤง2 ๐‘Ÿ2 ๐œ•2 ๐œ•๐‘Ÿ2 โˆ’ ฤง2 ๐‘Ÿ ๐œ• ๐œ•๐‘Ÿ + ฤง2 ๐‘Ÿ ๐œ• ๐œ•๐‘Ÿ = โ€” ฤง2 { 1 sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ (sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ ) + 1 sin2 ๐œƒ ๐œ•2 ๐œ•๐œ‘ }
  • 52. 52 Selanjutnya, perhatikan penerapan operator ๐‘™ ๐‘ง ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘“๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘ ๐‘– ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘), ๐‘™ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) = (โˆ’๐‘–ฤง ๐œ• ๐œ•๐œ‘ ){โˆš 2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)! 4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)! ๐‘๐‘™ ๐‘š (cos ๐œƒ)๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘ } = โˆ’๐‘–ฤง โˆš 2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)! 4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)! ๐‘๐‘™ ๐‘š (cos ๐œƒ)( ๐œ• ๐œ•๐œ‘ ๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘ ) =โˆ’๐‘–ฤง (๐‘–๐‘š){โˆš 2๐‘™+1 ( ๐‘™โˆ’๐‘š)! 4๐œ‹ ( ๐‘™+๐‘š)! ๐‘๐‘™ ๐‘š (cos ๐œƒ)๐‘’ ๐‘–๐‘š๐œ‘ } (4.61) = ๐‘Œ ฤง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) Jadi ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) merupakan fungsi eigen dari operator momentum sudut ๐‘™ ๐‘ง dengan nilai eigen (๐‘šฤง). Sedangkan pengoperasian L2 dan ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š= โ€”ฤง2 { 1 sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ (sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ )+ 1 sin2 ๐œƒ ๐œ•2 ๐œ•๐œ‘ } ๐‘Œ๐‘ก๐‘š (4.62a) Menggunakan hasil perhitungan (4.61), ๐œ•2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ๐œ•๐œ‘2 = ( ๐‘–๐‘š)2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š = โˆ’๐‘š2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š Karena itu L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š= โ€”ฤง2 { 1 sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ (sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ )โˆ’ ๐‘š2 sin2 ๐œƒ } ๐‘Œ๐‘ก๐‘š = โ€” ฤง2 [{ 1 sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ (sin ๐œƒ ๐œ• ๐œ•๐œƒ ) โˆ’ ๐‘š2 sin2 ๐œƒ } ๐›ท๐›ฉ๐‘™๐‘š ] ๐›ท ๐‘š (4.62c) Selanjutnya, gunakan pers (4.11B) untuk ๐›ท ๐‘š 1 sin ๐œƒ ๐‘‘ ๐‘‘๐œƒ (sin ๐œƒ ๐‘‘๐›ท ๐‘š ๐‘‘๐œƒ )+ {๐‘™ (๐‘™ + 1) โˆ’ ๐‘š2 sin2 ๐œƒ } ๐›ฉ๐‘ก๐‘š = 0 Maka
  • 53. 53 { 1 sin ๐œƒ ๐‘‘ ๐‘‘๐œƒ (sin ๐œƒ ๐‘‘๐›ท ๐‘š ๐‘‘๐œƒ ) โˆ’ ๐‘š2 sin2 ๐œƒ } ๐›ฉ๐‘ก๐‘š = โˆ’๐‘™(๐‘™ + 1)๐›ฉ๐‘ก๐‘š (4.63) Dengan demikian diperoleh L2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š = โ€”ฤง2 [โˆ’๐‘™( ๐‘™ + 1) ๐›ฉ๐‘ก๐‘š] ๐›ท ๐‘š = ๐‘™( ๐‘™ + 1)ฤง2 ๐›ฉ๐‘ก๐‘š ๐›ท ๐‘š (4.64) = ๐‘™( ๐‘™ + 1)ฤง2 ๐‘Œ๐‘ก๐‘š Artinya, ๐‘™ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) juga merupakan fungsi eigen dari L2 dengan nilai eigen = ๐‘™( ๐‘™ + 1)ฤง2 . Hal ini berarti ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘) merupakan fungsi eigen serempak dari Lz dan L2, dan hasil ini memberikan konsekuwensi lebih lanjut yaitu [Lz , L2] = 0 (4.65) Dari operasi Lz dan L2 pada fungsi harmonik ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘), memungkinkan untuk melakukan penafsiran fifif sebagai berikut. ๐‘Œ๐‘ก๐‘š ( ๐œƒ, ๐œ‘)menggambarkan perilaku elektron dengan besar momentum sudut L L = |๐ฟโƒ—โƒ—| = โˆš ๐ฟ. ๐ฟโƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—โƒ— = ฤง โˆš ๐‘™(๐‘™ + 1) (4.66) Momentum sudut sebesar ฤง โˆš ๐‘™(๐‘™ + 1) ini tidak mempunyai arah yang bebas melainkan sedemikian rupa sehingga proyeksinya terhadap sumbu z, ๐ฟโƒ—โƒ—. ๐‘˜โƒ—โƒ— = ๐ฟ ๐‘ง = ๐‘š ฤง (4.67)
  • 54. 54 Artinya, momentum sudut terkuantisasi dalam uang. Ilustrasi gerak elektronnya diberikan oleh gambar berikut : Gambar 4.4 Ilustrasi klasik gerak elektron Dari gambar 4.4 tampak bahwa kendala bagi arah momentum ๐ฟโƒ—โƒ— adalah : Cos ๐œƒ = ๐ฟ ๐‘ง ๐ฟ = ๐‘š โˆš ๐‘™(๐‘™+1) (4.68) Sebagai sumbu z biasanya diambil arah medan luar misalnya medan magnet B yang meliputi atom
  • 55. 55 Gambar 4.5 Berbagai elektron Gambar 4.6 Kuantisasi ruang bagi momentum sudut Contoh soal 4.4 Satu elektron di dalam medan coulomb dari suatu proton mempunyai keadaan yang dinyatakan oleh fugsi gelombang : ๐›น( ๐’“) = 1 6 {4๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ ๐›น210 ( ๐’“)+ โˆš10 ๐›น21โˆ’1( ๐’“)} Hitung harga ekspektasi dari
  • 56. 56 a. Energi b. ๐ฟ2 c. ๐ฟ ๐‘ง dari elektron Penyelesaian: a. Helmintonian (4.3) dan persamaan eigen (4.4) memberikan H๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r)=๐ธ ๐‘› ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r) Dengan energi eigen hanya bergantung pada bilangan kuantum utama n ๐ธ ๐‘›=- ๐‘€ ๐‘’ ๐‘’4 32ฯ€ ๐œ€๐‘œ2 ั›2 1 ๐‘›2 Kemudia mengiingat ortonormalitas fungsi eigen ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š (r) (๐›น๐‘›โ€ฒ๐‘™โ€ฒ๐‘šโ€ฒ, ๐›น๐‘›๐‘™๐‘š )=ฮด ๐‘›โ€ฒ ๐‘› ฮด ๐‘™โ€ฒ ๐‘™ ฮด ๐‘šโ€ฒ ๐‘š Didapatkan โŒฉEโŒช=โˆซ ๐›นโˆ— H ๐›นdv =โˆซ ๐›นโˆ— H 1 6 {4๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ ๐›น210 (ศ“)+ โˆš10๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv =โˆซ ๐›นโˆ— 1 6 {4๐ธ1 ๐›น100 ( ๐’“)+ 3๐ธ2 ๐›น211 ( ๐’“)โˆ’ ๐ธ2 ๐›น210 ( ๐’“)+ โˆš10๐ธ2 ๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv = 1 36 โˆซ{16 ๐›นโˆ— 100 ๐ธ1 ๐›น100 +9๐›นโˆ— 211 ๐ธ2 ๐›น211 +๐›นโˆ— 210 ๐ธ2 ๐›น210 +10๐›นโˆ— 21โˆ’1 ๐ธ2 ๐›น21โˆ’1 }dv = 1 36 {16โŒฉ๐ธ1โŒช+9โŒฉ๐ธ2โŒช+โŒฉ๐ธ2โŒช+10โŒฉ๐ธ2โŒช} = 1 36 {16โŒฉ๐ธ1โŒช+20โŒฉ๐ธ2โŒช} = 1 36 {16โŒฉ๐ธ1โŒช+ 20 4 โŒฉ๐ธ2โŒช} = 7 12 โŒฉ๐ธ1โŒช b. Menggunakan persamaan (4.64) ๐ฟ2 ๐›น๐‘™๐‘š =l(l+1) ั›2 ๐›น๐‘™๐‘š Yang hanya bergantung pada bilangan kuantum orbital,maka: i) ๐ฟ2 ๐›น100 ( ๐’“)=0
  • 57. 57 ii) ๐ฟ2 ๐›น211 ( ๐’“)=2ั›2 ๐›น211 ( ๐’“) iii) ๐ฟ2 ๐›น210 ( ๐’“)=2ั›2 ๐›น210 ( ๐’“) iv) ๐ฟ2 ๐›น21โˆ’1( ๐’“)=2ั›2 ๐›น21โˆ’1( ๐’“) Sehingga, โŒฉ๐ฟ2 โŒช=โˆซ ๐›นโˆ— ๐ฟ2 ๐›นdv =โˆซ ๐›นโˆ— ( ๐’“) ั›2 6 {0+3.2๐›น211 ( ๐’“) โˆ’ 2๐›น210 ( ๐’“)+โˆš102๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv = ั›2 36 โˆซ{0+9๐›นโˆ— 211 2๐›น211 +๐›นโˆ— 210 2๐›น210 +10๐›นโˆ— 21โˆ’12๐›น21 โˆ’1(ศ“)}dv = 10ั›2 9 c. Menggunakan persamaan (4.61) ๐ฟ ๐‘ง ๐‘Œ๐‘™๐‘š(ฮธ,ฯ•)=mั›๐‘Œ๐‘™๐‘š(ฮธ,ฯ•) Yang hanya bergantung bilang kuantum magnetik diperoleh : i)๐ฟ ๐‘ง ๐›น100 ( ๐’“)=0 ii)๐ฟ ๐‘ง ๐›น211( ๐’“)=ั›2 ๐›น211 ( ๐’“) iii)๐ฟ ๐‘ง ๐›น210 ( ๐’“)=0 iv)๐ฟ ๐‘ง ๐›น21โˆ’1( ๐’“)=-ั›2 ๐›น21 โˆ’1( ๐’“) Bersama ortonormalitas (4.25) memberikan โŒฉ๐ฟ ๐‘งโŒช=โˆซ ๐›นโˆ— ๐ฟ ๐‘ง ๐›นdv = ั› 6 โˆซ ๐›นโˆ— {0+3.1๐›น211 ( ๐’“)โˆ’ 0 โˆ’ โˆš10๐›น21โˆ’1( ๐’“)}dv = ั› 36 โˆซ{9๐›นโˆ— 211 ๐›น211 -10๐›นโˆ— 21โˆ’12๐›น21โˆ’1}dv =- ั› 36
  • 58. 58 2.3 Operator Tangga dan Representasi Matriks Perhatikan kembali hasil operasi x dan ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ pada ฯˆn yaitu pers (5.77) dan pers (5.78) . penjumlahan dan pengurangan dua operasi tersebut memberikan (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ + โˆš โ„Ž ๐‘š๐œ” ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ )ฯˆn (x) = (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘– โ„Ž โˆš โ„Ž ๐‘š๐œ” ๐‘) ฯˆn (x) = 2 โˆš ๐‘› 2 ฯˆn-1 (x) (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ โˆš โ„Ž ๐‘š๐œ” ๐‘‘ ๐‘‘๐‘ฅ )ฯˆn (x) = (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โ„Ž โˆš โ„Ž ๐‘š๐œ” ๐‘) ฯˆn (x) = 2 โˆš ๐‘›+1 2 ฯˆn+1 (x) โ€ฆ(5.79a) Atau (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘–โˆš โ„Ž 2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘) ฯˆn (x) = โˆš ๐‘› + 1 ฯˆn-1 (x) (โˆš ๐‘š๐œ” โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘–โˆš โ„Ž 2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘) ฯˆn (x) =โˆš ๐‘› + 1 ฯˆn+1 (x) โ€ฆ(5.79b) Hubungan ini cukup menarik, sebeb dua operasi berturut-turut (โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš 1 2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘) (โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘– โˆš 1 2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘) ฯˆn (x) = (โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš 1 2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘) โˆš ๐‘› ฯˆn+1 (x) = โˆš ๐‘› โˆš ๐‘› ฯˆn (x) = ฯˆn (x) โ€ฆ(5.80) Artinya ฯˆn (x) merupakan fungsi eigen dari dua operator dengan urutan seperti diatas dan mempunyai nilai eigen n. Perumsan diatas dapat disederhanakan dengan mendefinisikan operator ฮฑ = โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘– โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ” p
  • 59. 59 ฮฑ+ = โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ” p โ€ฆ(5.81) kedua operator ฮฑ dan ฮฑ+ ini disebut sebagai operator tangga. Dari komutator [x,p] = ih โ€ฆ(5.82a) Dan [x,x] = [p,p] = 0 โ€ฆ(8.82b) Didapatkan [ฮฑ, ฮฑ+] = ฮฑฮฑ+ - ฮฑ+ ฮฑ = (โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ + ๐‘– โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘, โˆš ๐‘š๐œ” 2โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘– โˆš2๐‘šโ„Ž๐œ” ๐‘ ) = 1 2โ„Ž [ ๐‘š๐œ” [๐‘ฅ, ๐‘ฅ] โˆ’ ๐‘– [x,p]+ ๐‘– [x,p]+ 1 ๐‘š๐œ” [p,p]] โ€ฆ(5.83) = 1 Dari deefinisi ini, didapatkan hubungan sebaliknya x = โˆš โ„Ž 2๐‘š๐œ” (ฮฑ + ฮฑ+ ) x = โˆš ๐‘šโ„Ž๐œ” 2 (ฮฑ - ฮฑ+ ) โ€ฆ(5.84) maka
  • 60. 60 x = โ„Ž 2๐‘š๐œ” (ฮฑ + ฮฑ+ ) (ฮฑ + ฮฑ+ ) = โ„Ž 2๐‘š๐œ” (ฮฑ2 + ฮฑฮฑ+ + ฮฑ+ ฮฑ + (ฮฑ+)2 ) โ€ฆ(5.85a) = โ„Ž 2๐‘š๐œ” (ฮฑ2 + 2ฮฑ+ ฮฑ + 1 + (ฮฑ+)2 ) Dan p = โˆ’ 2๐‘š๐œ” โ„Ž (ฮฑ - ฮฑ+ ) (ฮฑ - ฮฑ+ ) = โˆ’ 2๐‘š๐œ” โ„Ž (ฮฑ2 - ฮฑฮฑ+ - ฮฑ+ ฮฑ + (ฮฑ+)2 ) โ€ฆ(5.85b) = โˆ’ 2๐‘š๐œ” โ„Ž (ฮฑ2 - 2ฮฑ+ ฮฑ -1 + (ฮฑ+)2 ) Karena itu, Hamiltonian osilator harmonic menjadi H = 1 2๐‘š p 2 + 1 2 ๐‘š๐œ”2 x2 = 1 2๐‘š ๐‘šโ„Ž๐œ” 2 (โˆ’ฮฑ2 + 2ฮฑ+ ฮฑ + 1 โˆ’ (ฮฑ+)2) + ๐‘š๐œ”2 2 โ„Ž 2๐‘š๐œ” (ฮฑ2 + 2ฮฑ+ ฮฑ + 1 + (ฮฑ+)2) = ๐‘šโ„Ž๐œ” 4 (4ฮฑ+ ฮฑ + 2) โ€ฆ(5.86) = โ„Ž๐œ” (ฮฑ+ ฮฑ + 1 2 ) Selanjutnya, definisikan pula keadaan eigen โ”‚n โฆ’
  • 61. 61 ฯˆn โ‰ก โ”‚n โฆ’ โ€ฆ(5.87) dan ortonomalitas โŒฉ ๐‘šโ”‚n โŒช= แตŸmn โ€ฆ(5.88) Hubungan (5.79b) dan (5.80), diberikan ฮฑ (ฮฑ+ ฮฑ + 1 2 )= โˆš ๐‘› โ”‚n-1 โฆ’ ฮฑ+ n โฆ’ = โˆš ๐‘› + 1โ”‚n+1 โฆ’ ฮฑ+ ฮฑ n โฆ’ = ๐‘›โ”‚n โฆ’ โ€ฆ(5.89) Karena itu, operator ฮฑ disebut sebagai operator tangga penurun โ”‚n โฆ’ โ†’ โ”‚n-1 โฆ’ , ฮฑ+ operator tangga penaik โ”‚n โฆ’ โ†’ โ”‚n+1 โฆ’ Sedangkan ฮฑ+ ฮฑ = แน„ . โ€ฆ (5.90) Disebut operator jumlah atau operator bilangan. Didalam ungkapan operator tangga ini, persamaan eigen bagi osilator harmonic menjadi H n โฆ’ h๐œ” (ฮฑ+ ฮฑ + 1 2 )โ”‚n โฆ’ = En โ”‚n โฆ’ โ€ฆ(5.91) Dengan
  • 62. 62 En = h๐œ” (n + 1 2 ) โ€ฆ(5.92) Selanjutnya didefinisikan keadaan dasar atau keadaan vakum โ”‚0 โฆ’ yang memenuhi ฮฑ โ”‚n โฆ’ = 0 โ€ฆ(5.93) โŒฉ0โ”‚0 โŒช = 1 โ€ฆ(5.94) Keadaan vakum dapat ditafsirkan sebagai ketiadaan partikel dengan frekuensi ๐œ” . dari per (5.89) didapatkan ฮฑ โ”‚n โฆ’ = 0 ฮฑ+ โ”‚0 โฆ’ = โ”‚1 โฆ’ Karena itu, operator ฮฑ diseut juga operator anihilasi atau permusnah satu partikel menjadi tidak ada โ”‚1 โฆ’ โ†’ โ”‚0 โฆ’ , sedangkan ฮฑ+ operator kreasi dari vakum menjadi ada satu pertikel โ”‚0 โฆ’ โ†’ โ”‚1 โฆ’. Contoh 5.7 Keadaan eigen. Tentukan : a. Komutator antara ๐‘ฬ‚ dan a b. Komutator antara ๐‘ฬ‚ dan a+ c. Hubunganantara keadaan tereksitasi | ๐‘›โŒช dan keadaan |0โŒช Penyelesaian : a. Dari komutator tiga operator [ ๐ด๐ต, ๐ถ] = A[ ๐ต, ๐ถ] + [ ๐ด, ๐ถ]B ๐‘€๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž [ ๐‘Ž+ ๐‘Ž, ๐‘Ž] = a+[ ๐‘Ž, ๐‘Ž] + [ ๐‘Ž+ , ๐‘Ž]a
  • 63. 63 = -a (5.96a) b. Dengan cara serupa [ ๐‘Ž+ ๐‘Ž, ๐‘Ž+ ] = a+[ ๐‘Ž, ๐‘Ž+] + [ ๐‘Ž+ , ๐‘Ž+]a = a+ (5.96b) c. Terapkan perrs (5.89) ntuk operator kreasi n kali bertuurut-turut ( ๐‘Ž+) ๐‘› |0โŒช = ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’1|1โŒช = ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’2 โˆš2|2โŒช = โˆš2( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’3 โˆš3|3โŒช โ€ฆ. = โˆš2โˆš3โ€ฆ . โˆš ๐‘˜ โˆ’ 1 ( ๐‘Ž+) ๐‘›โˆ’๐‘˜ โˆš ๐‘˜| ๐‘˜โŒช โ€ฆ. = โˆš2.3.4 โ€ฆ(๐‘› โˆ’ 3)( ๐‘Ž+)2 โˆš ๐‘› โˆ’ 2 | ๐‘› โˆ’ 2โŒช = โˆš(๐‘› โˆ’ 2)!a+ โˆš ๐‘› โˆ’ 1| ๐‘› โˆ’ 1โŒช = โˆš ๐‘›! | ๐‘›โŒช
  • 64. 64 Sehingga, | ๐‘›โŒช = ( ๐‘Ž+) ๐‘› โˆš๐‘›! |0โŒช (5.97) Contoh 5.8 Representasi matriks. Berikan representasi atriks dari a. Operator a dan a+ b. Hamiltonian osilator harmonik c. Hamiltonian osilator harmonik terganggu H = 1 2๐‘š ๐‘2 + 1 2 ๐‘š ๐œ”2 ๐‘ฅ2 + ๐พ๐‘ฅ3 Dengan K = ๐œ† ( 2๐‘š๐œ”5/3 ฤง1/3 ) 3/2 Dan ๐œ† ๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š๐‘’๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘–๐‘™. Penyelesaian : a. Ortonormalitas dan operasi a, a+ terhadap | ๐‘›โŒช, ๐‘‘๐‘–๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘œ๐‘™๐‘’โ„Ž ๐‘˜๐‘œ๐‘š๐‘๐‘œ๐‘›๐‘’๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘  amn = โŒฉ ๐‘š| ๐‘Ž| ๐‘›โŒช = โŒฉ ๐‘š|โˆš ๐‘›|๐‘› โˆ’ 1โŒช = โˆš ๐‘›๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’1 Bentuk eksplisitnya a = [ 0 1 0 0 0 โ€ฆ 0 0 โˆš2 0 0 โ€ฆ 0 0 0 โˆš3 0 โ€ฆ 0 0 0 0 2 โ€ฆ 0 0 0 0 0 โ€ฆ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ] (5.98a) Serupa, komponen matriks (a+)mn = โŒฉ ๐‘š| ๐‘Ž+| ๐‘›โŒช = โˆš ๐‘› + 1๐›ฟ ๐‘š๐‘›+1 Bentuk eksplisitnya
  • 65. 65 a+ = [ 0 0 0 0 0 โ€ฆ 1 0 0 0 0 โ€ฆ 0 โˆš2 0 0 0 โ€ฆ 0 0 โˆš3 0 0 โ€ฆ 0 0 0 2 0 โ€ฆ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ] (5.98b) b. Komponen matriks Hamiltonian osilator harmonic Hmn = โŒฉ ๐‘š| ๐ป| ๐‘›โŒช = ฤงฯ‰โŒฉ ๐‘š |๐‘Ž+ ๐‘Ž + 1 2 | ๐‘›โŒช = ฤงฯ‰(n + 1 2 ) ๐›ฟ ๐‘š๐‘› Bentuk eksplisitnya H = ฤงฯ‰ [ 1 2 0 0 0 0 โ€ฆ 0 3 2 0 0 0 โ€ฆ 0 0 5 2 0 0 โ€ฆ 0 0 0 7 2 0 โ€ฆ 0 0 0 2 9 2 โ€ฆ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ] (5.99) c. Untuk mendapatkan suku kubik dalam Hamiltonian, perhatikan hubungan ๐‘Ž| ๐‘›โŒช = โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช ๐‘Ž+ | ๐‘›โŒช = โˆš๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช Dan ๐‘ฅ = โˆš ฤง 2๐‘š๐œ” ( ๐‘Ž + ๐‘Ž+) Kedua persamaan ini memberikan ๐‘ฅ| ๐‘›โŒช = โˆš ฤง 2๐‘š๐œ” (โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช +โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช) Operasi lebih lanjut ๐‘ฅ3| ๐‘›โŒช = โˆš ฤง 2๐‘š๐œ” ๐‘ฅ2 (โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช +โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช) = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) ๐‘ฅ(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช | ๐‘› โˆ’ 2โŒช +โˆš ๐‘›| ๐‘›โŒช) + โˆš ๐‘› + 1(| ๐‘› + 1โŒช + โˆš ๐‘› + 2(| ๐‘› + 2โŒช) = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) ๐‘ฅ {โˆš ๐‘›(๐‘› โˆ’ 1)| ๐‘› โˆ’ 2โŒช + (2๐‘› + 1)| ๐‘›โŒช + โˆš( ๐‘› + 1)(๐‘› + 2)(| ๐‘› + 2โŒช}
  • 66. 66 = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) 3/2 {โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1)(โˆš ๐‘› โˆ’ 2| ๐‘› โˆ’ 3โŒช + โˆš( ๐‘› โˆ’ 1)| ๐‘› โˆ’ 1โŒช) + (2๐‘› + 1)(โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช + โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช + โˆš ๐‘› + 1| ๐‘› + 1โŒช) + โˆš( ๐‘› + 1)(๐‘› + 2)โˆš ๐‘› + 2| ๐‘› + 1โŒช + โˆš ๐‘› + 3| ๐‘› + 3โŒช)} = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) 3/2 {โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1) ๐‘› โˆ’ 2| ๐‘› โˆ’ 3โŒช + 3๐‘›โˆš ๐‘›| ๐‘› โˆ’ 1โŒช + (3๐‘› + 3)โˆš ๐‘› + 2| ๐‘› + 1โŒช + โˆš( ๐‘› + 1)( ๐‘› + 2)(๐‘› + 3)| ๐‘› + 3โŒช} Elemen matriks bersangkutan โŒฉ ๐‘š| ๐‘ฅ3| ๐‘›โŒช = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) 3/2 {โˆš๐‘›( ๐‘› โˆ’ 1) ๐‘› โˆ’ 2๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’3 + 3๐‘›โˆš ๐‘›๐›ฟ ๐‘š๐‘›โˆ’1 + (3๐‘› + 3)โˆš ๐‘› + 2๐›ฟ ๐‘š๐‘›+1 + โˆš( ๐‘› + 1)( ๐‘› + 2)(๐‘› + 3)๐›ฟ ๐‘š๐‘›+3} ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘ฅ3 = ( ฤง 2๐‘š๐œ” ) 3/2 [ 0 3 0 โˆš6 0 โ€ฆ 3โˆš2 0 6โˆš2 0 2โˆš6 โ€ฆ 0 6โˆš3 0 9โˆš3 0 โ€ฆ โˆš6 0 18 0 14 โ€ฆ 0 2โˆš6 0 12โˆš5 0 โ€ฆ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ] Dengan demikian, Hamiltonian osilator harmonik terganggu H = ฤงฯ‰ [ 1 2 3๐œ† 0 0 0 โ€ฆ 3๐œ†โˆš2 3 2 6๐œ†โˆš2 0 2๐œ†โˆš2 โ€ฆ 0 6๐œ†โˆš3 5 2 9๐œ†โˆš3 0 โ€ฆ ๐œ†โˆš6 0 18๐œ† 7 2 14๐œ† โ€ฆ 0 2๐œ†โˆš6 0 12๐œ†โˆš5 9 2 โ€ฆ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ] Bentuk-bentuk di depan diperoleh menggunakan basis
  • 67. 67 |0โŒช = ( 1 0 0 0 0 0 โ‹ฎ) , |1โŒช = ( 0 1 0 0 0 0 โ‹ฎ) , |2โŒช = ( 0 0 1 0 0 0 โ‹ฎ) , โ€ฆ, | ๐‘›โŒช = ( 0 0 โ‹ฎ 0 1 0 โ‹ฎ ) ,
  • 68. 68 BAB 3 PERSAMAAN SCHRODINGER 3.1 Persamaan Gelombang dan Fungsi Gelombang Suatu gelombang cahaya bidang dapat dituliskan oleh persamaan: ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ธ0 sin( ๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก) (1) Dengan ๐ธ0 adalah nilai faktor medan listrik, ๐œ” = 2๐œ‹๐‘ฃ adalah frekuensi sudut, dan ๐‘˜ = ๐œ” ๐‘โ„ = 2๐œ‹ ๐œ†โ„ adalah angka gelombang. Pada analogi dengan persamaan (1), gelombang partikel dapat dituliskan sebagai: ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด sin( ๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก) (2) Dari ๐‘˜ = 2๐œ‹ ๐œ†โ„ dan ๐œ† โ„Ž ๐‘๐‘ฅโ„ maka nomor gelombang ๐‘˜ dapat dinyatakan dalam momentum partikel ๐‘๐‘ฅ sebagai: ๐‘˜ = ๐‘๐‘ฅ โ„Ž Dengan โ„Ž adalah โ„Ž 2๐œ‹โ„ . Frekuensi ๐œ” berhubungan dengan energi kinetik partikel ๐ธ sebagai berikut: ๐‘ฌ = ๐’‰๐’— = ๐’‰๐Ž Dan jika energi kinetik dinyatakan dalam momentumnya, maka : ๐’‘ ๐’™ ๐Ÿ ๐Ÿ๐’Ž = ๐’‰๐Ž Atau ๐œ” = ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž Fungsi gelombang menjadi : ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด sin ( ๐‘๐‘ฅ ๐‘ฅ โ„Ž โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 ๐‘ก 2๐‘šโ„Ž ) (3) Fungsi gelombnag (3) merupakan penyelesaian persamaan diferensial gelombang salah satunya adalah ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ก2 = ๐›ผ ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ2
  • 69. 69 Persamaan ini adalah persamaan gelombang datar atau bidang bunyi dalam gas dengan leju bunyi adalah ๐œถ. Persamaan (1) disubtitusikan ke persamaan (2) dengan menganggap ๐๐’‘ ๐๐’• = ๐ŸŽ, yaitu tak ada gaya yang bekerja pada partikel. ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก = โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ๐ด cos( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ๐‘ก) ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ก2 = โˆ’( ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ) 2 ๐ด sin ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ๐‘ก = โˆ’( ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ) 2 ๐œ“ ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ = ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ๐ด cos( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ๐‘ก) ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ2 = โˆ’ ( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ) 2 ๐ด sin( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ๐‘ก) = โˆ’ ( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ) 2 ๐œ“ Hasilnya โˆ’( ๐‘๐‘ฅ 2 2๐‘šโ„Ž ) 2 ๐œ“ = ๐›ผ [โˆ’ ( ๐‘๐‘ฅ โ„Ž ) 2 ๐œ“] (4) Maka diperoleh ๐›ผ = ๐‘๐‘ฅ 2 4๐‘š2 (5) Maka persamaan (3) menjadi: ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ก2 = ๐‘๐‘ฅ 2 4๐‘š2 ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ2 Persamaan (4) menunjukkan fungsi gelombang (3) dideferinsialkan ke t hanya sekali maka momentum ๐‘๐‘ฅ ruas kiri dan ruas kanan saling menghapus. Dengan demikian persamaan baru: ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก = ๐›พ ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ2 (6)
  • 70. 70 Persamaan : ๐œ“ = ๐ด sin [ ๐‘– ( ๐‘๐‘ฅ ๐‘ฅ โ„Ž โˆ’ ๐‘๐‘ฅ 2 ๐‘ก 2๐‘šโ„Ž )] (7) Adalah penyelesaian dari persamaan (6) bila: ๐›พ = ๐‘–โ„Ž 2๐‘š Dengan demikian persamaan gelombang (6) menjadi: ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก = โ„Ž ๐‘–2๐‘š ๐œ•2 ๐œ“ ๐œ•๐‘ฅ2 (1 ๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ ๐‘– ) (8) ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก = โ„Ž ๐‘–2๐‘š โˆ‡2 ๐œ“ (3 ๐‘‘๐‘–๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ ๐‘– ) (9) Persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk: ๐‘–โ„Ž ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก = ( ๐‘–โ„Žโˆ‡)2 2๐‘š ๐œ“ (10) Persamaan gerak klasik dapat ditulisakan dalam bentuk: ๐ธ = ๐‘2 2๐‘š (11) Persamaan (10) dan (11) memiliki kesamaan oleh Schrodinger dipakai sebagai dasar untuk mendalilkan transisi dan deskripsi mekanika kuantum dapat dibuat dengan prosedur berikut: 1. Tuliskan persamaan gerak klasik dalam bentuk energi total ๐ธ, momentum ๐‘, dan energi potensial ๐‘‰. 2. Gantilah persamaan tersebut ke dalam persamaan operator dengan mengganti ๐ธ, dengan operator ๐‘–โ„Ž ๐œ• ๐œ•๐‘ก dan ๐‘ dengan operator ๐‘–โ„Žโˆ‡. 3. Kenakan operator tersebut pada fungsi gelombang ๐œ“ persamaan gelombang yang diperoleh. 4. Persamaan gerak klasik partikel dalam suatu potensial adalah
  • 71. 71 ๐ธ = ๐‘2 2๐‘š + ๐‘‰( ๐‘Ÿ) (12) Dengan mengerjakan postulat pada persamaan diatas, kita memperoleh Persamaan Schrodinger: ๐’Š๐’‰ ๐๐ ๐๐’• = ๐’‰ ๐Ÿ ๐Ÿ๐’Ž ๐› ๐Ÿ ๐ + ๐‘ฝ( ๐’“) ๐ ( ๐Ÿ๐Ÿ‘) 3.2 Pembenaran Persamaan Schrodinger Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan. Persamaan Schrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang tidak โ€œfisis,โ€ dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun demikian, berbagai kasus sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang teknik umum pemecahan persamaan Schrodinger. Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger dan sedang meneliti suatu persamaan diferensial yang akan menghasilkan pemecahan yang sesuai bagi fisika kuantum. Akan kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan. Oleh karena itu, kita harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua sifat yang kita perkirakan akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian menguji macam persamaan manakah yang memenuhi semuan kriteria tersebut. 1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun kita hendak mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik, hukum kekekalan
  • 72. 72 energy adalah salah satu asas yang kita inginkan tetap berlaku. Oleh karena itu, kita mengambil ๐‘ฒ + ๐‘ฝ = ๐‘ฌ (๐Ÿ“. ๐Ÿ) Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total. (karena kajian kita tentang fisika kuantum ini dibatasi pada keadaan takrelativistik, maka ๐‘ฒ = ๐Ÿ ๐Ÿโ„ ๐’Ž๐’—ยฒ = ๐’‘ยฒ/๐Ÿ๐’Ž; ๐‘ฌ hanyalah menyatakan jumlah energy kinetic dan potensial, bukan energy massa relativistic). 1. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas terhadap hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang ๐€ yang sama dengan h/p. dengan menggunakan persamaan p = hk, maka enrgi kinetic dari gelombang deBrogile partikel bebas haruslah ๐‘ฒ = ๐’‘ยฒ/๐Ÿ๐’Ž = ั’ยฒ๐’Œยฒ/๐Ÿ๐’Ž. 2. Persamaanya haruslah โ€œberperilaku baik,โ€ dalam pengertian matematika. Kita mengharapkan pemecahannya memberikan informasi kepada kita tentan porbalitas untuk menemukan partikelnya; kita akan terperanjat menemukan bahwa, misalnya, probalitas tersebut berubah secara tidak kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya. Jadi, kita syaratkan bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya, tidak boleh ada dua probalitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus pula linear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang kita harapkan sebagai milik gelombang yang berperilaku baik. Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita tinjau terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Anda telah mempelajari di depan tentang gelombang tali, yang memiliki bentuk matematik ๐‘ฆ(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ด ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โˆ’ ๐œ”๐‘ก), dan gelombang electromagnet, yang memiliki pula bentuk serupa ๐ธ(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ธ0 ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โ€“ ๐œ”๐‘ก) dan ๐ต(๐‘ฅ, ๐‘ก) = ๐ต0 ๐‘ ๐‘–๐‘› (๐‘˜๐‘ฅ โ€“ ๐œ”๐‘ก). Oleh
  • 73. 73 karena itu, kita postulatkan bahwa gelombang deBrogile partikel bebas ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก) memiliki pula bentuk sebuah gelombang dengan amplitude A yang merambat dalam arah ๐‘ฅ positif. Katakanlah t = 0, jadi dengan mendifinisikan ๐œ“( ๐‘ฅ)sebagai( ๐‘ฅ, ๐‘ก = 0), maka ๐œ“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘˜๐‘ฅ (5.2) Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก), dapat mengandung turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah hanya bergantung pada pangakat satu dari๐œ“2 atau ( ๐œ•๐œ“ ๐œ•๐‘ก2โ„ )tidak boleh muncul. Didepan telah didapati bahwa๐พ = ั’ยฒ๐‘˜ยฒ/2๐‘š, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung ๐‘˜2 adalah dengan mengambil turunan kedua dari๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ terhadap x. ๐‘‘2 ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฅ2 = โˆ’๐‘˜2 ๐œ“ = โˆ’ 2๐‘š โ„2 ๐พ๐œ“ = โˆ’ 2๐‘š โ„2 ( ๐ธ โˆ’ ๐‘‰) ๐œ“ โˆ’ โ„2 2๐‘š ๐‘‘2 ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘‰๐œ“ = ๐ธ๐œ“ (5.3) Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah suatu penurunan; kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan diferensial dengan ketiga sifat berikut : (1) ia taat asas dengan kekekalan energi; (2) ia linear dan bernilai tunggal; (3) ia memberikan pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan sebuah gelombang deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah persamaan Schrลdinger waktu-bebas satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain bergantung pada koordinat ruang dan juga waktu , dan bahwa alam kita bukan berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat belajar mengenai matematika dan fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari berbagai pemecahan. Contoh Soal : Sebuah benda bermassa m dijatuhkan dari ketinggian ๐ป di atas tangki air. Ketika memasuki air, ia mengalami gaya apung ๐ต yang lebih besar daripada beratnya. (Kita abaikan gaya gesek (viskos) oleh air pada benda Carilah perpindahan dan kecepatan benda, dihitung dari saat dilepaskan hingga ia muncul kembali kepermukaan air.
  • 74. 74 Pemecahan : Kita pilih sebuah system koordinat dengan ๐‘ฆ positif keatas, dan mengambil ๐‘ฆ = 0 pada permukaan air. Selama benda jatuh bebas, ia hanya dipengaruhi gaya gravitasi. Maka, dalam daerah 1(diatas air, hukum kedua Newton memberikan โˆ’๐‘š๐‘” = ๐‘š ๐‘‘2 ๐‘ฆ2 ๐‘‘๐‘ก2 Yang memiliki pemecahan ๐‘ฃโ‚(๐‘ก) = ๐‘ฃโ‚€โ‚ โˆ’ ๐‘”๐‘ก ๐‘ฆโ‚(๐‘ก) = ๐‘ฆโ‚€โ‚ + ๐‘ฃโ‚€โ‚๐‘ก โ€“ 1/2๐‘”๐‘กยฒ vโ‚€โ‚ dan yโ‚€โ‚ adalah kecepatan dan ketinggian awal pada saat t=0. Ketika benda memasuki air (daerah 2), gayanya menjadi B-mg, sehingga hukum kedua Newton menjadi ๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘” = ๐‘š ๐‘‘2 ๐‘ฆ2 ๐‘‘๐‘ก2 Yang memiliki pemecahan ๐‘ฃ2( ๐‘ก) = ๐‘ฃ02 + ( ๐ต ๐‘š โ€“ ๐‘”) ๐‘ก ๐‘ฆ2( ๐‘ก) = ๐‘ฆ02 + ๐‘ฃ02 ๐‘ก + 1 2 ( ๐ต ๐‘š โ€“ ๐‘”) ๐‘กยฒ Keempat pemecahan ini memiliki empat koefisien tidak tertentukan ๐‘ฆโ‚€โ‚, ๐‘ฃโ‚€โ‚, ๐‘ฆโ‚€โ‚‚, ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ (Perhatikan bahwa ๐‘ฆโ‚€โ‚‚ dan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ bukanlah nilai pada saat ๐‘ก = 0, tetapitetapan yang akan ditentukan kemudian). Kedua tetapan pertama diperoleh dengan menerapkan syarat awal โ€“ pada saat ๐‘ก = 0 (ketika benda dilepaskan) ๐‘ฆโ‚€โ‚ = ๐ป dan ๐‘ฃโ‚€โ‚ = 0, karena benda dilepaskan dari keadan diam. Oleh karena itu, pemecahan dalam daerah 1 adalah ๐‘ฃโ‚ (๐‘ก) = โˆ’ ๐‘”๐‘ก ๐‘ฆโ‚(๐‘ก) = ๐ป โˆ’ 1/2๐‘”๐‘กยฒ Langkah berikut dalam penerapan syarat batas pada permukaan air . Misalkan tโ‚ adalah saat ketika benda memasuki air. Syarat batasnya menghendaki bahwa v dan y kontinu pada daerah batas antara air dan udara, yakni:
  • 75. 75 ๐‘ฆโ‚(๐‘กโ‚) = ๐‘ฆโ‚‚(๐‘กโ‚‚) ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ฃโ‚(๐‘กโ‚) = ๐‘ฃโ‚‚(๐‘กโ‚‚) Persyaratan pertama mengatakan bahwa benda nya tidak lenyap pada suatu saat tertentu dan kemudian muncul kembali di suatu titik lain pada saat berikutnya. Persyaratan kedua setara dengan mensyaratkan lajunya berubah secara mulus pada permukaan air. [Jika syarat tidak dipenuhi , maka ๐‘ฃโ‚ (๐‘กโ‚ โˆ’ ๐›ฅ๐‘ก) โ‰  ๐‘ฃโ‚‚ (๐‘กโ‚ โˆ’ ๐›ฅ๐‘ก) meskipun ๐›ฅ๐‘ก โ†’ 0, shingga percepatan akan menjadi takhingga]. Untuk menerapkan syarat batas ini, kita harus terlebih dahulu mencari tโ‚ ketika yโ‚ menjadi nol. ๐‘ฆโ‚(๐‘กโ‚) = ๐ป โ€“ ยฝ ๐‘”๐‘กยฒ = 0 Sehingga ๐‘ก1 = โˆš 2 ๐ป ๐‘” Dengan demikian, laju benda ketika menyentuh air ๐‘ฃโ‚(๐‘กโ‚) adalah ๐‘ฃ1( ๐‘ก1) = โˆ’๐‘”๐‘ก1 = โˆ’๐‘”โˆš 2 ๐ป ๐‘” = โˆ’ โˆš2๐‘”๐ป Maka syarat batas memberikan ๐‘ฆโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐‘ฆ01 + ๐‘ฃ01โˆš 2 ๐ป ๐‘” + 1 2 ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”)( 2 ๐ป ๐‘” ) = 0 dan ๐‘ฃโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐‘ฃ02 + ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”) ( 2 ๐ป ๐‘” ) = โˆ’โˆš2๐‘”๐ป Kedua persamaan ini dapat dipecahkan secara serempak untuk memperoleh ๐‘ฆโ‚€โ‚‚ dan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚, yang menghasilkan ๐‘ฃโ‚€โ‚‚ = โˆ’ ( ๐ต ๐‘š )โˆš2๐ป ๐‘”โ„ dan ๐‘ฆโ‚€โ‚‚ = ๐ป (1 + ๐ต/๐‘š๐‘”). Jadi, pemecahan lengkap dalam daerah 2 adalah ๐‘ฃโ‚‚( ๐‘ก1) = โˆ’ ( ๐ต ๐‘š )โˆš2๐ป ๐‘”โ„ + ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก
  • 76. 76 ๐‘ฆโ‚‚( ๐‘ก1) = ๐ป ๐ป๐ต ๐‘š๐‘” โˆ’ ๐ต ๐‘š โˆš 2๐ป ๐‘” ๐‘ก + 1 2 ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”) ๐‘กยฒ Persamaa bagi ๐‘ฃโ‚, ๐‘ฆโ‚, dan ๐‘ฃโ‚‚ dan ๐‘ฆโ‚‚ memberikan perilaku gerak benda dari saata ๐‘ก = 0 hingga ia muncul kembali ke permukaan air. Hasil โ€“ hasil ini dapat kita terapkan untuk menghitung sifat gerak lainnyaa; sebagai contoh, kita dapat mencari kedalama maksimum yang dicapai benda, yang terjadi ketika ๐‘ฃโ‚‚ = 0 . Jika kita ambil ๐‘กโ‚‚ sebagai waktu pada saat hal ini terjadi, maka ๐‘ฃโ‚‚(๐‘กโ‚‚) = โˆ’ ( ๐ต ๐‘š )โˆš2๐ป ๐‘”โ„ + ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก2 = 0 (๐‘กโ‚‚) = ๐ต ๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘” โˆš2๐ป ๐‘”โ„ Kedalaman D adalah nilai ๐‘ฆโ‚‚ pada saat ๐‘กโ‚‚ ini , yaitu ๐ท = ๐‘ฆโ‚‚(๐‘กโ‚‚) = (๐ป + ๐ป๐ต ๐‘š๐‘” ) โˆ’ ๐ต ๐‘š โˆš 2๐ป ๐‘” ๐‘ก2 + 1 2 ( ๐ต ๐‘š โˆ’ ๐‘”) ๐‘ก2ยฒ ๐ท = โˆ’๐‘š๐‘”๐ป ๐ต โˆ’ ๐‘š๐‘” Soal : 1. Fungsi gelombang suatu partikel yang bergerak sepanjang sumbu x adalah ๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ถ๐‘’โˆ’| ๐‘ฅ| sin ๐‘Ž ๐‘ฅ a. Tentukan konstanta C jika fungsi gelombang ternormalisasi. b. Jika ๐‘Ž = ๐œ‹, hitung kemungkinan untuk mendapatkan partikel berada di sebelah kanan x =1. 2. Buktikan bahwa persamaan Schrodinger adalah linier dengan membuktikan ๐œ“ = ๐‘Ž1 ๐œ“1 ( ๐‘ฅ, ๐‘ก) + ๐‘Ž2 ๐œ“2 ( ๐‘ฅ, ๐‘ก) Dimana ๐œ“1 dan ๐œ“2 adalah fungsi gelombang solusi persamaan Schrodinger 3. Cari nilai konstanta A untuk fungsi gelombang ๐œ“ = ๐ด๐‘ฅ๐‘’ โˆ’ ๐‘ฅ2 2
  • 77. 77 3.3 Probabilitas dan Normalisasi Fungsi gelombang ๐œ“(๐‘ฅ) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Dilemma muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ๐œ“(๐‘ฅ) dan variabel fisika apakah yang bergetar ? Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ memberikan p[robabilitas untuk menemukan partikel dalam selang infinitesimal ๐‘‘๐‘ฅ di ๐‘ฅ (yakni antara ๐‘ฅ dan ๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฅ). Dalam satu dimensi, perbedaan antar โ€œmenemukan partikel di ๐‘ฅโ€ dan โ€œmenemukan partikel dalam selang ๐‘‘๐‘ฅ di ๐‘ฅโ€ mungkin tidak akan menjadi masalah, namun jika ditinjau dari persoalan dua dimensi dan tiga dimensi, maka perbedaannya kan menonjol. Untuk sekarang anda mungkin dapat menerima aturan ini dalam pengertian bahwa sebuah partikel tunggal dalam ruang tidak memiliki dimensi fisika. Karena dimensi sebuah titik dalam ruang adalah nol. Maka probabilitas untuk menemukan sebuah partikel di sebuah titik adalah selalu nol, tetapi untuk selang ๐‘‘๐‘ฅ probabilitasnya tidak nol. Jika kita definisikan ๐‘ƒ(๐‘ฅ) sebagai rapat probabilitas (probabilitas persatuan panjang, dalam ruang satu dimensi). Maka tafsiran ๐œ“( ๐‘ฅ) menurut resep Schrodinger adalah ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ (5.4) Tafsiran | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu ๐œ“(๐‘ฅ), walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2 adalah jumlah semua probabilitas ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ dalam selang antara ๐‘ฅ1 dan ๐‘ฅ2 adalah sebagai berikut โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 = โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 (5.5) Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel di suatu titik sepanjang sumbu ๐‘ฅ adalah 100 persen, sehingga berlaku
  • 78. 78 โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘‘๐‘ฅ โˆž โˆ’โˆž = 1(5.6) Persamaan (5.6) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkan bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan (5.6) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (5.6) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan persamaan Schrรถdinger yang menghasilkan | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 bernilai tak hingga, harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahan dengan mengembalikan factor pengalinya sama sengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan diferrensial menghasilkan ๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด๐‘’ ๐‘˜๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’๐‘˜๐‘ฅ bagi seluruh daerah ๐‘ฅ> 0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak | ๐œ“(๐‘ฅ)| akan menjadi tak hingga untuk ๐‘ฅ menuju tak hingga (tetapi jika pemecahannya dibatasi dalam selang 0 <๐‘ฅ< L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Apabila pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negative sumbu ๐‘ฅ< 0, maka B = 0. Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat menjamin kepastian hasil satu kali pengukuran suatu besaran yang bergantung pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan setiap koordinat, maka ditemukian hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. Sebagai contoh, jika ingin mencari rata-rata kedudukan sebuah partikel dengan mengukur koordinat ๐‘ฅ-nya. Dengan melakukan sejumlah besar pengkuran berkali-kali, didapati bahwa dengan mengukur nilai ๐‘ฅ1 sebanyak ๐‘›1 kali, ๐‘ฅ2 sebanyak ๐‘›2 kali dan seterusnya. Maka dengan cara yang lazim, diperoleh nilai rata-ratanya adalah ๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ = ๐‘›1 ๐‘ฅ1+๐‘›2 ๐‘ฅ2+โ‹ฏ ๐‘›1 +๐‘›2+โ‹ฏ (5.7)
  • 79. 79 = ฮฃ๐‘›๐‘– ๐‘ฅ ๐‘– ฮฃ ๐‘›๐‘– (5.8) Jika diketahui probabilitas untuk menemukan partikel pada setiap titik ๐‘ฅ ๐‘–, maka ๐‘›๐‘– berkaitan dengan ๐‘ƒ(๐‘ฅ), sehingga dengan mengubah penjumlahannya menjadi integral, dperoleh ๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ = โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) ๐‘ฅ โˆž โˆ’โˆž ๐‘‘๐‘ฅ โˆซ ๐‘ƒ( ๐‘ฅ) โˆž โˆ’โˆž ๐‘‘๐‘ฅ (5.9) ๐‘ฅ ๐‘Ž๐‘ฃ = โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ โˆž โˆ’โˆž (5.10) Langkah terakhir dapat dilakukan jika fungsi gelombang ternormalisasikan, karena dengan demikian penyebut dari (5.9) sama dengan satu. Dengan cara yang sama, nilai rata-rata sebarang fungsi dari ๐‘ฅ dapat dicari sebagai berikut: [๐‘“(๐‘ฅ)] ๐‘Ž๐‘ฃ = โˆซ | ๐œ“(๐‘ฅ)|2 ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ โˆž โˆ’โˆž (5.11) Nilai rata-rata yang dihitung dari persamaan (5.10) dan (5.11) dikenal sebagai nilai ekspektasi 3.4 Penerapan Persamaan Schrodinger 3.4.1. Partikel Bebas Partikel bebas adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu F = 0 sehingga ๐‘‰(๐‘ฅ) = tetapan untuk semua ๐‘ฅ. Dalam hal ini, bebas untuk memilih tetapan potensial sama dengan nol. Karena potensial selalu ditentukan dengan tambahan satu tetapan integrasi sebarang (๐น = โˆ’๐‘‘๐‘‰/๐‘‘๐‘ฅ dalam satu dimensi). Berikut terapkan resep Schrodinger dengan menuliskan kembali persamaan (5.3) dengan potensial yang sesuai (V = 0) โˆ’ โ„2 2๐‘š ๐‘‘2 ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฅ2 = ๐ธ๐œ“ (5.12)
  • 80. 80 atau ๐‘‘2 ๐œ“ ๐‘‘๐‘ฅ2 = โˆ’๐‘˜2 ๐œ“ (5.13) dimana ๐‘˜2 = 2๐‘š๐ธ โ„2 (5.14) Persamaan (5.13) adalah bentuk persamaan yang telah lazim dikenal, dengan ๐‘˜2 selalu positif, maka pemecahannya adalah ๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜๐‘ฅ (5.15) Dari persamaan (5.14) didapati bahwa nilai energy yang diperkenankan adalah ๐ธ = โ„2 ๐‘˜2 2๐‘š (5.16) Karena pemecahan tidak memberi batasan pada k, maka energy partikel diperkenankan memiliki semua nilai (tidak terkuantisasikan). Perhatikan bahwa persamaan (5.16) tidak lain adalah energy kinetic sebuah partikel dengan momentum ๐‘ = โ„๐‘˜ atau setara dengan nilai ๐‘ = ๐‘˜/๐œ†. Berdasarkan pasal 5.1, ini tidak lain dari pada apa yang diperkirakan, karena telah membentuk persamaan Schrodinger yang menghasilkan pemecahan bagi partikel bebas yang berkaitan dengan satu gelombang deBrogli. Penentuan nilai A dan B disini mengalami beberapa kesulitan karena integral normalisasi. Persamaan (5.6) tidap dapat dihitung dari -โˆž hingga +โˆž bagi fungsi gelombang ini. (kesulitan tidak akan terjadi jika melakukan suatu superposisi linear dari sejumlah besar gelombang sibus dan kosinus untuk membentuk sebuah gelombang paket, seperti yang dilakukan pada pasal 4.4). 3.4.2 Partikel Dalam sebuah kotak ( satu dimensi ) Meninjau sebuah partikel yang bergerak bebas dalam sebuah kotak satu dimensi yang panjang L; partikelnya benar-benar terperangkap dalam kotak. Potensial ini dapat dinyatakan sebagai berikut
  • 81. 81 V(x) = 0 0โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ = โˆž x < 0, x > L (5.17) Potensialnya diperlihatkan pada gambar 5.3 dan sering kali dikenal sebagai potensial sumur persegi takhingga. Tentu saja, kita bebas memilih sebarang nilai tetapan bagi V dalam daerah 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ; pemilihan nol yang kita lakukan adalah sekedar untuk memudahkan. Resepnya sekarang harus diterapkan secara terpisah pada daerah di dalam dan di luar kotak. Jika kita terapkan persamaan (5.3) bagi daerah diluar kotak, kita dapatkan bahwa satu-satunya cara untuk mempertahankan persamaannya bermakna bila๐‘‰ โ†’ โˆž adalah dengan mensyaratkan ๐œ“ = ๐ŸŽ, sehingga ๐‘‰๐œ“ tidak akan menjadi tak hingga. Di pihak lain, kita dapat kembali ke pernyataan persoalan semulanya. Jika kedua dinding kotak benar-benar tegar, maka partikel akan selalu berada dalam kotak, sehingga probabilitas untuk menemukan partikel di luar kotak tentulah nol. Untuk membuat probabilitasnya nol diluar kotak, kita harus mengambil ๐œ“ = ๐ŸŽdi luar kotak. Jadi kita peroleh ๐œ“(๐‘ฅ) = ๐ŸŽ ๐‘ฅ < 0, ๐‘ฅ > ๐ฟ 5.18) Persamaan Schrodinger untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, bila ๐‘‰( ๐‘ฅ) = 0, identik dengan persamaan (5.12), sehingga memiliki pemecahan yang sama, yakni: ๐œ“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜๐‘ฅ (0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ) (5.19) dengan ๐‘˜2 = 2๐‘š๐ธ ฤง2 (5.20) Pemecahan ini belum lengkap, karena kita belum menentukan A dan B, juga belum menghitun nilai energi E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, kita harus menerapkan persyaratan bahwa ๐œ“(๐‘ฅ) harus kontinu pada setiap batas
  • 82. 82 dua bagian ruang. Dalam hal ini, kita persyaratkan bahwa pemecahan untuk x < 0 dan x > 0 bernilai sama di x = 0; begitu pula, pemecahan untuk X > L dan X < L haruslah bernilai sama di x = L. Seperti gambar berkut : Marilah kita mulai di x = 0. Untuk x <0, kita dapat ๐œ“ = 0, jadi kita harus mengambil ๐œ“(๐‘ฅ) dari persamaan (5.19) sama dengan nol pada x = 0. ๐œ“(0) = ๐ด sin 0 + ๐ต cos0 jadi, B = 0 (5.21) Karena ๐œ“ = 0 untuk x > L, maka haruslah berlaku ๐œ“( ๐ฟ) = 0, ๐œ“( ๐ฟ) = ๐ด sin ๐‘˜๐ฟ + ๐ต cos ๐‘˜๐ฟ = 0 (5.22) karena telah kita dapatkan bahwa ๐ต = 0, maka haruslah berlaku ๐ด sin ๐‘˜๐ฟ = 0 (5.23) Di sini ada dua pemecahan, yaitu ๐ด = 0, yang memberikan ๐œ“ = 0di mana-mana, ๐œ“2 = 0 di mana-mana, yang berarti bahwa dalam kotak tidak terdapat partikel (pemecahan yang tidak masuk akal) atausin ๐‘˜๐ฟ = 0, yang hanya benar apabila Gambar sebuah partikel bergerak bebas pada daerah 0 โ‰ค ๐‘‹ โ‰ค ๐ฟ
  • 83. 83 ๐‘˜๐ฟ = ๐œ‹, 2๐œ‹, 3๐œ‹, . . . Atau ๐‘˜๐ฟ = ๐‘›๐œ‹ ๐‘› = 1, 2, 3, . . . (5.24) Karena ๐‘˜ = 2๐œ‹/๐œ† kita peroleh ๐œ† = 2๐ฟ/๐‘›; ini identik dengan hasil yang diperoleh dalam mekanika (fisika) dasar bagi panjan gelombang dari gelombang berdiri dalam sebuah dawai yang panjangnya L dan kedua ujungnya terikat. Jadi, pemecahan permasalahan schrodinger bagi sebuah partikel yang terperangkap dalam suatu daerah linier sepanjang L tidak lain adalah sederetan gelombang berdiri deBroglie! Tidak semua panjang gelombang diperkenankan; tetapi hanyalah sejumlah nilai tertentu yang ditentukan oleh persamaan (5.24) yang dapat terjadi. Dari persamaan (5.20) kita dapati bahwa, karena hanya nilai-nilai k tertentu yang diperkenankan oleh persamaan (5.24), maka hanyalaj nilai-nilai tertentu E yang dapat terjadi, dengan kata lain, energinya terkuantisasi! ๐ธ = ฤง2 ๐‘˜2 2๐‘š = ฤง2 ๐œ‹2 ๐‘›2 2๐‘š๐ฟ2 (5.25) Untuk memudahkan, ambilah ๐ธ0 = ฤง2 ๐œ‹2 /2๐‘š๐ฟ2 , yang mana tampak bahwa unit energi ini ditentukan oleh massa partikel dan panjang kotak. Maka ๐ธ = ๐‘›2 ๐ธ0, dan dengan demikian partikelnya hanya dapat ditemukan dengan energi ๐ธ0, 4๐ธ0 ,9๐ธ0 , 16๐ธ0, dan seterusnya, tidak pernah dengan 3๐ธ0 atau 6,2๐ธ0. Karena dalam kasus ini energinya adalah kinetik semata-mata, maka hasil yang kita peroleh ini menunjukkan bahwa hanya laju tertentu yang diperkenankan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dari kasus klasik, misalnya manik-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara elastik) dapat diberi sebarang kecepatan awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut. Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin; karena hanya laju awal tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak yang tetap; keadaan gerak khusus ini disebut keadaan stasioner. (Keadaan ini
  • 84. 84 adalah โ€œstasionerโ€ karena, apabila ketergantungan pada waktu dilibatkan untuk membuat ๐œ“(๐‘ฅ, ๐‘ก), seperti dalam pasal 5.6, |๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ก)|2 tidak bergantung pada waktu. Semua nilai rata-rata yang dihitung menurut Persamaan (5.11) juga tidak bergantung pada waktu. Sebuah partikel yang berada pada suatu keadaan stasioner murni, akan selalu tetap berada pada keadaan itu). Hasil pengukuran energi sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada salah satu keadaan stasioner ini; hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi ๐œ“(๐‘ฅ) belum lengkap, karena kita belum menentukan tetapan A. Untuk menentukannya, kita kembali ke persamaan normalisasi โˆซ ๐œ“2โˆž โˆ’โˆž ๐‘‘๐‘ฅ = 1. Karena ๐œ“ = 0 kecuali untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, maka (kecuali di dalam kotak) integralnya tidak nol, sehingga berlaku โˆซ ๐ด2 ๐‘ ๐‘–๐‘›2๐ฟ 0 ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ = 1 (5.26) Yang memberi kita ๐ด = โˆš2/๐ฟ. Dengan demikian, pemecahan lengkap bagi fungsi gelombang untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ adalah ๐œ“( ๐‘ฅ) = โˆš 2 ๐ฟ ๐‘ ๐‘–๐‘› ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ ๐‘› = 1, 2, 3, . . . (5.27)
  • 85. 85 Dalam gambar 5.4 dilukiskan berbagai tingkat energi, fungsi gelombang, dan rapat probabilitas ๐œ“2 yang mungkin untuk beberapa keadaan terendah. Keadaan energi terendah, yaitu pada ๐‘› = 1, dikenal sebagai keadaan dasar, dan keadaan dengan keadaan yang lebih tinggi (๐‘› > 1) dikenal sebagai keadaan eksitasi. Marilah kita mencoba menafsirkan semua hasil perhitungan di atas. Andaikanlah kita meletakkan secara berhati-hati sebuah partikel dengan energi ๐ธ0 ke dalam suatu daerah (โ€œkawatโ€ untuk manik-manik) dan kemudian dengan segera mengukur kedudukannya. Setelah mengulangi pengukuran ini berkali-kali sebanyak mungkin, kita memperkirakan akan menemukan distribusi hasil pengukuran yang sama seperti๐œ“2 untuk kasus ๐‘› = 1, probabilitasnya terbesar pada ๐‘ฅ = ๐ฟ/2, dan berangsur-angsur berkurang begitu kita bergerak menjauhi pusatnya dan akhirnya menuju nol pada ujung-ujungnya. (jika kita menggunakan fisika partikel klasik, takkuantum, maka kita berharap menemukan bahwa probabilitasnya tetap sama pada semua titik pada setiap โ€œkotakโ€). Andaikan pengukurannya kita ulangi kembali, dengan kekecualian bahwa sekarang
  • 86. 86 partikelnya kita beri energi 4๐ธ0. Bila kita ulangi semua penukuran terhadap kedudukannya, akan kita dapati bahwa distribusi hasil pengukuran ini sesuai dengan ๐œ“2 untuk ๐‘› = 2; maksimum-maksimum probabilitasnya terjadi pada ๐‘ฅ = ๐ฟ/4 dan ๐‘ฅ = 3๐ฟ/4, sedangkan probabilitas nol terjadi pada ๐‘ฅ = ๐ฟ/2! Dengan demikian partikelnya harus bergerak sedemikian rupa sehingga ia sewaktu-waktu dapat ditemukan di ๐‘ฅ = ๐ฟ/4 dan di ๐‘ฅ = 3๐ฟ/4 tanpa pernah ditemukan di ๐‘ฅ = ๐ฟ/ 2! Disini kita mempunyai suatu ilustrasi grafis mengenai perbedaan antara fisika klasik dan kuantum. Tetapi, bagaimana mungkin partikelnya dapat mencapai 3๐ฟ/4 dari ๐ฟ/4 tanpa melewati ๐ฟ/2? Kesulitan kita untuk menjawab pertanyaan ini disebabkan karena kecenderungan cara berpikir kita dalam pandangan gelombang. Nada atas pertama dari getaran sebuah dawai sepanjang L memiliki simpul (node) ditengah-tengahnya, dan walaupun titik tengahnya diam, โ€œinformasiโ€ merambat dari kiri ke kanan dan sebaliknya dari kanan ke kiri. Bila kita berbicara tentang kedudukan, kita merujuk ke partikel; ketika berbicara tentang gerak dari ๐ฟ/4 ke 3๐ฟ/4, kita merujuk ke gelombang. Contoh : Sebuah elektron terperangkap dalam sebuah daerah satu dimensi sepanjang 1,0 x 10โˆ’10 m (diameter khas atomik). (a) berapa banyak energi yang harus dipasok untuk mengeksitasikan elektron dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi pertama? (b) pada keadaan dasar, berapakah probabilitas untuk menemukan elektron dalam daerah dari ๐‘ฅ = 0,090 x 10โˆ’10 m hingga 0,110 x 10โˆ’10 ? (c) pada keadaan eksitasi pertama, berapakah probabilitas untuk menemukan elektron antara ๐‘ฅ = 0 dan ๐‘ฅ = 0,250 x 10โˆ’10 m? Pemecahan (a) ๐ธ0 = ฤง2 ๐œ‹2 2๐‘š๐ฟ2 = (1,05x10โˆ’34 ๐ฝ. ๐‘ )2 (3,14)2 2(9,1 x10โˆ’31 ๐‘˜๐‘”)(10โˆ’10 ๐‘š)2 = 6,0 x10โˆ’18 ๐ฝ = 37 eV
  • 87. 87 Pada keadaan dasar, energinya adalah ๐ธ0. Pada keadaan eksitasi pertama, energinya adalah 4๐ธ0. Jadi, beda energi yang harus dipasok adalah 3๐ธ0 atau 111 eV. (b) dari persamaan (5.5), Probabilitas = โˆซ ๐œ“2 ๐‘‘๐‘ฅ = 2 ๐ฟ ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 โˆซ ๐‘ ๐‘–๐‘›2 ๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 ๐‘‘๐‘ฅ = ( ๐‘ฅ ๐ฟ โˆ’ 1 2๐œ‹ ๐‘ ๐‘–๐‘› 2๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ )| ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 = 0,0038 = 0,38 persen (c) Probabilitas = โˆซ ( 2 ๐ฟ ) ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1 ๐‘ ๐‘–๐‘›2 2๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ = ( ๐‘ฅ ๐ฟ โˆ’ 1 4๐œ‹ ๐‘ ๐‘–๐‘› 4๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ )| ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 = 0,25 (Hasil ini sesuai dengan yang kita perkirakan dengan melihat grafik dari ๐œ“2 untuk n=2 dalam gambar 5.4. selang dari ๐‘ฅ = 0 hingga ๐‘ฅ = ๐ฟ/4 mengandung 25 persen dari luas total di bawah daerah kurva ๐œ“2 ). Contoh 5.3 Perlihatkan bahwa nilai rata-rata dari x adalah ๐ฟ/2, dan tidak bergantung pada keadaan kuantum. Pemecahan Kita gunakan persamaan (5.10); karena ๐œ“ = 0 kecuali untuk 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, maka kita gunakan 0 dan L sebagai batas-batas integral, sehingga xav = 2 ๐ฟ โˆซ (๐‘ ๐‘–๐‘›2 ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ ) x dx ๐ฟ 0 Bentuk ini di integralkan secara parsial, atau dicari pada tabel integral; hasilnya adalah
  • 88. 88 xav = ๐ฟ 2 Perhatikan bahwa, sebagaimana dikehendaki, hasil ini tidak bergantung pada n. Jadi pengukuran rata-rata kedudukan partikel tidak mengasilkan informasi mengenai keadaan kuantumnya. 3.4.3 Partikel dalam sebuah kotak (dua dimensi) Apabila tinjauan di depan kita perluas ke kasus fisika dua dan tiga dimensi, ciri-ciri utama pemecahannya masih tetap sama, namun ada suatu ciri khas baru penting yang di perkenalkan. Dalam pasal ini akan kita perlihatkan bagaimana hal ini terjadi, karena ciri baru ini, yang dikenal sebagai degenerasi (degeneracy), akan menjadi sangat penting dalam studi kita tentang fisika atom. Untuk memulai bahasan ini, kita memerlukan persamaan schrodinger yang berlaku dalam dimensi ruang yang lebih daripada satu; versi kita sebelum ini, persamaan (5.3), adalah versi satu dimensi. Dengan segera kita mencurigai hal berikut: jika potensialnya merupakan fungsi dari x dan y, maka ๐œ“ harus pula bergantung pada x dan y, dan turunan terhadap x, dalam versi sebelumnya, harus diganti dengan turunan terhadap x dan y. Karena itu, dalam dua dimensi kita peroleh โˆ’ ฤง2 2๐‘š ( ๐œ•2 ๐œ“( ๐‘ฅ,๐‘ฆ) ๐œ•๐‘ฅ2 + ๐œ•2 ๐œ“( ๐‘ฅ,๐‘ฆ) ๐œ•๐‘ฆ2 ) + ๐‘‰(x, y) ๐œ“(x,y) = E๐œ“(x, y) (5.28) [Kedua suku pertama pada ruas kiri melibatkan turunan parsial; untuk fungsi yang berperilaku baik, maka turunan ini didefinisikan sebagai suatu turunan terhadap suatu variabel dengan memperlakukan variabel lainnya sebagai tetapan. Jadi, jika ๐‘“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐‘ฅ2 + ๐‘ฅ๐‘ฆ + ๐‘ฆ2 , maka ๐œ•๐‘“ ๐œ•๐‘ฅ = 2๐‘ฅ + ๐‘ฆ dan ๐œ•๐‘“ ๐œ•๐‘ฆ = 2๐‘ฆ + ๐‘ฅ]. โ€œkotakโ€ dua dimensi kita sekarang dapat didefinisikan sebagai berikut: ๐‘‰( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = 0 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐ฟ, 0 โ‰ค ๐‘ฆ โ‰ค ๐ฟ (5.29) = โˆž untuk yang lainnya
  • 89. 89 Marilah kita membayangkan sebuah benda bermassa yang meluncur tanpa gesekan pada bagian atas sebuah meja dan bertumbukan secara elastik dengan dinding-dinding batas meja di ๐‘ฅ = 0, ๐‘ฅ = ๐ฟ, ๐‘ฆ = 0, dan ๐‘ฆ = ๐ฟ, seperti pada Gambar 5.5 (untuk menyederhanakan, kotaknya kita pilih berbentuk bujur sangkar; potensialnya dapat kita pilih berbentuk persegi dengan mengambil ๐‘‰ = 0 bila 0 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐‘Ž dan 0 โ‰ค ๐‘ฆ โ‰ค ๐‘). Pemecahan persamaan differensial parsial memerlukan teknik yang lebih rumit daripada yang kita perlu tinjau, sehingga kita tidak akan membahas cara memperoleh pemecahannya secara terinci. Seperti pada kasus sebelumnya, kita mencurigai bahwa ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = 0 di luar kotak, agar probabilitas bernilai nol disana. Di dalam kotak, kita tinjau pemecahan-pemecahan yang terpisahkan (separable); artinya, fungsi dari x dan y yang kita tinjau dapat dinyatakan sebagai hasil kali sebuah fungsi yang hanya bergantung pada x dengan sebuah fungsi lain yang hanya bergantung pada y: ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐‘“( ๐‘ฅ)g(๐‘ฆ) (5.30) Bentuk masing-masing fungsi dari f dan g adalah: ๐‘“( ๐‘ฅ) = ๐ด sin ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ + ๐ต cos ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ
  • 90. 90 ๐‘”( ๐‘ฅ) = ๐ถ sin ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ + ๐ท cos ๐‘˜ ๐‘ฅ ๐‘ฅ (5.31) Syarat kontinyu pada ัฑ(x,y) menghendaki bahwa pemecahan di luar dan di dalam kotak bernilai sama pada daerah batas kotak. Jadi ัฑ = 0 di x = 0 dan x = L (untuk semua y) dan ัฑ = 0 di y = 0 dan y = L (untuk semua x). Persyaratan pada x = 0 dan y = 0 menghendaki bahwa dengan cara yang sama, B = 0 dan D = 0. Persyaratan pada x = L menghendaki bahwa sin kxL = 0, sehingga kxL merupakan kelipatan bilangan bulat dari ฯ€, begirtu pula persyaratan pada y = L menghendaki bahwa kxL merupakan kelipatan bilangan bulat dari ฯ€. Semua bilangan tersebut tidak perlu sama, karena itu masing-masing kita sebut nx dan ny. Sehingga kita peroleh: ๐œ“( ๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = ๐ดโ€ฒ sin ๐‘› ๐‘ฅ ๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ sin ๐‘› ๐‘ฆ ๐œ‹๐‘ฆ ๐ฟ (5.32) Hasil A dan C telah dinyatakan dengan Aโ€™. Koefisien Aโ€™ didapati dengan menggunakan syarat normalisasi, yang dalam dua dimensi menjadi โˆฌ ๐œ“2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ = 1 (5.33) Syarat ini adalah โˆซ ๐‘‘๐‘ฆ ๐ฟ 0 โˆซ ๐ดโ€ฒ2 sin2 ๐‘› ๐‘ฅ ๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ sin2 ๐‘› ๐‘ฆ ๐œ‹๐‘ฆ ๐ฟ = 1 (5.34) ๐ฟ 0 Yang memberikan ๐ดโ€ฒ = 2 ๐ฟ (5.35) Pemecahan terhadap gelombang deBroglie pada suatu permukaan dua dimensi, mirip pemecahan persoalan klasik dari getaran selapot seperti pada selaput gendang. Dengan menyisipkan kembali pemecahan bagi ัฑ(x,y) ke dalam persamaan (5.28), maka didapati energinya sebesar