Studi ini menerangkan tentang apa yang dimaksud dengan Qath’iyy dan Zhanniyy dari segi turunnya ayat Alquran ataupun dari segi dalalahnya. Dalam istilah lain, Qath’iyy dan Zhanniyy dalalah bisa digolongkan dengan ajaran dasar dan bukan dasar dalam Islam. Mengapa disebut dengan ajaran dasar? Karena ajaran dasar yaitu ayat-ayat atau hadis mutawatir yang Allah turunkan jika dilihat dari dalalahnya dia bersifat Qath’iyy dalalah yaitu yang sudah pasti tunjukannya. Tak perlu lagi kita untuk mencari-cari maksud lain dari ayat tersebut. Karena sudah sangat jelas apa yang Allah maksud dalam ayat tersebut. Ajaran kedua adalah ajaran yang bukan dasar yaitu jika kita telusuri seluruh ayat Alquran bahwa kebanyakan ayat yang bersifat Zhanniyy dari segi dalalahnya. Kita tak bisa langsung menyimpulkan bahwa maksud Allah dalam ayat tersebut adalah demikian, maka dari itu diperlukan adanya penafsiran, dan pentakwilan terhadap ayat tersebut. Hasil dari penafsiran ataupun pentawilannya ini yang disebut sebagai ajaran bukan dasar.
Studi ini menerangkan tentang apa yang dimaksud dengan Qath’iyy dan Zhanniyy dari segi turunnya ayat Alquran ataupun dari segi dalalahnya. Dalam istilah lain, Qath’iyy dan Zhanniyy dalalah bisa digolongkan dengan ajaran dasar dan bukan dasar dalam Islam. Mengapa disebut dengan ajaran dasar? Karena ajaran dasar yaitu ayat-ayat atau hadis mutawatir yang Allah turunkan jika dilihat dari dalalahnya dia bersifat Qath’iyy dalalah yaitu yang sudah pasti tunjukannya. Tak perlu lagi kita untuk mencari-cari maksud lain dari ayat tersebut. Karena sudah sangat jelas apa yang Allah maksud dalam ayat tersebut. Ajaran kedua adalah ajaran yang bukan dasar yaitu jika kita telusuri seluruh ayat Alquran bahwa kebanyakan ayat yang bersifat Zhanniyy dari segi dalalahnya. Kita tak bisa langsung menyimpulkan bahwa maksud Allah dalam ayat tersebut adalah demikian, maka dari itu diperlukan adanya penafsiran, dan pentakwilan terhadap ayat tersebut. Hasil dari penafsiran ataupun pentawilannya ini yang disebut sebagai ajaran bukan dasar.
Asbabun Nuzul dalam Alquran
Menjelaskan pengertian asbabun nuzul menurut bahasa dan istilah menurut ulama klasik dan sarjana kontemporer, cara mengetahui asbabun nuzul dalam alquran, redaksi yang digunakan dalam riwayat yang berkenaan dengan asbabun nuzul, peran asbabun nuzul dan manfaat asbabun nuzul
Mengkaji alQuran adalah menjadi kewajipan umat Islam. Mengetahui akan ilmu seperti sebab turun ayat, aturan surah dan ayat, pembukuan mushaf, cara bacaan , ahraf alQuran, tarannum dll ilmu berkaitan.AlQuran adalahMukjizat hinnga ke akhir zaman
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
Makalah yang berisi penjelasan tentang tafsir, ta'wil dan tarjamah guna memenuhi tugas ULUMUL QUR"AN 1. kunjungi bog saya di khusnulsawo.blogspot.com \(^o^)/ yaa..??
terima kasih
Asbabun Nuzul dalam Alquran
Menjelaskan pengertian asbabun nuzul menurut bahasa dan istilah menurut ulama klasik dan sarjana kontemporer, cara mengetahui asbabun nuzul dalam alquran, redaksi yang digunakan dalam riwayat yang berkenaan dengan asbabun nuzul, peran asbabun nuzul dan manfaat asbabun nuzul
Mengkaji alQuran adalah menjadi kewajipan umat Islam. Mengetahui akan ilmu seperti sebab turun ayat, aturan surah dan ayat, pembukuan mushaf, cara bacaan , ahraf alQuran, tarannum dll ilmu berkaitan.AlQuran adalahMukjizat hinnga ke akhir zaman
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
Makalah yang berisi penjelasan tentang tafsir, ta'wil dan tarjamah guna memenuhi tugas ULUMUL QUR"AN 1. kunjungi bog saya di khusnulsawo.blogspot.com \(^o^)/ yaa..??
terima kasih
Islam diturunkan Allah SWT kepada manusia seluruhnya melalui dakwah dan pengajaran agung Rasulullah ﷺ sebagai rahmah bagi seluruh alam, serta penutup seluruh para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan syariah (aturan) Allah SWT dimuka bumi bagi seluruh alam.
Al Qur’an adalah sumber syariat Islam itu, yang mampu menjawab segala sesuatu permasalah manusia. Permasalahan yang sering muncul adalah tentang Allah SWT itu sendiri, tentang ketuhanan dan kekuasaanNya. Umat Islam banyak yang menjawab permasalahan ini, baik secara aqly (akal) maupun naqly (menggunakan nash). Keduanya dibenarkan oleh syariat untuk ma’rifat (mengenal) kepada Allah SWT, tanpa ada pertentangan dari keduanya.
Adapun mengenal Allah SWT melalui nash (Al Qur’an) salah satunya adalah dengan menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Tafsir sangat diperlukan dalam memahami secara mendalam ayat Al Quran terutama karena memandang ada yang masih sangat sulit difahami seperti ayatayat musyâbihât.
Tafsir yang utama dan pertama dari Al Qur’an tidak lain adalah As Sunnah. Sehingga tidak diperkenankan menafsirkan Al Qur’an berlawanan dengan As Sunnah, bahkan wajib bagi As Sunnah menyoroti tiap-tiap tafsir yang hendak di tafsirkan oleh seorang mufassir. Ini dijelaskan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagai berikut:
وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ٤٤
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Q.S an Nahl: 44)
Tentu saja setelah penafsiran dari As Sunnah adalah penafsiran dari para sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ , sebab mereka hadir saat ayat-ayat Al Qur’an diturunkan dan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (asbab an nuzul). Kemudian generasi tabi’in dan generasi selanjutnya yakni para tabi’ut tabi’in dan para ulama setelahnya yang menafsirkan Al Qur’an dengan metode dan syarat-syarat tertentu seorang ulama mufassir.
Oleh sebab itu, sangatlah tepat apabila penafsiran ayat-ayat Al Qur’an mengenai Allah SWT dapat dilihat dari kajian As Sunnah, atsar sahabat, dan generasi ulama setelahnya.
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
Modul 10 kb 2
1. 1
1. Menjelaskan Konsep Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al ra’yi, tafsir isyari
2. Menganalisis Klasifiksi dan penerapan Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al
ra’yi, tafsir isyari.
3. Menjelaskan konsep Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.
4. Menganalisis Penerapan Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.
URAIAN MATERI
Pada zaman Nabi Saw para sahabat tidak membutuhkan suatu pendekatan atau
metode khusus dalam memahami ayat-ayat al Qur’an, karena segala permasalahan
langsung disampaikan kepada Nabi Saw dan beliau sendiri yang memberikan penjelasan.
Demikian juga pada masa sahabat, mereka adalah orang-orang yang mengetahui
bagaimana al Qur’an diturunkan dan bagaimana Nabi Saw menjelaskan.
Ketika zaman sudah semakin jauh dengan Nabi Saw dan para sahabat, sementara
penjelasan terhadap petunjuk-petunjuk al Qur’an semakin dibutuhkan, maka para ulama’
di bidang tafsir melakukan ijtihadnya masing-masing untuk melakukan penafsiran al
Qur’an. Adapun sumber informasi yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat al Qur’an
adalah riwayat-riwayat yang dianggap dapat dipercaya baik dari hadist Nabi Saw maupun
atsar. Dalam melakukan ijtihadnya, sebagaian ulama’ menggunakan riwayat-riwayat
tersebut sebagai sumber utama penafsirannya dan sebagaian ulama’ mufassir yang lain
menggunakan riwayat-riwayat tersebut sebagai landasan berfikir yang kemudian dilakukan
ijtihad sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Karena itu ditinjau dari sumbernya,
penafsirannya dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu: Tafsir bi al-Ma’tsur , Tafsir bi al-
Ra’yi dan Tafsir al Isyari.
KEGIATAN BELAJAR 2:
INDIKATOR KOMPETENSI
2. 2
1. Pendekatan Penafsiran Al Qur’an
a. Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah menafsirkan al-Qur’an didasarkan penjelasan-
penjelasan al Qur’an yang diperoleh melalui riwayat-riwayat pada sunnah, hadist
maupun atsar, bahkan sebuah ayat al Qur’an dapat dijelaskan dengan ayat-ayat al
Qur’an yang lain. Karena itu Tafsir bi al-Matsur disebut juga tafsir bi al-Riwayah,
karena didasarkan juga pada periwayatan-periwayatan. Selain hadist Nabi Saw, atsar
sahabat dianggap mampu menjelaskan ayat al Qur’an karena sahabat Nabi Saw dipandang
sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an dan bergaul bersama Nabi Saw,
demikian juga para ulama’ di masa tabi’in yang dianggap juga sebagai orang yang
bertemu langsung dan berguru kepada para sahabat. Karena itu sumber penafsiran bi-al-
Riwayah ini dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an, karena dianggap
lebihterjagadarikekeliruandanpenyimpangandalammenafsirkanalQur’an.
Pada pendekatan tafsir bi al-ma’sur terdapat beberapa cara untuk menafsirkan ayat al-
Qur’an, yaitu;
a) Penafsiran ayat dengan ayat al-Quran yang lain
Suatu ayat dapat ditafsirkan dengan ayat yang lain, baik ayat itu kelanjutan
dari ayat yang ditafsirkan ataupun ayat yang menafsirkan berada di surat yang lain.
Misalnya pada surat al ikhlas ayat pertama yang menjelaskan tentang ketauhidan
Allah Swt, ditafsirkan oleh ayat berikutnya, yaitu ayat kedua, ketiga dan keempat.
Namun ayat pertama surat al Ikhlas tentang ketauhidan ini dapat ditafsirkan
(dijelaskan) lagi oleh ayat yang lain yang berada di surat yang lain. Misalnya surat al
Hasyr ( QS 59;22-24) yang menjelaskan sifat-sifat Allah Swt:
ا َو ِبْيَغْال ُمِلاَع ۖ َُوه هَلِإ َهََٰلِإ ََل ِيذهلا ُ هَّللا َُوه( ُمي ِحهالر ُن ََٰمْحهالر َُوه ۖ ِةَداَههشل22ُكِلَمْال َُوه هَلِإ َهََٰلِإ ََل ِيذهلا ُ هَّللا َُوه)
َونُك ِرْشُي اهمَع ِ هَّللا َانَحْبُس ۚ ُرَِبكَتُمْال ُهاربَجْال ُيز ِزَعْال ُنِْميَهُمْال ُنِمْؤُمْال ُم َهَلسال ُُّوسدُقْال(23)ُقِلَاخْال ُ هَّللا َُوه
ُيز ِزَعْال َُوه َو ۖ ِض ْرَ ْاْل َو ِتا َاوَمهسال يِف اَم ُهَل ُحِبَسُي ۚ ََٰىنْسُحْال ُءاَمْسَ ْاْل ُهَل ۖ ُرِوَصُمْال ُئ ِارَبْال( ُميِكَحْال24)
Artinya :
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib
dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang(22)
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang
Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara,
Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan,
3. 3
Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan(23)Dialah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(24).
b) Penafsirat ayat al Qur’an dengan hadits Nabi Saw
Ayat-ayat al Qur’an lebih banyak bersifat mujmal(global) dan untuk
dipahami tidak bisa berdiri sendiri, karena itu di sinilah fungsi hadits Nabi
Saw sebagai tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya ayat tentang
perintah sholat yang mujmal tidak menjelaskan tatacara sholat (S. al Baqarah
(SQ 43;43)
واُميِقَأ َوَة ََلهصالواُتآ َو( َِينعِكا هالر َعَم واُعَك ْار َو َةَاكهالز43)
Artinya
Dan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orang
yang ruku’
Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh hadits Nabi Saw;
ُةَلهصال ِتَرَضَح اَذِإَف ، يِلَصُأ يِنوُمُتْيَأ َر اَمَك واُّلَصْمُكُرَبْكَأ ْمُكهمُؤَيْل َو ، ْمُكُدَحَأ ْمُكَل ِْنذَُؤيْلَف–(ُّي َِارخُبْال ُها َوَر
)
Artinya:
Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat, maka apabila telah tiba
waktu sholat hendaklah salah seorang di antara kalian
mengumandangkan adzan dan orang yang lebih tua di antara kalian
menjadi imam. (HR Bukhori)
c) Penafsirat ayat al Qur’an dengan keterangan sahabat-sahabat Nabi saw.
Untuk mendapatkan informasi lebih luas perihal maksud-maksud al
Qur’an, setelah memahami sunnah Nabi Saw maka penjelasan para sahabat
juga diperlukan, dikarenakan mereka adalah orang-orang yang dekat bersama
Nabi Saw dan sangat memahami situasi dan kondisi bagaimana al Qur’an itu
diturunkan.
Contoh tafsir terhadap Surat al Baqarah )QS 2: 3):
....ِبْيَغْالِب َونُنِمُْؤي َِينذهلا
4. 4
Artinya
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…
Menurut ibnu abbas sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah
bahwa tafsir dari kata yukminuuna adalah yushoddiquuna (membenarkan). Dan
menurut Makmar yang diriwayatkan dari az Zuhri yang dimaksud yukminuuna adalah
iman yang disertai mengamalkan. Sedangkan menurut Abu Jakfar ar Razi dari Rabi’
bin Anas yang dimaksud dengan yukminuuna adalah yakhsyauna yang berarti takut.1
Contoh Tafsir bi al ma’tsur adalah kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir.
b. Tafsir bi al-Ra’yi atau tafsir bi al-Dirayah
Al-Ra’yu berarti pikiran atau nalar, karena itu Tafsir bi al-Ra’yi adalah
penafsiran seorang mufassir yang diperoleh melalui hasil penalarannya atau ijtihadnya,
di mana penalaran di sini sebagai sumber utamanya. Seorang mufassir di sini tentu saja
adalah orang yang secara kompetensi keilmuannya telah dianggap telah memenuhi
persyaratan, sebagaimana disebutkan pada syarat-syarat mufassir.
Istilah Tafsir bi al-Ra’y pada dasarnya untuk membedakannya dengan Tafsir
bi al-Ma’tsur, dalam konteks, bahwa bukan berarti ketika sahabat melakukan
penafsiran Quran tidak menggunakan nalar. Para sahabat sebenarnya juga
menggunakan nalar dalam memberikan penafsiran, tetapi dalam istilah disiplin
ulum Quran, para sahabat tetap saja tidak dinamai dalam kategori Tafsir bi al-
Ra’yi, sebab, para sahabat memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh generasi
sesudah mereka.2
Sebagaimana pendekatan tafsir yang lain, pendekatan Tafsir bi al-
Ra’y juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Di antara kelebihan pendekatan
Tafsir bi al-Ra’y ini adalah mempunyai ruang lingkup yang luas, dapat
mengapresiasi berbagai ide dan melihat dan memahami Quran secara mendalam
dengan melihat dari berbagai aspek. Kendatipun demikian, bukan berarti
pendekatan ini tidak mempunyai kelemahan. Kelemahaman pendekatan Tafsir bi
al-Ra’y bisa saja terjadi ketika ketika menjadikan petunjuk ayat yang bersifat
parsial, sehingga memberikan kesan Quran tidak utuh dan tidak konsisten. Di
samping itu, penafsiran dengan pendekatan Tafsir bi al-Ra’y tidak tertutup
1
. Ibnu Katsir. Tafsir al Qur’ani al Adzim, jilid 1 hal 43. Darul Kutub al Ilmiyah 2006 M.
2
.M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 363 Shihab, M. Quraish. (2013). Kaidah Tafsir Syarat,
Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. eds.
Abd.SyakurDj. Tangerang: Lentera Hati.)
5. 5
kemungkinan menimbulkan kesan subyektif yang dapat memberikan pembenaran
terhadap mazhab atau pemikiran tertentu, serta dengan pendekatan Tafsir bi al-Ra’y
tidak tertutup kemungkinan masuknya cerita-cerita isra’iliyat karena kelemahan
dalam membatasi pemikiran yang berkembang.3
Salah seorang mufassir yang tergolong bi al ro’yi adalah Abdul Qosim
Mahmud al Zamakhsari dalam melakukan penafsirannya beliau mengemukakan
pemikirannya akan tetapi didukung dengan dalil-dalil dari riwayat (hadis) atau ayat al-
Qur’an, baik yang berhubungan dengan sabab al-nuzul suatu ayat atau dalam hal
penafsiran ayat. Meskipun demikian, ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya.
Dengan kata lain, kalau ada riwayat yang mendukung penafsirannya ia akan
mengambilnya dan kalau tidak ada riwayat, ia akan tetap melakukan penafsirannya. 4
Contoh lain adalah tafsir bi al Ro’yi adalah penafsiran Sayyid Qutub dalam
kitab tafsir Fi Dzilalil Qur’an pada saat menjelaskan Surat al Fatihah (SQ 1: 4) sebagai
berikut :
(4) ِنﱢديلا ِمْوَي ِكِلَم
Artinya :
Tuhan yang menguasai hari pembalasan.
Ini merupakan 'aqidah pokok yang amat besar dan mempunyai kesan yang
amat mendalam dalam seluruh hidup manusia, yaitu 'aqidah pokok mempercayai hari
Akhirat. Kata-kata "yang menguasai atau penguasa" membayangkan darjah kuasa
yang paling tinggi. "Hari Pembalasan" ialah hari penentuan balasan di Akhirat. Ramai
orang yang percaya kepada Uluhiyah Allah dan percaya bahawa Allahlah yang
menciptakan 'alam buana ini bagi pertama kali, namun demikian mereka tidak percaya
kepada Hari Balasan. Keperihalan setengah-setengah mereka telah diceritakan oleh al-
Qur'an. Seperti pada surat azZumar (SQ 29;28) :
ُ هَّللا هنُلوُقَيَل َض ْرَ ْاْل َو ِتا َاوَمهسال َقَلَخ ْنَم ْمُهَتْلَأَس ْنِئَل َو
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah.
Kemudian dalam surah Qoof (QS . 50:3) menceritakan hal mereka:
3
. Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Studi Ilmu al-Qur’an… Ash-Shabuniy, Muhammad Ali.
(1999). Studi Ilmu al-Qur’an, alih Bahasa, Aminudin, Bandung: PustakaSetia., hal. 248
4
. Avif Alfiyah. Kajian Kitab Al Kasyaf Karya Zamakhsyari , Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir,
Volume 1 Nomor 1 Juni 2018
6. 6
ٌيب ِجَع ٌءْيَش اَذَه َونُرِفَاكْال َلاَقَف ْمُهْنِم ٌِرذْنُم ْمُهَءاَج ْنَأ ُواب ِجَع ْلَب
"Bahkan mereka heran kerana mereka telah didatangi seorang Rasul yang memberi
peringatan dari kalangan mereka sendiri, lalu berkatalah orang-orang kafir: "Ini
adalah suatu perkara yang amat aneh. "
Kepercayaan terhadap hari pembalasan merupakan satu lagi 'aqidah pokok di
dalam Islam. Nilai kepercayaan ini ialah ia meletakkan pandangan dan hati manusia
pada sebuah 'alam yang lain setelah tamatnya 'alam bumi supaya mereka tidak begitu
terkongkong kepada keperluan-keperluan bumi saja dan ketika itu mereka tidak lagi
terpengaruh kepada keperluan keperluan bumi, juga supaya mereka tidak begitu
gelisah untuk mendapatkan balasan dan ganjaran dari hasil usaha mereka dalam usia
mereka yang pendek dan di 'alam bumi yang terbatas ini dan ketika itu barulah
mereka dapat berbuat amalan-amalan semata-mata kerana Allah dan sanggup
menunggu ganjarannya mengikut bagaimana yang ditentukan Allah sama ada di 'alam
bumi ini atau 'alam Akhirat.
Dari contoh penafsiran dengan pendekatan bi al ra’yi di atas menjadi jelas
bahwa mereka tidak meninggalkan riwayat dan bukan semata-mata menafsirkan al
Qur’an dengan pendapatnya sendiri. Kitab tafsir yang lain misalnya Tafsir bi al-ra’yi
adalah kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi dan Tafsir Anwar at-
Tanzil wa Asrar at-Ta’wil karya al-Baidhawi.
c. Tafsir al Isyari
Menurut bahasa kata isyari berasal dari kata asyaara-yusyiiru-isyaaratan yang
berarti memberi isarat/ tanda, menunjukkan. Sedangkan menurut istilah suatu upaya
untuk menjelaskan kandungan Quran dengan menakwilkan ayat-ayat sesuai isyarat
yang tersirat dengan tanpa mengingkari yang tersurat atau dzahir ayat.5
Senada dengan
definisi tersebut menurut Shubhi al-Shalih adalah menjelaskan kandungan al Qur’an
melaui takwil dengan cara berupaya menggabungkan yang tersurat dan tersirat.
Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam tafsir bi al-Isyarah
terdapat upaya penarikan makna ayat didasarkan pada kesan yang ditimbulkan oleh
5
. Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (ttp., tp., 1396H./1976M), Jilid II, Cet. Ke-2,
hal. 352
7. 7
lafazh ayat, di mana dalam benak para mufassir telah memiliki pencerahan batin atau
hati dan pikiran, hal itu dilakukan tanpa mengabaikan atau membatalkan makna secara
lafazh.6
Adapun syarat-syarat diterimanya tafsir isyari adalah :7
1. Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian tekstual) al-Qur’an.
2. Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syar’i lainnya.
3. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.
4. Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran yang dikehendaki
Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.
5. Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya dengan lafadz.
Misalnya penafsiran al-Alusi terhadap surat Al-Baqarah (QS 2: 238) :
َِينتِناَق ِ ه َِلِل واُموُق َو َٰىَطْس ُوْال ِة ََلهصال َو ِتا َوَلهصال ىَلَع واُظِفاَح
Peliharalah sholat dan sholat wustho serta tegakkan untuk Allah karena ketaatan
Al Alusi menafsiri shalat al-wustha pada ayat di atas dengan penjelasan lima
macam shalat sebagai berikut:
ا إنلصلواتصَل خمﺲا ةبشهو لسردمقاا ملغيبو ،صَلا ةبخمو لنﻔﺲدهعن ادواعىالريبو ،صَلا ةب لقلبمراقبته
أنوا ارلكشﻒو ،صَلا ةلروحبمشاهدا ةلوصلو ،صَلا ةلبدنبحﻔﻆالحووإ اسقامﺔالحدود.
Artinya :
Sesungguhnya shalat itu ada lima, yaitu 1) Shalat sirr dengan menyaksikan maqam
ghaib, 2) shalat nafs, yaitu dengan cara memadamkan hal-hal yang dapat
mengundang keragu-raguan, 3) Shalat qalb, dengan senantiasa berada dalam
penantian akan munculnya cahaya kasyf (penyingkapan), 4) shalat ruh dengan
menyaksikan wasl (pengabungan/peyatuan dengan Allah); 5) Shalat badan dengan
cara memelihara panca indera dan menegakkan ketentuanketentuan hukum Allah.
Bila dilihat dari terminologis yang digunakan, maka sebenarnya al-Alusi
memahami shalat al-wustha cenderung dengan pendekatan sufistik.
6
. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam
Memahami Ayat-ayat al-Qur’an; Editor Abd. SyakurDj., Tangerang: Lentera Hati, 2013, h. 373
7
. Abd Wahid : Tafsir Isyari dalam Pandangan Imam Ghazali. JURNAL USHULUDDIN Vol. XVI No. 2, Juli
2010
8. 8
2. Metode Penafsiran Al Qur’an
a. Metode Tahlili (Analisis)
Metode Tahlili adalah suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an dengan cara
menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan dengan penjelasan yang
cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing mufassir terhadap aspek-
aspek yang ingindisampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek qira’at, asbabu
al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya, contoh kitab tafsir yang
disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi,
kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-
Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir dan kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi.
Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab tafsir Ibnu Katsir terhadap Surat al
Ahzab ayat 30 :
َلَع َِكلَذ َانَك َو ِْنيَﻔْع ِض ُابَذَعْال اَهَل ْﻒَعاَضُي ٍﺔَنِيَبُم ٍﺔَش ِاحَﻔِب هنُكْنِم ِتْأَي ْنَم ِيِبهنال َءاَسِن اَي( ا اِيرسَي ِ هَّللا ى30)
Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji
yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.
Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.
Allah Swt. berfirman menasihati istri-istri Nabi Saw. yang telah memilih Allah
dan Rasul-Nya serta pahala di negeri akhirat, selanjutnya mereka tetap menjadi istri
Rasulullah Saw. Maka sangatlah sesuai bila diceritakan kepada mereka ketentuan
hukumnya dan keistimewaan mereka yang melebihi wanita-wanita lainnya. Disebutkan
bahwa barang siapa di antara mereka yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata.
Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji ini ditakwilkan dengan makna
membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar hipotesis apa pun, maka ungkapan
ayat ini hanyalah semata-mata andaikan, dan makna andaikan itu tidak berarti pasti
terjadi. Pengertiannya sama dengan firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
َكُلَمَع هنَطَبْحَيَل َتْكَرْشَأ ْنِئَل َِكلْبَق ْنِم َِينذهلا ىَلِإ َو َْكيَلِإ َي ِوحُأ ْدَقَل َو
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalanmu. (Az-Zumar: 65)
9. 9
Seperti yang ada dalam ayat lain yang menyebutkan:
َونُلَمْعَي واُنَاك اَم ْمُهْنَع َطِبَحَل واُكَرْشَأ ْوَل َو
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka
amalan yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 88)
َِيندِباَعْال ُل هوَأ َانَأَف ٌدَل َو ِنَمْحهلرِل َانَك ْنِإ ْلُق
Katakanlah, "Jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka
akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (Az-
Zukhruf: 81)
Dan firman Allah Swt.:
ههَقْال ُد ِاح َوْال ُ هَّللا َُوه ُهَناَحْبُس ُءَاشَي اَم ُقُلْخَي اهمِم ىَﻔَطْصَل اادَل َو َذ ِخهتَي ْنَأ ُ هَّللا َدا َرَأ ْوَلُار
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang
dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci
Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4)
Mengingat kedudukan istri-istri Nabi Saw. tinggi, maka sesuailah jika ada
seseorang dari mereka melakukan suatu dosa, dosa itu akan diperberat demi menjaga
kehormatan mereka dan kedudukan mereka yang tinggi. Karena itulah disebutkan oleh
firman-Nya: Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan
keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.
(Al-Ahzab: 30)
Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna
firman-Nya: niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. (Al-
Ahzab: 30) Yakni siksaan di dunia dan akhirat.
Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu AbuNajih, dari Mujahid.
ا اِيرسَي ِ هَّللا ىَلَع َِكلَذ َانَك َو
Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 30)
Maksudnya, teramat mudah dan gampang.
b. Metode Ijmali (Global)
Metode ijmali adalah metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara
mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa yang ringkas supaya mudah
dipahami. Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa menguraikan
10. 10
panjang lebar, seperti kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-
Mahalli dan Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al-Wasit
terbitan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah.
Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab Tafsir Jalalai :
ْلهله الخير إرادة وهي الرحمﺔ ذي أي )الرحيم (الرحمنبالذكر هصُخو ، القيامﺔ يوم وهو الجزاء أي )الدين يوم ِكِلَم(
القيامﺔ يوم في كله اْلمر مالك فمعناه }{مالك قرأ ومن }هلل اليوم الملك {لمن بدليل تعالى هلل إَل ْلحد فيه ااظاهر ملك َل ْلنه
أولمعرفﺔ صﻔﺔ وقوعه فصح }الذنب {كغافر اادائم بذلك موصوف هومن بالعبادة نخصك أي )نستعين وإياك نعبد (إياك
إليه أرشدنا أي )المستقيم الصراط (اهدنا وغيرها العبادة على المعونﺔ ونطلب وغيره توحيد.الذين (صراط : منه ويبدل
( بصلته الذين من ويبدل بالهدايﺔ )عليهم أنعمت، النصارى وهم )(الضالين غير )(وَل اليهود وهم )عليهم المغضوب غير
سيدنا على هللا وصلى ، والمآب المرجع وإليه بالصواب أعلم وهللا نصارى وَل اايهود ليسوا المهتدين أن إفادة البدل ونكتﺔ
الوكيل ونعم هللا وحسبنا ، ااأبد اادائم ااكثير ااتسليم وسلم وصحبه آله وعلى محمد. العظيم العلي باهلل إَل قوة وَل حول وَل ،
عرفوا الذين هم عليهم المغضوب أن مﻔاده كثير ابن تﻔسير مختصر في ورد ألطﻒ تﻔسير الرنكوسي محمود الشيخ [وعن
]الحديث دار . اَلأص الحق إلى يهتدوا فلم الضالين أما وخالﻔوه الحق
Dalam penafsiran di atas tampak sekali dismpaikan secara singkat dan global,
misalnya kata ar rahman dan arrahiim dijelaskan dengan yang memiliki rahmat yaitu yang
berkehendak memberikan kebaikan kepada yang berhak mendapatkannya. Kemudian
berganti kepada ayat berikutnya.
c. Metode Muqaran (Komparatif)
Metode Muqaran adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema namun
redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya berbeda, atau
membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan sahabat maupun
tabi’in. Di samping itu juga mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian
membandingkannya atau bisa berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab
tafsir lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga bisa
berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan Injil/Bibel, Taurat
atau Zabur).8
d. Metode Maudhu’i (Tematik)
8
. Fahd Ar Rumi, Buhuth fi Usul Al - Tafsir wa Manahijuhu , (Maktabah al-Tawbah, 1419 H), 60
11. 11
Metode Maudhu’i adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
mengambil suatu tema tertentu. Metode ini kelebihannya mampu menjawab kebutuhan
zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, praktis dan sistematis
serta dapat menghemat waktu, dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat
pemahaman menjadi utuh. Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang
memilki permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika
melakukan proses penafsiran metode maudhu’i adalah;
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas diprioritaskan
pada persoalan yang menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang
mufassir harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang masyarakat.
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang
asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang mendukungnya. Memahami korelasi ayat-ayat
tersebut dalam surahnya masingmasing (terkait erat dengan ilmu munasabat).
d. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).
e. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan
f. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-
ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang
‘amm (umum) dengan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang
apada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara
tanpa perbedaan dan pemaksaan.