SlideShare a Scribd company logo
Teori Sequential Infection dari Halstead
                                 R. Lia Kusumawati

                                Bagian Mikrobiologi
                                Fakultas Kedokteran
                             Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
        Dengue adalah penyakit yang ditularkan gigitan terutama Aedes aegypti, juga
Aedes albopictus (1,3) yang mengandung flavirus (virus dengue), ditandai dengan adanya
gejala demam bifasik, sakit kepala, sakit diseluruh tubuh, kelemahan, rash,
lymphadenophathy dan leukopenia.
        Epidemi penyakit dengue pertama kali dijumpai di Philadelphia pada tahun 1780
oleh Benjamin Rush. Dan transmisi penyakit dengue oleh Aedes aegypty pertama kali
dijelaskan oleh Bancroft tahun 1906.
        Terdapat 100 juta kasus penyakit demam dengue dan 250.000 kasus DHF terjadi
di seluruh dunia setiap tahunnya.
        Dengue hemorhagic fever (DHF) adalah demam tinggi yang ditandai oleh
gangguan hemotasis dan peningkatan permeabilitas kapiler, dimana pada beberapa
keadaan dapat mengakibatkan hypovolemik shock syndrome yang disebut dengan dengue
shock syndrome (DSS).
        Patofisiologi yang penting adalah adanya perembesan plasma dan kelainan
hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia.
        Dengue merupakan masalah utama penyakit virus yang ditularkan oleh antropoda
baik didaerah tropik maupun subtropik, menyebabkan penyakit dan kematian pada
manusia.
        Dikenal ada 4 serotipe virus dengue yang berbeda secara serologi dan biokimia :
dengue tipe-1, dengue tipe-2, denguetipe-3 dan dengue tipe-4. keempat serotipe dengue
ini terdapat juga di Indonesia.
        Halstead melaporkan bahwa DHF bukanlah penyakit baru dan epidemi dengue
dimana pasien mempunyai gejala pendarahan dan syok pernah terjadi di Queenslan
(1928) dan Formosa (1931).
        Virus ini menyebabkan infeksi tahunan dengan angka kematian sekitar 5 %. Di
Indonesia, infeksi dengue telah dikenal sejak abad 18 dan baru pada tahun 1960-an
dikenal demam berdarah dengue (Dengue Hemorharrgic Fever).

Biologi virus dengue
        Virus dengue mrupakan salah satu virus yang termasuk dalam famili Falviviridae.
Virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan
ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm (3,4).
        Genom virus dengue terdiri dari asam ribonuklead berserat tunggal, panjangnya
kira-kira 11 kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural,
yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M
(Membran) dan gen E mengkode sintesa glikoprotein selubung / Evelope (3,4).

                                                                                      1
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Partikel virus yang belum matang (immature) mengandung lebih banyak protein
rekursor (prM) dan kurang infeksius dibandingkan virion lengkap yang dilepaskan.
        Virus ini stabil pada ph 7-9 dan pada suhu rendah, sedang pada suhu yang relatif
tinggi infektivitasnya cepat menurun. Sifat dengue yang lain adalah sangat peka terhadap
beberapa zat kimia seperti sodium deoxycholate, eter, kloroform dan garam empedu
karena adanya amplop lipid (3,4).

Hospes virus dengue
        Virus dengue mampu berkembang biak didalam tubuh manusia, monyet,
simpanse, kelinci, mencit, marmot, tikur dan juga hamster serta serangga khususnya
nyamuk. Walaupun primata merupakan hospes alami virus, viremia yang timbul biasanya
lebih rendah dan lebih pendek masanya. Pada manusia, viremia berkisar 2-12 hari,
sementara pada primata 1-2 hari (4).
        Virus berkembang biak dalam nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus.
        Secara invitro, virus dengue dapat dikembangbiakkan pada berbagai biakkan sel,
baik biakkan sel mamalia maupun insekta. Efek sitopatogenik yang timbul sangat
berfariasi, mulai dari tanpa efek sitopatogenik sampai yang nyata. Dengan berbagi
bentuk antara lain : perubahan indeks refraksi sel, perubahan morfologi sel menjadi bulat
dan padat serta fungsi sel sehingga terbentuk sinsitia (4).
        Pembiakan pada sel insekta umumnya kurang menimbulkan efek sitopatogenik
dibandingkan dengan pembiakan sel pada mamalia, walaupun titer virus infektif yang
dihasilkan oleh sel insekta biasanya lebih tinggi dibanding sel mamalia.
        Biakan sel insekta yang sering dipakai adalah AP-61 (Aedes pseudoscutelaris
klon 61), sel C6/36 (Aedes albopictus, klon C6/36), tRa-284 (Toxorrynchites ambonensis,
klon 284).
        Titer maksimum yang dapat dicapai pada pembiakan di sel insekta diatas berkisar
antara seratus juta sampai satu milyar plaque forming unit per mililiter (PFU/ml).
Sedangkan sel mamalia yang sering digunakan adalah LLC-Mk2 (ginjal monyet), sel
BHK-21 (ginjal hamster), rero (ginjal monyet), FRhl (paru fetus monyet),. Sel LLC-MK2
dan BHK-21 sering dipakai untuk titrasi virus infektif, sedang sel FRhL biasanya dipakai
di dalam pengembangan vaksin (2,3,4).
        Masa laten in vitro berkisar antara 12-16 jam, setelah itu virus infektif dapat
ditemukan ekstra sel. Dengan infeksi yang berlanjut, jumlah virus intrasel makin
berkurang dan pada saat puncak titer virus tercapai, 80% atau lebih virion ditemukan
ekstrasel.
        Hospes seluler invitro untuk virus dengue terutama dari sel-sel yang termasuk
sistim retikuloendotel yaitu sel monosit dan progenitornya, sel Endotel, sel kupfer, sel
limfosit B dan makrofag. Infeksi dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di
membran plasma. Reseptor ini dapat dihancurkan oleh ensim tripsin. Cara kedua infeksi
disebut immune infection enchancement, dalam ini virion membentuk komplek dengan
antibodi anti dengue kelas IgG dan sisi Fc-nya. Kemudian menempel pada reseptor Fc
yang ada di permukaan membran plasma sel. Antibodi antidengue yang merangsang
pelipatgandaan kembangbiak virus didalam sel sistem retikuloendotel tersebut akan
bekerja jika kadarnya di bawah kadar ambang netralisasi virus (2,4).
        Secara in vitro, pelipatgandaan kembang biak virus di dalam sel sistem
retikuloendotel tidak hanya dirangsang oleh antibodi anti dengue pada kadar rendah,


                                                                                       2
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
tetapi juga dirangsang oleh berbagai zat aktif lain, antara lain dinding sel bakteri, toksin
bakteri, komponen cacing usus, lektin dsb.
         Pada sel sistem retikulendotel primata mempunyai efek pengandaan kmbang biak
oleh komponen mikrobata yang konsisten sedangkan pada manusia hasilnya barvariasi
(4,5,6).

Siklus Replikasi In Vitro
        Virus dengue menempel pada hospesnya melalui dua cara yaitu terikat pada
reseptor virus yang ada dipermukaan sel dan melalui antibodi anti dengue yang terikat
pada sel (2,3).
        Setelah proses penempelan, virus masuk ke dalam sel dengan dua cara yaitu :
endositosis / pinositosis dan fusi antara selubung virus dengan membran plasma yang
diikuti pelepasan nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel (4,5).
        Tahap pertama setelah terjadinya pelepasan kapsid adalah translasi RNA virion
menjadi RNA polimerase yang kemudian digunakan untuk membuat RNA template
genom virus. Dalam proses replikasinya, di dalam sel terdapat 3 jenia RNA yaitu :
    1. RNA dengan koefisien sedimentasi 20-22S, merupakan RNA serat ganda dimana
        serat satunya merupakan genom virus, disebut bentuk replikatif.
    2. RNA dengan koefisien sedimentasi 20-28 S, merupakan RNA serat ganda persial,
        disebut bentuk replikatif antara.
    3. RNA dengan koefisien sedimentasi 42S dan peka RNA se yang merupakan
        genom virion.

        Di dalam proses replikasi RNA ini, RNA polimerase difase awal dan fase lanjut
siklus, berbeda afinitasnya terhadap serat RNA berpolaritas positif dan negatif, pada fase
lanjut siklus replikasi terutama membentuk serat RNA berpolaritas positif. Selanjutnya
pada akhir siklus pengikatan protein C pada ujung 3’RNA menghalangi ikatan RNA
polimerasa dengan molekul RNA dan tetap membiarkan ujung 5’ berikatan dengan
ribosom (4,5).
        Translasi genom virus dimulai dari kodon AUG gen protein C, prM,E,NS1 dan
seterusnya. Pada fase akhir siklus replikasi yaitu menjelang atau bersamaan dengan
terbentuknya virion, prM dipecah menjadi M (4,5).
    Setelah semua komponen virus disintesis, morfogenesis lengkap virion berlangsung
dan pada dasarnya terdiri dari empat tahap yaitu :
    1. Perakitan nukleokapsid dari RNA dan protein C
    2. Budding nukleokapsid dari membra intraselular yang telah tersisip oleh prM dan
        E.
    3. Pelepasan virion yang terjadi akibat proses fusi membran plasma dengan vesikel
        pembawa virion.
    4. Pemecahan prM menjadi M.

       Virion flavivirus yang telah matang terdiri dari 3 protein struktural : protein
   nukleokapsid/ Core (C; 12kd), Protein Membra nonglikosilasi ( M; 8kd), dan protein
   envelop (E; 53 kd).
       Protein E merupakan komponen utama yang terdapat pada permukaan virion,
   protein ini mengadung antigen determinan penting untuk terjadinya inhibisi-


                                                                                          3
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
hemaglutinitas dan netralisasi dan sekaligus menginduksi respon imunologi pada
   hospes yang terinfeksi.

Kompleks virus dengue
        Pada tahun 1954 Smithburn pertama kali menemukan adanya komplex dengue-
specific antigenic determinan.
        Kemudian Halstead melaporkan bahwa DHF dan DSS berhubungan dengan
reaksi imun pada kompleks dengue, dimana antigen determinan ini ternyata mempunyai
peran penting dalam proses imunopatologi penyakit ini.
        Kompleks imun ini terbentuk ketika virus dengue melekat pada permukaan sel
yang sesuai, kemudian immunoglobullin G (non-neutralizing antibody) akan menyerang
monosit melalui reseptor Fc yang banyak terdapat pada permukaan sel yang terinfeksi
tersebut.

Korelasi molekuler pada penyakit virus dengue berat
         Setelah melakukan penelitian epidemiologi selama 20 tahun di Thailand, Halstead
menyatakan “the sequential infection hypothesis” atau “immuneinfection enhancement”,
yang menjadi dasar patogenesis terjadinya DHF dan DSS. Dimana DHF/DSS terjadi
akibat meningkatnya mekanisme imunologi pada infeksi kedua oleh virus dengue yang
berbeda (heterologous), biasanya terjadi 4-6 tahun setelah infeksi pertama.
         Penelitian ini dilakukan Halstead pada individu yang sebelumnya pernah
terinveksi virus dengue. Selain membentuk antibodi neutralizing, pada infeksi virus juga
terjadi pembentukan antibodi non-nutralizing pembentukan antibodi non-neutralizing
(enhancing) / antibodi cross reaktif ini merupakan faktor penting untuk berkembangnya
infeksi virus dengue menjadi DHF/DSS. Ada 4 tipe virus dengue yang berbeda secara
serologi menyebabkan antibodi neutralizing yang dibentuk pada infeksi pertama belum
tentu dapat menetralkan/eketif terhadap virus dengue lainnya. Antivirus non neutralizing
(lgG) ini bahkan memudahkan masuknya virus tipe lain kedalam sel mononuclear,
makrofag atau monosid dan berkembang biak didalamnya karena kompleks virus-anti-
virus itu mudah melekat pada makrofag atau monosit melalui reseptor Ff yang terdapat
dalam seluruh permukaan sel. Hal ini terbukti dari tingginya titer replikasi virus pada sel
mononuklead manusia yang mempunyai sirkulasi antibodi dengue non-netralizing/cross-
reactif.
         Replikasi akan menyebabkan pembentukan kompleks immun (virus antibodi
dependen enhancement) yang lebih banyak, dengan aktivitas komplemen intravaskular
melalui jalur klasik juga meningkat dan mengakibatkan terjadinya renjatan.
         Peningkatan kompleks virus-antibodi akan mengaktivitas sistem komplemen,
mengakibatkan dilepasnya C3a dan C5a (anafilatoksin) yang mempunyai sifat
kemotaktik dan anafilaktik, menyebabkan peningkatan premabilitas dinding pembuluh
darah dan terjadi pengeluaran plasma ekstravaskuler.
         Kompleks imun juga dapat melekat pada permukaan trombosit dan perusak
trombosit yang kemudian dimusnahkan oleh sistem retikuloendothelial terutama hati
danlimpa dan sehingga terjadi trombositopenia dan kelainan sistem koagulasi. Terjadinya
pengeluaran zat anafila toksin dan trombositopenia ini yang menentukan beratnya
penyakit yang sekaligus membedakan DF dan DHF.



                                                                                         4
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, akibat berkurangnya volume plasma intravaskular sampai lebih dari
30% akan menyebabkan hipovolemik, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan syok (DSS), yang bila tidak diatasi akan mengakibatkan anaksia jaringan,
aksidosis metabolik dan kematian (7).
        Walaupun demikian pernah dilaporkan juga kasus DHF-DSS pada pasien yang
baru pertama kali terinfeksi, juga pada bayi dibawah umur 1 tahun yang mempunyai
resiko tinggi karena antibodi non-neutralizing / enhacing yang didapat dari ibunya.
        Hipotesis ini menunjukkan bahwa destruksi monosit dan makrofag yang terjadi
selama reputasi akan menyebabkan pelepasan mediator biologis (anafilatoksin) yang
meyebabkan gangguan hemodinamik yang terjadi pada pasien penderita DHF / DSS.
        Dengan hipotesis “sequential infection” dari Halstead ini dapat dijelaskan
kontroversi, mengapa pada infeksi sekunder pada virus dengue ternyata kasusnya
menjadi lebih berat dibanding dengan infeksi primernya. Teori “secondary infection”
Halstead ini juga didukung oleh kasus infeksi sekunder DHF / DSS di Thailand (Burke et
al., 1988), Tahiti (Moreau et al., 1973) dan Cuba (Guzman et al., 1984).

Epidemiologi
         Kekebalan terhadap infeksi ulang oleh sero tipe yang sejenis biasanya sempurna
dan seumur hidup. Tetapi dengan adanya infeksi oleh serotipe lain maka sering terjadi
infeksi sekuansial yang manifestasinya menjadi lebih berat.
         Pada beberapa kasus wabah, sering terjadi insidens dengue yang lebih tinggi pada
wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena wanita lebih sering tinggal di rumah pada
saat terjadinya gigitan vektor Aedes aegypti.
         Pada suatu daerah epidemi dengue, dapat dijumpai 10-20 nyamuk Aedes aegypti
betina per ruangan, dimana 5-10% dari nyamuk-naymuk tersebut terinfeksi virus dengue.

Kontrol dan pencegahan
                Sebelum ada vaksin dengue yang efektif, kontrol dan eradikasi Aedes
aegypti dilakukan dengan larvasida dan penyemprotan sarang nyamuk dengan
insektisida. Kontrol epidemi yang terpenting adalah dengan membunuh naymuk Aedes
aegypti betina dewasa insektisida organophospat.
        Pada saat ini WHO tengah berusaha mengembangkan vaksin yang aman dan
efektif tetapi masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
        Ada beberapa jenis vaksin yang telah dibuat dan antaranya :
    1. Vaksin rekonbinan sub unit
    2. Produksi partikel rekombinan noninfeksius.
    3. Virus yang dilemahkan.
    4. Vaksin vektor hidup (dengan mengekspresikan gen virus dengu ke dalam vektor
        seperti : sallmonella, vaccinia, virus rubella dan adenovirus.

Kesimpulan
       Penelitian epidemiologi menunjukan bahwa kompleks virus-antibody anti-dengue
dan kemampuan replikasi virus di dalam monosit merupakan faktor penting yang
berperan dalam perkembangan infeksi virus dengue menjadi DHF/DSS,




                                                                                       5
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
Dengan hipotesis “sequential infection” dari Halstead ini dapat dijelaskan
kontroversi, mengapa pada infeksi sekunder oleh virus dengue ternyata kasusnya menjadi
lebih berat dibandingkan dengan infeksi primernya.

Daftar Pustaka

   1. Bernad N Field. 1996. Fields Virology, 3rd Ed., Lippincott-Raven, Vol 1B, 961-
      1034.
   2. Edouard Kurstak, R.G. Marusyk, 1990. The Molecular Epidemiology of Dengue
      Viruses genetic and Microevolution, Applied Virology Research. Vol. 2, Plenum
      Publishing Corporation. 293-315.
   3. Erik A. Henchal, Robert Putnak, 1990. The Dengue Viruses. Clinical
      Microbiology Reviews. 3 (4) : 376-396.
   4. Jawets E., Melnick J.L, Adelberg., et al…1995. Medical Microbiology. Appleton
      & Lange Norwalk, Connecticut. 443-444.
   5. Neal Nathanson et al, 1997. Viral Pathogenesis. Lippincott-Raven. 793-799.
   6. Schlesinger,S. 1986. The Toga viridae and Flaviviridae, Plenum Press, New York
      : 343.
   7. Trent, D.W., Manske, C.L, Fox GT.E. 1990. The Molecular Epidemiology of
      Dengue Viruses. Applied Virology Research, : 293-315




                                                                                    6
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

More Related Content

What's hot

Infeksi dan penyakit tropis
Infeksi dan penyakit tropisInfeksi dan penyakit tropis
Infeksi dan penyakit tropisKindal
 
Virologi. bag 1
Virologi.  bag 1Virologi.  bag 1
Virologi. bag 1tristyanto
 
Powerpoint virology
Powerpoint virologyPowerpoint virology
Powerpoint virology
Asrika Putri
 
Virus 2
Virus 2Virus 2
Virologi
VirologiVirologi
Virologi
pjj_kemenkes
 
Tugas biologi tentang virus
Tugas biologi tentang virusTugas biologi tentang virus
Tugas biologi tentang virus
준노 박
 
Virus
VirusVirus
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza) ppt - ardian s. leky
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza)   ppt - ardian s. lekyVirus (hiv, hepatitis, dengue & influenza)   ppt - ardian s. leky
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza) ppt - ardian s. leky
ARDIAN S. LEKY
 
Materi biologi - Virus .ppt presentation
Materi biologi - Virus .ppt presentationMateri biologi - Virus .ppt presentation
Materi biologi - Virus .ppt presentation
Ismail Lathiif
 
Virus
VirusVirus
Virus
UNSRI
 
ppt virus
ppt virusppt virus
ppt virus
yantowiyulyanto
 
Power Point Biologi Bab Virus
Power Point Biologi Bab VirusPower Point Biologi Bab Virus
Power Point Biologi Bab Virus
Nafisatul Layli
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
Septian Muna Barakati
 
37. lulu fauziah
37. lulu fauziah37. lulu fauziah
37. lulu fauziahlunalya
 

What's hot (19)

Viral disease pungky
Viral disease pungkyViral disease pungky
Viral disease pungky
 
Infeksi dan penyakit tropis
Infeksi dan penyakit tropisInfeksi dan penyakit tropis
Infeksi dan penyakit tropis
 
Hiv
HivHiv
Hiv
 
Virologi. bag 1
Virologi.  bag 1Virologi.  bag 1
Virologi. bag 1
 
Powerpoint virology
Powerpoint virologyPowerpoint virology
Powerpoint virology
 
Virus 5
Virus 5Virus 5
Virus 5
 
Virus 2
Virus 2Virus 2
Virus 2
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Virologi
VirologiVirologi
Virologi
 
Tugas biologi tentang virus
Tugas biologi tentang virusTugas biologi tentang virus
Tugas biologi tentang virus
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza) ppt - ardian s. leky
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza)   ppt - ardian s. lekyVirus (hiv, hepatitis, dengue & influenza)   ppt - ardian s. leky
Virus (hiv, hepatitis, dengue & influenza) ppt - ardian s. leky
 
Plaque
PlaquePlaque
Plaque
 
Materi biologi - Virus .ppt presentation
Materi biologi - Virus .ppt presentationMateri biologi - Virus .ppt presentation
Materi biologi - Virus .ppt presentation
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
ppt virus
ppt virusppt virus
ppt virus
 
Power Point Biologi Bab Virus
Power Point Biologi Bab VirusPower Point Biologi Bab Virus
Power Point Biologi Bab Virus
 
Makalah imunologi
Makalah imunologiMakalah imunologi
Makalah imunologi
 
37. lulu fauziah
37. lulu fauziah37. lulu fauziah
37. lulu fauziah
 

Similar to Mikrobiologi lia kusumawati

2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
AhmadAmirudin11
 
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
Ayyu Sari
 
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
RezkyMuhRezky
 
Mikrobiologi-Virus Influenza
Mikrobiologi-Virus InfluenzaMikrobiologi-Virus Influenza
Mikrobiologi-Virus InfluenzaSintia Julianti
 
virus penyebab penyakit tropis.pptx
virus penyebab penyakit tropis.pptxvirus penyebab penyakit tropis.pptx
virus penyebab penyakit tropis.pptx
YaniSodiqah2
 
Referat.docx no name
Referat.docx no nameReferat.docx no name
Referat.docx no name
Steffiany Nakajima
 
Mikrobiologi virus
Mikrobiologi  virusMikrobiologi  virus
Mikrobiologi virus
Efa farmasi
 
Presentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virusPresentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virus
Efa farmasi
 
All about SARS CoV 2
All about SARS CoV 2All about SARS CoV 2
All about SARS CoV 2
Yayat Maulidan
 
Virus
VirusVirus
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fasePerjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
Imhe Imha
 
177339731 case-dhf
177339731 case-dhf177339731 case-dhf
177339731 case-dhf
homeworkping10
 
Kelompok biologi
Kelompok biologiKelompok biologi
Kelompok biologi
claudya bellinda
 
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan ImunodefisiensiAsuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Fransiska Oktafiani
 

Similar to Mikrobiologi lia kusumawati (20)

2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
 
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
 
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt2-1-presentasi-virus_(1).ppt
2-1-presentasi-virus_(1).ppt
 
2 1-presentasi-virus
2 1-presentasi-virus2 1-presentasi-virus
2 1-presentasi-virus
 
Mikrobiologi-Virus Influenza
Mikrobiologi-Virus InfluenzaMikrobiologi-Virus Influenza
Mikrobiologi-Virus Influenza
 
virus penyebab penyakit tropis.pptx
virus penyebab penyakit tropis.pptxvirus penyebab penyakit tropis.pptx
virus penyebab penyakit tropis.pptx
 
Referat.docx no name
Referat.docx no nameReferat.docx no name
Referat.docx no name
 
Mikrobiologi virus
Mikrobiologi  virusMikrobiologi  virus
Mikrobiologi virus
 
Presentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virusPresentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virus
 
All about SARS CoV 2
All about SARS CoV 2All about SARS CoV 2
All about SARS CoV 2
 
Tata laksana dbd 3
Tata laksana dbd 3Tata laksana dbd 3
Tata laksana dbd 3
 
Tata%20 laksana%20dbd
Tata%20 laksana%20dbdTata%20 laksana%20dbd
Tata%20 laksana%20dbd
 
RABIES
RABIESRABIES
RABIES
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fasePerjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
Perjalanan infeksi hiv dapat dijelaskna dalam tiga fase
 
Lks sri
Lks sriLks sri
Lks sri
 
Lks sri
Lks sriLks sri
Lks sri
 
177339731 case-dhf
177339731 case-dhf177339731 case-dhf
177339731 case-dhf
 
Kelompok biologi
Kelompok biologiKelompok biologi
Kelompok biologi
 
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan ImunodefisiensiAsuhan Keperawatan Imunodefisiensi
Asuhan Keperawatan Imunodefisiensi
 

More from Dickdick Maulana

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Dickdick Maulana
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Dickdick Maulana
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Dickdick Maulana
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Dickdick Maulana
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Dickdick Maulana
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Dickdick Maulana
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganDickdick Maulana
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanDickdick Maulana
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportDickdick Maulana
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Dickdick Maulana
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Dickdick Maulana
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Dickdick Maulana
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendiDickdick Maulana
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahDickdick Maulana
 

More from Dickdick Maulana (20)

Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
Uu no. 44_th_2009_ttg_rumah_sakit
 
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
Kepmenkes 1087-standar-k3-rs
 
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
Pmk no. 541_ttg_program_tugas_belajar_sdm_kesehatan_depkes_ri
 
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerjaPmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
Pmk no. 1199 ttg pedoman pengadaan tenaga kesehatan dengan perjanjian kerja
 
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes JabarMateri  HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
Materi HSP Sanitarian RS 2014 Dinkes Jabar
 
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi Perda no. 2 thn 2014  b3 final otentifikasi
Perda no. 2 thn 2014 b3 final otentifikasi
 
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan SampahPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah
 
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui PenguranganPengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
Pengelolaan Sampah Melalui Pengurangan
 
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatanPp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
Pp no. 19_th_2003_ttg_pengamanan_rokok_bagi_kesehatan
 
Sufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies reportSufg clean coal technologies report
Sufg clean coal technologies report
 
Kesling 2
Kesling 2 Kesling 2
Kesling 2
 
Water quality strategy
Water quality strategy Water quality strategy
Water quality strategy
 
Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water Pharmaceutical in drinking water
Pharmaceutical in drinking water
 
Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup Sakit dan lingkungan hidup
Sakit dan lingkungan hidup
 
Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan
 
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn. Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
Lingkungan air (hidrosphere) lnjtn.
 
Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere) Lingkungan air (hidrosphere)
Lingkungan air (hidrosphere)
 
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendiMetode penelitian survai   editor masri singarimbun, sofian effendi
Metode penelitian survai editor masri singarimbun, sofian effendi
 
Tetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicateTetraethyl orthosilicate
Tetraethyl orthosilicate
 
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbahSni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
 

Mikrobiologi lia kusumawati

  • 1. Teori Sequential Infection dari Halstead R. Lia Kusumawati Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Dengue adalah penyakit yang ditularkan gigitan terutama Aedes aegypti, juga Aedes albopictus (1,3) yang mengandung flavirus (virus dengue), ditandai dengan adanya gejala demam bifasik, sakit kepala, sakit diseluruh tubuh, kelemahan, rash, lymphadenophathy dan leukopenia. Epidemi penyakit dengue pertama kali dijumpai di Philadelphia pada tahun 1780 oleh Benjamin Rush. Dan transmisi penyakit dengue oleh Aedes aegypty pertama kali dijelaskan oleh Bancroft tahun 1906. Terdapat 100 juta kasus penyakit demam dengue dan 250.000 kasus DHF terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Dengue hemorhagic fever (DHF) adalah demam tinggi yang ditandai oleh gangguan hemotasis dan peningkatan permeabilitas kapiler, dimana pada beberapa keadaan dapat mengakibatkan hypovolemik shock syndrome yang disebut dengan dengue shock syndrome (DSS). Patofisiologi yang penting adalah adanya perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Dengue merupakan masalah utama penyakit virus yang ditularkan oleh antropoda baik didaerah tropik maupun subtropik, menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia. Dikenal ada 4 serotipe virus dengue yang berbeda secara serologi dan biokimia : dengue tipe-1, dengue tipe-2, denguetipe-3 dan dengue tipe-4. keempat serotipe dengue ini terdapat juga di Indonesia. Halstead melaporkan bahwa DHF bukanlah penyakit baru dan epidemi dengue dimana pasien mempunyai gejala pendarahan dan syok pernah terjadi di Queenslan (1928) dan Formosa (1931). Virus ini menyebabkan infeksi tahunan dengan angka kematian sekitar 5 %. Di Indonesia, infeksi dengue telah dikenal sejak abad 18 dan baru pada tahun 1960-an dikenal demam berdarah dengue (Dengue Hemorharrgic Fever). Biologi virus dengue Virus dengue mrupakan salah satu virus yang termasuk dalam famili Falviviridae. Virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm (3,4). Genom virus dengue terdiri dari asam ribonuklead berserat tunggal, panjangnya kira-kira 11 kilobasa. Genom terdiri dari protein struktural dan protein non struktural, yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M (Membran) dan gen E mengkode sintesa glikoprotein selubung / Evelope (3,4). 1 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
  • 2. Partikel virus yang belum matang (immature) mengandung lebih banyak protein rekursor (prM) dan kurang infeksius dibandingkan virion lengkap yang dilepaskan. Virus ini stabil pada ph 7-9 dan pada suhu rendah, sedang pada suhu yang relatif tinggi infektivitasnya cepat menurun. Sifat dengue yang lain adalah sangat peka terhadap beberapa zat kimia seperti sodium deoxycholate, eter, kloroform dan garam empedu karena adanya amplop lipid (3,4). Hospes virus dengue Virus dengue mampu berkembang biak didalam tubuh manusia, monyet, simpanse, kelinci, mencit, marmot, tikur dan juga hamster serta serangga khususnya nyamuk. Walaupun primata merupakan hospes alami virus, viremia yang timbul biasanya lebih rendah dan lebih pendek masanya. Pada manusia, viremia berkisar 2-12 hari, sementara pada primata 1-2 hari (4). Virus berkembang biak dalam nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus. Secara invitro, virus dengue dapat dikembangbiakkan pada berbagai biakkan sel, baik biakkan sel mamalia maupun insekta. Efek sitopatogenik yang timbul sangat berfariasi, mulai dari tanpa efek sitopatogenik sampai yang nyata. Dengan berbagi bentuk antara lain : perubahan indeks refraksi sel, perubahan morfologi sel menjadi bulat dan padat serta fungsi sel sehingga terbentuk sinsitia (4). Pembiakan pada sel insekta umumnya kurang menimbulkan efek sitopatogenik dibandingkan dengan pembiakan sel pada mamalia, walaupun titer virus infektif yang dihasilkan oleh sel insekta biasanya lebih tinggi dibanding sel mamalia. Biakan sel insekta yang sering dipakai adalah AP-61 (Aedes pseudoscutelaris klon 61), sel C6/36 (Aedes albopictus, klon C6/36), tRa-284 (Toxorrynchites ambonensis, klon 284). Titer maksimum yang dapat dicapai pada pembiakan di sel insekta diatas berkisar antara seratus juta sampai satu milyar plaque forming unit per mililiter (PFU/ml). Sedangkan sel mamalia yang sering digunakan adalah LLC-Mk2 (ginjal monyet), sel BHK-21 (ginjal hamster), rero (ginjal monyet), FRhl (paru fetus monyet),. Sel LLC-MK2 dan BHK-21 sering dipakai untuk titrasi virus infektif, sedang sel FRhL biasanya dipakai di dalam pengembangan vaksin (2,3,4). Masa laten in vitro berkisar antara 12-16 jam, setelah itu virus infektif dapat ditemukan ekstra sel. Dengan infeksi yang berlanjut, jumlah virus intrasel makin berkurang dan pada saat puncak titer virus tercapai, 80% atau lebih virion ditemukan ekstrasel. Hospes seluler invitro untuk virus dengue terutama dari sel-sel yang termasuk sistim retikuloendotel yaitu sel monosit dan progenitornya, sel Endotel, sel kupfer, sel limfosit B dan makrofag. Infeksi dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di membran plasma. Reseptor ini dapat dihancurkan oleh ensim tripsin. Cara kedua infeksi disebut immune infection enchancement, dalam ini virion membentuk komplek dengan antibodi anti dengue kelas IgG dan sisi Fc-nya. Kemudian menempel pada reseptor Fc yang ada di permukaan membran plasma sel. Antibodi antidengue yang merangsang pelipatgandaan kembangbiak virus didalam sel sistem retikuloendotel tersebut akan bekerja jika kadarnya di bawah kadar ambang netralisasi virus (2,4). Secara in vitro, pelipatgandaan kembang biak virus di dalam sel sistem retikuloendotel tidak hanya dirangsang oleh antibodi anti dengue pada kadar rendah, 2 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
  • 3. tetapi juga dirangsang oleh berbagai zat aktif lain, antara lain dinding sel bakteri, toksin bakteri, komponen cacing usus, lektin dsb. Pada sel sistem retikulendotel primata mempunyai efek pengandaan kmbang biak oleh komponen mikrobata yang konsisten sedangkan pada manusia hasilnya barvariasi (4,5,6). Siklus Replikasi In Vitro Virus dengue menempel pada hospesnya melalui dua cara yaitu terikat pada reseptor virus yang ada dipermukaan sel dan melalui antibodi anti dengue yang terikat pada sel (2,3). Setelah proses penempelan, virus masuk ke dalam sel dengan dua cara yaitu : endositosis / pinositosis dan fusi antara selubung virus dengan membran plasma yang diikuti pelepasan nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel (4,5). Tahap pertama setelah terjadinya pelepasan kapsid adalah translasi RNA virion menjadi RNA polimerase yang kemudian digunakan untuk membuat RNA template genom virus. Dalam proses replikasinya, di dalam sel terdapat 3 jenia RNA yaitu : 1. RNA dengan koefisien sedimentasi 20-22S, merupakan RNA serat ganda dimana serat satunya merupakan genom virus, disebut bentuk replikatif. 2. RNA dengan koefisien sedimentasi 20-28 S, merupakan RNA serat ganda persial, disebut bentuk replikatif antara. 3. RNA dengan koefisien sedimentasi 42S dan peka RNA se yang merupakan genom virion. Di dalam proses replikasi RNA ini, RNA polimerase difase awal dan fase lanjut siklus, berbeda afinitasnya terhadap serat RNA berpolaritas positif dan negatif, pada fase lanjut siklus replikasi terutama membentuk serat RNA berpolaritas positif. Selanjutnya pada akhir siklus pengikatan protein C pada ujung 3’RNA menghalangi ikatan RNA polimerasa dengan molekul RNA dan tetap membiarkan ujung 5’ berikatan dengan ribosom (4,5). Translasi genom virus dimulai dari kodon AUG gen protein C, prM,E,NS1 dan seterusnya. Pada fase akhir siklus replikasi yaitu menjelang atau bersamaan dengan terbentuknya virion, prM dipecah menjadi M (4,5). Setelah semua komponen virus disintesis, morfogenesis lengkap virion berlangsung dan pada dasarnya terdiri dari empat tahap yaitu : 1. Perakitan nukleokapsid dari RNA dan protein C 2. Budding nukleokapsid dari membra intraselular yang telah tersisip oleh prM dan E. 3. Pelepasan virion yang terjadi akibat proses fusi membran plasma dengan vesikel pembawa virion. 4. Pemecahan prM menjadi M. Virion flavivirus yang telah matang terdiri dari 3 protein struktural : protein nukleokapsid/ Core (C; 12kd), Protein Membra nonglikosilasi ( M; 8kd), dan protein envelop (E; 53 kd). Protein E merupakan komponen utama yang terdapat pada permukaan virion, protein ini mengadung antigen determinan penting untuk terjadinya inhibisi- 3 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
  • 4. hemaglutinitas dan netralisasi dan sekaligus menginduksi respon imunologi pada hospes yang terinfeksi. Kompleks virus dengue Pada tahun 1954 Smithburn pertama kali menemukan adanya komplex dengue- specific antigenic determinan. Kemudian Halstead melaporkan bahwa DHF dan DSS berhubungan dengan reaksi imun pada kompleks dengue, dimana antigen determinan ini ternyata mempunyai peran penting dalam proses imunopatologi penyakit ini. Kompleks imun ini terbentuk ketika virus dengue melekat pada permukaan sel yang sesuai, kemudian immunoglobullin G (non-neutralizing antibody) akan menyerang monosit melalui reseptor Fc yang banyak terdapat pada permukaan sel yang terinfeksi tersebut. Korelasi molekuler pada penyakit virus dengue berat Setelah melakukan penelitian epidemiologi selama 20 tahun di Thailand, Halstead menyatakan “the sequential infection hypothesis” atau “immuneinfection enhancement”, yang menjadi dasar patogenesis terjadinya DHF dan DSS. Dimana DHF/DSS terjadi akibat meningkatnya mekanisme imunologi pada infeksi kedua oleh virus dengue yang berbeda (heterologous), biasanya terjadi 4-6 tahun setelah infeksi pertama. Penelitian ini dilakukan Halstead pada individu yang sebelumnya pernah terinveksi virus dengue. Selain membentuk antibodi neutralizing, pada infeksi virus juga terjadi pembentukan antibodi non-nutralizing pembentukan antibodi non-neutralizing (enhancing) / antibodi cross reaktif ini merupakan faktor penting untuk berkembangnya infeksi virus dengue menjadi DHF/DSS. Ada 4 tipe virus dengue yang berbeda secara serologi menyebabkan antibodi neutralizing yang dibentuk pada infeksi pertama belum tentu dapat menetralkan/eketif terhadap virus dengue lainnya. Antivirus non neutralizing (lgG) ini bahkan memudahkan masuknya virus tipe lain kedalam sel mononuclear, makrofag atau monosid dan berkembang biak didalamnya karena kompleks virus-anti- virus itu mudah melekat pada makrofag atau monosit melalui reseptor Ff yang terdapat dalam seluruh permukaan sel. Hal ini terbukti dari tingginya titer replikasi virus pada sel mononuklead manusia yang mempunyai sirkulasi antibodi dengue non-netralizing/cross- reactif. Replikasi akan menyebabkan pembentukan kompleks immun (virus antibodi dependen enhancement) yang lebih banyak, dengan aktivitas komplemen intravaskular melalui jalur klasik juga meningkat dan mengakibatkan terjadinya renjatan. Peningkatan kompleks virus-antibodi akan mengaktivitas sistem komplemen, mengakibatkan dilepasnya C3a dan C5a (anafilatoksin) yang mempunyai sifat kemotaktik dan anafilaktik, menyebabkan peningkatan premabilitas dinding pembuluh darah dan terjadi pengeluaran plasma ekstravaskuler. Kompleks imun juga dapat melekat pada permukaan trombosit dan perusak trombosit yang kemudian dimusnahkan oleh sistem retikuloendothelial terutama hati danlimpa dan sehingga terjadi trombositopenia dan kelainan sistem koagulasi. Terjadinya pengeluaran zat anafila toksin dan trombositopenia ini yang menentukan beratnya penyakit yang sekaligus membedakan DF dan DHF. 4 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
  • 5. Selanjutnya, akibat berkurangnya volume plasma intravaskular sampai lebih dari 30% akan menyebabkan hipovolemik, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan syok (DSS), yang bila tidak diatasi akan mengakibatkan anaksia jaringan, aksidosis metabolik dan kematian (7). Walaupun demikian pernah dilaporkan juga kasus DHF-DSS pada pasien yang baru pertama kali terinfeksi, juga pada bayi dibawah umur 1 tahun yang mempunyai resiko tinggi karena antibodi non-neutralizing / enhacing yang didapat dari ibunya. Hipotesis ini menunjukkan bahwa destruksi monosit dan makrofag yang terjadi selama reputasi akan menyebabkan pelepasan mediator biologis (anafilatoksin) yang meyebabkan gangguan hemodinamik yang terjadi pada pasien penderita DHF / DSS. Dengan hipotesis “sequential infection” dari Halstead ini dapat dijelaskan kontroversi, mengapa pada infeksi sekunder pada virus dengue ternyata kasusnya menjadi lebih berat dibanding dengan infeksi primernya. Teori “secondary infection” Halstead ini juga didukung oleh kasus infeksi sekunder DHF / DSS di Thailand (Burke et al., 1988), Tahiti (Moreau et al., 1973) dan Cuba (Guzman et al., 1984). Epidemiologi Kekebalan terhadap infeksi ulang oleh sero tipe yang sejenis biasanya sempurna dan seumur hidup. Tetapi dengan adanya infeksi oleh serotipe lain maka sering terjadi infeksi sekuansial yang manifestasinya menjadi lebih berat. Pada beberapa kasus wabah, sering terjadi insidens dengue yang lebih tinggi pada wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena wanita lebih sering tinggal di rumah pada saat terjadinya gigitan vektor Aedes aegypti. Pada suatu daerah epidemi dengue, dapat dijumpai 10-20 nyamuk Aedes aegypti betina per ruangan, dimana 5-10% dari nyamuk-naymuk tersebut terinfeksi virus dengue. Kontrol dan pencegahan Sebelum ada vaksin dengue yang efektif, kontrol dan eradikasi Aedes aegypti dilakukan dengan larvasida dan penyemprotan sarang nyamuk dengan insektisida. Kontrol epidemi yang terpenting adalah dengan membunuh naymuk Aedes aegypti betina dewasa insektisida organophospat. Pada saat ini WHO tengah berusaha mengembangkan vaksin yang aman dan efektif tetapi masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Ada beberapa jenis vaksin yang telah dibuat dan antaranya : 1. Vaksin rekonbinan sub unit 2. Produksi partikel rekombinan noninfeksius. 3. Virus yang dilemahkan. 4. Vaksin vektor hidup (dengan mengekspresikan gen virus dengu ke dalam vektor seperti : sallmonella, vaccinia, virus rubella dan adenovirus. Kesimpulan Penelitian epidemiologi menunjukan bahwa kompleks virus-antibody anti-dengue dan kemampuan replikasi virus di dalam monosit merupakan faktor penting yang berperan dalam perkembangan infeksi virus dengue menjadi DHF/DSS, 5 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara
  • 6. Dengan hipotesis “sequential infection” dari Halstead ini dapat dijelaskan kontroversi, mengapa pada infeksi sekunder oleh virus dengue ternyata kasusnya menjadi lebih berat dibandingkan dengan infeksi primernya. Daftar Pustaka 1. Bernad N Field. 1996. Fields Virology, 3rd Ed., Lippincott-Raven, Vol 1B, 961- 1034. 2. Edouard Kurstak, R.G. Marusyk, 1990. The Molecular Epidemiology of Dengue Viruses genetic and Microevolution, Applied Virology Research. Vol. 2, Plenum Publishing Corporation. 293-315. 3. Erik A. Henchal, Robert Putnak, 1990. The Dengue Viruses. Clinical Microbiology Reviews. 3 (4) : 376-396. 4. Jawets E., Melnick J.L, Adelberg., et al…1995. Medical Microbiology. Appleton & Lange Norwalk, Connecticut. 443-444. 5. Neal Nathanson et al, 1997. Viral Pathogenesis. Lippincott-Raven. 793-799. 6. Schlesinger,S. 1986. The Toga viridae and Flaviviridae, Plenum Press, New York : 343. 7. Trent, D.W., Manske, C.L, Fox GT.E. 1990. The Molecular Epidemiology of Dengue Viruses. Applied Virology Research, : 293-315 6 e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara