SlideShare a Scribd company logo
Menegur Kembali Pentingnya
Pembangunan Budaya Ilmiah
Iwan Pranoto 1

       Abstrak. Pendidikan matematika dan sains di sekolah ditujukan untuk membangun pengetahuan,
       ketrampilan, dan sikap anak didik. Kecuali hal ini dibutuhkan dalam karir serta pendidikan
       selanjutnya, tiga hal ini akan melekat pada diri anak didik dalam kehidupannya. Bagaimana
       seseorang mengolah pikir dan tindakan dalam kehidupannya akan dipengaruhi pendidikan yang
       diperolehnya, khususnya pendidikan matematika dan sains akan menyisipkan budaya ilmiah
       pada jati dirinya. Jika pendidikan matematika dan sains yang dialami siswa baik, maka hal ini akan
       berdampak pada pembangunan bangsa yang berdasarkan intelektualitas. Harmoni sosial yang
       berkembangpun akan berdasarkan intelektualitas. Dalam pembangunan budaya ilmiah ini, AIPI
       bersama organisasi keilmuan di Indonesia perlu memimpin dalam penularan kenikmatan
       bermatematika dan bersains.



                                  The man of science has learned to believe in justification, not by faith, but by verification.
                                                                                              Thomas H. Huxley (1825-95)




Citra sains dan matematika di Indonesia

Pada beberapa pekan lalu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Pengembangan Khairil Anwar Notodiputro mengatakan akan menyatukan mata pelajaran (matpel) IPA
dan IPS ke dalam matpel-matpel lain di kurikulum SD mulai tahun ajaran 2012/2013 2. Artinya memang
matpel khusus IPA dan IPS bakal tak ada lagi. Di satu sisi, tentunya langkah perampingan kurikulum SD
memang sudah sangat tepat. Memang itu yang kebanyakan pendidik rasakan. Pertanyaan yang muncul
di benak kemudian adalah: “Apakah IPA dan IPS yang paling pantas disatukan dengan matpel lain?”
Tulisan ini tidak akan menjawab pertanyaan tersebut. Kecuali pertanyaan itu belum perlu, jawaban itu
tidak akan banyak memberi manfaat.

Yang justru perlu ditanyakan adalah apa kah alasan atau analisis yang menyimpulkan bahwa IPA dan IPS
yang perlu disatukan dengan pelajaran lain. Dari sisi akademik, kebijakan apa pun tidak masalah, asalkan
melalui rangkaian pernalaran dan dapat ditelusuri kesahihannya. Yang justru mengusik adalah
pertanyaan yang lebih mendasar dan tepat sasaran. Mengapa tak sekalian matematika juga disatukan

1
 Kebijakan Pendidikan MIPA, FMIPA, Institut Teknologi Bandung. Email: pranoto@math.itb.ac.id
2
 Mata Pelajaran IPA dan IPS akan Digabung Pelajaran Lain,
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/28/079432460/Mata-Pelajaran-IPA-dan-IPS-Akan-Digabung-Pelajaran-
Lain

                                                                                                                                   1
saja dengan matpel lain? Sudah barang tentu, hampir semua matpel itu menggunakan dan terkait
dengan matematika. Artinya, sangat masuk akal lah kalau matematika dipelajari lewat pendidikan
jasmani, misalnya mengumpulkan data kecepatan setiap anak di kelas. Atau, pertanyaan yang lebih di
luar kotak adalah, “Memangnya, apa yang telah dipelajari siswa dalam pelajaran matematika, sampai
matematika harus dipertahankan dalam kurikulum?” Atau, “Kalau tidak belajar matematika di sekolah,
memangnya mengganggu kehidupan seseorang?”

Pertanyaan-pertanyaan di atas memusat ke pertanyaan yang lebih prinsip, “Apa yang sudah dibelajarkan
guru sains dan matematika di sekolah?” Jawaban pertanyaan ini tampaknya yang merupakan sumber
utama kegelisahan matematikawan dan saintis. Citra sains dan matematika di masyarakat adalah
sesuatu yang menyulitkan. Ucapan “matematika membosankan, konyol, dan tidak masuk akal” sudah
terbiasa muncul di masyarakat. Bahkan, jika orang akan sangat malu untuk mengatakan tak dapat
membaca, tetapi sudah biasa diamati banyak orang bangga mengatakan bahwa dirinya tak bisa
matematika. Matematika dan sains bukan penyelesai, tetapi pembuat masalah. Matematika dan sains
dipelajari hanya sekedar untuk ujian, ini lah kenyataannya sekarang. Kecuali itu, matematika dan sains
dicitrakan sebagai suatu kumpulan pakem yang diturunkan dari langit dengan penuh kesempurnaannya.
Rumus-rumus yang sudah teruji ratusan tahun, maka seyogyanya kita terima saja sebagai kumpulan
kebenaran, tak perlu dipertanyakan lagi. Rumus dan teorema telah menjadi mantra sakti dan sakral.
Sungguh tabu diskeptisi. Ini lah citra matematika dan sains.

Siklus pengajaran matematika dan sains di sekolah nyaris mengikuti pakem yang identik: Guru masuk
kelas, menyapa (itupun jika ingat), lalu menuliskan rumus pada papan tulis, kemudian memberikan
contoh pengerjaannya, dan akhirnya meminta siswa mengerjakan kumpulan soal-soal latihan.
Demikianlah ritual di pengajaran matematika dan sains kita, pada umumnya. Dengan pengelolaan tradisi
melalui ritual: mendengar – menjiplak tulisan guru di papan tulis – menghafalkan – memuntahkan
kembali saat ujian, praktik pendidikan matematika dan sains kita telah benar-benar menjadi juru bicara
atau bahkan pramuniaga sekte pseudo-math 3 (matematika semu) dan pseudo-science 4 (sains semu.)
Jika pengajaran matematika dan sains sangat dogmatis seperti itu, tampaknya tak salah citra yang
berkembang di masyarakat dan bahkan di kalangan siswa, bahwa matematika membosankan dan payah.
Jadi, jika keadaan seperti ini berkelanjutan, sangat masuk akal jika diusulkan kurikulum SD mendatang
menghapuskan matematika atau menyatukan saja mata pelajaran matematika ke dalam pendidikan
jasmani. Toh, yang diajarkan sekarang bukan matematika, tetapi matematika semu. Namun, perlu hati-
hati juga, harus ditanya sebelumnya, apakah mata pelajaran pendidikan jasmani masih benar-benar
pendidikan jasmani. Apakah dia sudah menjadi pendidikan jasmani semu pula? Jangan-jangan, siswa dan
3
  Istilah matematika semu dalam artikel ini sesuai dengan yang digunakan Paul Lockhart dalam artikel A
Mathematician’s Lament, www.maa.org/devlin/lockhartslament.pdf hal. 6, yakni: “… the perpetuation of this
`pseudo-mathematics,’ this emphasis on the accurate yet mindless manipulation of symbols, creates its own culture
and its own set of values.” Matematika semu adalah pengerjaan matematika yang sekedar memanipulasi lambang
tanpa makna dan fokus pada perhitungan yang akurat. Tradisi ini telah menyebar ke persekolahan formal dan
merasuki tidak saja siswa, tetapi juga para guru matematika.
4
  Istilah pseudo-science dalam artikel ini lebih sejalan dengan pseudo-math di atas. Sains semu di sini diartikan
sebagai kegiatan yang mempelajari fakta-fakta sains, namun tanpa melalui proses verifikasi serta penafsiran atau
pemaknaan. Ringkasnya, bersains semu di sini menunjukkan keadaan siswa yang sekedar menghafal rumus-rumus
Fisika atau Kimia, tanpa melalui metode pengkajian yang mendalam, jadi hanya sekedar mempercayainya.

                                                                                                               2
sekolah sekarang lebih banyak memusatkan perhatian pada upaya pengingatan ukuran lapangan sepak
bola, dibanding mengolah jasmaninya dan menyehatkan dirinya. Jangan-jangan, pendidikan jasmani
juga sudah menjadi sekedar kumpulan pengetahuan tentang olah raga semata.

Secara ringkas, matematika dan sains dalam persekolahan formal kita telah disepelekan menjadi kata
benda semata. Matematika dan sains jadi sekedar bagian dari celengan pengetahuan yang harus
diawetkan dan dipuja. Sudah nyaris tak terbersit lagi makna kata kerja atau proses yang dikandung di
dalam matematika dan sains. Sudah hampir terhapus bersih nuansa journey (perjalanan) atau adventure
(petualangan) di dalam pendidikan matematika dan sains di sekolah.

Budaya Ilmiah

Pendidikan matematika dan sains sejatinya memberikan pengalaman bagi siswa dalam bermatematika
dan bersains. Pengalaman siswa yang secara utuh menghayati setiap langkah dalam bermatematika jauh
lebih berharga dibanding banyaknya rumus yang dihafal. Pada pengajaran matematika dan sains di
sekolah sekarang, tampaknya siswa masih diarahkan fokus pada learning to solve problems in math and
science (belajar menyelesaikan masalah matematika dan sains.) Para siswa dan guru belum
mengangkatnya ke tataran yang lebih tinggi, yakni solving problems in math and science to learn
(menyelesaikan masalah matematika dan sains untuk belajar.) Menyelesaikan masalah matematika dan
sains seharusnya merupakan suatu kendaraan untuk mempelajari sesuatu yang lebih substansial atau
tangible. Apa itu? Apa yang dapat dipelajari melalui proses bersains dan bermatematika? Jawaban
pertanyaan ini lah yang merupakan salah satu jantung visi pendidikan matematika dan sains RI.
Ketakhadiran matematikawan dan saintis untuk membantu menjawab pertanyaan ini lah yang sangat
mungkin mengakibatkan ketakjelasan arah pendidikan matematika dan sains di sekolah di RI.

Seseorang belajar matematika dan sains bahkan juga disiplin lain, senantiasa akan mengembangkan tiga
hal sekaligus, yakni pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Pertama, sangat jelas bahwa seseorang yang
belajar akan bertransformasi dari keadaan tak tahu menjadi tahu. Artinya, tentu saja seseorang yang
belajar matematika dan sains akan menyerap pengetahuan seperti rumus, dalil, hukum, sifat, dsb.
Namun, ini hanya satu bagian kecil dari apa yang dapat dipelajari melalui matematika dan sains. Namun
disayangkan, kenyataannya sekarang, penyerapan pengetahuan ini semata yang kerap menjadi tujuan
utama praktik pendidikan matematika dan sains. Belajar matematika dan sains telah disepelekan
menjadi sekedar menyerap rumus-rumus dan hukum-hukum semata.

Kedua, seseorang yang belajar matematika dan sains akan meningkatkan skill (ketrampilan) yang ada di
dirinya. Dari ketrampilan yang sifatnya rutin sampai tak-rutin, sama-sama dikembangkan. Misalnya,
dalam matematika, tentu saja seorang siswa yang belajar matematika akan meningkatkan ketrampilan
rutin, seperti membilang, menghitung, mengukur, membuat sketsa, menggambar diagram statistika,
dsb. Ketrampilan rutin ini masih sangat perlu sampai hari ini, walaupun menurun karena pada beberapa
hal, mesin atau komputer telah berhasil menggantikan manusia dalam lingkup kegiatan ini. Misalnya,
tentu kalkulator jauh lebih cepat dan akurat menggambar grafik dan menghitung komputasi yang rumit.

Namun, selain ketrampilan rutin di atas, ada ketrampilan lain yang justru semakin dibutuhkan dalam
kehidupan era sekarang, yakni ketrampilan tak-rutin. Ketrampilan tak-rutin ini merupakan kecakapan

                                                                                                   3
yang dibutuhkan manusia menghadapi permasalahan masa sekarang yang sangat kompleks dan belum
pernah ada sebelumnya. Ketrampilan yang masuk di kelompok ini, adalah berpikir pakar dan
berkomunikasi kompleks. Istilah dua ketrampilan ini diambil dari hasil riset bersama Richard Murnane
dan Frank Levy yang hendak menjawab ketrampilan apa yang dibutuhkan di abad ke-21 5. Berpikir pakar
yang dimaksud mereka adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah tak-rutin. Sedangkan, untuk
mampu menyelesaikan masalah tak-rutin itu, dibutuhkan beberapa ketrampilan prasyarat yang lebih
mendasar, seperti bernalar, berpikir kreatif, menyederhanakan masalah, dsb. Matematikawan dan
saintis tahu betul bahwa ketrampilan-ketrampilan dasar itu memang merupakan bagian alami dari
bermatematika dan bersains. Lalu, apakah pendidikan matematika dan sains kita sudah membelajarkan
ketrampilan-ketrampilan prasyarat mendasar tadi? Apakah kebijakan pendidikan matematika dan sains
nasional kita sudah sejalan dengan pemekaran kemampuan bernalar? Apakah kebijakan nasional justru
ada yang menghambat penumbuhan ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin itu pada siswa-siswa
kita?

Ketrampilan kedua yang disebutkan oleh Murnane-Levy adalah berkomunikasi kompleks. Di sini,
ketrampilan yang dimaksud tidak sekedar berkomunikasi, menyampaikan informasi semata, tetapi lebih
pada dampak berkomunikasi yang diharapkan. Misalnya, ketrampilan menyampaikan pendapat untuk
meyakinkan orang lain. Termasuk pula, ketrampilan untuk memotivasi orang lain untuk sesuatu hal. Ini
misalnya dibutuhkan oleh seorang manajer yang perlu memotivasi stafnya. Juga yang terkait dan sangat
relevan dalam kehidupan masa kini adalah berkomunikasi untuk bekerjasama. Kemampuan berbahasa
untuk menciptakan sebuah kolaborasi guna mencapai hasil bersama semakin dibutuhkan di abad ke-21
ini.

Khusus pada ketrampilan menyampaikan argumen guna meyakinkan orang lain tentunya bukan hal yang
asing dalam bermatematika dan bersains. Membuktikan yang merupakan kegiatan sangat penting atau
bahkan kunci dalam bermatematika, sejatinya membelajarkan seseorang bagaimana menyusun
pernalaran guna berargumen dan meyakinkan diri sendiri serta orang lain. Dengan pengalaman
membuktikan dalam geometri misalnya, seseorang akan meningkatkan ketrampilannya dalam
menyampaikan argumennya. Lalu, kalau demikian, apakah pendidikan matematika kita sudah
membelajarkan ketrampilan berkomunikasi kompleks itu? Apakah kebijakan pendidikan matematika
dan sains nasional kita sudah sejalan dengan pemekaran kemampuan membuktikan? Apakah kebijakan
nasional justru ada yang menghambat pelaksanaan pembelajaran matematika yang melibatkan kegiatan
membuktikan? Apakah kebijakan nasional sudah cukup memberikan pengakuan dan insentif pada
pendidikan matematika dan sains yang sudah membelajarkan kecakapan membuktikan di dalamnya?

Ketiga, seseorang yang belajar matematika dan sains akan mengembangkan attitude (sikap.) Baik,
tetapi sikap apa? Jika ini dikaitkan secara spesifik dengan ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin,
maka dibutuhkan sikap-sikap seperti gigih, tak mudah menyerah, percaya diri, ingin tahu, tak langsung
percaya dan tak langsung menolak (skeptis), berpikiran luwes, terbuka, menghargai hak berpendapat
orang lain (tak perlu menyetujuinya), berpikir analogis (termasuk menemukan humor), rasa takjub dan
menggumuni (wonder and awe), dsb. Maka, sekali lagi, muncul rangkaian pertanyaan yang sama dan

5
    Trilling, B. dan Fadel, C. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, Jossey-Bass, 2009, Hal. 8.

                                                                                                                 4
sebangun dengan bagian ketrampilan di atas. Apakah kebijakan pendidikan matematika dan sains
nasional kita memang bertujuan untuk pemekaran sikap-sikap di atas? Apakah kebijakan nasional justru
ada yang menghambat pelaksanaan pembelajaran matematika yang memekarkan sikap gigih dan
percaya diri pada diri siswa?

Sikap lain yang semestinya tumbuh melalui proses bermatematika dan bersains adalah kecintaan
terhadap matematika dan sains itu sendiri. Sikap menghargai dan mencintai matematika dan sains ini
teramat penting. Sangat absurd jika setelah belajar matematika dan sains, seseorang cakap dan
berpengetahuan sampai memperoleh nilai ujian yang baik dalam matematika dan sains, tetapi justru tak
menyukainya, bahkan sampai menghindarinya.

Dari penelaahan tujuan belajar matematika dan sains di atas, jelas lah bahwa kesatuan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang diperoleh merupakan fondasi budaya ilmiah yang akan tumbuh pada setiap
insan. Salah satu tugas luhur persekolahan adalah menjamin bahwa melalui pendidikan matematika dan
sains, ketiga unsur: pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dapat berkembang secara seimbang dan
optimum pada komunitas di dalam dan sekitarnya.

Relevansi dengan Kondisi Sosial

Dari pengamatan di segala lini keilmuan, tampak bahwa tantangan yang dihadapi ilmu pengetahuan dan
teknologi di masa sekarang untuk mengatasi permasalahan teramat kompleks. Satu masalah terkait
dengan masalah lain. Satu masalah membutuhkan tidak satu atau dua disiplin ilmu, tetapi banyak.
Kecuali itu, yang lebih menyulitkan, permasalahan yang dihadapi hari ini tampak sekali seuatu yang
benar-benar baru. Sebagai ilustrasi, jenis-jenis penyakit yang dihadapi dunia kedokteran hari ini sangat
baru. Jenis-jenis penyakit ini banyak yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Akibatnya,
para dokter di abad ke-21 ini harus benar-benar menggunakan kecakapan menyelesaikan masalah tak-
rutin yang dikembangkan dirinya melalui pengalaman, pendidikannya, dan proses belajar
berkelanjutannya. Masalah teknologi dan desain juga semakin kompleks dan teramat terkait dengan
keilmuan sosial serta kemanusiaan. Produk teknologi masa sekarang seperti telpon cerdas semakin sulit
didefinisikan sebagai produk teknologi semata atau sosial. Inovasi menggantungkan tidak saja pada
rekayasa, tetapi terkait dengan keilmuan sosial seperti psikologi dan perilaku masyarakat.

Pada keilmuan sosial juga menghadapi permasalahan-permasalahan yang benar-benar baru. Cara
pandang dan penyelesaiannya tak dapat menggunakan cara-cara lama. Disiplin yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan permasalahan sosial juga semakin butuh teropong dari keilmuan lain. Ini menunjukkan
bahwa ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin memang semakin relevan.

Sedang dari sisi ketrampilan berkomunikasi kompleks, sangat jelas tampak dibutuhkannya ketrampilan
ini dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia khususnya. Namun, ketrampilan berkomunikasi yang
tak memadai justru teramati pada saat orang tak mampu lagi meyakinkan orang lain tentang
pernalarannya. Dalam kondisi seperti itu, orang akan menggunakan cara yang kurang intelek. Yang unik,
kejadian-kejadian belakangan yang menunjukkan rendahnya ketrampilan berkomunikasi kompleks ini
justru terjadi pada kalangan elit dan terdidik. Berita tawuran ironisnya justru banyak melibatkan sekolah
dan malah di jenjang pendidikan tinggi. Terlebih lagi, berita yang sangat mengagetkan adalah banyaknya

                                                                                                       5
mahasiswa yang berhasil terbujuk untuk turut dalam kelompok-kelompok yang memperalatnya dan
memanfaatkannya. Dan, anehnya lagi – walau nanti di bagian bawah tulisan ini akan ditunjukkan bahwa
hal itu wajar – yang justru paling banyak terbujuk adalah mahasiswa dari kampus-kampus ternama 6.
Bagaimana mungkin pendidikan matematika dan sains kita gagal menyiapkan anak didiknya untuk
melindungi dirinya dari pengaruh-pengaruh luar yang sebenarnya lemah? Bagaimana mungkin anak-
anak kita mengabaikan menggunakan kemampuan bernalar, berpikir kritis serta sikap skeptisnya dalam
menghadapi pengaruh dari pihak-pihak luar tersebut? Pengaruh dari kelompok-kelompok yang menipu
dan memperalat serta menanfaatkan kesalehan anak-anak kita tentu akan ada terus. Hampir mustahil
rasanya meniadakannya. Yang justru perlu dipikirkan bersama secara seksama adalah bagaimana siswa-
siswa kita dapat membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh tersebut dengan menguatkan budaya
ilmiahnya. Sangat mungkin atau bahkan sudah terjadi niat-niat jahat dari luar negeri yang akan
menyerang anak-anak kita.

Kendala Pemekaran Budaya Ilmiah

Jika pengajaran matematika dan sains yang dogmatis ini dilanjutkan terus, lalu di mana anak akan
belajar berpikir skeptis? Dari sisi pengembangan sains dan teknologi bangsa, mustahil akan terjadi
pengembangan sains, teknologi, dan seni, tanpa kemampuan berpikir kritis dan skeptis. Dan, jika bangsa
ini gagal mengembangkan sains, teknologi, dan seni, tentunya peluang bangsa ini membangun
republiknya berbasiskan intelektualitas sangat kecil. Namun, sayangnya sistem pendidikan yang
dogmatis itu secara umum menguntungkan siswa yang bertipe patuh dan penurut. Pendidikan
matematika dan sains yang dogmatis seperti sekarang menguntungkan siswa-siswa yang langsung
percaya dalil Pitagoras, tanpa perlu mempertanyakan kesahihannya. Asalkan menghafalnya dan trampil
menggunakannya untuk menyelesaikan soal-soal, maka hasilnya bagus. Keadaan seperti ini, ditambah
dengan UN yang memang fokus pada jenjang berpikir tingkat rendah, menjadi makanan empuk bagi
siswa-siswa penurut dan penghafal ini. Mereka akan mendapatkan nilai yang baik. Sementara itu, siswa-
siswa yang pada saat gurunya mengajarkan dalil Pitagoras, tak mau langsung percaya dan menuruti
untuk mengerjakan soal latihan, karena masih ingin tahu alasan dalil Pitagoras harus berbentuk kuadrat
(pangkat 2), terpaksa akan mendapat nilai buruk.

Maka jadi sangat tidak aneh, bahwa pada umumnya siswa-siswa tipe penghafal dan penurutlah yang
akan memperoleh nilai baik dan yang akan kemudian melanjutkan di perguruan tinggi ternama.
Sebaliknya, para putra-putri kita yang sebenarnya sangat cerdas dan cakap berpikir kritis serta kreatif
malah mungkin tersisihkan. Sistem pendidikan kita sekarang tidak menghargai anak-anak cerdas ini.
Sistem seleksi masuk perguruan tinggi kita apakah mampu mengenali anak-anak berbakat ini? Sistem
seleksi yang baik layaknya sebuah instrumen yang harus mampu mengenali berlian yang masih terbalut
lumpur. Pada saat yang sama, instrumen ini tak boleh tertipu dengan beling yang dipoles mengkilap oleh
lembaga-lembaga komersial penyiapan tes.


6
 “... Mahasiswa ITB menjadi yang terbanyak direkrut sebagai anggota NII oleh aktivis NII gadungan,” kata Ketua
Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali M Da`i ....” dikutip dari berita Mahasiswa ITB Paling Banyak
Direkrut NII, Antara Sumut, 26 April 2011, http://www.antarasumut.com/52884, Diunduh terakhir pada 26 Okt
2012.

                                                                                                                 6
Keadaan seperti sekarang yang tak menghargai proses bernalar membuat gurunya pun enggan
membelajarkan pembuktian dalil Pitagoras. Mengapa perlu membelajarkannya, tidak ada insentif sedikit

menuntut kemampuan membuktikan. Mengapa perlu mempertanyakan mengapa −1 × −1 = +1, toh
pun untuk kemampuan ini. Mengapa perlu meningkatkan kemampuan membuktikan, UN tak pernah

tidak akan pernah muncul di UN. Diimani saja. Padahal, kegiatan pembuktian jelas disebutkan di

mereka dapat membuktikan jumlah sudut segitiga 180° secara deduktif. Apakah siswa pernah
dokumen Standar Isi buatan BSNP. Tetapi coba tanyakan ke para siswa dan guru sekarang apakah

menjelaskan bagaimana argumennya untuk tiap langkah dalam menggambar sudut istimewa
menggunakan jangka dan mistar? Tentu tak perlu, karena memang ujian penentu kelulusan kenyataanya
tak pernah menguji kecakapan itu. Terlebih lagi, buku teks yang direstui Pemerintah juga nyaris tak ada
pembuktian lagi. Budaya ilmiah apa yang dibangun tanpa proses pembuktian?

Menguji berpikir analitis dan khususnya kemampuan membuktikan sering dianggap tak mungkin
diujikan dengan ujian yang sifatnya pilihan ganda. Ini tidak benar, karena banyak assessment
internasional seperti TIMSS dan PISA walau berbentuk pilihan ganda tetap menguji jenjang berpikir
tingkat tinggi seperti berpikir analitis itu. Setelah UN tidak menguji kecakapan atau hal yang kita hargai,
secara alami siswa akan menghargai apa yang diujikan semata. Setelah Ujian Nasional yang bersifat
taruhan besar atau high-stakes exam hanya menguji kecakapan berpikir tingkat rendah, seperti
menghafal, maka secara alami siswa dan guru akan menghargai kecakapan berpikir tingkat rendah itu.
Setelah Ujian Nasional hanya menguji kemampuan anak berhitung ruwet dengan angka-angka yang
besar, maka para siswa dan guru akan menghargai kecakapan itu 7. Sebaliknya, karena Ujian Nasional tak
pernah menguji kemampuan membuktikan, para siswa dan guru akan tak menghargai kemampuan
membuktikan lagi. Mereka tak akan berupaya mengembangkannya. Ini lah hukumnya. Pendidikan
matematika dan sains semestinya menguji apa yang kita semua hargai. Setelah itu terjadi, barulah
budaya ilmiah ada harapan untuk bermekaran di republik ini.

Penyebaran Pembelajaran Matematika dan Sains

Tentunya ada guru dan sekolah di Nusantara ini yang tetap membelajarkan matematika dan sains secara
sungguh-sungguh membangun budaya ilmiah, bukan pseudomath atau pun pseudoscience. Masalahnya,
guru dan sekolah-sekolah seperti ini tidak dapat sorotan. Media dan juga pemerintahan daerah maupun
pusat tak begitu peduli dengan hal-hal seperti ini. Birokrasi kependidikan, birokrasi pemerintahan,
sampai masyarakat pun enggan melirik prestasi pendidikan yang tak terkait pengukuran angka seperti
UN atau lomba-lomba sejenis olimpiade sains. Untuk itu, perlu sebuah forum tempat para pendidik-
pendidik yang sungguh-sungguh berupaya memekarkan budaya ilmiah dapat saling berbagi. Forum perlu
dibuat dengan memanfaatkan jejaring sosial yang ada. Penyebaran ini harus massif dan sistematis.
Kemudian, best practices yang telah dilakukan para pendidik ini perlu direkam ke dalam klip video yang
dapat dibagikan serta mempengaruhi banyak pendidik lain.


7
 Dalam artikelnya berjudul Assessing Assessment, di situs MAA (Mathematical association of America)
http://www.maa.org/saum/maanotes49/1.html, Lynn Arthur Steen mengutip G. Wiggins, mengatakan “What we
assess defines what we value“ yang senada dengan pernyataan di tulisan ini. Beliau juga melanjutkan, “... faculty
who assess only calculation do not really value understanding.”

                                                                                                                    7
Kalangan matematikawan dan saintis juga rekayasawan serta seniman perlu mencerahkan masyarakat
tentang budaya ilmiah itu. Secara khusus, matematikawan dan saintis perlu menggagas forum-forum
kecil di daerah masing-masing yang melibatkan guru sekolah dan orang tua siswa. Pengalaman
bermatematika dan bersains harus dirasakan para pendidik. Tak mungkin mereka mengatakan
matematika dan sains itu asyik atau keren, jika mereka sendiri belum pernah menghayati indahnya
matematika dan sains. Tidak mungkin para guru matematika dan sains dapat menularkan hasrat belajar,
jika mereka sendiri belum pernah merasakan AHA! Moment. Kenikmatan klimaks sesaat setelah
memahami atau menemukan dalam bermatematika dan bersains harus pernah dirasakan para pendidik.
Memang tampaknya saat sekarang kebanyakan guru matematika dan sains belum pernah
merasakannya. Padahal pengalaman seperti ini sangat mutlak. Pembelajaran matematika dan sains tidak
akan pernah menyentuh pribadi dan bersifat emosional, jika pendidiknya belum merasakan matematika
dan sains sebagai bagian dari jati dirinya. Dalam hal ini, mau tak mau badan keilmuan di Indonesia harus
turun ke masyarakat menularkan kenikmatan bermatematika dan bersains itu. Jika matematika
digambarkan 8 seperti seni yang menyentuh kegeniusan dan “kesintingan”, tampaknya di Indonesia hal
kedua itu yang masih absen. Ciri melibatkan diri dalam bermatematika dan bersains secara total
merupakan salah satu ciri “kesintingan” itu. Sisi estetika dari matematika dan sains sangat esensial.

Jika pengajar fisika mampu mengajarkan hukum 𝐹𝐹 = 𝑚𝑚𝑚𝑚, tetapi tidak mampu menyadarkan anak didik
Tanpanya, matematika dan sains menjadi terlalu kaku atau formal, menjadi kehilangan sisi humanisnya.

betapa dahsyat dan indahnya rumus itu, mungkin video pengajaran fisika yang ada di YouTube lebih baik
dibanding pengajar itu. Jika ada guru matematika dan sains hari ini dapat digantikan oleh komputer,
seharusnya dia memang pantas digantikan oleh komputer. Peran guru matematika dan sains abad ke-21
bukan membuat siswa pandai matematika dan sains, tetapi justru mengajak dan menyadarkan siswanya
atas kenikmatan serta menakjubkannya petualangan bermatematika dan bersains.

Badan-badan keilmuan nasional yang secara formal bertanggung jawab pada pengembangan
matematika dan sains, perlu membangun pendidikan nirdinding atau wall-less education. Yang juga
perlu dikembangkan adalah pengembangan profesi bagi guru yang bukan berbasiskan komputer atau
TV. Perlu dipikirkan memanfaatkan telpon dan telpon cerdas untuk mencapai guru-guru di pelosok. Saat
ini masih tak realistis berharap tiap guru memiliki komputer yang tersambung ke Internet. Namun,
dengan populernya telpon selular, dapat diharapkan program pengembangan profesi guru dapat lebih
realistis. Dengan pendekatan pengembangan pendidikan yang murah, luas, dan terbuka ini, penyebaran
gagasan pendidikan matematika dan sains yang baik dapat disebar ke seluruh pelosok. Penyepelean
atau pereduksian makna pendidikan matematika dan sains yang sekedar menjadi penyerapan informasi,
harus dilawan dengan gagasan bermatematika dan bersains yang sengaja menumbuhkan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan era sekarang.




8
 Morse, H.M. mengatakan, “But mathematics is the sister, as well as the servant, of the arts and it is touched with
the same madness and genius.”

                                                                                                                  8

More Related Content

Viewers also liked

KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign TestKITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
Jaddan Bruhn
 
Picnic photo editing
Picnic photo editingPicnic photo editing
Picnic photo editing
bluelleo
 
Foxtel IPTV Tone & Manner
Foxtel IPTV Tone & MannerFoxtel IPTV Tone & Manner
Foxtel IPTV Tone & Manner
Jaddan Bruhn
 
Marpg presentation 9 24-2009
Marpg presentation 9 24-2009Marpg presentation 9 24-2009
Marpg presentation 9 24-2009
PolyInsight LLC
 
Kalkulus 2 minggu 10
Kalkulus 2   minggu 10Kalkulus 2   minggu 10
Kalkulus 2 minggu 10
Iwan Pranoto
 
Visual slideshow
Visual slideshowVisual slideshow
Visual slideshow
bluelleo
 
COBOL技術者のためのjava勉強会2
COBOL技術者のためのjava勉強会2COBOL技術者のためのjava勉強会2
COBOL技術者のためのjava勉強会2
naka hide
 

Viewers also liked (19)

KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign TestKITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
KITTY’S CATCH MOUSE MOUSSE - Proposal & Pre-Campaign Test
 
Week 6b
Week 6bWeek 6b
Week 6b
 
Picnic photo editing
Picnic photo editingPicnic photo editing
Picnic photo editing
 
Foxtel IPTV Tone & Manner
Foxtel IPTV Tone & MannerFoxtel IPTV Tone & Manner
Foxtel IPTV Tone & Manner
 
Marpg presentation 9 24-2009
Marpg presentation 9 24-2009Marpg presentation 9 24-2009
Marpg presentation 9 24-2009
 
Director's uncut: Kasmaran Berilmu-pengetahuan
Director's uncut: Kasmaran Berilmu-pengetahuanDirector's uncut: Kasmaran Berilmu-pengetahuan
Director's uncut: Kasmaran Berilmu-pengetahuan
 
Kalkulus 2 minggu 4
Kalkulus 2   minggu 4Kalkulus 2   minggu 4
Kalkulus 2 minggu 4
 
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
Mengukur Kecakapan Mematematikakan dan Menafsirkan sebagai Kecakapan Utama di...
 
Windows Phone 7 Game Development
Windows Phone 7 Game DevelopmentWindows Phone 7 Game Development
Windows Phone 7 Game Development
 
Week 6a
Week 6aWeek 6a
Week 6a
 
Kalkulus 2 minggu 10
Kalkulus 2   minggu 10Kalkulus 2   minggu 10
Kalkulus 2 minggu 10
 
Karakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan KarakterKarakter Pendidikan Karakter
Karakter Pendidikan Karakter
 
Consumer empowerment and customer service in Ireland
Consumer empowerment and customer service in IrelandConsumer empowerment and customer service in Ireland
Consumer empowerment and customer service in Ireland
 
Visual slideshow
Visual slideshowVisual slideshow
Visual slideshow
 
Auto elettriche
Auto elettricheAuto elettriche
Auto elettriche
 
COBOL技術者のためのjava勉強会2
COBOL技術者のためのjava勉強会2COBOL技術者のためのjava勉強会2
COBOL技術者のためのjava勉強会2
 
Menakar budaya bernalar - 11/12/13
Menakar budaya bernalar - 11/12/13Menakar budaya bernalar - 11/12/13
Menakar budaya bernalar - 11/12/13
 
Matek 1 - Minggu 2
Matek 1 - Minggu 2Matek 1 - Minggu 2
Matek 1 - Minggu 2
 
Week 4b
Week 4bWeek 4b
Week 4b
 

Similar to Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah

Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis MasalahLaporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Nailul Hasibuan
 
Kajian tindakan (kaedah)bib
Kajian tindakan (kaedah)bibKajian tindakan (kaedah)bib
Kajian tindakan (kaedah)bib
Habibah Abdullah
 
TUGAS RISET PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
TUGAS RISET  PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docxTUGAS RISET  PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
TUGAS RISET PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
Irnanzy
 
Kreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematikaKreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematika
Yadi Pura
 
Penulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematikPenulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematik
dolldhana13
 
Penulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematikPenulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematik
dolldhana13
 
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
Siti Saharudin
 
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
Siti Saharudin
 

Similar to Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah (20)

Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA
Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPAMenyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA
Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA
 
Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran Matematika di SDPembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran Matematika di SD
 
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
 
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
Paper penerapan konteks-listing-dan-counting-dengan-media-kancing-dan-boneka (1)
 
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis MasalahLaporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
Laporan mini riset Pembelajaran Berbasis Masalah
 
Kajian tindakan (kaedah)bib
Kajian tindakan (kaedah)bibKajian tindakan (kaedah)bib
Kajian tindakan (kaedah)bib
 
TUGAS RISET PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
TUGAS RISET  PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docxTUGAS RISET  PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
TUGAS RISET PRNEMBANGAN IRNA NAZIRA.docx
 
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
 
Kreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematikaKreatif membelajarkan-matematika
Kreatif membelajarkan-matematika
 
BUDAYA SEKOLAH
BUDAYA SEKOLAHBUDAYA SEKOLAH
BUDAYA SEKOLAH
 
pkmm
pkmmpkmm
pkmm
 
Skripsi yang benar
Skripsi yang benarSkripsi yang benar
Skripsi yang benar
 
Penulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematikPenulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematik
 
Penulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematikPenulisan ilmiah etnomatematik
Penulisan ilmiah etnomatematik
 
MATEMATIKA_BS_4_vol_2_REV............pdf
MATEMATIKA_BS_4_vol_2_REV............pdfMATEMATIKA_BS_4_vol_2_REV............pdf
MATEMATIKA_BS_4_vol_2_REV............pdf
 
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
 
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
ANALISIS KESALAHAN PELAJAR DALAM MEMPERMUDAHKAN UNGKAPAN ALGEBRA YANG MELIBAT...
 
2. Matematika Sekolah
2. Matematika Sekolah2. Matematika Sekolah
2. Matematika Sekolah
 

More from Iwan Pranoto

More from Iwan Pranoto (20)

Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003 Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
Ringkasan Indonesia di TIMSS 2003
 
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi PenyebarannyaKasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
Kasmaran Bernalar serta Strategi Penyebarannya
 
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
Sebuah Ringkasan: Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan...
 
Passion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual MasteryPassion to Teach, Conceptual Mastery
Passion to Teach, Conceptual Mastery
 
Mengukur Pemahaman
Mengukur PemahamanMengukur Pemahaman
Mengukur Pemahaman
 
Viewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math LensesViewing Nature through Math Lenses
Viewing Nature through Math Lenses
 
Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja Matematika sebagai Kata Kerja
Matematika sebagai Kata Kerja
 
Mengintip Kompleksitas
Mengintip KompleksitasMengintip Kompleksitas
Mengintip Kompleksitas
 
Kerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan MatematikaKerangka Membelajarkan Matematika
Kerangka Membelajarkan Matematika
 
Developing Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science EducationDeveloping Culture through Math & Science Education
Developing Culture through Math & Science Education
 
Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar Berbahasa untuk Bernalar
Berbahasa untuk Bernalar
 
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
Menakar Budaya Bernalar Bangsa melalui PISA 2013
 
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika MatematikaMempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
Mempertanyakan Rasionalitas dan Estetika Matematika
 
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   finalMenafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika   final
Menafsirkan Gagasan Tan Malaka dalam Pendidikan Matematika final
 
Tan Malaka
Tan Malaka Tan Malaka
Tan Malaka
 
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
Kasmaran Tan Malaka Bermatematika
 
UN LOT VS HOT
UN   LOT VS HOTUN   LOT VS HOT
UN LOT VS HOT
 
UN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas RusakUN: Sebuah Kompas Rusak
UN: Sebuah Kompas Rusak
 
Mengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan finalMengukur kecakapan mematematikakan final
Mengukur kecakapan mematematikakan final
 
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 finalKajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
Kajian thd analisis hasil pisa 2000 2009 final
 

Recently uploaded

PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 

Recently uploaded (20)

Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
Naufal Khawariz_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Naufal Khawariz_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdfNaufal Khawariz_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Naufal Khawariz_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
 
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Sosialisme Kapitalis Karl Marx (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
 
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptxModul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
RENCANA + Link2 MATERI  Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...RENCANA + Link2 MATERI  Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
RENCANA + Link2 MATERI Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
 
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdfSusi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANGKERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Menegur kembali pentingnya pembangunan budaya ilmiah

  • 1. Menegur Kembali Pentingnya Pembangunan Budaya Ilmiah Iwan Pranoto 1 Abstrak. Pendidikan matematika dan sains di sekolah ditujukan untuk membangun pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak didik. Kecuali hal ini dibutuhkan dalam karir serta pendidikan selanjutnya, tiga hal ini akan melekat pada diri anak didik dalam kehidupannya. Bagaimana seseorang mengolah pikir dan tindakan dalam kehidupannya akan dipengaruhi pendidikan yang diperolehnya, khususnya pendidikan matematika dan sains akan menyisipkan budaya ilmiah pada jati dirinya. Jika pendidikan matematika dan sains yang dialami siswa baik, maka hal ini akan berdampak pada pembangunan bangsa yang berdasarkan intelektualitas. Harmoni sosial yang berkembangpun akan berdasarkan intelektualitas. Dalam pembangunan budaya ilmiah ini, AIPI bersama organisasi keilmuan di Indonesia perlu memimpin dalam penularan kenikmatan bermatematika dan bersains. The man of science has learned to believe in justification, not by faith, but by verification. Thomas H. Huxley (1825-95) Citra sains dan matematika di Indonesia Pada beberapa pekan lalu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Pengembangan Khairil Anwar Notodiputro mengatakan akan menyatukan mata pelajaran (matpel) IPA dan IPS ke dalam matpel-matpel lain di kurikulum SD mulai tahun ajaran 2012/2013 2. Artinya memang matpel khusus IPA dan IPS bakal tak ada lagi. Di satu sisi, tentunya langkah perampingan kurikulum SD memang sudah sangat tepat. Memang itu yang kebanyakan pendidik rasakan. Pertanyaan yang muncul di benak kemudian adalah: “Apakah IPA dan IPS yang paling pantas disatukan dengan matpel lain?” Tulisan ini tidak akan menjawab pertanyaan tersebut. Kecuali pertanyaan itu belum perlu, jawaban itu tidak akan banyak memberi manfaat. Yang justru perlu ditanyakan adalah apa kah alasan atau analisis yang menyimpulkan bahwa IPA dan IPS yang perlu disatukan dengan pelajaran lain. Dari sisi akademik, kebijakan apa pun tidak masalah, asalkan melalui rangkaian pernalaran dan dapat ditelusuri kesahihannya. Yang justru mengusik adalah pertanyaan yang lebih mendasar dan tepat sasaran. Mengapa tak sekalian matematika juga disatukan 1 Kebijakan Pendidikan MIPA, FMIPA, Institut Teknologi Bandung. Email: pranoto@math.itb.ac.id 2 Mata Pelajaran IPA dan IPS akan Digabung Pelajaran Lain, http://www.tempo.co/read/news/2012/09/28/079432460/Mata-Pelajaran-IPA-dan-IPS-Akan-Digabung-Pelajaran- Lain 1
  • 2. saja dengan matpel lain? Sudah barang tentu, hampir semua matpel itu menggunakan dan terkait dengan matematika. Artinya, sangat masuk akal lah kalau matematika dipelajari lewat pendidikan jasmani, misalnya mengumpulkan data kecepatan setiap anak di kelas. Atau, pertanyaan yang lebih di luar kotak adalah, “Memangnya, apa yang telah dipelajari siswa dalam pelajaran matematika, sampai matematika harus dipertahankan dalam kurikulum?” Atau, “Kalau tidak belajar matematika di sekolah, memangnya mengganggu kehidupan seseorang?” Pertanyaan-pertanyaan di atas memusat ke pertanyaan yang lebih prinsip, “Apa yang sudah dibelajarkan guru sains dan matematika di sekolah?” Jawaban pertanyaan ini tampaknya yang merupakan sumber utama kegelisahan matematikawan dan saintis. Citra sains dan matematika di masyarakat adalah sesuatu yang menyulitkan. Ucapan “matematika membosankan, konyol, dan tidak masuk akal” sudah terbiasa muncul di masyarakat. Bahkan, jika orang akan sangat malu untuk mengatakan tak dapat membaca, tetapi sudah biasa diamati banyak orang bangga mengatakan bahwa dirinya tak bisa matematika. Matematika dan sains bukan penyelesai, tetapi pembuat masalah. Matematika dan sains dipelajari hanya sekedar untuk ujian, ini lah kenyataannya sekarang. Kecuali itu, matematika dan sains dicitrakan sebagai suatu kumpulan pakem yang diturunkan dari langit dengan penuh kesempurnaannya. Rumus-rumus yang sudah teruji ratusan tahun, maka seyogyanya kita terima saja sebagai kumpulan kebenaran, tak perlu dipertanyakan lagi. Rumus dan teorema telah menjadi mantra sakti dan sakral. Sungguh tabu diskeptisi. Ini lah citra matematika dan sains. Siklus pengajaran matematika dan sains di sekolah nyaris mengikuti pakem yang identik: Guru masuk kelas, menyapa (itupun jika ingat), lalu menuliskan rumus pada papan tulis, kemudian memberikan contoh pengerjaannya, dan akhirnya meminta siswa mengerjakan kumpulan soal-soal latihan. Demikianlah ritual di pengajaran matematika dan sains kita, pada umumnya. Dengan pengelolaan tradisi melalui ritual: mendengar – menjiplak tulisan guru di papan tulis – menghafalkan – memuntahkan kembali saat ujian, praktik pendidikan matematika dan sains kita telah benar-benar menjadi juru bicara atau bahkan pramuniaga sekte pseudo-math 3 (matematika semu) dan pseudo-science 4 (sains semu.) Jika pengajaran matematika dan sains sangat dogmatis seperti itu, tampaknya tak salah citra yang berkembang di masyarakat dan bahkan di kalangan siswa, bahwa matematika membosankan dan payah. Jadi, jika keadaan seperti ini berkelanjutan, sangat masuk akal jika diusulkan kurikulum SD mendatang menghapuskan matematika atau menyatukan saja mata pelajaran matematika ke dalam pendidikan jasmani. Toh, yang diajarkan sekarang bukan matematika, tetapi matematika semu. Namun, perlu hati- hati juga, harus ditanya sebelumnya, apakah mata pelajaran pendidikan jasmani masih benar-benar pendidikan jasmani. Apakah dia sudah menjadi pendidikan jasmani semu pula? Jangan-jangan, siswa dan 3 Istilah matematika semu dalam artikel ini sesuai dengan yang digunakan Paul Lockhart dalam artikel A Mathematician’s Lament, www.maa.org/devlin/lockhartslament.pdf hal. 6, yakni: “… the perpetuation of this `pseudo-mathematics,’ this emphasis on the accurate yet mindless manipulation of symbols, creates its own culture and its own set of values.” Matematika semu adalah pengerjaan matematika yang sekedar memanipulasi lambang tanpa makna dan fokus pada perhitungan yang akurat. Tradisi ini telah menyebar ke persekolahan formal dan merasuki tidak saja siswa, tetapi juga para guru matematika. 4 Istilah pseudo-science dalam artikel ini lebih sejalan dengan pseudo-math di atas. Sains semu di sini diartikan sebagai kegiatan yang mempelajari fakta-fakta sains, namun tanpa melalui proses verifikasi serta penafsiran atau pemaknaan. Ringkasnya, bersains semu di sini menunjukkan keadaan siswa yang sekedar menghafal rumus-rumus Fisika atau Kimia, tanpa melalui metode pengkajian yang mendalam, jadi hanya sekedar mempercayainya. 2
  • 3. sekolah sekarang lebih banyak memusatkan perhatian pada upaya pengingatan ukuran lapangan sepak bola, dibanding mengolah jasmaninya dan menyehatkan dirinya. Jangan-jangan, pendidikan jasmani juga sudah menjadi sekedar kumpulan pengetahuan tentang olah raga semata. Secara ringkas, matematika dan sains dalam persekolahan formal kita telah disepelekan menjadi kata benda semata. Matematika dan sains jadi sekedar bagian dari celengan pengetahuan yang harus diawetkan dan dipuja. Sudah nyaris tak terbersit lagi makna kata kerja atau proses yang dikandung di dalam matematika dan sains. Sudah hampir terhapus bersih nuansa journey (perjalanan) atau adventure (petualangan) di dalam pendidikan matematika dan sains di sekolah. Budaya Ilmiah Pendidikan matematika dan sains sejatinya memberikan pengalaman bagi siswa dalam bermatematika dan bersains. Pengalaman siswa yang secara utuh menghayati setiap langkah dalam bermatematika jauh lebih berharga dibanding banyaknya rumus yang dihafal. Pada pengajaran matematika dan sains di sekolah sekarang, tampaknya siswa masih diarahkan fokus pada learning to solve problems in math and science (belajar menyelesaikan masalah matematika dan sains.) Para siswa dan guru belum mengangkatnya ke tataran yang lebih tinggi, yakni solving problems in math and science to learn (menyelesaikan masalah matematika dan sains untuk belajar.) Menyelesaikan masalah matematika dan sains seharusnya merupakan suatu kendaraan untuk mempelajari sesuatu yang lebih substansial atau tangible. Apa itu? Apa yang dapat dipelajari melalui proses bersains dan bermatematika? Jawaban pertanyaan ini lah yang merupakan salah satu jantung visi pendidikan matematika dan sains RI. Ketakhadiran matematikawan dan saintis untuk membantu menjawab pertanyaan ini lah yang sangat mungkin mengakibatkan ketakjelasan arah pendidikan matematika dan sains di sekolah di RI. Seseorang belajar matematika dan sains bahkan juga disiplin lain, senantiasa akan mengembangkan tiga hal sekaligus, yakni pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Pertama, sangat jelas bahwa seseorang yang belajar akan bertransformasi dari keadaan tak tahu menjadi tahu. Artinya, tentu saja seseorang yang belajar matematika dan sains akan menyerap pengetahuan seperti rumus, dalil, hukum, sifat, dsb. Namun, ini hanya satu bagian kecil dari apa yang dapat dipelajari melalui matematika dan sains. Namun disayangkan, kenyataannya sekarang, penyerapan pengetahuan ini semata yang kerap menjadi tujuan utama praktik pendidikan matematika dan sains. Belajar matematika dan sains telah disepelekan menjadi sekedar menyerap rumus-rumus dan hukum-hukum semata. Kedua, seseorang yang belajar matematika dan sains akan meningkatkan skill (ketrampilan) yang ada di dirinya. Dari ketrampilan yang sifatnya rutin sampai tak-rutin, sama-sama dikembangkan. Misalnya, dalam matematika, tentu saja seorang siswa yang belajar matematika akan meningkatkan ketrampilan rutin, seperti membilang, menghitung, mengukur, membuat sketsa, menggambar diagram statistika, dsb. Ketrampilan rutin ini masih sangat perlu sampai hari ini, walaupun menurun karena pada beberapa hal, mesin atau komputer telah berhasil menggantikan manusia dalam lingkup kegiatan ini. Misalnya, tentu kalkulator jauh lebih cepat dan akurat menggambar grafik dan menghitung komputasi yang rumit. Namun, selain ketrampilan rutin di atas, ada ketrampilan lain yang justru semakin dibutuhkan dalam kehidupan era sekarang, yakni ketrampilan tak-rutin. Ketrampilan tak-rutin ini merupakan kecakapan 3
  • 4. yang dibutuhkan manusia menghadapi permasalahan masa sekarang yang sangat kompleks dan belum pernah ada sebelumnya. Ketrampilan yang masuk di kelompok ini, adalah berpikir pakar dan berkomunikasi kompleks. Istilah dua ketrampilan ini diambil dari hasil riset bersama Richard Murnane dan Frank Levy yang hendak menjawab ketrampilan apa yang dibutuhkan di abad ke-21 5. Berpikir pakar yang dimaksud mereka adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah tak-rutin. Sedangkan, untuk mampu menyelesaikan masalah tak-rutin itu, dibutuhkan beberapa ketrampilan prasyarat yang lebih mendasar, seperti bernalar, berpikir kreatif, menyederhanakan masalah, dsb. Matematikawan dan saintis tahu betul bahwa ketrampilan-ketrampilan dasar itu memang merupakan bagian alami dari bermatematika dan bersains. Lalu, apakah pendidikan matematika dan sains kita sudah membelajarkan ketrampilan-ketrampilan prasyarat mendasar tadi? Apakah kebijakan pendidikan matematika dan sains nasional kita sudah sejalan dengan pemekaran kemampuan bernalar? Apakah kebijakan nasional justru ada yang menghambat penumbuhan ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin itu pada siswa-siswa kita? Ketrampilan kedua yang disebutkan oleh Murnane-Levy adalah berkomunikasi kompleks. Di sini, ketrampilan yang dimaksud tidak sekedar berkomunikasi, menyampaikan informasi semata, tetapi lebih pada dampak berkomunikasi yang diharapkan. Misalnya, ketrampilan menyampaikan pendapat untuk meyakinkan orang lain. Termasuk pula, ketrampilan untuk memotivasi orang lain untuk sesuatu hal. Ini misalnya dibutuhkan oleh seorang manajer yang perlu memotivasi stafnya. Juga yang terkait dan sangat relevan dalam kehidupan masa kini adalah berkomunikasi untuk bekerjasama. Kemampuan berbahasa untuk menciptakan sebuah kolaborasi guna mencapai hasil bersama semakin dibutuhkan di abad ke-21 ini. Khusus pada ketrampilan menyampaikan argumen guna meyakinkan orang lain tentunya bukan hal yang asing dalam bermatematika dan bersains. Membuktikan yang merupakan kegiatan sangat penting atau bahkan kunci dalam bermatematika, sejatinya membelajarkan seseorang bagaimana menyusun pernalaran guna berargumen dan meyakinkan diri sendiri serta orang lain. Dengan pengalaman membuktikan dalam geometri misalnya, seseorang akan meningkatkan ketrampilannya dalam menyampaikan argumennya. Lalu, kalau demikian, apakah pendidikan matematika kita sudah membelajarkan ketrampilan berkomunikasi kompleks itu? Apakah kebijakan pendidikan matematika dan sains nasional kita sudah sejalan dengan pemekaran kemampuan membuktikan? Apakah kebijakan nasional justru ada yang menghambat pelaksanaan pembelajaran matematika yang melibatkan kegiatan membuktikan? Apakah kebijakan nasional sudah cukup memberikan pengakuan dan insentif pada pendidikan matematika dan sains yang sudah membelajarkan kecakapan membuktikan di dalamnya? Ketiga, seseorang yang belajar matematika dan sains akan mengembangkan attitude (sikap.) Baik, tetapi sikap apa? Jika ini dikaitkan secara spesifik dengan ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin, maka dibutuhkan sikap-sikap seperti gigih, tak mudah menyerah, percaya diri, ingin tahu, tak langsung percaya dan tak langsung menolak (skeptis), berpikiran luwes, terbuka, menghargai hak berpendapat orang lain (tak perlu menyetujuinya), berpikir analogis (termasuk menemukan humor), rasa takjub dan menggumuni (wonder and awe), dsb. Maka, sekali lagi, muncul rangkaian pertanyaan yang sama dan 5 Trilling, B. dan Fadel, C. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, Jossey-Bass, 2009, Hal. 8. 4
  • 5. sebangun dengan bagian ketrampilan di atas. Apakah kebijakan pendidikan matematika dan sains nasional kita memang bertujuan untuk pemekaran sikap-sikap di atas? Apakah kebijakan nasional justru ada yang menghambat pelaksanaan pembelajaran matematika yang memekarkan sikap gigih dan percaya diri pada diri siswa? Sikap lain yang semestinya tumbuh melalui proses bermatematika dan bersains adalah kecintaan terhadap matematika dan sains itu sendiri. Sikap menghargai dan mencintai matematika dan sains ini teramat penting. Sangat absurd jika setelah belajar matematika dan sains, seseorang cakap dan berpengetahuan sampai memperoleh nilai ujian yang baik dalam matematika dan sains, tetapi justru tak menyukainya, bahkan sampai menghindarinya. Dari penelaahan tujuan belajar matematika dan sains di atas, jelas lah bahwa kesatuan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperoleh merupakan fondasi budaya ilmiah yang akan tumbuh pada setiap insan. Salah satu tugas luhur persekolahan adalah menjamin bahwa melalui pendidikan matematika dan sains, ketiga unsur: pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dapat berkembang secara seimbang dan optimum pada komunitas di dalam dan sekitarnya. Relevansi dengan Kondisi Sosial Dari pengamatan di segala lini keilmuan, tampak bahwa tantangan yang dihadapi ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang untuk mengatasi permasalahan teramat kompleks. Satu masalah terkait dengan masalah lain. Satu masalah membutuhkan tidak satu atau dua disiplin ilmu, tetapi banyak. Kecuali itu, yang lebih menyulitkan, permasalahan yang dihadapi hari ini tampak sekali seuatu yang benar-benar baru. Sebagai ilustrasi, jenis-jenis penyakit yang dihadapi dunia kedokteran hari ini sangat baru. Jenis-jenis penyakit ini banyak yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Akibatnya, para dokter di abad ke-21 ini harus benar-benar menggunakan kecakapan menyelesaikan masalah tak- rutin yang dikembangkan dirinya melalui pengalaman, pendidikannya, dan proses belajar berkelanjutannya. Masalah teknologi dan desain juga semakin kompleks dan teramat terkait dengan keilmuan sosial serta kemanusiaan. Produk teknologi masa sekarang seperti telpon cerdas semakin sulit didefinisikan sebagai produk teknologi semata atau sosial. Inovasi menggantungkan tidak saja pada rekayasa, tetapi terkait dengan keilmuan sosial seperti psikologi dan perilaku masyarakat. Pada keilmuan sosial juga menghadapi permasalahan-permasalahan yang benar-benar baru. Cara pandang dan penyelesaiannya tak dapat menggunakan cara-cara lama. Disiplin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial juga semakin butuh teropong dari keilmuan lain. Ini menunjukkan bahwa ketrampilan menyelesaikan masalah tak-rutin memang semakin relevan. Sedang dari sisi ketrampilan berkomunikasi kompleks, sangat jelas tampak dibutuhkannya ketrampilan ini dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia khususnya. Namun, ketrampilan berkomunikasi yang tak memadai justru teramati pada saat orang tak mampu lagi meyakinkan orang lain tentang pernalarannya. Dalam kondisi seperti itu, orang akan menggunakan cara yang kurang intelek. Yang unik, kejadian-kejadian belakangan yang menunjukkan rendahnya ketrampilan berkomunikasi kompleks ini justru terjadi pada kalangan elit dan terdidik. Berita tawuran ironisnya justru banyak melibatkan sekolah dan malah di jenjang pendidikan tinggi. Terlebih lagi, berita yang sangat mengagetkan adalah banyaknya 5
  • 6. mahasiswa yang berhasil terbujuk untuk turut dalam kelompok-kelompok yang memperalatnya dan memanfaatkannya. Dan, anehnya lagi – walau nanti di bagian bawah tulisan ini akan ditunjukkan bahwa hal itu wajar – yang justru paling banyak terbujuk adalah mahasiswa dari kampus-kampus ternama 6. Bagaimana mungkin pendidikan matematika dan sains kita gagal menyiapkan anak didiknya untuk melindungi dirinya dari pengaruh-pengaruh luar yang sebenarnya lemah? Bagaimana mungkin anak- anak kita mengabaikan menggunakan kemampuan bernalar, berpikir kritis serta sikap skeptisnya dalam menghadapi pengaruh dari pihak-pihak luar tersebut? Pengaruh dari kelompok-kelompok yang menipu dan memperalat serta menanfaatkan kesalehan anak-anak kita tentu akan ada terus. Hampir mustahil rasanya meniadakannya. Yang justru perlu dipikirkan bersama secara seksama adalah bagaimana siswa- siswa kita dapat membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh tersebut dengan menguatkan budaya ilmiahnya. Sangat mungkin atau bahkan sudah terjadi niat-niat jahat dari luar negeri yang akan menyerang anak-anak kita. Kendala Pemekaran Budaya Ilmiah Jika pengajaran matematika dan sains yang dogmatis ini dilanjutkan terus, lalu di mana anak akan belajar berpikir skeptis? Dari sisi pengembangan sains dan teknologi bangsa, mustahil akan terjadi pengembangan sains, teknologi, dan seni, tanpa kemampuan berpikir kritis dan skeptis. Dan, jika bangsa ini gagal mengembangkan sains, teknologi, dan seni, tentunya peluang bangsa ini membangun republiknya berbasiskan intelektualitas sangat kecil. Namun, sayangnya sistem pendidikan yang dogmatis itu secara umum menguntungkan siswa yang bertipe patuh dan penurut. Pendidikan matematika dan sains yang dogmatis seperti sekarang menguntungkan siswa-siswa yang langsung percaya dalil Pitagoras, tanpa perlu mempertanyakan kesahihannya. Asalkan menghafalnya dan trampil menggunakannya untuk menyelesaikan soal-soal, maka hasilnya bagus. Keadaan seperti ini, ditambah dengan UN yang memang fokus pada jenjang berpikir tingkat rendah, menjadi makanan empuk bagi siswa-siswa penurut dan penghafal ini. Mereka akan mendapatkan nilai yang baik. Sementara itu, siswa- siswa yang pada saat gurunya mengajarkan dalil Pitagoras, tak mau langsung percaya dan menuruti untuk mengerjakan soal latihan, karena masih ingin tahu alasan dalil Pitagoras harus berbentuk kuadrat (pangkat 2), terpaksa akan mendapat nilai buruk. Maka jadi sangat tidak aneh, bahwa pada umumnya siswa-siswa tipe penghafal dan penurutlah yang akan memperoleh nilai baik dan yang akan kemudian melanjutkan di perguruan tinggi ternama. Sebaliknya, para putra-putri kita yang sebenarnya sangat cerdas dan cakap berpikir kritis serta kreatif malah mungkin tersisihkan. Sistem pendidikan kita sekarang tidak menghargai anak-anak cerdas ini. Sistem seleksi masuk perguruan tinggi kita apakah mampu mengenali anak-anak berbakat ini? Sistem seleksi yang baik layaknya sebuah instrumen yang harus mampu mengenali berlian yang masih terbalut lumpur. Pada saat yang sama, instrumen ini tak boleh tertipu dengan beling yang dipoles mengkilap oleh lembaga-lembaga komersial penyiapan tes. 6 “... Mahasiswa ITB menjadi yang terbanyak direkrut sebagai anggota NII oleh aktivis NII gadungan,” kata Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali M Da`i ....” dikutip dari berita Mahasiswa ITB Paling Banyak Direkrut NII, Antara Sumut, 26 April 2011, http://www.antarasumut.com/52884, Diunduh terakhir pada 26 Okt 2012. 6
  • 7. Keadaan seperti sekarang yang tak menghargai proses bernalar membuat gurunya pun enggan membelajarkan pembuktian dalil Pitagoras. Mengapa perlu membelajarkannya, tidak ada insentif sedikit menuntut kemampuan membuktikan. Mengapa perlu mempertanyakan mengapa −1 × −1 = +1, toh pun untuk kemampuan ini. Mengapa perlu meningkatkan kemampuan membuktikan, UN tak pernah tidak akan pernah muncul di UN. Diimani saja. Padahal, kegiatan pembuktian jelas disebutkan di mereka dapat membuktikan jumlah sudut segitiga 180° secara deduktif. Apakah siswa pernah dokumen Standar Isi buatan BSNP. Tetapi coba tanyakan ke para siswa dan guru sekarang apakah menjelaskan bagaimana argumennya untuk tiap langkah dalam menggambar sudut istimewa menggunakan jangka dan mistar? Tentu tak perlu, karena memang ujian penentu kelulusan kenyataanya tak pernah menguji kecakapan itu. Terlebih lagi, buku teks yang direstui Pemerintah juga nyaris tak ada pembuktian lagi. Budaya ilmiah apa yang dibangun tanpa proses pembuktian? Menguji berpikir analitis dan khususnya kemampuan membuktikan sering dianggap tak mungkin diujikan dengan ujian yang sifatnya pilihan ganda. Ini tidak benar, karena banyak assessment internasional seperti TIMSS dan PISA walau berbentuk pilihan ganda tetap menguji jenjang berpikir tingkat tinggi seperti berpikir analitis itu. Setelah UN tidak menguji kecakapan atau hal yang kita hargai, secara alami siswa akan menghargai apa yang diujikan semata. Setelah Ujian Nasional yang bersifat taruhan besar atau high-stakes exam hanya menguji kecakapan berpikir tingkat rendah, seperti menghafal, maka secara alami siswa dan guru akan menghargai kecakapan berpikir tingkat rendah itu. Setelah Ujian Nasional hanya menguji kemampuan anak berhitung ruwet dengan angka-angka yang besar, maka para siswa dan guru akan menghargai kecakapan itu 7. Sebaliknya, karena Ujian Nasional tak pernah menguji kemampuan membuktikan, para siswa dan guru akan tak menghargai kemampuan membuktikan lagi. Mereka tak akan berupaya mengembangkannya. Ini lah hukumnya. Pendidikan matematika dan sains semestinya menguji apa yang kita semua hargai. Setelah itu terjadi, barulah budaya ilmiah ada harapan untuk bermekaran di republik ini. Penyebaran Pembelajaran Matematika dan Sains Tentunya ada guru dan sekolah di Nusantara ini yang tetap membelajarkan matematika dan sains secara sungguh-sungguh membangun budaya ilmiah, bukan pseudomath atau pun pseudoscience. Masalahnya, guru dan sekolah-sekolah seperti ini tidak dapat sorotan. Media dan juga pemerintahan daerah maupun pusat tak begitu peduli dengan hal-hal seperti ini. Birokrasi kependidikan, birokrasi pemerintahan, sampai masyarakat pun enggan melirik prestasi pendidikan yang tak terkait pengukuran angka seperti UN atau lomba-lomba sejenis olimpiade sains. Untuk itu, perlu sebuah forum tempat para pendidik- pendidik yang sungguh-sungguh berupaya memekarkan budaya ilmiah dapat saling berbagi. Forum perlu dibuat dengan memanfaatkan jejaring sosial yang ada. Penyebaran ini harus massif dan sistematis. Kemudian, best practices yang telah dilakukan para pendidik ini perlu direkam ke dalam klip video yang dapat dibagikan serta mempengaruhi banyak pendidik lain. 7 Dalam artikelnya berjudul Assessing Assessment, di situs MAA (Mathematical association of America) http://www.maa.org/saum/maanotes49/1.html, Lynn Arthur Steen mengutip G. Wiggins, mengatakan “What we assess defines what we value“ yang senada dengan pernyataan di tulisan ini. Beliau juga melanjutkan, “... faculty who assess only calculation do not really value understanding.” 7
  • 8. Kalangan matematikawan dan saintis juga rekayasawan serta seniman perlu mencerahkan masyarakat tentang budaya ilmiah itu. Secara khusus, matematikawan dan saintis perlu menggagas forum-forum kecil di daerah masing-masing yang melibatkan guru sekolah dan orang tua siswa. Pengalaman bermatematika dan bersains harus dirasakan para pendidik. Tak mungkin mereka mengatakan matematika dan sains itu asyik atau keren, jika mereka sendiri belum pernah menghayati indahnya matematika dan sains. Tidak mungkin para guru matematika dan sains dapat menularkan hasrat belajar, jika mereka sendiri belum pernah merasakan AHA! Moment. Kenikmatan klimaks sesaat setelah memahami atau menemukan dalam bermatematika dan bersains harus pernah dirasakan para pendidik. Memang tampaknya saat sekarang kebanyakan guru matematika dan sains belum pernah merasakannya. Padahal pengalaman seperti ini sangat mutlak. Pembelajaran matematika dan sains tidak akan pernah menyentuh pribadi dan bersifat emosional, jika pendidiknya belum merasakan matematika dan sains sebagai bagian dari jati dirinya. Dalam hal ini, mau tak mau badan keilmuan di Indonesia harus turun ke masyarakat menularkan kenikmatan bermatematika dan bersains itu. Jika matematika digambarkan 8 seperti seni yang menyentuh kegeniusan dan “kesintingan”, tampaknya di Indonesia hal kedua itu yang masih absen. Ciri melibatkan diri dalam bermatematika dan bersains secara total merupakan salah satu ciri “kesintingan” itu. Sisi estetika dari matematika dan sains sangat esensial. Jika pengajar fisika mampu mengajarkan hukum 𝐹𝐹 = 𝑚𝑚𝑚𝑚, tetapi tidak mampu menyadarkan anak didik Tanpanya, matematika dan sains menjadi terlalu kaku atau formal, menjadi kehilangan sisi humanisnya. betapa dahsyat dan indahnya rumus itu, mungkin video pengajaran fisika yang ada di YouTube lebih baik dibanding pengajar itu. Jika ada guru matematika dan sains hari ini dapat digantikan oleh komputer, seharusnya dia memang pantas digantikan oleh komputer. Peran guru matematika dan sains abad ke-21 bukan membuat siswa pandai matematika dan sains, tetapi justru mengajak dan menyadarkan siswanya atas kenikmatan serta menakjubkannya petualangan bermatematika dan bersains. Badan-badan keilmuan nasional yang secara formal bertanggung jawab pada pengembangan matematika dan sains, perlu membangun pendidikan nirdinding atau wall-less education. Yang juga perlu dikembangkan adalah pengembangan profesi bagi guru yang bukan berbasiskan komputer atau TV. Perlu dipikirkan memanfaatkan telpon dan telpon cerdas untuk mencapai guru-guru di pelosok. Saat ini masih tak realistis berharap tiap guru memiliki komputer yang tersambung ke Internet. Namun, dengan populernya telpon selular, dapat diharapkan program pengembangan profesi guru dapat lebih realistis. Dengan pendekatan pengembangan pendidikan yang murah, luas, dan terbuka ini, penyebaran gagasan pendidikan matematika dan sains yang baik dapat disebar ke seluruh pelosok. Penyepelean atau pereduksian makna pendidikan matematika dan sains yang sekedar menjadi penyerapan informasi, harus dilawan dengan gagasan bermatematika dan bersains yang sengaja menumbuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan era sekarang. 8 Morse, H.M. mengatakan, “But mathematics is the sister, as well as the servant, of the arts and it is touched with the same madness and genius.” 8