Teori konvergensi menyatakan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan. Aliran ini dicetuskan oleh William Stern yang berpandangan bahwa bakat dan lingkungan sama-sama memainkan peran penting dalam perkembangan individu. Teori ini merupakan gabungan dari aliran nativisme yang menekankan faktor keturunan dan aliran empirisme yang lebih menitikberatkan pengaruh lingkungan. Stern juga dikenal k
Sejarah Guru dan Pendidikan Guru di Indonesia dari Zaman ke ZamanIwan Syahril
Pendidikan guru menentukan kualitas guru. Semakin baik pendidikan guru sebuah sistem, semakin baik kualitas guru-gurunya. Fondasi pendidikan guru di awal kemerdekaan Indonesia lebih kuat untuk guru sekolah dasar dibanding sekolah menengah. Sejumlah orang Indonesia, walaupun jumlahnya sangat kecil, mendapat pendidikan guru SD yang sangat baik di zaman Belanda. Namun hampir tdk ada yg mendapat pendidikan guru utk menjadi guru di sekolah menengah. Karena itu di awal kemerdekaan, Indonesia membentuk fondasi pendidikan guru utk sekolah menengah dengan visi yg sangat progresif untuk masa itu: pendidikan guru setingkat universitas. Berdirilah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) tahun 1954.
Sayangnya, pendidikan guru terganggu dinamika politik, baik di masa Orde Lama & Orde Baru. Di masa Orde Lama, seperti halnya organisasi guru, pendidikan guru pun terpengaruh dinamika pro & anti komunis, sehingga terpecah dua. IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) adalah hasil kesepakatan penyatuan 2 aliran lembaga pendidikan guru tsb, yg difasilitasi oleh Presiden Sukarno. Data statistik menunjukkan sekitar 50% atau lebih sekolah guru beserta siswa & gurunya hilang karena revolusi 1960an. Akibatnya, di awal Orde Baru terjadi kekurangan guru & pendidik guru yg signifikan.
Di masa Orde Baru, Presiden Suharto melakukan depolitisasi dan menuntut mono-loyalitas semua guru & pendidik di sekolah guru. Semuanya harus masuk partai pemerintah Golongan Karya. Budaya PNS mulai menggantikan budaya profesional, sehingga terjadi de-profesionalisasi guru & pendidikan guru. Selain itu, pendidikan guru dilakukan serba darurat, super cepat utk memenuhi pemesanan rekrutmen massal ratusan ribu guru di sekolah dasar & sekolah menengah. Mutu pun semakin menurun, semakin menjauh dr budaya profesional dan budaya intelektual. Ini diperparah dengan proliferasi lembaga pendidikan guru swasta yg umumnya tdk bermutu baik.
Ketika SPG dihapus th 1989, menurut saya, terjadi pemutusan keahlian & legasi tradisi pendidikan keguruan yg baik dari zaman Belanda. Guru-guru SPG tdk langsung mendapat tempat di IKIP karena kualifikasi pendidikan mereka blm bisa menjadi dosen.
Sementara itu banyak kalangan menyangsikan kualitas lulusan IKIP terutama karena mereka tdk dianggap menguasai ilmu pelajaran yang diampunya. Sekolah pendidikan guru jg banyak menerapkan “kurikulum fleksibel” sejak tahun 1980an karena hanya 50%-60% lulusannya yg terserap menjadi guru. Di akhir tahun 1990an, mulailah IKIP menjadi universitas, dg harapan terjadi penguatan penguasaan konten dari calon-calon guru di IKIP. Sayangnya hingga sekarang, masalah ini tampaknya belum terselesaikan.
Orde reformasi dg desentralisasinya menuntut penataan ulang pengelolaan guru & pendidikan guru, & hingga saat ini masih perlu penyempurnaan di sana sini. Sertifikasi guru, sebuah terobosan masif & mahal utk peningkatan kualitas guru & pendidikan guru Indonesia, belum terlihat dampaknya terhadap kualitas pendidikan Indonesia.
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAHSoga Biliyan Jaya
makalah kali mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, yang meliputi hakikat ilmu pengetahuandan pengethuan ilmiah, hubungan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya
Sejarah Guru dan Pendidikan Guru di Indonesia dari Zaman ke ZamanIwan Syahril
Pendidikan guru menentukan kualitas guru. Semakin baik pendidikan guru sebuah sistem, semakin baik kualitas guru-gurunya. Fondasi pendidikan guru di awal kemerdekaan Indonesia lebih kuat untuk guru sekolah dasar dibanding sekolah menengah. Sejumlah orang Indonesia, walaupun jumlahnya sangat kecil, mendapat pendidikan guru SD yang sangat baik di zaman Belanda. Namun hampir tdk ada yg mendapat pendidikan guru utk menjadi guru di sekolah menengah. Karena itu di awal kemerdekaan, Indonesia membentuk fondasi pendidikan guru utk sekolah menengah dengan visi yg sangat progresif untuk masa itu: pendidikan guru setingkat universitas. Berdirilah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) tahun 1954.
Sayangnya, pendidikan guru terganggu dinamika politik, baik di masa Orde Lama & Orde Baru. Di masa Orde Lama, seperti halnya organisasi guru, pendidikan guru pun terpengaruh dinamika pro & anti komunis, sehingga terpecah dua. IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) adalah hasil kesepakatan penyatuan 2 aliran lembaga pendidikan guru tsb, yg difasilitasi oleh Presiden Sukarno. Data statistik menunjukkan sekitar 50% atau lebih sekolah guru beserta siswa & gurunya hilang karena revolusi 1960an. Akibatnya, di awal Orde Baru terjadi kekurangan guru & pendidik guru yg signifikan.
Di masa Orde Baru, Presiden Suharto melakukan depolitisasi dan menuntut mono-loyalitas semua guru & pendidik di sekolah guru. Semuanya harus masuk partai pemerintah Golongan Karya. Budaya PNS mulai menggantikan budaya profesional, sehingga terjadi de-profesionalisasi guru & pendidikan guru. Selain itu, pendidikan guru dilakukan serba darurat, super cepat utk memenuhi pemesanan rekrutmen massal ratusan ribu guru di sekolah dasar & sekolah menengah. Mutu pun semakin menurun, semakin menjauh dr budaya profesional dan budaya intelektual. Ini diperparah dengan proliferasi lembaga pendidikan guru swasta yg umumnya tdk bermutu baik.
Ketika SPG dihapus th 1989, menurut saya, terjadi pemutusan keahlian & legasi tradisi pendidikan keguruan yg baik dari zaman Belanda. Guru-guru SPG tdk langsung mendapat tempat di IKIP karena kualifikasi pendidikan mereka blm bisa menjadi dosen.
Sementara itu banyak kalangan menyangsikan kualitas lulusan IKIP terutama karena mereka tdk dianggap menguasai ilmu pelajaran yang diampunya. Sekolah pendidikan guru jg banyak menerapkan “kurikulum fleksibel” sejak tahun 1980an karena hanya 50%-60% lulusannya yg terserap menjadi guru. Di akhir tahun 1990an, mulailah IKIP menjadi universitas, dg harapan terjadi penguatan penguasaan konten dari calon-calon guru di IKIP. Sayangnya hingga sekarang, masalah ini tampaknya belum terselesaikan.
Orde reformasi dg desentralisasinya menuntut penataan ulang pengelolaan guru & pendidikan guru, & hingga saat ini masih perlu penyempurnaan di sana sini. Sertifikasi guru, sebuah terobosan masif & mahal utk peningkatan kualitas guru & pendidikan guru Indonesia, belum terlihat dampaknya terhadap kualitas pendidikan Indonesia.
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAHSoga Biliyan Jaya
makalah kali mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, yang meliputi hakikat ilmu pengetahuandan pengethuan ilmiah, hubungan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya
Logbook loans are actually hailed because originator associated with secured auto finance inside UK. On the other hand, logbook loans will vary from finance for getting vehicle or even cars.For More Information, Visit : http://www.logbook-loan-guides.co.uk
2. Pendahuluan
Latar Belakang
Aliran konvergensi lahir dikarenakan adanya perbedaan pendapat tentang dua faktor
yang mempengaruhi perkembangan akhlak anak, yaitu faktor hereditas (keturunan) dan
Milliu (lingkungan). Para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lainya, memikirkan
dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung
kepada pembawaan ataukah lingkungan? Atau dengan kata lain dalam perkembangan anak
muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan (pembawaan) ataukah pengaruhpengaruh lingkungan
Pengertian Teori Konvergensi menurut Para Ahli
William Louis Stern (1871-1938)
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik
pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,
keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai
kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak
manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat
sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak
hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli
pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya
tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak
didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak
berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan
seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi,
dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan
(nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah
sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir
(konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun
demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam
menentukan tumbuh-kembang itu
2
3. Aliran-aliran yang Mempengaruhi Aliran Konvergensi
A. Aliran Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya
memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang
disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata
dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka
kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan
oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang
jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan
bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri
dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika
anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai
pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan
baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860).
Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua
tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam
keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga
mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah
merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang
dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
B. Aliran Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri =
pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia.
Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa.
Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada
faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition
yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman
3
4. belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang
dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke
(1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan
kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan
berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami
bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap
keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena
menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap
menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme
ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari
pihak pendidik dalam mengajar mereka
Karya-karya lain Tokoh Filsafat Konvergensi
(William Louis Stern )
A. IQ (Intelligence Quotient)
Dasar teori dari konsep IQ adalah adanya perbedaan pada tiap-tiap orang dalam hal tingkat
kecerdasannya. IQ sampai sekarang masih sangat banyak dipakai, baik dalam dunia
psikologi, pendidikan maupun masyarakat umum. Stern merumuskan IQ sebagai
perbandingan umur mental (mental age) seseorang terhadap umur kalendernya (callender age
atau chronologycal age). Hasil perbandingan itu dikalikan 100 untuk menghilangkan angkaangka di belakang koma. Dengan demikian maka rumus IQ adalah:
IQ = MA/CA x 100
di mana MA = Mental age (usia mental)
CA = Calender/Chronological Age (usia sesungguhnya)
(Rumusan ini sselanjutnya dianut oleh L.M. Terman)
Seorang yang bertaraf kecerdasan rata-rata atau normal, mempunyai usia mental yang
sama atau mendekati usia kalender. Jadi seorang yang berusai mental 10 (sepuluh) tahun,
sedangkan usia kalendernya juga 10, maka IQ-nya adalah : 10/10 x 100 = 100.
Kalau usia mental orang itu adalah 12 tahun sedangkan umur kalendernya masih 10
tahun, maka IQ-nya 120. Sebaliknya, kalau usia mentalnya baru setaraf dengan anak umur 8
tahun, sedangkan umur kalendernya sudah 10 tahun, maka orang itu mempunyai IQ 80, yang
berarti bahwa taraf kecerdasannya tidak setinggi anak normal. Adapun usia mental seseorang
dapat dilihat melalui perbuatan-perbuatan anak itu sehari-hai taupun dari prestasi sekolahnya,
tetapi bisa juga dengan menggunakan alat tes khusus. Tetapi teknik pengukuran IQ secara ini
hanya dapat dilakukan sampai batas umur tertentu, karena usia mental seseorang tidak
berkembang atau bertambah untuk selamanya, mmelainkan akan terhenti sampai batas usia
tertentu (antara 15-20 tahun).
4
5. Untuk mengukur IQ orang yang berusia di atas 20 tahun, maka perlu digunakan tes
khusus yang bisa langsung mengukur IQ tanpa harus membagi atau menghitung
perbandingan. Arti IQ tetap sama yaitu di atas 100 adalah lebih pandai dari rata-rata, sekitar
100 adalah rata-rata normal, sedangkan kurang dari 100 disebut di bawah normal.
B. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam
perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya. Dalam ruang lingkup
psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari
kekhususan dari pada tingkah laku individu.
Ada beberapa manfaat mempelajari Psikologi Perkembangan, diantaranya yaitu:
1) Untuk mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau tidak dengan tingkat usia/
perkembangannya.
2) Untuk mengetahui tingkat pemampuan individu pada setiap fase perkembangannya
3) Untuk mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan
tertentu.
4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan
dihadapi anak.
5) Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan materi dan metode yang sesuai
dengan kebutuhan anak
Menurut beberapa para ahli, ada beberapa fase atau periodisasi psikologi perkembangan
individu, yaitu:
1. Periodisasi yang berdasar biologis.
Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau
proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani
yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi, antara fase kedua dengan
fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin. Fase-fase
tersebut yaitu a) Fase anak kecil : 0 – t th, b) Fase anak sekolah: 7 – 14 th yaitu masa mulai
bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin, dan c) Fase remaja : 14 – 21 th
2. Periodisasi yang berdasar psikologis
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis adalah Oswald
Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa
psikologi perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang
merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa
perkembangannya. Fase-fase tersebut yaitu: a) Dari lahir sampai masa “trotz”( kegoncangan)
pertama: kanak-kanak awal. b) Trotz pertama sampai trotz kedua : masa keserasia bersekolah.
c) Trotz kedua sampai akhir remaja: masa kematangan
3. Periodisasi yang berdasar didaktis.
Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A.
Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam
“Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup
5
6. manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi
sampai mati dengan pembagian periodisasinya.
Berikut periodisasi berdasarkan didaktis menurut Elizabeth B. Hurlock :
a)
Masa sebelum lahir (pranatal): 9 bulan
b)
Masa bayi baru lahir (new born): 0-2 minggu
c)
Masa bayi (babyhood): 2 minggu- 2 th
d)
Masa kanak-kanak awal (early childhood):2-6 th
e)
Masa kanak-kanak akhir (later chilhood): 6-12 th
f)
Masa puber (puberty) 11/12 – 15/16 th
g)
Masa remaja ( adolesence) : 15/16 – 21 th
h)
Masa dewasa awal (early adulthood) : 21-40 th
i)
Masa dewasa madya (middle adulthood): 40-60 th
j)
Masa usia lanjut (later adulthood) : 60-…..
C. PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
Pengertian Psikologi Industri dan Organisasi
Psikologi industri dan organisasi merupakan hasil perkembangan psikologi umum,
psikologi eksperimen dan psikologi khusus di mana penerapannya secara luas di bidang
industri berlangsung sekitar tahun 1930-an. Sampai Perang Dunia ke-2 psikologi industri
(belum ada tambahan organisasi) kegiatan utamanya menerapkan metode, fakta dan prinsipprinsip psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja. Baru sejak perang dunia ke-2 psikologi
industri dan organisasi menjadi ilmu mandiri dengan kegiatannya.
1) Melaksanakan penelitian ilmiah dalam kaitannya dengan peran atau perilaku manusia
dalam organisasi dan organisasi itu sendiri;
2) Mengembangkan teori-teori dan menguji kebenarannya;
3) Menerapkan penemuan-penemuan baru.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, psikologi industri dan organisasi merupakan
keseluruhan pengetahuan yang berisi fakta, aturan, dan prinsip-prinsip tentang perilaku
manusia di bidang pekerjaan.
Sehubungan dengan kegiatan-kegiatan tersebut maka psikologi industri dan organisasi
perlu diupayakan penggunaannya untuk kepentingan dan kemanfaatan semua pihak yang
6
7. terkait dan harus diupayakan agar dalam penerapannya tidak terjadi penafsiran yang keliru.
Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
perannya sebagai tenaga kerja dan konsumen baik secara perorangan maupun secara
kelompok.
Yang dimaksud dengan perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia,
baik yang dapat diamati secara langsung (perilaku terbuka) seperti berjalan, berbicara, dan
lain-lain maupun yang tidak dapat diamati secara langsung (perilaku tertutup) seperti
berpikir, motivasi, dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri, psikologi industri dan organisasi perkembangannya masih terbatas
pada kegiatan, terutama yang menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya,
psikologi industri dan organisasi pada khususnya, dan dalam industri dan organisasi.
Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi industri dan organisasi perilaku manusia
dipelajari dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen.
Sebagai tenaga kerja, perilaku dipelajari di dalam lingkungan kerja, di dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya, saling pengaruh dalam hubungan tersebut, sejauhmana tenaga kerja
sesuai dengan pekerjaannya.
Sebagai tenaga kerja manusia menjadi anggota organisasi industrinya, sebaliknya sebagai
konsumen manusia menjadi pemakai (user) dari produk jasa dari organisasi industri.
Selain daripada itu manusia dipelajari secara perorangan dan kelompok. Dalam hubungan
unit-unit organisasi, struktur, pola dan jenis organisasi dipelajari bagaimana dampaknya
terhadap perilaku seorang tenaga kerja, dan sebaliknya.
Dari temuan-temuan yang ada maka didapat data-data antara lain:
1) Adanya teori-teori, aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dapat diterapkan kembali ke
dalam kegiatan-kegiatan industri dan organisasi untuk kepentingan tenaga kerja,
konsumen dan organisasinya.
2) Terkumpul data bahwa tidak setiap manajer berhasil dalam pelaksanaan tugas
pekerjaannya.
3) Beda utama antara manajer yang berhasil dengan manajer yang kurang berhasil terletak
pada kecepatan dan ketepatan memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
Temuan-temuan yang didapat ini dapat digunakan untuk mengembangkan tes-tes, latihanlatihan bagi calon-calon manajer dan seleksi para calon manajer.
Wawasan Psikologi Industri dan Organisasi
Dengan berkembangnya psikologi menjadi ilmu yang mandiri di mana wawasannya
semakin luas, maka kegiatannya tidak hanya menerapkan metode, fakta dan prinsip-prinsip
dari psikologi pada manusia sebagai tenaga kerja, melainkan melaksanakan juga penelitian
dalam upaya menjawab pertanyaan dasar tentang manusia dalam organisasi serta organisasi
itu sendiri. Dengan meluasnya wawasan tersebut maka namanya menjadi Psikologi Industri
dan orgnaisasi. Yang dimaksud dengan organisasi adalah: organisasi formal yang tujuannya
utamanya:
7
8.
mencari keuntungan dari hasil produksi dan jasa;
bukan mencari keuntungan, misalnya lembaga pendidikan, rumah sakit dan
sebagainya.
D. PSIKOLOGI DIFERENSIAL
Berdasarkan temuan-temuan psikologi eksperimen, berkembang pula psikologi
diferensial atau disebut juga psikologi khusus, dengan tokohnya William Stern, yang
menerbitkan bukunya “Die Differentielle Psichologie” yang mengulas secara sistematik
bidang-bidang dan metode dari psikologi khusus.
Kemudian dari psikologi diferensial ini, berkembanglah psychotechniek yang kemudian
terkenal dengan psikometri, yang mempelajari dan mengukur gejala-gejala psikis yang khas
dari seseorang, yaitu keunikan atau perbedaan antar manusia.
Alat-alat ukur yang digunakan untuk keperluan tersebut, kemudian dikenal dengan tes
psikologi. Tes psikologi pertama dikembangkan di Perancis oleh Binet dan Simon. Tes ini
kemudian di adaptasi dan dikembangkan di negara-negara lain Di Amerika Serikat dikenal
sebagai Terman-Merrill Intelligence Test. Selain itu dikenal pula Army Alpha Tes yang
digunakan khusus dalam seleksi tentara dan Army Beta Tes, khusus untuk mereka yang buta
aksara.
Selanjutnya tes psikologi berkembang dengan tes-tes inteligensi, tes kemampuan, tes
kepribadian dan minat yang bisa digunakan dalam seleksi, bimbingan, penyuluhan dan
rehabilitasi. Selain itu juga digunakan untuk keperluan rotasi, pengembangan karier serta
meningkatkan motivasi kerja.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Teori Konvergensi adalah bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat,
keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat
sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang
kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan..
2. Dengan adanya teori konvergensi maka bermunculan psikologi-psikologi lain seperti
psikologi perkembangan, psikologi kejuruan dan perusahaan yang saat ini juga di
kenal sebagai psikologi industri dan organisasi
3. Teori konvergensi juga melahirkan konsep IQ (Intellegence Quotient) yang sampai
sekarang masih dipakai.
B. Saran
8
9. Penyusunan makalah ini sesungguhnya masih memiliki banyak kekurangan dalam hal
materi pembahasannya. Oleh sebab itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk
dapat memberikan kritik dan saran kepada kami tentang penyusun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarlito W. Sarwono. (2008). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
2. Sarlito W. Sarwono (2013). Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan tokokh-tokoh
Psikologi. Jakarta: PP. Bulan Bintang.
3. Daradjat, Zakiah, et all. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama
dengan Depag
4. Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Mudyahardjo.
5. Redja. 2002. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan
pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
6. Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press
Tirharahardja.
7. Umar dan La Sula. 1996. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
9
10. Penyusunan makalah ini sesungguhnya masih memiliki banyak kekurangan dalam hal
materi pembahasannya. Oleh sebab itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk
dapat memberikan kritik dan saran kepada kami tentang penyusun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarlito W. Sarwono. (2008). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
2. Sarlito W. Sarwono (2013). Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan tokokh-tokoh
Psikologi. Jakarta: PP. Bulan Bintang.
3. Daradjat, Zakiah, et all. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akrasa kerjasama
dengan Depag
4. Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Mudyahardjo.
5. Redja. 2002. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan
pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
6. Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Rake Press
Tirharahardja.
7. Umar dan La Sula. 1996. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
9