Terdapat 4 model promosi kesehatan yang banyak digunakan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan. 4 model promosi kesehatan itu antara lain :
1. Model Kepercayaan Kesehatan (Helath Belief Model)
2. Model Transteoritik (Transtheoritical Model)
3. Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)
4. Stres dan Koping (Stress and Coping)
Dari keempat model diatas, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga untuk pemilihan model promosi kesehatan perlu beberapa pertimbangan yang harus dikaji terlebih dahulu. Materi berikut menjabarkan tentang keempat model beserta dengan kelebihan dan kekurangannya.
Biooptik, tersusun atas kata bio dan optik. Bio berkaitan dengan makhluk hidup/ zat hidup atau bagian tertentu dari makhluk hidup, Sedangkan optik dikenal sebagai bagian ilmu fisika yang berkaitan dengan cahaya atau berkas sinar.
Terdapat 4 model promosi kesehatan yang banyak digunakan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan. 4 model promosi kesehatan itu antara lain :
1. Model Kepercayaan Kesehatan (Helath Belief Model)
2. Model Transteoritik (Transtheoritical Model)
3. Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)
4. Stres dan Koping (Stress and Coping)
Dari keempat model diatas, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga untuk pemilihan model promosi kesehatan perlu beberapa pertimbangan yang harus dikaji terlebih dahulu. Materi berikut menjabarkan tentang keempat model beserta dengan kelebihan dan kekurangannya.
Biooptik, tersusun atas kata bio dan optik. Bio berkaitan dengan makhluk hidup/ zat hidup atau bagian tertentu dari makhluk hidup, Sedangkan optik dikenal sebagai bagian ilmu fisika yang berkaitan dengan cahaya atau berkas sinar.
Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) ialah jumlah relatif (persentase) dari obat yang masuk ke sirkulasi sistemik sesudah pemberian obat dalam sediaan tertentu, serta kecepatan peningkatan kadar obat dalam sirkulasi sistemik. Sedangkan studi bioekivalensi dilakukan karena banyak produk obat yang dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada penderita.
Ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada penimbunan dan disposisi obat.
Pada wanita total pasif, dia merasa tidak perlu tahu tentang kehamilannya. Dia tidak tahu harus bagaimana dan harus bersikap seperti apa. Semua hal tentang kehamilannya dianggap tidak ada gunanya. Suami atau ibunya yang harus mengurus semua ini karena batinnya dapat terganggu kalau dia harus mengurus kehamilannya. Reaksi yang terjadi adalah dia akan mengikuti semua nasehat orang lain. Semua hal yang disarankan orang lain akan selau dilakukan. Fokus wanita total pasif adalah pada usaha mengenyahkan segala kekuatannya dan dia tidak tau-menau ada kesakitan dijasmaniah pada dirinya.
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptxEmmyKardianasari
This slides is presented at the Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang class of 2022 for Drug and Food Interaction subject by Emmy Kardinasari, M.Sc. PPT is presented bilingually as the college is advancing to prepare for International Classes in the future.
1. 1
MAKALAH FARMAKOLOGI
EKRESI dan DOSIS OBAT
Disusun Oleh:
1. Asri Mayang
2. Awalia Eva
3. Dewi Friandani
4. Dewi Wulan
5. Ismi Puspita
6. Prita Alvina
7. Raudatul J
8. Yeny R
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
2. 2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas karunianya akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah Farmakologi “Ekresi dan Dosis Obat” tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka Laporan Asuhan
Kebidanan ini tidak akan terwujud.Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Wahyudi S,S sebagai dosen pengampu
2. Semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini sehingga dapat
tersusun dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih memerlukan
penyempurnaan maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Madiun,………..2013
Penulis
3. 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………….................... i
KATA PENGANTAR ............…………………………………………..... ii
DAFTAR ISI..............…………………………………………….. ……… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………… ……. 1
B. Tujuan…………………………………………………... 1
C. Manfaat…………………..………………………..……. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekresi……….………………………..…… 3
B. Proses Ekresi...........……………………………....….. 6
C. Pengertian Dosis...............................................................
D. Faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat...........................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.................................................................
B. SARAN..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 8
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses
ekresi obat.Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami
absorsi,distribusi,metabolisme dan yang terakhir ekresi.Dalam prosestersebut
dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam
tubuh kita.
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan
cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat
diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat
tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping
obat sangat penting untuk dimiliki perawat. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk
proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu
klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan
lainnya.Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang
klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab
terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat
alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter.
Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan
tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
5. 5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme ekresi obat serta dosis obat yang
tepat untuk terapi pasien
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme ekresi obat secara rinci dan
pemberian dosis yang tepat sesuai rumus danpenyakit pasien.
C. Manfaat
1.Bagi penulis
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi
dan dosis obat.
2 Bagi Institusi
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi
dan dosis obat.
3 Bagi Klien
Agar mereka dapat mengetahui bagaimana ekresi obat serta dosis obat yang
sesuai.
6. 6
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKRESI
Dalam proses farmakokinetik obat setelah obat mengalami fase absorpsi, distribusi,
dan biotransformasi, obat akhirnya mengalami fase ekresi. Ekresi merupakan
perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke organ ekskresi. Obat mengalami
ekskresi bertujuan untuk mendetoksifikasi obat, karena telah diketahui bahwa obat
dianggap racun/ zat asing oleh tubuh. Organ ekskresi juga bermacam-macam
contohnya yang paling umum adalah ginjal, kemudian paru-paru, saliva, keringat, air
susu, empedu, dll.
Tetapi biasanya yang digunakan untuk menghetahui parameter ekresi obat adalah
melalui urin (dari ginjal). Hal ini dikarenakan sangat sedikit kadar obat yang
terekskresi melalui jalur selain urin. Sebagai contoh anggap saja kita pakai
parasetamol.
Kecepatan obat untuk diekresi dari tubuh dilihat dari waktu paruhnya (T 1/2). Setiap
obat memiliki waktu paro yang berbeda-beda. Obat A mungkin dalam 2 jam sudah
bersih dari tubuh, tapi ada juga yang baru 24 jam baru hilang dari tubuh. Waktu paro
sendiri adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu senyawa agar jumlahnya tersisa 1/2
nya. Jadi semisal kalau ada senyawa 100 mg, maka waktu paro adalah waktu yang
dibutuhkan senyawa tersebut sehingga senyawanya tinggal 50 mg. Jika dikaitkan
dengan ekresi maka waktu paro berarti waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk
hilang separuhnya dari tubuh. Untuk lebih jelasnya pembahasan waktu paro teman-
teman bisa membaca tulisan saya tentang waktu paro orde nol dan orde satu.
7. 7
Eliminasi obat dari tubuh bisa bertambah panjang jika ada kerusakan pada ginjal dan
hepar kita. Dengan bertambahnya waktu paro eliminasi maka durasi obat akan jadi
makin panjang, dan juga obat yang harusnya sudah keluar dari tubuh, ternyata belum
keluar. Maka dari itu, pada kebanyakan obat akan dikurangi dosisnya untuk
mengurangi toksisitas. Dalam proses ekskresi terdapat parameter Kliren (Clearance).
Kliren adalah Parameter eliminasi obat yang meliputi metabolisme/ biotransformasi
dan ekskresi untuk dikeluarkan dari tubuh melalui organ ekskresi.
B. PROSES EKRESI OBAT
Penyerapan dan difusi di dalam tubuh memungkinkan zat aktif mencapai titik ikatan,
secara simultan hal ini berperan dalam proses eliminasi yang merupakan proses akhir
nasib obat dalam tubuh. Seperti apa fase penyerapan dan penyebaran, fase eliminasi
berperan pada aktivitas toksitifitas obat.
Aturan umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun perlintasan
eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan penyebaran ,yaitu
dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke luar tubuh. Molekul-
molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati.
Pada umumnya molekul-molekul yang lebih larut air lebih mudah di eliminasi ,
sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi bentuk yang kurang larut lemak.
Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah dikeluarkan melalui ginjal yang
merupakan jalur eliminasi obat-obat yang terpenting. Fenomena pasif dari difusi
transmembran merupakan proses penting dalam eliminasi obat, tergantung jalur
pengeluaran dan gradien konsentrasi. Proses eliminasi tergantung pada penyebaran
senyawa, yang dipengaruhi oleh cara pemberian dan fenomena penyerapan. Misalnya
bentuk bebas yang berdifusi, peran gradien konsentrasi serta ikatan pada protein
plasma. adanya fiksasi pada tempat penimbunan (jaringan lemak) akan
memperlambat eliminasi total.
1. Ekresi melalui ginjal
8. 8
Pada jalur ekskresi melalui ginjal, metabolit-metabolit obat diekskresikan
melalui urine melalui mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan
reabsorpsi tubular. Ginjal merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ
ini mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah guna
mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit fungsional terkecil
yang disebut dengan Nefron. Nefron terdiri atas pembuluh proksimal, lengkung
Henle, dan pembuluh distal, sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus
yang terdapat dalam kapsula Bowmann.
Proses ekresi obat dalam ginjal ada tiga tahap, yaitu filtrasi glomelurus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1) Fase Filtrasi
Pada fase filtrasi obat yang tidak terikat protein plasma akan mengalami
filtrasi atau penyaringan di glomelurus sebelum menuju tubulus. Pada
bagian ini yang berpengaruh pada kecepatan filtrasi adalah ukuran
partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomelurus.
Dari hal diatas kita dapat simpulkan jika obat yang terikat dengan protein
plasma tidak akan ikut terekskresi karena ukuran protein yang besar. Dan
jika kita temukan protein pada urin kita, maka glomelurus yang kita
miliki memang sudah rusak. Karena sejatinya tidak mungkin protein bisa
menembus glomerulus.
2) Fase reabsorsi tubulus
tahapan ini dilakukan penyerapan kembali senyawa obat yang mash non
polar dan masih dalam bentuk tak terion.Hal ini bisa dimanipulasi
dengan membentuk pH urin. Dengan memberi suasana basa pada urin
paka obat-obat asam akan terion sehingga tidak direabsorpsi dan menuju
tahap selanjutnya. Begitu juga sebaliknya untuk obat basa.
9. 9
3) Fase sekresi. Yaitu proses pengeluaran senyawa obat dari tubuh melalui
urin.
2. Ekresi lewat urin
Mekanisme yang menjamin eliminasi obat sama dengan mekanisme yang
menjamin pembentukan urin. Peran yang diawali pada nefron yang merupakan
kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal.
Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel
monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu
bagian glomerulus dan bagian tubulus.
Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal.
Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang
melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial. Glomeruli ginjal merupakan
keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan
Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).
Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus
proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul
Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup
dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di
dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang
diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan
dialirkan ke dalam vesica urinaria.
Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau
lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada
setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas
pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan
10. 10
tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan
selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior)
Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan
epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan
cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada
pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi
glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan
parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri.
Semua pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit
ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi
dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan
menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis.
Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya pori-pori
endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume
plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus
mencapai 120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan
lolosnya sejumlah partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan
berat molekul diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya
sama dengan plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus
terjadi secara difusi. Hampir pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang
terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma. Hal itu juga
berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas yang
terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa
molekul obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat
molekulnya yang besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam
lumen vaskuler dan digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran,
polivinil-pirolidon dan sebagainya ).
11. 11
Laju ultrafiltrasi glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya
berbeda secara bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu
sisi keduanya berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya
berkaitan erat dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena
penyerapan kembali dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi
molekul-molekul yang terdapat di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan
konsentrasi dalam plasma, dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh dengan laju
yang berbeda.
Jika molekul yang tersaring di sepanjang tubulus renalis tidak mengalami
perubahan, maka jumlah obat yang keluar dari tubuh dalam 1 menit dalam urin
(= U x V) adalah sama dengan jumlah obat yang melalui darah /menit dalam
ultrafiltrat glomerulus (= P x F).
Keterangan:
U = konsentrasi dalam urin
V = volume urin /menit
P = konsentrasi dalm plasma
F = volume filtrat glomerulus
Klirens dari suatu molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama
dengan volume ultrafiltrat glomerulus :
Klirens = U x
P
V
Bila klirens molekul di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus,
mekanisme aktif sekresi telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila
klirens lebih rendah dari volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi
memperlambat eliminasi.
12. 12
Dari perhitungan yang mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu
paruh biologik (waktu yang diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah
menurun separuhnya) adalah :
· 70 menit jika hanya terjadi proses filtrasi
· 7 menit jika terjadi sekresi melalui tubulus renalis
· 7 hari jika terjadi penyerapan kembali tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam
urin tidak melampaui konsentrasi plasma.
Perhitungan ini menggambarkan secara nyata bahwa peran eliminasi obat
melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat.
Fenomena penyerapan kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin
: pengurangan volum dari 180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan
fenomena tersebut. Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%)
menyangkut kepentingan reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena
pengaruh mekanisme hormonal (ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk
pada tubulus renalis yang menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang
mendorong difusi obat dari cairan tubulus menuju plasma. Dengan demikian
konsentrasi intratubulus menjadi lebih besar dari konsentrasi plasma. Perlintasan
membran ginjal terjadi seperti halnya membran yang lain yaitu senyawa yang
paling larut lemak dan fraksi tak terionosasi dari asam/basa lemah yang lebih
mudah diserap kembali. Derajat ionosasi merupakan fungsi dari pH cairan
sekitar dan pH plasma relatif tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi
walaupun dalam keadaan normal bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya
berperan untiuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi
mempertahankan homeostasis ; sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion
H+
pada tubulus distalis. Keragaman pH pada lumen tubulus mempengaruhi
keseimbangan antara bentuk yang terionkan dan yang tak terionkan, sehingga
penyerapan kembali elektrolit lemah mengalami perubahan.
13. 13
Untuk asam lemah, penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan
bentuk tidak terionkan yang larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna
lebih besar dari konsentrasi dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses
penyerapan kembali. Pada keadaan fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah
diserap kembali pada tubulus renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui
perfusi Natrium bikarbonat merupakan cara yang sering dilakukan pada
overdosis obat untuk pengeluaran senyawa-senyawa seperti asam asetil salisilat
atau barbiturat. Sebaliknya juga berlaku untuk basa lemah eliminasinya
dipengaruhi oleh keasaman urin.
Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat aktif dan pH larutan menentukan
terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga diperhatiakan bahwa adanya
ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada bentuk yang tidak
terikat.
pH = pKa + log konsentrasi bentuk terionkan (I)
konsenterasi bentuk tak terion (NI)
Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam
pengeluaran senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan
membantu pengeluaran obat-obat tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport
pada tubulus contortus priximal, sebagian untuk asam-asam organik : penisilin,
metabolit glukoronat atau sulfat, yang lain untuk basa-basa organik : kinina,
amonium kuarterner dan sebagainya.
Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak
ada tipe transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk
transporer yang sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik
adalah penisilin dan probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan
mencapai tubulus proximal untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar
dari penyaringan glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu
14. 14
penting karena obat tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan
penderita disuntik ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin
diberikan bersama dengan probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan
sistem eliminasi penisilin, dengan adanya persaingan pada transporter yang
sama, maka probenesid akan memperlambat eliminasi penisilin karena ionisasi
probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan kembali penisilin.
Asam para-aminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa yang
dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran
darah dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk penentuan aliran darah
glomerulus
3. Ekresi lewat Empedu
Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya
yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran.
Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta
perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada
eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa
induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga
terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini
penting untuk beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena
obat dapat menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk
pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan
metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif
diserap kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar
usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini
menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara
definitif baru terjadi melalui ginjal.
15. 15
4. Ekresi lewat Feses
Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak
mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang
disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula
mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak
diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk
memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya
sulfaguanidin, bismuth.
5. Ekresi Lewat Paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang
berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan
parsiil capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif
sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui
membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin
pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses
difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli
dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya
pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.
6. Ekresi Lainya
Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara
umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus
khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu
spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini
kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air
ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat
mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari
sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat
16. 16
melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya.
Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin
bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu
(ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi
obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik.
ASI lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat
berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya
alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm.
Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1%
dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem
enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian
pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.
Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran
obat melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada
sapi perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada
manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu
yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya
besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka
eliminasi melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting.
Karena ginjal berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat
yang dapat mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk
semua obat pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada
penderita kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan
pengeluaran empedu.
C. PENGERTIAN DOSIS
17. 17
Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-
unit lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud
dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada
penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis
terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat
yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis
toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis
letal.
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya
dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini
dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa
pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis
pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor
penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon
obat tidak selalu
dapat diperkirakan.
Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus.
1.Faktor Obat:
a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb.
b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.
c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.
18. 18
2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita:
a. Oral : dimakan atau diminum
b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb
c. Rektal, vaginal, uretral
d. Lokal, topikal
e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb
3.Faktor Penderita:
a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon
d. Ras : “slow & fast acetylators”
e. Toleransi
f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan
h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi
obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal
mempengaruhi ekskresi obat.
19. 19
BAB III
PENUTUP
A.SIMPULAN
Mekanisme kerja obat setelah melalui proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme
obat akan dikeluarkan dari tubuh. Fase ini dinamakan fase ekskresi.Eksresidapat
melalui ginjal,urin,feses,keringat dan lain-lain. Ginjaladalah eksresi paling sering
terjadi.
Dalam memberikan dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan
menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar
pasien merasa puas atas tindakan keperawatan yang kita berikan.
B. SARAN
Dalam proses ekskresi juga dibutuhkan organ yang sehat agar semua berjalan dengan
lancer, dan menjaga kesehatan adalah hal yang utama. Dalam memberikan dosis obat
yang tepat dan juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan
menerapkan rumus perhitungan dosis. Jadi, kita sebagai perawat yang profesi
professional harus mampu menguasai tentang dosis obat.