Laporan ini membahas studi sertifikasi anticollision lights berdasarkan regulasi FAA TSO-C96a. Ia menjelaskan spesifikasi anticollision lights menurut regulasi, produsen LRU di dalam dan luar negeri, serta proses pengujian dan tempat pengujian yang diperlukan untuk memperoleh sertifikasi kelayakan udara.
1. 1 | P a g e
LAPORAN TUGAS BESAR
STUDI SERTIFIKASI ANTICOLLISION LIGHTS
BERDASARKAN FAA TSO-C96a
Laporan ini disusun sebagai tugas mata kuliah AE3140 Sertifikasi Kelaikudaraan
Disusun Oleh:
Dewa Gede Surya Eka Natha 13617008
Yusuf Wildan Agung Sanjaya 13617010
Alvin Irwanto 13617034
Hilmy Azizirrahim 13617044
Bayu Ridho Waskita 13617052
Pembimbing:
Dr. Ir. Rais Zain M.Eng.
PROGRAM STUDI TEKNIK DIRGANTARA
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
2. 2 | P a g e
DAFTAR ISI
Halaman sampul………………………………………………………………....1
Daftar Isi………………………………………………………………………....2
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………...3
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II Deskripsi Produk……………………………………………………….. 5
2.1 Spesifikasi Anticollision Lights Menurut Regulasi
2.2 Produsen LRU di Luar Negeri
2.3 Produsen dan Produsen Potensial LRU di Dalam Negeri
2.4 Deskripsi Pengajuan Sertifikasi LRU ke DKUPPU
BAB III Regulasi Kelaikudaraan Terkait LRU……………………………...…..19
BAB IV Pengujian dan Tempat Pengujian…………………………..……..……23
4.1 Kondisi Lingkungan Pengujian
4.2 Pengujian Performa
4.3 Pengujian Kualifikasi Kelaikudaraan
4.4 Tempat Pengujian
BAB V Kesimpulan dan Saran……………………………………………….….42
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 43
3. 3 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia dirgantara merupakan dunia yang terus berubah dan menggunakan
teknologi dengan tingkat toleransi kesalahan yang rendah. Keselamatan dan
keamanan merupakan hal yang menjadi prioritas dalam industri penerbangan, karena
setiap kecelakaan berpotensi mengakibatkan korban jiwa, kerugian materi, dan juga
kerugian lain seperti kehilangan kesempatan bisnis. Untuk mengurangi risiko
tersebut dunia dirgantara memiliki syarat-syarat agar sebuah wahana udara dapat
terbang dengan risiko yang dapat diterima. Syarat-syarat ini dikenal sebagai
“kelaikudaraan”, yang dimaknai sebagai sebuah kondisi pesawat yang laik dan aman
untuk terbang. “Laik” berarti pesawat tersebut harus memiliki kualifikasi yang
memenuhi kondisi, keadaan, tujuan, dan permintaan tertentu, sementara “aman”
berarti pesawat tersebut bebas dari kerusakan dan kondisi yang membahayakan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme untuk mengusahakan nol
kecelakaan (zero accident) pada industri dirgantara yang terus berkembang. Proses
sertifikasi kelaikudaraan merupakan sebuah cara untuk mengonfirmasi,
memverifikasi, dan menyatakan secara resmi bahwa sebuah produk dirgantara
memenuhi syarat kelaikan yang telah ditetapkan melalui peraturan yang terkait. Di
Indonesia, proses sertifikasi kelaikudaraan dilakukan oleh Direktorat Kelaikudaraan
dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) dan merujuk pada Civil Aviation
Safety Regulation (CASR) yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia, meskipun CASR sendiri merupakan pengadopsian dari Federal Aviation
Regulation (FAR) yang dibuat oleh FAA dari Amerika.
Salah satu komponen yang disertifikasi dalam sebuah pesawat udara merupakan
anticollision lights. Komponen ini merupakan sebuah Line Replacable Unit (LRU)
yang memiliki kualifikasi performa sesuai dengan Technical Standard Order TSO-
C96a yang ditetapkan FAA. Pemasangan LRU ini pada pesawat terbang memiliki
tujuan sama seperti yang disebutkan pada namanya, yaitu untuk mencegah tabrakan
antar pesawat. Lampu yang dipasang di badan dan ujung sayap belakang pesawat
diharapkan mampu membuat pesawat lebih terlihat pada kondisi jarak pandang
terbatas seperti dalam kabut, cuaca buruk, dan malam hari, karena sulitnya saling
4. 4 | P a g e
melihat antara kru darat dengan pesawat, ATC dengan pesawat, dan antar pesawat
memperbesar potensi terjadinya tabrakan. Sudah banyak kecelakaan terjadi akibat
hal ini, baik antar pesawat di udara (seperti UA Flight 826 menabrak TWA Flight
266 dan Bashkirian Airlines Flight 2937 menabrak DHL Flight 611), antar pesawat
di darat (seperti Tenerife Airport Disaster dan Linate Airport Disaster), maupun antar
pesawat dan kru darat (seperti sebuah Dassault 50 yang menabrak pembersih salju
saat lepas landas di Bandara Vnukovo, Moscow). Semua kecelakaan yang telah
disebut, disamping faktor lain, memiliki faktor keterbatasan pengelihatan antar
pesawat akibat cuaca buruk (hujan dan kabut) maupun malam hari.
Seiring meningkatnya teknologi dirgantara, peralatan-peralatan di pesawat
terbang pun terus mengalami pembaruan, demikian pula teknologi yang digunakan
pada LRU. Penerapan standar sertifikasi kelaikudaraan bagi anticollision lights
diharapkan mampu menekan angka kecelakaan akibat kurang terlihatnya pesawat.
Oleh karena itu, kami merasa sebuah studi tentang LRU anticollision lights sangat
diperlukan untuk menunjang keamanan dan keselamatan penerbangan, khususnya di
Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah untuk mempelajari aspek, pedoman, dan proses
sertifikasi salah satu Line Replacement Unit pesawat udara berupa anticollision
lights. Ada beberapa hal yang menjadi pokok utama studi sertifikasi ini, yaitu:
1. Menjelaskan persyaratan spesifikasi anticollision lights yang terdapat
pada regulasi kelaikudaraan.
2. Menjelaskan proses pengujian dan tempat pengujian anticollision lights.
3. Menjelaskan produsen-produsen anticollision lights dan produsen yang
potensial di Indonesia.
5. 5 | P a g e
BAB II
DESKRIPSI PRODUK
2.1 Spesifikasi Anticollision Lights Menurut Regulasi
Aircraft anti collision light yang juga dikenal sebagai beacon light atau strobe
light adalah seperangkat lampu yang digunakan pada pesawat untuk meningkatkan
visibilitas pesawat kepada pesawat lain maupun orang di darat. Lampu ini dibutuhkan
pada pengoperasian pesawat di lingkungan dengan jarak pandang yang rendah,
seperti pada saat cuaca buruk dan malam hari. Hal ini dilakukan untuk memastikan
setiap orang yang bertanggung jawab atas pengoperasian pesawat terbang (pilot,
ground crew, dan ATC) dapat mengidentifikasi pesawat tersebut dan meminimalkan
gangguan terhadap keselamatan terbang dengan meminimalkan risiko tabrakan antar
pesawat ataupun dengan kendaraan atau orang lain.
Gambar 2.1 Sebuah Boeing 787-8 milik Japan Airlines, memperlihatkan
anticollision lights di atas, di bawah, dan di ujung belakang fuselage. (Sumber:
haikudeck.com)
Berdasarkan regulasi FAR 25, ada dua jenis anticollision lights yang
dipasang pada pesawat. Lampu suar atau beacon light adalah lampu berwarna merah
yang dipasang di bagian atas dan bawah badan pesawat. Tujuannya adalah untuk
memberi tahu awak darat dan pesawat lain bahwa mesin pesawat mulai dinyalakan,
dijalankan, atau saat pesawat akan mulai bergerak. Lampu tersebut berkedip dengan
cara diputarkan, mirip seperti mercusuar, agar lebih mudah mendapatkan perhatian.
Sedangkan jenis kedua adalah lampu strobo/strobe light, yang merupakan lampu
berwarna putih di ujung sayap kiri, kanan, dan ujung belakang pesawat. Lampu ini
digunakan untuk memberi sinyal bahwa pesawat memasuki atau mendekati landasan
6. 6 | P a g e
aktif, serta sama seperti beacon light, lampu ini digunakan pula untuk
mengidentifikasi pesawat pada saat malam hari atau dalam keadaan langit yang
gelap. Lampu ini berkedip dengan cara mengalirkan dan mematikan arus listrik yang
menuju lampu dengan frekuensi tertentu.
Gambar 2.2 Detail dari beacon lights berwarna merah (gambar kiri) yang
memperlihatkan elemen lampu dan mekanisme pemutar lampu, serta strobe light
berwarna putih (gambar kanan) yang memperlihatkan nyala lampu (efek berkedip
tidak terlihat pada gambar). (Sumber: AveoEngineering)
Posisi dari kedua jenis anticollision lights ini diatur sedemikian rupa untuk
mengurangi potensi halangan yang menyebabkan lampu tidak terlihat dari sudut
tertentu, misalnya akibat lampu terhalang oleh horizontal stabilizer pesawat. Lampu
ini berkedip dengan cara mengalirkan dan mematikan arus listrik yang menuju lampu
dengan frekuensi tertentu.
Dalam regulasi yang diatur oleh FAR 25.1401, setiap pesawat yang masuk dalam
ketegori yang dideskripksikan oleh FAR 25 harus memiliki sistem anticollision lights
yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga sinar yang dihasilkan tidak mengganggu
pengelihatan awak terbang atau menghalangi lampu lain seperti position lights, serta
memenuhi persyaratan kelaikudaraan seperti intensitas cahaya, cakupan sinar, warna,
dan karakteristik kedipan cahaya.
Menurut peraturan, sistem anticollision lights harus memiliki cahaya yang cukup
untuk menerangi area vital di sekitar pesawat, dengan mempertimbangkan
konfigurasi fisik dan karakteristik terbang pesawat. Area cakupannya harus
memenuhi 75 derajat ke atas dan kebawah bidang horizontal, kecuali jika ada sebuah
sudut halang pandangan yang tidak lebih dari 0.03 steradian pada sudut padat sebesar
0.15 steradian.
7. 7 | P a g e
Gambar 2.3 Area cakupan anticollision lights dengan halangan bagian tail
pesawat. (Sumber: AC 20-30B)
Sedangkan intensitas minimum lampu harus memenuhi kriteria “Intensitas
Efektif”, yang merupakan fungsi dari interval kedipan dan intensitas spontan lampu.
Nilai intensitas efektif didefinisikan oleh persamaan matematis sebagai:
𝐼𝑒 =
∫ 𝐼(𝑡)𝑑𝑡
𝑡2
𝑡1
0.2 + (𝑡2 − 𝑡1)
Dan dalam sudut tertentu, intensitas efektif yang disyaratkan oleh FAR 25 harus
memenuhi atau melebihi nilai yang disajikan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Kriteria Intensitas Cahaya Anticollision Lights pada Sudut
Tertentu
Sudut di atas dan di bawah bidang
horizontal
Intensitas efektif
(cd)
0° to 5°
5° to 10°
10° to 20°
20° to 30°
30° to 75°
400
240
80
40
20
Sedangkan warna lampu adalah salah satu dari aviation red atau aviation white
yang dispesifikasikan pada FAR 25.1397 harus memenuhi kromatisitas berdasar
International Commision of Illumination sebagai:
8. 8 | P a g e
a. Aviation red:
- Nilai y kurang dari 0.335.
- Nilai z kurang dari 0.002.
b. Aviation white
- Nilai x diantara 0.300 dan 0.540.
- Nilai y lebih besar dari x-0.040 atau y0-0.010, tergantung yang
mana yang lebih kecil.
- Nilai y lebih kecil dari x+0.020 ataupun 0.636-0.4x.
Untuk karakteristik kedipan, anticollision lights harus berkedip dengan
frekuensi antara 40 hingga 100 siklus tiap menit. Pada kasus ketika terdapat overlaps
pada lebih dari satu sistem lampu, frekuensi kedipan dapat lebih dari 100 siklus per
menit, namun tidak boleh melebihi 180 siklus per menit.
2.2 Produsen LRU di Luar Negeri
No Nama
Perusahaan
Negara Asal Produk
1. ADB
AIRFIELD
SOLUTIONS
Amerika
Serikat
9. 9 | P a g e
2. AeroLEDs,
LLC
Amerika
Serikat
3. Aeromaoz
Ltd.
Israel
4. AveoEnginee
ring s.r.o.
Republik
Ceko
10. 10 | P a g e
5. COBHAM Inggris
6. DeVore
Aviation
Corporation
of America
Amerika
Serikat
7. Interface
Displays &
Controls
Amerika
Serikat
11. 11 | P a g e
8. Koito
Manufacturin
g Co. Ltd
Jepang
9. NSE
INDUSTRIE
S
Perancis
12. 12 | P a g e
10. OXLEY
GROUP
Inggris
11. ROCKWELL
COLLINS
Amerika
Serikat
12. Soderberg
Manufacturin
g Co. Inc.
Amerika
Serikat
13. 13 | P a g e
13. Thiesen
Electronics
GmbH
Jerman
14. WHELEN Amerika
Serikat
2.3 Produsen dan Produsen Potensial LRU di Dalam Negeri
Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang berpotensi menjadi produsen
anticollision lights. Perusahaan tersebut sudah memproduksi produk serupa, namun
dipasarkan untuk transportasi darat dan laut seperti mobil umum, mobil
pertambangan, motor, dan kapal laut. Berikut perusahaan yang bisa dibilang cukup
potensial.
14. 14 | P a g e
2.3.1. Supra Awali
Gambar 2.4 Logo PT. Supra Awali
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 11 November 1981 oleh Wahyudi dan
Adiwidjaja Masman. Perusahaan ini beralamat di Jl. Gunung Sahari No. 75,
Jakarta Pusat. Awalnya perusahaan ini memproduksi pipe cutter dan bearing
checker. Seiring berjalannya waktu perusahaan ini pun mulai berekspansi
menuju perlengkapan pelabuhan laut dan udara seperti lighting. Karena
perusahaan ini sudah pernah membuat produk aviasi yang pembuatannya
mengacu pada regulasi FAA maka bukan tidak mungkin perusahaan ini akan
mampu melakukan ekpansi lebih jauh pada produk penerbangan lainnya seperti
anticollision light ini.
2.3.2. Sumber Auto Indonesia
Gambar 2.5 Logo Sumber Auto Indonesia
Sumber Auto Indonesia didirikan tahun 2008, perusahaan ini memiliki
spesialisasi di heavy duty safety equipments dan accessories seperti high
visibility emergency warning lights, signal lamps, backup alarms, safety buggy
whips, tail combination lights, auxiliary lamps, LED Worklamps, dll. Lokasi
15. 15 | P a g e
perusahaan ini strategis, yakni di Jl. Taman Sari Raya 40D, Jakarta Barat dan
terkenal dengan marketplace untuk automotive trucking spareparts in Indonesia.
Pada tahun 2012 mendaftarkan OEM brand dengan nama SALITE. Banyak
produk yang sudah diuji oleh tim R&D dari perusahaan manufaktur terkemuka
di dunia dengan standar safety equipment Eropa dan Amerika. Kedua alasan
inilah yang menurut kami layak memasukkan perusahaan ini ke dalam
perusahaan potensial walau belum pernah berkecimpung dalam dunia
dirgantara.
2.4 Deskripsi Pengajuan Sertifikasi ke Otoritas Kelaikudaraan
Kajian pengajuan sertifikasi Line Replacable Unit berupa sebuah Technical
Standard Order (TSO) dilakukan dengan membandingkan dua otoritas
kelaikudaraan, yaitu Federal Aviation Administration (FAA) dari Amerika Serikat
dan Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) dari
Indonesia. Perbandingan ini dilakukan karena Indonesia sendiri mengadopsi regulasi
kelaikudaraan Amerika (FAR) menjadi CASR yang digunakan oleh Kementerian
Perhubungan. Prosedur pengajuan TSO Approval (TSOA) adalah sebagai berikut:
2.4.1 Pengajuan Technical Standard Order Approval ke FAA
Menurut FAR 21 Subpart O tentang Technical Standard Order Approval,
syarat-syarat pengajuan TSOA ke otoritas kelaikudaraan Amerika Serikat yang
tertuang dalam §21.603 adalah:
1. Pendaftar yang hendak mendapatkan TSOA harus mendaftar sesuai syarat
yang diberikan FAA, disertai kelengkapan dokumen yang meliputi:
a. Pernyataan kesesuaian (conformance) oleh pendaftar terhadap
persyaratan yand dispesifikasikan pada FAR 21 Subpart O dan
barang yang akan disertifikasi memenuhi TSO yang berlaku pada
tanggal pengajuan.
b. Satu salinan data teknis yang diperlukan dalam pengajuan TSO.
Jika persyaratan di atas tidak terpenuhi, pendaftar harus, jika diminta oleh
FAA, memberikan informasi tambahan yang diperlukan sebagai bentuk
kepatuhan terhadap regulasi. Jika dalam 30 hari informasi tambahan
tersebut tidak disediakan, FAA akan membatalkan proses pengajuan
sertifikasi TSO.
16. 16 | P a g e
2. Pendaftar TSOA wajib memberikan dokumen keorganisasian perusahaan
kepada FAA yang meliputi lokasi fasilitas manufaktur, personel dan
tanggung jawabnya, manajemen perusahaan, serta manager yang
bertanggung jawab dalam persetujuan produksi.
3. Memiliki sistem kontrol kualitas beserta manual terkait dalam Bahasa
Inggris dan dibuat dalam format yang ditetapkan FAA.
4. Pendaftar harus memperbolehkan FAA untuk melakukan inspeksi
terhadap sistem kualitas, fasilitas, data teknis, dan produk hasil
manufaktur, serta menyaksikan pengujian produk, termasuk inspeksi dan
pengujian bagi suplier bahan produk.
Apabila FAA menemukan bahwa pendaftar telah melengkapi syarat yang telah
ditentukan dalam FAR 21 Subchapter 603-610, maka sebagai otoritas, FAA
memiliki kewenangan untuk melakukan peninjauan dan kajian terhadap
compliance yang dilakukan oleh lembaga yang mengajukan pendaftaran TSOA.
Apabila persyaratan dalam TSO terkait dengan LRU yang diajukan sudah
terpenuhi, Technical Standard Order Authorization dapat diberikan dan berlaku
selamanya kecuali apabila TSOA diserahkan kembali ke otoritas oleh produsen
LRU, ditarik dari peredaran, atau dihentikan oleh FAA. Apabila dokumen
kelengkapan tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh technical standard
order, FAA dapat mengirimkan surat penolakan kepada pendaftar.
FAA juga melakukan sertifikasi terhadap produk LRU yang diimpor oleh
negara lain yang memiliki kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat. Syarat
untuk mengajukan TSOA untuk LRU impor, sesuai dengan yang tertera pada
FAR 21.621 adalah:
1. Negara asal desain LRU menyertifikasi bahwa LRU sudah diperiksa dan
diuji sesuai dengan Technical Standard Order terkait (dalam hal
anticollision lights adalah TSO-C96a) atau standar performa negara
tersebut yang memiliki standar kelaikudaraan yang setara dengan yang
digunakan oleh FAA
2. Pihak manufaktur memberikan satu salinan data teknis LRU yang sama
seperti yang dispesifikasikan oleh TSO atau yang setara dengan regulasi
di negara asal manufaktur.
Setelah syarat di atas terpenuhi, FAA dapat memberikan Technical Standard
Order Approval (TSOA) dengan deviasi yang tertera dalam FAR 21.618.
17. 17 | P a g e
2.4.2 Pengajuan Technical Standard Order Approval ke DKUPPU
Secara umum, prosedur pengajuan TSOA ke DKUPPU mirip dengan
prosedur pengajuan ke FAA. Hal ini dikarenakan Indonesia mengadopsi FAR
21 dalam CASR 21 tentang sertifikasi produk dan komponen. Namun ada sedikit
perbedaan diantara keduanya karena DKUPPU juga mengadopsi beberapa
regulasi EASA.
Menurut CASR 21 Subpart O tentang Technical Standard Order Approval,
syarat-syarat pengajuan TSOA ke otoritas kelaikudaraan Amerika Serikat yang
tertuang dalam §21.603 adalah:
1. Pendaftar yang hendak mendapatkan TSOA harus mendaftar sesuai syarat
yang diberikan DKUPPU, disertai kelengkapan dokumen yang meliputi:
a. Pernyataan kesesuaian (conformance) oleh pendaftar terhadap
persyaratan yand dispesifikasikan pada CASR 21 Subpart O dan
barang yang akan disertifikasi memenuhi TSO yang berlaku pada
tanggal pengajuan.
b. Satu salinan data teknis yang diperlukan dalam pengajuan TSO.
Jika persyaratan di atas tidak terpenuhi, pendaftar harus, jika diminta oleh
DKUPPU, memberikan informasi tambahan yang diperlukan sebagai
bentuk kepatuhan terhadap regulasi. Jika dalam 30 hari informasi
tambahan tersebut tidak disediakan, DKUPPU akan membatalkan proses
pengajuan sertifikasi TSO.
2. Pendaftar TSOA wajib memberikan dokumen keorganisasian perusahaan
kepada DKUPPU yang meliputi lokasi fasilitas manufaktur, personel dan
tanggung jawabnya, manajemen perusahaan, serta manager yang
bertanggung jawab dalam persetujuan produksi.
3. Memiliki sistem kontrol kualitas beserta manual terkait dalam Bahasa
Inggris dan dibuat dalam format yang ditetapkan DKUPPU.
4. Pendaftar harus memperbolehkan DKUPPU untuk melakukan inspeksi
terhadap sistem kualitas, fasilitas, data teknis, dan produk hasil
manufaktur, serta menyaksikan pengujian produk, termasuk inspeksi dan
pengujian bagi suplier bahan produk.
18. 18 | P a g e
Apabila DKUPPU menemukan bahwa pendaftar telah melengkapi syarat yang
telah ditentukan dalam CASR 21.603-610, maka sebagai otoritas, DKUPPU
memiliki kewenangan untuk melakukan peninjauan dan kajian terhadap
compliance yang dilakukan oleh lembaga yang mengajukan pendaftaran TSOA.
Apabila persyaratan dalam TSO terkait dengan LRU yang diajukan sudah
terpenuhi, Technical Standard Order Authorization dapat diberikan dan berlaku
selamanya kecuali apabila TSOA diserahkan kembali ke otoritas oleh produsen
LRU, ditarik dari peredaran, atau dihentikan oleh DKUPPU. Apabila dokumen
kelengkapan tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh technical standard
order, DKUPPU dapat mengirimkan surat penolakan kepada pendaftar.
Berdasarkan CASR 21.603(d), DKUPPU tidak menerbitkan TSOA bagi
produsen LRU yang fasilitas manufakturnya berada di luar wilayah Republik
Indonesia, kecuali jika negara produsen LRU memiliki kerjasama bilateral
dengan Republik Indonesia dan tidak menimbulkan masalah yang tidak
semestinya dalam fungsi DKUPPU sebagai otoritas kelaikudaraan.
Secara umum, alur pengajuan sertifikasi TSO baik FAA maupun DKUPPU adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.6 Proses pengajuan sertifikasi TSOA ke otoritas kelaikudaraan
berdasarkan FAR 21 Subpart O dan FAA Order.
Manufactur
merancang dan
membuat prototype
LRU
Mengajukan
Permohonan TSOA
Membuat Means of
Compliance terhadap
regulasi
Memberikan data
teknis
Otoritas melakukan
audit fasilitas, quality
control, dan
keorganisasian
manufaktur
Otoritas menetapkan
deviasi dan kondisi
khusus
Pengujian LRU
berdasarkan standar
TSO
Persetujuan
kelaikudaraan dan
pemberian TSOA
Manufacturer
membuat surat
aplikasi PMA
Melengkapi identitas
barang yang diajukan
(termasuk
TC/STC/TSOA)
Memberikan semua
data pengujian dan
komputasi kepada
otoritas
Inspeksi dan audit
oleh otoritas
Persetujuan
kelaikudaraan dan
pemberian Parts
Manufacturer
Approval
19. 19 | P a g e
BAB III
REGULASI KELAIKUDARAAN TERKAIT LRU
Berikut ini adalah tabel daftar regulasi yang mengatur sistem Anticollision Light.
Regulasi ini harus dipenuhi dalam proses produksi Anticollision Light yang sudah
disesuaikan dengan TSO ( Technical Standard Order ) yang berlaku. Regulasi ini dibuat
dengan tujuan untuk memaksimalkan keefektifan dari perangkat itu sendiri. Regulasi ini
pun tidak memuat bantuan atau prosedur pengamanan yang lebih ketat yang ditentukan
atas instruksi pabrik untuk Kelaikan Udara Lanjutan (ICA) atau peraturan bimbingan
lainnya serta tidak mengubah standar sertifikasi yang ditemukan dalam TSO ( Technical
Standard Order )- C96a , tentang Anticollision Light .
Regulasi Bagian Mengatur Tentang
14 CFR ( 14 Code of Federal
Regulation)
Part 21, § 21.50 Instructions for Continued
Airworthiness and
Manufacturer’s
Maintenance Manuals
Having Airworthiness
Limitations Sections.
Part 23, § 23.2530 External and Cockpit
Lighting.
Part 23 Appendix A Instructions for Continued
Airworthiness
Part 25, § 25.1401 Anticollision Light
System
20. 20 | P a g e
Part 25, § 25.1529 Instructions for Continued
Airworthiness.
Part 25 Appendix H Instructions for Continued
Airworthiness.
Part 91, § 91.205(c)(3) Visual Flight Rules
(Night)
Part 91, § 91.209 Aircraft Lights
FAA (Federal Aviation
Administration)
AC 20-30 Aircraft Position Light and
Anticollision Light
Installations.
AC 20-74 Aircraft Position and
Anticollision Light
Measurements
SAE
Aerospace
Information
Report
AIR5689 Light Transmitting Glass
Covers for Exterior
Aircraft Lighting
SAE Aerospace
Recommended Practice
ARP5029 Measurement Procedures
for Strobe Anticollision
Lights
ARP5637 Design and Maintenance
Considerations for
Aircraft Exterior Lighting
Plastic Lenses
21. 21 | P a g e
SAE Aerospace Standard AS8017 Minimum Performance
Standard for Anticollision
Light Systems
American Radio Technical
Commission for Aeronautics
DO-160B Enviromental Conditions
and Test Procedures for
Airborne Equipment
Selain regulasi diatas, ada beberapa penjelasan regulasi terkait anticollision light yang
harus dipenuhi :
1. Semua pesawat terbang harus mengaktifkan anti-collision light dan position light
untuk operasi pada waktu malam. (REF. FAR 23.1389).
2. Sistem lampu anti-collision harus menghasilkan minimum 400 efektif candela
baik dalam Aviation Red atau Aviation White (REF.FAR 23.1397), 360 derajat
dari sumbu vertikal dan 75 derajat diatas dan dibawah bidang horizontal
(REF.FAR 23.1401).BAB 5 - Prosedur Sertifikasi dan Pengujian
3. FAR 23 Sec.23.1401 tentang Anti-collision Light System
a. Umum. Pesawat harus memiliki sistem anti-collision light yang :
(1) Terdiri dari satu atau lebih lampu yang disetujui yang ditempatkan
sehingga cahayanya tidak akan mengganggu penglihatan kru
penerbangan atau mengurangi daya tarik lampu posisi (position
light)
(2) Memenuhi persyaratan paragraf (b) hingga (f) bagian ini
b. Bidang cakupan. Sistem harus terdiri dari cukup cahaya untuk menerangi
area vital di sekitar pesawat, mengingat konfigurasi fisik dan karakteristik
penerbangan pesawat. Bidang cakupan harus meluas ke setiap arah dalam
setidaknya 75 derajat di atas dan 75 derajat di bawah .
c. Karakteristik berkedip (flashing characteristics). Susunan sistem, yaitu
jumlah sumber cahaya, lebar beam, kecepatan rotasi, dan karakteristik
lainnya, harus memberikan frekuensi blitz yang efektif tidak kurang dari 40,
atau lebih dari 100, siklus per menit. Frekuensi lampu kilat yang efektif
adalah frekuensi dimana sistem lampu antikolisi lengkap dari pesawat dapat
diamati dari kejauhan, dan berlaku untuk setiap sektor cahaya termasuk setiap
22. 22 | P a g e
cahaya yang tumpang tindih saat sistem terdiri dari lebih dari satu sumber
cahaya. Dalam tumpang tindih, frekuensi flash dapat melebihi 100, tetapi
tidak 180 siklus per menit.
d. Warna. Setiap anti-collision light harus berwarna merah aviasi atau putih
aviasi dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku §23.1397.
e. Intensitas cahaya. Intensitas cahaya minimum pada bidang vertikal apapun,
diukur dengan filter merah (jika digunakan) dan dinyatakan dalam intensitas
"efektif" serta harus memenuhi persyaratan paragraf.
f. Pada bagian ini, hubungan ini harus diasumsikan sebagai berikut:
𝐼𝑒 = ∫ 𝐼(𝑡) 𝑑𝑡
𝑡2
𝑡1
/ (0.2 + 𝑡2 − 𝑡1)
dimana :
𝐼𝑒 = intensitas efektif (candela)
𝐼(𝑡)= intensitas secara instan dalam fungsi waktu
𝑡2 − 𝑡1= interval lama lampu berkedip ( sekon )
Biasanya, nilai maksimum intensitas efektif diperoleh ketika 𝑡2 dan 𝑡1
dipilih sehingga intensitas efektif sama dengan intensitas sesaat pada 𝑡2 dan
𝑡1.
g. Intensitas efektif minimum untuk lampu anti-collision light.
Setiap intensitas cahaya anti-collision light efektif harus sama atau
melebihi nilai yang berlaku dalam tabel 2.1 di bab II
23. 23 | P a g e
BAB IV
PENGUJIAN DAN TEMPAT PENGUJIAN
4.1 Kondisi Lingkungan Pengujian
Pengujian bisa dilakukan di tempat terbuka maupun tertutup atau gelap
maupun terang. Namun, pengujian bisa lebih mudah dan akurat dalam pengambilan
data apabila dilakukan di tempat tertutup dan gelap untuk mendapatkan hasil yang
lebih bersih. Ada satu cara yang dapat digunakan untuk memperkuat keakuratan
dari pengukuran yaitu dengan metode baffled tunnel and track. Metode ini
dilakukan dengan meneruskan cahaya ke dalam terowongan gelap dan memasang
baffled di sepanjang terowongan itu untuk mengurangi gangguan cahaya liar dari
pantulan cahaya lampu.Ada juga goniometer yang dapat dipakai untuk
memposisikan cahaya secara radial maupun kartesian sehingga cahaya bisa
diposisikan sesuai dengan pengukuran yang akan dilakukan dengan contoh
pengukuran intensitas cahaya pada sudut tertentu.
Berdasarkan RTCA/DO-160D, kondisi lingkungan pengujian diusahakan untuk
memenuhi persyaratan:
1. Temperatur: 15-35 derajat Celsius.
2. Kelembaban: Tidak lebih dari 85%.
3. Tekanan lingkungan: 84 - 107 kPa (Setara dengan +5,000 sampai -1,500
ft) (+1525 sampai -460 m).
4. Dengan toleransi:
a. Temperature: +/− 3 derajat Celsius.
b. Ketinggian: +/− 5 persen dari tekanan spesifik.
24. 24 | P a g e
Gambar 4.1. Rotating mirror type-C Goniometer
(sumber: https://sphereoptics.de)
Gambar 4.2. Baffled Tunnel and Track
(sumber:http://justine-haupt.com/baffles/index.html)
4.2 Pengujian Performa LRU
4.2.1. Pengujian warna
Pengujian yang dilakukan untuk mengukur warna adalah dengan
menggunakan Colorimeter. Colorimeter adalah sistem pengukuran warna
yang sesuai dengan sistem pengukuran warna pada bola mata manusia yang
menggunakan sistem 3 warna yaitu merah yang merupakan simbol panjang
gelombang yang tinggi, hijau sebagai simbol panjang gelombang sedang, dan
biru sebagai simbol panjang gelombang rendah.
25. 25 | P a g e
Gambar 4.3. Colorimeter
(sumber:https://www.aerospace-technology.com)
Gambar 4.4. Grafik Colorimeter generasi pertama
(sumber: NBS Measurement Service)
Colorimeter mendapatkan pengembangan yaitu dengan penggunaan
transformasi linear dan penggunaan fungsi x,y,dan z yang di pakai untuk
menghilangkan kemungkinan nilai negatif.
26. 26 | P a g e
Gambar 4.5. Grafik Colorimeter
(sumber: NBS Measurement Service)
Dalam penggunaan colorimeter ini, integrasi dilakukan untuk mendapat
kalkulasi:
dengan X,Y,Z sebagai nilai tristimulus, x(λ),y(λ),z(λ) sebagai fungsi
warna dari Colorimeter.
Untuk sistem cahaya terpantulkan atau tertransmisi, fungsi stimulus
warna φλ(λ) digantikan dengan fungsi stimulus warna relatif φ(λ)
dengan rumus:
dengan R(λ) adalah faktor pemantulan spektral (atau faktor radiasi
spektral),τ(λ) adalah transmitansi spektral dari objek warna, dan S(λ)
adalah persebaran relatif kekuatan spektral dari iluminan.
27. 27 | P a g e
Di kasus ini, konstanta k dipilih sehingga Y=100 untuk objek
dengan R(λ) atau τ(λ)=1 dan rumus dari k menjadi:
Koordinat tristimulus dapat didapat dari nilai tristimulus dengan rumus:
4.2.2 Pengujian intensitas
Pengujian intensitas cahaya anticollision lights dilakukan menggunakan
photometer. Photometer adalah alat pengukuran yang mengubah intensitas
cahaya menjadi sinyal listrik menggunakan photoresistor, photodioda atau
photomultiplier. Hambatan photoresistor berkurang seiring intensitas cahaya
bertambah sedangkan photodiode dan photomultiplier menghasilkan arus
listrik ketika menerima cahaya. Perubahan arus akan menghasilkan tegangan
yang berbeda-beda. Perbedaan tegangan tersebut membentuk sinyal yang
digunakan untuk menentukan intensitas cahaya.
Gambar 4.6. Photometer
(sumber: https://www.aerospace-technology.com)
Berdasarkan konvensi CIE, kuantitas radiometer Qe,λ sebanding dengan
kuantitas photometri fisik analog Qv dalam rumus:
28. 28 | P a g e
dimana V(λ) fungsi respon fotopik spektral untuk “pengamat standar”
dari CIE. Km adalah konstanta kopling dengan penetapan nilainya dengan
menetapkan unit photometri fisik berdasarkan unit radiometrik. Pada 1977,
International Committee for Weights and Measures (CIPM) mengadopsi
sebuah nilai Km dengan 683 lumen/watt untuk radiasi monokromatis di
panjang gelombang 555nm.
Gambar 4.7. Grafik efisiensi luminasi
(sumber: http://www.cs.joensuu.fi/spectral/publications/Hiltunen.pdf)
Kuantitas fotometrik yang di perhatikan adalah intensitas luminasi dan
fluks laminasi. Intensitas luminasi:
adalah luminasi fluks per sudut tetap. Dalam pengukuran, intensitas
luminasi didapat dari
dan untuk fluks luminasi
Dimana Ie,λ dan φe,λ adalah konsentrasi spectral dalam intensitas radiasi
dan fluks radiasi.
29. 29 | P a g e
Definisi yang sama mengenai intensitas luminasi disimbolkan dengan Ev
yang bisa didefinisikan sebagai hasil bagi dari fluks laminasi dφ dengan area
dasar dA yang terpapar oleh sumber cahaya. Maka, kita bisa mengasumsikan
bahwa area dA tegak lurus dengan arah iluminasi axis of cone :
Karena , kita bisa mendapatkan rumus:
Gambar 4.8. Persebaran luminasi cahaya
(sumber: http://www.cs.joensuu.fi/spectral/publications/Hiltunen.pdf)
Gambar 4.9. Alat uji intensitas, dari kiri ke kanan adalah photomultiplier,
photoresistor, dan photoelectric diode.
4.3 Pengujian Kelaikudaraan LRU
Untuk bagian ini, akan digunakan contoh kondisi lingkungan berdasarkan unit
LED Beacon Light 2LA455968-01 yang dipasang di Airbus A320.
30. 30 | P a g e
LRU anticollision light ini berupa sebuah perangkat keras yang dipasang di luar
badan pesawat maka standar yang digunakan adalah DO-160, Environmental
Conditions and Test Procedures for Airborne Equipment. Berikut beberapa pengujian
umum yang dilakukan:
31. 31 | P a g e
4.3.1. Pengujian Terhadap Temperatur dan Ketinggian
Berdasarkan Section 4.0, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan
perangkat di berbagai kondisi saat pengoperasian pesawat. Berdasarkan contoh
kasus, perangkat LRU ini termasuk kategori D2 yaitu perangkat yang dipasang di
lokasi non-pressurised and non controlled temperature dan dioperasikan sampai
ketinggian 50000 ft MSL. Karena letak LRU yang berada di luar pesawat dan tidak
memakai elemen cooling atau heating pada fase operasi apapun, maka jenis
pengujian yang digunakan adalah Operating Low Temperature Test, Operating
High Temperature Test dan Altitude test.
Langkah Pengujian Operating Low Temperature Test:
- Operasikan perangkat keras.
- Atur temperatur udara dalam ruang pengujian ke suhu pengoperasian terendah
sesuai dengan Tabel 4-1 di tekanan ambien.
- Setelah suhu perangkat stabil, operasikan perangkat selama minimal 2 jam dan
tetap jaga suhu konstan.
Langkah Pengujian Operating High Temperature Test:
- Operasikan perangkat keras
- atur temperatur udara dalam ruang pengujian ke suhu pengoperasian tertinggi
sesuai dengan Tabel 4-1 di tekanan ambien.
- Setelah suhu perangkat stabil, operasikan perangkat selama minimal 2 jam dan
tetap jaga suhu konstan.
Langkah Pengujian Altitude Test:
- Lakukan tes ini di temperatur ambien.
- Operasikan perangkat pada Maximum duty cycle.
- Kurangi tekanan dalam ruang pengujian sampai ke ketinggian operasi tertinggi
sesuai dengan Tabel 4-2.
- Setelah suhu perangkat stabil, operasikan perangkat selama 2 jam sambil
menjaga tekanan konstan.
32. 32 | P a g e
4.3.2. Pengujian Terhadap Perubahan Temperatur
Berdasarkan Section 5.0, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan
perangkat akan perubahan suhu yang drastis. Karena lokasi pemasangannya yang
berada di luar pesawat dan jauh dari mesin, anticollision light diasumsikan masuk
kategori A (perubahan suhu lebih dari 10 derajat celcius per menit).
Langkah pengujian temperature variation:
- Operasikan dan stabilkan LRU di suhu operasi rendah.
- Naikkan suhu sampai suhu operasi tinggi dengan kecepatan perubahan suhu
sesuai kategori.
33. 33 | P a g e
- Stabilkan LRU di suhu operasi tinggi.
- Turunkan suhu sampai suhu operasi rendah dengan kecepatan perubahan suhu
sesuai kategori .
- Stabilkan LRU di suhu operasi rendah dan operasikan selama 1 jam kemudian
matikan LRU selama 30 menit lalu hidupkan kembali di suhu operasi rendah.
- Ubah suhu ke suhu ruangan dengan kecepatan perubahan suhu sesuai kategori .
- Stabilkan LRU dan ruang uji di suhu ruang.
Langkah-langkah ini harus dilakukan minimal 2 kali pengulangan dan dalam 24
jam di antara setiap pengulangan.
4.3.3. Pengujian Terhadap Kelembaban
Berdasarkan Section 6.0, pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan LRU
terhadap kondisi lingkungan yang lembab. Efek yang dapat disebabkan kelembaban
antara lain korosi, konslet dan reaksi kimia lainnya. Karena lokasi pemasangannya
yang berada di luar pesawat, anticollision lights termasuk kategori C (kontak
langsung dengan udara luar).
Langkah pengujian kelembaban kategori C:
- Pasang LRU sesuai dengan konfigurasi pemasangan di pesawat.
- Stabilkan LRU di suhu 38 ±2 derajat celcius 85 ±4 % kelembaban relatif.
34. 34 | P a g e
- Selama 2 jam ±10 menit, naikan suhu sampai 55 ±2 derajat celcius dan
kelembaban sampai 95 ±4 % kelembaban relatif.
- Jaga kondisi tersebut selama minimal 6 jam.
- Ulangi langkah diatas sebanyak 6 kali (144 jam terpapar kelembaban).
- Setelah 144 jam, keluarkan LRU dari ruang uji dan nyalakan dalam maksimum
1 jam setelah proses paparan pada kelembaban.
4.3.4. Pengujian Ketahanan Guncangan dan Benturan
Berdasarkan Section 7.0, pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan LRU
terhadap kejutan dan guncangan. Pengujian ini memastikan agar LRU tidak terlepas
saat menerima kejutan. Anticollision light termasuk kategori B (Kejutan di operasi
standar).
Langkah pengujian kejutan dan guncangan operasi standar:
- Masukkan part ke dalam fasilitas pengujian dan pasangkan dengan baik.
- Pasang accelerometer sedekat mungkin dengan part.
- Akurasi pengujian kecepatan berkisar antara 10% dari standar pembacaan.
- Dengan bagian yang beroperasi dan suhu yang stabil, lakukan pengujian getar 3
shock setiap waktu nya dengan bentuk gelombang bergerigi dengan puncak 6
percepatan gravitasi. Nominal durasi gelombang harus 11 ms untuk pengujian
shock standar dan 20ms untuk pengujian shock frekuensi rendah.
35. 35 | P a g e
4.3.5. Pengujian Terhadap Debu dan Pasir
Pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan part terhadap debu dan pasir
yang terbawa angin. Karena lokasi pemasangan di luar pesawat, anticollision lights
termasuk kategori S (tidak terproteksi dari debu dan pasir).
Langkah pengujian debu:
- Kondisi atmosfer di ruangan uji harus berisi debu yang terdiri dari 97% sampai
99% silikon dioksida dan konsentrasi sebesar 3.5 sampai 8.8 g/m3.
- Pengujian dilakukan di setiap sumbu orthogonal (x,y,z) dan kecepatan angin
sebesar 0.5 sampai 2.4 m/s.
- Atur dan stabilkan suhu di +25 ±2 derajat celcius dan jaga kelembaban relatif
agar tidak lebih dari 30%.
- Setiap sumbu orthogonal harus terpapar debu selama minimal satu jam.
- Naikan dan stabilkan suhu di +55 ±2 derajat celcius dan jaga kelembaban relatif
agar tidak lebih dari 30%.
- Setiap sumbu orthogonal harus terpapar debu selama minimal satu jam.
- Setelah selesai terpapar, pindahkan part ke luar ruang uji dan biarkan sampai
suhu part kembali ke suhu ruangan.
- Cek compliance dengan standar part.
36. 36 | P a g e
Langkah pengujian pasir sama dengan debu tetapi dengan media pasir.
4.3.6. Pengujian Terhadap Tegangan Listrik Kuat
Berdasarkan Section 17.0 Pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan part
terhadap gelombang voltase yang besar. Karena tidak memiliki software yang
sensitif terhadap voltase, maka anticollision light termasuk kategori B.
Langkah pengujian Voltage spike:
- Sebuah generator transien akan menghasilkan gelombang seperti di Gambar 17-
1.
- Operasikan part dengan voltase sesuai spesifikasi.
- Untuk konfigurasi dimana beberapa power input disuplai power bus yang sama-
semua koneksi akan dites secara bersamaan.
- Untuk kedua voltase positif dan negatif, buatlah 50 gelombang dalam 1 menit.
- Ulangi pemberian gelombang untuk setiap mode operasi part.
- Cek compliance dengan standar part setelah pemberian gelombang.
-
4.3.7. Pengujian Terhadap Sambaran Petir
Berdasarkan Section 23.0, pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan part
eksternal pesawat terhadap sambaran petir. Contoh part yang perlu pengujian ini
antara lain antenna, probe sensor atmosfer, anti-icing, tutup tangki bahan bakar dan
37. 37 | P a g e
lampu eksternal. Dua jenis tes dilakukan berurutan, pertama High Voltage Strike
Attachment Test menentukan titik dimana petir menyambar part kemudian High
Current Physical Damage Test menentukan kerusakan yang mungkin terjadi jika
part tersambar petir. Berdasarkan gambar berikut, Anticollision lights termasuk
kategori 2A. Untuk High Voltage Strike Attachment Test, digunakan metode Swept
Channel Attachment Test sedangkan untuk High Current Physical Damage Test,
digunakan metode Arc Entry Test.
Secara garis besar, Swept Channel Attachment Test dilakukan dengan cara
menutupi part dengan metal foil dan mengalirkan listrik ke foil tersebut lalu
memotret part untuk menentukan lokasi dimana terjadi flashover. Arc Entry Test
dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik ke part.
4.3.8. Pengujian Terhadap Icing
Berdasarkan Section 24.0, pengujian ini dilakukan untuk menguji ketahanan part
terhadap pembentukan es yang terjadi saat operasi di lingkungan dimana suhu,
ketinggian dan kelembababan berubah dengan cepat. Anticollision light termasuk
dalam kategori C (part eksternal dan dapat menyebabkan terkumpulnya bunga es
pada permukaan yang menghambat kinerja part).
Langkah pengujian icing kategori C:
- Pasang bagian seperti pada instalasi normal.
- Bersihkan part dari debu, minyak dan kotoran lainnya
38. 38 | P a g e
- Dengan part belum beroperasi, stabilkan part di suhu yang membuat air yang
disemprotkan menjadi es yang keras dan bening(glaze ice) pada part.
- Buatlah lapisan homogen es yang bersih dan keras dengan menyemprotkan air
dingin ke permukaan.
- Bila ketebalan yang ditetapkan standar SAE 8017 tercapai, hentikan
penyemprotan. Tempatkan part pesawat itu ke dalam kondisi beroperasi dan
stabilkan pada -20 derajat Celcius.
4.3.9. Pengujian Ketahanan Api
Berdasarkan Section 26.0, pengujian ini dilakukan untuk menentukan ketahanan
part akan kebakaran dan mudahnya part tersebut terbakar. Karena letak
anticollision lights yang cukup jauh dari fire zone menurut FAA 25.1181
“Designated fire zones”, part ini termasuk kategori C (flammability test).
Berdasarkan kasus untuk part di atas, diameter terbesar adalah 280 mm dan panjang
terbesar 158 mm maka akan dilakukan horizontal dan vertical test.
Langkah pengujian Vertical Test:
- Gunakan 5 spesimen part yang akan diuji.
- Gunakan Bunsen burner dengan panjang 80 sampai 100 mm dan diameter 9.4
sampai 11 mm dan gas metana atau gas lain dengan kandungan energi lebih
tinggi. Gunakan regulator agar aliran gas stabil.
- Gantung spesimen pada 6.4 mm dari ujung atas dan letakkan bunsen burner 9.5
mm dari ujung bawah spesimen.
- Letakkan lapisan kapas setebal 5 mm dan sebesar 12.7 x 25.4 mm dan berjarak
305 mm dari ujung bawah spesimen.
- Letakkan bunsen burner di tengah spesimen selama 10 detik.
- Jika spesimen tidak terbakar, lanjutkan ke spesimen tes berikutnya.
- Jika spesimen terbakar,
a. Catat durasi terbakar setelah bunsen burner dipindahkan,
b. Catat apakah spesimen terbakar sampai gantungan,
c. Catat apakah spesimen melepaskan partikel dan membakar lapisan
kapas.
- Jika spesimen berhenti terbakar dan tidak terbakar sampai gantungan letakkan
kembali bunsen burner ke tengah spesimen selama 10 detik,
a. Catat durasi terbakar setelah bunsen burner dipindahkan,
39. 39 | P a g e
b. Catat apakah spesimen terbakar sampai gantungan,
c. Catat apakah spesimen melepaskan partikel dan membakar lapisan
kapas.
- Jika spesimen terbakar sampai gantungan, lanjutkan tes ke spesimen berikutnya.
- Cek hasil uji dengan Table 26-1.
Langkah pengujian Horizontal Test:
- Gunakan 3 spesimen part yang akan diuji.
- Tahan spesimen di satu ujung sumbu longitudinal horizontal dan tandai
spesimen di 25.4 mm dan 101.6 mm dari sumbu yang tidak ditahan.
- Letakkan api dengan sudut 45 derajat di 6.4mm dari ujung bebas spesimen
selama 30 detik. Hentikan api jika spesimen terbakar sampai 25.4 mm.
- Jika spesimen tetap terbakar setelah api dari bunsen burner dimatikan, catat
waktu untuk api menyebar sampai titik 101.6 mm.
- Cek hasil uji dengan Table 26.2
40. 40 | P a g e
4.4. Fasilitas Pengujian dan Organisasi Pengujian
4.4.1 Light Laboratory Inc.
Salah satu tempat pengujian dari warna dan intensitas cahaya adalah
Light Laboratory Inc. yang berada di Anaheim, California, USA.
Laboratorium ini menyediakan berbagai pengujian seperti aviation lighting
system, floodlight photometric, indoor photometric, and roadway
photometric. Khusus untuk aviation lighting system testing, fasilitas yang
tersedia berupa Rotating Mirror Type C Goniometer, Colorimeter yang bisa
mengukur spektral warna, dan photometry yang bisa mengukur intensitas dan
kromatisitas.Terdapat juga LM-79 testing yang mengukur luminous flux,
luminous intensity distribution, dan kromatisitas. Pengukuran intensitas ini
dilakukan dengan photometer dengan 2 cara yaitu dengan relative photometry
dan absolute photometry.
Gambar 4.9. Light Laboratory Inc.
(sumber: http://www.lightlaboratory.com)
41. 41 | P a g e
Gambar 4.10. Baffled Photometric Test
(sumber: http://www.lightlaboratory.com)
Gambar 4.11. Rotating Type C Goniometer
(sumber: http://www.lightlaboratory.com)
42. 42 | P a g e
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat banyak persyaratan untuk spesifikasi anticollision lights menurut
regulasi kelaikudaraan, yaitu harus memiliki cahaya yang cukup, terlihat jelas
serta tidak menghalangi ataupun dihalangi oleh objek lain, memiliki intensitas
minimum yang harus memenuhi kriteria Intensitas Efektif, memiliki karakteristik
kedip tertentu, dan berwarna salah satu dari aviation red atau aviation white
dengan spesifikasi tertentu.
2. Sebelum dilakukan proses pengujian perlu untuk mengetahui kondisi lingkungan
pengujian dari anticollision lights ini. Setelah itu dilakukan uji performa
anticollision lights yang terdiri dari uji warna dan uji internsitas cahaya. Setelah
itu dilakukan uji kelaikudaraan yang terdiri dari pengujian terhadap temperatur
dan ketinggian, perubahan temperatur, kelembaban, ketahanan guncangan dan
benturan, debu dan pasir, tegangan listrik kuat, sambaran petir, icing, serta
ketahanan api. Untuk melakukan pengujian dari anticollision lights ini diperlukan
tempat untuk memfasilisasi semua hal terkait LRU ini, salah satunya di Light
Laboratory Inc.
3. Produsen dari anticollision lights saat ini berasal dari luar negeri dan belum ada
produsen yang membuat lampu ini di Indonesia. Akan tetapi terdapat produsen
lokal yang cukup potensial untuk menciptakan anticollision lights ini.
5.2 Saran
1. Perlu disediakan dokumen standar yang kebanyakan bersifat berbayar sehingga
tidak kesulitan mencari segala hal terkait sertifikasi anticollision lights.
2. Perlu dilakukan survei lapangan untuk mengetahui kondisi sebenarnya di
lapangan sehingga dapat menjelaskan prosedur sertifikasi lebih baik.
43. 43 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 2001. Civil Aviation Safety Regulation
(CASR) Part 23. Airworthinees Standards: Normal, Utility, Acrobatic, and
Commuter Category Airplanes.
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 2003. Civil Aviation Safety Regulation
(CASR) Part 25. Airworthiness Standards: Transport Category Airplanes.
United States Federal Aviation Administration. Federal Aviation Regulation Part 23.
Airworthiness Standards: Normal, Utility, Acrobatic, and Commuter Category
Airplanes.
United States Federal Aviation Administration. Federal Aviation Regulation Part 25.
Airworthiness Standards: Transport Category Airplanes.
United States Federal Aviation Administration. Advisory Circular AC 20-30B: Aircraft
Position Lights and Anticollision Lights Installations.
United States Federal Aviation Administration. Advisory Circular AC 43-217:
Anticollision Light Maintenance Program
International Civil Aviation Organization. Annex 8 to the Convention on International
Civil Aviation. Dalam https://www.icao.int/safety/airnavigation/
NationalityMarks/annexes_booklet_en.pdf. Diakses pada 20 November 2019.
United States Federal Aviation Administration. FAA Order No. 8150.1D: Technical
Standard Order Program.
United States Federal Aviation Administration. FAA Order No. 8110.43: Joint
Technical Standard Order Program.
United States Federal Aviation Administration. FAA Order No. 8120.22: Production
Approval Procedures.
http://www.cs.joensuu.fi/~spectral/publications/Hiltunen.pdf
https://www.nist.gov/system/files/documents/calibrations/sp250-15.pdf
https://www.risingup.com/fars/info/part23-1401-FAR.shtml