Dokumen tersebut membahas kasus seorang pasien wanita berusia 55 tahun dengan diagnosis pterigium grade II pada mata kiri. Pterigium diduga disebabkan paparan sinar matahari, debu, dan angin selama bekerja sebagai cleaning service. Pemeriksaan menunjukkan adanya membran berbentuk segitiga yang menutupi kornea mata kiri. Diagnosis diperkuat oleh gejala dan temuan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan definisi pterigium
1. Pasien laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan lenting-lenting di seluruh tubuh sejak 1 hari. 2. Status general baik dengan status dermatologi menunjukkan lesi berupa makula, vesikel dan krusta di seluruh tubuh. 3. Diagnosis kerja varicella didukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dokumen ini membahas tentang otitis media akut pada anak, termasuk definisi, etiologi, epidemiologi, faktor risiko, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang biasanya terjadi pada anak akibat infeksi bakteri setelah ISPA, dengan gejala utama nyeri telinga dan demam. Diagnosis didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik telinga, sed
Orchitis adalah kondisi inflamasi akut pada testis yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus seperti mumps. Pada kasus ini, pasien mengeluh nyeri pada buah zakar kiri selama 4 hari disertai demam dan bengkak pipi, yang didiagnosis menderita orchitis sebelah kiri berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang.
1. Pasien laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan lenting-lenting di seluruh tubuh sejak 1 hari. 2. Status general baik dengan status dermatologi menunjukkan lesi berupa makula, vesikel dan krusta di seluruh tubuh. 3. Diagnosis kerja varicella didukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dokumen ini membahas tentang otitis media akut pada anak, termasuk definisi, etiologi, epidemiologi, faktor risiko, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang biasanya terjadi pada anak akibat infeksi bakteri setelah ISPA, dengan gejala utama nyeri telinga dan demam. Diagnosis didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik telinga, sed
Orchitis adalah kondisi inflamasi akut pada testis yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus seperti mumps. Pada kasus ini, pasien mengeluh nyeri pada buah zakar kiri selama 4 hari disertai demam dan bengkak pipi, yang didiagnosis menderita orchitis sebelah kiri berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Glaukoma adalah neuropati optik kronik yang ditandai dengan pencekungan diskus optik dan penyempitan lapangan pandang yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular seperti produksi cairan akueus, resistensi aliran, dan tekanan vena episklera. Glaukoma dapat dibedakan menjadi primer, kongenital, dan sekunder berdasarkan etiologinya. Diagnosis gl
Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan munculnya benjolan gatal pada kulit dan sering kambuh. Pasien mengeluhkan rasa gatal dan benjolan pada lengan dan kaki yang semakin parah saat stres. Pemeriksaan menunjukkan benjolan merah dengan bekas luka goresan tersebar secara simetris. Diagnosis prurigo nodularis ditegakkan dan pasien mendapat pengobatan antihistamin dan kortikosteroid
Seorang laki-laki berusia 18 tahun mengeluhkan telinga kiri sakit dan berair disertai demam tinggi. Berdasarkan gejala klinis, diduga menderita salah satu dari lima kemungkinan diagnosis, yaitu otitis media akut dengan perforasi, otitis media supuratif kronis, otitis media serosa akut, otitis eksterna, atau cholesteatoma. Diagnosis pasti membutuhkan pemeriksaan fisik lanjutan dan penunjang.
Kasus ini membahas seorang wanita berusia 64 tahun dengan keluhan kabur pada mata kiri secara progresif. Pemeriksaan menunjukkan adanya katarak senilis imatur pada mata kiri pasien. Pasien kemudian dilakukan operasi phacoemulsifikasi dan implan IOL untuk mengangkat lensa keruh dan mengembalikan fungsi penglihatan.
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri atau jamur. Gejala utamanya nyeri telinga dan keluarnya cairan. Penatalaksanaannya meliputi antiseptik, antibiotik topikal atau oral, tergantung berat ringannya. Komplikasinya dapat berupa perikondritis, selulitis, atau otitis eksterna berat.
Kasus ini mendiagnosis pasien dengan sindrom nefrotik berdasarkan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema. Diagnosis bandingnya adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus karena hasil pemeriksaan anti streptolisin reaktif. Penatalaksanaannya meliputi rawat inap, diet protein rendah, obat prednison dan transfusi albumin.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus pasien laki-laki berumur 57 tahun dengan keluhan sesak napas yang didiagnosis menderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pasien dirawat inap dan mendapat penatalaksanaan obat-obatan serta pemantauan perkembangan kondisinya.
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan otot-otot wajah yang dapat terjadi akibat berbagai etiologi seperti kondisi bawaan, infeksi, cedera, gangguan pembuluh darah, atau penyakit tertentu dan dapat menyebabkan deformitas kosmetik dan fungsional yang serius pada wajah. Kelainan ini dapat didiagnosis dan diobati dengan berbagai metode seperti fisioterapi, obat-obatan, atau
Dokumen tersebut membahas lokasi dan pola gangguan pergerakan yang disebabkan oleh berbagai jenis lesi sistem saraf pusat dan perifer. Lesi pada Upper Motor Neurone, Lower Motor Neurone, Neuromuscular Junction, otot, basal ganglia dan cerebellum dapat menyebabkan kelemahan, gangguan pergerakan, dan gangguan sensasi dengan karakteristik yang berbeda untuk setiap lokasi lesi. Dokumen ini berguna untuk mendiagnosis lokasi le
Kasus pria berusia 55 tahun dengan keluhan sulit buang air kecil. Pemeriksaan fisik menunjukkan prostat membesar. Diagnosis beninga hiperplasia prostat. Pasien diobati dengan open prostatektomi.
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
Berikut adalah ringkasan dokumen laporan kasus Tinea (Pityriasis) versicolor dalam 3 kalimat:
Kasus seorang pria berusia 18 tahun dengan keluhan bercak kulit di dada yang muncul sejak 2 bulan lalu. Pemeriksaan menunjukkan skuama hipopigmentasi dan hiperpigmentasi di dada. Diagnosis yang didiagnosis adalah Tinea (Pityriasis) versicolor berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik
Laporan kasus ini membahas diagnosa morbili pada pasien perempuan berusia 4 tahun dengan gejala demam berkelanjutan, ruam di seluruh tubuh, dan komplikasi bronkopneumonia bilateral. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda infeksi dan ruam makulopapular, sedangkan pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dan hasil röntgen thoraks menunjukkan bronkopneumonia bilateral. Diagnosis kerja adalah morbili dengan komplikasi bronk
Laporan kasus ini membahas kasus baru TB paru pada seorang perempuan berusia 21 tahun dengan keluhan batuk berdahak putih kekuningan selama 2 bulan. Pemeriksaan fisik menemukan tanda-tanda infeksi pernapasan. Hasil pemeriksaan dahak dan foto thoraks menunjukkan adanya infiltrat paru yang mendukung diagnosis TB paru aktif. Pasien mendapatkan terapi OAT kategori 1.
Glaukoma adalah neuropati optik kronik yang ditandai dengan pencekungan diskus optik dan penyempitan lapangan pandang yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular seperti produksi cairan akueus, resistensi aliran, dan tekanan vena episklera. Glaukoma dapat dibedakan menjadi primer, kongenital, dan sekunder berdasarkan etiologinya. Diagnosis gl
Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan munculnya benjolan gatal pada kulit dan sering kambuh. Pasien mengeluhkan rasa gatal dan benjolan pada lengan dan kaki yang semakin parah saat stres. Pemeriksaan menunjukkan benjolan merah dengan bekas luka goresan tersebar secara simetris. Diagnosis prurigo nodularis ditegakkan dan pasien mendapat pengobatan antihistamin dan kortikosteroid
Seorang laki-laki berusia 18 tahun mengeluhkan telinga kiri sakit dan berair disertai demam tinggi. Berdasarkan gejala klinis, diduga menderita salah satu dari lima kemungkinan diagnosis, yaitu otitis media akut dengan perforasi, otitis media supuratif kronis, otitis media serosa akut, otitis eksterna, atau cholesteatoma. Diagnosis pasti membutuhkan pemeriksaan fisik lanjutan dan penunjang.
Kasus ini membahas seorang wanita berusia 64 tahun dengan keluhan kabur pada mata kiri secara progresif. Pemeriksaan menunjukkan adanya katarak senilis imatur pada mata kiri pasien. Pasien kemudian dilakukan operasi phacoemulsifikasi dan implan IOL untuk mengangkat lensa keruh dan mengembalikan fungsi penglihatan.
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri atau jamur. Gejala utamanya nyeri telinga dan keluarnya cairan. Penatalaksanaannya meliputi antiseptik, antibiotik topikal atau oral, tergantung berat ringannya. Komplikasinya dapat berupa perikondritis, selulitis, atau otitis eksterna berat.
Kasus ini mendiagnosis pasien dengan sindrom nefrotik berdasarkan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema. Diagnosis bandingnya adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus karena hasil pemeriksaan anti streptolisin reaktif. Penatalaksanaannya meliputi rawat inap, diet protein rendah, obat prednison dan transfusi albumin.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus pasien laki-laki berumur 57 tahun dengan keluhan sesak napas yang didiagnosis menderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pasien dirawat inap dan mendapat penatalaksanaan obat-obatan serta pemantauan perkembangan kondisinya.
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan kelumpuhan otot-otot wajah yang dapat terjadi akibat berbagai etiologi seperti kondisi bawaan, infeksi, cedera, gangguan pembuluh darah, atau penyakit tertentu dan dapat menyebabkan deformitas kosmetik dan fungsional yang serius pada wajah. Kelainan ini dapat didiagnosis dan diobati dengan berbagai metode seperti fisioterapi, obat-obatan, atau
Dokumen tersebut membahas lokasi dan pola gangguan pergerakan yang disebabkan oleh berbagai jenis lesi sistem saraf pusat dan perifer. Lesi pada Upper Motor Neurone, Lower Motor Neurone, Neuromuscular Junction, otot, basal ganglia dan cerebellum dapat menyebabkan kelemahan, gangguan pergerakan, dan gangguan sensasi dengan karakteristik yang berbeda untuk setiap lokasi lesi. Dokumen ini berguna untuk mendiagnosis lokasi le
Kasus pria berusia 55 tahun dengan keluhan sulit buang air kecil. Pemeriksaan fisik menunjukkan prostat membesar. Diagnosis beninga hiperplasia prostat. Pasien diobati dengan open prostatektomi.
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
Berikut adalah ringkasan dokumen laporan kasus Tinea (Pityriasis) versicolor dalam 3 kalimat:
Kasus seorang pria berusia 18 tahun dengan keluhan bercak kulit di dada yang muncul sejak 2 bulan lalu. Pemeriksaan menunjukkan skuama hipopigmentasi dan hiperpigmentasi di dada. Diagnosis yang didiagnosis adalah Tinea (Pityriasis) versicolor berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik
Laporan kasus ini membahas diagnosa morbili pada pasien perempuan berusia 4 tahun dengan gejala demam berkelanjutan, ruam di seluruh tubuh, dan komplikasi bronkopneumonia bilateral. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda infeksi dan ruam makulopapular, sedangkan pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dan hasil röntgen thoraks menunjukkan bronkopneumonia bilateral. Diagnosis kerja adalah morbili dengan komplikasi bronk
Laporan kasus ini membahas kasus baru TB paru pada seorang perempuan berusia 21 tahun dengan keluhan batuk berdahak putih kekuningan selama 2 bulan. Pemeriksaan fisik menemukan tanda-tanda infeksi pernapasan. Hasil pemeriksaan dahak dan foto thoraks menunjukkan adanya infiltrat paru yang mendukung diagnosis TB paru aktif. Pasien mendapatkan terapi OAT kategori 1.
Laporan jaga residensi bagian ilmu kesehatan mata menggambarkan kasus trauma terbuka bola mata akibat terkena pelantingan granit saat memotong lantai, yang mengakibatkan laserasi kornea dan palpebra serta ditemukannya benda asing di dalam mata. Pasien menjalani eviscerasi dan jahitan palpebra, dan kondisinya membaik pada follow up hari pertama.
Retinoblastoma adalah kanker mata pada anak yang dapat menyebabkan kebutaan dan kematian. Dokumen ini membahas tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, klasifikasi stadium, dan penatalaksanaan retinoblastoma termasuk pembedahan, radioterapi, kryoterapi, dan kemoterapi. Tujuannya adalah memberikan pemahaman mengenai penyakit dan asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien retinoblastoma.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyakit retinoblastoma pada anak, termasuk definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, klasifikasi stadium, dan penatalaksanaan retinoblastoma.
2. Asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien retinoblastoma juga dibahas, seperti observasi gejala, manajemen komplikasi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga.
3. Tu
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang kasus OD Dakriosistitis Akut dan ODS Presbiopia pada seorang wanita berusia 54 tahun. Terdapat penjelasan mengenai anatomi sistem lakrimalis, definisi dan epidemiologi dakriosistitis, serta diagnosa dan penatalaksanaan kasus pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang glaukoma dan pengobatannya. Glaukoma merupakan penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang dapat merusak saraf optik dan retina, menyebabkan kebutaan. Pemeriksaan dan pengobatan glaukoma meliputi pemeriksaan mata, pengukuran tekanan mata, dan operasi jika diperlukan untuk mengurangi tekanan mata. Pasien perlu istirahat dan mengikuti
Tumor mata dapat terjadi pada berbagai jaringan di sekitar mata dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan, rasa sakit, serta pergeseran bola mata. Pengobatan tergantung pada sifat tumor, mulai dari pengawasan, bedah, hingga kemoterapi untuk tumor ganas. Asuhan keperawatan meliputi pencegahan komplikasi, pemeliharaan fungsi penglihatan, serta dukungan psikososial.
Laporan kasus ini membahas pasien laki-laki berusia 68 tahun yang didiagnosis dengan nekrosis kelopak mata atas sekunder hordeolum. Awalnya, kondisinya disalahdiagnosis sebagai selulitis preseptal setelah hordeolum eksternal yang menyebabkan kerusakan besar pada kelopak mata atas. Infeksi berhasil diobati dengan debridement bedah, drainase, dan antibiotik intravenus. Laporan ini menekankan pentingnya diagnosis
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai penatalaksanaan gangguan pendengaran yang meliputi impaksi serumen, korpus alienum telinga, otitis media akut, otitis media kronik, dan labirintitis. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan gejala, penyebab, patofisiologi, dan penatalaksanaan dari berbagai gangguan pendengaran tersebut.
1) Trauma mata dapat menyebabkan nyeri akibat peningkatan tekanan intraokuler dan kerusakan organ mata seperti kornea dan uvea;
2) Hal ini dapat menimbulkan gangguan persepsi sensori seperti penglihatan kabur dan penurunan visus;
3) Pasien mengalami ansietas karena kekhawatiran akan fungsi penglihatan dan diperlukannya tindakan pembedahan.
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
PPT RAKOR POKJANAL POSYANDU DALAM PENGUATAN INTEGRASI LAYANAN PRIMER
Laporan kasus pterigium
1. BAB I
PENDAHULUAN
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk membran segitiga dengan
puncak di daerah kornea dan basisnya terletak pada celah kelopak (fisura
palpebra) bagian nasal atau pun temporal dari konjungtiva.1
Pterigium ini lebih sering tumbuh di bagian nasal dari pada di bagian
temporal. Dapat juga terjadi pertumbuhan nasal dan temporal pada satu mata
disebut double pterigium. Pterigium dapat mengenai kedua mata dengan derajat
pertumbuhannya yang berbeda. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan
diduga merupakan suatu neoplasma, radang, atau degenerasi. Pterigium diduga
disebabkan iritasi yang terus menerus dari angin, sinar matahari, udara yang panas
dan debu. Pada tahap awal pterigium penderita sering matanya terasa panas,
perasaan menganjal seperti ada benda asing, sering merah dan terjadi kemunduran
tajam penglihatan akibat astigmat kornea.1,2,3
Pterigium lebih sering ditemui di daerah beriklim tropis dan subtropis.
Umumnya angka prevalensi pterigium pada daerah tropis lebih tinggi
dibandingkan daerah lainnya. Prevalensi ini berbeda-beda di antara jenis ras, luas
1
dan lamanya paparan sinar matahari.2,4,5
Secara geografis ada beberapa daerah di Indonesia yang terletak di
ekuator. Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi,
risiko timbulnya pterigium 44 kali lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis,
dengan prevalensi untuk orang dewasa lebih dari 40 tahun adalah 16,8%: laki-laki
2. 16,1% dan perempuan 17,6%. Pterigium jarang terjadi pada usia awal 20.
Prevalensi tertinggi terjadinya pterigium yaitu pada pasien yang berusia lebih dari
40 tahun. Pterigium terjadi dua kali lipat lebih banyak pada pria daripada
2
wanita.2,4,5
Di Indonesia, hasil survei Departemen Kesehatan RI tahun 1982,
pterigium menempati urutan ketiga terbesar (8,79%) dari penyakit mata. Bustani
dan Mangindaan melaporkan 21,35% pterigium di dua desa di Kabupaten
Minahasa Utara, dengan hasil 12,92% pada pria dan 8,43% pada wanita, 9,55%
berusia di atas 50 tahun, dengan pekerjaan petani sebesar 10,11% terbanyak
adalah pterigium stadium 3 yaitu 42,11% yang tumbuh di bagian nasal sebesar
55,26%.6
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium
grade II okulus sinistra pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU
Prof. dr. R. D. Kandou Manado.
3. BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang penderita perempuan, umur 55 tahun, Suku Minahasa, pekerjaan
cleaning service, agama Kristen Protestan, alamat di Tuminting, datang ke
Poliklinik Mata RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado pada hari Rabu, tanggal 19
September 2014 dengan keluhan utama mata kiri sering merah berulang.
3
ANAMNESIS
Mata kiri merah berulang sejak sekitar enam bulan yang lalu. Penderita
merasa matanya perih dan panas terutama bila mata kena cahaya matahari, debu,
atau angin. Penderita juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal ketika
menutup mata kirinya. Awalnya penderita merasa gatal pada kedua mata,
kemudian penderita mengucek-ngucek matanya. Rasa gatal kemudian diikuti
dengan rasa perih dan panas yang disertai dengan pengeluaran air mata dan mata
menjadi merah. Keluhan-keluhan ini terutama timbul saat penderita sedang
bekerja sebagai cleaning service dan saat sedang beraktifitas di luar rumah yaitu
saat mata penderita kena debu, angin, dan sinar matahari.
Riwayat trauma pada mata dan penyakit lain disangkal oleh penderita.
Riwayat penyakit dahulu seperti penyakit jantung, paru, kencing manis, darah
tinggi disangkal oleh penderita. Sebelumnya penderita tidak pernah menderita
penyakit seperti ini. Riwayat penyakit keluarga, hanya penderita yang sakit seperti
ini.
4. 4
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum penderita baik dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah penderita yaitu 130/80 mmHg, nadi 84 kali per menit, respirasi 24 kali per
menit, dan suhu badan (aksila) 36,9o C. Paru dan jantung dalam batas normal.
Abdomen datar, lemas, bising usus (+) normal.
Pemeriksaan Khusus (Status Oftalmikus)
1. Pemeriksaan Subjektif
Dengan snellen chart didapatkan visus okulus dekstra et sinistra (VODS) =
6/6. Penglihatan dekat didapatkan ODS yaitu N 14 yang dikoreksi dengan
lensa add ∫ + 1,75 D menjadi N 8.
Form sense:
Sentral - distance vision (snellen chart) : ODS 6/6
Colour sense – tes ischihara : N/ N
Light sense – pen light : N/ N
Light projection – pen light : N/ N
2. Pemeriksaan Objektif
a. Inspeksi ODS
Palpebra normal, lakrimasi (-), konjungtiva dan sklera normal. Pada
okulus sinistra terdapat benjolan di konjungtiva bulbi bagian nasal (+)
berwarna putih kelabu bentuk segitiga dengan puncak belum melewati
setengah jarak antara limbus dan pupil. Permukaan kornea tidak rata,
tertutup oleh lipatan jaringan konjungtiva. Camera oculi anterior
5. (COA) dalam, iris normal, pupil bulat, refleks cahaya (+) normal,
5
lensa jernih, kornea jernih.
Inspeksi umum :
a. Edema : –/ –
b. Hiperemi : –/ –
c. Sekret : –/ –
d. Lakrimasi : –/ –
e. Fotofobia : –/ –
f. Blefarospasme : –/ –
g. Posisi bola mata : ortoforia
h. Benjolan/ tonjolan : –/ –
b. Palpasi ODS
Tidak ada nyeri tekan dan massa. Palpasi tekanan intra okuler normal.
Tekanan intra okuler diukur dengan tonometri Schiotz yaitu OD 10,2
mmHg dan OS 8,5 mmHg.
c. Pemeriksaan funduskopi ODS
Refleks fundus mata kiri dan kanan (+) uniform.
d. Pemeriksaan slit lamp ODS
Kornea ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya
belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. COA dalam,
lensa jernih.
JENIS PEMERIKSAAN OD OS
Obliqus
Ilumination
Kornea Jernih Membran
berbentuk segitiga
COA Dalam Dalam
6. Iris Normal Normal
Lensa (kekeruhan) Jernih Jernih
6
Direct
Opthalmoscope
Kornea Jernih Membran
berbentuk segitiga
COA Dalam Dalam
Lensa Jernih Jernih
Badan kaca Jernih Jernih
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
P. darah Normal Normal
Makula lutea Refleks fovea
(+) Normal
Refleks fovea (+)
Normal
Slit Lamp Kornea Jernih Membran
berbentuk segitiga
COA Dalam Dalam
Iris Normal Normal
Lensa Jernih Jernih
Konjungtiva bulbi Normal Jaringan
fibrovaskular (+)
RESUME
Seorang penderita perempuan, 55 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan keluhan utama mata kiri sering merah
berulang. Mata juga terasa seperti terganjal sesuatu sejak sekitar enam bulan lalu.
Perih (+), panas (+), mata merah (+), gatal (+), lakrimasi (+).
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VODS yaitu 6/6 dan TIODS
11,3. Penglihatan dekat didapatkan ODS N 14 dan kemudian dikoreksi dengan
lensa add ∫ + 1,75 D menjadi N 8. Pemeriksaan slit lamp yaitu kornea murni
7. ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya belum melewati
7
setengah jarak antara limbus dan pupil.
DIAGNOSIS
Pterigium grade II Okulus Sinistra
Presbiopia Okulus Dekstra et Sinistra
PENANGANAN
1. Penatalaksaan bersifat non bedah yaitu diberikan penyuluhan untuk
mengurangi iritasi atau paparan terhadap sinar ultraviolet, debu, dan angin.
Jika pterigium mengalami inflamasi dapat berobat dan diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali tetes per hari selama 5 – 7 hari.
2. Lubricant Eyedrops 3 kali tetes per hari.
3. Kacamata
OD: Plano OS: Plano
add ∫ + 1,75 N8 add ∫ + 1,75 N8
PROGNOSIS
Dubia ad bonam.
ANJURAN
Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang bekerja
membersihkan dan beraktivitas di luar rumah.
8. BAB III
DISKUSI
Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis
didapatkan keluhan mata kiri merah berulang, gatal, keluar air mata, perih, dan
panas terutama bila mata kena cahaya matahari, debu, atau angin. Penderita juga
merasakan seperti ada sesuatu di mata kiri. Keluhan timbul saat penderita sedang
bekerja sebagai cleaning service dan beraktifitas di luar rumah. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada tahap awal pterigium
penderita sering matanya terasa panas, perasaan menganjal seperti ada benda
asing, sering merah dan terjadi kemunduran tajam penglihatan akibat astigmat
8
kornea.3
Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga
disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet atau inframerah,
disamping debu, angin, dan udara panas. Hal inilah yang dapat menerangkan
mengapa pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau tropis,
termasuk Indonesia. Mereka yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka
yang sering beraktivitas di luar rumah di mana paparan terhadap sinar matahari
langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan untuk terjadi.
Daerah yang dekat khatulistiwa mendapatkan intensitas sinar ultraviolet
lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan perubahan seluler pada limbus kornea
bagian medial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cameron yang menyatakan
angka kejadiaan pterigium semakin meningkat bila mendekati garis khatulistiwa.
9. Khususnya daerah yang berada di antara 37° lintang utara dan 37° lintang selatan
yang disebut dengan pterygium belt. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan
perubahan histologis sel epitel, jaringan konjungtiva sub mukosa dan destruksi sel
stem pada limbus, akibatnya fungsi barier limbus tidak ada sehingga konjungtiva
yang mengalami inflamasi dan degenerasi dapat dengan mudah menjalar melewati
limbus menuju kornea dan membentuk jaringan pterigium di daerah interpalpebra
(celah kelopak) biasanya bagian nasal. Namun menurut Punjabi dkk, ultraviolet
bukanlah penyebab utama pterigium, para pekerja yang berhubungan dengan debu
menunjukkan prevalensi pterigium yang lebih tinggi.2,7
Dari anamnesis penderita melakukan pekerjaan yang sering kontak
dengan debu dan sering beraktivitas di luar bangunan atau rumah tanpa
menggunakan kacamata pelindung sehingga matanya sering terkena debu dan
paparan sinar matahari yang memberikan resiko timbulnya pterigium.
Pada pemeriksaan snellen chart didapatkan visus ODS yaitu 6/6. Pada
inspeksi okulus sinistra terdapat benjolan di konjungtiva bulbi bagian nasal (+)
berwarna putih kelabu bentuk segitiga dengan puncak belum melewati setengah
jarak antara limbus dan pupil, permukaan kornea tidak rata, tertutup oleh lipatan
jaringan konjungtiva. Pemeriksaan slit lamp yaitu kornea murni ditutupi oleh
membran berbentuk segitiga yang puncaknya belum melewati setengah jarak
antara limbus dan pupil. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosis
9
pterigium.
Pada kepustakaan pterigium didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk
suatu membran segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di
10. daerah kornea. Pada awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan
banyak pembuluh darah sehingga warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu
membran tipis dan berwarna putih. Bagian sentral yang melekat pada kornea
dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga membran Bowman
dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan mendekati pupil,
yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan pterigium.1,3
Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan kornea
jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang
puncaknya belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil, COA dalam
10
dan lensa jernih.
Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan di atas yang mencakup observasi
eksternal dan pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi
syarat dalam mendiagnosis pterigium. Penderita ini didiagnosis sebagai pterigium
derajat II okulus sinistra bagian nasal, karena pterigium berada di bagian nasal.
Menurut kepustakaan, pterigium terbagi atas 4 grade, yaitu:6
1. Grade I: puncak pada konjungtiva bulbi
2. Grade II: puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara
limbus dan pupil.
3. Grade III: puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi
belum melewati pupil.
4. Grade IV: puncak sudah melewati pupil.
Pterigium bisa didiagnosis diferensial dengan pseudopterigium.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea. Perbedaan
11. pseudopterigium dengan pterigium adalah pada letaknya. Pseudopterigium tidak
harus pada celah kelopak atau fisura palpebra. Pada pseudopterigium terdapat
anamnesis adanya kelainan kornea sebelumnya.3,6
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi menurunnya
ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang
bersifat kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas
mata menjadi terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus
11
ekstra okuler.7
Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi penatalaksaan
bersifat non bedah yaitu diberikan penyuluhan untuk mengurangi iritasi atau
paparan terhadap sinar ultraviolet. Jika pterigium mengalami inflamasi dapat
berobat dan diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali tetes
per hari selama 5 – 7 hari juga lubricant eyedrops 3 kali tetes per hari. Penderita
juga dianjurkan untuk memakai kacamata. Kortikosteroid topikal 3 x 1 tetes per
hari selama 5 – 7 hari digunakan untuk mengurangi atau menenangkan proses
inflamasi jaringan pterigium.7
Pembedahan yaitu ekstirpasi pterigium dilakukan jika pterigium sudah
sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan penglihatan.
Berdasarkan kepustakaan suatu pterigium ditangani dengan pembedahan apabila
menyebabkan gangguan visus, bersifat progresif, menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata, ukurannya lebih dari 3-4 mm dan pertumbuhan yang
progresif menuju tengah kornea atau visual axis.6 Untuk mengoreksi penglihatan
kedua mata penderita terutama pada saat membaca dan melihat benda dengan
jarak dekat, dikoreksi dengan kacamata baca sesuai umur:
12. OD : Plano OS : Plano
Add + 1,75 N8 Add + 1,75 N8
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut
kepustakaan umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali
menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu prognosisnya adalah baik.7
Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung
atau topi pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita
sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar
matahari dan debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal
ini sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium terutama bagi mereka
yang sering beraktivitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi
pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas
12
dan angin.1
13. BAB IV
SIMPULAN
Pterigium dapat menyebabkan gangguan penglihatan serta iritasi yang
sering mengganggu. Penanganan pterigium dilakukan secara konservatif dan
operatif dengan hasil perbaikan visus, kosmetik, dan radang dapat dicegah.
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus tentang “Pterigium grade II
Okulus Sinistra.” pada seorang penderita perempuan, umur 55 tahun yang datang
berobat ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal
13
19 September 2014.
14. DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2008; 116-17.
2. Erry, Mulyani UA, Susilowati D. Distribusi dan Karakteristik Pterigium di
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2010.
3. Ilyas S, dkk., 2000. Ilmu penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
14
FK UI.
4. Djajakusli Shintya, Rukiah Syawal, Junaedi Sirajuddin, Noor Syamsu. The
Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in Pterygium Patients.
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 4 Desember 2010: 139−143.
5. Fisher JP. Pterygium. Dikutip dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview#a0199. Diakses
pada tanggal 3 Agustus 2014.
6. Saerang JSM. The Risk Factors of Human Papilloma Virus 18 on the
Recurrences of Pterygium. Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 5
Juni 2011: 185−188.
7. Pterygium. In Handbook of Ocular Diseases Management. Dikutip dari:
http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm. Diakses tanggal 3 Agustus
2014.