SlideShare a Scribd company logo
1 of 232
Download to read offline
LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN
       PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN
            PROPINSI KALIMANTAN TIMUR




            DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
       PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
                              BANDUNG
                                2006
PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN
     SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

             TAHUN ANGGARAN 2005



                LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN
   PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN
         PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

                    OLEH:
                 TIM SEBATIK




DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN
              SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI
                  KELAUTAN
                    2005
Laporan Akhir




                                    Sari


       alah satu aktivitas penting Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL)
S      semenjak berdiri (tahun 1984) hingga saat ini adalah melakukan
       penelitian pantai dan lepas pantai perairan Indonesia. Salah satu
kegiatan pada Tahun Anggaran 2005 yaitu penyelidikan di Perairan Sebatik
dan sekitarnya yang dimaksudkan memberikan masukan kepada pemerintah
setempat dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan
pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur guna mempertahankan dan
melestarikan potensi sumber daya laut serta perubahan lingkungan
sekitarnya.
Hasil dari pemeruman memperlihatkan, morfologi dasar laut daerah telitian
dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu. morfologi dasar laut daerah perairan
laut terbuka dan morfologi dasar laut di perairan selat. Kedalaman laut
sepanjang lintasan berkisar antara 0 hingga 45 meter. Bagian terdalam
terlampar mulai dari bagian Karang Unarang ke arah timur.
Rekaman seismik yang diperoleh dengan memperhatikan pola reflektor yang
ada dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok runtunan. Hal lain
adalah adanya gambaran reflector yang mencerminkan kemiringan dan
kemenerusan antiklin ternyata dapat diikuti hingga ke bawah dasar
laut,dimana pada singkapan di darat dari formasi-formasi Sajau, Tabul dan
Meliat juga membentuk struktur lipatan (antiklin) yang berarah relatif
baratlaut tenggara.
Secara umum sedimen permukaan dasar laut hasil kegiatan pengambilan
conto dasar laut terdiri dari: Terumbu Karang, Lanau, Lanau Pasiran,
Lempung, Pasir, Pasir Lanauan dan Pasir Sedikit Kerikilan.. Sedimen ini
umumnya mengandung             Mineral berat berupa: magnetit, hematit,
hornblende, limonit, zirkon, dolomit dan pirit.
Foraminifera bentik yang diselidiki menunjukkan adanya variasi morfologis
dari genus Asterorotalia yang berkaitan dengan kondisi lingkungan setempat.
Kerusakan cangkang dari genus Elphidium ditemukan pada beberapa titik
lokasi yang menunjukkan adanya faktor fisik seperti lingkungan berenergi
tinggi atau faktor biologis seperti aktivitas bakteri sebagai penyebab cangkang
tersebut rusak.




                SARI                                                         iii
Laporan Akhir




                                                                 BAB I

                                            PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang

Kedudukan lokasi Indonesia yang terletak antara benua Asia dan
Australia, dan terdiri dari sekitar 17.000 Pulau-pulau besar dan
kecil, dan mempunyai pesisir terpanjang kedua setelah Kanada,
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar
didunia. Keadaan ini menjadikan Indonesia kaya akan sumberdaya
alam kelautan, tetapi potensi ini belum banyak dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat

Kebijakan pembangunan selama ini juga lebih berorientasi kepada
pengembangan kegiatan di daratan di bandingkan di pesisir dan
lautan sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan
kelautan terabaikan. Walaupun pengembaangan sektor kelautan
sudah ada, tetapi berjalan tanpa perencanaan yang terpadu. Hal ini
disebabkan oleh minimnya data, tidak adanya konsepsi yang jelas
dalam menentukan langkah-langkah perencanaan maritim, serta
belum ada lembaga yang menangani pengelolaan sumberdaya
kelautan secara khusus.

Kawasan pesisir memiliki potensi alam sangat besar karena kaya
akan sumber daya hayati dan non hayati sehingga kawasan pesisir
potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat.
Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir
Kabupaten       Kendari      harus   ditunjang      oleh   keberadaan   data
pendukung       dan       data   unggulan   untuk    mempertahankan     dan
            PENDAHULUAN
I -1
Laporan Akhir




melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil
kerugian        yang   terjadi    akibat   salah    perencanaan.     Salah   satu
perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan
pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi.

Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut
dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di
bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman
lebih dari 200 meter. Daerah ini terdiri dari gugusan pulau-pulau
kecil dan dibagian utara berbatasan dengan daratan Kalimantan
yang merupakan bagian dari Malaysia.

Daerah ini penting dari segi geo-politik dan geo-ekonomi dengan
masalah utama adalah penetapan perbatasan Indonesia – Malaysia
pasca Sipadan – Ligitan, karena setelah sengketa Sipadan – Ligitan
selesai dengan kekalahan klaim Indonesia atas kedua pulau
tersebut di Mahkamah Internasional, maka garis batas Indonesia –
Malaysia berubah dan sampai sekarang perundingan perbatasan
antara kedua negara belum menghasilkan kesepakatan mengenai
perbatasan tersebut.

Dari segi ekonomi daerah ini merupakan salah satu titik keluar
masuknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di
Malaysia serta lalu lintas perdagangan antara Indonesia – Malaysia
yang sudah berlangsung cukup lama.

Sesuai dengan tugas dan fungsinya bahwa Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi dan
Sumberdaya         Mineral       adalah    merupakan    salah      satu   instansi
pemerintah yang memiliki peranan penting dalam penelitian di
bidang kelautan.            Akan tetapi selama ini kemampuan untuk
memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut tersebut masih
sangat      terbatas      jika   dibandingkan      dengan   luas   wilayah    laut
Indonesia itu sendiri. Disamping itu juga laut memiliki dimensi
            PENDAHULUAN
I -2
Laporan Akhir




pengembangan yang lebih luas dibanding dengan daratan, maka
oleh sebab itu laut lebih mempunyai keragaman potensi alam yang
dapat dikelola.

Salah     satu   kegiatan    yang     mendukung         di    dalam    pengelolaan
sumberdaya kelautan di wilayah nusantara ini adalah melalui
pemetaan geologi dan geofisika kelautan terutama pemetaan
cekungan sedimenter Tersier.

Penyelidikan geologi dan Geofisika kelautan merupakan realisasi
dari program penelitian tersebut dengan mengambil lokasi di daerah
Pesisir Sebatik dan sekitarnya.

Informasi mengenai tatanan geologi dan geofisika khususnya di
daerah lepas pantai         Pesisir Sebatik dan sekitarnya masih relatif
minim. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi
peluang bagi para peneliti yang terlibat            dalam program tersebut
untuk mengembangkan hasil penelitiannya yang dapat bermanfaat
bagi pendayagunaan potensi kelautan nusantara khususnya di
daerah-daerah       perbatasan.        Dilain    sisi    dalam        perencanakan
pembangunan         khususnya       aspek   pencegahan          bencana     abrasi
maupun sedimentasi di kawasan pesisir diperlukan suatu kajian
mengenai         daya     dukung      kawasan      terhadap           pembangunan
infrastruktur sebagai sarana atau fasilitas utama. Dengan demikian
studi     geoteknik       kelautan,    geofisika        dan     hidro-oseanografi
merupakan aspek studi yang utama.




1.2     Tujuan dan Sasaran

Maksud diusulkannya kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan data
geologi dan geofisika kelautan daerah Sebatik dan sekitarnya, untuk
mengetahui        potensi    Sumberdaya         Mineral       serta    mendukung

            PENDAHULUAN
I -3
Laporan Akhir




perencanaan dan pengembangan kawasan pesisir daerah telitian
khususnya Perairan Sebatik dan sekitarnya, Kabupaten Nunukan,
sehingga dari penelitian ini akan mendapatkan informasi berbagai
aspek geologi, geofisika, geologi teknik kelautan yang dipadukan
dengan pengamatan/observasi parameter hidro-oseanografi.

Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan kegiatan lapangan di
Pusat     Penelitian      dan   Pengembangan   Geologi   Kelautan   Tahun
Anggaran 2005 untuk mengetahui kondisi geologi dan geofisika
kelautan di perairan tersebut yang dapat dijadikan sebagai data
dasar dalam perencanaan pembangunan di daerah tersebut. dan
tentunya diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan
oleh pemerintah daerah setempat khususnya dan instansi terkait
lainya.

Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah memberi masukan kepada
para pengambil keputusan khususnya yang berkaitan dengan
penyelesaian masalah di daerah perbatasan, dimana data geologi
dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.



1.3      LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

Lokasi daerah usulan penyelidikan adalah perairan pulau Sebatik

dan sekitarnya, secara administrasi termasuk Kecamatan Sebatik

dan Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan

Timur. Secara geografis terletak pada posisi 3º 51’ 11.40” - 4º 11’

34.06” LS dan 117º 31’ 38.262” - 118º 7’ 10.1784” BT.(Gambar

1.1)



            PENDAHULUAN
I -4
I -5
                                                        Laporan Akhir




       PENDAHULUAN
                     Gambar 1.1. Peta Lokasi Kegiatan
Laporan Akhir




Kesampaian daerah dapat dijangkau dengan pesawat terbang dari
jakarta ke Tarakan, kemudian dari tarakan menggunakan speed
boat ke Nunukan atau lewat jalur laut dengan kapal Pelni (KM.Awu,
KM.Tidar, KM.Dobonsolo, KM.Agoamas) yang singgah di Nunukan
kira-kira setiap 2 minggu sekali dengan route kota-kota pelabuhan
di Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur.



1.4     PELAKSANAAN PENELITIAN

Pangkalan kerja penyelidikan terletak di Kecamatan NmunukaN dan
Sebatik, Kabupaten Nunukan berada dekat lokasi penyelidikan..
Proses pelaksanaan penyelidikan diawali dengan pengumpulan data
sekunder,        digitasi     peta    dasar,     pengenalan    lapangan
(recoinassance), pengambilan data lapangan, analisa laboratorium,
pengolahan       data,      dan   pembuatan    laporan.   Adapun   waktu
pelaksanaan penyelidikan dibagi dalam dua tahapan yaitu pada
tahap pertama selama 37 hari dari tanggal 31 Mei s/d 6 Juni 2005
dan tahap ke dua dari tanggal 25 Juli sd 16 Agustus 2005.

Mengingat lokasi penelitian berada dalam lokasi perbatasan RI –
Malayasia sehingga dalam pelaksaanan kegiatan survey mengalami
sedikit hambatan khususnya pada lokasi yang mendekati daerah
perbatasan dengan Malaysia yang sering dilakukan pemeriksaan
surat ijin survey. Akan tetapi dengan diikut-sertakannya Security
Officer dari TNI-AL maka koordinasi lapangan relatif berlangsung
dengan baik.

1.5     KEMANFAATAN PENYELIDIKAN

Manfaat dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
kondisi geologi sekitar pesisir daerah telitian saat ini akibat abrasi
pantai serta proses yang mengakibatkannya serta keberadaan
potensi sumber daya mineral khususnya yang berada di sekitar
            PENDAHULUAN
I -6
Laporan Akhir




perairannya sebagai bagian dari rona awal kondisi sumber daya
alam di daerah penelitian sehingga dapat dipergunakan sebagai
salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah.

1.6       LUARAN

Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah berupa laporan
Hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di daerah telitian yang
dilengkapi dengan peta-peta antara lain : Lintasan Survei, Lokasi
Pengambilan Contoh, Kedalaman Dasar Laut (batimetri), Sebaran
Sedimen Permukaan Dasar Laut, serta identifikasi karakteristik
pantai, potensi keberadaan sumber daya mineral yang semuanya
tersusun dalam format GIS sehingga mudah untuk diedit dan
perbaharui.


1.7      SISTEMATIKA LAPORAN

Dalam penulisan laporan diterapkan susunan yang sedemikian
rupa,dengan maksud untuk menjelaskan keseluruhan kegiatan
lapangan khususnya masalah gambaran regional daerah telitian,
metodologi penyelidikan yang dilakukan, pengolahan data serta
interpretasi dari data yang diperoleh dalam Sistem Informasi
Geografis.
       Berikut adalah sistematika penulisan bab – bab yang ada dalam
laporan ini :




            PENDAHULUAN
I -7
Laporan Akhir




                     Tabel 1.1. Sistematika Penulisan Laporan


       Nomor         Judul Bab                       Tujuan
                                      Menjelaskan tentang Latar Belakang
       BAB I      Pendahuluan         Masalah, Maksud dan tujuan, lokasi
                                      survei, serta Luaran.
                                      Menjelaskan gambaran singkat
                  Tinjauan Umum /     kondisi geologi regional daerah
       BAB II
                  Geologi Regional    telitian,stratigrafi ,struktur serta
                                      kontrol tektonik yang berlangsung.
                                      Menjelaskan secara metode
                  Metode Penelitian
                                      lapangan yang dilakukan serta alat-
       BAB III    dan alat yang
                                      alat yang digunakan, termasuk
                  digunakan
                                      kegiatan / proses laboratoriumnya
                                      Menjelaskan mengenai data
                                      lapangan yang diperoleh serta ,
       BAB IV     Hasil Penelitian
                                      pengolahan datanya, analisis dan
                                      data hasi penelitian
                                      Membahas tentang hasil interpretasi
       BAB V      Pembahasan          data lapangan yang diperoleh serta
                                      data yang hasil analisa lab.
                                      Merupakan bab terakhir dari laporan
       BAB VI     Penutup             yang berisi kesimpulan dan saran
                                      yang diperoleh




1.8         PERSONIL PELAKSANA

Personil pelaksana kegiatan penyelidikan ini sebagai berikut :

       1. Yogi Noviadi S.T                     (Ketua Tim)

        2    Ir. Noor Cahyo D.                 (Ahli Geologi)

        3    Ir. Akrom Mustafa                 (Ahli Teknik Sipil)

        4    Ir. Masagus Ahmad                 (Ahli Geologi)

        5    Ir. Tommy Naibaho                 (Ahli Geologi)

        6    Ir. Koesnadi HS                   (Ahli Geofisiska)


             PENDAHULUAN
I -8
Laporan Akhir




       7    Beben Rachmat Ssi                (Ahli Oseanografi)

       8    Ir. Hartono                      (Ahli Geologi)

       9    Ir. Duddy Arifin                 (Ahli Geologi)

       10       Taufik Sutanto               (Ahli Geofisiska)

       11       Ir. K. Hardjawidjaksana      (Ahli Geologi)

       12       Ir. Lukita                   Ahli Geologi)

       13       Dra. Kresna Tri Dewi, M.Sc   (Ahli Paleontologi)

       14 Aep Saepudin                       (Teknisi Geofisika)

       15 Endang Haryono                     (Teknisi Geofisika)

       16 Sugiono                            (Teknisi Percontohan)

       17 Suyadi                             (Teknisi Navigasi)

       18 Sarip                              (Teknisi Geofisika)

       19 Sumiyati                           (Teknisi Komputer)

       20 Wawan Sudrajat                     (Teknisi Komputer &
                                             Kartografi)

       21 Darmansyah                         (Pembantu Administrasi)




            PENDAHULUAN
I -9
Laporan Akhir




                                                               BAB II
                                 GEOLOGI REGIONAL

Secara regional kondisi geologi daerah penelitian merupakan bagian
dari    kawasan      Indonesia   Barat.   Perairan    Pulau    Sebatik   dan
sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman
kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan
laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Secara
regional daerah Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan
bagian dari Cekungan Tarakan, yang memiliki struktur utama
berupa sumbu lipatan berarah barat laut-tenggara

Ada lebih kurang 11 pulau di perairan Sebatik dan sekitarnya serta
puluhan gosong-gosong pasir dan daerah karang. Dari sekian
banyak pulau hanya Pulau Sebatik dan Nunukan yang tersusun oleh
batuan sedimen, terdiri dari perselingan batupasir, lanau dan
lempung. Sedangkan pulau-pulau lainnya merupakan endapan
aluvial delta yang telah ditumbuhi mangrove dan membentuk pulau.



2.1. Pola Tektonik

Berdasarkan bukti geologi (tektonik dan penyebaran cekungan)
daerah telitian secara umum merupakan kelanjutan alamiah dari
Kalimantan Timur dan Selat Makasar (Gambar 2.1& 2.2). Kondisi
serta pola sebaran kerak samudra dan batuan dasar menunjukkan
bahwa daratan Kalimantan Timur merupakan Continental Crust
(Kerak Benua) dan perairan Blok Ambalat merupakan Oceanic Crust
(Kerak          Samudra)     yang    berumur         Pliosen    –    Eosen.




          GEOLOGI REGIONAL
II-1
Laporan Akhir




       Gambar 2.1. Peta sebaran kerak samudra dan batuan dasar di perairan
                   Blok Ambalat sebagai satu kesatuan dengan perairan
                   Selat Makassar (Prasetyo, 1992).




        Gambar 2.2. Elemen-elemen tektonik P. Kalimantan dan P. Sulawesi
                    (BPPKA, 1996)
           GEOLOGI REGIONAL
II-2
Laporan Akhir




Kerak samudra tersebut penyebarannya mulai bagian tengah Selat
Makassar hingga bagian barat daratan Sebatik. Di bagian tengah
kerak      Samudra         Swelat    Makassar    terdapat     daerah      Active
Spereading, yaitru suatu daerah bukaan dan penurunan secara
aktif.

2.2. Pembentukan Cekungan Tarakan Dan Potensi Migas

Wilayah         sekitar   perairan   pantai   Kalimantan    Timur   dan    Selat
Makassar memiliki karakter geologi yang sama. Proses sedimentasi
dan suplai sedimen yang membentuk seluruh cekungan Kalimantan
Timur termasuk Blok Ambalat yang kaya dengan migas berasal dan
dikontrol oleh interaksi sistem aliran daratan Kalimantan (fluvial
processes) dan sistem oseanografi Selat Makassar (tidal processes).
Sebagai bukti, sedimentasi oleh sungai-sungai besar di Kalimantan
Timur bagian utara seperti S. Sebuku, S. Sembakung dan S.
Sesayang masih berlangsung dan berlanjut hingga sekarang dengan
pembentukan delta muda (resent deltaic) yang menyerupai bentuk
tipe Delta Mahakam Muda (Resent Mahakam Deltaic) seperti P.
Sebatik, P. Nunukan, P. Buyu, P. Mandul, P. Tarakan, P. Ligitan dan
P. Sipadan. Delta Mahakam oleh Golloway (1975) diperkenalkan
sebagai salah satu tipe delta dunia yang disebut Tipe Delta
Mahakam (Mahakam Delta Type). Tetapi sesungguhnya daratan
Kalimantan Timur bagian utara sebagai delta yang lebih tua, jauh
sebelum kondisi sekarang telah membentuk kipas delta yang
menyebar ke arah laut mulai perairan bagian selatan hingga utara
Kalimantan Timur termasuk P. Ligitan dan P. Sipadan. (Gambar 2.3
& 2.4)

Proses-proses sedimentasi yang berlangsung diimbangi pula oleh
proses tektonik yang memisahkan P. Sulawesi dan P. Kalimantan
(extension fault of Makassar Strait). Pemisahan menimbulkan akibat
menurunnya dasar cekungan dan terbentuknya patahan kecil
          GEOLOGI REGIONAL
II-3
Laporan Akhir




            Gambar 2.3 Peta geologi Cekungan Tarakan (BPPKA, 1996)




   Gambar 2.4. Pola tektonik dan penyebaran cekungan Kalimantan Timur.
             Blok Ambalat termasuk dalam Cekungan Tarakan, di bagian
             utara dibatasi oleh Patahan Palu-Koro (Koesumadinata, 1994).

          GEOLOGI REGIONAL
II-4
Laporan Akhir




l (minor fault) bertingkat membentuk tangga dengan bidang
patahan membentuk garis lurus hampir sejajar dengan garis pantai.
Namun karena suplai sedimen dari sistem aliran S. Sebuku, S.
Sembakung dan S. Sesayang yang cukup besar, patahan tersebut
tertutup oleh sedimen muda (resent sediment). Oleh karena adanya
kontrol waktu geologi yang panjang, cekungan yang terisi sedimen
tersebut membentuk cekungan hidrokarbon yang cukup besar dan
tebal yang disebut sebagai Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai.
Sebagian        dari    Cekungan   Tarakan    membentuk    sub   cekungan
Ambalat yang kemudian membentuk suatu kesatuan dan kesamaan
ciri   dan      model    diagram   seluruh   cekungan   Kalimantan   Timur
(diagrammatic stratigraphic succession of East Kalimantan) - (Allen,
1979 dan Katili, 1980).

Cekungan Kalimantan Timur terdiri dari tiga cekungan besar, yaitu:
Cekungan Barito di bagian selatan, Cekungan Kutei di bagian
tengah sekitar S. Mahakam dan Cekungan Tarakan di bagian utara
(Koesumadinata, 1994). Cekungan Tarakan mencakup perairan
Kalimantan Timur bagian utara dan Blok Ambalat termasuk bagian
timur Sabah. Ketiga cekungan tersebut dipisahkan dua patahan
besar yang memotong Selat Makassar. Patahan terbesar adalah
Patahan Palu – Koro yang membujur dari Teluk Bone (Sulawesi
Selatan) memotong Selak Makassar hingga utara Sabah. Blok
Ambalat yang termasuk dalam Cekungan Tarakan tersebut berada
di bagian selatan Patahan Palu - Koro. Berdasarkan pola tektonik
tersebut, Cekungan Kutei dan Cekungan Tarakan berada dalam satu
kesatuan pola tektonik (tectonic setting) Kalimantan Timur, di
bagian selatan dan utara kedua cekungan tersebut dipisahkan oleh
dua patahan besar tadi.

Cekungan Tarakan menyebar cukup luas mulai dari Tinggian
Makaliat hingga selatan Sabah. Di bagian tengah Cekungan Tarakan

          GEOLOGI REGIONAL
II-5
Laporan Akhir




terdapat tinggian-tinggian yang lebih kecil ukurannya. Tinggian-
tinggian (antiklin) yang berkembang umumnya berah baratlaut-
tenggara membentuk lapisan sedimen yang cukup tebal yang
dikenal sebagai lapisan pembawa hidrokarbon. Berdasarkan kondisi
geologi dan hasil survei seismik & pemboran yang dilakukan
beberapa perusahaan migas, potensi migas di Blok Ambalat adalah:
minyak mencapai 770 MBBO dan gas mencapai 1.959 BCFG.
Walaupun potensi tersebut tidak sebesar di Blok Bukat, namun bila
termasuk Blok Ambalat Timur, makia potensi tersebut akan jauh
lebih besar lagi.

Ciri-ciri       lain   dari    Blok   Ambalat    dengan      perairan    lainnya   di
Kalimantan Timur adalah kesamaan morfologi dasar laut, bentuk
paparan dan pola oseanografi (gelombang, arus dan pasang surut).
Hasil Survei Geologi Kelautan di perairan Kalimantan Timur bagian
tengah tahun 1999 (Gambar 2.5) menunjukkan pola perlapisan
batuan dan penyebaran terumbu karang yang sama untuk seluruh
perairan di Kalimantan Timur. Oleh sebab itu, berdasarkan hal
tersebut         maka         kesatuan   dan    kelanjutan     alamiah     kontinen
Kalimantan Timur di Blok Ambalat tak terbantahkan.

2.2 Geologi daerah P. Sebatik dan sekitarnya

Keadaan geologi sekitar daerah telitian dan sekitarnya berdasarkan
sumber data dari pusat penelitian dan pengembangan geologi
kelautan peta lembar geologi tarakan dan sebatik yang disusun oleh
S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995.(Gambar 2.6.)


2.2.1 Stratigrafi

Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik adalah sebuah antiklin yang
sumbunya memanjang dari arah barat laut ke tenggara dimana


            GEOLOGI REGIONAL
II-6
II-7
                                                                                                            Laporan Akhir




       GEOLOGI REGIONAL
                          Gambar 2.5. Rekaman seismik yang menunjukkan bentuk paparan dan lereng kontinen
                                       Kalimantan Timur (Survei PPPGL, 1998).
Laporan Akhir




batuan di kawasan perbukitan cenderung lunak, mudah terkikis,
mudah longsor dan beberapa diantarnya mudah mengembang (
Swelling ) hal tersebut terjadi pada singkapan- singkapan alam
lapisan tanah tertutup (soil) umunya tipis.

berdasarkan peta geologi tersebut batuan yang terdapat di daerah
studi terdiri dari (Gambar 2.7):

       A. Endapan Alluvial (Holosen)

         berupa endapan pantai, sungai, dan rawa yang terdiri dari
         lumpur, lanau, pasir, kerikil dan koral uang bersifat lepas.
         terutama di sepanjang aliran sungai sungai, pantai dan rawa

       B. Formasi Sajau (Plestosen)

         terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lempung, batu lanau dan
         batu bara, lignit dan kolongmerat. setruktur sedimen :
         pelasisan silang siur planar dan mangkok bioturbasi, perairan
         sejajar,    bintil   besi,mengandung   fosil   kayu   umumnya
         karbonan. formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvial
         sampai delta dan tabel 600-2000 meter.

       C. Formasi Tabul ( Miosen Akhir)

         terdiri dari perselingan batu lempung, batu lumpur, batu
         pasir, batu gamping, dan batu bara, di bagian atas umumnya
         gampingan. fosil petunjuk tidak ditemukan kecuali pecahan
         foram besar cylocypeus sp, operculina sp. yang berumur
         miosen tengah, dengan pengendapannya delta sampai laut
         dangkal, tebal formasi diperkirakan 600 meter.




           GEOLOGI REGIONAL
II-8
II-9
                                                                                                 Laporan Akhir




       GEOLOGI REGIONAL
                          Gambar 2.6 Geologi Regional Daerah Perairan Sebatik Kalimantan Timur
                                     (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)
Laporan Akhir




    D. Formasi Meliat (Miosen Tengah)

        terdiri   dari   perselingan        batu     pasir,   batu    lempung     dan
        serpihan.     dengan      sisipan     batu     bara   berstruktur    lapisan
        bersusun, bioturbasi dan mengandung bintal batu gamping,
        dengan kandungan fosil globigerina bulodes, globigerinaoides
        obliquus, operculina, flosculinella bernenis. formasi ini diduga
        diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai delta paralik.
        tabel formasi diperkirakan 800-1000m dan ditindih selaras
        oleh Formasi Tabul

    E. Sumbatan dan retas (Pleistosen)

        terdiri dari andesit, basal,dan desit. andesit, forfirit, dengan
        fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar halus
        mengandung plagioklas, kuarsa, piroksen,hornblende, bijih
        dan kaca gampingan, sebagian terkloritkan. basal berbutir
        halus – afanitik. dasit, forfiris dengan fenokris plagioklas,
        kuarsa    dan        muskovit   dalam        masadasar       plogioklas   dan
        kuarsa.terkarbonatkan           dan    saritasi.      batuan     menerobos
        Formasi Sinjin.

2.2.2 Struktur Geologi

Dari hasil pengamatan pada peta geologi serta pengamatan
morfologi di lapangan , struktur geologi yang terdapat di lembar
Tarakan dan Sebatik adalah lipatan, sesar dan kelurusan. lipatan
berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan berarah barat
laut-tanggara dan melibatkan semua formasi batuan dilembar
Tarakan dan Sebatik.




          GEOLOGI REGIONAL
II-10
Laporan Akhir




        Gambar 2.7 Skema Stratigrafi Perairan Sebatik Kalimantan Timur
                    (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)




           GEOLOGI REGIONAL
II-11
Laporan Akhir




Sesar yang dijumpai pada umumnya berupa sesar normal yang
merupakan hasil pengaktifan kembali sesar-sesar yang terbentuk
sebelumnya. sesar dan kelurusan umunya berarah barat laut-
tenggara dan beberapa berarah barat daya-timur laut. di beberapa
tempat sesar-sesar ini ditempati batuan beku. sebagian dari
struktur yang ditemukan di lembar tarakan dan sebatik ini di
tafsirkan dari citra SAR
Dari pengamatan struktur sedimen dan komposisi batuan tersier,
pada umumnya di duga daerah lembar tarakan dan sebatik telah
mengalami beberapa kali kegiatan tektonika. pengendapan pada
kala tersier diawali oleh pengendapan batu gamping, foraminifera
dan sedimen turbidit dari formasi sembakung pada lingkungan laut
dangkal sampai laut dalam.

Pengangkatan “ daratan sunda “ yang berlangsung pada akhir eosen
telah diikuti oleh penurunan dasar cekungan secara perlahan-lahan
mulai     dari     kala   oligosen   sampai   miosen   akhir.   periode   ini
merupakan masa pengendapan dalam pola regresi hampir di
seluruh cekungan tarakan yang mengahsilkan endapan paralik
sampai laut dalam yang membentuk runtuhan batuan dari formasi
naintupo, meliat dan tabul. bersam dengan periode ini di daerah
daratan         terjadi   kegiatan   gunung   api   dan   magmatik    yang
menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan
batuan beku granitan.

Periode tektonik selanjutnya berlangsung pada akhir miosen atau
awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa
terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang
ditandai dengan pembentukkan endapan paralik – fluvial delta
seperti batu pasir, batu bara dan batu lempung dari formasi sajau.
pada fase ini juga didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api ya g
menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan

          GEOLOGI REGIONAL
II-12
Laporan Akhir




andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan
tektonik terakhir terjadi kala plistosen menghasilkan perlipatan dan
sesar yang membentuk struktur geologi seperti sekarang.

Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa
struktur lipatan antara lain berupa antilkin dan sinklin sinklin.
struktur patahan (sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan.

Formasi Naintupo, Meliat dan Tabul. bersama dengan periode ini
didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang
menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan
batuan beku granitan.

Periode tektonik selanjutnya pada akhir miosen atau awal pliosen
sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan
pengangkatan         kembali   tepi   cekungan   yang   ditandai   dengan
pembentukkan endapan paralik – fluvial seprti batu pasir, batu
bara, dan batu lempung dari formadsi sajau. pada masa ini juga
didaerah daratan terjadi kegiatn gunung api yang menghasilkan
batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan andesit, dasit
dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik
terakhir terjadi pada kal plistosen menghasilkan perlipatan dan
sesar yang membentuk struktur geologi seprti sekarang.

Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa
struktur lipatan antara lain berupa antiklin dan sinklin sinklin.
struktur patahan( sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan.




          GEOLOGI REGIONAL
II-13
Laporan Akhir




                                                             BAB III

                     METODA DAN PERALATAN
                                              PENYELIDIKAN

Metoda          penyelidikan    meliputi   penentuan     posisi,    pengamatan
parameter           hidro-oseanografi,       perekaman       data     geifisika,
pengamatan kondisi geologi termasuk karakteristik pantai dan
percontohan sedimen serta analisa laboratorium.



3.1      PENENTUAN POSISI


Penentuan posisi dan lintasan survey dari seluruh kegiatan lapangan
yang diinstal di kapal menggunakan Differential Global Positioning
System (DGPS) TYPE C NAV 272281 (Foto 3.1) yang telah
diintegrasikan dengan personal computer (pc) atau laptop sehingga
dapat langsung diakses dan diproses di lapangan sedangkan untuk
kegiatan di darat dan pantainya menggunakan garmin iii plus. Alat
ini bekerja dengan dukungan minimal 8 (delapan) satelit, dimana
setelah diaktifkan dan deprogram akan terlihat posisi titik-titik
koordinat secara geografis dalam bentuk lintang dan bujur dengan
bidang proyeksi universal transver mercator (utm) yang dapat
disimpan dan langsung dibaca pada layer monitor, dimana PDOP
yang diambil kurang dari 2.

Pengambilan          data     lintasan   penelitian   kedalaman     dasar   laut
dilakukan dengan rentang waktu setiap 1 (satu) menit, begitu pula
untuk data lintasan seismik. Sebelum melaksanakan pengambilan


         METODA & PERALATAN
III -1
Laporan Akhir




data, target posisi kapal disesuaikan dengan rencana lintasan yang
telah diplot kedalam perangkat GPS, sehingga semua olah gerak
kapal, termasuk arah haluan (heading), posisi kapal (pos), arah
terhadap target berikutnya (azimuth) maupun jaraknya dapat
dipantau dan diikuti melalui monitor.




                Foto 3.1 Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281


Alat penunjang penentu posisi adalah theodolit, waterpass yang
dilengkapi oleh statif dan rambu ukur. Datum yang digunakan
dalam survei ini adalah WGS-84 sesuai datum pada peta dasar.

Cara pengukuran, terutama untuk pengukuran kontinyu pada
lintasan kapal untuk pemetaan kedalaman laut, diperoleh dari
pengolahan         data   digital   posisi   menggunakan      Paket   Program
Modifikasi PPPGL. Dalam hal kehilangan data akibat posisi orbit
satelit, digantikan oleh asumsi gerak linear kapal pada haluan dan
kecepatan kapal yang konstan.



3.2      HIDRO-OSEANOGRAFI


Penyelidikan geofisika dan hidro-oseanografi merupakan salah satu
metoda penting dalam pemetaan dinamika pantai dari sudut

         METODA & PERALATAN
III -2
Laporan Akhir




pertimbangan karakteristik laut lokal. Parameter laut yang akan
diamati antara lain meliputi :

Pengukuran pasang surut, arus (secara statis dan dinamis) dan
gelombang.


3.2.1 PENGUKURAN PASANG SURUT

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara
hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama
bulan dan matahari. Pengukuran pasang surut dilaksanakan dengan
menggunakan rambu pasang surut yang diamatai setiap interval 1
(satu) jam selama survey berlangsung khususnya untuk koreksi
terhadap kedalaman hasil pemeruman.

Dengan menggunakan Bench Mark (BM) yang sudah ada, maka
lokasi pengukuran pasang surut diasumsikan base station untuk
pengukuran posisi lintasan kapal. Tujuan dari pengukuran pasang
surut ini adalah untuk menghitung nilai koreksi terhadap peta
batimetri.

Data hasil pengukuran dengan interval pengukuran satu jam
tersebut        diuraikan     menjadi   komponen   harmonik.   Hal   ini
dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, dari
nilai amplitudo dan periode masing-masing komponen pasang surut
tersebut dapat di analisis karakteristik pasang surutnya melalui
penjumlahan komponen pasang surut yang ada.

Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini
adalah metode harmonik British Admiralty untuk menghitung
konstanta harmonik yang terdiri atas: paras laut rata-rata (mean
sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan)
komponen utama pasang surut, yaitu: M2, S2, N2, K1, O1, M4,
MS4, K2 dan P1; dengan keterangan sebagai berikut:



         METODA & PERALATAN
III -3
Laporan Akhir




         An     :
               Amplitudo harmonik         ke-n
         g(O)   :
               Fase perlambatan
         S0     :
               Paras laut rata-rata
         M2     :
               Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh posisi
              bulan
         S2  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh posisi
              matahari
         N2  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh perubahan
              jarak bulan
         K2  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh perubahan
              jarak matahari
         O1  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh deklinasi
              bulan
         P1  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh deklinasi
              matahari
         K1  : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh deklinasi
              matahari dan bulan
         M4 : Konstanta harmonik          yang dipengaruhi oleh pengaruh
              ganda M2
         MS4 : Konstanta harmonik         yang dipengaruhi oleh interaksi
              antara M2 dan S2


         Konstanta harmonik di atas diperoleh melalui persamaan
         harmonik :

                         A(t) = S0 + ∑ An cos(wt.Gn)
                     A(t) : Amplitudo
                    S0      : Tinggi paras air laut rata-rata di atas titik nol
                              rambu amat
                    An        : Amplitudo komponen harmonik pasang
                              surut
                    Gn      : Fase komponen harmonik pasang surut
                    N       : Konstanta yang diperoleh dari perhitungan
                              astronomis
                    wt      : Waktu


Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung kedudukan
muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah terendah.
Selanjutnya data ini digunakan untuk mengoreksi harga batimetri.

         METODA & PERALATAN
III -4
Laporan Akhir




Koreksi dilakukan dengan cara mengoreksi harga batimetri terhadap
harga muka air rata-rata di lokasi pengamatan, selanjutnya data
hasil koreksi ini dikurangkan terhadap posisi air rendah terendah
yang dijadikan patokan.

Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut
setiap hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan
dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi
gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsur-
unsur pasang surut ganda utama. Perbandingan ini dinamakan
bilangan Formzahl yang mempunyai persamaan:



                                           A(O1) + A(K1)
    Harga indeks Formzahl (F) =
                                          A(M2) + A(S2)


3.2.2 Pengukuran. Arus

Pengukuran arus dimaksudkan untuk mendapatkan data kecepatan
dan arah arus yang merupakan penyebab terjadinya pengangkutan
sedimen (sedimen transport) baik di dekat muara sungai atau di
laut.     Peralatan      pengukuran    arus   statis   menggunakan      :
Valeport/106 (Foto 3.2) dengan meletakkan alat tersebut disuatu
tempat yang dipengaruhi oleh arus. Pengamatannya dilakukan
setiap satu jam sekali selama minimal 26 jam. Alat diturunkan pada
kedalaman setiap 0.6 kali kedalaman air.



3.2.3. Pengukuran Gelombang

Salah satu penyebab perubahan garis pantai adalah diakibatkan
oleh aksi gelombang serta dapat juga menimbulkan kerusakan-
kerusakan pada bagunan pinggir pantai dengan adanya pengikisan
(abrasi)        dan   pemacuan   proses sedimentasi.   Oleh   karena   itu
karakteristik dan mekanisme gelombang ini perlu dipelajari dengan
         METODA & PERALATAN
III -5
Laporan Akhir




melakukan       pengamatan       gelombang      dan    pemisahan   frekuensi
kejadian angin. Peralatan yang dipergunakan adalah : peilschall
gelombang




                       Foto 3.2 Alat pengukururan arus
                                Statis Type Valeport/106


3.2.4 Analisa Data Angin

Analisis ini merupakan bagian dari analisis gelombang. Data angin
permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kendari.

Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap
arah angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan
lebih    dari   10    knot    karena   dianggap       dapat   membangkitkan
gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974).


3.3      GEOFISIKA

Metoda penelitian geosisika meliputi pemeruman dan perekaman
seismik pantul dangkal. Posisi koordinat data pemeruman dan
seismik dibaca dalam waktu selang 2 menit.




         METODA & PERALATAN
III -6
Laporan Akhir




3.3.1 Pemeruman (Sounding)

Pemeruman           (sounding)     dimaksudkan   untuk   mengukur       dan
mengetahui kedalaman dasar laut daerah penelitian berikut pola
morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini menggunakan alat perum
gema Echosounder 200/50 KHz merk Odom Hydrotrack (Foto 3.3)
yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang
suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut.
Kemudian gelombang suara yang dikirim ke permukaan dasar laut
dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver tranducer. Sinyal-
sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk
grafis maupun digital.

Posisi transducer echosounder berada 0,5 meter dari permukaan air
di sebelah kiri kapal dan berjarak lebih-kurang 3 meter dari antena
GPS.




  Foto 3.3 Instrumen pengukur kedalaman dasar laut Echosounder 200/50
                KHz tipe Odom Hydrotrack


Data pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman
laut sebagai bahan pembuatan peta kedalaman laut (batimetri),
mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut.
Selain itu juga untuk pengontrol hasil rekaman seismik dan
pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut.
         METODA & PERALATAN
III -7
Laporan Akhir




Data hasil pembacaan alat yang diperoleh dilakukan suatu koreksi
terhadap data hasil pengamatan pasang surut dengan penentuan
kedalaman yang terkoreksi yaitu terhadap muka air rata-rat (MSL).
Adapun Persamaan yang digunakan adalah sbb:

                                 C = B - MSL

                                 E=D-C+d

dengan :C             = Faktor koreksi pasang surut
        B             = Nilai tinggi air/pasang surut terukur di lapangan
        D             = Nilai kedalaman tanpa koreksi
        E             = Nilai kedalaman terkoreksi
        D             = faktor draft kapal


3.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL

Seismik pantul dangkal saluran tunggal bekerja dengan prinsip
pengiriman gelombang akustik yang ditimbulkan oleh Boomer ke
bawah permukaan laut dan Hidrofone menerima kembali sinyal
yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal
yang     diterima     akhirnya    direkam   dan   akan   tampak    sebagai
penampang horison-horison seismik pada kertas rekaman.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh ketebalan lapisan
termuda         (isopach)     terutama   yang   diduga   sebagai   tempat
terakumulasinya mineral berat permukaan dasar laut dan untuk
mengetahui penyebaran serta penerusannya secara horisontal
berikut interpretasi ketebalannya.

Metoda ini menggunakan sistem perangkat seismik pantul dangkal
berresolusi tinggi tipe sparker cumi (Foto 3.4) dengan sumber
energi 300 joule, lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan
pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan
menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik
oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang
batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya.
         METODA & PERALATAN
III -8
Laporan Akhir




Gelombang atau signal yang dipantulkan oleh permukaan dasar laut
akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 8-12 meter di
belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel hydrophone
sepanjang 3-5 meter untuk direkam oleh graphic recorder . Filter
dibuka antara 800 hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan
kecepatan firing 1 second dan kecepatan sweep ½             second
kemudian direkam menggunakan graphic recorder EPC/1086 (Foto
3.5).



3.3.3 SIDE SCAN SONAR

Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lateral dari
permukaan dasar laut serta rona dari material penyusunnya. Alat ini
terdiri dari tow fish yang berfungsi

mengirim gelombang akustik ke bawah permukaan laut sekaligus
menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media
lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan
tampak gambaran lateral serta rona dari permukaan dasar laut yang
direkam dalam . laptop guna dilakukan pemrosesan lanjut.

Dalam kegiatan lapangan ini digunakan jenis alat Side Scan Sonar
Type Klein 3000 (Tow Fish) (Foto 3.6)



3.4 GEOLOGI KELAUTAN

Penyelidikan geologi kelautan meliputi pengamatan karakteristik
pantai, pengambilan contoh sedimen pantai maupun sedimen
permukaan dasar laut.




         METODA & PERALATAN
III -9
Laporan Akhir




                                          Foto 3.4
                               Perangkat seismik Sparker Cumi




                                   Foto 3.5
            Panel perekaman data seismik analog dari model EPC/1086




          METODA & PERALATAN
III -10
Laporan Akhir




                                     Foto 3.6
                  Alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish)




3.4.1 Pemetaan Karakteristik Pantai

Pengamatan dan pemetaan karakteristik pantai dilakukan dengan
peta kerja dari DISHIDROS dan BAKOSURTANAL untuk mengetahui
sampai sejauh mana pengaruh energi laut (arus, gelombang) dan
aktivitas manusia terhadap

perkembangan pantai (maju dan mundurnya garis pantai)dengan
cara pengamatan visual di lapangan terutama dilakukan                        untuk
mengetahui beberapa parameter pantai antara lain :

• Morfologi        pantai      dengan   pengukuran      profil      pantai   untuk
    mengetahui perbedaan relief pantai.

• Kondisi geologi dengan cara diskripsi dan pengambilan contoh
    batuan/material penyusun pantai dan tingkat resistensinya,
    penetuan posisi dengan GPS, selanjutnya dari contoh tersebut
          METODA & PERALATAN
III -11
Laporan Akhir




    dianalisa besar butirnya sehingga dapat menjelaskan tentang
    pasokan sedimen.

• Karakteristik garis pantainya meliputi jenis pantainya, kondisi
    garis pantainya (abrasi, sedimentasi, stabil, arah pengangkutan
    sedimen), dan identifikasi jenis tumbuhan pantai.

Hasil akhir dari pemetaan karakteristik pantai disajikan berupa peta
yang nantinya diharapkan dapat dipakai                 sebagai data dasar
pengembangan kawasan pantai.



3.4.2 PENGAMBILAN CONTOH SEDIMEN PANTAI DAN DASAR
          LAUT

Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan bersamaan dengan
karakteristik pantai. Sedimen yang diambil berupa sedimen lepas
berukuran pasir yang terletak di daerah gisik pantai (beach) dan
diambil menggunakan sekop kecil atau tangan lalu dimasukkan ke
dalam kantong plastik.

Pengambilan contoh sedimen dasar laut ini dilaksanakan secara
sistematik pada lokasi-lokasi yang diharapkan mewakili keseluruhan
daerah          penyalidikan.   Selanjutnya   contoh    sedimen   tersebut
dideskripsi dan dianalisa di laboraturium sehingga nantinya dari
data-data tersebut akan dihasilkan suatu peta sebaran sedimen
permukaan dasar laut.

Peralatan pengambil contoh sedimen dasar laut terdiri dari :

Pemercontoh comot / Grab Sampler (Foto 3.7)




          METODA & PERALATAN
III -12
Laporan Akhir




3.4.3 BOR TANGAN

Yang dimaksud pemboran disini ialah guna mendapatkan contoh
tanah asli dan tanah tidak asli yang direncanakan pada beberapa
lokasi terpilih. Adapun alat yang digunakan berupa bor tangan jenis
Hand Auger (Foto 3.8).

3.4.4 PEMBORAN INTI

Yang dimaksud pemboran inti yaitu kegiatan pengambilan contoh
batuan/tanah baik yang terganggu maupun tidak terganggu, serta
memperoleh data Standart Penetration Test (SPT) dari tiap lapisan
guna      mendapatkan          contoh   untuk   dianalisa   lebih   teliti   dan
mengetahui kondisi vertikal dari batuan/tanah daerah penyelidikan.

Kegiatan Pemboran ini dilakukan pada dua lokasi dengan masing-
masing kedalaman 60 m. (Foto 3.9). Diharapkan dari data
pemboran ini akan didapat informasi selengkap-lengkapnya meliputi
keadaan geologi, sifat fisis dan mekanis yang dapat ditentukan baik
melalui proses penyelidikan lanjutan di laboratorium maupun
dengan melakukan percobaan-percobaan setempat.




                Foto 3.7 Pemercontoh Inti Comot / Grab Sampler




          METODA & PERALATAN
III -13
Laporan Akhir




                Foto 3.8 Pelaksana pengambilan contoh dengan bor tangan




                               Foto 3.9 Pelaksana pemboran inti




          METODA & PERALATAN
III -14
Laporan Akhir




3.5 ANALISA LABORATORIUM

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di lapangan, baik
merupakan kegiatan analisa di laboratorium maupun kegiatan
penafsiran dari data-data yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini
pada dasarnya meliputi:



3.5.1 Analisa Besar Butir

Analisis besar butir dihasilkan dari pengambilan contoh dengan grab
sampler berkisar antara 1 Kg hingga 1,5 Kg . Tujuan dari
pengambilan contoh ini adalah untuk mengetahui sebaran sedimen.
Data yang dianalisis sebanyak 0,5 kg, dan sisanya disimpan pada
cool storage di PPPGL Cirebon. Secara umum analisis besar butir ini
dilaksanakan melalui metoda pengayakan dan pipet, kemudian
diklasifikasi menurut Klasifikasi Folks (1980). Prosedur umum
laboratorium untuk analisis besar butir dapat diterangkan sebagai
berikut (Foto 3.10):

  a. Sampel basah + 1 Kg di aduk homogen
                                                                        o
  b. Sampel basah + 500 gram dikeringkan pada suhu 110                      Celcius
  c. Setelah sampel kering, ditimbang untuk berat asal sebanyak
      100 gram
  d. Sampel direndam + sehari semalam, selanjutnya dimasukkan
      pada sampel stirrer (pengaduk contoh), supaya butiran                   lebih
      cepat terpisah
  e. Sampel basah dengan saringan 4 phi, untuk memisahkan
      butiran lumpur dengan butiran di atasnya
  f. Sampel        pan    (di   bawah   4   phi)   dan   butiran   di       atasnya
      dikeringkan
  g. Sampel butiran di ayak kering dengan menggunakan sieve
      shaker, dengan interval ayakan 0,5 phi + 10 menit                     (ayakan
      mulai dari -2,0 phi s/d 4,0 phi)

          METODA & PERALATAN
III -15
Laporan Akhir




  h. Hasil tiap ayakan ditimbang dan ditulis dalam bentuk tabular
  i. Jika hasil ayak basah lebih dari 20 gram (lebih dari 20%)
      sampel diambil 20 gram untuk dipipet, jika kurang dari 15
      gram sampel tidak dipipet
  j. Untuk sampel yang berdasarkan hasil deskripsi ahli geologi
      berbutir lumpur/lempung, pengerjaannya langsung dikeringkan
      contoh basah + 100 gram, setelah dikeringkan, diambil 20
      gram contoh untuk berat asal pipet
  k. Pemipetan memakai tabung gelas dengan volume 1000 ml dan
      pipa      kapiler   20   ml,   untuk   mendapatkan   ukuran   butiran
      4,5,6,7,8 phi.


3.5.2 Analisa Sayatan Oles

Metode analisa sayatan oles diperoleh dengan cara meletakkan
sejumlah sedimen lepas pada permukaan kaca preparat lalu
kemudian dilem dengan menggunakan Canada Balsam lalu ditutup
lagi oleh kaca preparat. Preparasi contoh yang sudah siap ini
kemudian         diperiksa     dibawah   mikroskop   binokuler   mengenai
kelimpahan Biogenik, bukan biogenik, dan Autigenik serta ukuran
besar butir sedimen lepas yang diperiksa.



3.5.3 Analisa Mineral Berat

Terdapat beberapa metoda untuk memisahkan jenis mineral yang
terdapat di dalam sedimen lepas (pasir, lanau, dan lempung) antara
lain: pemisahan mineral magnetik (magnetik separator), pemisahan
dengan cairan berat (heavy liquid) (Foto 3.11). Standar pengujian
dan klasifikasi yang digunakan adalah secara petrografi (point
counter         method)    dengan    menggunakan     mikroskop   binokuler
(Muller, 1967).


          METODA & PERALATAN
III -16
Laporan Akhir




Metoda Cairan Berat            (Heavy Liquid) yang digunakan untuk studi
analisis mineral berat umumnya dilakukan pada sedimen pasir yang
berukuran butir antara 0.05 mm dan 0.063 mm (3 phi, pasir
sedang-halus). Mineral berat yang dianalisis adalah mineral yang
mempunyai Berat Jenis (BJ) lebih besar dari 2.88 gr/cc (cairan
Bromoform). Berat contoh sedimen dengan ukuran butiran diatas
yang umum adalah lebih kurang 20 gram yaitu untuk mengurangi
penggunaan cairan Bromoform yang tidak efisien. Cairan pembilas
Bromoform dari mineral berat dan mineral ringan lainnya yang
digunakan adalah Benzol, CCl4 yaitu cairan khusus pembilas
Bromoform agar BJ Bromoform-nya relatif lama bisa digunakan.
Temperatur dan kelembaban ruang juga sangat berpengaruh
terhadap perubahan BJ Bromoform.

Mineral berat yang terkonsentrasikan hasil cairan berat dipisahkan
dari mineral magnetik dan bukan magnetik dengan menggunakan
magnet tangan dan Electromagnetic Separator untuk mendapatkan
prosentase dan jenis mineral magnetik yang lebih rinci.

Metoda petrografi berdasarkan sifat-sifat fisik optik mineral tersebut
digunakan untuk mengetahui jenis mineral berat magnetik dan
bukan magnetik secara lebih akurat.



3.5.4 Analisa Fosil Mikrofauna

Analisis mikrofauna dilakukan dari contoh sedimen dasar laut yang
dikoleksi dengan menggunakan penginti jatuh bebas (gravity corer)
dan penginti comot (grab sampler). Di laboratorium preparasi
contoh, dengan berat kering yang sama (25 gram), kemudian
contoh      sedimen      kering   dicuci   dengan   menggunakan   ayakan




          METODA & PERALATAN
III -17
Laporan Akhir




berukuran bukaan 2, 3, dan 4 phi. Contoh hasil cucian dari masing-
masing ayakan kemudian dikeringkan dalam oven dan siap




          Foto 3.10 Perangkat pengayakkan besar butir untuk sedimen kasar (a) dan
                                 sedimen halus/ lumpur (b)




                                        Foto 3.11
                Lemari asam untuk analisa mineral berat secara wet method

          METODA & PERALATAN
III -18
Laporan Akhir




digunakan untuk studi mikrofauna. Studi mikrofauna yang meliputi
ostracoda dan foraminifera dilakukan pada empat puluh tujuh
contoh sedimen hasil cucian (washed residue). Analisis ostracoda
dilakukan       hingga         tingkat   spesies       bila   memungkinkan         dan
perhitungan spesimen / individu tiap spesies/jenis. Sedangkan
analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding
dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan
ostracoda. Kemudian di lakukan penghitungan indeks diversitas
/H(S) yaitu nilai keanekaragaman spesies dalam setiap contoh yang
diperoleh dari rumus Shannon-Weaver dalam suatu paket program
komputer yang dibuat oleh Bakus (1990) yaitu:


                                 H’ = - Σpi log   pi



dimana:
     H’         = indeks diversitas/keanekaragaman
     pi         = ni /N
     Σ          = jumlah
     ni         = jumlah spesimen dari spesies i1, i2, i3, dst
     N          = jumlah total spesimen




3.5.5 Analisa Geoteknik

Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan
dari contoh tanah/sedimen hasil pemboran tersebut telah dilakukan
beberapa pengujian di laboraturium atau pengujian mekanika tanah
”Engineering       Properties”       pada   contoh        tanah   tidak    terganggu
(Undisturb Sample). Disamping itu dilakukan juga pengujian “Index
Properties” berupa “grains size analysis” terhadap contoh tanah
terganggu       (disturbed        sample)   pada       contoh     bor   inti   terpilih,
sedangkan untuk mengetahui kerapatan relatif material/sedimen
berdasarkan nilai SPT.

          METODA & PERALATAN
III -19
Laporan Akhir




Klasifikasi tanah yang umumnya digunakan untuk kepentingan
geoteknik adalah klasifikasi USCS. Klasifikasi tanah dari sistem ini
pertama kali diusulkan oleh Arthur Cassagrande (1942).

Tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), distribusi dari tanah
berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringnya lewat
satu unit saringan standar (ASTM), jika prosentase lolos saringan
No. 200 kurang dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan
adalah G = kerikil (gravel), S = pasir (sand),

W = gradasi baik (Well-graded), P = gradasi buruk (poorly graded).
Sedangkan tanah berbutir halus, jika prosentase lolos saringan No.
200 lebih dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah
M = lanau, C = lempung dan O = organik. Berdasarkan data hasil
sampling yang dianalisis menggunakan metoda pengujian besar
butir diperoleh hasil pada umumnya adalah dari jenis butiran
umumnya berukuran kasar.



Uji konsolidasi

Data yang diperoleh dari uji konsolidasi disajikan dalam bentuk
penurunan terhadap waktu dan tergambar dalam bentuk kurva
(Lampiran hasil uji konsolidasi). Selanjutnya kurva tersebut dapat
dipergunakan untuk memperoleh tingkat konsolidasi.



Koefisien konsolidasi (Cv)

Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada suatu contoh
tanah terdapat dua metoda grafis yang umum dipakai            untuk
menentukan harga Cv yaitu metoda logaritma-waktu (logarithm of
time method) yang diperkenalkan oleh        Casagrande dan fadium
(1940), sedangkan metoda yang lain adalah metoda akar waktu (
Square root of time method) yang diperkenalkan oleh Taylor


          METODA & PERALATAN
III -20
Laporan Akhir




(1942). Metoda yang kedua tersebut adalah metoda yang dipakai
dalam penentuan harga koefesien konsolidasi (Cv).

Harga koefisien refleksi tersebut didapat dari rumus :

                                    0,848 X H2

                               Cv = ---------------

                                    T90

Dimana :

T90 = waktu untuk mencapai 90% konsolidasi
H = ½ tinggi benda uji rata-rata
Penurunan tanah akibat pembebanan pada masing-masing lokasi
dapat dilihat pada lampiran hasil pengujian konsolidasi.


Indeks pemampatan (Compression indeks, Cc)

Nilai Indeks pemampatan Cc, didapat melalui penggambaran harga
angka pori e terhadap log p (lihat lampiran V hasil pengujian
konsolidasi). Harga indeks pemampatan dapat digunakan untuk
menghitung        besarnya      penurunan    yang     terjadi   sebagai   akibat
konsolidasi. Disamping itu, harga indeks pemampatan ini dapat
digunakan untuk menghitung harga coefisient of compressibility
(av), harga coefisient of volume compressibility (mv) dan harga
koefsien rembesan (k).

Indeks pemampatan (Cc) berhubungan dengan berapa besarnya
konsolidasi atau penurunan yang akan terjadi, sedangkan koefisien
konsolidasi       (Cv)    berhubungan       dengan     berapa     lama    suatu
konsolidasi tertentu akan terjadi.



Pengujian kuat geser (Triaxial)

Pengujian kuat geser dari contoh tanah di daerah telitian dilakukan
hanya pada beberapa contoh yang mewakili yaitu berupa contoh
tanah      asli   (undistubed-sample)       dan   contoh    tanah    terganggu
          METODA & PERALATAN
III -21
Laporan Akhir




(disturbed-sample), namun semua contoh tersebut tersimpan di
dalam tabung dengan maksud menjaga kondisinya terutama kadar
air dan susunan tanah dilapangan. Kuat geser tanah adalah gaya
perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan
atau tarikan. Dengan dasar pengetian ini, bila tanah mengalami
pembebanan akan ditahan oleh :

•   Kohesi tanah tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya,
    tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada
    bidang gesernya.

•   Gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus
    dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Kuat geser tidak memiliki satu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

    Keadaan tanah, angka pori ukuran butir dan bentuk butir.

    Jenis tanah seperti, pasir, berpasir, kerikil, lempung, atau jumlah
    relatif dari bahan-bahan yang ada.

    Kadar air, terutama untuk lempung (sering berkisar dari sangat
    lunak sampai kaku, tergantung pada nilai w).

    Jenis       beban    dan   tingkatnya,   beban   yang   cepat    akan
    menghasilkan tekanan pori yang berlebih.

    Anisotropis, kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar
    akan berbeda jika jika dibandingkan dengan kekuatan yang
    sejajar dengan bidang tersebut.

Hipotesis pertama          mengenai kuat geser   tanah   diuraikan   oleh
Coulomb (1773), sebagai :

                 s = c + vσ

Dimana :

s    = kuat geser pada bidang yang ditinjau


          METODA & PERALATAN
III -22
Laporan Akhir




c    = kohesi atau pengaruh tarikan antar partikel, hampir tidak
       tergantung pada tegang normal pada bidang.
σ    = tegangan normal pada bidang yang ditinjau
v    = koefisien friksi antara bahan-bahan yang bersentuhan.
Persamaan diatas disebut kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-
Coulomb,        dimana     garis   selubung    kegagalan    dari   persamaan
tersebut dilukiskan dalam lampiran.

Tegangan-tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah
rumus Coulomb dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut:

          s = c' + (σ-u) tg φ'

          s = c' + σ' tg φ'

dengan

c' = kohesi tanah efektif
σ' = tegangan normal efektif
u = tekanan air pori
φ' = sudut gesek dalam tanah efektif


Kuat       geser     tanah     juga    bisa    dinyatakan    dalam    bentuk
tegangan-tegangan efektif σ1' dan σ3' pada saat keruntuhan terjadi.
Lingkaran       Mohr     dalam     bentuk     lingkaran   tegangan,   dengan
koordinat-koordinat γ          dan σ', seperti yang terlihat pada lampiran
data pemeriksaan triaxial.

Persamaan tegangan geser, dinyatakan oleh:

          γ = 1/2 (σ1' - σ3') sin 2θ

          σ =1/2(σ1' +σ3')+1/2(σ1' -σ3') cos 2θ

dengan θ adalah sudut teoritis antara bidang horizontal dengan
bidang longsor, yang besarnya:

          θ = 45° + φ' / 2



          METODA & PERALATAN
III -23
Laporan Akhir




Prosedur uji kuat geser

Pelaksanaan uji kuat geser tanah lempung di daerah telitian dengan
cara      ”unconsolidated          undrained”    (tanpa    terkonsolidasi-tanpa
drainasi), dimaksudkan untuk mendapatkan nilai seperti pada
kondisi     tempat         aslinya,   dimana    angka   pori   benda   uji   pada
permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya pada tempat
kedalaman contohnya.

Benda uji mula-mula dibebani dengan penerapan tegangan sel
(tegangan keliling), kemudian dibebani dengan beban normal,
melalui penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan.
Pada penerapan tegangan deviator selama penggeserannya, tidak
diizinkan air keluar dari benda ujinya. Jadi selama pengujian katup
drainasi ditutup. Karena pada pengujiannya air tidak diizinkan
mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran tanahnya.

Pertama, tegangan sel (σ3) diterapkan, setelah itu tegangan
deviator        (Δσ)   dikerjakan      sampai    terjadi   keruntuhan.       Untuk
pengujian ini :

-      Tegangan utama mayor total = σ3 + Δσf = σ1

-      Tegangan utama minor total = σ3

Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan
dalam persamaan :

          su = cu = σ1 - σ3 =         Δσf

                       2       2

Penafsiran uji kuat geser

Data yang diperoleh dari uji kuat geser disajikan dalam bentuk
kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-Coulomb tergambar dalam
bentuk kurva (Lihat lampiran                hasil uji kuat geser). Selanjutnya
kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai kohesi
tanah (c) dan sudut gesek dalam tanah.
          METODA & PERALATAN
III -24
Laporan Akhir




3.5.6 Analisa Geokimia dan Lainnya

Analisa         ini   dilakukan     dengan         metoda   Atomic      Absorption
Spectrometric (AAS); (Foto 3.9) untuk mengindentifikasi secara
khusus unsur logam seperti Au, Cu, Zn dll termasuk konsentrasinya,
analisa unsur utama (major element) guna mengetahui komposisi
utama pembentuk batuan, selain juga diperlukan analisa titrasi
untuk mengetahui beberapa unsur (senyawa) tertentu.




                                    Foto 3.9
            Seperangkat alat AAS (tabung pengukur unsur & display



3.5.7. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)
Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok
pertikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari
0.002      mm,        yang     disebut   mineral     lempung.   Tanah    lempung
mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.
Macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung
(Kerr,1959)           diantaranya        terdiri     dari   kelompok-kelompok
motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Analisa tanah
lempung          berdasarkan       SEM     dimaksudkan      untuk    mengetahui
kelompok-kelompok dari mineral lempung tersebut.


          METODA & PERALATAN
III -25
Laporan Akhir




Preparasi contoh tanah dilakukan dengan pemecahan contoh sesuai
pecahan aslinya untuk mendapatkan mikrostruktur dari cintoh
aslinya, dengan menggunakan lem konduktif (Dotite dan pasta
perak) ditempelkan pada specimen holder dan dibersihkan dengan
hand       blower       untuk     menghilangkan        debu-debu       pengotor.
Selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) oleh gold-paladium (Au
:80% dan Pd :20%), dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC-
1100 akan didapatkan tebal lapisan 400 amstrong. Coating ini
dimaksudkan agar benda uji yang akan dilakukan pemotretan
menjadi penghantar listrik. Contoh/benda uji dimasukan kedalam
specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35 C), untuk dilakukan
pemotretan.



3.5.8. Analisa X Ray Diffraction (XRD)

Dengan meningkatnya keteraturan struktur kristal tetrahedral SiO4
atau derajat kristalisasinya, mineral silika non- dan mikrokristalin
dapat diurutkan sebagai berikut: opal-A, opal-CT, opal-C, tridimit,
kristobalit, dan kuarsa. Karena ukurannya yang lebih halus dari 50 µ
m, mineral-mineral ini sulit dibedakan secara petrografi.

Salah satu metode yang dapat membedakannya adalah metode
difraktometer sinar-X (XRD = X-ray Diffraction) yang menganalisis
mineral berdasarkan struktur kristalnya. Silika non-kristalin, disebut
opal-A, memberikan pola XRD yang amorf, yaitu menunjukkan
sebuah hump (undukan) dengan intensitas maksimum di sekitar 4
Å. Silika mikrokristalin sendiri terbagi menjadi opal mikrokristalin
(opal-C         dan   opal-CT),   tridimit,   kristobalit,   dan   kuarsa.   Opal
mikrokristalin mempunyai hump di sekitar 4 Å yang lebih tajam
dengan intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan opal-A sebagai
hasil peningkatan keteraturan struktur kristal silika (tetrahedral
SiO4). Tridimit dan kristobalit mempunyai struktur kristal yang
          METODA & PERALATAN
III -26
Laporan Akhir




berlapis teratur, tetapi keduanya mempunyai spasi lapisan SiO4
yang berbeda. Oleh karena itu, tridimit menunjukkan dua peak
(puncak) XRD yang intensif pada 4,11 Å dan 4,33 Å, sedangkan
untuk kristobalit peak tersebut muncul pada 4,04 Å dan 2,49 Å.
Kuarsa merupakan mineral silika paling stabil dan mempunyai
struktur kristal tetrahedral SiO4 paling teratur. Pola XRD-nya
menunjukkan dua peak difraksi utama di posisi 3,34 Å dan 4,26 Å.

Difraktometer sinar-X yang digunakan adalah Goniometer Difraksi
Phillips        dengan        monokromator       grafit    dan   dikontrol       dengan
perangkat             lunak     Diffraction      Technology      VisXRD.         Kondisi
pengoperasian adalah pada 40 kV dan 20 mA dengan menggunakan
radiasi CuKα (γ 1=1,5405 Å dan γ 2=1,5443 Å).
Kalibrasi        dengan       standar   eksternal     silikon    (99,99%        Si)   dan
menggunakan kecepatan goniometer sebesar 0,6°2θ /menit dengan
interval 0,01° menunjukkan penurunan spasi-d (d-spacing) peak
XRD di ~4 Å hingga 0,008 Å atau peningkatan sudut 2-theta
sebesar         0,07°     dibandingkan        dengan       referensi     JCPDS        yang
dikeluarkan oleh The International Centre for Diffraction Data.

Akurasi         pengukuran       kristalinitas    silika    dengan      metode        XRD
dilakukan dengan menggunakan serbuk silikon sebagai standar
internal        dan    goniometer       berkecepatan       0,6°2θ      /menit    dengan
interval 0,01°. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi intensitas-
maksimum akan berkisar kurang dari 0,4°2θ untuk sebuah hump
dan tidak lebih dari 0,02°2θ untuk sebuah peak, sedangkan lebar
yang diukur pada setengah intensitas-maksimum akan mempunyai
kisaran hingga 0,3°2θ untuk sebuah hump dan kurang dari 0,03°2θ
untuk sebuah peak.




          METODA & PERALATAN
III -27
Laporan Akhir




                                                                      BAB IV

                               HASIL PENYELIDIKAN


4.1 PENENTUAN POSISI

Lintasan        penentuan      posisi    dan       lintasan   survey     hasil   dari
pemanfaatan Differential Global Positioning System (DGPS) type                     C
NAV 272281 yang terinstal di kapal survei dan telah diintegrasikan
dengan Personal Computer (PC) atau laptop (Gambar 4.1a,b,c)
yang       memperlihatkan         gambaran          total     lintasan   sepanjang
pemeruman          650     kilometer     dengan      panjang     lintasan   seismik
sepanjang 381 kilometer, lintasan side scan sonar dengan panjang
48 kilometer, dengan jumlah contoh sedimen permukaan dasar laut
sepanjang 59 lokasi. Serta 11 lokasi pengambilan contoh bor tangan
disepanjang pesisir P. Nunukan dan P. Sebatik.

Pengambilan data lintasan posisi dilakukan setiap saat selama kapal
berolah         gerak    mengikuti      lintasan     yang     telah    direncanakan
sebelumnya, namun untuk memudahkan di dalam penggambaran
dan dengan alasan teknis seperti kesesuaian dengan metode survei
lain seperti seismik dan pemeruman terhadap waktu, maka waktu
dan posisi yang terplotting dalam peta lintasan posisi diambil setiap
rentang 1 menit. Selain itu pula penentuan posisi diperlukan pada
saat penyelidikan karakteristik pantai dan pengambilan contoh
sedimen pantai, menentukan lokasi pengukuran pasang surut, dan
pengukuran arus statis.




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-1
IV-2
                                                                                              Laporan Akhir




       HASIL PENYELIDIKAN
                            Gambar 4.1a. Peta Lintasan Pemeruman dan Seismik Pantul Dangkal
IV-3
                                                                         Laporan Akhir




       HASIL PENYELIDIKAN
                            Gambar 4.1b. Peta lintasan Side Scan Sonar
IV-4
                                                                                                                                Laporan Akhir




       HASIL PENYELIDIKAN
                            Gambar 4.1c. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut, Bor Tangan dan Pemboran
Laporan Akhir




4.2 HIDRO-OSEANOGRAFI

4.2.1 PENGAMATAN PASANG SURUT
Kegiatan pengamatan pasang surut pada survei ini dilakukan untuk
mendukung kegiatan pemeruman di laut.                  Pengamatan pasang
surut ini dilakukan di 1 lokasi pengamatan yaitu di Dermaga Sei
Nyamuk, Sebatik secara kontinyu dari tanggal 3 Juni s/d 2 Juli 2005
ditambah pengamatan selama 15 hari dari tanggal 29 Juli s/d 12
Agustus         2005   pada     saat   kegiatan   pemeruman    berlangsung.
Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan rambu
ukur pasang surut. Pengamatan dengan menggunakan alat rambu
ukur ini data direkam setiap selang 1 jam. Data hasil pembacaan
pasang surut ini kemudian dianalisis sehingga akan memeperoleh
harga bilangan Formzahl serta sebagai koreksi dalam hasil kegiatan
pemeruman sehingga menghasilkan peta batimetri.

Data pengamatan pasang surut selama kegiatan pemeruman
berlangsung dilampirkan pada Lampiran Data Pasang Surut
berikut dengan kurva pasang surutnya.

Analisa Data Pasang Surut dan Muka Surutan

Konstanta Harmonik Pasang Surut

Data hasil pengamatan pasang surut ini selanjutnya diolah dengan
menggunakan            metode    British   Admiralty   untuk   mendapatkan
konstanta harmonik (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1)
yang berupa amplitudo dan fasanya.

Hasil akhir perhitungan konstanta harmonik ini adalah sebagai
berikut:




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-5
Laporan Akhir




            So      M2      S2       N2      K1       O1      M4      MS4       K2     P1

     A
           19.6     5.5     2.0      3.2     0.2      2.8     0.1      0.6      0.5    0.1
 (cm)

 g (o )           153.0    144.2   256.8     80.7    365.8   390.4    109.2    144.2   80.7


             Tabel 4.1 Tabel Konstanta Harmonik pasang surut daerah telitian

- Dimana :
A         Amplitudo pasang surut
G         Sudut Kelambatan phase
So        Level muka laut rata-rata diatas titik nol rambu
M2        Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi bulan
S2        Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi matahari
N2        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
          lintasan bulan yang berbentuk elips
K2        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
          lintasan matahari yang berbentuk elips
K1        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari
O1        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan
P1        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari
M4        Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak 2x
MS4       Konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara M2 dan
          S2


Hasil perhitungan metode Admiralty secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran Data Pasang Surut.
Berdasarkan harga perbandingan konstanta harmonic pasang surut
di atas diperoleh harga bilangan Formzahl di stasiun pengamatan
pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 0.4067792
Harga bilangan Formzahl di ini menunjukan bahwa tipe pasang
surut pada stasiun pengamatan pasang surut adalah tipe campuran
dominan ganda artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam waktu 24 jam.                        Sedangkan tunggang air maksimum
berdasarkan harga pasang surut hasil pengamatan selama 30 hari
adalah tunggang air maksimum di stasiun pengamatan pasang
surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 3.0 m


           HASIL PENYELIDIKAN
IV-6
Laporan Akhir




Muka Surutan (Chart Datum)
Tahap selanjutnya dalam pengolahan data pasang surut untuk
mengoreksi data batimetri adalah perhitungan muka surutan (Chart
Datum) dan air tinggi tertinggi berdasarkan pada harga konstanta
pasang surut tersebut di atas.             Perhitungan muka surutan dan air
tinggi ini digunakan untuk meghitung berbagai referensi elevasi
atau datum vertikal, HWS (level muka air pasang tertinggi) dan
LWS (level muka air surutan terendah).                   Elevasi yang lazim
digunakan sebagai level acuan ketinggian adalah LWS.                   Dengan
demikian seluruh pengukuran batimetri, ataupun titik pangkal di
darat mengacu pada datum LWS sebagai titik nol.                Hasil analisa
pasang surut berikut perhitungan muka surutan (chart datum) dan
muka air tertinggi dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang
Surut..
Berdasarkan hasil perhitungan muka surutan diperoleh harga Chart
Datum (Zo) sebagai berikut :
       Harga Zo untuk lokasi pengamatan pasang surut di Dermaga Sei
       Nyamuk adalah 1.7 m di bawah duduk tengah. Harga Zo ini
       selanjutnya     digunakan       untuk   menyurutkan   seluruh    harga
       kedalaman hasil koreksi.


4.2.2 PENGUKURAN ARUS

Pengukuran arus ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan
kecepatan arus absolute di lokasi survei.               Pengukuran arus ini
dilakukan       secara         stasioner   dengan   menggunakan   peralatan
Currentmeter Valeport tipe 106.                     Adapun    selang waktu
pengukuran setiap 1 (satu) jam secara terus-menerus selama 25
jam pengamatan, yaitu pada saat bulan mati (neap tide) dan pada
saat bulan purnama (spring tide) dengan jumlah lokasi pengamatan
3 lokasi, yaitu di Perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan,


          HASIL PENYELIDIKAN
IV-7
Laporan Akhir




dan perairan Selat Nunukan                 Khusus untuk stasiun pengukuran di
lokasi perairan Nunukan sebelah timur-tenggara pengukuran arus
hanya dilakukan pada siang hari selama 12 jam setiap harinya,
mengingat kondisi cuaca untuk melakukan pengukuran pada malam
hari di lokasi ini tidak memungkinkan. Pemilihan tanggal dan waktu
pengamatan arus ini didasarkan pada kondisi pasang surutnya,
dimana          pada     tanggal    tersebut     posisi    air    pasang     mencapai
maksimum sedangkan posisi air surut mencapai minimum sehingga
kecepatan arus maksimum dapat diukur dengan baik.

Pengukuran arus ini dilakukan dengan cara pembacaan langsung
(direct reading), yaitu pembacaan arah dan kecepatan arus secara
langsung pada alat Valeport kemudian dicatat pada formulir
pengamatan. Pembacaan data arus ini dilakukan sebanyak tiga kali
pembacaan, selanjutnya data ini dirata-ratakan untuk mendapatkan
arah     dan      kecepatan        arus    rata-rata    untuk     setiap   kedalaman
pengukuran.

Pengukuran arus ini dilakukan terhadap 3 (tiga) kedalaman berbeda
di setiap stasiun pengukuran arus yaitu kedalaman 0.2 H untuk arus
permukaan, 0.6 H untuk arus menengah dan 0.8 H untuk arus
bawah,          dimana    H    adalah      kedalaman      laut    di   lokasi   stasiun
pengukuran arus.               Kedalaman laut di masing-masing stasiun
pengukuran arus adalah sebagai berikut :

   -    Di       Selat    Nunukan         sebelah      utara     kedalaman      stasiun
        pengukuran arus adalah 12 meter, sehingga pengukuran
        untuk arus permukaan, menengah                     dan     bawah dilakukan
        pada kedalaman 2.4 m, 7.2 m dan 9.6 m.

   -    Sedangkan di Selat Nunukan sebelah selatan dan perairan
        sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan kedalaman stasiun
        pengukuran arus adalah 10 meter, sehingga pengukuran


          HASIL PENYELIDIKAN
IV-8
Laporan Akhir




        untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada
        kedalaman 2 m, 6 m dan 8 m.

Dari data hasil pengukuran diperoleh harga arah dan kecepatan
untuk arus permukaan, menengah dan bawah. Untuk mengetahui
harga kecepatan arus secara vertical diperoleh dengan cara merata-
ratakan hasil pengukuran pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan 0.8 H
dengan menggunakan rumus :

                 V = 0.5 (v    0.6   + ((v   0.2   +v   0.8)/2)

   Dimana : V           : Kecepatan vertical rata-rata (m/det)
                V0.2    : Kecepatan arus permukaan (m/det)
                V0.6    : Kecepatan arus menengah (m/det)
                V0.8    : Kecepatan arus bawah (m/det)


Data hasil pengukuran lapangan secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran         Data      Arus,      Selanjutnya         data    ini    diolah   dengan
melakukan perhitungan matematis untuk menghitung komponen
arah arus pasang surut dan non pasang surut, pengklasifikasian
arus berdasarkan arah dan kecepatan untuk mengetahui arah arus
dominan dan penggambaran                       hubungan arus dengan pasang
surutnya.



Perhitungan Arus Pasang Surut

Perhitungan arus pasang surut hanya dilakukan pada dua lokasi
pengukuran yaitu lokasi pengukuran arus di Selat Nunukan sebelah
utara dan Selat Nunukan sebelah selatan, sedangkan untuk lokasi di
perairan        Nunukan        sebelah        timur-tenggara            tidak   dilakukan
perhitungan pemisahan arus karena pengukuran arusnya hanya
dilakukan 12 jam setiap harinya. Perhitungan arus pasang surut ini
bertujuan untuk memisahkan komponen arus pasang surut dengan

          HASIL PENYELIDIKAN
IV-9
Laporan Akhir




arus non pasang surutnya. Berdasarkan hasil perhitungan arus
pasang surut di lokasi titik-titik pengukuran di peroleh hasil sebagai
berikut:

            Lokasi                Komponen        Komponen        Arah      Kecepatan
                                    Utara           Timur          (o )      (m/det)
 P. Sebatik Sebelah Timur
                                 -0.01078         0.02218        116       0.025
 P. Nunukan Sebelah Utara
                                 -0.02141         0.02396        132       0.032
 P. Nunukan Sebelah Selatan
                                 -0.09967         0.00800        175       0.100
            Tabel 4.2 Hasil perhitungan arus pasang surut Arus vertical rata-rata:



Hasil perhitungan arus pasang surut dan non pasang secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran Data Arus.
Pembuatan         diagram       grafik     arus    (lampiran)          dilakukan         untuk
mengetahui arah arus dominan, khususnya di lokasi stasiun
pengukuran. Pembuatan diagram grafik arus ini didasarkan pada
pengklasifikasian arus menurut arah dan kecepatannya untuk
semua lokasi stasiun pengukuran arus di lapangan.                            Berdasarkan
diagram grafik arus secara umum arah arus di Selat Nunukan
sebelah utara dan selatan dominan berarah baratlaut – tenggara,
sedangkan di lokasi perairan P. Sebatik dan P. Nunukan sebelah
timur arah arus dominan berarah timur – barat.

Distribusi      frekuensi      arah     dan kecepatan           arus      pada       3   (tiga)
kedalaman pengukuran memperlihatkan pola penyebaran yang
sama, ini menunjukan bahwa arah arus untuk arus permukaan,
menengah dan bawah relative sama, sedangkan distribusi frekuensi
kecepatannya cukup berbeda. Frekuensi kecepatan arus maksimum
untuk arus permukaan lebih banyak dibandingkan arus menengah
dan bawah, hal ini menunjukan bahwa kecepatan arus permukaan
rata-rata lebih besar daripada arus menengah dan bawah. Tabel di
bawah ini memperlihatkan harga kecepatan arus maksimum untuk
3 (tigat) lokasi pengukuran pada 3 (tiga) kedalaman berbeda.

         Lokasi                Kedalaman          Kecepatan          Kondisi Air
          HASIL PENYELIDIKAN
IV-10
Laporan Akhir




                               Pengukuran       (m/det)
  Perairan   Sebatik      -    Permukaan      0.806           Surut
  Sebelah Timur           -    Menengah       0.637           Arah Timur
                          -    Bawah          0.571
                          -    Permukaan      0.557           Pasang
                          -    Menengah       0.482           Arah Barat
                          -    Bawah          0.412
  Selat Nunukan           -    Permukaan      0.897           Surut
  Sebelah Utara           -    Menengah       0.677            Arah Tenggara
                          -    Bawah          0.535
                          -    Permukaan      1.243           Pasang
                          -    Menengah       1.159           Arah Baratlaut
                          -    Bawah          1.156
  Selat Nunukan           -    Permukaan      1.246           Surut
  Sebelah Selatan         -    Menengah       1.167           Arah Tenggara
                          -    Bawah          1.013
                          -    Permukaan      0.890           Pasang
                          -    Menengah       0.760           Arah Baratlaut
                          -    Bawah          0.552
          Tabel 4.3 Kecepatan Arus Maksimum Di 3 (tiga) Lokasi Pengukuran


Diagram bunga arus dan peta arus di lokasi perairan Sebatik –
Nunukan dapat dilihat pada Lampiran Data Arus.



Hubungan Pola Arus dan Pasang Surut

Penggambaran pola arus dan pasang surut dilakukan untuk melihat
fenomena hubungan antara gerakan naik turunnya air laut (pasang
surut) pengaruhnya terhadap pola arus disekitar lokasi daerah
penelitian.

Dari hasil penggambaran pola arus dan pasang surut untuk 3 (tiga)
stasiun pengukuran memperlihatkan dengan jelas bahwa pola arus
di lokasi survei sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya. Di
daerah Selat Nunukan sebelah utara dan selatan saat air pasang
arus bergerak kearah baratlaut sedangkan pada saat surut arus
bergerak ke arah tenggara, sedangkan di perairan sebelah timur
Nunukan saat pasang arus bergerak kearah barat sedangkan pada
saat surut arus bergerak kearah timur. Kecepatan arus pada saat
surut lebih besar dibandingkan kecepatan arus pada saat pasang.

          HASIL PENYELIDIKAN
IV-11
Laporan Akhir




Gambaran hubungan pola arus dan pasang surut digambarkan
dengan pada jelas pada Lampiran Data Arus.                        Dilihat dari
gambaran tersebut terlihat bahwa kecepatan arus maksimum
terjadi pada saat kondisi air          sedang pasang dan sedang surut,
sedangkan pada saat kondisi air pasang maksimum dan surut
minimum kecepatan arusnya kecil atau terjadi “Slack Water”. Saat
kondisi         air   pasang   maksimum    dan    surut   minimum       terjadi
pembalikan arah arus sesuai dengan kondisi pasang surutnya.

4.2.3 Pengamatan Gelombang

Pengamatan gelombang dilakukan dibeberapa lokasi dengan cara
pengamatan visual. Lokasi-lokasi tersebut adalah sepanjang pantai
Tanjung Batulamampu di P. Sebatik dan Semengkadu di P.
Nunukan. .            Secara umum arah penjalaran gelombang di sekitar
perairan Nunukan dan sekitarnya selama pengamatan berasal dari
timurlaut-timur dengan tinggi gelombang rata-rata antara 20 – 50
cm dan periode gelombang 5 – 8 detik pada keadaan normal.
Kondisi ini bisa berubah secara ekstrim hingga mencapai tinggi
gelombang 100 - 150 cm saat angin bertiup kencang khususnya
pada saat musim timur berlangsung, berdasarkan data iklim dari
Bandar Udara Tarakan sepanjang tahun angin timur bertiup antara
6 - 8 bulan.          Gelombang yang timbul di perairan ini       selain yang
dibangkitkan oleh angin juga gelombang yang ditimbulkan karena
alun dari laut lepas, dimana gelombang ini juga cukup signifikan
berpengaruh terhadap proses terjadinya abrasi pantai di sepanjang
pantai     yang        mengarah   ke   Lepas   pantai   kecuali   di   Tanjung
Batulampu sebagai akibat resistensi dari batuannya yang cukup
keras.

Pada keadaan normal tipe gelombang yang dominant adalah tipe
plunging, sedangkan pada saat terjadi gelombang besar tipe



          HASIL PENYELIDIKAN
IV-12
Laporan Akhir




gelombang yang terjadi adalah tipe surging dengan arah datang
gelombang dominant tegak lurus pantai.


4.3 GEOFISIKA


4.3.1 PEMERUMAN

Maksud di lakukannya pekerjaan pemeruman di wilayah perairan
Sebatik         –    Nunukan    Kalimantan    Timur   adalah   dalam     rangka
tersediannya data dasar tentang kondisi dasar laut di daerah telitian
sebagai kajian untuk mengetahui kondisi geologi.

Lintasan            pemeruman    umumnya       berarah   timurlaut-baratdaya
dengan lintasan silang berarah utara-selatan serta lintasan disekitar
Selat Nunukan. Lintasan pengukuran mencapai kurang lebih 650
km. Data posisi yang disajikan berupa data koordinat setiap 2 menit
pembacaan kedalaman. Data yang disajikan dalam bentuk tabel
yang nantinya akan dikoreksi dengan pembacaan pasang surut
kemudian akan diolah menjadi data kedalaman laut (batimetri).

Kegiatan pengukuran pemeruman selalu dilakukan bersamaan
dengan pengukuran penampang seismik hanya pada beberapa
lintasan kegiatan ini dilakukan secara bersamaan (lihat gambar
4.1).     Hasil        pengukuran    berupa    penampang       seismik    yang
menggambarkan keadaan sedimen dasar laut dan bawah laut serta
struktur geologi.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) buah
perahu kayu berukuran kurang lebih 10 ton untuk daerah survei
dengan kedalaman lebih dari 2 meter, dan 1 (satu) perahu pancung
untuk kedalaman kurang dari 2 meter (Shallow Sounding). Wahana
perahu tersebut diperlengkapi dengan kelengkapan navigasi dan
echosounder yang sama, yaitu sistem navigasi Differential Global
Positioning          System (DGPS) type C Nav 272281, perangkat lunak

          HASIL PENYELIDIKAN
IV-13
Laporan Akhir




navigasi Hypack yang dijalankan pada sebuah komputer notebook
dan 1 (satu) unit digital echosounder Odom Hydrotrac yang
mempunyai ketelitian 0,1 m.

Koreksi kedalaman dasar laut yang diterapkan untuk menghitung
kedalaman yang sebenarnya (true depth) adalah koreksi pasang
surut yang diperoleh dari pengamatan selama survei dan koreksi
statis    yaitu     koreksi      kedalaman      laut    terhadap      posisi     sensor
echosounder. Koreksi statis sudah secara otomatis dilakukan oleh
alat echosounder pada saat dilakukan kegiatan barcheck saat
sebelum survei dan saat sesudah survei sehingga harga kedalaman
laut yang terbaca adalah harga kedalaman yang sudah terkoreksi
statis.

Dalam      tahapan       pengolahan       data,   data     hasil     pemeruman        ini
dikoreksikan terhadap data pasang surut selama pengamatan. Data
pasang surut ini diolah dengan menggunakan metode Admiralty
untuk      mendapatkan            harga       duduk     tengah       dan     konstanta
harmoniknya, selanjutnya dilakukan perhitungan analisis kombinasi
untuk mendapatkan harga muka surutannya atau Chart Datum
(Zo). Dari hasil perhitungan analisis kombinasi diperoleh harga Zo
untuk stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk
Sebatik sebesar 1.7 m. Harga Zo di stasiun pengamatan pasang
surut tersebut digunakan untuk menyurutkan seluruh data batimetri
yang sudah dikoreksi terhadap duduk tengahnya. Harga batimetri
yang sudah disurutkan terhadap Chart Datum selanjutnya dibuat
menjadi Peta Batimetri.

Berdasarkan        hasil       ekstrapolasi    dan     intrapolasi    dari     titik-titik
kedalaman dari setiap lokasi pengambilan data diperoleh Peta
Kontur Batimetri (Gambar 4.2a, b) dengan kedalaman laut hasil
pengukuran berkisar yang terdangkal 5 meter hingga yang terdalam
45 meter .
          HASIL PENYELIDIKAN
IV-14
Laporan Akhir




Berdasarkan pola kontur kedalaman laut pada Peta Batimetri,
morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi berdasarkan sistem
perairannya, yaitu :

   -    Morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka, yaitu
        perairan      sebelah    timur     daerah    telitian   yang   termasuk
        didalamnya        pola   kontur    dari   morfologi     terumbu   Karang
        Unarang.

   -    Morfologi dasar laut di perairan selat, yaitu perairan Selat
        Nunukan dan selat lainnya.



Perairan Laut Terbuka

Kawasan perairan yang termasuk kedalam daerah perairan laut
terbuka, yaitu : perairan sebelah timur P. Sebatik, perairan sebelah
tenggara P. Nunukan, dan perairan sebelah timur P. Haus. Dilihat
dari pola kontur kedalamannya morfologi dasar laut yang dominan
di perairan ini secara umum terdiri dari perairan laut dangkal
(kedalaman 0 – 10 m) dan perairan laut dalam (lebih besar dari 10
m).

Perairan laut dangkal mempunyai ciri sebagai berikut : kemiringan
morfologi dasar laut yang landai dengan kemiringan 0.04o – 0.19o,
daerah surutan yang luas dengan gosong-gosong pasir yang muncul
ke permukaan saat air laut surut rendah.                Lokasi gosong-gosong
pasir di pantai dilihat berupa kontur kedalaman yang renggang dan
kontur-kontur tertutup yang               berarah tenggara-baratlaut dengan
kedalaman bervariasi antara 0 – 2 m dan melampar luas ke tengah
laut.




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-15
IV-16
                                                                           Laporan Akhir




        HASIL PENYELIDIKAN
                             Gambar 4.2a. Peta Batimetri daerah telitian
Laporan Akhir




                Gambar 4.2b. Peta Batimetri sekitar Karang Unarang


          HASIL PENYELIDIKAN
IV-17
Laporan Akhir




Pola kontur ini mendominasi sebagian besar perairan pantai sebelah
timur terutama perairan pantai P. Sebatik, pantai P. Nunukan dan
pantai P. Haus.          Sedangkan lokasi gosong di tengah laut seperti
Gosong Makasar dan Gosong Padang keberadaanya diindikasikan
oleh bentuk kontur kedalaman tertutup yang cukup rapat dengan
arah barat-timur.

Sedangkan untuk harga kedalaman laut yang lebih besar dari 10 m,
perairan ini dicirikan oleh pola kontur yang rapat dengan sudut
kemiringan mengarah ke tenggara. Harga kedalaman laut di lokasi
perairan ini berkisar antara 10 – 70 m dengan kemiringan antara
0.35o – 0.57o.          Lokasi Karang Unarang di sebelah timur daerah
telitian terlihat sebagai suatu kontur tertutup yang relatif kecil.

Perairan Selat

Perairan selat yang dimaksud adalah perairan Selat Nunukan yang
melingkupi P. Nunukan mulai dari perairan Nunukan sebelah timur,
Nunukan sebelah utara, Nunukan sebelah barat hingga perairan
Nunukan sebelah selatan dan perairan selat yang relatif cukup kecil
dan sempit seperti selat di sebelah barat P. Tinambasan. Perairan
Selat Nunukan bagian utara-timur dan bagian selatan mempunyai
profil penampang morfologi dasar laut berbentuk huruf “U” dengan
kedalaman laut berkisar antara 0 – 15 m, namun dibeberapa
tempat ada yang lebih besar dari 15 m. Profil dasar laut di perairan
ini diperlihatkan oleh pola kontur kedalamannya, dimana di pinggir
selat kontur kedalaman relatif rapat dengan harga kedalaman
berkisar antara 0 – 9 m sedangkan di tengah selat konturnya relatif
renggang dengan harga kedalaman laut berkisar antara 10 – 15 m.
Pola kontur rapat menunjukan bahwa kemiringan dasar laut di
pinggir selat relatif cukup curam, sedangkan di tengah selat relatif
landai.


          HASIL PENYELIDIKAN
IV-18
Laporan Akhir




Sedangkan         di   perairan   Selat   Nunukan   sebelah   barat    hingga
baratlaut profil penampang morfologi dasar lautnya relatif lebih
landai dengan kedalaman laut berkisar antara 0 – 8 m. Di sebelah
barat terutama di daerah sekitar Tj. Cantik kontur 2 m relatif
menjorok ketengah hampir bersatu dengan kontur 2 m yang
terdapat di tengah selat, pola kontur ini menunjukan lokasi gosong-
gosong          pasir yang terdapat di lokasi ini.         Gosong pasir ini
mempersempit alur pelayaran sehingga mengganggu kapal-kapal
yang keluar masuk Nunukan.

Untuk perairan selat yang sempit kondisi morfologinya tidak
berbeda jauh dengan kondisi morfologi daerah sungai, yaitu
mempunyai daerah aliran berbentuk huruf “U”.



4.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL
Pengambilan data seismik dangkal saluran tunggal dimaksudkan
untuk mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan
seperti tatanan struktur geologi, urutan sedimentasi (stratigrafi)
yang     teridentifikasi       dalam   rekaman   seismik   (analog    record).
Lintasan utama seismik berarah             umumnya barat - timur (Peta
Lintasan).

Proses geologi bawah dasar laut dapat diketahui berdasarkan hasil
interpretasi rekaman seismik pantul dangkal Dari beberapa contoh
rekaman yang ditampilkan terlihat bahwa proses sedimentasi yang
terjadi tidak menerus, hal ini diperlihatkan oleh pola konfigurasi
reflektor yang tidak seragam dari masing-masing lintasan. Kondisi
yang terjadi demikian merupakan hasil proses geologi, dimana
sedimentasi terjadi mengikuti bentukan dari morfologi sebelum
terjadi pengendapan. Bentukan morfologi dasar laut di daerah
selidikan ditandai oleh adanya tinggian-tingian dasar laut yang
merupakan batuan dasar, bentukan             morfologi     batuan    dasar ini
          HASIL PENYELIDIKAN
IV-19
Laporan Akhir




tidak      seragam         kadang    kala terlihat bentuk cekungan atau
morfologi berundak dan ada kalanya lapisan sedimen bawah
permukaan ini seperti lapisan datar (flat) karena batuan dasarnya
berada cukup jauh dibawahnya.

Daerah telitian dengan memperhatikan pola reflektor yang ada
terdiri    atas     4   (empat)     kelompok    runtunan,    masing-masing:
(Gambar 4.3 & 4.4).

Runtunan A

Runtunan-A merupakan runtunan termuda dicirikan dengan pola
reflektor berupa perlapisan yang menerus dan sejajar/paralel
umumnya pola konfigurasi ini mempunyai kontinuitas rendah dan
variasi amplitudo berjalan secara perlahan atau tidak ada sama
sekali. Hal ini menunjukkan saat pengendapan dalam perioda yang
tenang (Mitchum, 1977). Runtunan ini memiliki ketebalan yang
paling tipis hanya berkisar antara 5 hingga 7.5 m, kemudian di
bawahnya adalah runtuhan B yang merupakan batuan yang lebih
muda. Batas atas unit A ini menerus hampir di semua lintasan
terutama di bagian tengah daerah selidikan (sekitar Gosong
Makasar hingga Karang Unarang) karena selain disebabkan oleh
lemahnya         energi,       umumnya   tertutup   oleh   karakter   pantulan
external, sehingga horizon reflektornya sulit diidentifikasi.

Unit A ini dijumpai hampir di seluruh lintasan seismik di daerah
selidikan Kecuali Lintasan di selatan / tenggara daerah penyelidikan
dengan          tatanan struktur geologi yang relatif tidak berkembang.
Pola ini mengandung sedimen berbutir halus dan diendapkan di
lingkungan yang berenergi rendah seperti delta yang mengalami
depresi. Runtuhan ini diperkirakan sebagai sedimen baru berumur
kuarter.

Runtunan B

          HASIL PENYELIDIKAN
IV-20
Laporan Akhir




Runtunan B pada beberapa lintasan terlihat berada secara tidak
selaras di bawah runtunan A nampak pada Lintasan 11 dengan pola
karakter refleksi berbentuk divergent (Mitchum, 1977), ketebalan
runtunan ini sangat bervariasi yang secara umum berkisar antara
10 hingga 20 m. Runtunan ini dicirikan dengan pola reflektor
berbentuk subpararel hingga divergent dengan di beberapa tempat
mengalami penipisan serta terlihat kontak erosional membentuk
channeling yang nampak pula pada Lintasan-5 yang merupakan
kenampakan khas dari kompleks slope fan;



Runtunan C

Runtunan C terletak di bawah runtunan B secara tidak selaras yang
dicirikan dengan pola reflektor dari subparalel hingga transparan,
memiliki ketebalan 7.5 hingga 12 meter. Di lokasi tertentu
khususnya di sekitar Karang Unarang (selatan Karang Unarang)
seperti terlihat pada Lintasan Unarang-1 memperlihatkan sedimen
transparan yang mengisi channel yang dibentuk oleh struktur
graben dengan arah relatif barat - timur yang diduga berumur Mio-
pliosen;



Runtunan D

Runtunan D merupakan runtunan tertua sekaligus sebagai batuan
dasar akustik di daerah telitian. Pada runtunan ini terlihat adanya
struktur patahan yang berkembang hingga sesar, selain itu terlihat
pula beberapa struktur lipatan berupa antiklin. Khusus untuk lokasi
di sekitar Karang Unarang pola umum struktur yang berkembang
memiliki arah baratlaut-tenggara (relatif sama dengan pola struktur
di daratan Kalimantan Timur).




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-21
IV-1
                                                                       Laporan Akhir




       HASIL PENYELIDIKAN
                            Gambar 4.3. Penampang Seismik Lintasan 4
IV-2
                                                                               Laporan Akhir




       HASIL PENYELIDIKAN
                            Gambar 4.4. Penampang Seismik Lintasan Unarang 1
Laporan Akhir




4.4 GEOLOGI KELAUTAN

4.4.1 KARAKTERISTIK PANTAI

Pengamatan karakteristik pantai dilakukan sepanjang pantai daerah
penyelidikan. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara
visual dan deskriptif. Tujuan dari pengamatan karakteristik pantai
adalah untuk mengetahui secara detail kondisi pantai daerah
penyelidikan kaitannya dengan pemetaan garis pantainya (Gambar
4.5).

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan kawasan pantai di daerah
penyelidikan pada umumnya merupakan pantai berbakau dengan
profil pantai dari landai hingga curam.   Kawasan pantai di daerah
penyelidikan secara garis besar terdiri dari kawasan pantai P.
Sebatik, pantai Pulau Nunukan, pantai Pulau Nunukan Selatan, dan
pantai Pulau Haus.



Kawasan Pantai Pulau Sebatik

Kawasan pantai Pulau Sebatik terbentang sepanjang Pulau Sebatik
mulai dari perbatasan Indonesia – Malaysia di timur sampai dengan
perbatasan Indonesia – Malaysia di barat dengan panjang pantai
seluruhnya kurang lebih 58 km. Kondisi pantainya sebagian besar
terdiri dari pantai mangrove dengan kondisi cukup kritis khususnya
di sekitar Sei Pancang dan Sei Nyamuk (Foto 4.1) dan hanya
sebagian kecil pantai berpasir, yaitu di kawasan pantai sekitar Sei
Taiwan dan Batulamampu (Foto 4.2 dan 4.3).            Dilihat dari profil
batimetrinya pantai sebelah timur hingga selatan mempunyai
karakteristik profil pantai yang landai, sedangkan pantai sebelah
barat karakteristik pantainya relative lebih curam.




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-24
Laporan Akhir




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-25
Laporan Akhir




            Foto 4.1 Pantai dengan hutan mangrove dengan kerapatan rendah
                    di Sei Pancang (pada saat pasang), P. Sebatik




                Foto 4.2 Pantai Berpasir di sekitar Sei Taiwan, P. Sebatik




          HASIL PENYELIDIKAN
IV-26
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik
36 sebatik

More Related Content

What's hot

Deskripsi Batuan Beku.pptx
Deskripsi Batuan Beku.pptxDeskripsi Batuan Beku.pptx
Deskripsi Batuan Beku.pptxRachmatPujianto
 
Ilmu Batuan
Ilmu BatuanIlmu Batuan
Ilmu BatuanlombkTBK
 
Investasi tambang
Investasi tambangInvestasi tambang
Investasi tambangSyarif .
 
Deformasi batuan
Deformasi batuanDeformasi batuan
Deformasi batuanGoogle
 
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaLaporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaDoni Dwi Darsana
 
Fungsi dan tujuan pembuatan peta
Fungsi dan tujuan pembuatan petaFungsi dan tujuan pembuatan peta
Fungsi dan tujuan pembuatan petafakih123
 
Trailing Suction Hopper Dredger
Trailing Suction Hopper DredgerTrailing Suction Hopper Dredger
Trailing Suction Hopper DredgerYuris Mahendra
 
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2zulfiqriramadhan
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengandini rambe
 
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan Pengukuran Kecepatan Rembesan
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan  Pengukuran Kecepatan RembesanMenentukan Koefisien Permeabilitas Dengan  Pengukuran Kecepatan Rembesan
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan Pengukuran Kecepatan RembesanYahya M Aji
 
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)Hidayat Muhammad
 

What's hot (20)

Deskripsi Batuan Beku.pptx
Deskripsi Batuan Beku.pptxDeskripsi Batuan Beku.pptx
Deskripsi Batuan Beku.pptx
 
Ilmu Batuan
Ilmu BatuanIlmu Batuan
Ilmu Batuan
 
CITRA SRTM
CITRA SRTM CITRA SRTM
CITRA SRTM
 
Investasi tambang
Investasi tambangInvestasi tambang
Investasi tambang
 
Deformasi batuan
Deformasi batuanDeformasi batuan
Deformasi batuan
 
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaLaporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
 
Fungsi dan tujuan pembuatan peta
Fungsi dan tujuan pembuatan petaFungsi dan tujuan pembuatan peta
Fungsi dan tujuan pembuatan peta
 
Eksplorasi Emas
Eksplorasi EmasEksplorasi Emas
Eksplorasi Emas
 
Humprey spiral
Humprey spiralHumprey spiral
Humprey spiral
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
 
Trailing Suction Hopper Dredger
Trailing Suction Hopper DredgerTrailing Suction Hopper Dredger
Trailing Suction Hopper Dredger
 
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
Pengaruh tektonik regional terhadap pola struktur dan tektonik jawa kelompok 2
 
Laporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lerengLaporan kemiringan lereng
Laporan kemiringan lereng
 
Eksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimiaEksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimia
 
Bilangan Formzahl
Bilangan FormzahlBilangan Formzahl
Bilangan Formzahl
 
Contoh Presentasi Tentang Pertambangan
Contoh Presentasi Tentang PertambanganContoh Presentasi Tentang Pertambangan
Contoh Presentasi Tentang Pertambangan
 
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan Pengukuran Kecepatan Rembesan
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan  Pengukuran Kecepatan RembesanMenentukan Koefisien Permeabilitas Dengan  Pengukuran Kecepatan Rembesan
Menentukan Koefisien Permeabilitas Dengan Pengukuran Kecepatan Rembesan
 
Laporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboranLaporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboran
 
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
Family Globigerinidae (Parker and Jones, 1862)
 
Echosounder
EchosounderEchosounder
Echosounder
 

Similar to 36 sebatik

09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdfVinnaYasin
 
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariNurma Putri Tanadoang
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesiawidodopranowo
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasYuga Rahmat S
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkuluMarhadi1995
 
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptRakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptOceanEnviro
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
 
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptxAchmadAdam4
 
Tugas manajemen karst 1
Tugas manajemen karst 1Tugas manajemen karst 1
Tugas manajemen karst 1AllikaFadia
 
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...Luhur Moekti Prayogo
 
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...Luhur Moekti Prayogo
 
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontang
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontangisi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontang
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontangmulawarman university
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayasuningterusberkarya
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016hadiarnowo
 

Similar to 36 sebatik (20)

09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
 
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahariLap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
Lap.pkl kep. slayar vrs mitra bahari
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Bab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluanBab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluan
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
 
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptRakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
 
12106728.ppt
12106728.ppt12106728.ppt
12106728.ppt
 
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
 
Tugas manajemen karst 1
Tugas manajemen karst 1Tugas manajemen karst 1
Tugas manajemen karst 1
 
Kelompok 4 teori pembangunan
Kelompok 4 teori pembangunanKelompok 4 teori pembangunan
Kelompok 4 teori pembangunan
 
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...
Karakteristik Pasang Surut Air Laut di Perairan Trenggalek Jawa Timur (Studi ...
 
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...
Makalah Penetapan dan Penegasan Batas Laut - Konflik Kepulauan Natuna (By Iva...
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontang
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontangisi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontang
isi laporan manajemen pesisir dan laut di pulau beras basah-bontang
 
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabayaPengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
Pengembangan kawasan pesisir suning universitas pgri adi buana surabaya
 
Laporan Pengindraan Jauh
Laporan Pengindraan JauhLaporan Pengindraan Jauh
Laporan Pengindraan Jauh
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
 

36 sebatik

  • 1. LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN BANDUNG 2006
  • 2. PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2005 LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR OLEH: TIM SEBATIK DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 2005
  • 3. Laporan Akhir Sari alah satu aktivitas penting Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL) S semenjak berdiri (tahun 1984) hingga saat ini adalah melakukan penelitian pantai dan lepas pantai perairan Indonesia. Salah satu kegiatan pada Tahun Anggaran 2005 yaitu penyelidikan di Perairan Sebatik dan sekitarnya yang dimaksudkan memberikan masukan kepada pemerintah setempat dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur guna mempertahankan dan melestarikan potensi sumber daya laut serta perubahan lingkungan sekitarnya. Hasil dari pemeruman memperlihatkan, morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu. morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka dan morfologi dasar laut di perairan selat. Kedalaman laut sepanjang lintasan berkisar antara 0 hingga 45 meter. Bagian terdalam terlampar mulai dari bagian Karang Unarang ke arah timur. Rekaman seismik yang diperoleh dengan memperhatikan pola reflektor yang ada dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok runtunan. Hal lain adalah adanya gambaran reflector yang mencerminkan kemiringan dan kemenerusan antiklin ternyata dapat diikuti hingga ke bawah dasar laut,dimana pada singkapan di darat dari formasi-formasi Sajau, Tabul dan Meliat juga membentuk struktur lipatan (antiklin) yang berarah relatif baratlaut tenggara. Secara umum sedimen permukaan dasar laut hasil kegiatan pengambilan conto dasar laut terdiri dari: Terumbu Karang, Lanau, Lanau Pasiran, Lempung, Pasir, Pasir Lanauan dan Pasir Sedikit Kerikilan.. Sedimen ini umumnya mengandung Mineral berat berupa: magnetit, hematit, hornblende, limonit, zirkon, dolomit dan pirit. Foraminifera bentik yang diselidiki menunjukkan adanya variasi morfologis dari genus Asterorotalia yang berkaitan dengan kondisi lingkungan setempat. Kerusakan cangkang dari genus Elphidium ditemukan pada beberapa titik lokasi yang menunjukkan adanya faktor fisik seperti lingkungan berenergi tinggi atau faktor biologis seperti aktivitas bakteri sebagai penyebab cangkang tersebut rusak. SARI iii
  • 4. Laporan Akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan lokasi Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Australia, dan terdiri dari sekitar 17.000 Pulau-pulau besar dan kecil, dan mempunyai pesisir terpanjang kedua setelah Kanada, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar didunia. Keadaan ini menjadikan Indonesia kaya akan sumberdaya alam kelautan, tetapi potensi ini belum banyak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Kebijakan pembangunan selama ini juga lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan di bandingkan di pesisir dan lautan sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan. Walaupun pengembaangan sektor kelautan sudah ada, tetapi berjalan tanpa perencanaan yang terpadu. Hal ini disebabkan oleh minimnya data, tidak adanya konsepsi yang jelas dalam menentukan langkah-langkah perencanaan maritim, serta belum ada lembaga yang menangani pengelolaan sumberdaya kelautan secara khusus. Kawasan pesisir memiliki potensi alam sangat besar karena kaya akan sumber daya hayati dan non hayati sehingga kawasan pesisir potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat. Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Kendari harus ditunjang oleh keberadaan data pendukung dan data unggulan untuk mempertahankan dan PENDAHULUAN I -1
  • 5. Laporan Akhir melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil kerugian yang terjadi akibat salah perencanaan. Salah satu perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi. Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Daerah ini terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan dibagian utara berbatasan dengan daratan Kalimantan yang merupakan bagian dari Malaysia. Daerah ini penting dari segi geo-politik dan geo-ekonomi dengan masalah utama adalah penetapan perbatasan Indonesia – Malaysia pasca Sipadan – Ligitan, karena setelah sengketa Sipadan – Ligitan selesai dengan kekalahan klaim Indonesia atas kedua pulau tersebut di Mahkamah Internasional, maka garis batas Indonesia – Malaysia berubah dan sampai sekarang perundingan perbatasan antara kedua negara belum menghasilkan kesepakatan mengenai perbatasan tersebut. Dari segi ekonomi daerah ini merupakan salah satu titik keluar masuknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di Malaysia serta lalu lintas perdagangan antara Indonesia – Malaysia yang sudah berlangsung cukup lama. Sesuai dengan tugas dan fungsinya bahwa Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral adalah merupakan salah satu instansi pemerintah yang memiliki peranan penting dalam penelitian di bidang kelautan. Akan tetapi selama ini kemampuan untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut tersebut masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan luas wilayah laut Indonesia itu sendiri. Disamping itu juga laut memiliki dimensi PENDAHULUAN I -2
  • 6. Laporan Akhir pengembangan yang lebih luas dibanding dengan daratan, maka oleh sebab itu laut lebih mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Salah satu kegiatan yang mendukung di dalam pengelolaan sumberdaya kelautan di wilayah nusantara ini adalah melalui pemetaan geologi dan geofisika kelautan terutama pemetaan cekungan sedimenter Tersier. Penyelidikan geologi dan Geofisika kelautan merupakan realisasi dari program penelitian tersebut dengan mengambil lokasi di daerah Pesisir Sebatik dan sekitarnya. Informasi mengenai tatanan geologi dan geofisika khususnya di daerah lepas pantai Pesisir Sebatik dan sekitarnya masih relatif minim. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi peluang bagi para peneliti yang terlibat dalam program tersebut untuk mengembangkan hasil penelitiannya yang dapat bermanfaat bagi pendayagunaan potensi kelautan nusantara khususnya di daerah-daerah perbatasan. Dilain sisi dalam perencanakan pembangunan khususnya aspek pencegahan bencana abrasi maupun sedimentasi di kawasan pesisir diperlukan suatu kajian mengenai daya dukung kawasan terhadap pembangunan infrastruktur sebagai sarana atau fasilitas utama. Dengan demikian studi geoteknik kelautan, geofisika dan hidro-oseanografi merupakan aspek studi yang utama. 1.2 Tujuan dan Sasaran Maksud diusulkannya kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan data geologi dan geofisika kelautan daerah Sebatik dan sekitarnya, untuk mengetahui potensi Sumberdaya Mineral serta mendukung PENDAHULUAN I -3
  • 7. Laporan Akhir perencanaan dan pengembangan kawasan pesisir daerah telitian khususnya Perairan Sebatik dan sekitarnya, Kabupaten Nunukan, sehingga dari penelitian ini akan mendapatkan informasi berbagai aspek geologi, geofisika, geologi teknik kelautan yang dipadukan dengan pengamatan/observasi parameter hidro-oseanografi. Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan kegiatan lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Tahun Anggaran 2005 untuk mengetahui kondisi geologi dan geofisika kelautan di perairan tersebut yang dapat dijadikan sebagai data dasar dalam perencanaan pembangunan di daerah tersebut. dan tentunya diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah setempat khususnya dan instansi terkait lainya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah memberi masukan kepada para pengambil keputusan khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian masalah di daerah perbatasan, dimana data geologi dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 1.3 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH Lokasi daerah usulan penyelidikan adalah perairan pulau Sebatik dan sekitarnya, secara administrasi termasuk Kecamatan Sebatik dan Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada posisi 3º 51’ 11.40” - 4º 11’ 34.06” LS dan 117º 31’ 38.262” - 118º 7’ 10.1784” BT.(Gambar 1.1) PENDAHULUAN I -4
  • 8. I -5 Laporan Akhir PENDAHULUAN Gambar 1.1. Peta Lokasi Kegiatan
  • 9. Laporan Akhir Kesampaian daerah dapat dijangkau dengan pesawat terbang dari jakarta ke Tarakan, kemudian dari tarakan menggunakan speed boat ke Nunukan atau lewat jalur laut dengan kapal Pelni (KM.Awu, KM.Tidar, KM.Dobonsolo, KM.Agoamas) yang singgah di Nunukan kira-kira setiap 2 minggu sekali dengan route kota-kota pelabuhan di Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur. 1.4 PELAKSANAAN PENELITIAN Pangkalan kerja penyelidikan terletak di Kecamatan NmunukaN dan Sebatik, Kabupaten Nunukan berada dekat lokasi penyelidikan.. Proses pelaksanaan penyelidikan diawali dengan pengumpulan data sekunder, digitasi peta dasar, pengenalan lapangan (recoinassance), pengambilan data lapangan, analisa laboratorium, pengolahan data, dan pembuatan laporan. Adapun waktu pelaksanaan penyelidikan dibagi dalam dua tahapan yaitu pada tahap pertama selama 37 hari dari tanggal 31 Mei s/d 6 Juni 2005 dan tahap ke dua dari tanggal 25 Juli sd 16 Agustus 2005. Mengingat lokasi penelitian berada dalam lokasi perbatasan RI – Malayasia sehingga dalam pelaksaanan kegiatan survey mengalami sedikit hambatan khususnya pada lokasi yang mendekati daerah perbatasan dengan Malaysia yang sering dilakukan pemeriksaan surat ijin survey. Akan tetapi dengan diikut-sertakannya Security Officer dari TNI-AL maka koordinasi lapangan relatif berlangsung dengan baik. 1.5 KEMANFAATAN PENYELIDIKAN Manfaat dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kondisi geologi sekitar pesisir daerah telitian saat ini akibat abrasi pantai serta proses yang mengakibatkannya serta keberadaan potensi sumber daya mineral khususnya yang berada di sekitar PENDAHULUAN I -6
  • 10. Laporan Akhir perairannya sebagai bagian dari rona awal kondisi sumber daya alam di daerah penelitian sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah. 1.6 LUARAN Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah berupa laporan Hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di daerah telitian yang dilengkapi dengan peta-peta antara lain : Lintasan Survei, Lokasi Pengambilan Contoh, Kedalaman Dasar Laut (batimetri), Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut, serta identifikasi karakteristik pantai, potensi keberadaan sumber daya mineral yang semuanya tersusun dalam format GIS sehingga mudah untuk diedit dan perbaharui. 1.7 SISTEMATIKA LAPORAN Dalam penulisan laporan diterapkan susunan yang sedemikian rupa,dengan maksud untuk menjelaskan keseluruhan kegiatan lapangan khususnya masalah gambaran regional daerah telitian, metodologi penyelidikan yang dilakukan, pengolahan data serta interpretasi dari data yang diperoleh dalam Sistem Informasi Geografis. Berikut adalah sistematika penulisan bab – bab yang ada dalam laporan ini : PENDAHULUAN I -7
  • 11. Laporan Akhir Tabel 1.1. Sistematika Penulisan Laporan Nomor Judul Bab Tujuan Menjelaskan tentang Latar Belakang BAB I Pendahuluan Masalah, Maksud dan tujuan, lokasi survei, serta Luaran. Menjelaskan gambaran singkat Tinjauan Umum / kondisi geologi regional daerah BAB II Geologi Regional telitian,stratigrafi ,struktur serta kontrol tektonik yang berlangsung. Menjelaskan secara metode Metode Penelitian lapangan yang dilakukan serta alat- BAB III dan alat yang alat yang digunakan, termasuk digunakan kegiatan / proses laboratoriumnya Menjelaskan mengenai data lapangan yang diperoleh serta , BAB IV Hasil Penelitian pengolahan datanya, analisis dan data hasi penelitian Membahas tentang hasil interpretasi BAB V Pembahasan data lapangan yang diperoleh serta data yang hasil analisa lab. Merupakan bab terakhir dari laporan BAB VI Penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh 1.8 PERSONIL PELAKSANA Personil pelaksana kegiatan penyelidikan ini sebagai berikut : 1. Yogi Noviadi S.T (Ketua Tim) 2 Ir. Noor Cahyo D. (Ahli Geologi) 3 Ir. Akrom Mustafa (Ahli Teknik Sipil) 4 Ir. Masagus Ahmad (Ahli Geologi) 5 Ir. Tommy Naibaho (Ahli Geologi) 6 Ir. Koesnadi HS (Ahli Geofisiska) PENDAHULUAN I -8
  • 12. Laporan Akhir 7 Beben Rachmat Ssi (Ahli Oseanografi) 8 Ir. Hartono (Ahli Geologi) 9 Ir. Duddy Arifin (Ahli Geologi) 10 Taufik Sutanto (Ahli Geofisiska) 11 Ir. K. Hardjawidjaksana (Ahli Geologi) 12 Ir. Lukita Ahli Geologi) 13 Dra. Kresna Tri Dewi, M.Sc (Ahli Paleontologi) 14 Aep Saepudin (Teknisi Geofisika) 15 Endang Haryono (Teknisi Geofisika) 16 Sugiono (Teknisi Percontohan) 17 Suyadi (Teknisi Navigasi) 18 Sarip (Teknisi Geofisika) 19 Sumiyati (Teknisi Komputer) 20 Wawan Sudrajat (Teknisi Komputer & Kartografi) 21 Darmansyah (Pembantu Administrasi) PENDAHULUAN I -9
  • 13. Laporan Akhir BAB II GEOLOGI REGIONAL Secara regional kondisi geologi daerah penelitian merupakan bagian dari kawasan Indonesia Barat. Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Secara regional daerah Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan bagian dari Cekungan Tarakan, yang memiliki struktur utama berupa sumbu lipatan berarah barat laut-tenggara Ada lebih kurang 11 pulau di perairan Sebatik dan sekitarnya serta puluhan gosong-gosong pasir dan daerah karang. Dari sekian banyak pulau hanya Pulau Sebatik dan Nunukan yang tersusun oleh batuan sedimen, terdiri dari perselingan batupasir, lanau dan lempung. Sedangkan pulau-pulau lainnya merupakan endapan aluvial delta yang telah ditumbuhi mangrove dan membentuk pulau. 2.1. Pola Tektonik Berdasarkan bukti geologi (tektonik dan penyebaran cekungan) daerah telitian secara umum merupakan kelanjutan alamiah dari Kalimantan Timur dan Selat Makasar (Gambar 2.1& 2.2). Kondisi serta pola sebaran kerak samudra dan batuan dasar menunjukkan bahwa daratan Kalimantan Timur merupakan Continental Crust (Kerak Benua) dan perairan Blok Ambalat merupakan Oceanic Crust (Kerak Samudra) yang berumur Pliosen – Eosen. GEOLOGI REGIONAL II-1
  • 14. Laporan Akhir Gambar 2.1. Peta sebaran kerak samudra dan batuan dasar di perairan Blok Ambalat sebagai satu kesatuan dengan perairan Selat Makassar (Prasetyo, 1992). Gambar 2.2. Elemen-elemen tektonik P. Kalimantan dan P. Sulawesi (BPPKA, 1996) GEOLOGI REGIONAL II-2
  • 15. Laporan Akhir Kerak samudra tersebut penyebarannya mulai bagian tengah Selat Makassar hingga bagian barat daratan Sebatik. Di bagian tengah kerak Samudra Swelat Makassar terdapat daerah Active Spereading, yaitru suatu daerah bukaan dan penurunan secara aktif. 2.2. Pembentukan Cekungan Tarakan Dan Potensi Migas Wilayah sekitar perairan pantai Kalimantan Timur dan Selat Makassar memiliki karakter geologi yang sama. Proses sedimentasi dan suplai sedimen yang membentuk seluruh cekungan Kalimantan Timur termasuk Blok Ambalat yang kaya dengan migas berasal dan dikontrol oleh interaksi sistem aliran daratan Kalimantan (fluvial processes) dan sistem oseanografi Selat Makassar (tidal processes). Sebagai bukti, sedimentasi oleh sungai-sungai besar di Kalimantan Timur bagian utara seperti S. Sebuku, S. Sembakung dan S. Sesayang masih berlangsung dan berlanjut hingga sekarang dengan pembentukan delta muda (resent deltaic) yang menyerupai bentuk tipe Delta Mahakam Muda (Resent Mahakam Deltaic) seperti P. Sebatik, P. Nunukan, P. Buyu, P. Mandul, P. Tarakan, P. Ligitan dan P. Sipadan. Delta Mahakam oleh Golloway (1975) diperkenalkan sebagai salah satu tipe delta dunia yang disebut Tipe Delta Mahakam (Mahakam Delta Type). Tetapi sesungguhnya daratan Kalimantan Timur bagian utara sebagai delta yang lebih tua, jauh sebelum kondisi sekarang telah membentuk kipas delta yang menyebar ke arah laut mulai perairan bagian selatan hingga utara Kalimantan Timur termasuk P. Ligitan dan P. Sipadan. (Gambar 2.3 & 2.4) Proses-proses sedimentasi yang berlangsung diimbangi pula oleh proses tektonik yang memisahkan P. Sulawesi dan P. Kalimantan (extension fault of Makassar Strait). Pemisahan menimbulkan akibat menurunnya dasar cekungan dan terbentuknya patahan kecil GEOLOGI REGIONAL II-3
  • 16. Laporan Akhir Gambar 2.3 Peta geologi Cekungan Tarakan (BPPKA, 1996) Gambar 2.4. Pola tektonik dan penyebaran cekungan Kalimantan Timur. Blok Ambalat termasuk dalam Cekungan Tarakan, di bagian utara dibatasi oleh Patahan Palu-Koro (Koesumadinata, 1994). GEOLOGI REGIONAL II-4
  • 17. Laporan Akhir l (minor fault) bertingkat membentuk tangga dengan bidang patahan membentuk garis lurus hampir sejajar dengan garis pantai. Namun karena suplai sedimen dari sistem aliran S. Sebuku, S. Sembakung dan S. Sesayang yang cukup besar, patahan tersebut tertutup oleh sedimen muda (resent sediment). Oleh karena adanya kontrol waktu geologi yang panjang, cekungan yang terisi sedimen tersebut membentuk cekungan hidrokarbon yang cukup besar dan tebal yang disebut sebagai Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai. Sebagian dari Cekungan Tarakan membentuk sub cekungan Ambalat yang kemudian membentuk suatu kesatuan dan kesamaan ciri dan model diagram seluruh cekungan Kalimantan Timur (diagrammatic stratigraphic succession of East Kalimantan) - (Allen, 1979 dan Katili, 1980). Cekungan Kalimantan Timur terdiri dari tiga cekungan besar, yaitu: Cekungan Barito di bagian selatan, Cekungan Kutei di bagian tengah sekitar S. Mahakam dan Cekungan Tarakan di bagian utara (Koesumadinata, 1994). Cekungan Tarakan mencakup perairan Kalimantan Timur bagian utara dan Blok Ambalat termasuk bagian timur Sabah. Ketiga cekungan tersebut dipisahkan dua patahan besar yang memotong Selat Makassar. Patahan terbesar adalah Patahan Palu – Koro yang membujur dari Teluk Bone (Sulawesi Selatan) memotong Selak Makassar hingga utara Sabah. Blok Ambalat yang termasuk dalam Cekungan Tarakan tersebut berada di bagian selatan Patahan Palu - Koro. Berdasarkan pola tektonik tersebut, Cekungan Kutei dan Cekungan Tarakan berada dalam satu kesatuan pola tektonik (tectonic setting) Kalimantan Timur, di bagian selatan dan utara kedua cekungan tersebut dipisahkan oleh dua patahan besar tadi. Cekungan Tarakan menyebar cukup luas mulai dari Tinggian Makaliat hingga selatan Sabah. Di bagian tengah Cekungan Tarakan GEOLOGI REGIONAL II-5
  • 18. Laporan Akhir terdapat tinggian-tinggian yang lebih kecil ukurannya. Tinggian- tinggian (antiklin) yang berkembang umumnya berah baratlaut- tenggara membentuk lapisan sedimen yang cukup tebal yang dikenal sebagai lapisan pembawa hidrokarbon. Berdasarkan kondisi geologi dan hasil survei seismik & pemboran yang dilakukan beberapa perusahaan migas, potensi migas di Blok Ambalat adalah: minyak mencapai 770 MBBO dan gas mencapai 1.959 BCFG. Walaupun potensi tersebut tidak sebesar di Blok Bukat, namun bila termasuk Blok Ambalat Timur, makia potensi tersebut akan jauh lebih besar lagi. Ciri-ciri lain dari Blok Ambalat dengan perairan lainnya di Kalimantan Timur adalah kesamaan morfologi dasar laut, bentuk paparan dan pola oseanografi (gelombang, arus dan pasang surut). Hasil Survei Geologi Kelautan di perairan Kalimantan Timur bagian tengah tahun 1999 (Gambar 2.5) menunjukkan pola perlapisan batuan dan penyebaran terumbu karang yang sama untuk seluruh perairan di Kalimantan Timur. Oleh sebab itu, berdasarkan hal tersebut maka kesatuan dan kelanjutan alamiah kontinen Kalimantan Timur di Blok Ambalat tak terbantahkan. 2.2 Geologi daerah P. Sebatik dan sekitarnya Keadaan geologi sekitar daerah telitian dan sekitarnya berdasarkan sumber data dari pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan peta lembar geologi tarakan dan sebatik yang disusun oleh S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995.(Gambar 2.6.) 2.2.1 Stratigrafi Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik adalah sebuah antiklin yang sumbunya memanjang dari arah barat laut ke tenggara dimana GEOLOGI REGIONAL II-6
  • 19. II-7 Laporan Akhir GEOLOGI REGIONAL Gambar 2.5. Rekaman seismik yang menunjukkan bentuk paparan dan lereng kontinen Kalimantan Timur (Survei PPPGL, 1998).
  • 20. Laporan Akhir batuan di kawasan perbukitan cenderung lunak, mudah terkikis, mudah longsor dan beberapa diantarnya mudah mengembang ( Swelling ) hal tersebut terjadi pada singkapan- singkapan alam lapisan tanah tertutup (soil) umunya tipis. berdasarkan peta geologi tersebut batuan yang terdapat di daerah studi terdiri dari (Gambar 2.7): A. Endapan Alluvial (Holosen) berupa endapan pantai, sungai, dan rawa yang terdiri dari lumpur, lanau, pasir, kerikil dan koral uang bersifat lepas. terutama di sepanjang aliran sungai sungai, pantai dan rawa B. Formasi Sajau (Plestosen) terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lempung, batu lanau dan batu bara, lignit dan kolongmerat. setruktur sedimen : pelasisan silang siur planar dan mangkok bioturbasi, perairan sejajar, bintil besi,mengandung fosil kayu umumnya karbonan. formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvial sampai delta dan tabel 600-2000 meter. C. Formasi Tabul ( Miosen Akhir) terdiri dari perselingan batu lempung, batu lumpur, batu pasir, batu gamping, dan batu bara, di bagian atas umumnya gampingan. fosil petunjuk tidak ditemukan kecuali pecahan foram besar cylocypeus sp, operculina sp. yang berumur miosen tengah, dengan pengendapannya delta sampai laut dangkal, tebal formasi diperkirakan 600 meter. GEOLOGI REGIONAL II-8
  • 21. II-9 Laporan Akhir GEOLOGI REGIONAL Gambar 2.6 Geologi Regional Daerah Perairan Sebatik Kalimantan Timur (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)
  • 22. Laporan Akhir D. Formasi Meliat (Miosen Tengah) terdiri dari perselingan batu pasir, batu lempung dan serpihan. dengan sisipan batu bara berstruktur lapisan bersusun, bioturbasi dan mengandung bintal batu gamping, dengan kandungan fosil globigerina bulodes, globigerinaoides obliquus, operculina, flosculinella bernenis. formasi ini diduga diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai delta paralik. tabel formasi diperkirakan 800-1000m dan ditindih selaras oleh Formasi Tabul E. Sumbatan dan retas (Pleistosen) terdiri dari andesit, basal,dan desit. andesit, forfirit, dengan fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar halus mengandung plagioklas, kuarsa, piroksen,hornblende, bijih dan kaca gampingan, sebagian terkloritkan. basal berbutir halus – afanitik. dasit, forfiris dengan fenokris plagioklas, kuarsa dan muskovit dalam masadasar plogioklas dan kuarsa.terkarbonatkan dan saritasi. batuan menerobos Formasi Sinjin. 2.2.2 Struktur Geologi Dari hasil pengamatan pada peta geologi serta pengamatan morfologi di lapangan , struktur geologi yang terdapat di lembar Tarakan dan Sebatik adalah lipatan, sesar dan kelurusan. lipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan berarah barat laut-tanggara dan melibatkan semua formasi batuan dilembar Tarakan dan Sebatik. GEOLOGI REGIONAL II-10
  • 23. Laporan Akhir Gambar 2.7 Skema Stratigrafi Perairan Sebatik Kalimantan Timur (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995) GEOLOGI REGIONAL II-11
  • 24. Laporan Akhir Sesar yang dijumpai pada umumnya berupa sesar normal yang merupakan hasil pengaktifan kembali sesar-sesar yang terbentuk sebelumnya. sesar dan kelurusan umunya berarah barat laut- tenggara dan beberapa berarah barat daya-timur laut. di beberapa tempat sesar-sesar ini ditempati batuan beku. sebagian dari struktur yang ditemukan di lembar tarakan dan sebatik ini di tafsirkan dari citra SAR Dari pengamatan struktur sedimen dan komposisi batuan tersier, pada umumnya di duga daerah lembar tarakan dan sebatik telah mengalami beberapa kali kegiatan tektonika. pengendapan pada kala tersier diawali oleh pengendapan batu gamping, foraminifera dan sedimen turbidit dari formasi sembakung pada lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Pengangkatan “ daratan sunda “ yang berlangsung pada akhir eosen telah diikuti oleh penurunan dasar cekungan secara perlahan-lahan mulai dari kala oligosen sampai miosen akhir. periode ini merupakan masa pengendapan dalam pola regresi hampir di seluruh cekungan tarakan yang mengahsilkan endapan paralik sampai laut dalam yang membentuk runtuhan batuan dari formasi naintupo, meliat dan tabul. bersam dengan periode ini di daerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan batuan beku granitan. Periode tektonik selanjutnya berlangsung pada akhir miosen atau awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang ditandai dengan pembentukkan endapan paralik – fluvial delta seperti batu pasir, batu bara dan batu lempung dari formasi sajau. pada fase ini juga didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api ya g menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan GEOLOGI REGIONAL II-12
  • 25. Laporan Akhir andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik terakhir terjadi kala plistosen menghasilkan perlipatan dan sesar yang membentuk struktur geologi seperti sekarang. Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa struktur lipatan antara lain berupa antilkin dan sinklin sinklin. struktur patahan (sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan. Formasi Naintupo, Meliat dan Tabul. bersama dengan periode ini didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan batuan beku granitan. Periode tektonik selanjutnya pada akhir miosen atau awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang ditandai dengan pembentukkan endapan paralik – fluvial seprti batu pasir, batu bara, dan batu lempung dari formadsi sajau. pada masa ini juga didaerah daratan terjadi kegiatn gunung api yang menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik terakhir terjadi pada kal plistosen menghasilkan perlipatan dan sesar yang membentuk struktur geologi seprti sekarang. Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa struktur lipatan antara lain berupa antiklin dan sinklin sinklin. struktur patahan( sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan. GEOLOGI REGIONAL II-13
  • 26. Laporan Akhir BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN Metoda penyelidikan meliputi penentuan posisi, pengamatan parameter hidro-oseanografi, perekaman data geifisika, pengamatan kondisi geologi termasuk karakteristik pantai dan percontohan sedimen serta analisa laboratorium. 3.1 PENENTUAN POSISI Penentuan posisi dan lintasan survey dari seluruh kegiatan lapangan yang diinstal di kapal menggunakan Differential Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281 (Foto 3.1) yang telah diintegrasikan dengan personal computer (pc) atau laptop sehingga dapat langsung diakses dan diproses di lapangan sedangkan untuk kegiatan di darat dan pantainya menggunakan garmin iii plus. Alat ini bekerja dengan dukungan minimal 8 (delapan) satelit, dimana setelah diaktifkan dan deprogram akan terlihat posisi titik-titik koordinat secara geografis dalam bentuk lintang dan bujur dengan bidang proyeksi universal transver mercator (utm) yang dapat disimpan dan langsung dibaca pada layer monitor, dimana PDOP yang diambil kurang dari 2. Pengambilan data lintasan penelitian kedalaman dasar laut dilakukan dengan rentang waktu setiap 1 (satu) menit, begitu pula untuk data lintasan seismik. Sebelum melaksanakan pengambilan METODA & PERALATAN III -1
  • 27. Laporan Akhir data, target posisi kapal disesuaikan dengan rencana lintasan yang telah diplot kedalam perangkat GPS, sehingga semua olah gerak kapal, termasuk arah haluan (heading), posisi kapal (pos), arah terhadap target berikutnya (azimuth) maupun jaraknya dapat dipantau dan diikuti melalui monitor. Foto 3.1 Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281 Alat penunjang penentu posisi adalah theodolit, waterpass yang dilengkapi oleh statif dan rambu ukur. Datum yang digunakan dalam survei ini adalah WGS-84 sesuai datum pada peta dasar. Cara pengukuran, terutama untuk pengukuran kontinyu pada lintasan kapal untuk pemetaan kedalaman laut, diperoleh dari pengolahan data digital posisi menggunakan Paket Program Modifikasi PPPGL. Dalam hal kehilangan data akibat posisi orbit satelit, digantikan oleh asumsi gerak linear kapal pada haluan dan kecepatan kapal yang konstan. 3.2 HIDRO-OSEANOGRAFI Penyelidikan geofisika dan hidro-oseanografi merupakan salah satu metoda penting dalam pemetaan dinamika pantai dari sudut METODA & PERALATAN III -2
  • 28. Laporan Akhir pertimbangan karakteristik laut lokal. Parameter laut yang akan diamati antara lain meliputi : Pengukuran pasang surut, arus (secara statis dan dinamis) dan gelombang. 3.2.1 PENGUKURAN PASANG SURUT Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Pengukuran pasang surut dilaksanakan dengan menggunakan rambu pasang surut yang diamatai setiap interval 1 (satu) jam selama survey berlangsung khususnya untuk koreksi terhadap kedalaman hasil pemeruman. Dengan menggunakan Bench Mark (BM) yang sudah ada, maka lokasi pengukuran pasang surut diasumsikan base station untuk pengukuran posisi lintasan kapal. Tujuan dari pengukuran pasang surut ini adalah untuk menghitung nilai koreksi terhadap peta batimetri. Data hasil pengukuran dengan interval pengukuran satu jam tersebut diuraikan menjadi komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, dari nilai amplitudo dan periode masing-masing komponen pasang surut tersebut dapat di analisis karakteristik pasang surutnya melalui penjumlahan komponen pasang surut yang ada. Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini adalah metode harmonik British Admiralty untuk menghitung konstanta harmonik yang terdiri atas: paras laut rata-rata (mean sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan) komponen utama pasang surut, yaitu: M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2 dan P1; dengan keterangan sebagai berikut: METODA & PERALATAN III -3
  • 29. Laporan Akhir An : Amplitudo harmonik ke-n g(O) : Fase perlambatan S0 : Paras laut rata-rata M2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan S2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi matahari N2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak bulan K2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak matahari O1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan P1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari K1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari dan bulan M4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh pengaruh ganda M2 MS4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh interaksi antara M2 dan S2 Konstanta harmonik di atas diperoleh melalui persamaan harmonik : A(t) = S0 + ∑ An cos(wt.Gn) A(t) : Amplitudo S0 : Tinggi paras air laut rata-rata di atas titik nol rambu amat An : Amplitudo komponen harmonik pasang surut Gn : Fase komponen harmonik pasang surut N : Konstanta yang diperoleh dari perhitungan astronomis wt : Waktu Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung kedudukan muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah terendah. Selanjutnya data ini digunakan untuk mengoreksi harga batimetri. METODA & PERALATAN III -4
  • 30. Laporan Akhir Koreksi dilakukan dengan cara mengoreksi harga batimetri terhadap harga muka air rata-rata di lokasi pengamatan, selanjutnya data hasil koreksi ini dikurangkan terhadap posisi air rendah terendah yang dijadikan patokan. Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut setiap hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsur- unsur pasang surut ganda utama. Perbandingan ini dinamakan bilangan Formzahl yang mempunyai persamaan: A(O1) + A(K1) Harga indeks Formzahl (F) = A(M2) + A(S2) 3.2.2 Pengukuran. Arus Pengukuran arus dimaksudkan untuk mendapatkan data kecepatan dan arah arus yang merupakan penyebab terjadinya pengangkutan sedimen (sedimen transport) baik di dekat muara sungai atau di laut. Peralatan pengukuran arus statis menggunakan : Valeport/106 (Foto 3.2) dengan meletakkan alat tersebut disuatu tempat yang dipengaruhi oleh arus. Pengamatannya dilakukan setiap satu jam sekali selama minimal 26 jam. Alat diturunkan pada kedalaman setiap 0.6 kali kedalaman air. 3.2.3. Pengukuran Gelombang Salah satu penyebab perubahan garis pantai adalah diakibatkan oleh aksi gelombang serta dapat juga menimbulkan kerusakan- kerusakan pada bagunan pinggir pantai dengan adanya pengikisan (abrasi) dan pemacuan proses sedimentasi. Oleh karena itu karakteristik dan mekanisme gelombang ini perlu dipelajari dengan METODA & PERALATAN III -5
  • 31. Laporan Akhir melakukan pengamatan gelombang dan pemisahan frekuensi kejadian angin. Peralatan yang dipergunakan adalah : peilschall gelombang Foto 3.2 Alat pengukururan arus Statis Type Valeport/106 3.2.4 Analisa Data Angin Analisis ini merupakan bagian dari analisis gelombang. Data angin permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kendari. Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap arah angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan lebih dari 10 knot karena dianggap dapat membangkitkan gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974). 3.3 GEOFISIKA Metoda penelitian geosisika meliputi pemeruman dan perekaman seismik pantul dangkal. Posisi koordinat data pemeruman dan seismik dibaca dalam waktu selang 2 menit. METODA & PERALATAN III -6
  • 32. Laporan Akhir 3.3.1 Pemeruman (Sounding) Pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk mengukur dan mengetahui kedalaman dasar laut daerah penelitian berikut pola morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini menggunakan alat perum gema Echosounder 200/50 KHz merk Odom Hydrotrack (Foto 3.3) yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut. Kemudian gelombang suara yang dikirim ke permukaan dasar laut dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver tranducer. Sinyal- sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk grafis maupun digital. Posisi transducer echosounder berada 0,5 meter dari permukaan air di sebelah kiri kapal dan berjarak lebih-kurang 3 meter dari antena GPS. Foto 3.3 Instrumen pengukur kedalaman dasar laut Echosounder 200/50 KHz tipe Odom Hydrotrack Data pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman laut sebagai bahan pembuatan peta kedalaman laut (batimetri), mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut. Selain itu juga untuk pengontrol hasil rekaman seismik dan pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut. METODA & PERALATAN III -7
  • 33. Laporan Akhir Data hasil pembacaan alat yang diperoleh dilakukan suatu koreksi terhadap data hasil pengamatan pasang surut dengan penentuan kedalaman yang terkoreksi yaitu terhadap muka air rata-rat (MSL). Adapun Persamaan yang digunakan adalah sbb: C = B - MSL E=D-C+d dengan :C = Faktor koreksi pasang surut B = Nilai tinggi air/pasang surut terukur di lapangan D = Nilai kedalaman tanpa koreksi E = Nilai kedalaman terkoreksi D = faktor draft kapal 3.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL Seismik pantul dangkal saluran tunggal bekerja dengan prinsip pengiriman gelombang akustik yang ditimbulkan oleh Boomer ke bawah permukaan laut dan Hidrofone menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak sebagai penampang horison-horison seismik pada kertas rekaman. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh ketebalan lapisan termuda (isopach) terutama yang diduga sebagai tempat terakumulasinya mineral berat permukaan dasar laut dan untuk mengetahui penyebaran serta penerusannya secara horisontal berikut interpretasi ketebalannya. Metoda ini menggunakan sistem perangkat seismik pantul dangkal berresolusi tinggi tipe sparker cumi (Foto 3.4) dengan sumber energi 300 joule, lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya. METODA & PERALATAN III -8
  • 34. Laporan Akhir Gelombang atau signal yang dipantulkan oleh permukaan dasar laut akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 8-12 meter di belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel hydrophone sepanjang 3-5 meter untuk direkam oleh graphic recorder . Filter dibuka antara 800 hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan kecepatan firing 1 second dan kecepatan sweep ½ second kemudian direkam menggunakan graphic recorder EPC/1086 (Foto 3.5). 3.3.3 SIDE SCAN SONAR Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lateral dari permukaan dasar laut serta rona dari material penyusunnya. Alat ini terdiri dari tow fish yang berfungsi mengirim gelombang akustik ke bawah permukaan laut sekaligus menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak gambaran lateral serta rona dari permukaan dasar laut yang direkam dalam . laptop guna dilakukan pemrosesan lanjut. Dalam kegiatan lapangan ini digunakan jenis alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish) (Foto 3.6) 3.4 GEOLOGI KELAUTAN Penyelidikan geologi kelautan meliputi pengamatan karakteristik pantai, pengambilan contoh sedimen pantai maupun sedimen permukaan dasar laut. METODA & PERALATAN III -9
  • 35. Laporan Akhir Foto 3.4 Perangkat seismik Sparker Cumi Foto 3.5 Panel perekaman data seismik analog dari model EPC/1086 METODA & PERALATAN III -10
  • 36. Laporan Akhir Foto 3.6 Alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish) 3.4.1 Pemetaan Karakteristik Pantai Pengamatan dan pemetaan karakteristik pantai dilakukan dengan peta kerja dari DISHIDROS dan BAKOSURTANAL untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh energi laut (arus, gelombang) dan aktivitas manusia terhadap perkembangan pantai (maju dan mundurnya garis pantai)dengan cara pengamatan visual di lapangan terutama dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter pantai antara lain : • Morfologi pantai dengan pengukuran profil pantai untuk mengetahui perbedaan relief pantai. • Kondisi geologi dengan cara diskripsi dan pengambilan contoh batuan/material penyusun pantai dan tingkat resistensinya, penetuan posisi dengan GPS, selanjutnya dari contoh tersebut METODA & PERALATAN III -11
  • 37. Laporan Akhir dianalisa besar butirnya sehingga dapat menjelaskan tentang pasokan sedimen. • Karakteristik garis pantainya meliputi jenis pantainya, kondisi garis pantainya (abrasi, sedimentasi, stabil, arah pengangkutan sedimen), dan identifikasi jenis tumbuhan pantai. Hasil akhir dari pemetaan karakteristik pantai disajikan berupa peta yang nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar pengembangan kawasan pantai. 3.4.2 PENGAMBILAN CONTOH SEDIMEN PANTAI DAN DASAR LAUT Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan bersamaan dengan karakteristik pantai. Sedimen yang diambil berupa sedimen lepas berukuran pasir yang terletak di daerah gisik pantai (beach) dan diambil menggunakan sekop kecil atau tangan lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pengambilan contoh sedimen dasar laut ini dilaksanakan secara sistematik pada lokasi-lokasi yang diharapkan mewakili keseluruhan daerah penyalidikan. Selanjutnya contoh sedimen tersebut dideskripsi dan dianalisa di laboraturium sehingga nantinya dari data-data tersebut akan dihasilkan suatu peta sebaran sedimen permukaan dasar laut. Peralatan pengambil contoh sedimen dasar laut terdiri dari : Pemercontoh comot / Grab Sampler (Foto 3.7) METODA & PERALATAN III -12
  • 38. Laporan Akhir 3.4.3 BOR TANGAN Yang dimaksud pemboran disini ialah guna mendapatkan contoh tanah asli dan tanah tidak asli yang direncanakan pada beberapa lokasi terpilih. Adapun alat yang digunakan berupa bor tangan jenis Hand Auger (Foto 3.8). 3.4.4 PEMBORAN INTI Yang dimaksud pemboran inti yaitu kegiatan pengambilan contoh batuan/tanah baik yang terganggu maupun tidak terganggu, serta memperoleh data Standart Penetration Test (SPT) dari tiap lapisan guna mendapatkan contoh untuk dianalisa lebih teliti dan mengetahui kondisi vertikal dari batuan/tanah daerah penyelidikan. Kegiatan Pemboran ini dilakukan pada dua lokasi dengan masing- masing kedalaman 60 m. (Foto 3.9). Diharapkan dari data pemboran ini akan didapat informasi selengkap-lengkapnya meliputi keadaan geologi, sifat fisis dan mekanis yang dapat ditentukan baik melalui proses penyelidikan lanjutan di laboratorium maupun dengan melakukan percobaan-percobaan setempat. Foto 3.7 Pemercontoh Inti Comot / Grab Sampler METODA & PERALATAN III -13
  • 39. Laporan Akhir Foto 3.8 Pelaksana pengambilan contoh dengan bor tangan Foto 3.9 Pelaksana pemboran inti METODA & PERALATAN III -14
  • 40. Laporan Akhir 3.5 ANALISA LABORATORIUM Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di lapangan, baik merupakan kegiatan analisa di laboratorium maupun kegiatan penafsiran dari data-data yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini pada dasarnya meliputi: 3.5.1 Analisa Besar Butir Analisis besar butir dihasilkan dari pengambilan contoh dengan grab sampler berkisar antara 1 Kg hingga 1,5 Kg . Tujuan dari pengambilan contoh ini adalah untuk mengetahui sebaran sedimen. Data yang dianalisis sebanyak 0,5 kg, dan sisanya disimpan pada cool storage di PPPGL Cirebon. Secara umum analisis besar butir ini dilaksanakan melalui metoda pengayakan dan pipet, kemudian diklasifikasi menurut Klasifikasi Folks (1980). Prosedur umum laboratorium untuk analisis besar butir dapat diterangkan sebagai berikut (Foto 3.10): a. Sampel basah + 1 Kg di aduk homogen o b. Sampel basah + 500 gram dikeringkan pada suhu 110 Celcius c. Setelah sampel kering, ditimbang untuk berat asal sebanyak 100 gram d. Sampel direndam + sehari semalam, selanjutnya dimasukkan pada sampel stirrer (pengaduk contoh), supaya butiran lebih cepat terpisah e. Sampel basah dengan saringan 4 phi, untuk memisahkan butiran lumpur dengan butiran di atasnya f. Sampel pan (di bawah 4 phi) dan butiran di atasnya dikeringkan g. Sampel butiran di ayak kering dengan menggunakan sieve shaker, dengan interval ayakan 0,5 phi + 10 menit (ayakan mulai dari -2,0 phi s/d 4,0 phi) METODA & PERALATAN III -15
  • 41. Laporan Akhir h. Hasil tiap ayakan ditimbang dan ditulis dalam bentuk tabular i. Jika hasil ayak basah lebih dari 20 gram (lebih dari 20%) sampel diambil 20 gram untuk dipipet, jika kurang dari 15 gram sampel tidak dipipet j. Untuk sampel yang berdasarkan hasil deskripsi ahli geologi berbutir lumpur/lempung, pengerjaannya langsung dikeringkan contoh basah + 100 gram, setelah dikeringkan, diambil 20 gram contoh untuk berat asal pipet k. Pemipetan memakai tabung gelas dengan volume 1000 ml dan pipa kapiler 20 ml, untuk mendapatkan ukuran butiran 4,5,6,7,8 phi. 3.5.2 Analisa Sayatan Oles Metode analisa sayatan oles diperoleh dengan cara meletakkan sejumlah sedimen lepas pada permukaan kaca preparat lalu kemudian dilem dengan menggunakan Canada Balsam lalu ditutup lagi oleh kaca preparat. Preparasi contoh yang sudah siap ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop binokuler mengenai kelimpahan Biogenik, bukan biogenik, dan Autigenik serta ukuran besar butir sedimen lepas yang diperiksa. 3.5.3 Analisa Mineral Berat Terdapat beberapa metoda untuk memisahkan jenis mineral yang terdapat di dalam sedimen lepas (pasir, lanau, dan lempung) antara lain: pemisahan mineral magnetik (magnetik separator), pemisahan dengan cairan berat (heavy liquid) (Foto 3.11). Standar pengujian dan klasifikasi yang digunakan adalah secara petrografi (point counter method) dengan menggunakan mikroskop binokuler (Muller, 1967). METODA & PERALATAN III -16
  • 42. Laporan Akhir Metoda Cairan Berat (Heavy Liquid) yang digunakan untuk studi analisis mineral berat umumnya dilakukan pada sedimen pasir yang berukuran butir antara 0.05 mm dan 0.063 mm (3 phi, pasir sedang-halus). Mineral berat yang dianalisis adalah mineral yang mempunyai Berat Jenis (BJ) lebih besar dari 2.88 gr/cc (cairan Bromoform). Berat contoh sedimen dengan ukuran butiran diatas yang umum adalah lebih kurang 20 gram yaitu untuk mengurangi penggunaan cairan Bromoform yang tidak efisien. Cairan pembilas Bromoform dari mineral berat dan mineral ringan lainnya yang digunakan adalah Benzol, CCl4 yaitu cairan khusus pembilas Bromoform agar BJ Bromoform-nya relatif lama bisa digunakan. Temperatur dan kelembaban ruang juga sangat berpengaruh terhadap perubahan BJ Bromoform. Mineral berat yang terkonsentrasikan hasil cairan berat dipisahkan dari mineral magnetik dan bukan magnetik dengan menggunakan magnet tangan dan Electromagnetic Separator untuk mendapatkan prosentase dan jenis mineral magnetik yang lebih rinci. Metoda petrografi berdasarkan sifat-sifat fisik optik mineral tersebut digunakan untuk mengetahui jenis mineral berat magnetik dan bukan magnetik secara lebih akurat. 3.5.4 Analisa Fosil Mikrofauna Analisis mikrofauna dilakukan dari contoh sedimen dasar laut yang dikoleksi dengan menggunakan penginti jatuh bebas (gravity corer) dan penginti comot (grab sampler). Di laboratorium preparasi contoh, dengan berat kering yang sama (25 gram), kemudian contoh sedimen kering dicuci dengan menggunakan ayakan METODA & PERALATAN III -17
  • 43. Laporan Akhir berukuran bukaan 2, 3, dan 4 phi. Contoh hasil cucian dari masing- masing ayakan kemudian dikeringkan dalam oven dan siap Foto 3.10 Perangkat pengayakkan besar butir untuk sedimen kasar (a) dan sedimen halus/ lumpur (b) Foto 3.11 Lemari asam untuk analisa mineral berat secara wet method METODA & PERALATAN III -18
  • 44. Laporan Akhir digunakan untuk studi mikrofauna. Studi mikrofauna yang meliputi ostracoda dan foraminifera dilakukan pada empat puluh tujuh contoh sedimen hasil cucian (washed residue). Analisis ostracoda dilakukan hingga tingkat spesies bila memungkinkan dan perhitungan spesimen / individu tiap spesies/jenis. Sedangkan analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan ostracoda. Kemudian di lakukan penghitungan indeks diversitas /H(S) yaitu nilai keanekaragaman spesies dalam setiap contoh yang diperoleh dari rumus Shannon-Weaver dalam suatu paket program komputer yang dibuat oleh Bakus (1990) yaitu: H’ = - Σpi log pi dimana: H’ = indeks diversitas/keanekaragaman pi = ni /N Σ = jumlah ni = jumlah spesimen dari spesies i1, i2, i3, dst N = jumlah total spesimen 3.5.5 Analisa Geoteknik Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan dari contoh tanah/sedimen hasil pemboran tersebut telah dilakukan beberapa pengujian di laboraturium atau pengujian mekanika tanah ”Engineering Properties” pada contoh tanah tidak terganggu (Undisturb Sample). Disamping itu dilakukan juga pengujian “Index Properties” berupa “grains size analysis” terhadap contoh tanah terganggu (disturbed sample) pada contoh bor inti terpilih, sedangkan untuk mengetahui kerapatan relatif material/sedimen berdasarkan nilai SPT. METODA & PERALATAN III -19
  • 45. Laporan Akhir Klasifikasi tanah yang umumnya digunakan untuk kepentingan geoteknik adalah klasifikasi USCS. Klasifikasi tanah dari sistem ini pertama kali diusulkan oleh Arthur Cassagrande (1942). Tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), distribusi dari tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringnya lewat satu unit saringan standar (ASTM), jika prosentase lolos saringan No. 200 kurang dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah G = kerikil (gravel), S = pasir (sand), W = gradasi baik (Well-graded), P = gradasi buruk (poorly graded). Sedangkan tanah berbutir halus, jika prosentase lolos saringan No. 200 lebih dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah M = lanau, C = lempung dan O = organik. Berdasarkan data hasil sampling yang dianalisis menggunakan metoda pengujian besar butir diperoleh hasil pada umumnya adalah dari jenis butiran umumnya berukuran kasar. Uji konsolidasi Data yang diperoleh dari uji konsolidasi disajikan dalam bentuk penurunan terhadap waktu dan tergambar dalam bentuk kurva (Lampiran hasil uji konsolidasi). Selanjutnya kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh tingkat konsolidasi. Koefisien konsolidasi (Cv) Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada suatu contoh tanah terdapat dua metoda grafis yang umum dipakai untuk menentukan harga Cv yaitu metoda logaritma-waktu (logarithm of time method) yang diperkenalkan oleh Casagrande dan fadium (1940), sedangkan metoda yang lain adalah metoda akar waktu ( Square root of time method) yang diperkenalkan oleh Taylor METODA & PERALATAN III -20
  • 46. Laporan Akhir (1942). Metoda yang kedua tersebut adalah metoda yang dipakai dalam penentuan harga koefesien konsolidasi (Cv). Harga koefisien refleksi tersebut didapat dari rumus : 0,848 X H2 Cv = --------------- T90 Dimana : T90 = waktu untuk mencapai 90% konsolidasi H = ½ tinggi benda uji rata-rata Penurunan tanah akibat pembebanan pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada lampiran hasil pengujian konsolidasi. Indeks pemampatan (Compression indeks, Cc) Nilai Indeks pemampatan Cc, didapat melalui penggambaran harga angka pori e terhadap log p (lihat lampiran V hasil pengujian konsolidasi). Harga indeks pemampatan dapat digunakan untuk menghitung besarnya penurunan yang terjadi sebagai akibat konsolidasi. Disamping itu, harga indeks pemampatan ini dapat digunakan untuk menghitung harga coefisient of compressibility (av), harga coefisient of volume compressibility (mv) dan harga koefsien rembesan (k). Indeks pemampatan (Cc) berhubungan dengan berapa besarnya konsolidasi atau penurunan yang akan terjadi, sedangkan koefisien konsolidasi (Cv) berhubungan dengan berapa lama suatu konsolidasi tertentu akan terjadi. Pengujian kuat geser (Triaxial) Pengujian kuat geser dari contoh tanah di daerah telitian dilakukan hanya pada beberapa contoh yang mewakili yaitu berupa contoh tanah asli (undistubed-sample) dan contoh tanah terganggu METODA & PERALATAN III -21
  • 47. Laporan Akhir (disturbed-sample), namun semua contoh tersebut tersimpan di dalam tabung dengan maksud menjaga kondisinya terutama kadar air dan susunan tanah dilapangan. Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengetian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh : • Kohesi tanah tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang gesernya. • Gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya. Kuat geser tidak memiliki satu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Keadaan tanah, angka pori ukuran butir dan bentuk butir. Jenis tanah seperti, pasir, berpasir, kerikil, lempung, atau jumlah relatif dari bahan-bahan yang ada. Kadar air, terutama untuk lempung (sering berkisar dari sangat lunak sampai kaku, tergantung pada nilai w). Jenis beban dan tingkatnya, beban yang cepat akan menghasilkan tekanan pori yang berlebih. Anisotropis, kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar akan berbeda jika jika dibandingkan dengan kekuatan yang sejajar dengan bidang tersebut. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb (1773), sebagai : s = c + vσ Dimana : s = kuat geser pada bidang yang ditinjau METODA & PERALATAN III -22
  • 48. Laporan Akhir c = kohesi atau pengaruh tarikan antar partikel, hampir tidak tergantung pada tegang normal pada bidang. σ = tegangan normal pada bidang yang ditinjau v = koefisien friksi antara bahan-bahan yang bersentuhan. Persamaan diatas disebut kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr- Coulomb, dimana garis selubung kegagalan dari persamaan tersebut dilukiskan dalam lampiran. Tegangan-tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah rumus Coulomb dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut: s = c' + (σ-u) tg φ' s = c' + σ' tg φ' dengan c' = kohesi tanah efektif σ' = tegangan normal efektif u = tekanan air pori φ' = sudut gesek dalam tanah efektif Kuat geser tanah juga bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan-tegangan efektif σ1' dan σ3' pada saat keruntuhan terjadi. Lingkaran Mohr dalam bentuk lingkaran tegangan, dengan koordinat-koordinat γ dan σ', seperti yang terlihat pada lampiran data pemeriksaan triaxial. Persamaan tegangan geser, dinyatakan oleh: γ = 1/2 (σ1' - σ3') sin 2θ σ =1/2(σ1' +σ3')+1/2(σ1' -σ3') cos 2θ dengan θ adalah sudut teoritis antara bidang horizontal dengan bidang longsor, yang besarnya: θ = 45° + φ' / 2 METODA & PERALATAN III -23
  • 49. Laporan Akhir Prosedur uji kuat geser Pelaksanaan uji kuat geser tanah lempung di daerah telitian dengan cara ”unconsolidated undrained” (tanpa terkonsolidasi-tanpa drainasi), dimaksudkan untuk mendapatkan nilai seperti pada kondisi tempat aslinya, dimana angka pori benda uji pada permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya pada tempat kedalaman contohnya. Benda uji mula-mula dibebani dengan penerapan tegangan sel (tegangan keliling), kemudian dibebani dengan beban normal, melalui penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan. Pada penerapan tegangan deviator selama penggeserannya, tidak diizinkan air keluar dari benda ujinya. Jadi selama pengujian katup drainasi ditutup. Karena pada pengujiannya air tidak diizinkan mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran tanahnya. Pertama, tegangan sel (σ3) diterapkan, setelah itu tegangan deviator (Δσ) dikerjakan sampai terjadi keruntuhan. Untuk pengujian ini : - Tegangan utama mayor total = σ3 + Δσf = σ1 - Tegangan utama minor total = σ3 Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan dalam persamaan : su = cu = σ1 - σ3 = Δσf 2 2 Penafsiran uji kuat geser Data yang diperoleh dari uji kuat geser disajikan dalam bentuk kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-Coulomb tergambar dalam bentuk kurva (Lihat lampiran hasil uji kuat geser). Selanjutnya kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai kohesi tanah (c) dan sudut gesek dalam tanah. METODA & PERALATAN III -24
  • 50. Laporan Akhir 3.5.6 Analisa Geokimia dan Lainnya Analisa ini dilakukan dengan metoda Atomic Absorption Spectrometric (AAS); (Foto 3.9) untuk mengindentifikasi secara khusus unsur logam seperti Au, Cu, Zn dll termasuk konsentrasinya, analisa unsur utama (major element) guna mengetahui komposisi utama pembentuk batuan, selain juga diperlukan analisa titrasi untuk mengetahui beberapa unsur (senyawa) tertentu. Foto 3.9 Seperangkat alat AAS (tabung pengukur unsur & display 3.5.7. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok pertikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0.002 mm, yang disebut mineral lempung. Tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr,1959) diantaranya terdiri dari kelompok-kelompok motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Analisa tanah lempung berdasarkan SEM dimaksudkan untuk mengetahui kelompok-kelompok dari mineral lempung tersebut. METODA & PERALATAN III -25
  • 51. Laporan Akhir Preparasi contoh tanah dilakukan dengan pemecahan contoh sesuai pecahan aslinya untuk mendapatkan mikrostruktur dari cintoh aslinya, dengan menggunakan lem konduktif (Dotite dan pasta perak) ditempelkan pada specimen holder dan dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan debu-debu pengotor. Selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) oleh gold-paladium (Au :80% dan Pd :20%), dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC- 1100 akan didapatkan tebal lapisan 400 amstrong. Coating ini dimaksudkan agar benda uji yang akan dilakukan pemotretan menjadi penghantar listrik. Contoh/benda uji dimasukan kedalam specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35 C), untuk dilakukan pemotretan. 3.5.8. Analisa X Ray Diffraction (XRD) Dengan meningkatnya keteraturan struktur kristal tetrahedral SiO4 atau derajat kristalisasinya, mineral silika non- dan mikrokristalin dapat diurutkan sebagai berikut: opal-A, opal-CT, opal-C, tridimit, kristobalit, dan kuarsa. Karena ukurannya yang lebih halus dari 50 µ m, mineral-mineral ini sulit dibedakan secara petrografi. Salah satu metode yang dapat membedakannya adalah metode difraktometer sinar-X (XRD = X-ray Diffraction) yang menganalisis mineral berdasarkan struktur kristalnya. Silika non-kristalin, disebut opal-A, memberikan pola XRD yang amorf, yaitu menunjukkan sebuah hump (undukan) dengan intensitas maksimum di sekitar 4 Å. Silika mikrokristalin sendiri terbagi menjadi opal mikrokristalin (opal-C dan opal-CT), tridimit, kristobalit, dan kuarsa. Opal mikrokristalin mempunyai hump di sekitar 4 Å yang lebih tajam dengan intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan opal-A sebagai hasil peningkatan keteraturan struktur kristal silika (tetrahedral SiO4). Tridimit dan kristobalit mempunyai struktur kristal yang METODA & PERALATAN III -26
  • 52. Laporan Akhir berlapis teratur, tetapi keduanya mempunyai spasi lapisan SiO4 yang berbeda. Oleh karena itu, tridimit menunjukkan dua peak (puncak) XRD yang intensif pada 4,11 Å dan 4,33 Å, sedangkan untuk kristobalit peak tersebut muncul pada 4,04 Å dan 2,49 Å. Kuarsa merupakan mineral silika paling stabil dan mempunyai struktur kristal tetrahedral SiO4 paling teratur. Pola XRD-nya menunjukkan dua peak difraksi utama di posisi 3,34 Å dan 4,26 Å. Difraktometer sinar-X yang digunakan adalah Goniometer Difraksi Phillips dengan monokromator grafit dan dikontrol dengan perangkat lunak Diffraction Technology VisXRD. Kondisi pengoperasian adalah pada 40 kV dan 20 mA dengan menggunakan radiasi CuKα (γ 1=1,5405 Å dan γ 2=1,5443 Å). Kalibrasi dengan standar eksternal silikon (99,99% Si) dan menggunakan kecepatan goniometer sebesar 0,6°2θ /menit dengan interval 0,01° menunjukkan penurunan spasi-d (d-spacing) peak XRD di ~4 Å hingga 0,008 Å atau peningkatan sudut 2-theta sebesar 0,07° dibandingkan dengan referensi JCPDS yang dikeluarkan oleh The International Centre for Diffraction Data. Akurasi pengukuran kristalinitas silika dengan metode XRD dilakukan dengan menggunakan serbuk silikon sebagai standar internal dan goniometer berkecepatan 0,6°2θ /menit dengan interval 0,01°. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi intensitas- maksimum akan berkisar kurang dari 0,4°2θ untuk sebuah hump dan tidak lebih dari 0,02°2θ untuk sebuah peak, sedangkan lebar yang diukur pada setengah intensitas-maksimum akan mempunyai kisaran hingga 0,3°2θ untuk sebuah hump dan kurang dari 0,03°2θ untuk sebuah peak. METODA & PERALATAN III -27
  • 53. Laporan Akhir BAB IV HASIL PENYELIDIKAN 4.1 PENENTUAN POSISI Lintasan penentuan posisi dan lintasan survey hasil dari pemanfaatan Differential Global Positioning System (DGPS) type C NAV 272281 yang terinstal di kapal survei dan telah diintegrasikan dengan Personal Computer (PC) atau laptop (Gambar 4.1a,b,c) yang memperlihatkan gambaran total lintasan sepanjang pemeruman 650 kilometer dengan panjang lintasan seismik sepanjang 381 kilometer, lintasan side scan sonar dengan panjang 48 kilometer, dengan jumlah contoh sedimen permukaan dasar laut sepanjang 59 lokasi. Serta 11 lokasi pengambilan contoh bor tangan disepanjang pesisir P. Nunukan dan P. Sebatik. Pengambilan data lintasan posisi dilakukan setiap saat selama kapal berolah gerak mengikuti lintasan yang telah direncanakan sebelumnya, namun untuk memudahkan di dalam penggambaran dan dengan alasan teknis seperti kesesuaian dengan metode survei lain seperti seismik dan pemeruman terhadap waktu, maka waktu dan posisi yang terplotting dalam peta lintasan posisi diambil setiap rentang 1 menit. Selain itu pula penentuan posisi diperlukan pada saat penyelidikan karakteristik pantai dan pengambilan contoh sedimen pantai, menentukan lokasi pengukuran pasang surut, dan pengukuran arus statis. HASIL PENYELIDIKAN IV-1
  • 54. IV-2 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.1a. Peta Lintasan Pemeruman dan Seismik Pantul Dangkal
  • 55. IV-3 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.1b. Peta lintasan Side Scan Sonar
  • 56. IV-4 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.1c. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut, Bor Tangan dan Pemboran
  • 57. Laporan Akhir 4.2 HIDRO-OSEANOGRAFI 4.2.1 PENGAMATAN PASANG SURUT Kegiatan pengamatan pasang surut pada survei ini dilakukan untuk mendukung kegiatan pemeruman di laut. Pengamatan pasang surut ini dilakukan di 1 lokasi pengamatan yaitu di Dermaga Sei Nyamuk, Sebatik secara kontinyu dari tanggal 3 Juni s/d 2 Juli 2005 ditambah pengamatan selama 15 hari dari tanggal 29 Juli s/d 12 Agustus 2005 pada saat kegiatan pemeruman berlangsung. Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan rambu ukur pasang surut. Pengamatan dengan menggunakan alat rambu ukur ini data direkam setiap selang 1 jam. Data hasil pembacaan pasang surut ini kemudian dianalisis sehingga akan memeperoleh harga bilangan Formzahl serta sebagai koreksi dalam hasil kegiatan pemeruman sehingga menghasilkan peta batimetri. Data pengamatan pasang surut selama kegiatan pemeruman berlangsung dilampirkan pada Lampiran Data Pasang Surut berikut dengan kurva pasang surutnya. Analisa Data Pasang Surut dan Muka Surutan Konstanta Harmonik Pasang Surut Data hasil pengamatan pasang surut ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode British Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonik (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1) yang berupa amplitudo dan fasanya. Hasil akhir perhitungan konstanta harmonik ini adalah sebagai berikut: HASIL PENYELIDIKAN IV-5
  • 58. Laporan Akhir So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 A 19.6 5.5 2.0 3.2 0.2 2.8 0.1 0.6 0.5 0.1 (cm) g (o ) 153.0 144.2 256.8 80.7 365.8 390.4 109.2 144.2 80.7 Tabel 4.1 Tabel Konstanta Harmonik pasang surut daerah telitian - Dimana : A Amplitudo pasang surut G Sudut Kelambatan phase So Level muka laut rata-rata diatas titik nol rambu M2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi bulan S2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi matahari N2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan bulan yang berbentuk elips K2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang berbentuk elips K1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari O1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan P1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari M4 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak 2x MS4 Konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara M2 dan S2 Hasil perhitungan metode Admiralty secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang Surut. Berdasarkan harga perbandingan konstanta harmonic pasang surut di atas diperoleh harga bilangan Formzahl di stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 0.4067792 Harga bilangan Formzahl di ini menunjukan bahwa tipe pasang surut pada stasiun pengamatan pasang surut adalah tipe campuran dominan ganda artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam waktu 24 jam. Sedangkan tunggang air maksimum berdasarkan harga pasang surut hasil pengamatan selama 30 hari adalah tunggang air maksimum di stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 3.0 m HASIL PENYELIDIKAN IV-6
  • 59. Laporan Akhir Muka Surutan (Chart Datum) Tahap selanjutnya dalam pengolahan data pasang surut untuk mengoreksi data batimetri adalah perhitungan muka surutan (Chart Datum) dan air tinggi tertinggi berdasarkan pada harga konstanta pasang surut tersebut di atas. Perhitungan muka surutan dan air tinggi ini digunakan untuk meghitung berbagai referensi elevasi atau datum vertikal, HWS (level muka air pasang tertinggi) dan LWS (level muka air surutan terendah). Elevasi yang lazim digunakan sebagai level acuan ketinggian adalah LWS. Dengan demikian seluruh pengukuran batimetri, ataupun titik pangkal di darat mengacu pada datum LWS sebagai titik nol. Hasil analisa pasang surut berikut perhitungan muka surutan (chart datum) dan muka air tertinggi dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang Surut.. Berdasarkan hasil perhitungan muka surutan diperoleh harga Chart Datum (Zo) sebagai berikut : Harga Zo untuk lokasi pengamatan pasang surut di Dermaga Sei Nyamuk adalah 1.7 m di bawah duduk tengah. Harga Zo ini selanjutnya digunakan untuk menyurutkan seluruh harga kedalaman hasil koreksi. 4.2.2 PENGUKURAN ARUS Pengukuran arus ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan kecepatan arus absolute di lokasi survei. Pengukuran arus ini dilakukan secara stasioner dengan menggunakan peralatan Currentmeter Valeport tipe 106. Adapun selang waktu pengukuran setiap 1 (satu) jam secara terus-menerus selama 25 jam pengamatan, yaitu pada saat bulan mati (neap tide) dan pada saat bulan purnama (spring tide) dengan jumlah lokasi pengamatan 3 lokasi, yaitu di Perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan, HASIL PENYELIDIKAN IV-7
  • 60. Laporan Akhir dan perairan Selat Nunukan Khusus untuk stasiun pengukuran di lokasi perairan Nunukan sebelah timur-tenggara pengukuran arus hanya dilakukan pada siang hari selama 12 jam setiap harinya, mengingat kondisi cuaca untuk melakukan pengukuran pada malam hari di lokasi ini tidak memungkinkan. Pemilihan tanggal dan waktu pengamatan arus ini didasarkan pada kondisi pasang surutnya, dimana pada tanggal tersebut posisi air pasang mencapai maksimum sedangkan posisi air surut mencapai minimum sehingga kecepatan arus maksimum dapat diukur dengan baik. Pengukuran arus ini dilakukan dengan cara pembacaan langsung (direct reading), yaitu pembacaan arah dan kecepatan arus secara langsung pada alat Valeport kemudian dicatat pada formulir pengamatan. Pembacaan data arus ini dilakukan sebanyak tiga kali pembacaan, selanjutnya data ini dirata-ratakan untuk mendapatkan arah dan kecepatan arus rata-rata untuk setiap kedalaman pengukuran. Pengukuran arus ini dilakukan terhadap 3 (tiga) kedalaman berbeda di setiap stasiun pengukuran arus yaitu kedalaman 0.2 H untuk arus permukaan, 0.6 H untuk arus menengah dan 0.8 H untuk arus bawah, dimana H adalah kedalaman laut di lokasi stasiun pengukuran arus. Kedalaman laut di masing-masing stasiun pengukuran arus adalah sebagai berikut : - Di Selat Nunukan sebelah utara kedalaman stasiun pengukuran arus adalah 12 meter, sehingga pengukuran untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada kedalaman 2.4 m, 7.2 m dan 9.6 m. - Sedangkan di Selat Nunukan sebelah selatan dan perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan kedalaman stasiun pengukuran arus adalah 10 meter, sehingga pengukuran HASIL PENYELIDIKAN IV-8
  • 61. Laporan Akhir untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada kedalaman 2 m, 6 m dan 8 m. Dari data hasil pengukuran diperoleh harga arah dan kecepatan untuk arus permukaan, menengah dan bawah. Untuk mengetahui harga kecepatan arus secara vertical diperoleh dengan cara merata- ratakan hasil pengukuran pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan 0.8 H dengan menggunakan rumus : V = 0.5 (v 0.6 + ((v 0.2 +v 0.8)/2) Dimana : V : Kecepatan vertical rata-rata (m/det) V0.2 : Kecepatan arus permukaan (m/det) V0.6 : Kecepatan arus menengah (m/det) V0.8 : Kecepatan arus bawah (m/det) Data hasil pengukuran lapangan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Arus, Selanjutnya data ini diolah dengan melakukan perhitungan matematis untuk menghitung komponen arah arus pasang surut dan non pasang surut, pengklasifikasian arus berdasarkan arah dan kecepatan untuk mengetahui arah arus dominan dan penggambaran hubungan arus dengan pasang surutnya. Perhitungan Arus Pasang Surut Perhitungan arus pasang surut hanya dilakukan pada dua lokasi pengukuran yaitu lokasi pengukuran arus di Selat Nunukan sebelah utara dan Selat Nunukan sebelah selatan, sedangkan untuk lokasi di perairan Nunukan sebelah timur-tenggara tidak dilakukan perhitungan pemisahan arus karena pengukuran arusnya hanya dilakukan 12 jam setiap harinya. Perhitungan arus pasang surut ini bertujuan untuk memisahkan komponen arus pasang surut dengan HASIL PENYELIDIKAN IV-9
  • 62. Laporan Akhir arus non pasang surutnya. Berdasarkan hasil perhitungan arus pasang surut di lokasi titik-titik pengukuran di peroleh hasil sebagai berikut: Lokasi Komponen Komponen Arah Kecepatan Utara Timur (o ) (m/det) P. Sebatik Sebelah Timur -0.01078 0.02218 116 0.025 P. Nunukan Sebelah Utara -0.02141 0.02396 132 0.032 P. Nunukan Sebelah Selatan -0.09967 0.00800 175 0.100 Tabel 4.2 Hasil perhitungan arus pasang surut Arus vertical rata-rata: Hasil perhitungan arus pasang surut dan non pasang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Arus. Pembuatan diagram grafik arus (lampiran) dilakukan untuk mengetahui arah arus dominan, khususnya di lokasi stasiun pengukuran. Pembuatan diagram grafik arus ini didasarkan pada pengklasifikasian arus menurut arah dan kecepatannya untuk semua lokasi stasiun pengukuran arus di lapangan. Berdasarkan diagram grafik arus secara umum arah arus di Selat Nunukan sebelah utara dan selatan dominan berarah baratlaut – tenggara, sedangkan di lokasi perairan P. Sebatik dan P. Nunukan sebelah timur arah arus dominan berarah timur – barat. Distribusi frekuensi arah dan kecepatan arus pada 3 (tiga) kedalaman pengukuran memperlihatkan pola penyebaran yang sama, ini menunjukan bahwa arah arus untuk arus permukaan, menengah dan bawah relative sama, sedangkan distribusi frekuensi kecepatannya cukup berbeda. Frekuensi kecepatan arus maksimum untuk arus permukaan lebih banyak dibandingkan arus menengah dan bawah, hal ini menunjukan bahwa kecepatan arus permukaan rata-rata lebih besar daripada arus menengah dan bawah. Tabel di bawah ini memperlihatkan harga kecepatan arus maksimum untuk 3 (tigat) lokasi pengukuran pada 3 (tiga) kedalaman berbeda. Lokasi Kedalaman Kecepatan Kondisi Air HASIL PENYELIDIKAN IV-10
  • 63. Laporan Akhir Pengukuran (m/det) Perairan Sebatik - Permukaan 0.806 Surut Sebelah Timur - Menengah 0.637 Arah Timur - Bawah 0.571 - Permukaan 0.557 Pasang - Menengah 0.482 Arah Barat - Bawah 0.412 Selat Nunukan - Permukaan 0.897 Surut Sebelah Utara - Menengah 0.677 Arah Tenggara - Bawah 0.535 - Permukaan 1.243 Pasang - Menengah 1.159 Arah Baratlaut - Bawah 1.156 Selat Nunukan - Permukaan 1.246 Surut Sebelah Selatan - Menengah 1.167 Arah Tenggara - Bawah 1.013 - Permukaan 0.890 Pasang - Menengah 0.760 Arah Baratlaut - Bawah 0.552 Tabel 4.3 Kecepatan Arus Maksimum Di 3 (tiga) Lokasi Pengukuran Diagram bunga arus dan peta arus di lokasi perairan Sebatik – Nunukan dapat dilihat pada Lampiran Data Arus. Hubungan Pola Arus dan Pasang Surut Penggambaran pola arus dan pasang surut dilakukan untuk melihat fenomena hubungan antara gerakan naik turunnya air laut (pasang surut) pengaruhnya terhadap pola arus disekitar lokasi daerah penelitian. Dari hasil penggambaran pola arus dan pasang surut untuk 3 (tiga) stasiun pengukuran memperlihatkan dengan jelas bahwa pola arus di lokasi survei sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya. Di daerah Selat Nunukan sebelah utara dan selatan saat air pasang arus bergerak kearah baratlaut sedangkan pada saat surut arus bergerak ke arah tenggara, sedangkan di perairan sebelah timur Nunukan saat pasang arus bergerak kearah barat sedangkan pada saat surut arus bergerak kearah timur. Kecepatan arus pada saat surut lebih besar dibandingkan kecepatan arus pada saat pasang. HASIL PENYELIDIKAN IV-11
  • 64. Laporan Akhir Gambaran hubungan pola arus dan pasang surut digambarkan dengan pada jelas pada Lampiran Data Arus. Dilihat dari gambaran tersebut terlihat bahwa kecepatan arus maksimum terjadi pada saat kondisi air sedang pasang dan sedang surut, sedangkan pada saat kondisi air pasang maksimum dan surut minimum kecepatan arusnya kecil atau terjadi “Slack Water”. Saat kondisi air pasang maksimum dan surut minimum terjadi pembalikan arah arus sesuai dengan kondisi pasang surutnya. 4.2.3 Pengamatan Gelombang Pengamatan gelombang dilakukan dibeberapa lokasi dengan cara pengamatan visual. Lokasi-lokasi tersebut adalah sepanjang pantai Tanjung Batulamampu di P. Sebatik dan Semengkadu di P. Nunukan. . Secara umum arah penjalaran gelombang di sekitar perairan Nunukan dan sekitarnya selama pengamatan berasal dari timurlaut-timur dengan tinggi gelombang rata-rata antara 20 – 50 cm dan periode gelombang 5 – 8 detik pada keadaan normal. Kondisi ini bisa berubah secara ekstrim hingga mencapai tinggi gelombang 100 - 150 cm saat angin bertiup kencang khususnya pada saat musim timur berlangsung, berdasarkan data iklim dari Bandar Udara Tarakan sepanjang tahun angin timur bertiup antara 6 - 8 bulan. Gelombang yang timbul di perairan ini selain yang dibangkitkan oleh angin juga gelombang yang ditimbulkan karena alun dari laut lepas, dimana gelombang ini juga cukup signifikan berpengaruh terhadap proses terjadinya abrasi pantai di sepanjang pantai yang mengarah ke Lepas pantai kecuali di Tanjung Batulampu sebagai akibat resistensi dari batuannya yang cukup keras. Pada keadaan normal tipe gelombang yang dominant adalah tipe plunging, sedangkan pada saat terjadi gelombang besar tipe HASIL PENYELIDIKAN IV-12
  • 65. Laporan Akhir gelombang yang terjadi adalah tipe surging dengan arah datang gelombang dominant tegak lurus pantai. 4.3 GEOFISIKA 4.3.1 PEMERUMAN Maksud di lakukannya pekerjaan pemeruman di wilayah perairan Sebatik – Nunukan Kalimantan Timur adalah dalam rangka tersediannya data dasar tentang kondisi dasar laut di daerah telitian sebagai kajian untuk mengetahui kondisi geologi. Lintasan pemeruman umumnya berarah timurlaut-baratdaya dengan lintasan silang berarah utara-selatan serta lintasan disekitar Selat Nunukan. Lintasan pengukuran mencapai kurang lebih 650 km. Data posisi yang disajikan berupa data koordinat setiap 2 menit pembacaan kedalaman. Data yang disajikan dalam bentuk tabel yang nantinya akan dikoreksi dengan pembacaan pasang surut kemudian akan diolah menjadi data kedalaman laut (batimetri). Kegiatan pengukuran pemeruman selalu dilakukan bersamaan dengan pengukuran penampang seismik hanya pada beberapa lintasan kegiatan ini dilakukan secara bersamaan (lihat gambar 4.1). Hasil pengukuran berupa penampang seismik yang menggambarkan keadaan sedimen dasar laut dan bawah laut serta struktur geologi. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) buah perahu kayu berukuran kurang lebih 10 ton untuk daerah survei dengan kedalaman lebih dari 2 meter, dan 1 (satu) perahu pancung untuk kedalaman kurang dari 2 meter (Shallow Sounding). Wahana perahu tersebut diperlengkapi dengan kelengkapan navigasi dan echosounder yang sama, yaitu sistem navigasi Differential Global Positioning System (DGPS) type C Nav 272281, perangkat lunak HASIL PENYELIDIKAN IV-13
  • 66. Laporan Akhir navigasi Hypack yang dijalankan pada sebuah komputer notebook dan 1 (satu) unit digital echosounder Odom Hydrotrac yang mempunyai ketelitian 0,1 m. Koreksi kedalaman dasar laut yang diterapkan untuk menghitung kedalaman yang sebenarnya (true depth) adalah koreksi pasang surut yang diperoleh dari pengamatan selama survei dan koreksi statis yaitu koreksi kedalaman laut terhadap posisi sensor echosounder. Koreksi statis sudah secara otomatis dilakukan oleh alat echosounder pada saat dilakukan kegiatan barcheck saat sebelum survei dan saat sesudah survei sehingga harga kedalaman laut yang terbaca adalah harga kedalaman yang sudah terkoreksi statis. Dalam tahapan pengolahan data, data hasil pemeruman ini dikoreksikan terhadap data pasang surut selama pengamatan. Data pasang surut ini diolah dengan menggunakan metode Admiralty untuk mendapatkan harga duduk tengah dan konstanta harmoniknya, selanjutnya dilakukan perhitungan analisis kombinasi untuk mendapatkan harga muka surutannya atau Chart Datum (Zo). Dari hasil perhitungan analisis kombinasi diperoleh harga Zo untuk stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk Sebatik sebesar 1.7 m. Harga Zo di stasiun pengamatan pasang surut tersebut digunakan untuk menyurutkan seluruh data batimetri yang sudah dikoreksi terhadap duduk tengahnya. Harga batimetri yang sudah disurutkan terhadap Chart Datum selanjutnya dibuat menjadi Peta Batimetri. Berdasarkan hasil ekstrapolasi dan intrapolasi dari titik-titik kedalaman dari setiap lokasi pengambilan data diperoleh Peta Kontur Batimetri (Gambar 4.2a, b) dengan kedalaman laut hasil pengukuran berkisar yang terdangkal 5 meter hingga yang terdalam 45 meter . HASIL PENYELIDIKAN IV-14
  • 67. Laporan Akhir Berdasarkan pola kontur kedalaman laut pada Peta Batimetri, morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi berdasarkan sistem perairannya, yaitu : - Morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka, yaitu perairan sebelah timur daerah telitian yang termasuk didalamnya pola kontur dari morfologi terumbu Karang Unarang. - Morfologi dasar laut di perairan selat, yaitu perairan Selat Nunukan dan selat lainnya. Perairan Laut Terbuka Kawasan perairan yang termasuk kedalam daerah perairan laut terbuka, yaitu : perairan sebelah timur P. Sebatik, perairan sebelah tenggara P. Nunukan, dan perairan sebelah timur P. Haus. Dilihat dari pola kontur kedalamannya morfologi dasar laut yang dominan di perairan ini secara umum terdiri dari perairan laut dangkal (kedalaman 0 – 10 m) dan perairan laut dalam (lebih besar dari 10 m). Perairan laut dangkal mempunyai ciri sebagai berikut : kemiringan morfologi dasar laut yang landai dengan kemiringan 0.04o – 0.19o, daerah surutan yang luas dengan gosong-gosong pasir yang muncul ke permukaan saat air laut surut rendah. Lokasi gosong-gosong pasir di pantai dilihat berupa kontur kedalaman yang renggang dan kontur-kontur tertutup yang berarah tenggara-baratlaut dengan kedalaman bervariasi antara 0 – 2 m dan melampar luas ke tengah laut. HASIL PENYELIDIKAN IV-15
  • 68. IV-16 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.2a. Peta Batimetri daerah telitian
  • 69. Laporan Akhir Gambar 4.2b. Peta Batimetri sekitar Karang Unarang HASIL PENYELIDIKAN IV-17
  • 70. Laporan Akhir Pola kontur ini mendominasi sebagian besar perairan pantai sebelah timur terutama perairan pantai P. Sebatik, pantai P. Nunukan dan pantai P. Haus. Sedangkan lokasi gosong di tengah laut seperti Gosong Makasar dan Gosong Padang keberadaanya diindikasikan oleh bentuk kontur kedalaman tertutup yang cukup rapat dengan arah barat-timur. Sedangkan untuk harga kedalaman laut yang lebih besar dari 10 m, perairan ini dicirikan oleh pola kontur yang rapat dengan sudut kemiringan mengarah ke tenggara. Harga kedalaman laut di lokasi perairan ini berkisar antara 10 – 70 m dengan kemiringan antara 0.35o – 0.57o. Lokasi Karang Unarang di sebelah timur daerah telitian terlihat sebagai suatu kontur tertutup yang relatif kecil. Perairan Selat Perairan selat yang dimaksud adalah perairan Selat Nunukan yang melingkupi P. Nunukan mulai dari perairan Nunukan sebelah timur, Nunukan sebelah utara, Nunukan sebelah barat hingga perairan Nunukan sebelah selatan dan perairan selat yang relatif cukup kecil dan sempit seperti selat di sebelah barat P. Tinambasan. Perairan Selat Nunukan bagian utara-timur dan bagian selatan mempunyai profil penampang morfologi dasar laut berbentuk huruf “U” dengan kedalaman laut berkisar antara 0 – 15 m, namun dibeberapa tempat ada yang lebih besar dari 15 m. Profil dasar laut di perairan ini diperlihatkan oleh pola kontur kedalamannya, dimana di pinggir selat kontur kedalaman relatif rapat dengan harga kedalaman berkisar antara 0 – 9 m sedangkan di tengah selat konturnya relatif renggang dengan harga kedalaman laut berkisar antara 10 – 15 m. Pola kontur rapat menunjukan bahwa kemiringan dasar laut di pinggir selat relatif cukup curam, sedangkan di tengah selat relatif landai. HASIL PENYELIDIKAN IV-18
  • 71. Laporan Akhir Sedangkan di perairan Selat Nunukan sebelah barat hingga baratlaut profil penampang morfologi dasar lautnya relatif lebih landai dengan kedalaman laut berkisar antara 0 – 8 m. Di sebelah barat terutama di daerah sekitar Tj. Cantik kontur 2 m relatif menjorok ketengah hampir bersatu dengan kontur 2 m yang terdapat di tengah selat, pola kontur ini menunjukan lokasi gosong- gosong pasir yang terdapat di lokasi ini. Gosong pasir ini mempersempit alur pelayaran sehingga mengganggu kapal-kapal yang keluar masuk Nunukan. Untuk perairan selat yang sempit kondisi morfologinya tidak berbeda jauh dengan kondisi morfologi daerah sungai, yaitu mempunyai daerah aliran berbentuk huruf “U”. 4.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL Pengambilan data seismik dangkal saluran tunggal dimaksudkan untuk mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan seperti tatanan struktur geologi, urutan sedimentasi (stratigrafi) yang teridentifikasi dalam rekaman seismik (analog record). Lintasan utama seismik berarah umumnya barat - timur (Peta Lintasan). Proses geologi bawah dasar laut dapat diketahui berdasarkan hasil interpretasi rekaman seismik pantul dangkal Dari beberapa contoh rekaman yang ditampilkan terlihat bahwa proses sedimentasi yang terjadi tidak menerus, hal ini diperlihatkan oleh pola konfigurasi reflektor yang tidak seragam dari masing-masing lintasan. Kondisi yang terjadi demikian merupakan hasil proses geologi, dimana sedimentasi terjadi mengikuti bentukan dari morfologi sebelum terjadi pengendapan. Bentukan morfologi dasar laut di daerah selidikan ditandai oleh adanya tinggian-tingian dasar laut yang merupakan batuan dasar, bentukan morfologi batuan dasar ini HASIL PENYELIDIKAN IV-19
  • 72. Laporan Akhir tidak seragam kadang kala terlihat bentuk cekungan atau morfologi berundak dan ada kalanya lapisan sedimen bawah permukaan ini seperti lapisan datar (flat) karena batuan dasarnya berada cukup jauh dibawahnya. Daerah telitian dengan memperhatikan pola reflektor yang ada terdiri atas 4 (empat) kelompok runtunan, masing-masing: (Gambar 4.3 & 4.4). Runtunan A Runtunan-A merupakan runtunan termuda dicirikan dengan pola reflektor berupa perlapisan yang menerus dan sejajar/paralel umumnya pola konfigurasi ini mempunyai kontinuitas rendah dan variasi amplitudo berjalan secara perlahan atau tidak ada sama sekali. Hal ini menunjukkan saat pengendapan dalam perioda yang tenang (Mitchum, 1977). Runtunan ini memiliki ketebalan yang paling tipis hanya berkisar antara 5 hingga 7.5 m, kemudian di bawahnya adalah runtuhan B yang merupakan batuan yang lebih muda. Batas atas unit A ini menerus hampir di semua lintasan terutama di bagian tengah daerah selidikan (sekitar Gosong Makasar hingga Karang Unarang) karena selain disebabkan oleh lemahnya energi, umumnya tertutup oleh karakter pantulan external, sehingga horizon reflektornya sulit diidentifikasi. Unit A ini dijumpai hampir di seluruh lintasan seismik di daerah selidikan Kecuali Lintasan di selatan / tenggara daerah penyelidikan dengan tatanan struktur geologi yang relatif tidak berkembang. Pola ini mengandung sedimen berbutir halus dan diendapkan di lingkungan yang berenergi rendah seperti delta yang mengalami depresi. Runtuhan ini diperkirakan sebagai sedimen baru berumur kuarter. Runtunan B HASIL PENYELIDIKAN IV-20
  • 73. Laporan Akhir Runtunan B pada beberapa lintasan terlihat berada secara tidak selaras di bawah runtunan A nampak pada Lintasan 11 dengan pola karakter refleksi berbentuk divergent (Mitchum, 1977), ketebalan runtunan ini sangat bervariasi yang secara umum berkisar antara 10 hingga 20 m. Runtunan ini dicirikan dengan pola reflektor berbentuk subpararel hingga divergent dengan di beberapa tempat mengalami penipisan serta terlihat kontak erosional membentuk channeling yang nampak pula pada Lintasan-5 yang merupakan kenampakan khas dari kompleks slope fan; Runtunan C Runtunan C terletak di bawah runtunan B secara tidak selaras yang dicirikan dengan pola reflektor dari subparalel hingga transparan, memiliki ketebalan 7.5 hingga 12 meter. Di lokasi tertentu khususnya di sekitar Karang Unarang (selatan Karang Unarang) seperti terlihat pada Lintasan Unarang-1 memperlihatkan sedimen transparan yang mengisi channel yang dibentuk oleh struktur graben dengan arah relatif barat - timur yang diduga berumur Mio- pliosen; Runtunan D Runtunan D merupakan runtunan tertua sekaligus sebagai batuan dasar akustik di daerah telitian. Pada runtunan ini terlihat adanya struktur patahan yang berkembang hingga sesar, selain itu terlihat pula beberapa struktur lipatan berupa antiklin. Khusus untuk lokasi di sekitar Karang Unarang pola umum struktur yang berkembang memiliki arah baratlaut-tenggara (relatif sama dengan pola struktur di daratan Kalimantan Timur). HASIL PENYELIDIKAN IV-21
  • 74. IV-1 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.3. Penampang Seismik Lintasan 4
  • 75. IV-2 Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN Gambar 4.4. Penampang Seismik Lintasan Unarang 1
  • 76. Laporan Akhir 4.4 GEOLOGI KELAUTAN 4.4.1 KARAKTERISTIK PANTAI Pengamatan karakteristik pantai dilakukan sepanjang pantai daerah penyelidikan. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara visual dan deskriptif. Tujuan dari pengamatan karakteristik pantai adalah untuk mengetahui secara detail kondisi pantai daerah penyelidikan kaitannya dengan pemetaan garis pantainya (Gambar 4.5). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan kawasan pantai di daerah penyelidikan pada umumnya merupakan pantai berbakau dengan profil pantai dari landai hingga curam. Kawasan pantai di daerah penyelidikan secara garis besar terdiri dari kawasan pantai P. Sebatik, pantai Pulau Nunukan, pantai Pulau Nunukan Selatan, dan pantai Pulau Haus. Kawasan Pantai Pulau Sebatik Kawasan pantai Pulau Sebatik terbentang sepanjang Pulau Sebatik mulai dari perbatasan Indonesia – Malaysia di timur sampai dengan perbatasan Indonesia – Malaysia di barat dengan panjang pantai seluruhnya kurang lebih 58 km. Kondisi pantainya sebagian besar terdiri dari pantai mangrove dengan kondisi cukup kritis khususnya di sekitar Sei Pancang dan Sei Nyamuk (Foto 4.1) dan hanya sebagian kecil pantai berpasir, yaitu di kawasan pantai sekitar Sei Taiwan dan Batulamampu (Foto 4.2 dan 4.3). Dilihat dari profil batimetrinya pantai sebelah timur hingga selatan mempunyai karakteristik profil pantai yang landai, sedangkan pantai sebelah barat karakteristik pantainya relative lebih curam. HASIL PENYELIDIKAN IV-24
  • 77. Laporan Akhir HASIL PENYELIDIKAN IV-25
  • 78. Laporan Akhir Foto 4.1 Pantai dengan hutan mangrove dengan kerapatan rendah di Sei Pancang (pada saat pasang), P. Sebatik Foto 4.2 Pantai Berpasir di sekitar Sei Taiwan, P. Sebatik HASIL PENYELIDIKAN IV-26