Laporan ini menyajikan hasil penelitian geologi dan geofisika di perairan Sebatik, Kalimantan Timur. Penelitian ini menghasilkan peta batimetri, sebaran sedimen dasar laut, dan struktur geologi berupa lipatan di dasar laut yang dipengaruhi oleh formasi di darat. Hasil penelitian diharapkan dapat mendukung perencanaan pembangunan di kawasan pesisir tersebut."
1. LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN
PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN
PROPINSI KALIMANTAN TIMUR
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
BANDUNG
2006
2. PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN
SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2005
LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN
PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN
PROPINSI KALIMANTAN TIMUR
OLEH:
TIM SEBATIK
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN
SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI
KELAUTAN
2005
3. Laporan Akhir
Sari
alah satu aktivitas penting Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL)
S semenjak berdiri (tahun 1984) hingga saat ini adalah melakukan
penelitian pantai dan lepas pantai perairan Indonesia. Salah satu
kegiatan pada Tahun Anggaran 2005 yaitu penyelidikan di Perairan Sebatik
dan sekitarnya yang dimaksudkan memberikan masukan kepada pemerintah
setempat dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan
pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur guna mempertahankan dan
melestarikan potensi sumber daya laut serta perubahan lingkungan
sekitarnya.
Hasil dari pemeruman memperlihatkan, morfologi dasar laut daerah telitian
dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu. morfologi dasar laut daerah perairan
laut terbuka dan morfologi dasar laut di perairan selat. Kedalaman laut
sepanjang lintasan berkisar antara 0 hingga 45 meter. Bagian terdalam
terlampar mulai dari bagian Karang Unarang ke arah timur.
Rekaman seismik yang diperoleh dengan memperhatikan pola reflektor yang
ada dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok runtunan. Hal lain
adalah adanya gambaran reflector yang mencerminkan kemiringan dan
kemenerusan antiklin ternyata dapat diikuti hingga ke bawah dasar
laut,dimana pada singkapan di darat dari formasi-formasi Sajau, Tabul dan
Meliat juga membentuk struktur lipatan (antiklin) yang berarah relatif
baratlaut tenggara.
Secara umum sedimen permukaan dasar laut hasil kegiatan pengambilan
conto dasar laut terdiri dari: Terumbu Karang, Lanau, Lanau Pasiran,
Lempung, Pasir, Pasir Lanauan dan Pasir Sedikit Kerikilan.. Sedimen ini
umumnya mengandung Mineral berat berupa: magnetit, hematit,
hornblende, limonit, zirkon, dolomit dan pirit.
Foraminifera bentik yang diselidiki menunjukkan adanya variasi morfologis
dari genus Asterorotalia yang berkaitan dengan kondisi lingkungan setempat.
Kerusakan cangkang dari genus Elphidium ditemukan pada beberapa titik
lokasi yang menunjukkan adanya faktor fisik seperti lingkungan berenergi
tinggi atau faktor biologis seperti aktivitas bakteri sebagai penyebab cangkang
tersebut rusak.
SARI iii
4. Laporan Akhir
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedudukan lokasi Indonesia yang terletak antara benua Asia dan
Australia, dan terdiri dari sekitar 17.000 Pulau-pulau besar dan
kecil, dan mempunyai pesisir terpanjang kedua setelah Kanada,
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar
didunia. Keadaan ini menjadikan Indonesia kaya akan sumberdaya
alam kelautan, tetapi potensi ini belum banyak dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat
Kebijakan pembangunan selama ini juga lebih berorientasi kepada
pengembangan kegiatan di daratan di bandingkan di pesisir dan
lautan sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan
kelautan terabaikan. Walaupun pengembaangan sektor kelautan
sudah ada, tetapi berjalan tanpa perencanaan yang terpadu. Hal ini
disebabkan oleh minimnya data, tidak adanya konsepsi yang jelas
dalam menentukan langkah-langkah perencanaan maritim, serta
belum ada lembaga yang menangani pengelolaan sumberdaya
kelautan secara khusus.
Kawasan pesisir memiliki potensi alam sangat besar karena kaya
akan sumber daya hayati dan non hayati sehingga kawasan pesisir
potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat.
Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir
Kabupaten Kendari harus ditunjang oleh keberadaan data
pendukung dan data unggulan untuk mempertahankan dan
PENDAHULUAN
I -1
5. Laporan Akhir
melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil
kerugian yang terjadi akibat salah perencanaan. Salah satu
perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan
pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi.
Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut
dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di
bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman
lebih dari 200 meter. Daerah ini terdiri dari gugusan pulau-pulau
kecil dan dibagian utara berbatasan dengan daratan Kalimantan
yang merupakan bagian dari Malaysia.
Daerah ini penting dari segi geo-politik dan geo-ekonomi dengan
masalah utama adalah penetapan perbatasan Indonesia – Malaysia
pasca Sipadan – Ligitan, karena setelah sengketa Sipadan – Ligitan
selesai dengan kekalahan klaim Indonesia atas kedua pulau
tersebut di Mahkamah Internasional, maka garis batas Indonesia –
Malaysia berubah dan sampai sekarang perundingan perbatasan
antara kedua negara belum menghasilkan kesepakatan mengenai
perbatasan tersebut.
Dari segi ekonomi daerah ini merupakan salah satu titik keluar
masuknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di
Malaysia serta lalu lintas perdagangan antara Indonesia – Malaysia
yang sudah berlangsung cukup lama.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya bahwa Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi dan
Sumberdaya Mineral adalah merupakan salah satu instansi
pemerintah yang memiliki peranan penting dalam penelitian di
bidang kelautan. Akan tetapi selama ini kemampuan untuk
memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut tersebut masih
sangat terbatas jika dibandingkan dengan luas wilayah laut
Indonesia itu sendiri. Disamping itu juga laut memiliki dimensi
PENDAHULUAN
I -2
6. Laporan Akhir
pengembangan yang lebih luas dibanding dengan daratan, maka
oleh sebab itu laut lebih mempunyai keragaman potensi alam yang
dapat dikelola.
Salah satu kegiatan yang mendukung di dalam pengelolaan
sumberdaya kelautan di wilayah nusantara ini adalah melalui
pemetaan geologi dan geofisika kelautan terutama pemetaan
cekungan sedimenter Tersier.
Penyelidikan geologi dan Geofisika kelautan merupakan realisasi
dari program penelitian tersebut dengan mengambil lokasi di daerah
Pesisir Sebatik dan sekitarnya.
Informasi mengenai tatanan geologi dan geofisika khususnya di
daerah lepas pantai Pesisir Sebatik dan sekitarnya masih relatif
minim. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi
peluang bagi para peneliti yang terlibat dalam program tersebut
untuk mengembangkan hasil penelitiannya yang dapat bermanfaat
bagi pendayagunaan potensi kelautan nusantara khususnya di
daerah-daerah perbatasan. Dilain sisi dalam perencanakan
pembangunan khususnya aspek pencegahan bencana abrasi
maupun sedimentasi di kawasan pesisir diperlukan suatu kajian
mengenai daya dukung kawasan terhadap pembangunan
infrastruktur sebagai sarana atau fasilitas utama. Dengan demikian
studi geoteknik kelautan, geofisika dan hidro-oseanografi
merupakan aspek studi yang utama.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Maksud diusulkannya kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan data
geologi dan geofisika kelautan daerah Sebatik dan sekitarnya, untuk
mengetahui potensi Sumberdaya Mineral serta mendukung
PENDAHULUAN
I -3
7. Laporan Akhir
perencanaan dan pengembangan kawasan pesisir daerah telitian
khususnya Perairan Sebatik dan sekitarnya, Kabupaten Nunukan,
sehingga dari penelitian ini akan mendapatkan informasi berbagai
aspek geologi, geofisika, geologi teknik kelautan yang dipadukan
dengan pengamatan/observasi parameter hidro-oseanografi.
Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan kegiatan lapangan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Tahun
Anggaran 2005 untuk mengetahui kondisi geologi dan geofisika
kelautan di perairan tersebut yang dapat dijadikan sebagai data
dasar dalam perencanaan pembangunan di daerah tersebut. dan
tentunya diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan
oleh pemerintah daerah setempat khususnya dan instansi terkait
lainya.
Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah memberi masukan kepada
para pengambil keputusan khususnya yang berkaitan dengan
penyelesaian masalah di daerah perbatasan, dimana data geologi
dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
1.3 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH
Lokasi daerah usulan penyelidikan adalah perairan pulau Sebatik
dan sekitarnya, secara administrasi termasuk Kecamatan Sebatik
dan Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan
Timur. Secara geografis terletak pada posisi 3º 51’ 11.40” - 4º 11’
34.06” LS dan 117º 31’ 38.262” - 118º 7’ 10.1784” BT.(Gambar
1.1)
PENDAHULUAN
I -4
8. I -5
Laporan Akhir
PENDAHULUAN
Gambar 1.1. Peta Lokasi Kegiatan
9. Laporan Akhir
Kesampaian daerah dapat dijangkau dengan pesawat terbang dari
jakarta ke Tarakan, kemudian dari tarakan menggunakan speed
boat ke Nunukan atau lewat jalur laut dengan kapal Pelni (KM.Awu,
KM.Tidar, KM.Dobonsolo, KM.Agoamas) yang singgah di Nunukan
kira-kira setiap 2 minggu sekali dengan route kota-kota pelabuhan
di Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur.
1.4 PELAKSANAAN PENELITIAN
Pangkalan kerja penyelidikan terletak di Kecamatan NmunukaN dan
Sebatik, Kabupaten Nunukan berada dekat lokasi penyelidikan..
Proses pelaksanaan penyelidikan diawali dengan pengumpulan data
sekunder, digitasi peta dasar, pengenalan lapangan
(recoinassance), pengambilan data lapangan, analisa laboratorium,
pengolahan data, dan pembuatan laporan. Adapun waktu
pelaksanaan penyelidikan dibagi dalam dua tahapan yaitu pada
tahap pertama selama 37 hari dari tanggal 31 Mei s/d 6 Juni 2005
dan tahap ke dua dari tanggal 25 Juli sd 16 Agustus 2005.
Mengingat lokasi penelitian berada dalam lokasi perbatasan RI –
Malayasia sehingga dalam pelaksaanan kegiatan survey mengalami
sedikit hambatan khususnya pada lokasi yang mendekati daerah
perbatasan dengan Malaysia yang sering dilakukan pemeriksaan
surat ijin survey. Akan tetapi dengan diikut-sertakannya Security
Officer dari TNI-AL maka koordinasi lapangan relatif berlangsung
dengan baik.
1.5 KEMANFAATAN PENYELIDIKAN
Manfaat dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
kondisi geologi sekitar pesisir daerah telitian saat ini akibat abrasi
pantai serta proses yang mengakibatkannya serta keberadaan
potensi sumber daya mineral khususnya yang berada di sekitar
PENDAHULUAN
I -6
10. Laporan Akhir
perairannya sebagai bagian dari rona awal kondisi sumber daya
alam di daerah penelitian sehingga dapat dipergunakan sebagai
salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah.
1.6 LUARAN
Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah berupa laporan
Hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di daerah telitian yang
dilengkapi dengan peta-peta antara lain : Lintasan Survei, Lokasi
Pengambilan Contoh, Kedalaman Dasar Laut (batimetri), Sebaran
Sedimen Permukaan Dasar Laut, serta identifikasi karakteristik
pantai, potensi keberadaan sumber daya mineral yang semuanya
tersusun dalam format GIS sehingga mudah untuk diedit dan
perbaharui.
1.7 SISTEMATIKA LAPORAN
Dalam penulisan laporan diterapkan susunan yang sedemikian
rupa,dengan maksud untuk menjelaskan keseluruhan kegiatan
lapangan khususnya masalah gambaran regional daerah telitian,
metodologi penyelidikan yang dilakukan, pengolahan data serta
interpretasi dari data yang diperoleh dalam Sistem Informasi
Geografis.
Berikut adalah sistematika penulisan bab – bab yang ada dalam
laporan ini :
PENDAHULUAN
I -7
11. Laporan Akhir
Tabel 1.1. Sistematika Penulisan Laporan
Nomor Judul Bab Tujuan
Menjelaskan tentang Latar Belakang
BAB I Pendahuluan Masalah, Maksud dan tujuan, lokasi
survei, serta Luaran.
Menjelaskan gambaran singkat
Tinjauan Umum / kondisi geologi regional daerah
BAB II
Geologi Regional telitian,stratigrafi ,struktur serta
kontrol tektonik yang berlangsung.
Menjelaskan secara metode
Metode Penelitian
lapangan yang dilakukan serta alat-
BAB III dan alat yang
alat yang digunakan, termasuk
digunakan
kegiatan / proses laboratoriumnya
Menjelaskan mengenai data
lapangan yang diperoleh serta ,
BAB IV Hasil Penelitian
pengolahan datanya, analisis dan
data hasi penelitian
Membahas tentang hasil interpretasi
BAB V Pembahasan data lapangan yang diperoleh serta
data yang hasil analisa lab.
Merupakan bab terakhir dari laporan
BAB VI Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
yang diperoleh
1.8 PERSONIL PELAKSANA
Personil pelaksana kegiatan penyelidikan ini sebagai berikut :
1. Yogi Noviadi S.T (Ketua Tim)
2 Ir. Noor Cahyo D. (Ahli Geologi)
3 Ir. Akrom Mustafa (Ahli Teknik Sipil)
4 Ir. Masagus Ahmad (Ahli Geologi)
5 Ir. Tommy Naibaho (Ahli Geologi)
6 Ir. Koesnadi HS (Ahli Geofisiska)
PENDAHULUAN
I -8
13. Laporan Akhir
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Secara regional kondisi geologi daerah penelitian merupakan bagian
dari kawasan Indonesia Barat. Perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman
kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan
laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Secara
regional daerah Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan
bagian dari Cekungan Tarakan, yang memiliki struktur utama
berupa sumbu lipatan berarah barat laut-tenggara
Ada lebih kurang 11 pulau di perairan Sebatik dan sekitarnya serta
puluhan gosong-gosong pasir dan daerah karang. Dari sekian
banyak pulau hanya Pulau Sebatik dan Nunukan yang tersusun oleh
batuan sedimen, terdiri dari perselingan batupasir, lanau dan
lempung. Sedangkan pulau-pulau lainnya merupakan endapan
aluvial delta yang telah ditumbuhi mangrove dan membentuk pulau.
2.1. Pola Tektonik
Berdasarkan bukti geologi (tektonik dan penyebaran cekungan)
daerah telitian secara umum merupakan kelanjutan alamiah dari
Kalimantan Timur dan Selat Makasar (Gambar 2.1& 2.2). Kondisi
serta pola sebaran kerak samudra dan batuan dasar menunjukkan
bahwa daratan Kalimantan Timur merupakan Continental Crust
(Kerak Benua) dan perairan Blok Ambalat merupakan Oceanic Crust
(Kerak Samudra) yang berumur Pliosen – Eosen.
GEOLOGI REGIONAL
II-1
14. Laporan Akhir
Gambar 2.1. Peta sebaran kerak samudra dan batuan dasar di perairan
Blok Ambalat sebagai satu kesatuan dengan perairan
Selat Makassar (Prasetyo, 1992).
Gambar 2.2. Elemen-elemen tektonik P. Kalimantan dan P. Sulawesi
(BPPKA, 1996)
GEOLOGI REGIONAL
II-2
15. Laporan Akhir
Kerak samudra tersebut penyebarannya mulai bagian tengah Selat
Makassar hingga bagian barat daratan Sebatik. Di bagian tengah
kerak Samudra Swelat Makassar terdapat daerah Active
Spereading, yaitru suatu daerah bukaan dan penurunan secara
aktif.
2.2. Pembentukan Cekungan Tarakan Dan Potensi Migas
Wilayah sekitar perairan pantai Kalimantan Timur dan Selat
Makassar memiliki karakter geologi yang sama. Proses sedimentasi
dan suplai sedimen yang membentuk seluruh cekungan Kalimantan
Timur termasuk Blok Ambalat yang kaya dengan migas berasal dan
dikontrol oleh interaksi sistem aliran daratan Kalimantan (fluvial
processes) dan sistem oseanografi Selat Makassar (tidal processes).
Sebagai bukti, sedimentasi oleh sungai-sungai besar di Kalimantan
Timur bagian utara seperti S. Sebuku, S. Sembakung dan S.
Sesayang masih berlangsung dan berlanjut hingga sekarang dengan
pembentukan delta muda (resent deltaic) yang menyerupai bentuk
tipe Delta Mahakam Muda (Resent Mahakam Deltaic) seperti P.
Sebatik, P. Nunukan, P. Buyu, P. Mandul, P. Tarakan, P. Ligitan dan
P. Sipadan. Delta Mahakam oleh Golloway (1975) diperkenalkan
sebagai salah satu tipe delta dunia yang disebut Tipe Delta
Mahakam (Mahakam Delta Type). Tetapi sesungguhnya daratan
Kalimantan Timur bagian utara sebagai delta yang lebih tua, jauh
sebelum kondisi sekarang telah membentuk kipas delta yang
menyebar ke arah laut mulai perairan bagian selatan hingga utara
Kalimantan Timur termasuk P. Ligitan dan P. Sipadan. (Gambar 2.3
& 2.4)
Proses-proses sedimentasi yang berlangsung diimbangi pula oleh
proses tektonik yang memisahkan P. Sulawesi dan P. Kalimantan
(extension fault of Makassar Strait). Pemisahan menimbulkan akibat
menurunnya dasar cekungan dan terbentuknya patahan kecil
GEOLOGI REGIONAL
II-3
16. Laporan Akhir
Gambar 2.3 Peta geologi Cekungan Tarakan (BPPKA, 1996)
Gambar 2.4. Pola tektonik dan penyebaran cekungan Kalimantan Timur.
Blok Ambalat termasuk dalam Cekungan Tarakan, di bagian
utara dibatasi oleh Patahan Palu-Koro (Koesumadinata, 1994).
GEOLOGI REGIONAL
II-4
17. Laporan Akhir
l (minor fault) bertingkat membentuk tangga dengan bidang
patahan membentuk garis lurus hampir sejajar dengan garis pantai.
Namun karena suplai sedimen dari sistem aliran S. Sebuku, S.
Sembakung dan S. Sesayang yang cukup besar, patahan tersebut
tertutup oleh sedimen muda (resent sediment). Oleh karena adanya
kontrol waktu geologi yang panjang, cekungan yang terisi sedimen
tersebut membentuk cekungan hidrokarbon yang cukup besar dan
tebal yang disebut sebagai Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai.
Sebagian dari Cekungan Tarakan membentuk sub cekungan
Ambalat yang kemudian membentuk suatu kesatuan dan kesamaan
ciri dan model diagram seluruh cekungan Kalimantan Timur
(diagrammatic stratigraphic succession of East Kalimantan) - (Allen,
1979 dan Katili, 1980).
Cekungan Kalimantan Timur terdiri dari tiga cekungan besar, yaitu:
Cekungan Barito di bagian selatan, Cekungan Kutei di bagian
tengah sekitar S. Mahakam dan Cekungan Tarakan di bagian utara
(Koesumadinata, 1994). Cekungan Tarakan mencakup perairan
Kalimantan Timur bagian utara dan Blok Ambalat termasuk bagian
timur Sabah. Ketiga cekungan tersebut dipisahkan dua patahan
besar yang memotong Selat Makassar. Patahan terbesar adalah
Patahan Palu – Koro yang membujur dari Teluk Bone (Sulawesi
Selatan) memotong Selak Makassar hingga utara Sabah. Blok
Ambalat yang termasuk dalam Cekungan Tarakan tersebut berada
di bagian selatan Patahan Palu - Koro. Berdasarkan pola tektonik
tersebut, Cekungan Kutei dan Cekungan Tarakan berada dalam satu
kesatuan pola tektonik (tectonic setting) Kalimantan Timur, di
bagian selatan dan utara kedua cekungan tersebut dipisahkan oleh
dua patahan besar tadi.
Cekungan Tarakan menyebar cukup luas mulai dari Tinggian
Makaliat hingga selatan Sabah. Di bagian tengah Cekungan Tarakan
GEOLOGI REGIONAL
II-5
18. Laporan Akhir
terdapat tinggian-tinggian yang lebih kecil ukurannya. Tinggian-
tinggian (antiklin) yang berkembang umumnya berah baratlaut-
tenggara membentuk lapisan sedimen yang cukup tebal yang
dikenal sebagai lapisan pembawa hidrokarbon. Berdasarkan kondisi
geologi dan hasil survei seismik & pemboran yang dilakukan
beberapa perusahaan migas, potensi migas di Blok Ambalat adalah:
minyak mencapai 770 MBBO dan gas mencapai 1.959 BCFG.
Walaupun potensi tersebut tidak sebesar di Blok Bukat, namun bila
termasuk Blok Ambalat Timur, makia potensi tersebut akan jauh
lebih besar lagi.
Ciri-ciri lain dari Blok Ambalat dengan perairan lainnya di
Kalimantan Timur adalah kesamaan morfologi dasar laut, bentuk
paparan dan pola oseanografi (gelombang, arus dan pasang surut).
Hasil Survei Geologi Kelautan di perairan Kalimantan Timur bagian
tengah tahun 1999 (Gambar 2.5) menunjukkan pola perlapisan
batuan dan penyebaran terumbu karang yang sama untuk seluruh
perairan di Kalimantan Timur. Oleh sebab itu, berdasarkan hal
tersebut maka kesatuan dan kelanjutan alamiah kontinen
Kalimantan Timur di Blok Ambalat tak terbantahkan.
2.2 Geologi daerah P. Sebatik dan sekitarnya
Keadaan geologi sekitar daerah telitian dan sekitarnya berdasarkan
sumber data dari pusat penelitian dan pengembangan geologi
kelautan peta lembar geologi tarakan dan sebatik yang disusun oleh
S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995.(Gambar 2.6.)
2.2.1 Stratigrafi
Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik adalah sebuah antiklin yang
sumbunya memanjang dari arah barat laut ke tenggara dimana
GEOLOGI REGIONAL
II-6
19. II-7
Laporan Akhir
GEOLOGI REGIONAL
Gambar 2.5. Rekaman seismik yang menunjukkan bentuk paparan dan lereng kontinen
Kalimantan Timur (Survei PPPGL, 1998).
20. Laporan Akhir
batuan di kawasan perbukitan cenderung lunak, mudah terkikis,
mudah longsor dan beberapa diantarnya mudah mengembang (
Swelling ) hal tersebut terjadi pada singkapan- singkapan alam
lapisan tanah tertutup (soil) umunya tipis.
berdasarkan peta geologi tersebut batuan yang terdapat di daerah
studi terdiri dari (Gambar 2.7):
A. Endapan Alluvial (Holosen)
berupa endapan pantai, sungai, dan rawa yang terdiri dari
lumpur, lanau, pasir, kerikil dan koral uang bersifat lepas.
terutama di sepanjang aliran sungai sungai, pantai dan rawa
B. Formasi Sajau (Plestosen)
terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lempung, batu lanau dan
batu bara, lignit dan kolongmerat. setruktur sedimen :
pelasisan silang siur planar dan mangkok bioturbasi, perairan
sejajar, bintil besi,mengandung fosil kayu umumnya
karbonan. formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvial
sampai delta dan tabel 600-2000 meter.
C. Formasi Tabul ( Miosen Akhir)
terdiri dari perselingan batu lempung, batu lumpur, batu
pasir, batu gamping, dan batu bara, di bagian atas umumnya
gampingan. fosil petunjuk tidak ditemukan kecuali pecahan
foram besar cylocypeus sp, operculina sp. yang berumur
miosen tengah, dengan pengendapannya delta sampai laut
dangkal, tebal formasi diperkirakan 600 meter.
GEOLOGI REGIONAL
II-8
21. II-9
Laporan Akhir
GEOLOGI REGIONAL
Gambar 2.6 Geologi Regional Daerah Perairan Sebatik Kalimantan Timur
(S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)
22. Laporan Akhir
D. Formasi Meliat (Miosen Tengah)
terdiri dari perselingan batu pasir, batu lempung dan
serpihan. dengan sisipan batu bara berstruktur lapisan
bersusun, bioturbasi dan mengandung bintal batu gamping,
dengan kandungan fosil globigerina bulodes, globigerinaoides
obliquus, operculina, flosculinella bernenis. formasi ini diduga
diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai delta paralik.
tabel formasi diperkirakan 800-1000m dan ditindih selaras
oleh Formasi Tabul
E. Sumbatan dan retas (Pleistosen)
terdiri dari andesit, basal,dan desit. andesit, forfirit, dengan
fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar halus
mengandung plagioklas, kuarsa, piroksen,hornblende, bijih
dan kaca gampingan, sebagian terkloritkan. basal berbutir
halus – afanitik. dasit, forfiris dengan fenokris plagioklas,
kuarsa dan muskovit dalam masadasar plogioklas dan
kuarsa.terkarbonatkan dan saritasi. batuan menerobos
Formasi Sinjin.
2.2.2 Struktur Geologi
Dari hasil pengamatan pada peta geologi serta pengamatan
morfologi di lapangan , struktur geologi yang terdapat di lembar
Tarakan dan Sebatik adalah lipatan, sesar dan kelurusan. lipatan
berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan berarah barat
laut-tanggara dan melibatkan semua formasi batuan dilembar
Tarakan dan Sebatik.
GEOLOGI REGIONAL
II-10
23. Laporan Akhir
Gambar 2.7 Skema Stratigrafi Perairan Sebatik Kalimantan Timur
(S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)
GEOLOGI REGIONAL
II-11
24. Laporan Akhir
Sesar yang dijumpai pada umumnya berupa sesar normal yang
merupakan hasil pengaktifan kembali sesar-sesar yang terbentuk
sebelumnya. sesar dan kelurusan umunya berarah barat laut-
tenggara dan beberapa berarah barat daya-timur laut. di beberapa
tempat sesar-sesar ini ditempati batuan beku. sebagian dari
struktur yang ditemukan di lembar tarakan dan sebatik ini di
tafsirkan dari citra SAR
Dari pengamatan struktur sedimen dan komposisi batuan tersier,
pada umumnya di duga daerah lembar tarakan dan sebatik telah
mengalami beberapa kali kegiatan tektonika. pengendapan pada
kala tersier diawali oleh pengendapan batu gamping, foraminifera
dan sedimen turbidit dari formasi sembakung pada lingkungan laut
dangkal sampai laut dalam.
Pengangkatan “ daratan sunda “ yang berlangsung pada akhir eosen
telah diikuti oleh penurunan dasar cekungan secara perlahan-lahan
mulai dari kala oligosen sampai miosen akhir. periode ini
merupakan masa pengendapan dalam pola regresi hampir di
seluruh cekungan tarakan yang mengahsilkan endapan paralik
sampai laut dalam yang membentuk runtuhan batuan dari formasi
naintupo, meliat dan tabul. bersam dengan periode ini di daerah
daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang
menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan
batuan beku granitan.
Periode tektonik selanjutnya berlangsung pada akhir miosen atau
awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa
terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang
ditandai dengan pembentukkan endapan paralik – fluvial delta
seperti batu pasir, batu bara dan batu lempung dari formasi sajau.
pada fase ini juga didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api ya g
menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan
GEOLOGI REGIONAL
II-12
25. Laporan Akhir
andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan
tektonik terakhir terjadi kala plistosen menghasilkan perlipatan dan
sesar yang membentuk struktur geologi seperti sekarang.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa
struktur lipatan antara lain berupa antilkin dan sinklin sinklin.
struktur patahan (sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan.
Formasi Naintupo, Meliat dan Tabul. bersama dengan periode ini
didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang
menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan
batuan beku granitan.
Periode tektonik selanjutnya pada akhir miosen atau awal pliosen
sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan
pengangkatan kembali tepi cekungan yang ditandai dengan
pembentukkan endapan paralik – fluvial seprti batu pasir, batu
bara, dan batu lempung dari formadsi sajau. pada masa ini juga
didaerah daratan terjadi kegiatn gunung api yang menghasilkan
batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan andesit, dasit
dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik
terakhir terjadi pada kal plistosen menghasilkan perlipatan dan
sesar yang membentuk struktur geologi seprti sekarang.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa
struktur lipatan antara lain berupa antiklin dan sinklin sinklin.
struktur patahan( sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan.
GEOLOGI REGIONAL
II-13
26. Laporan Akhir
BAB III
METODA DAN PERALATAN
PENYELIDIKAN
Metoda penyelidikan meliputi penentuan posisi, pengamatan
parameter hidro-oseanografi, perekaman data geifisika,
pengamatan kondisi geologi termasuk karakteristik pantai dan
percontohan sedimen serta analisa laboratorium.
3.1 PENENTUAN POSISI
Penentuan posisi dan lintasan survey dari seluruh kegiatan lapangan
yang diinstal di kapal menggunakan Differential Global Positioning
System (DGPS) TYPE C NAV 272281 (Foto 3.1) yang telah
diintegrasikan dengan personal computer (pc) atau laptop sehingga
dapat langsung diakses dan diproses di lapangan sedangkan untuk
kegiatan di darat dan pantainya menggunakan garmin iii plus. Alat
ini bekerja dengan dukungan minimal 8 (delapan) satelit, dimana
setelah diaktifkan dan deprogram akan terlihat posisi titik-titik
koordinat secara geografis dalam bentuk lintang dan bujur dengan
bidang proyeksi universal transver mercator (utm) yang dapat
disimpan dan langsung dibaca pada layer monitor, dimana PDOP
yang diambil kurang dari 2.
Pengambilan data lintasan penelitian kedalaman dasar laut
dilakukan dengan rentang waktu setiap 1 (satu) menit, begitu pula
untuk data lintasan seismik. Sebelum melaksanakan pengambilan
METODA & PERALATAN
III -1
27. Laporan Akhir
data, target posisi kapal disesuaikan dengan rencana lintasan yang
telah diplot kedalam perangkat GPS, sehingga semua olah gerak
kapal, termasuk arah haluan (heading), posisi kapal (pos), arah
terhadap target berikutnya (azimuth) maupun jaraknya dapat
dipantau dan diikuti melalui monitor.
Foto 3.1 Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281
Alat penunjang penentu posisi adalah theodolit, waterpass yang
dilengkapi oleh statif dan rambu ukur. Datum yang digunakan
dalam survei ini adalah WGS-84 sesuai datum pada peta dasar.
Cara pengukuran, terutama untuk pengukuran kontinyu pada
lintasan kapal untuk pemetaan kedalaman laut, diperoleh dari
pengolahan data digital posisi menggunakan Paket Program
Modifikasi PPPGL. Dalam hal kehilangan data akibat posisi orbit
satelit, digantikan oleh asumsi gerak linear kapal pada haluan dan
kecepatan kapal yang konstan.
3.2 HIDRO-OSEANOGRAFI
Penyelidikan geofisika dan hidro-oseanografi merupakan salah satu
metoda penting dalam pemetaan dinamika pantai dari sudut
METODA & PERALATAN
III -2
28. Laporan Akhir
pertimbangan karakteristik laut lokal. Parameter laut yang akan
diamati antara lain meliputi :
Pengukuran pasang surut, arus (secara statis dan dinamis) dan
gelombang.
3.2.1 PENGUKURAN PASANG SURUT
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara
hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama
bulan dan matahari. Pengukuran pasang surut dilaksanakan dengan
menggunakan rambu pasang surut yang diamatai setiap interval 1
(satu) jam selama survey berlangsung khususnya untuk koreksi
terhadap kedalaman hasil pemeruman.
Dengan menggunakan Bench Mark (BM) yang sudah ada, maka
lokasi pengukuran pasang surut diasumsikan base station untuk
pengukuran posisi lintasan kapal. Tujuan dari pengukuran pasang
surut ini adalah untuk menghitung nilai koreksi terhadap peta
batimetri.
Data hasil pengukuran dengan interval pengukuran satu jam
tersebut diuraikan menjadi komponen harmonik. Hal ini
dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, dari
nilai amplitudo dan periode masing-masing komponen pasang surut
tersebut dapat di analisis karakteristik pasang surutnya melalui
penjumlahan komponen pasang surut yang ada.
Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini
adalah metode harmonik British Admiralty untuk menghitung
konstanta harmonik yang terdiri atas: paras laut rata-rata (mean
sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan)
komponen utama pasang surut, yaitu: M2, S2, N2, K1, O1, M4,
MS4, K2 dan P1; dengan keterangan sebagai berikut:
METODA & PERALATAN
III -3
29. Laporan Akhir
An :
Amplitudo harmonik ke-n
g(O) :
Fase perlambatan
S0 :
Paras laut rata-rata
M2 :
Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi
bulan
S2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi
matahari
N2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan
jarak bulan
K2 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan
jarak matahari
O1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan
P1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
matahari
K1 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
matahari dan bulan
M4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh pengaruh
ganda M2
MS4 : Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh interaksi
antara M2 dan S2
Konstanta harmonik di atas diperoleh melalui persamaan
harmonik :
A(t) = S0 + ∑ An cos(wt.Gn)
A(t) : Amplitudo
S0 : Tinggi paras air laut rata-rata di atas titik nol
rambu amat
An : Amplitudo komponen harmonik pasang
surut
Gn : Fase komponen harmonik pasang surut
N : Konstanta yang diperoleh dari perhitungan
astronomis
wt : Waktu
Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung kedudukan
muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah terendah.
Selanjutnya data ini digunakan untuk mengoreksi harga batimetri.
METODA & PERALATAN
III -4
30. Laporan Akhir
Koreksi dilakukan dengan cara mengoreksi harga batimetri terhadap
harga muka air rata-rata di lokasi pengamatan, selanjutnya data
hasil koreksi ini dikurangkan terhadap posisi air rendah terendah
yang dijadikan patokan.
Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut
setiap hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan
dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi
gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsur-
unsur pasang surut ganda utama. Perbandingan ini dinamakan
bilangan Formzahl yang mempunyai persamaan:
A(O1) + A(K1)
Harga indeks Formzahl (F) =
A(M2) + A(S2)
3.2.2 Pengukuran. Arus
Pengukuran arus dimaksudkan untuk mendapatkan data kecepatan
dan arah arus yang merupakan penyebab terjadinya pengangkutan
sedimen (sedimen transport) baik di dekat muara sungai atau di
laut. Peralatan pengukuran arus statis menggunakan :
Valeport/106 (Foto 3.2) dengan meletakkan alat tersebut disuatu
tempat yang dipengaruhi oleh arus. Pengamatannya dilakukan
setiap satu jam sekali selama minimal 26 jam. Alat diturunkan pada
kedalaman setiap 0.6 kali kedalaman air.
3.2.3. Pengukuran Gelombang
Salah satu penyebab perubahan garis pantai adalah diakibatkan
oleh aksi gelombang serta dapat juga menimbulkan kerusakan-
kerusakan pada bagunan pinggir pantai dengan adanya pengikisan
(abrasi) dan pemacuan proses sedimentasi. Oleh karena itu
karakteristik dan mekanisme gelombang ini perlu dipelajari dengan
METODA & PERALATAN
III -5
31. Laporan Akhir
melakukan pengamatan gelombang dan pemisahan frekuensi
kejadian angin. Peralatan yang dipergunakan adalah : peilschall
gelombang
Foto 3.2 Alat pengukururan arus
Statis Type Valeport/106
3.2.4 Analisa Data Angin
Analisis ini merupakan bagian dari analisis gelombang. Data angin
permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kendari.
Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap
arah angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan
lebih dari 10 knot karena dianggap dapat membangkitkan
gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974).
3.3 GEOFISIKA
Metoda penelitian geosisika meliputi pemeruman dan perekaman
seismik pantul dangkal. Posisi koordinat data pemeruman dan
seismik dibaca dalam waktu selang 2 menit.
METODA & PERALATAN
III -6
32. Laporan Akhir
3.3.1 Pemeruman (Sounding)
Pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk mengukur dan
mengetahui kedalaman dasar laut daerah penelitian berikut pola
morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini menggunakan alat perum
gema Echosounder 200/50 KHz merk Odom Hydrotrack (Foto 3.3)
yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang
suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut.
Kemudian gelombang suara yang dikirim ke permukaan dasar laut
dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver tranducer. Sinyal-
sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk
grafis maupun digital.
Posisi transducer echosounder berada 0,5 meter dari permukaan air
di sebelah kiri kapal dan berjarak lebih-kurang 3 meter dari antena
GPS.
Foto 3.3 Instrumen pengukur kedalaman dasar laut Echosounder 200/50
KHz tipe Odom Hydrotrack
Data pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman
laut sebagai bahan pembuatan peta kedalaman laut (batimetri),
mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut.
Selain itu juga untuk pengontrol hasil rekaman seismik dan
pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut.
METODA & PERALATAN
III -7
33. Laporan Akhir
Data hasil pembacaan alat yang diperoleh dilakukan suatu koreksi
terhadap data hasil pengamatan pasang surut dengan penentuan
kedalaman yang terkoreksi yaitu terhadap muka air rata-rat (MSL).
Adapun Persamaan yang digunakan adalah sbb:
C = B - MSL
E=D-C+d
dengan :C = Faktor koreksi pasang surut
B = Nilai tinggi air/pasang surut terukur di lapangan
D = Nilai kedalaman tanpa koreksi
E = Nilai kedalaman terkoreksi
D = faktor draft kapal
3.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL
Seismik pantul dangkal saluran tunggal bekerja dengan prinsip
pengiriman gelombang akustik yang ditimbulkan oleh Boomer ke
bawah permukaan laut dan Hidrofone menerima kembali sinyal
yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal
yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak sebagai
penampang horison-horison seismik pada kertas rekaman.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh ketebalan lapisan
termuda (isopach) terutama yang diduga sebagai tempat
terakumulasinya mineral berat permukaan dasar laut dan untuk
mengetahui penyebaran serta penerusannya secara horisontal
berikut interpretasi ketebalannya.
Metoda ini menggunakan sistem perangkat seismik pantul dangkal
berresolusi tinggi tipe sparker cumi (Foto 3.4) dengan sumber
energi 300 joule, lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan
pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan
menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik
oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang
batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya.
METODA & PERALATAN
III -8
34. Laporan Akhir
Gelombang atau signal yang dipantulkan oleh permukaan dasar laut
akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 8-12 meter di
belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel hydrophone
sepanjang 3-5 meter untuk direkam oleh graphic recorder . Filter
dibuka antara 800 hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan
kecepatan firing 1 second dan kecepatan sweep ½ second
kemudian direkam menggunakan graphic recorder EPC/1086 (Foto
3.5).
3.3.3 SIDE SCAN SONAR
Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lateral dari
permukaan dasar laut serta rona dari material penyusunnya. Alat ini
terdiri dari tow fish yang berfungsi
mengirim gelombang akustik ke bawah permukaan laut sekaligus
menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media
lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan
tampak gambaran lateral serta rona dari permukaan dasar laut yang
direkam dalam . laptop guna dilakukan pemrosesan lanjut.
Dalam kegiatan lapangan ini digunakan jenis alat Side Scan Sonar
Type Klein 3000 (Tow Fish) (Foto 3.6)
3.4 GEOLOGI KELAUTAN
Penyelidikan geologi kelautan meliputi pengamatan karakteristik
pantai, pengambilan contoh sedimen pantai maupun sedimen
permukaan dasar laut.
METODA & PERALATAN
III -9
35. Laporan Akhir
Foto 3.4
Perangkat seismik Sparker Cumi
Foto 3.5
Panel perekaman data seismik analog dari model EPC/1086
METODA & PERALATAN
III -10
36. Laporan Akhir
Foto 3.6
Alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish)
3.4.1 Pemetaan Karakteristik Pantai
Pengamatan dan pemetaan karakteristik pantai dilakukan dengan
peta kerja dari DISHIDROS dan BAKOSURTANAL untuk mengetahui
sampai sejauh mana pengaruh energi laut (arus, gelombang) dan
aktivitas manusia terhadap
perkembangan pantai (maju dan mundurnya garis pantai)dengan
cara pengamatan visual di lapangan terutama dilakukan untuk
mengetahui beberapa parameter pantai antara lain :
• Morfologi pantai dengan pengukuran profil pantai untuk
mengetahui perbedaan relief pantai.
• Kondisi geologi dengan cara diskripsi dan pengambilan contoh
batuan/material penyusun pantai dan tingkat resistensinya,
penetuan posisi dengan GPS, selanjutnya dari contoh tersebut
METODA & PERALATAN
III -11
37. Laporan Akhir
dianalisa besar butirnya sehingga dapat menjelaskan tentang
pasokan sedimen.
• Karakteristik garis pantainya meliputi jenis pantainya, kondisi
garis pantainya (abrasi, sedimentasi, stabil, arah pengangkutan
sedimen), dan identifikasi jenis tumbuhan pantai.
Hasil akhir dari pemetaan karakteristik pantai disajikan berupa peta
yang nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar
pengembangan kawasan pantai.
3.4.2 PENGAMBILAN CONTOH SEDIMEN PANTAI DAN DASAR
LAUT
Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan bersamaan dengan
karakteristik pantai. Sedimen yang diambil berupa sedimen lepas
berukuran pasir yang terletak di daerah gisik pantai (beach) dan
diambil menggunakan sekop kecil atau tangan lalu dimasukkan ke
dalam kantong plastik.
Pengambilan contoh sedimen dasar laut ini dilaksanakan secara
sistematik pada lokasi-lokasi yang diharapkan mewakili keseluruhan
daerah penyalidikan. Selanjutnya contoh sedimen tersebut
dideskripsi dan dianalisa di laboraturium sehingga nantinya dari
data-data tersebut akan dihasilkan suatu peta sebaran sedimen
permukaan dasar laut.
Peralatan pengambil contoh sedimen dasar laut terdiri dari :
Pemercontoh comot / Grab Sampler (Foto 3.7)
METODA & PERALATAN
III -12
38. Laporan Akhir
3.4.3 BOR TANGAN
Yang dimaksud pemboran disini ialah guna mendapatkan contoh
tanah asli dan tanah tidak asli yang direncanakan pada beberapa
lokasi terpilih. Adapun alat yang digunakan berupa bor tangan jenis
Hand Auger (Foto 3.8).
3.4.4 PEMBORAN INTI
Yang dimaksud pemboran inti yaitu kegiatan pengambilan contoh
batuan/tanah baik yang terganggu maupun tidak terganggu, serta
memperoleh data Standart Penetration Test (SPT) dari tiap lapisan
guna mendapatkan contoh untuk dianalisa lebih teliti dan
mengetahui kondisi vertikal dari batuan/tanah daerah penyelidikan.
Kegiatan Pemboran ini dilakukan pada dua lokasi dengan masing-
masing kedalaman 60 m. (Foto 3.9). Diharapkan dari data
pemboran ini akan didapat informasi selengkap-lengkapnya meliputi
keadaan geologi, sifat fisis dan mekanis yang dapat ditentukan baik
melalui proses penyelidikan lanjutan di laboratorium maupun
dengan melakukan percobaan-percobaan setempat.
Foto 3.7 Pemercontoh Inti Comot / Grab Sampler
METODA & PERALATAN
III -13
39. Laporan Akhir
Foto 3.8 Pelaksana pengambilan contoh dengan bor tangan
Foto 3.9 Pelaksana pemboran inti
METODA & PERALATAN
III -14
40. Laporan Akhir
3.5 ANALISA LABORATORIUM
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di lapangan, baik
merupakan kegiatan analisa di laboratorium maupun kegiatan
penafsiran dari data-data yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini
pada dasarnya meliputi:
3.5.1 Analisa Besar Butir
Analisis besar butir dihasilkan dari pengambilan contoh dengan grab
sampler berkisar antara 1 Kg hingga 1,5 Kg . Tujuan dari
pengambilan contoh ini adalah untuk mengetahui sebaran sedimen.
Data yang dianalisis sebanyak 0,5 kg, dan sisanya disimpan pada
cool storage di PPPGL Cirebon. Secara umum analisis besar butir ini
dilaksanakan melalui metoda pengayakan dan pipet, kemudian
diklasifikasi menurut Klasifikasi Folks (1980). Prosedur umum
laboratorium untuk analisis besar butir dapat diterangkan sebagai
berikut (Foto 3.10):
a. Sampel basah + 1 Kg di aduk homogen
o
b. Sampel basah + 500 gram dikeringkan pada suhu 110 Celcius
c. Setelah sampel kering, ditimbang untuk berat asal sebanyak
100 gram
d. Sampel direndam + sehari semalam, selanjutnya dimasukkan
pada sampel stirrer (pengaduk contoh), supaya butiran lebih
cepat terpisah
e. Sampel basah dengan saringan 4 phi, untuk memisahkan
butiran lumpur dengan butiran di atasnya
f. Sampel pan (di bawah 4 phi) dan butiran di atasnya
dikeringkan
g. Sampel butiran di ayak kering dengan menggunakan sieve
shaker, dengan interval ayakan 0,5 phi + 10 menit (ayakan
mulai dari -2,0 phi s/d 4,0 phi)
METODA & PERALATAN
III -15
41. Laporan Akhir
h. Hasil tiap ayakan ditimbang dan ditulis dalam bentuk tabular
i. Jika hasil ayak basah lebih dari 20 gram (lebih dari 20%)
sampel diambil 20 gram untuk dipipet, jika kurang dari 15
gram sampel tidak dipipet
j. Untuk sampel yang berdasarkan hasil deskripsi ahli geologi
berbutir lumpur/lempung, pengerjaannya langsung dikeringkan
contoh basah + 100 gram, setelah dikeringkan, diambil 20
gram contoh untuk berat asal pipet
k. Pemipetan memakai tabung gelas dengan volume 1000 ml dan
pipa kapiler 20 ml, untuk mendapatkan ukuran butiran
4,5,6,7,8 phi.
3.5.2 Analisa Sayatan Oles
Metode analisa sayatan oles diperoleh dengan cara meletakkan
sejumlah sedimen lepas pada permukaan kaca preparat lalu
kemudian dilem dengan menggunakan Canada Balsam lalu ditutup
lagi oleh kaca preparat. Preparasi contoh yang sudah siap ini
kemudian diperiksa dibawah mikroskop binokuler mengenai
kelimpahan Biogenik, bukan biogenik, dan Autigenik serta ukuran
besar butir sedimen lepas yang diperiksa.
3.5.3 Analisa Mineral Berat
Terdapat beberapa metoda untuk memisahkan jenis mineral yang
terdapat di dalam sedimen lepas (pasir, lanau, dan lempung) antara
lain: pemisahan mineral magnetik (magnetik separator), pemisahan
dengan cairan berat (heavy liquid) (Foto 3.11). Standar pengujian
dan klasifikasi yang digunakan adalah secara petrografi (point
counter method) dengan menggunakan mikroskop binokuler
(Muller, 1967).
METODA & PERALATAN
III -16
42. Laporan Akhir
Metoda Cairan Berat (Heavy Liquid) yang digunakan untuk studi
analisis mineral berat umumnya dilakukan pada sedimen pasir yang
berukuran butir antara 0.05 mm dan 0.063 mm (3 phi, pasir
sedang-halus). Mineral berat yang dianalisis adalah mineral yang
mempunyai Berat Jenis (BJ) lebih besar dari 2.88 gr/cc (cairan
Bromoform). Berat contoh sedimen dengan ukuran butiran diatas
yang umum adalah lebih kurang 20 gram yaitu untuk mengurangi
penggunaan cairan Bromoform yang tidak efisien. Cairan pembilas
Bromoform dari mineral berat dan mineral ringan lainnya yang
digunakan adalah Benzol, CCl4 yaitu cairan khusus pembilas
Bromoform agar BJ Bromoform-nya relatif lama bisa digunakan.
Temperatur dan kelembaban ruang juga sangat berpengaruh
terhadap perubahan BJ Bromoform.
Mineral berat yang terkonsentrasikan hasil cairan berat dipisahkan
dari mineral magnetik dan bukan magnetik dengan menggunakan
magnet tangan dan Electromagnetic Separator untuk mendapatkan
prosentase dan jenis mineral magnetik yang lebih rinci.
Metoda petrografi berdasarkan sifat-sifat fisik optik mineral tersebut
digunakan untuk mengetahui jenis mineral berat magnetik dan
bukan magnetik secara lebih akurat.
3.5.4 Analisa Fosil Mikrofauna
Analisis mikrofauna dilakukan dari contoh sedimen dasar laut yang
dikoleksi dengan menggunakan penginti jatuh bebas (gravity corer)
dan penginti comot (grab sampler). Di laboratorium preparasi
contoh, dengan berat kering yang sama (25 gram), kemudian
contoh sedimen kering dicuci dengan menggunakan ayakan
METODA & PERALATAN
III -17
43. Laporan Akhir
berukuran bukaan 2, 3, dan 4 phi. Contoh hasil cucian dari masing-
masing ayakan kemudian dikeringkan dalam oven dan siap
Foto 3.10 Perangkat pengayakkan besar butir untuk sedimen kasar (a) dan
sedimen halus/ lumpur (b)
Foto 3.11
Lemari asam untuk analisa mineral berat secara wet method
METODA & PERALATAN
III -18
44. Laporan Akhir
digunakan untuk studi mikrofauna. Studi mikrofauna yang meliputi
ostracoda dan foraminifera dilakukan pada empat puluh tujuh
contoh sedimen hasil cucian (washed residue). Analisis ostracoda
dilakukan hingga tingkat spesies bila memungkinkan dan
perhitungan spesimen / individu tiap spesies/jenis. Sedangkan
analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding
dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan
ostracoda. Kemudian di lakukan penghitungan indeks diversitas
/H(S) yaitu nilai keanekaragaman spesies dalam setiap contoh yang
diperoleh dari rumus Shannon-Weaver dalam suatu paket program
komputer yang dibuat oleh Bakus (1990) yaitu:
H’ = - Σpi log pi
dimana:
H’ = indeks diversitas/keanekaragaman
pi = ni /N
Σ = jumlah
ni = jumlah spesimen dari spesies i1, i2, i3, dst
N = jumlah total spesimen
3.5.5 Analisa Geoteknik
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan
dari contoh tanah/sedimen hasil pemboran tersebut telah dilakukan
beberapa pengujian di laboraturium atau pengujian mekanika tanah
”Engineering Properties” pada contoh tanah tidak terganggu
(Undisturb Sample). Disamping itu dilakukan juga pengujian “Index
Properties” berupa “grains size analysis” terhadap contoh tanah
terganggu (disturbed sample) pada contoh bor inti terpilih,
sedangkan untuk mengetahui kerapatan relatif material/sedimen
berdasarkan nilai SPT.
METODA & PERALATAN
III -19
45. Laporan Akhir
Klasifikasi tanah yang umumnya digunakan untuk kepentingan
geoteknik adalah klasifikasi USCS. Klasifikasi tanah dari sistem ini
pertama kali diusulkan oleh Arthur Cassagrande (1942).
Tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), distribusi dari tanah
berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringnya lewat
satu unit saringan standar (ASTM), jika prosentase lolos saringan
No. 200 kurang dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan
adalah G = kerikil (gravel), S = pasir (sand),
W = gradasi baik (Well-graded), P = gradasi buruk (poorly graded).
Sedangkan tanah berbutir halus, jika prosentase lolos saringan No.
200 lebih dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah
M = lanau, C = lempung dan O = organik. Berdasarkan data hasil
sampling yang dianalisis menggunakan metoda pengujian besar
butir diperoleh hasil pada umumnya adalah dari jenis butiran
umumnya berukuran kasar.
Uji konsolidasi
Data yang diperoleh dari uji konsolidasi disajikan dalam bentuk
penurunan terhadap waktu dan tergambar dalam bentuk kurva
(Lampiran hasil uji konsolidasi). Selanjutnya kurva tersebut dapat
dipergunakan untuk memperoleh tingkat konsolidasi.
Koefisien konsolidasi (Cv)
Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada suatu contoh
tanah terdapat dua metoda grafis yang umum dipakai untuk
menentukan harga Cv yaitu metoda logaritma-waktu (logarithm of
time method) yang diperkenalkan oleh Casagrande dan fadium
(1940), sedangkan metoda yang lain adalah metoda akar waktu (
Square root of time method) yang diperkenalkan oleh Taylor
METODA & PERALATAN
III -20
46. Laporan Akhir
(1942). Metoda yang kedua tersebut adalah metoda yang dipakai
dalam penentuan harga koefesien konsolidasi (Cv).
Harga koefisien refleksi tersebut didapat dari rumus :
0,848 X H2
Cv = ---------------
T90
Dimana :
T90 = waktu untuk mencapai 90% konsolidasi
H = ½ tinggi benda uji rata-rata
Penurunan tanah akibat pembebanan pada masing-masing lokasi
dapat dilihat pada lampiran hasil pengujian konsolidasi.
Indeks pemampatan (Compression indeks, Cc)
Nilai Indeks pemampatan Cc, didapat melalui penggambaran harga
angka pori e terhadap log p (lihat lampiran V hasil pengujian
konsolidasi). Harga indeks pemampatan dapat digunakan untuk
menghitung besarnya penurunan yang terjadi sebagai akibat
konsolidasi. Disamping itu, harga indeks pemampatan ini dapat
digunakan untuk menghitung harga coefisient of compressibility
(av), harga coefisient of volume compressibility (mv) dan harga
koefsien rembesan (k).
Indeks pemampatan (Cc) berhubungan dengan berapa besarnya
konsolidasi atau penurunan yang akan terjadi, sedangkan koefisien
konsolidasi (Cv) berhubungan dengan berapa lama suatu
konsolidasi tertentu akan terjadi.
Pengujian kuat geser (Triaxial)
Pengujian kuat geser dari contoh tanah di daerah telitian dilakukan
hanya pada beberapa contoh yang mewakili yaitu berupa contoh
tanah asli (undistubed-sample) dan contoh tanah terganggu
METODA & PERALATAN
III -21
47. Laporan Akhir
(disturbed-sample), namun semua contoh tersebut tersimpan di
dalam tabung dengan maksud menjaga kondisinya terutama kadar
air dan susunan tanah dilapangan. Kuat geser tanah adalah gaya
perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan
atau tarikan. Dengan dasar pengetian ini, bila tanah mengalami
pembebanan akan ditahan oleh :
• Kohesi tanah tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya,
tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada
bidang gesernya.
• Gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus
dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya.
Kuat geser tidak memiliki satu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Keadaan tanah, angka pori ukuran butir dan bentuk butir.
Jenis tanah seperti, pasir, berpasir, kerikil, lempung, atau jumlah
relatif dari bahan-bahan yang ada.
Kadar air, terutama untuk lempung (sering berkisar dari sangat
lunak sampai kaku, tergantung pada nilai w).
Jenis beban dan tingkatnya, beban yang cepat akan
menghasilkan tekanan pori yang berlebih.
Anisotropis, kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar
akan berbeda jika jika dibandingkan dengan kekuatan yang
sejajar dengan bidang tersebut.
Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh
Coulomb (1773), sebagai :
s = c + vσ
Dimana :
s = kuat geser pada bidang yang ditinjau
METODA & PERALATAN
III -22
48. Laporan Akhir
c = kohesi atau pengaruh tarikan antar partikel, hampir tidak
tergantung pada tegang normal pada bidang.
σ = tegangan normal pada bidang yang ditinjau
v = koefisien friksi antara bahan-bahan yang bersentuhan.
Persamaan diatas disebut kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-
Coulomb, dimana garis selubung kegagalan dari persamaan
tersebut dilukiskan dalam lampiran.
Tegangan-tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah
rumus Coulomb dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut:
s = c' + (σ-u) tg φ'
s = c' + σ' tg φ'
dengan
c' = kohesi tanah efektif
σ' = tegangan normal efektif
u = tekanan air pori
φ' = sudut gesek dalam tanah efektif
Kuat geser tanah juga bisa dinyatakan dalam bentuk
tegangan-tegangan efektif σ1' dan σ3' pada saat keruntuhan terjadi.
Lingkaran Mohr dalam bentuk lingkaran tegangan, dengan
koordinat-koordinat γ dan σ', seperti yang terlihat pada lampiran
data pemeriksaan triaxial.
Persamaan tegangan geser, dinyatakan oleh:
γ = 1/2 (σ1' - σ3') sin 2θ
σ =1/2(σ1' +σ3')+1/2(σ1' -σ3') cos 2θ
dengan θ adalah sudut teoritis antara bidang horizontal dengan
bidang longsor, yang besarnya:
θ = 45° + φ' / 2
METODA & PERALATAN
III -23
49. Laporan Akhir
Prosedur uji kuat geser
Pelaksanaan uji kuat geser tanah lempung di daerah telitian dengan
cara ”unconsolidated undrained” (tanpa terkonsolidasi-tanpa
drainasi), dimaksudkan untuk mendapatkan nilai seperti pada
kondisi tempat aslinya, dimana angka pori benda uji pada
permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya pada tempat
kedalaman contohnya.
Benda uji mula-mula dibebani dengan penerapan tegangan sel
(tegangan keliling), kemudian dibebani dengan beban normal,
melalui penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan.
Pada penerapan tegangan deviator selama penggeserannya, tidak
diizinkan air keluar dari benda ujinya. Jadi selama pengujian katup
drainasi ditutup. Karena pada pengujiannya air tidak diizinkan
mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran tanahnya.
Pertama, tegangan sel (σ3) diterapkan, setelah itu tegangan
deviator (Δσ) dikerjakan sampai terjadi keruntuhan. Untuk
pengujian ini :
- Tegangan utama mayor total = σ3 + Δσf = σ1
- Tegangan utama minor total = σ3
Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan
dalam persamaan :
su = cu = σ1 - σ3 = Δσf
2 2
Penafsiran uji kuat geser
Data yang diperoleh dari uji kuat geser disajikan dalam bentuk
kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-Coulomb tergambar dalam
bentuk kurva (Lihat lampiran hasil uji kuat geser). Selanjutnya
kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai kohesi
tanah (c) dan sudut gesek dalam tanah.
METODA & PERALATAN
III -24
50. Laporan Akhir
3.5.6 Analisa Geokimia dan Lainnya
Analisa ini dilakukan dengan metoda Atomic Absorption
Spectrometric (AAS); (Foto 3.9) untuk mengindentifikasi secara
khusus unsur logam seperti Au, Cu, Zn dll termasuk konsentrasinya,
analisa unsur utama (major element) guna mengetahui komposisi
utama pembentuk batuan, selain juga diperlukan analisa titrasi
untuk mengetahui beberapa unsur (senyawa) tertentu.
Foto 3.9
Seperangkat alat AAS (tabung pengukur unsur & display
3.5.7. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)
Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok
pertikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari
0.002 mm, yang disebut mineral lempung. Tanah lempung
mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.
Macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung
(Kerr,1959) diantaranya terdiri dari kelompok-kelompok
motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Analisa tanah
lempung berdasarkan SEM dimaksudkan untuk mengetahui
kelompok-kelompok dari mineral lempung tersebut.
METODA & PERALATAN
III -25
51. Laporan Akhir
Preparasi contoh tanah dilakukan dengan pemecahan contoh sesuai
pecahan aslinya untuk mendapatkan mikrostruktur dari cintoh
aslinya, dengan menggunakan lem konduktif (Dotite dan pasta
perak) ditempelkan pada specimen holder dan dibersihkan dengan
hand blower untuk menghilangkan debu-debu pengotor.
Selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) oleh gold-paladium (Au
:80% dan Pd :20%), dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC-
1100 akan didapatkan tebal lapisan 400 amstrong. Coating ini
dimaksudkan agar benda uji yang akan dilakukan pemotretan
menjadi penghantar listrik. Contoh/benda uji dimasukan kedalam
specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35 C), untuk dilakukan
pemotretan.
3.5.8. Analisa X Ray Diffraction (XRD)
Dengan meningkatnya keteraturan struktur kristal tetrahedral SiO4
atau derajat kristalisasinya, mineral silika non- dan mikrokristalin
dapat diurutkan sebagai berikut: opal-A, opal-CT, opal-C, tridimit,
kristobalit, dan kuarsa. Karena ukurannya yang lebih halus dari 50 µ
m, mineral-mineral ini sulit dibedakan secara petrografi.
Salah satu metode yang dapat membedakannya adalah metode
difraktometer sinar-X (XRD = X-ray Diffraction) yang menganalisis
mineral berdasarkan struktur kristalnya. Silika non-kristalin, disebut
opal-A, memberikan pola XRD yang amorf, yaitu menunjukkan
sebuah hump (undukan) dengan intensitas maksimum di sekitar 4
Å. Silika mikrokristalin sendiri terbagi menjadi opal mikrokristalin
(opal-C dan opal-CT), tridimit, kristobalit, dan kuarsa. Opal
mikrokristalin mempunyai hump di sekitar 4 Å yang lebih tajam
dengan intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan opal-A sebagai
hasil peningkatan keteraturan struktur kristal silika (tetrahedral
SiO4). Tridimit dan kristobalit mempunyai struktur kristal yang
METODA & PERALATAN
III -26
52. Laporan Akhir
berlapis teratur, tetapi keduanya mempunyai spasi lapisan SiO4
yang berbeda. Oleh karena itu, tridimit menunjukkan dua peak
(puncak) XRD yang intensif pada 4,11 Å dan 4,33 Å, sedangkan
untuk kristobalit peak tersebut muncul pada 4,04 Å dan 2,49 Å.
Kuarsa merupakan mineral silika paling stabil dan mempunyai
struktur kristal tetrahedral SiO4 paling teratur. Pola XRD-nya
menunjukkan dua peak difraksi utama di posisi 3,34 Å dan 4,26 Å.
Difraktometer sinar-X yang digunakan adalah Goniometer Difraksi
Phillips dengan monokromator grafit dan dikontrol dengan
perangkat lunak Diffraction Technology VisXRD. Kondisi
pengoperasian adalah pada 40 kV dan 20 mA dengan menggunakan
radiasi CuKα (γ 1=1,5405 Å dan γ 2=1,5443 Å).
Kalibrasi dengan standar eksternal silikon (99,99% Si) dan
menggunakan kecepatan goniometer sebesar 0,6°2θ /menit dengan
interval 0,01° menunjukkan penurunan spasi-d (d-spacing) peak
XRD di ~4 Å hingga 0,008 Å atau peningkatan sudut 2-theta
sebesar 0,07° dibandingkan dengan referensi JCPDS yang
dikeluarkan oleh The International Centre for Diffraction Data.
Akurasi pengukuran kristalinitas silika dengan metode XRD
dilakukan dengan menggunakan serbuk silikon sebagai standar
internal dan goniometer berkecepatan 0,6°2θ /menit dengan
interval 0,01°. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi intensitas-
maksimum akan berkisar kurang dari 0,4°2θ untuk sebuah hump
dan tidak lebih dari 0,02°2θ untuk sebuah peak, sedangkan lebar
yang diukur pada setengah intensitas-maksimum akan mempunyai
kisaran hingga 0,3°2θ untuk sebuah hump dan kurang dari 0,03°2θ
untuk sebuah peak.
METODA & PERALATAN
III -27
53. Laporan Akhir
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
4.1 PENENTUAN POSISI
Lintasan penentuan posisi dan lintasan survey hasil dari
pemanfaatan Differential Global Positioning System (DGPS) type C
NAV 272281 yang terinstal di kapal survei dan telah diintegrasikan
dengan Personal Computer (PC) atau laptop (Gambar 4.1a,b,c)
yang memperlihatkan gambaran total lintasan sepanjang
pemeruman 650 kilometer dengan panjang lintasan seismik
sepanjang 381 kilometer, lintasan side scan sonar dengan panjang
48 kilometer, dengan jumlah contoh sedimen permukaan dasar laut
sepanjang 59 lokasi. Serta 11 lokasi pengambilan contoh bor tangan
disepanjang pesisir P. Nunukan dan P. Sebatik.
Pengambilan data lintasan posisi dilakukan setiap saat selama kapal
berolah gerak mengikuti lintasan yang telah direncanakan
sebelumnya, namun untuk memudahkan di dalam penggambaran
dan dengan alasan teknis seperti kesesuaian dengan metode survei
lain seperti seismik dan pemeruman terhadap waktu, maka waktu
dan posisi yang terplotting dalam peta lintasan posisi diambil setiap
rentang 1 menit. Selain itu pula penentuan posisi diperlukan pada
saat penyelidikan karakteristik pantai dan pengambilan contoh
sedimen pantai, menentukan lokasi pengukuran pasang surut, dan
pengukuran arus statis.
HASIL PENYELIDIKAN
IV-1
54. IV-2
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.1a. Peta Lintasan Pemeruman dan Seismik Pantul Dangkal
55. IV-3
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.1b. Peta lintasan Side Scan Sonar
56. IV-4
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.1c. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut, Bor Tangan dan Pemboran
57. Laporan Akhir
4.2 HIDRO-OSEANOGRAFI
4.2.1 PENGAMATAN PASANG SURUT
Kegiatan pengamatan pasang surut pada survei ini dilakukan untuk
mendukung kegiatan pemeruman di laut. Pengamatan pasang
surut ini dilakukan di 1 lokasi pengamatan yaitu di Dermaga Sei
Nyamuk, Sebatik secara kontinyu dari tanggal 3 Juni s/d 2 Juli 2005
ditambah pengamatan selama 15 hari dari tanggal 29 Juli s/d 12
Agustus 2005 pada saat kegiatan pemeruman berlangsung.
Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan rambu
ukur pasang surut. Pengamatan dengan menggunakan alat rambu
ukur ini data direkam setiap selang 1 jam. Data hasil pembacaan
pasang surut ini kemudian dianalisis sehingga akan memeperoleh
harga bilangan Formzahl serta sebagai koreksi dalam hasil kegiatan
pemeruman sehingga menghasilkan peta batimetri.
Data pengamatan pasang surut selama kegiatan pemeruman
berlangsung dilampirkan pada Lampiran Data Pasang Surut
berikut dengan kurva pasang surutnya.
Analisa Data Pasang Surut dan Muka Surutan
Konstanta Harmonik Pasang Surut
Data hasil pengamatan pasang surut ini selanjutnya diolah dengan
menggunakan metode British Admiralty untuk mendapatkan
konstanta harmonik (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1)
yang berupa amplitudo dan fasanya.
Hasil akhir perhitungan konstanta harmonik ini adalah sebagai
berikut:
HASIL PENYELIDIKAN
IV-5
58. Laporan Akhir
So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A
19.6 5.5 2.0 3.2 0.2 2.8 0.1 0.6 0.5 0.1
(cm)
g (o ) 153.0 144.2 256.8 80.7 365.8 390.4 109.2 144.2 80.7
Tabel 4.1 Tabel Konstanta Harmonik pasang surut daerah telitian
- Dimana :
A Amplitudo pasang surut
G Sudut Kelambatan phase
So Level muka laut rata-rata diatas titik nol rambu
M2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi bulan
S2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi matahari
N2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
lintasan bulan yang berbentuk elips
K2 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
lintasan matahari yang berbentuk elips
K1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari
O1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan
P1 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari
M4 Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak 2x
MS4 Konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara M2 dan
S2
Hasil perhitungan metode Admiralty secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran Data Pasang Surut.
Berdasarkan harga perbandingan konstanta harmonic pasang surut
di atas diperoleh harga bilangan Formzahl di stasiun pengamatan
pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 0.4067792
Harga bilangan Formzahl di ini menunjukan bahwa tipe pasang
surut pada stasiun pengamatan pasang surut adalah tipe campuran
dominan ganda artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam waktu 24 jam. Sedangkan tunggang air maksimum
berdasarkan harga pasang surut hasil pengamatan selama 30 hari
adalah tunggang air maksimum di stasiun pengamatan pasang
surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 3.0 m
HASIL PENYELIDIKAN
IV-6
59. Laporan Akhir
Muka Surutan (Chart Datum)
Tahap selanjutnya dalam pengolahan data pasang surut untuk
mengoreksi data batimetri adalah perhitungan muka surutan (Chart
Datum) dan air tinggi tertinggi berdasarkan pada harga konstanta
pasang surut tersebut di atas. Perhitungan muka surutan dan air
tinggi ini digunakan untuk meghitung berbagai referensi elevasi
atau datum vertikal, HWS (level muka air pasang tertinggi) dan
LWS (level muka air surutan terendah). Elevasi yang lazim
digunakan sebagai level acuan ketinggian adalah LWS. Dengan
demikian seluruh pengukuran batimetri, ataupun titik pangkal di
darat mengacu pada datum LWS sebagai titik nol. Hasil analisa
pasang surut berikut perhitungan muka surutan (chart datum) dan
muka air tertinggi dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang
Surut..
Berdasarkan hasil perhitungan muka surutan diperoleh harga Chart
Datum (Zo) sebagai berikut :
Harga Zo untuk lokasi pengamatan pasang surut di Dermaga Sei
Nyamuk adalah 1.7 m di bawah duduk tengah. Harga Zo ini
selanjutnya digunakan untuk menyurutkan seluruh harga
kedalaman hasil koreksi.
4.2.2 PENGUKURAN ARUS
Pengukuran arus ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan
kecepatan arus absolute di lokasi survei. Pengukuran arus ini
dilakukan secara stasioner dengan menggunakan peralatan
Currentmeter Valeport tipe 106. Adapun selang waktu
pengukuran setiap 1 (satu) jam secara terus-menerus selama 25
jam pengamatan, yaitu pada saat bulan mati (neap tide) dan pada
saat bulan purnama (spring tide) dengan jumlah lokasi pengamatan
3 lokasi, yaitu di Perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan,
HASIL PENYELIDIKAN
IV-7
60. Laporan Akhir
dan perairan Selat Nunukan Khusus untuk stasiun pengukuran di
lokasi perairan Nunukan sebelah timur-tenggara pengukuran arus
hanya dilakukan pada siang hari selama 12 jam setiap harinya,
mengingat kondisi cuaca untuk melakukan pengukuran pada malam
hari di lokasi ini tidak memungkinkan. Pemilihan tanggal dan waktu
pengamatan arus ini didasarkan pada kondisi pasang surutnya,
dimana pada tanggal tersebut posisi air pasang mencapai
maksimum sedangkan posisi air surut mencapai minimum sehingga
kecepatan arus maksimum dapat diukur dengan baik.
Pengukuran arus ini dilakukan dengan cara pembacaan langsung
(direct reading), yaitu pembacaan arah dan kecepatan arus secara
langsung pada alat Valeport kemudian dicatat pada formulir
pengamatan. Pembacaan data arus ini dilakukan sebanyak tiga kali
pembacaan, selanjutnya data ini dirata-ratakan untuk mendapatkan
arah dan kecepatan arus rata-rata untuk setiap kedalaman
pengukuran.
Pengukuran arus ini dilakukan terhadap 3 (tiga) kedalaman berbeda
di setiap stasiun pengukuran arus yaitu kedalaman 0.2 H untuk arus
permukaan, 0.6 H untuk arus menengah dan 0.8 H untuk arus
bawah, dimana H adalah kedalaman laut di lokasi stasiun
pengukuran arus. Kedalaman laut di masing-masing stasiun
pengukuran arus adalah sebagai berikut :
- Di Selat Nunukan sebelah utara kedalaman stasiun
pengukuran arus adalah 12 meter, sehingga pengukuran
untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan
pada kedalaman 2.4 m, 7.2 m dan 9.6 m.
- Sedangkan di Selat Nunukan sebelah selatan dan perairan
sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan kedalaman stasiun
pengukuran arus adalah 10 meter, sehingga pengukuran
HASIL PENYELIDIKAN
IV-8
61. Laporan Akhir
untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada
kedalaman 2 m, 6 m dan 8 m.
Dari data hasil pengukuran diperoleh harga arah dan kecepatan
untuk arus permukaan, menengah dan bawah. Untuk mengetahui
harga kecepatan arus secara vertical diperoleh dengan cara merata-
ratakan hasil pengukuran pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan 0.8 H
dengan menggunakan rumus :
V = 0.5 (v 0.6 + ((v 0.2 +v 0.8)/2)
Dimana : V : Kecepatan vertical rata-rata (m/det)
V0.2 : Kecepatan arus permukaan (m/det)
V0.6 : Kecepatan arus menengah (m/det)
V0.8 : Kecepatan arus bawah (m/det)
Data hasil pengukuran lapangan secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran Data Arus, Selanjutnya data ini diolah dengan
melakukan perhitungan matematis untuk menghitung komponen
arah arus pasang surut dan non pasang surut, pengklasifikasian
arus berdasarkan arah dan kecepatan untuk mengetahui arah arus
dominan dan penggambaran hubungan arus dengan pasang
surutnya.
Perhitungan Arus Pasang Surut
Perhitungan arus pasang surut hanya dilakukan pada dua lokasi
pengukuran yaitu lokasi pengukuran arus di Selat Nunukan sebelah
utara dan Selat Nunukan sebelah selatan, sedangkan untuk lokasi di
perairan Nunukan sebelah timur-tenggara tidak dilakukan
perhitungan pemisahan arus karena pengukuran arusnya hanya
dilakukan 12 jam setiap harinya. Perhitungan arus pasang surut ini
bertujuan untuk memisahkan komponen arus pasang surut dengan
HASIL PENYELIDIKAN
IV-9
62. Laporan Akhir
arus non pasang surutnya. Berdasarkan hasil perhitungan arus
pasang surut di lokasi titik-titik pengukuran di peroleh hasil sebagai
berikut:
Lokasi Komponen Komponen Arah Kecepatan
Utara Timur (o ) (m/det)
P. Sebatik Sebelah Timur
-0.01078 0.02218 116 0.025
P. Nunukan Sebelah Utara
-0.02141 0.02396 132 0.032
P. Nunukan Sebelah Selatan
-0.09967 0.00800 175 0.100
Tabel 4.2 Hasil perhitungan arus pasang surut Arus vertical rata-rata:
Hasil perhitungan arus pasang surut dan non pasang secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran Data Arus.
Pembuatan diagram grafik arus (lampiran) dilakukan untuk
mengetahui arah arus dominan, khususnya di lokasi stasiun
pengukuran. Pembuatan diagram grafik arus ini didasarkan pada
pengklasifikasian arus menurut arah dan kecepatannya untuk
semua lokasi stasiun pengukuran arus di lapangan. Berdasarkan
diagram grafik arus secara umum arah arus di Selat Nunukan
sebelah utara dan selatan dominan berarah baratlaut – tenggara,
sedangkan di lokasi perairan P. Sebatik dan P. Nunukan sebelah
timur arah arus dominan berarah timur – barat.
Distribusi frekuensi arah dan kecepatan arus pada 3 (tiga)
kedalaman pengukuran memperlihatkan pola penyebaran yang
sama, ini menunjukan bahwa arah arus untuk arus permukaan,
menengah dan bawah relative sama, sedangkan distribusi frekuensi
kecepatannya cukup berbeda. Frekuensi kecepatan arus maksimum
untuk arus permukaan lebih banyak dibandingkan arus menengah
dan bawah, hal ini menunjukan bahwa kecepatan arus permukaan
rata-rata lebih besar daripada arus menengah dan bawah. Tabel di
bawah ini memperlihatkan harga kecepatan arus maksimum untuk
3 (tigat) lokasi pengukuran pada 3 (tiga) kedalaman berbeda.
Lokasi Kedalaman Kecepatan Kondisi Air
HASIL PENYELIDIKAN
IV-10
63. Laporan Akhir
Pengukuran (m/det)
Perairan Sebatik - Permukaan 0.806 Surut
Sebelah Timur - Menengah 0.637 Arah Timur
- Bawah 0.571
- Permukaan 0.557 Pasang
- Menengah 0.482 Arah Barat
- Bawah 0.412
Selat Nunukan - Permukaan 0.897 Surut
Sebelah Utara - Menengah 0.677 Arah Tenggara
- Bawah 0.535
- Permukaan 1.243 Pasang
- Menengah 1.159 Arah Baratlaut
- Bawah 1.156
Selat Nunukan - Permukaan 1.246 Surut
Sebelah Selatan - Menengah 1.167 Arah Tenggara
- Bawah 1.013
- Permukaan 0.890 Pasang
- Menengah 0.760 Arah Baratlaut
- Bawah 0.552
Tabel 4.3 Kecepatan Arus Maksimum Di 3 (tiga) Lokasi Pengukuran
Diagram bunga arus dan peta arus di lokasi perairan Sebatik –
Nunukan dapat dilihat pada Lampiran Data Arus.
Hubungan Pola Arus dan Pasang Surut
Penggambaran pola arus dan pasang surut dilakukan untuk melihat
fenomena hubungan antara gerakan naik turunnya air laut (pasang
surut) pengaruhnya terhadap pola arus disekitar lokasi daerah
penelitian.
Dari hasil penggambaran pola arus dan pasang surut untuk 3 (tiga)
stasiun pengukuran memperlihatkan dengan jelas bahwa pola arus
di lokasi survei sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya. Di
daerah Selat Nunukan sebelah utara dan selatan saat air pasang
arus bergerak kearah baratlaut sedangkan pada saat surut arus
bergerak ke arah tenggara, sedangkan di perairan sebelah timur
Nunukan saat pasang arus bergerak kearah barat sedangkan pada
saat surut arus bergerak kearah timur. Kecepatan arus pada saat
surut lebih besar dibandingkan kecepatan arus pada saat pasang.
HASIL PENYELIDIKAN
IV-11
64. Laporan Akhir
Gambaran hubungan pola arus dan pasang surut digambarkan
dengan pada jelas pada Lampiran Data Arus. Dilihat dari
gambaran tersebut terlihat bahwa kecepatan arus maksimum
terjadi pada saat kondisi air sedang pasang dan sedang surut,
sedangkan pada saat kondisi air pasang maksimum dan surut
minimum kecepatan arusnya kecil atau terjadi “Slack Water”. Saat
kondisi air pasang maksimum dan surut minimum terjadi
pembalikan arah arus sesuai dengan kondisi pasang surutnya.
4.2.3 Pengamatan Gelombang
Pengamatan gelombang dilakukan dibeberapa lokasi dengan cara
pengamatan visual. Lokasi-lokasi tersebut adalah sepanjang pantai
Tanjung Batulamampu di P. Sebatik dan Semengkadu di P.
Nunukan. . Secara umum arah penjalaran gelombang di sekitar
perairan Nunukan dan sekitarnya selama pengamatan berasal dari
timurlaut-timur dengan tinggi gelombang rata-rata antara 20 – 50
cm dan periode gelombang 5 – 8 detik pada keadaan normal.
Kondisi ini bisa berubah secara ekstrim hingga mencapai tinggi
gelombang 100 - 150 cm saat angin bertiup kencang khususnya
pada saat musim timur berlangsung, berdasarkan data iklim dari
Bandar Udara Tarakan sepanjang tahun angin timur bertiup antara
6 - 8 bulan. Gelombang yang timbul di perairan ini selain yang
dibangkitkan oleh angin juga gelombang yang ditimbulkan karena
alun dari laut lepas, dimana gelombang ini juga cukup signifikan
berpengaruh terhadap proses terjadinya abrasi pantai di sepanjang
pantai yang mengarah ke Lepas pantai kecuali di Tanjung
Batulampu sebagai akibat resistensi dari batuannya yang cukup
keras.
Pada keadaan normal tipe gelombang yang dominant adalah tipe
plunging, sedangkan pada saat terjadi gelombang besar tipe
HASIL PENYELIDIKAN
IV-12
65. Laporan Akhir
gelombang yang terjadi adalah tipe surging dengan arah datang
gelombang dominant tegak lurus pantai.
4.3 GEOFISIKA
4.3.1 PEMERUMAN
Maksud di lakukannya pekerjaan pemeruman di wilayah perairan
Sebatik – Nunukan Kalimantan Timur adalah dalam rangka
tersediannya data dasar tentang kondisi dasar laut di daerah telitian
sebagai kajian untuk mengetahui kondisi geologi.
Lintasan pemeruman umumnya berarah timurlaut-baratdaya
dengan lintasan silang berarah utara-selatan serta lintasan disekitar
Selat Nunukan. Lintasan pengukuran mencapai kurang lebih 650
km. Data posisi yang disajikan berupa data koordinat setiap 2 menit
pembacaan kedalaman. Data yang disajikan dalam bentuk tabel
yang nantinya akan dikoreksi dengan pembacaan pasang surut
kemudian akan diolah menjadi data kedalaman laut (batimetri).
Kegiatan pengukuran pemeruman selalu dilakukan bersamaan
dengan pengukuran penampang seismik hanya pada beberapa
lintasan kegiatan ini dilakukan secara bersamaan (lihat gambar
4.1). Hasil pengukuran berupa penampang seismik yang
menggambarkan keadaan sedimen dasar laut dan bawah laut serta
struktur geologi.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) buah
perahu kayu berukuran kurang lebih 10 ton untuk daerah survei
dengan kedalaman lebih dari 2 meter, dan 1 (satu) perahu pancung
untuk kedalaman kurang dari 2 meter (Shallow Sounding). Wahana
perahu tersebut diperlengkapi dengan kelengkapan navigasi dan
echosounder yang sama, yaitu sistem navigasi Differential Global
Positioning System (DGPS) type C Nav 272281, perangkat lunak
HASIL PENYELIDIKAN
IV-13
66. Laporan Akhir
navigasi Hypack yang dijalankan pada sebuah komputer notebook
dan 1 (satu) unit digital echosounder Odom Hydrotrac yang
mempunyai ketelitian 0,1 m.
Koreksi kedalaman dasar laut yang diterapkan untuk menghitung
kedalaman yang sebenarnya (true depth) adalah koreksi pasang
surut yang diperoleh dari pengamatan selama survei dan koreksi
statis yaitu koreksi kedalaman laut terhadap posisi sensor
echosounder. Koreksi statis sudah secara otomatis dilakukan oleh
alat echosounder pada saat dilakukan kegiatan barcheck saat
sebelum survei dan saat sesudah survei sehingga harga kedalaman
laut yang terbaca adalah harga kedalaman yang sudah terkoreksi
statis.
Dalam tahapan pengolahan data, data hasil pemeruman ini
dikoreksikan terhadap data pasang surut selama pengamatan. Data
pasang surut ini diolah dengan menggunakan metode Admiralty
untuk mendapatkan harga duduk tengah dan konstanta
harmoniknya, selanjutnya dilakukan perhitungan analisis kombinasi
untuk mendapatkan harga muka surutannya atau Chart Datum
(Zo). Dari hasil perhitungan analisis kombinasi diperoleh harga Zo
untuk stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk
Sebatik sebesar 1.7 m. Harga Zo di stasiun pengamatan pasang
surut tersebut digunakan untuk menyurutkan seluruh data batimetri
yang sudah dikoreksi terhadap duduk tengahnya. Harga batimetri
yang sudah disurutkan terhadap Chart Datum selanjutnya dibuat
menjadi Peta Batimetri.
Berdasarkan hasil ekstrapolasi dan intrapolasi dari titik-titik
kedalaman dari setiap lokasi pengambilan data diperoleh Peta
Kontur Batimetri (Gambar 4.2a, b) dengan kedalaman laut hasil
pengukuran berkisar yang terdangkal 5 meter hingga yang terdalam
45 meter .
HASIL PENYELIDIKAN
IV-14
67. Laporan Akhir
Berdasarkan pola kontur kedalaman laut pada Peta Batimetri,
morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi berdasarkan sistem
perairannya, yaitu :
- Morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka, yaitu
perairan sebelah timur daerah telitian yang termasuk
didalamnya pola kontur dari morfologi terumbu Karang
Unarang.
- Morfologi dasar laut di perairan selat, yaitu perairan Selat
Nunukan dan selat lainnya.
Perairan Laut Terbuka
Kawasan perairan yang termasuk kedalam daerah perairan laut
terbuka, yaitu : perairan sebelah timur P. Sebatik, perairan sebelah
tenggara P. Nunukan, dan perairan sebelah timur P. Haus. Dilihat
dari pola kontur kedalamannya morfologi dasar laut yang dominan
di perairan ini secara umum terdiri dari perairan laut dangkal
(kedalaman 0 – 10 m) dan perairan laut dalam (lebih besar dari 10
m).
Perairan laut dangkal mempunyai ciri sebagai berikut : kemiringan
morfologi dasar laut yang landai dengan kemiringan 0.04o – 0.19o,
daerah surutan yang luas dengan gosong-gosong pasir yang muncul
ke permukaan saat air laut surut rendah. Lokasi gosong-gosong
pasir di pantai dilihat berupa kontur kedalaman yang renggang dan
kontur-kontur tertutup yang berarah tenggara-baratlaut dengan
kedalaman bervariasi antara 0 – 2 m dan melampar luas ke tengah
laut.
HASIL PENYELIDIKAN
IV-15
68. IV-16
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.2a. Peta Batimetri daerah telitian
69. Laporan Akhir
Gambar 4.2b. Peta Batimetri sekitar Karang Unarang
HASIL PENYELIDIKAN
IV-17
70. Laporan Akhir
Pola kontur ini mendominasi sebagian besar perairan pantai sebelah
timur terutama perairan pantai P. Sebatik, pantai P. Nunukan dan
pantai P. Haus. Sedangkan lokasi gosong di tengah laut seperti
Gosong Makasar dan Gosong Padang keberadaanya diindikasikan
oleh bentuk kontur kedalaman tertutup yang cukup rapat dengan
arah barat-timur.
Sedangkan untuk harga kedalaman laut yang lebih besar dari 10 m,
perairan ini dicirikan oleh pola kontur yang rapat dengan sudut
kemiringan mengarah ke tenggara. Harga kedalaman laut di lokasi
perairan ini berkisar antara 10 – 70 m dengan kemiringan antara
0.35o – 0.57o. Lokasi Karang Unarang di sebelah timur daerah
telitian terlihat sebagai suatu kontur tertutup yang relatif kecil.
Perairan Selat
Perairan selat yang dimaksud adalah perairan Selat Nunukan yang
melingkupi P. Nunukan mulai dari perairan Nunukan sebelah timur,
Nunukan sebelah utara, Nunukan sebelah barat hingga perairan
Nunukan sebelah selatan dan perairan selat yang relatif cukup kecil
dan sempit seperti selat di sebelah barat P. Tinambasan. Perairan
Selat Nunukan bagian utara-timur dan bagian selatan mempunyai
profil penampang morfologi dasar laut berbentuk huruf “U” dengan
kedalaman laut berkisar antara 0 – 15 m, namun dibeberapa
tempat ada yang lebih besar dari 15 m. Profil dasar laut di perairan
ini diperlihatkan oleh pola kontur kedalamannya, dimana di pinggir
selat kontur kedalaman relatif rapat dengan harga kedalaman
berkisar antara 0 – 9 m sedangkan di tengah selat konturnya relatif
renggang dengan harga kedalaman laut berkisar antara 10 – 15 m.
Pola kontur rapat menunjukan bahwa kemiringan dasar laut di
pinggir selat relatif cukup curam, sedangkan di tengah selat relatif
landai.
HASIL PENYELIDIKAN
IV-18
71. Laporan Akhir
Sedangkan di perairan Selat Nunukan sebelah barat hingga
baratlaut profil penampang morfologi dasar lautnya relatif lebih
landai dengan kedalaman laut berkisar antara 0 – 8 m. Di sebelah
barat terutama di daerah sekitar Tj. Cantik kontur 2 m relatif
menjorok ketengah hampir bersatu dengan kontur 2 m yang
terdapat di tengah selat, pola kontur ini menunjukan lokasi gosong-
gosong pasir yang terdapat di lokasi ini. Gosong pasir ini
mempersempit alur pelayaran sehingga mengganggu kapal-kapal
yang keluar masuk Nunukan.
Untuk perairan selat yang sempit kondisi morfologinya tidak
berbeda jauh dengan kondisi morfologi daerah sungai, yaitu
mempunyai daerah aliran berbentuk huruf “U”.
4.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL
Pengambilan data seismik dangkal saluran tunggal dimaksudkan
untuk mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan
seperti tatanan struktur geologi, urutan sedimentasi (stratigrafi)
yang teridentifikasi dalam rekaman seismik (analog record).
Lintasan utama seismik berarah umumnya barat - timur (Peta
Lintasan).
Proses geologi bawah dasar laut dapat diketahui berdasarkan hasil
interpretasi rekaman seismik pantul dangkal Dari beberapa contoh
rekaman yang ditampilkan terlihat bahwa proses sedimentasi yang
terjadi tidak menerus, hal ini diperlihatkan oleh pola konfigurasi
reflektor yang tidak seragam dari masing-masing lintasan. Kondisi
yang terjadi demikian merupakan hasil proses geologi, dimana
sedimentasi terjadi mengikuti bentukan dari morfologi sebelum
terjadi pengendapan. Bentukan morfologi dasar laut di daerah
selidikan ditandai oleh adanya tinggian-tingian dasar laut yang
merupakan batuan dasar, bentukan morfologi batuan dasar ini
HASIL PENYELIDIKAN
IV-19
72. Laporan Akhir
tidak seragam kadang kala terlihat bentuk cekungan atau
morfologi berundak dan ada kalanya lapisan sedimen bawah
permukaan ini seperti lapisan datar (flat) karena batuan dasarnya
berada cukup jauh dibawahnya.
Daerah telitian dengan memperhatikan pola reflektor yang ada
terdiri atas 4 (empat) kelompok runtunan, masing-masing:
(Gambar 4.3 & 4.4).
Runtunan A
Runtunan-A merupakan runtunan termuda dicirikan dengan pola
reflektor berupa perlapisan yang menerus dan sejajar/paralel
umumnya pola konfigurasi ini mempunyai kontinuitas rendah dan
variasi amplitudo berjalan secara perlahan atau tidak ada sama
sekali. Hal ini menunjukkan saat pengendapan dalam perioda yang
tenang (Mitchum, 1977). Runtunan ini memiliki ketebalan yang
paling tipis hanya berkisar antara 5 hingga 7.5 m, kemudian di
bawahnya adalah runtuhan B yang merupakan batuan yang lebih
muda. Batas atas unit A ini menerus hampir di semua lintasan
terutama di bagian tengah daerah selidikan (sekitar Gosong
Makasar hingga Karang Unarang) karena selain disebabkan oleh
lemahnya energi, umumnya tertutup oleh karakter pantulan
external, sehingga horizon reflektornya sulit diidentifikasi.
Unit A ini dijumpai hampir di seluruh lintasan seismik di daerah
selidikan Kecuali Lintasan di selatan / tenggara daerah penyelidikan
dengan tatanan struktur geologi yang relatif tidak berkembang.
Pola ini mengandung sedimen berbutir halus dan diendapkan di
lingkungan yang berenergi rendah seperti delta yang mengalami
depresi. Runtuhan ini diperkirakan sebagai sedimen baru berumur
kuarter.
Runtunan B
HASIL PENYELIDIKAN
IV-20
73. Laporan Akhir
Runtunan B pada beberapa lintasan terlihat berada secara tidak
selaras di bawah runtunan A nampak pada Lintasan 11 dengan pola
karakter refleksi berbentuk divergent (Mitchum, 1977), ketebalan
runtunan ini sangat bervariasi yang secara umum berkisar antara
10 hingga 20 m. Runtunan ini dicirikan dengan pola reflektor
berbentuk subpararel hingga divergent dengan di beberapa tempat
mengalami penipisan serta terlihat kontak erosional membentuk
channeling yang nampak pula pada Lintasan-5 yang merupakan
kenampakan khas dari kompleks slope fan;
Runtunan C
Runtunan C terletak di bawah runtunan B secara tidak selaras yang
dicirikan dengan pola reflektor dari subparalel hingga transparan,
memiliki ketebalan 7.5 hingga 12 meter. Di lokasi tertentu
khususnya di sekitar Karang Unarang (selatan Karang Unarang)
seperti terlihat pada Lintasan Unarang-1 memperlihatkan sedimen
transparan yang mengisi channel yang dibentuk oleh struktur
graben dengan arah relatif barat - timur yang diduga berumur Mio-
pliosen;
Runtunan D
Runtunan D merupakan runtunan tertua sekaligus sebagai batuan
dasar akustik di daerah telitian. Pada runtunan ini terlihat adanya
struktur patahan yang berkembang hingga sesar, selain itu terlihat
pula beberapa struktur lipatan berupa antiklin. Khusus untuk lokasi
di sekitar Karang Unarang pola umum struktur yang berkembang
memiliki arah baratlaut-tenggara (relatif sama dengan pola struktur
di daratan Kalimantan Timur).
HASIL PENYELIDIKAN
IV-21
74. IV-1
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.3. Penampang Seismik Lintasan 4
75. IV-2
Laporan Akhir
HASIL PENYELIDIKAN
Gambar 4.4. Penampang Seismik Lintasan Unarang 1
76. Laporan Akhir
4.4 GEOLOGI KELAUTAN
4.4.1 KARAKTERISTIK PANTAI
Pengamatan karakteristik pantai dilakukan sepanjang pantai daerah
penyelidikan. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara
visual dan deskriptif. Tujuan dari pengamatan karakteristik pantai
adalah untuk mengetahui secara detail kondisi pantai daerah
penyelidikan kaitannya dengan pemetaan garis pantainya (Gambar
4.5).
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan kawasan pantai di daerah
penyelidikan pada umumnya merupakan pantai berbakau dengan
profil pantai dari landai hingga curam. Kawasan pantai di daerah
penyelidikan secara garis besar terdiri dari kawasan pantai P.
Sebatik, pantai Pulau Nunukan, pantai Pulau Nunukan Selatan, dan
pantai Pulau Haus.
Kawasan Pantai Pulau Sebatik
Kawasan pantai Pulau Sebatik terbentang sepanjang Pulau Sebatik
mulai dari perbatasan Indonesia – Malaysia di timur sampai dengan
perbatasan Indonesia – Malaysia di barat dengan panjang pantai
seluruhnya kurang lebih 58 km. Kondisi pantainya sebagian besar
terdiri dari pantai mangrove dengan kondisi cukup kritis khususnya
di sekitar Sei Pancang dan Sei Nyamuk (Foto 4.1) dan hanya
sebagian kecil pantai berpasir, yaitu di kawasan pantai sekitar Sei
Taiwan dan Batulamampu (Foto 4.2 dan 4.3). Dilihat dari profil
batimetrinya pantai sebelah timur hingga selatan mempunyai
karakteristik profil pantai yang landai, sedangkan pantai sebelah
barat karakteristik pantainya relative lebih curam.
HASIL PENYELIDIKAN
IV-24
78. Laporan Akhir
Foto 4.1 Pantai dengan hutan mangrove dengan kerapatan rendah
di Sei Pancang (pada saat pasang), P. Sebatik
Foto 4.2 Pantai Berpasir di sekitar Sei Taiwan, P. Sebatik
HASIL PENYELIDIKAN
IV-26