Dokumen tersebut membahas tentang korupsi yang berkembang di sektor kehutanan Sumatera yang menyebabkan kerusakan hutan. Beberapa persoalan utama yang diangkat antara lain ketidakpastian kawasan hutan, kesemrawutan izin hutan dan perkebunan, serta penegakan hukum yang belum tegas."
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Izin RAPP di Pulau Padang Cacat AdministrasiPeople Power
1. PPRM-AMPEL dan organisasi mahasiswa lainnya menuntut pencabutan SK Menteri Kehutanan No. 327/2009 yang memberikan izin kepada PT. RAPP, PT. SRL, dan PT. LUM di Kabupaten Kepulauan Meranti.
2. Mereka juga menuntut agar seluruh operasi perusahaan pulp dan kertas bermasalah di Riau dihentikan karena merusak lingkungan dan menimbulkan konflik lahan.
3. DPRD Provinsi Riau dim
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan hutan di Indonesia oleh negara dan korporasi, termasuk penunjukan kawasan hutan, perubahan fungsi hutan, pemberian izin pemanfaatan hutan, dan dampaknya terhadap rakyat dan kepastian hukum atas lahan-lahan mereka.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
POKOK - POKOK PIKIRAN INISIATOR PANSUS MONITORING DAN EVALUASI PERIZINAN HGU, IU-PERKEBUNAN, HTI, HPHTI, IUPHTI, HPH, HTR, IZIN USAHA PERTAMBANGAN IZIN INDUSTRI, IZININ LINGKUNGAN ( AMDAL, UPL-UKL ) DALAM UPAYA MEMAKSIMALKAN PENERIMAAN PAJAK SERTA PENERTIBAN PERIZINAN DAN WAJIB PAJAK. SE-PROVINSI RIAU DALAM RANGKA MENDUKUNG MARATORIUM LAHAN, HUTAN DAN PERIZINAN.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Dokumen tersebut membahas mengenai ketidakjelasan definisi dan kriteria hutan produksi terbatas yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan secara tidak tepat. Dokumen ini juga mengkritik praktik perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan di Indonesia yang tidak didasarkan pada analisis ilmiah dan mengabaikan aturan yang berlaku.
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
Dokumen tersebut membahas tentang peluang perhutanan sosial dan hutan adat dalam mendukung moratorium kehutanan di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi moratorium, poin penting dalam Inpres No. 10 Tahun 2011, catatan penting selama moratorium berjalan, dan catatan penting untuk perpanjangan moratorium agar dapat mengurangi deforestasi dan konflik sosial.
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
Ketidakpastian kawasan hutan didesain sedemikian rupa dan berpotensi membuka ruang transaksi untuk melakukan korupsi. Disisi lain digunakan untuk merampas hak hak masyarakat atas dasar hak menguasai negara yang dimaknai secara sempit dan keliru.
Dokumen ini membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kriteria lahan dalam PP tersebut, termasuk 1,6 juta ha HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha perkebunan di kaw
This document sets performance milestones for Asia Pulp and Paper (APP) to assess its implementation of commitments made in its Sustainability Roadmap and Forest Conservation Policy. It outlines milestones in 4 areas: 1) maintaining high conservation value and high carbon stock areas, 2) protecting peatlands and minimizing emissions, 3) resolving social and land conflicts and respecting community consent, and 4) ensuring all APP suppliers comply with the forest policy. Milestones include completing assessments, developing management plans, resolving conflicts, and reporting emissions. The document aims to guide stakeholders in determining if APP's policies are being effectively implemented.
Izin RAPP di Pulau Padang Cacat AdministrasiPeople Power
1. PPRM-AMPEL dan organisasi mahasiswa lainnya menuntut pencabutan SK Menteri Kehutanan No. 327/2009 yang memberikan izin kepada PT. RAPP, PT. SRL, dan PT. LUM di Kabupaten Kepulauan Meranti.
2. Mereka juga menuntut agar seluruh operasi perusahaan pulp dan kertas bermasalah di Riau dihentikan karena merusak lingkungan dan menimbulkan konflik lahan.
3. DPRD Provinsi Riau dim
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan hutan di Indonesia oleh negara dan korporasi, termasuk penunjukan kawasan hutan, perubahan fungsi hutan, pemberian izin pemanfaatan hutan, dan dampaknya terhadap rakyat dan kepastian hukum atas lahan-lahan mereka.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
POKOK - POKOK PIKIRAN INISIATOR PANSUS MONITORING DAN EVALUASI PERIZINAN HGU, IU-PERKEBUNAN, HTI, HPHTI, IUPHTI, HPH, HTR, IZIN USAHA PERTAMBANGAN IZIN INDUSTRI, IZININ LINGKUNGAN ( AMDAL, UPL-UKL ) DALAM UPAYA MEMAKSIMALKAN PENERIMAAN PAJAK SERTA PENERTIBAN PERIZINAN DAN WAJIB PAJAK. SE-PROVINSI RIAU DALAM RANGKA MENDUKUNG MARATORIUM LAHAN, HUTAN DAN PERIZINAN.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Dokumen tersebut membahas mengenai ketidakjelasan definisi dan kriteria hutan produksi terbatas yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan secara tidak tepat. Dokumen ini juga mengkritik praktik perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan di Indonesia yang tidak didasarkan pada analisis ilmiah dan mengabaikan aturan yang berlaku.
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
Dokumen tersebut membahas tentang peluang perhutanan sosial dan hutan adat dalam mendukung moratorium kehutanan di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi moratorium, poin penting dalam Inpres No. 10 Tahun 2011, catatan penting selama moratorium berjalan, dan catatan penting untuk perpanjangan moratorium agar dapat mengurangi deforestasi dan konflik sosial.
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
Ketidakpastian kawasan hutan didesain sedemikian rupa dan berpotensi membuka ruang transaksi untuk melakukan korupsi. Disisi lain digunakan untuk merampas hak hak masyarakat atas dasar hak menguasai negara yang dimaknai secara sempit dan keliru.
Dokumen ini membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kriteria lahan dalam PP tersebut, termasuk 1,6 juta ha HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha perkebunan di kaw
This document sets performance milestones for Asia Pulp and Paper (APP) to assess its implementation of commitments made in its Sustainability Roadmap and Forest Conservation Policy. It outlines milestones in 4 areas: 1) maintaining high conservation value and high carbon stock areas, 2) protecting peatlands and minimizing emissions, 3) resolving social and land conflicts and respecting community consent, and 4) ensuring all APP suppliers comply with the forest policy. Milestones include completing assessments, developing management plans, resolving conflicts, and reporting emissions. The document aims to guide stakeholders in determining if APP's policies are being effectively implemented.
Dokumen tersebut merangkum kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2002. Kebijakan APBN ini diarahkan untuk menciptakan ketahanan fiskal berkelanjutan, stabilisasi ekonomi makro, mendukung pemulihan ekonomi, dan mendukung proses desentralisasi. Prioritas belanja pembangunan adalah pendidikan, kesehatan, pertanian, dan infrastruktur transportasi. Namun, dip
1) The document discusses Asia Pulp & Paper's (APP) Sustainability Roadmap Vision 2020 and Forest Conservation Policy, which aim to implement sustainable forest management practices throughout APP's supply chain in Indonesia.
2) Key aspects of the Roadmap and Policy include commitments to zero deforestation, only developing non-forested areas identified through HCV and HCS assessments, protecting forests and peatlands, obtaining FPIC from local communities, and conserving one million hectares of forest across APP's concessions.
3) The author assesses APP's implementation of these commitments based on a literature review, comparison to international standards, interviews, and site visits. While progress has been made, full implementation faces challenges
An evaluation of sustainable forestry initiatives of APPYe Han
This document evaluates the sustainable forestry initiatives of Asia Pulp and Paper (APP). It discusses APP's sustainable forest management journey including establishing conservation policies and commitments. It also analyzes APP's performance based on 7 criteria: 1) enabling conditions, 2) forest extent and condition, 3) environmental impact, 4) forest production, 5) biological diversity, 6) management planning, and 7) social engagement. While APP has made progress in some areas like establishing conservation areas and certification programs, the document finds issues with APP's protection of biodiversity and management of high conservation areas, and a lack of research on environmental impacts.
Momentum Koordinasi dan Supervisi (Kor- sup) KPK di 12 Provinsi, hingga saat ini dianggap efektif untuk memperbaiki persoa- lan tata kelola sektor minerba. Masyarakat sipil mendukung upaya yang dilakukan KPK ini sebagai upaya “memaksa” perbaikan tata kelola minerba.
Konflik Agraria Musi Banyuasin: Perlu Penanganan Serius!
Kebijakan investasi melalui penggunaan tanah skala luas menghasilkan ketimpangan penguasaan lahan dan juga menuai konflik agraria dan kemiskinan.
Dokumen tersebut membahas program Koordinasi dan Supervisi di Sektor Energi (Korsup Energi) yang diluncurkan KPK pada Februari 2016. Korsup Energi bertujuan untuk mendorong perbaikan sistem, regulasi, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan partisipasi publik di sektor energi. Beberapa isu yang dibahas meliputi illegal mining, illegal tapping, pembangunan kilang minyak, pengembangan energi terbarukan, serta dorongan unt
In this issue:
Introduction of partners
Freedom of information
Recent successes
Supporting communities
High Conservation Value Forests
Monitoring and reporting violations
Emerging regions
SETAPAK research
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi Raflis Ssi
1. KUD Bina Jaya Langgam, 2. PT Bina Duta Laksana, 3. PT Perawang Sukses Perkasa Industri, 4. PT Ruas Utama Jaya 5.
PT Rimba Lazuardi 6. PT Suntara Gajapati, 7.PT Sumatera Riang Lestari, 8. PT Siak Raya Timber, 9. PT Bukit Raya Pelalawan, 10. PT Dexter Timber Perkasa Indonesia
Disampaikan Dalam Perkara Praperadilan Nomor 15/Pid.prap/2016/PN.Pbr
Antara Fery Melalui Kuasa Hukumnya Mayandri Suzarman SH, DKK Advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Melawan SP3 Riau sebagai pemohon
Lawan
Kepala Kepolisian Daerah Riau sebagai Termohon
Dokumen tersebut membahas masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau yang disebabkan oleh praktik pembakaran lahan untuk konversi lahan menjadi perkebunan. Dokumen ini menyebutkan bahwa praktik ini merupakan dosa turunan dari eksploitasi hutan secara berlebihan dan kebijakan konversi lahan yang salah. Dokumen ini juga menyarankan perlunya peraturan yang tegas untuk mencegah praktik pembakaran lahan
Analisa kasus kejahatan bisnis yang dilakukan oleh korporasi dalam perspektif...Dimebag Darrell
Dokumen tersebut membahas tentang analisis kasus kejahatan bisnis yang dilakukan oleh korporasi dalam perspektif hukum pidana ekonomi. Dibahas mengenai pengertian kejahatan bisnis, tindak pidana ekonomi, dan kedudukan serta pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kejahatan bisnis berdasarkan hukum pidana ekonomi."
- An NGO in West Kalimantan, Indonesia conducted an analysis of land permits and found that over 100% of the land in Ketapang district and nearly 97% in Melawi district had been allocated for mining, palm oil, and logging concessions, indicating overlapping permits.
- The excessive allocation of permits is due to poor land management and poses severe risks, including loss of forests that support local communities and biodiversity as well as increased greenhouse gas emissions from deforestation.
- Resolving the issue requires reviewing and cancelling illegal or overlapping permits, placing a moratorium on new permits, and developing a more transparent and inclusive forest management system that protects community land rights and participation in decision-making.
Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia dengan lebih dari 136 juta jiwa tinggal di daerah seluas 129.438,28 km2. Dengan luasan hanya sekitar 6 persen dari keseluruhan daratan di Indonesia, Jawa dihuni lebih dari 50 persen jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.
Giam Siak Kecil and Bukit Batu Biosphere Reserve: A public-private sector ini...GlobalEnvironmentCentre
The document describes the Giam Siak Kecil - Bukit Batu Biosphere Reserve, a public-private partnership between Sinar Mas Forestry and the government of Riau Province in Indonesia. The reserve was established in 2009 and includes 178,722 hectares of core protected areas surrounded by 222,426 hectares of buffer zone and 304,123 hectares of transition area where sustainable development is promoted. The reserve aims to merge biodiversity conservation with sustainable use of tropical peat swamp forests through collaborative research, management, funding, and community involvement. It serves as a model for integrated landscape management in Indonesia.
1. Dokumen tersebut membahas tentang manfaat ekonomi dan lingkungan dari tanaman ramah gambut dan teknologi rewetting untuk masyarakat dan lingkungan.
2. Beberapa teknik rewetting yang dijelaskan adalah membangun bendungan di saluran untuk menaikkan muka air tanah, membangun saluran buntu, serta manfaatkan areal tersebut untuk budidaya paludikultur dan perikanan.
3. Rewetting gambut dapat mencegah
Komitmen pemberantasan korupsi pemerintah Indonesia tercantum dalam Inpres No. 7/2015 dan Inpres no. 10/2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Sudah sejauh manakah kinerja pemberantasan korupsi ini?
Di sisi lain, adanya Gerakan Nasional Penyelamatan SDA yang mendorong perbaikan tata kelola SDA khususnya hutan dan kebun menjadi momentum perbaikan sektor ini.
Kertas posisi ini disusun oleh koalisi masyarakat sipil di Sumatera yang fokus pada tata kelola sektor kehutanan dan perkebunan dalam rangkaian kegiatan Indonesia Anti Corruption Forum ke 5 di Riau (22-23 Nov 2016). Sejumlah rekomendasi bagi pemerintah pusat dan daerah yang dihasilkan semoga menjadi masukan dalam perbaikan sektor ini.
Tuntutan untuk mengusut pelanggaran HAM di Dusun Suluk Bongkal, membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas kasus kejahatan kehutanan, dan menutup perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dan merampas tanah rakyat di Riau. Dokumen ini berisi laporan insiden penggusuran di Suluk Bongkal tahun 2008 dan permintaan untuk menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran hukum terkait kehutanan
Studi SAMPAN menemukan bahwa hampir seluruh lahan di Kabupaten Ketapang dan Melawi, Kalimantan Barat telah dialokasikan untuk konsesi pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan kehutanan melebihi luas lahan yang sebenarnya, menunjukkan adanya tumpang tindih izin. Hal ini mengancam kelestarian hutan dan berdampak buruk bagi masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya hutan. Langkah-langkah sepert
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Provinsi Riau memiliki luas hutan cukup besar di Indonesia dengan luas hutan sekitar 8,6 juta ha.
2. Luas Hutan Tanaman Industri di Provinsi Riau saat ini adalah sekitar 1,509,702 ha yang dikelola oleh 48 perusahaan.
3. Terjadi sengketa lahan Hutan Tanaman Industri di Pulau Padang, Kepulauan Meranti antara masyarakat dengan PT RAPP.
PT. Tanjung Redeb Hutani adalah perusahaan patungan yang didirikan pada tahun 1993 untuk memproduksi kayu pulp. Perusahaan ini memiliki izin pengelolaan hutan tanaman industri seluas 180.330 ha di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur untuk jangka waktu 43 tahun.
Kajian Penolakan Izin Operasi Produksi Pertambangan Batu Bara PT. Mantimin Co...Muhammad Hafizhurrahman
Izin operasi pertambangan batu bara PT. Mantimin Coal Mining di Pegunungan Meratus ditolak karena:
1. 56% lokasi tambang merupakan kawasan karst yang harus dilindungi
2. Lokasi tambang berada di hutan lindung dan kawasan resapan air
3. Akan membahayakan flora dan fauna langka di kawasan tersebut
4. Dikeluarkan tanpa analisis dampak lingkungan (AMDAL)
Laporan ini memberikan ringkasan hasil investigasi Eyes on the Forest pada November 2006 mengenai kondisi delapan blok hutan besar yang tersisa di Riau. Investigasi menemukan bahwa sekitar 2.000 ha hutan alam di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa telah ditebang oleh perusahaan anak Sinar Mas Group, meskipun izin konsesi hanya untuk tebang pilih. Investigasi juga menemukan 150 ha hutan di konsesi PT Triomas FDI telah ditebang me
Dokumen tersebut membahas pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam penggunaan ruang di Provinsi Riau, khususnya terkait izin-izin yang diberikan pada kawasan hutan lindung dan bergambut. Dokumen ini juga membandingkan perubahan batas kawasan lindung antara RTRWP 1994 dan draft RTRWP 2001-2015 serta menganalisis status areal HTI di Riau.
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah: (1) Gubernur Bengkulu membahas perizinan pasca UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah dan kehutanan di Bengkulu; (2) UU baru menarik kewenangan perizinan dari kabupaten ke provinsi untuk lebih terkontrol; (3) Namun bupati masih menolak kebijakan ini dan perlu kerja sama antara gubernur dan bupati.
This paper examines the gender dimensions of control over customary forests and territories through state policy support, markets, and various forms of coercive power and legitimacy. The involved parties are not limited to state institutions and market actors, but also elites at the community level, and close relatives.
Teks ini membahas tentang masyarakat adat dan berbagai sistem penguasaan dan pengelolaan hutan yang telah dikembangkan oleh masyarakat adat di berbagai wilayah Indonesia sejak zaman prakolonial. Sistem-sistem tersebut antara lain sistem pengelolaan agroekosistem dan sistem hutan kerakyatan yang melibatkan pengelolaan hutan bersama dengan budidaya pertanian. Teks ini juga menyoroti peran perempuan dalam pengelolaan sumberday
Laporan ini menganalisis kebijakan perencanaan dan anggaran nasional Indonesia terkait pengelolaan hutan dan lahan. Analisis dilakukan dengan melihat komitmen pemerintah dalam dokumen perencanaan, indikator kinerja, dan realisasinya. Laporan juga menilai kontribusi sektor hutan dan lahan terhadap penerimaan negara, serta belanja negara untuk sektor tersebut. Temuan menunjukkan adanya ketimpangan antara komitmen, target, dan real
Studi ini menilai tata kelola hutan dan lahan di 16 kabupaten di Kalimantan dan Sumatera dengan menggunakan Indeks Kelola Hutan dan Lahan (IKHL). Hasilnya menunjukkan bahwa tata kelola hutan dan lahan di daerah-daerah tersebut masih buruk karena kurangnya transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas pemerintah daerah. Walaupun beberapa indeks mengalami peningkatan, tidak satupun daer
This briefing paper outlines six processes and mechanisms that are key components of good forest and land governance in Indonesia. Embedded in Indonesia’s forest and land governance systems, these processes and mechanisms include spatial planning, allocating licenses for land concessions (such as for logging and mining activities, and palm oil and timber plantations), environmental safeguards, budgets for environmental management, monitoring land use and enforcement of relevant laws and regulations.
MASYARAKAT HUKUM ADAT ADALAH PENYANDANG HAK, SUBJEK HUKUM, DAN PEMILIK WILAYAH ADATNYA
Memahami secara Kontekstual Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas Perkara Nomor 35/PUU-X/2012.
Indonesia has the largest tropical forest in the world, rich forest resources, and biodiversity. For all of this time, the rich and diverse tropical forests have been utilized directly and indirectly, to fulfill the human needs, society and Indonesia as a state. Utilization of Indonesia’s forest, especially to meet the market demand, has caused the loss of total forest cover (deforestation).
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013Aksi SETAPAK
Indonesia memiliki hutan tropis yang terluas di dunia, kekayaan sumberdaya hutan, serta keanekaragaman hayati yang beragam. Selama ini kekayaan dan keanekaragaman hutan tropis tersebut telah dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung.
Spatial planning: in whose interests?
Land allocated for industrial forest and land-based industries is larger than the actual size of West Kalimantan.
Kabupaten Konservasi atau Kabupaten Kompensasi?
Dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Kapuas Hulu No. 144 Tahun 2003, Kapuas Hulu menyatakan diri sebagai Kabupaten Konservasi.
The Kapuas Hulu district in Indonesia declared itself a conservation district through decree 144/2003, but implementation has faced challenges due to lack of communication and understanding between stakeholders. A communications model is proposed to build agreement on roles and responsibilities for conservation and address lack of support from local government and communities. The brief recommends increasing communication through a new forum and potentially elevating the conservation designation through a regional regulation.
1. Hutan mangrove di Batu Ampar memiliki luas yang besar namun saat ini terancam rusak karena adanya perbedaan persepsi dan praktik pengelolaan antara berbagai pihak terkait.
2. Diperlukan pendekatan kolaboratif dalam pengelolaan hutan mangrove di Batu Ampar dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama melalui community-based forest management (CBFM).
3. Penerapan CBFM diharapkan dapat mengatasi kesenjang
Establishing Collaborative Management for Batu Ampar’s Mangrove Forest: Revitalising the Regional Mangroves Working Group (KKMD) is an entry point for establishing collaborative, community based mangroves management.
This policy brief was published by Pemali South Sumatra with support by the Asia Foundation, and the UK Climate Change Unit with assistance from Epistema Institute. The opinions and findings expressed in this policy brief are those of the researchers involved and do not reflect those of the Asia Foundation, UKCCU or Epistema Institute.
This policy brief was published by the Center for Social Forestry Mulawarman University with support by the Asia Foundation, and the UK Climate Change Unit with assistance from Epistema Institute.
Review izin dilakukan oleh masyarakat sipil untuk mengawasi pemberian izin pemerintah terkait industri berbasis lahan, mengingat proses perizinan yang tidak transparan telah berkontribusi terhadap deforestasi, konflik, dan kemiskinan meski secara ekonomi industri ini berperan dalam peningkatan PDB nasional.
This document summarizes the results of a permit review conducted by civil society groups in Indonesia. The review examined permits issued for forestry, plantation and mining industries in nine regions.
The review found violations in 6 permits - 3 in forestry and 5 in plantations. In mining, researchers were unable to determine if violations occurred as over 68% of required documents were not obtained. Overall, only half of the 635 required documents were obtained, indicating a lack of transparency.
The results confirm poor governance in Indonesia's permit system for land-based industries. Recommendations include a comprehensive review of all issued permits, law enforcement for violations, and reforms to make the system more integrated, transparent and accountable. Civil society
1. 11
1KERTAS POSISI — KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
KORUPSI SUBUR,
HUTAN SUMATERA HANCUR
Buruknya Tata Kelola Hutan dan Lahan
di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau
Disusun oleh:
WALHI Aceh, WALHI Sumut, WALHI Sumbar, WALHI Riau, GeRAK Aceh,
Auriga, Perkumpulan Qbar , YCMM, PBHI Sumatera Barat, FITRA Riau, Riau
Corruption Trial, Jikalahari, Sawit Watch, PWYP Indonesia, TUK Indonesia
KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
Kertas Posisi
2. 2 KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
H
UTAN SUMATERA HANCUR OLEH KORUPSI. Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tahun 2014 terkait Sistem Perizinan di Sektor Kehutanan menemukan potensi
suap di sektor perizinan mencapai Rp 22 miliar. Kajian tersebut seolah mengafirmasi
apa yang terjadi pada kasus-kasus yang terjadi di Riau selama ini. Sumatera bagian utara
berulang kali didera kasus korupsi kehutanan. Korupsi terbukti oleh Adelin Lis di Mandailing
Natal, terang juga terlihat dalam Azmun Jaafar di Riau. Selain Tengku Azmun, belum lama,
Annas Maamun tertangkap tangan oleh KPK terkait dengan suap menyuap perubahan
kawasan hutan untuk perkebunan PT Duta Palma. Pembelajaran kasus-kasus dan kajian,
tersebut mendorong KPK untuk menginisiasi ditanda tanganinya Nota Kesepakatan Bersama
29 Kementerian dan Lembaga Negara tentang Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam
(NKB GN-PSDA) yang ditanda tangani pada 19 Maret 2015.
Kertas posisi ini disusun sebagai respon kelompok masyarakat sipil yang bersumber dari
hasil pemantauan dan kerja-kerja kelompok masyarakat sipil di isu perkebunan dan hutan.
Berdasarkan temuan koalisi:
1. Pembiaran hutan tanpa kepastian hukum,
2. Kesemrawutan penerbitan izin hutan dan perkebunan,
3. Pengelolaan hutan dan kebun menjadi ruang konflik, dan
4. Penegakan hukum masih memberikan keuntungan bagi korporasi hitam.
Pembiaran Hutan Tanpa Kepastian Hukum
Salah satu persoalan yang memberikan ruang terjadinya korupsi adalah ketidak pastian
kawasan hutan. Di antaranya dikarenakan pengukuhan kawasan hutan tidak kunjung
selesai hingga saat ini. Di sisi lain, perubahan peruntukan kawasan hutan maupun tata
ruang yang ada pun ditengarai lebih banyak digunakan untuk kepentingan kegiatan-kegiatan
usaha eksploitatif skala besar bahkan, bukan untuk masyarakat. Kasus Duta Palma menjadi
ilustrasi terjadinya pemutihan perkebunan sawit ilegal melalui mekanisme perubahan
peruntukan kawasan hutan maupun kawasan hutan.
Salah satu permasalahan yang ditemukan, misalnya, di Sumatera Utara, pada tahun
2005, Menteri Kehutanan menerbitkan SK 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan
Hutan Di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas + 3.742.120 hektar. Kemudian, tanpa
Korupsi Subur, Hutan Sumatera Hancur
Buruknya Tata Kelola Hutan dan Lahan
di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau
3. 33
3KERTAS POSISI — KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
ada informasi tindak lanjut proses pasca penunjukan, pada tahun 2014 Menteri Kehutanan
mengeluarkan SK 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara
dengan luas + 3.055.795 hektar. Kedua keputusan tersebut memiliki beberapa perbedaan,
salah satunya terkait luas kawasan hutan, ada pengurangan luas sebesar 686.326 hektar.
Pengurangan ini justru sebagian besar terjadi di dalam kawasan hutan produksi dan hutan
produksi terbatas, tanpa informasi yang memadai alasan perubahan peruntukan tersebut.
Selain itu, dalam SK 579 tidak disebutkan dengan jelas pencatatan status pengukuhan
kawasan hutannya. Apa yang terjadi di Sumatera Utara tersebut terjadi juga di Aceh,
Sumatera Barat dan Riau. Penerbitan SK Menhut 878/2014 pada tanggal 29 September
2014 bahkan diterbitkan hanya selang kurang dari seminggu sejak ditangkapnya Annas
Maammun. Sementara itu, WALHI Aceh saat ini sedang melakukan judicial review terhadap
SK 941/2013 Mahkamah Agung karena menilai bahwa perubahan peruntukkan kawasan
hutan tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan hutan lebih jauh.
Provinsi Nomor Keputusan Permasalahan Luas
Aceh 941/Menhut-II/2013 Perubahan peruntukan kawasan hutan
dianggap menyebabkan kerusakan hutan.
3.388.281 ha
Sumatera Utara SK.579/Menhut-II/2014 Terjadi pengurangan seluas 686 ribu hektar
tanpa keterangan yang jelas dasar pengu-
rangannya dan kejelasan tahapan pengu-
kuhannya. Di sisi lain, proses pengukuhan
kawasan hutan berjalan lambat.
3.055.795 ha
Sumatera Barat 579/Menhut-II/2014 Pengukuhan kawasan hutan belum mem-
berikan kepastian status kawasan, khusus-
nya terhadap hak ulayat masyarakat.
2.342.894 ha
Riau 878/Menhut-II/2014 Cenderung melegalkan kepentingan usaha
skala besar, terutama perkebunan.
5.499.693 ha
Boks 1
Kesatuan pengelolaan hutan adalah bentuk pengelo-
laan di tingkat tapak untuk sumatera utara sesuai den-
gan SK.102/Menhut-II/2010 tentang penetapan wilayah
kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL) dan kesatuan
pengelolaan hutan produksi (KPHP) provinsi Sumatera
Utara. Dengan total luasan KPH adalah ± 3.196.380 ter-
diri dari KPHL ± 1.364.497 dan KPHP ± 1.831.884. Ter-
jadi selisih 1 hektar, penggunaan tanda baca kurang lebih
di suatu putusan menteri menandakan ketidak akuratan
data. Karena kesatuan pengelolaan hutan merupakan tata
kelola di tingkat tapak maka SK.102 perlu di sandingkan
dengan SK.579. setelah luasan Kawasan SuakaAlam dan
Kawasan Perlindungan Alam dan Taman Buru dikeluarkan
berikut adalah selisih SK.102 dan SK.579.
Wahana Lingkungan hidup Sumatera Utara menolak
SK.102. Argumentasi penolakan terhadap SK.102 ada-
lah Kementrian kehutanan tidak (1) melaksanakan keg-
iatan inventarisasi hutan sebagaimana ketentuan pasal
13 (2) tidak melaksanakan pengukuhan kawasan hutan
sebagaimana ketentuan pasal 14. Karena kesatauan
pengelolaan hutan adalah pengelolaan di tingkat tapak
maka kedua pasal ini harus diselesaikan terlebih dahulu
oleh negara dalam hal ini Kementrian Kehutanan. Jika
tiga instrumen ini tidak segera di selesaikan oleh KLHK
maka gesekan dan ledakan persoalan tinggal menunggu
waktu saja yang pada akhirnya bukannya kesatuan pen-
gelolaan hutan akan tetapi kehancuran pengelolaan hu-
tan Sumatera Utara.
KPHSU “Kesatuan Pengelolaan Hutan Sumatra Utara“ atau KPHSU
”KEHANCURAN Pengelolaan Hutan Sumatera Utara”
4. 4 KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
Kesemrawutan Praktik Perizinan di Sektor Kehutanan dan Pekebunan
Kesemrawutan praktik perizinan di sektor kehutanan dan perkebunan terutama terlihat
dari banyaknya perizinan yang diberikan tidak sesuai dengan peruntukan ruangnya. Bahkan
tidak jarang pula tumpang tindih dengan perizinan lainnya. Sebagai misal, PT Setia Agrindo
Lestari seluas 17 ribu hektar tumpang tindih izin hutan alam, PT Mutiara Sabuk Khatu-
listiwa dengan luasan 44 ribu hektar. Khususnya terkait sawit, carut marut perkebunan
kelapa sawit dapat dilihat dari pernyataan Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan sebelumnya
yang menyebutkan “dari luas 4 juta hektare (perkebunan sawit di Riau), 2 juta hektare dian-
taranya merupakan kebun sawit ilegal karena tidak memiliki izin. Jadi secara teori, mestinya
(Pemerintah Provinsi Riau) tidak boleh lagi mengeluarkan izin perkebunan.”1
Bahkan menu-
rut Zulkifli, lokasi perkebunan kelapa sawit illegal tersebut berada di kawasan hutan dan
beberapa diantaranya berada di kawasan lindung. Merujuk pada data tersebut, maka Zulkifli
yang pada saat itu menjabat Menteri Kehutanan meminta kepada Pemerintah Daerah untuk
menghentikan penerbitan izin baru perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan Usaha Provinsi Tumpang Tindih
PT Setia Agrindo Lestari Perkebunan Riau Diterbitkan di dalam Hutan Produksi Konversi
dan tumpang tindih dengan PT Mutiara Sabuk
Khatulistiwa dan Bina Keluarga.
PT Perkebunan Serdang
Hulu
Perkebunan Sumatera
Utara
Diterbitkan di dalam kawasan hutan produksi dan
tumpang tindih dengan IUPHHK-HA PT. Mulya Karya
Jayaco.
PT Panca Agro Lestari Perkebunan Riau Diterbitkan dalam kawasan hutan
PT Palma Satu Perkebunan Riau Diterbitkan dalam kawasan hutan
PT Banyu Bening Utama Perkebunan Riau Diterbitkan dalam kawasan hutan
PT Seberida Subur Perkebunan Riau Diterbitkan dalam kawasan hutan
WALHI Aceh, WALHI Sumut, WALHI Riau
Selain persoalan tumpang tindih, perizinan di sektor kehutanan perkebunan juga punya
kecenderungan menerabas peraturan perundang-undangan. Di sektor perkebunan, berda-
sarkan penelitian Transformasi Untuk Keadilan pada tahun 2013 perkebunan kelapa sawit
di Indonesia hanya dikuasai oleh 25 grup, di mana Grup Sinar Mas menguasai lahan terbe-
sar dengan luas 471.100 hektar lahan yang telah ditanami, diikuti oleh Grup Salim seluas
326.136 hektar, Jardine Matheson Grout seluas 281.378 hektar, sedangkan penguasaan
lahan terkecil dari 25 grup tersebut oleh Grup Tiga Pilar Sejahtera seluas 16.836 hektar.
Penguasaan lahan oleh Grup yang melebihi 100.000 hektar tersebut tidak sejalan dengan
Permentan No. 98 Tahun 2013. WALHI Riau menemukan penerbitan izin di sektor kehuta-
nan juga tidak lepas dari masalah. Pemberian izin hutan tanaman di Pulau Padang jelas-jelas
1 50% Perkebunan sawit di Riau illegal, 6 Agusutus 2014 diakses dari htp://kanalsatu.com/id/post/29082/50--
perkebunan-sawit-di-riau-ilegal pada 19 Maret 2015.
5. 55
5KERTAS POSISI — KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 yang melarang pem-
berian konsesi di dalam pulau kecil. Hingga konsesi hutan tersebut menguasai 34% wilayah
Pulau Padang.
Permasalahan lainnya, konsesi hutan yang tidak aktif kemudian memungkinkan juga
terjadinya akses perambahan ilegal. Sebagai ilustrasi di WALHI Aceh, koalisi menemukan
adanya pembukaan ruas jalan di dalam hutan lindung melalui HPH yang tidak lagi aktif.
Ruas jalan tersebut telah dibangun sejak tahun 1981 oleh perusahaan HPH ARS-Aceh Inti
Timber sepanjang 18 km sebagai jalan operasional, pada masa konflik bersenjata di Aceh,
sejumlah HPH tidak beroperasi, termasuk HPH ARS-Aceh Inti Timber, dan ruas jalan yang
sudah dibuka tersebut telah mengalami suksesi alami menjadi hutan kembali. Dari 11,78
km ruas jalan yang akan dibuka kembali. 4,3 km sudah direalisasikan dan berada di dalam
kawasan hutan lindung dengan lebar jalan 12 meter. Masyarakat di sekitar pembangunan
jalan tersebut, telah memperingatkan para pelaku yang terlibat, tetapi mendapatkan “anca-
man” dari pelaku. Selain itu, Dinas Kehutanan Provinsi melalui UPTD KPH Wilayah 1 telah
melakukan penyelidikan kelapangan, dan membuktikan bahwa ruas jalan sepanjang 14 km
tersebut telah berada di dalam kawasan hutan lindung.
Ironis, pengelolaan hutan bahkan memungkinkan perusahan-perusahaan yang koruptif
justru mendapatkan sertifikasi legal. Dari 27 izin konsesi yang terlibat, 17 di antaranya
mendapatkan sertifikasi. Proses hukum tidak pernah diberlakukan kepada perusahaan-
perusahaan yang telah terbukti menyebabkan kerugian negara.
Boks 2
Pulau Padang merupakan salah satu pulau yang be-
rada di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Terda-
pat 14 Desa yang tersebar di dua kecamatan, dengan
luas 986,91 km2. Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 jo.
UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pe-
sisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau dengan luas kecil atau
sama dengan 2.000 km2 dikategorikan sebagai pulau
kecil dan tiboleh diberikan izin HTI. Pada kenyataanya
di Pulau Padang terdapat konsesi PT. RAPP (APRIL)
dengan luas konsesi 34.000 hektar atau setara 340 km2.
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.327/
MENHUT-II/2009 yang telah direvisi berdasarkan Kepu-
tusan Menteri Kehutanan No. SK.180/MENHUT-II/2013.
Padahal pulau kecil tidak ditujukan untuk eksploitasi
hutan berbasis investasi di sektor kehutanan, karena
pemanfaatan wilayah pesisi dan pulai kecil difokuskan
untuk pemanfaatan perairan.
Selain berada di kawasan pulau kecil, keberadaan
PT. RAPP di Pulau Padang juga melanggar Kepres No.
32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,
yang memberikan perlindungan terhadap kawasan gam-
but dengan ketebalan 3 meter ke atas. Keberadaan PT.
RAPP di Pulau Padang berdasarkan penelusuran Eyes
on The Forest Riau juga menimbulkan konflik sosial
dengan masyarakat setempat. Salah satu bentuk protes
yang dilakukan masyarakat adalah aksi jahit mulut pada
tahun 2012 untuk menolak keberadaan PT. RAPP di Pu-
lau Padang.
Permasalahan dan konflik yang menyelimuti ke-
beradaan PT. RAPP di Pulau Padang, hingga saat ini
tidak mendapat respon dari pemerintah, bahkan kehad-
iran Presiden Jokowi melintasi Pulau Padang, November
2014 lalu, seolah tidak berdampak terhadap keberadaan
PT. RAPP di Pulau Padang.
Pulau Padang, Penghancuran yang Diizinkan
6. 6 KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
No Nama Perusahaan SK Izin
Tanggal Keluar
Izin
Luas Izin Group
S-PHPL S-LK
1 PT. Artelindo
Wiratama (PT. AW)
SK Bupati Inhu No:
74/2002
11 April 2002 19.440 ha - - SMG /
APP
2 PT. Citra Sumber
Sejahtera (PT. CSS)
SK Bupati Inhu No.
330/2002
5 November
2002
16.500 ha - Ya RGE/
APRIL
3 PT. Bukit Batabuh Sei
Indah (PT. BBSI)
SK Bupati Inhu No.
331/2002
6 November
2002
13.450 ha - Ya RGE/
APRIL
4 PT. Mitra Kembang
Selaras (PT. MKS)
SK Bupati Inhu No.
352/2002
21 November
2002
14.450 ha - Ya RGE/
APRIL
5 PT. Sumber Maswa-
na Lestari (PT. SML)
SK Bupati Inhu No.
18/2003
10.000 ha - - -
6 PT. Bina Duta
Laksana (PT. BDL)
Bupati Inhil No. 17.a/TP/
VI/2002
Juni 2002 30.405 ha Ya Ya SMG /
APP
7 PT. Riau Indo
Agropalma (PT. RIA)
Bupati Inhil No. 17.a/TP/
VI/2002
3 Juni 2002 16.500 ha - Ya SMG /
APP
8 PT. Merbau
Pelalawan Lestari
Kep. Bup No. 522.21/
IUPHHK-HT/XII/2002/004
17 Desember
2002
+ 5.590 ha - Ya RGE /
APRIL
9 PT. Selaras Abadi
Utama
Kep. Bup No. 522.21/
IUPHHK-HT/XII/2002/005
30 Desember
2002
+ 11.690 ha - Ya RGE /
APRIL
10 PT. Uniseraya Kep Bup No. 522.21/
IUPHHK-HT/XII/2002
30 Desember
2002
+ 35.000 ha - Ya RGE/
APRIL
11 CV. Tuah Negeri Kep Bup No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/006
25 Januari
2013
+ 1500 ha - - RGE/
APRIL
12 CV. Mutiara Lestari Kep Bup No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/007
25 Januari
2003
+ 4000 ha - - RGE/
APRIL
13 CV. Putri Lindung
Bulan
Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/005
25 Januari
2003
+ 2500 ha - - RGE/
APRIL
14 PT. Mitra Tani Nusa
Sejati
Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/009
27 Januari
2003
+ 7.300 ha - Ya RGE/
APRIL
15 PT. Rimba Mutiara
Permai
Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/008
27 Januari
2003
+ 9.000 ha - Ya RGE/
APRIL
16 CV. Bhakti Praja
Mulia
Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/011
+ 5.800 ha - - RGE/
APRIL
17 PT. Triomas FDI Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/012
29 Januari
2003
+ 9.625 ha - Ya RGE/
APRIL
18 PT. Satria Perkasa
Agung
Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/013
29 Januari
2003
+ 12.000
ha
- Ya RGE/
APRIL
19 PT. Mitra Hutani Jaya Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/014
29 Januari
2003
+ 10.000
ha
- Ya SMG/
APP
20 CV. Alam Lestari Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/015
30 Januari
2003
+ 3.300 ha - - RGE/
APRIL
21 PT. Madukoro Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/017
31 Januari
2003
+ 15.000
ha
- - RGE/
APRIL
22 CV. Harapan Jaya Kep. Bup. No. 522.21/
IUPHHK-HT/I/2003/016
31 Januari
2003
+ 4.800 ha - - RGE/
APRIL
7. 77
7KERTAS POSISI — KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
No Nama Perusahaan SK Izin
Tanggal Keluar
Izin
Luas Izin Group
S-PHPL S-LK
23 PT. Bina Daya Bintara SK Nomor 02/IUPHHK/I/
2003
18 Januari
2003
± 8000 ha - Ya RGE/
APRIL
24 PT. Seraya Sumber
Lestari
SK Nomor 03/IUPHHK/I/
2003
27 Januari
2003
+ 8300 ha - Ya RGE/
APRIL
25 PT. Balai Kayang
Mandiri
SK Nomor 04/IUPHHK/
II/2003
3 Febuari 2003 21.450 ha - Ya SMG/
APP
26 PT. Rimba Mandau
Lestari
SK Nomor 05/IUPHHK/
II/ 2003
3 Febuari 2003 ± 6400 ha - Ya SMG/
APP
27 PT. National Timber
and Forest Product
SK Nomor 02/IUPHHK/
II/ 2003
03 Febuari 8300 ha - - RGE/
APRIL
Pengelolaan Hutan dan Kebun Menjadi Ruang Konflik
Berdasarkan data Sawit Watch tahun 2012 terdapat 664 konflik antara masyarakat
dengan perusahaan. Beberapa penyebab konflik tersebut sangat beragam, baik itu persoalan
kompensasi kepada masyarakat yang lahannya diambil, maupun dikarenakan terampasnya
secara sewenang-wenang akses masyarakat terhadap sumber daya hutan. Berdasarkan data
koalisi, sebagian besar konsesi hutan tanaman, hutan alam, maupun usaha perkebunan
rentan berkonflik dengan masyarakat. Tercatat setidaknya 30 korporasi di sektor kehutanan
dan perkebunan tersebut berkonflik lahan dengan masyarakat. Sehingga dari lebih dari 50
persen wilayah konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam berkonflik
dengan masyarakat.
No Perusahaan Provinsi Perizinan dan Hak Tipologi Konflik
1 PT Rapala Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan masyarakat
2 PT Patria Kamoe Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan masyarakat
3 PT Dua Perkasa Lestari Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan masyarakat
4 PT Sari Inti Rakyat Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan masyarakat
5 PT Atakana Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan satwa gajah
6 PT Dwi Kencana Semesta Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan satwa gajah
7 PT Syaukat Aceh Hak Guna Usaha Konflik dengan masyarakat
8 PT Setia Agrindo Lestari Riau Izin Usaha Perkebunan Konflik dengan masyarakat
9 PT Duta Palma Riau Izin Usaha Perkebunan Konflik dengan masyarakat
10 PT Suntara Gajapati Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat dan satwa
11 PT Lestari Unggul Makmur Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
12 PT Ruas Jaya Utama Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat dan satwa
13 PT Arara Abadi Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat dan satwa
14 PT RAPP Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat dan satwa
8. 8 KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
No Perusahaan Provinsi Perizinan dan Hak Tipologi Konflik
15 PT Bhara Induk Riau Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
16 PT Hutani Sola Lestari Riau Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
17 PT Sumatera Riang Lestari Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
18 PT Nasional Sago Prima Riau Hutan Tanaman Bukan
Kayu
Konflik dengan masyarakat
19 PT Bina Duta Laksana Riau Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat dan satwa
20 PT Dhara Silva Lestari Sumbar Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
21 PT Putra Lika Sejahtera Sumut Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
22 PT Hutan Barumun Perkasa Sumut Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
23 PT Toba Pulp Lestari Sumut Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
24 PT Hutan Barumun Perkasa Sumut Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
25 PT Multi Sibolga Timber Sumut Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
26 PT Barumun Padang Raya
Langkat
Sumut Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
27 PT Sumatera Silva Lestari Sumut Hutan Tanaman Konflik dengan masyarakat
28 PT Teluk Nauli Sumut Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
29 PT SMART Sumut Perkebunan Konflik dengan masyarakat
30 PT Minas Pagai Lumber Sumbar Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
31 PT Salaki Summa Sejahtera Sumbar Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
32 PT Andalas Merapi Timber Sumbar Hutan Alam Konflik dengan masyarakat
Proses Hukum Korupsi Masih Memberikan Keuntungan
Bagi Korporasi Hitam
Penegakan hukum terkait perkara-perkara kejahatan kehutanan, khususnya terkait
pertkara tindak pidana korupsi meberikan hasil yang cukup signifikan. Hal ini dapat diliha
dari kasus di Pelalawan yang menjerat Tengku Azmun Ja’far menjadi tonggak pelaksanaan
pemberantasan mafia hutan. Dalam amar Putusan dari Pengadilan Tingkat Pertama, Banding
hingga Kasasi secara jelas disebutkan bahwa perbuatan yang dilakukan oeh tengu Azmun
Jafar mergikan keuangan negara dengan memberikan keuntungan bagi korporasi penerima
izin sebesar 1,2 triliyun rupiah.
Selanjutnya, pada perkara yang melibatkan Arwin AS, disebutkan juga bahwa negara
mengalami kerugian paling tidak 300 milyar. Hanya saja, pelaksanaannya penegakan hukum
dengan menggunakan instrumen anti korusi, mengingat pengembalian kerugian negara
belum berhasil terlaksanan. Walaupun dalam putusan-putusan pemidanaaan perkara
korupsi secara jelas disebutkan keterlibatan korporasi-korporasi yang terafiliasi dengan
APP dan APRIL tersebut, namun kelangsungan penebangan hutan budidaya akasia di areal
konses terus berlangsung.
9. 99
9KERTAS POSISI — KORUPSI SUBUR, HUTAN SUMATERA HANCUR
Kasus Korupsi Kerugian Negara Status
Kasus Pelalawan
melibatkan 15 korporasi
1,2 trilyun rupiah Sudah inkracht untuk penyelenggara negara, tapi
untuk korporasi diperintahkan untuk diproses
hukum pengembalian kerugian negaranya.
“Mengingat seadainya kerugian negara dalam
perkara a quo akan diupayakan pengembaliannya,
maka masih diperlukan prosesi dan mekanisme
tersendiri”
Kasus Siak melibatkan 5
korporasi
300 milyar rupiah Sudah inkracht, tidak diarahkan adanya
pengembalian kerugian negara.
Kasus Inhu dan Inhil
melibatkan 7 korporasi
2,1 trilyun rupiah (perkiraan
berdasarkan tutupan hutan
50 mkub/ha)
Dalam proses.
Kasus alih fungsi lahan
proyek Asahan 3
5 milyar Penetapan tersangka.
Kasus KBR 5 milyar Proses persidangan.
Kasus GDS Proses persidangan.
TOTAL 3,12 trilyun rupiah.
WALHI Riau (2014), WALHI Sumut
Dari modus yang sama, penerbitan izin IUPHHK-HT oleh Bupati yang tidak memiliki
kewenangan dan berada di atas kawasan hutan yang seharusnya tidak dapat dibebankan izin
juga juga terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Terkait dengan upaya yang
hendak dilakukan guna melakukan pemulihan kerugian keuangan negara tersebut, maka
terhadap Bupati penerbit izin dan korporasi penerima izin telah dilangsungkan pelaporan
kepada KPK. Untuk di kedua kabupaten tersebut, koalisi memperhitungkan setidaknya
kerugian negara mencapai 2,1 trilyun rupiah.
REKOMENDASI
Berdasarkan kondisi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Bagian Utara dan Koalisi
Anti Mafia Hutan menuntut:
1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Daerah menyelesaikan pen-
gukuhan kawasan hutan dengan cara yang partisipatif dan memperhatikan hak-hak masya-
rakat atas hutan.
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian terkait mela-
kukan audit perizinan terhadap seluruh kegiatan usaha perkebunan dan kehutanan.
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian beserta Pe-
merintah Daerah untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat.
4. Aparat Penegak Hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi agar menindaklanjuti
proses peradilan di Kabupaten Pelalawan, Siak dan Inhu-Inhil dengan menuntut pengem-
balian kerugian negara yang utuh terhadap korporasi yang terlibat kasus korupsi.
10. 10 KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
PENGAWASAN MASYARAKAT SIPIL ATAS KORSUP
SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BAGIAN UTARA
KOALISI ANTI MAFIA HUTAN
WALHI Aceh, WALHI Sumut, WALHI Sumbar,
WALHI Riau, GeRAK Aceh, Auriga, Perkumpulan Qbar ,
YCMM, PBHI Sumatera Barat, FITRA Riau, Riau Corruption Trial,
Jikalahari, Sawit Watch, PWYP Indonesia, TUK Indonesia