SlideShare a Scribd company logo
KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
DKI JAKARTA
SKRIPSI SARJANA SAINS
Oleh
AFIFI RAHMADETIASSANI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2013
ii
FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL
Skripsi, Jakarta September 2013
Afifi Rahmadetiassani
Komunitas Kupu-Kupu di Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI Jakarta
xii + 68 halaman, 4 tabel, 12 gambar, 15 lampiran
Berkembang-pesatnya pembangunan di Jakarta berdampak terhadap konversi
lahan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan berkurangnya Ruang
Terbuka Hijau (RTH) yang juga berdampak negatif bagi satwa-satwa yang hidup di
perkotaan seperti kupu-kupu. Penelitian dilakukan di lokasi Taman Marga Satwa
Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan Kota (HK) Srengseng bertujuan untuk
mengetahui komunitas kupu-kupu pada ketiga lokasi tersebut pada habitat terbuka
dan tertutup. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2012 dengan
metode plot berukuran 50 x 50 m. Pada masing-masing lokasi terdiri dari 6 plot,
masing-masing habitat terdiri dari tiga plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 43 jenis kupu-kupu dari 26 marga dan 5 suku pada ketiga lokasi. Secara
berurutan, ditemukan 30 jenis pada HK Srengseng, 26 pada Senayan dan 24 pada
TMR. Berdasarkan habitat, HK Srengseng terbuka terdapat 26 jenis dan tertutup 19
jenis; Senayan terbuka terdapat 21 jenis dan tertutup 20 jenis; TMR terbuka 16 dan
tertutup 18. Indeks Kesamaan Jenis kupu-kupu memiliki kesamaan jenis berdasarkan
lokasi di dapat 58-75 %; berdasarkan habitat 58,824-73,171 %. Nilai Indeks
Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener (H') memiliki nilai relatif sedang pada lokasi
penelitian (2,491-2,972), habitat terbuka (2,153-2,996) dan pada habitat tertutup
(2,432- 2,659). Berdasarkan uji Hutchinson menununjukkan adanya perbedaan yang
bermakna (α = 0,05) pada semua lokasi dan antar habitat pada TMR dan HK
Srengseng. Nilai H' tersebut juga didukung oleh Indeks Kemerataan Jenis Evannes
yang menunjukkan kemerataan yang sama pada lokasi dan habitat.
Daftar bacaan : 74 (1977 - 2013)
KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DKI
JAKARTA
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI
Oleh
AFIFI RAHMADETIASSANI
083112620150008
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2013
Judul Skripsi :
Nama Mahasiswa :
Nomor Kopertis :
Pembimbing Pertama
Dra. Hasni Ruslan, MSi.
Tanggal lulus : 12 September 2013
: KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA
HIJAU (RTH) DKI JAKARTA
: Afifi Rahmadetissani
: 083112620150008
Menyetujui
Pembimbing Kedua
Dra. Hasni Ruslan, MSi. Drs. Imran S. L. Tobing, MSi.
Dekan
Drs. Imran S L Tobing, M.Si
12 September 2013
KUPU DI RUANG TERBUKA
Pembimbing Kedua
Drs. Imran S. L. Tobing, MSi.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis persembahkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul yang berjudul “Komunitas Kupu-
Kupu di Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI Jakarta”. Penulis untuk
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua dan keluarga besar penulis yang terus memberikan semangat,
dukungan, kesabaran dan ketulusan dalam setiap doanya.
2. Dra. Hasni Ruslan, MSi. sebagai pembimbing pertama dan Drs. Imran S. L.
Tobing, MSi. sebagai pembimbing kedua dan selaku Dekan Fakultas Biologi
Universitas Nasional yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungannya
kepada penulis sehingga tersusunnya skripsi ini.
3. Drs. Ikhsan Matondang, MSi. selaku Pembimbing Akademik angkatan 2008 yang
telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan kepada penulis.
4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah banyak
memberikan pelajaran yang berharga selama menempuh perkuliahan.
5. Kepala Pimpinan Taman Margasatwa Ragunan dan Dinas Kelautan dan Pertanian
Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
vi
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 “Endangered species” : Zulfikar S.Si.,
Fajar S.Si., Marlia, Joandini, Hamdani, Arfan, Rika, Nur, Tenno, Angga, Devi,
Dita S.Si., Akbar, Rifky S.Si., Theresia S.Si., Dera S.Si. dan Anita yang selalu
memberikan semangat, saran dan kekompakan yang tidak bakal terlupakan
sepanjang hayat.
7. Teman-teman BSO KSPL “Chelonia”, BBC, JBS, KKI, WWF, IWP, TRASHI,
GSC, PP-IPTEK yang memberikan persahabatan, semangat, kreativitas dan ilmu-
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. M. Arif Rifqi, S.Si. sahabat dekatku yang selalu memberikan semangat, doa,
harapan dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan
dalam materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan bimbingan, saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan.
Jakarta, September 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xi
BAB
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 4
A. Ruang Terbuka Hijau ……………………...………………………….. 4
B. Taksonomi Kupu-Kupu …………………………................................. 5
C. Morfologi Kupu-Kupu …………...…………………………………... 7
D. Siklus Hidup Kupu-Kupu …….……………………………………… 9
E. Habitat Kupu-Kupu …………………………………………………... 10
F. Peran Kupu-Kupu …………….……………………………………… 11
III. METODOLOGI ……………………………………………………….... 13
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………………….... 13
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………………………. 14
C. Alat dan Bahan ……………………………………………………… 15
D. Cara Kerja …………………………………………………………… 15
E. Analisis Data ………………………………………………………... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... 22
A. Komposisi Jenis ……… …………………………………………….. 22
viii
Halaman
B. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis …………………….. 31
C. Pemanfaatan Ruang dan Faktor Lingkungan ……………………...... 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 42
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 42
B. Saran ………………………………………………………………... 43
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 44
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 51
ix
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Naskah
1. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian................ 30
2. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ………. 31
3. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu di Lokasi
Penelitian ……………………………………………….………… 33
4. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu Berdasarkan
Habitat ………………………………………………………...… 37
Lampiran
1. Komposisi Jenis Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian ……………… 51
2. Komposisi Jenis vegetasi di Lokasi Penelitian..………………….. 53
3. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR.……… 56
4. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan……. 57
5. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi
HK Srengseng……………………………………………………….. 58
6. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di
Habitat Terbuka …………………………………………………… 59
x
Halaman
7. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di
Habitat Terbuka ………………………………………………….. 60
8. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng
di Habitat Terbuka………………………………………………….. 61
9. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di
Habitat Tertutup ……………………………………………………. 62
10. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di
Habitat Tertutup……………………………………………………. 63
11. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai
Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng
di Habitat Tertutup………………………………………………… 64
xi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
Naskah
1. Morfologi Kupu-Kupu …………………………………………….….. 8
2. Siklus Hidup Kupu-Kupu ………………………………………….….. 10
3. Peta Lokasi Sampling ..…………………………………………….….. 13
4. Ilustrasi tutupan kanopi pohon terbuka dan tertutup ............................ 16
5. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Lokasi ……………….….. 22
6. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ……………….….. 24
7. Contoh Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan
A. Graphium agamemnon (Papilionidae), B. Hypolimnas bolina
(Nymphalidae), dan C. Eurema hecabe (Pieridae)……..……….…… 26
8. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis …………….….. 32
9. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan
Habitat ………………………..…………………………………….….. 36
10. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan
Habitat ……………………………………………………………..….. 37
11. Perbandingan Jumlah Jenis Kupu-Kupu Habitat Terbuka dan
Tertutup ……………………………….…………………………….... 39
12. Parameter Lingkungan Penelitian Kupu-Kupu di RTH Jakarta……. ... 40
xii
Halaman
Lampiran
1. Sebaran RTH di Propinsi DKI Jakarta ............................................... 65
2. Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan di Lokasi Penelitian .... 66
3. Gambaran Lokasi Habitat Terbuka dan Tertutup di Lokasi Penelitian 67
4. Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian………. 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia yang mengalami perkembangan
dan pembanguan yang sangat pesat, hal tersebut terjadi setelah zaman kemerdekaan,
terutama pada masa Orde Baru (Kristanto dan Momberg, 2008). Sebagai salah satu
kota terbesar di dunia, Jakarta memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terus
bertambah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya konversi lahan untuk dijadikan
sebagai sarana dan prasarana memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dengan kondisi
ketersediaan lahan yang terbatas (Dinariana, 2011). Dalam perkembangannya
sebagai pusat pembangunan di Indonesia, Jakarta mengalami kerusakan lingkungan
akibat perencanaan pembangunan yang kurang matang. Kerusakan lingkungan yang
terjadi saat ini antara lain rusaknya fungsi serapan air dan polusi udara yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan mahluk hidup dan lingkungannya, serta
berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) sebagai habitat dan tempat berlindung bagi
satwa-satwa yang hidup di perkotaan (Departemen Kehutanan, 2010).
Salah satu satwa yang membutuhkan RTH sebagai habitatnya adalah kupu-
kupu. Keberadaannya memiliki peran sebagai salah satu komponen penting ekosistem
sebagai polinator dan bioindikator lingkungan (Salmah, 1994; Boonvanno dkk.,
2000). Salah satu yang paling penting adalah bahwa kupu-kupu merupakan hewan
yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan (poikilotermik), sehingga
2
keberadaan iklim mikro pada suatu habitat (dalam hal ini RTH) berperan penting
dalam kelangsungan hidupnya (Borror, 1996).
Selain adanya tekanan pembangunan, keberadaan kupu-kupu terancam oleh
adanya penangkapan secara berlebihan hingga perburuan ilegal. Hal ini disebabkan
kupu-kupu memiliki warna, corak dan bentuk sayap yang menarik, sehingga
menyebabkan banyak orang yang tertarik dan berusaha menangkap kupu-kupu dari
alam baik untuk koleksi pribadi, maupun sebagai komoditas perdagangan. Dalam
perkembangannya, perdagangan kupu-kupu dilakukan di dalam negeri hingga ke luar
negeri (National Research Council, USA, 1983).
RTH yang ada di Jakarta antara lain Taman Marga Satwa Ragunan (TMR),
Senayan dan Hutan Kota (HK) Srengseng. Ketiga kawasan tersebut memiliki
permasalahan berupa tekanan pembangunan, aktivitas manusia dan polusi
lingkungan. Lokasi TMR dimanfaatkan sebagai salah satu pusat parawisata yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan, kondisi tersebut menyebabkan terganggunya
aktivitas kupu-kupu, terutama pada saat padat pengunjung. Lokasi Senayan
merupakan area publik yang berada di pusat aktivitas kota Jakarta. Lokasi ini
dikelilingi oleh gedung-gedung dan jalanan di sekitarnya merupakan jalur padat
kendaraan yang senantiasa mengeluarkan polusi. Sedangkan HK Srengseng
merupakan hutan kota bekas tempat pembuangan sampah yang berada di tengah
pemukiman dan berada di tepi sungai Pesanggrahan. Intensitas aktivitas manusia pada
lokasi ini tidak sepadat kedua lokasi sebelumnya. Aktivitas kupu-kupu dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, menurut Rahayu dan Basukriadi (2012) kupu-kupu lebih
3
banyak ditemukan pada habitat yang memiliki intensitas cahaya matahari yang tinggi
yang juga berkaitan dengan kondisi vegetasi, yaitu kondisi habitat terbuka akan lebih
banyak dijumpai kupu-kupu beraktivitas seperti berjemur (basking) atau hanya
terbang saja (Hirota dan Obara, 2000). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi
komunitas kupu-kupu yang ada pada ketiga lokasi tersebut. Berdasarkan latar
belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas kupu-kupu di
ketiga lokasi tersebut pada habitat terbuka dan tertutup. Hipotesis yang diajukan
adalah :
1. Terdapat perbedaan komposisi dan keanekaragaman jenis kupu-kupu pada
ketiga lokasi RTH.
2. Terdapat perbedaan komposisi dan keanekaragaman jenis kupu-kupu pada
habitat terbuka dan tertutup di tiga lokasi RTH.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah salah satu bagian yang penting dalam
suatu kota (Haris, 2006). Secara definitif, RTH adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tumbuhan, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No.
26, 2007). Keberadaan RTH diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup terutama
di wilayah perkotaan (Purnomo, 2001).
Tujuan disediakannya RTH adalah untuk meningkatkan mutu lingkungan
hidup perkotaan dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan, serta
menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna
bagi kepentingan masyarakat. Manfaat adanya RTH atara lain sebagai areal
perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sarana
untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan;
sarana rekreasi; pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam
pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sarana penelitian dan pendidikan
serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; tempat
perlindungan plasma nutfah; sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim
mikro; dan sebagai pengatur tata air (Instruksi Mentri Dalam Negeri No. 14 Tahun
1988). Sebagai ibu kota negara, Jakarta sendiri memiliki beberapa RTH yang
5
tersebar di beberapa lokasi dalam peta rencana pola ruang daratan Provinsi DKI
Jakarta tahun 2012 (Gambar Lampiran 1), antara lain Taman Marga Satwa Ragunan,
Senayan, Hutan Kota Srengseng dan beberapa RTH lainnya (Kristanto dan Momberg,
2008; Pemprov DKI Jakarta, 2012 ).
B. Taksonomi Kupu-Kupu
Secara taksonomi, Lepidoptera mencakup kupu-kupu (butterfly) dan ngengat
(moth) (Triplehorn dan Johnson, 2005). Kupu-kupu dan ngengat dapat dibedakan
dalam beberapa hal, antara lain kupu-kupu memiliki aktivitas diurnal sedangkan
ngengat memiliki aktivitas nokturnal; warna sisik dan bentuk sayap kupu-kupu
menarik, sedangkan ngengat memiliki warna cokelat, gelap dan kusam; sayap kupu-
kupu ketika hinggap menutup, sedangkan ngengat terbuka (Peggie, 2011) dan kupu-
kupu memiliki antena yang ramping dan membulat di ujung sedangkan ngengat
antenanya berbebentuk rambut (Triplehorn dan Johnson, 2005).
Menurut Rod dan Ken (1999), kupu-kupu terbagi menjadi dua super famili
yaitu Papilionoidea dan Hesperiodea. Papilionoidea mencakup suku Papilionidae,
Pieridae, Lycaenidae dan Nymphalidae sedangkan Hesperioidea mencakup suku
Hesperiidae. Setiap suku kupu-kupu memiliki ciri-ciri yang berbeda. Adapun ciri-ciri
tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Suku Papilionidae
Kupu-kupu yang termasuk ke dalam suku ini sebagian besar memiliki ukuran
tubuh yang besar dan memiliki pola warna yang indah (Noerdjito dan Aswari, 2003).
Pada beberapa jenis, terdapat sayap belakang yang berekor. Ekor tersebut merupakan
6
perpanjangan sudut sayap belakang (Peggie dan Amir, 2006). Bentuk ekornya seperti
ekor burung walet, sehingga suku ini disebut sebagai kupu-kupu ekor burung walet
atau swallow tail (Triplehorn dan Johnson, 2005).
2. Suku Pieridae
Suku ini memiliki ukuran tubuh sedang dan sayapnya memiliki warna kuning
atau putih dengan campuran warna gelap (Garth, 1988) dan pada bagian sayap
belakangnya agak bulat dan tidak memiliki ekor (Mastrigt dan Rosariyanto, 2005).
Menurut Peggie dan Amir (2006), beberapa jenis dari suku ini mempunyai kebiasaan
bermigrasi dan pada kupu-kupu betina umumnya memiliki warna sayap yang lebih
gelap dibandingkan kupu-kupu jantan.
3. Suku Lycaenidae
Menurut Peggie dan Amir (2006), kupu-kupu yang termasuk ke dalam suku
ini memiliki ciri ukuran tubuh kecil, memiliki sayap berwarna biru, jingga tua atau
ungu dengan adanya bercak metalik, putih atau hitam. Bagian sayap terkadang
terdapat bintik mata (eye spot) yang besar melebar (Triplehorn dan Johson, 2005) dan
memiliki sayap yang lemah dan mudah rusak (Fiedler, 1996). Pada suku ini, banyak
jenis yang memiliki ekor sebagai perpanjangan sayap belakang dan kupu-kupu jantan
memiliki warna sayap yang lebih cerah dibandingkan kupu-kupu betina (Peggie dan
Amir, 2006).
4. Suku Nymphalidae
Suku ini merupakan kelompok yang paling banyak variasi warna dan bentuk
sayap (Wahlberg dkk., 2003). Warna sayap pada umumnya cokelat, kuning, hitam
7
dan jingga tua. Suku ini mempunyai sepasang tungkai depan yang menyusut,
sehingga hanya tungkai tengah dan belakang yang berfungsi untuk berjalan (Peggie
dan Amir, 2006).
5. Suku Hesperiidae
Jenis kupu-kupu yang termasuk dalam suku ini, memiliki kemampuan terbang
yang cepat dengan sayap yang relatif pendek dan pada umumnya sayapnya memiliki
warna cokelat dengan bercak kuning atau putih (Peggie dan Amir, 2006). Memiliki
ukuran tubuh sedang dengan ukuran kepala yang lebar (Garth, 1988). Suku ini
dikenal dengan sebutan skippers (Rod dan Ken, 1999).
C. Morfologi Kupu-Kupu
Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang memiliki ciri berupa permukaan
sayap yang ditutupi oleh sisik, oleh karena itu kupu-kupu termasuk ke dalam bangsa
Lepidoptera (lepido = sisik ; ptera = sayap) (Peggie, 2011). Menurut Pallister (1986),
sisik pada sayap kupu-kupu memiliki warna dan corak yang menarik sekaligus
menjadi pembeda bagi setiap jenisnya.
Morfologi kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut
(Nurjannah, 2010) (Gambar 1). Kepala kupu-kupu berbentuk bulat kecil, terdapat
sepasang antena, sepasang mata dan alat mulut. Antena kupu-kupu berukuran panjang
dan pada bagian ujungnya membesar, ramping dan terdiri dari segmen-segmen
(Triplehorn dan Johnson, 2005). Antena tersebut dapat digerakkan ke segala arah dan
memiliki fungsi sebagai alat sensor. Kupu-kupu memiliki mata majemuk yang
tersusun ratusan ommatidia dan mata tunggal (Noerdjito dan Aswari, 2003). Alat
8
mulut berupa proboscis yang digunakan kupu-kupu untuk menghisap (Hadi dkk.,
2009) berbentuk seperti tabung dan dapat menggulung ketika tidak digunakan
(Noerdjito dan Aswari, 2003).
Gambar 1. Morfologi Kupu-Kupu (Nurjannah, 2010)
Bagian dada kupu-kupu terdapat selaput tipis yang merupakan leher yang
berfungsi sebagai tempat melekatnya kepala, sehingga kepala dapat digerakkan
(Noerdjito dan Aswari, 2003). Bagian ini terdiri dari tiga segmen, dimana masing-
masing segmen terdapat sepasang kaki dan terdapat sepasang sayap pada segmen
kedua dan ketiga (Braby, 2000). Sayap merupakan organ terpenting untuk pergerakan
kupu-kupu yang memiliki banyak venasi (Noerdjito dan Aswari, 2003). Sayap kupu-
kupu ditutupi oleh sisik-sisik halus yang dapat membuat sayap kupu-kupu memiliki
corak dan warna pada sayapnya (Noerdjito dan Aswari, 2003 ; Peggie dan Amir,
2006). Sayap kupu-kupu memiliki ukuran, susunan, pola dan warna sayap yang
9
berbeda pada masing-masing jenis (Fleming, 1983). Menurut Sumah (2012), bentuk,
ukuran, warna dan venasi sayap merupakan hal penting untuk melakukan identifikasi
kupu-kupu. Selain itu, banyak jenis kupu-kupu yang memiliki seksual dimorfisme,
dimana pola warna pada sayap kupu-kupu jantan dan betina berbeda (Beldade dan
Brakefield, 2002).
Perut kupu-kupu terdiri dari 10 ruas dan pada segmen terakhir terdapat organ
genitalia (Soekardi, 2007). Organ genitalia tersebut sangat berguna untuk penentuan
marga dan jenis kupu-kupu (Braby, 2000). Selain fungsi tersebut, menurut Folsom
(2009), perut juga merupakan tempat proses mengolah makanan, melakukan ekskresi
dan juga tempat menyimpan lemak.
D. Siklus Hidup Kupu-Kupu
Siklus hidup kupu-kupu mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus
hidupnya terdiri empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa (Gambar 2) (Hadi
dkk., 2009). Kupu-kupu dewasa akan melakukan perkawinan dan kupu-kupu betina
akan bertelur setelah perkawinan selesai (Mardiana, 2002). Menurut Sihombing
(1999), kupu-kupu melakukan proses perkawinan (mating) membutuhkan waktu 6-8
jam dan jumlah telur yang dihasilkan bermacam-macam, tergantung pada jenis kupu-
kupunya (Allen dkk., 2005).
Kupu-kupu betina akan meletakkan telur-telurnya pada bagian bawah daun
atau tangkai daun, hal ini bertujuan untuk telur yang sudah menetas dapat langsung
memakannya (Opler dan Strawn, 2000). Telur yang sudah menetas kemudian menjadi
larva, dan ketika baru menetas larva tersebut akan memakan kulit telurnya sendiri
10
(Departemen Kehutanan, 1996) dan setelah memakan kulit telurnya, larva akan
memperoleh makan secara langsung dari tumbuhan inangnya (Opler dan Strawn,
2000). Pada stadium ini, larva akan mengalami pergantian kulit, hal ini dikarenakan
mengantisipasi kulit yang tidak elastis (Pasaribu, 2012).
Gambar 2. Siklus Hidup Kupu-Kupu (Butterfly Circle Cheeklist, 2013)
Stadium selanjutnya adalah pupa, stadium ini merupakan masa tidak ada
aktivitas fisik dan stadium ini memerlukan waktu 21-28 hari (Sihombing, 1999).
Stadium pupa diakhiri dengan kupu-kupu dewasa, yaitu kupu-kupu tersebut keluar
dari pupa dengan cara merobek bagian atas pupa (Pasaribu, 2012).
E. Habitat Kupu-Kupu
Kupu-kupu secara umum dapat hidup pada ketinggian 0-2.000 m dpl
(Mattimu dkk, 1977). Kupu-kupu sebagian besar hidup di daerah hutan hujan tropis
10-16 Hari
Telur
14-21 Hari
Larva
21-24 Hari
Pupa
21-28 Hari
Imago
11
d’Abrera (1990), selain itu juga dapat ditemukan di padang pasir dan daerah tundra
(Davies dan Butler, 2008). Menurut Peggie dan Amir (2006), kupu-kupu dapat
dijumpai pada suatu habitat jika ada tanaman inang (host) yang sesuai, hal ini
dikarenakan vegetasi merupakan komponen yang penting untuk sumber pakan,
berkembang biak dan sebagai tempat berlindung. Selain itu, menurut Panjaitan
(2011), kupu-kupu lebih banyak terdapat pada habitat yang terbuka atau habitat yang
memiliki tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat. Hal tersebut merupakan adaptasi
perilaku kupu-kupu yang selalu membutuhkan sinar matahari untuk berjemur dan
mengeringkan sayapnya supaya lebih mudah terbang.
Kupu-kupu akan merespon perubahan kondisi pada habitatnya, jika pada
suatu habitat kondisinya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, maka kupu-kupu
akan berpindah untuk mencari daerah baru yang lebih baik untuk melangsungkan
hidupnya (Clark dkk., 1996). Apabila terjadi perubahan yang drastis pada suatu
habitat, beberapa jenis kupu-kupu yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami
kepunahan (Borror dkk., 1996).
F. Peran Kupu-Kupu
Kupu-kupu memiliki peran yang penting di dalam kehidupan, baik secara
ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis kupu-kupu berperan sebagai penyerbuk
tumbuhan (Sembel, 1993), bioindikator lingkungan (Departemen Kehutanan, 2008)
dan sebagai plasma nutfah kekayaan jenis kupu-kupu di Indonesia (Peggie, 2011).
Selain itu, kupu-kupu memiliki peran sebagai mangsa (prey) predator yang
merupakan bagian dari sistem rantai makanan (Davies dan Buttler, 2008). Peran
12
kupu-kupu secara ekonomis antara lain sebagai bahan makanan, koleksi (Sihombing,
1999), komoditas perdagangan (Peggie, 2011), sebagai salah satu komponen daya
tarik wisata dan objek studi untuk masyarakat umum (Panjaitan, 2011) misalnya pada
Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah (Krafiani, 2010).
Selain memiliki peran yang positif, kupu-kupu juga memiliki peran negatif
yaitu kupu-kupu dapat berperan sebagai hama pada stadium larva (Salmah, 1994),
misalnya Erionata thrax dari suku Hesperiidae yang meyerang tanaman pisang, jenis
kupu-kupu Graphium sp. dan Papilio sp. dari suku Papilionidae yang menyerang
tanaman jeruk (Suharto dkk., 2005). Apabila hal tersebut tidak dapat dikendalikan
maka kupu-kupu yang berpotensi hama akan meningkat dan dapat menjadi hama
potensial (Tresnawati, 2010).
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September - Desember 2012 di tiga RTH di
Jakarta, yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan kota (HK)
Srengseng (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Lokasi Sampling
14
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Taman Margasatwa Ragunan
Taman Margasatwa Ragunan (TMR) terletak pada ketinggian 60 m dpl
dengan letak geografis 106° 49' 2.571" BT dan 6° 18' 36.18" LS. Lokasi ini memiliki
luas 147 ha yang berada pada wilayah administratif Kelurahan Ragunan, Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Secara umum, lokasi ini berfungsi sebagai sarana
perlindungan dan pelestarian alam, sarana pendidikan, sarana rekreasi, sarana
apreseasi terhadap alam dan digunakan sebagai sarana penelitian (Sutomo dkk.,
2000).
2. Senayan
Senayan terletak pada ketinggian 38 m dpl dengan letak geografis 106° 48'
8.0964" BT dan 6° 13' 16.0824" LS. Lokasi RTH Senayan terlatak di tengah kota,
area yang cukup luas dengan pepohonan yang rimbun. Lokasi ini berada di dalam
kompleks Gelanggang Olahraga Bung Karno yang terdiri dari berbagai fasilitas
olahraga seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno, kolam renang, serta fasilitas
lainnya. Pada tahun 1965-1985 menurut Rencana Induk Jakarta, kawasan seluas 279
ha dari wilayah hutan kota Senayan, 80% menjadi hak bagi ruang terbuka hijau.
Namun rencana tata ruang tersebut dialih fungsikan menjadi pusat perbelanjaan dan
gedung-gedung bertingkat, seperti Mal Senayan, pembangunan hotel, JCC dan
gedung DPR (Kristanto dan Momberg, 2008).
15
3. Hutan Kota Srengseng
HK Srengseng terletak pada ketinggian 23 m dpl dengan letak geografis 106°
45' 45.7056" BT dan 6° 12' 34.7292" LS. Lokasi ini terletak di Kelurahan Srengseng,
Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat (Kristanto dan Momberg, 2008). Kawasan ini,
memiliki luas sebesar 15 ha (Rusliansyah, 2005) yang ditetapkan sebagai Hutan Kota
berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 202 tahun 1995 (Lauhatta,
2007).
C. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan pengawetan kupu-kupu antara
lain tabulasi data, sweeping net (jaring serangga), kamera digital, Global Positioning
System (GPS), kertas minyak, sterofoam, jarum serangga, rol meter, gunting, kertas
label, kotak sampel, pinset, buku identifikasi kupu-kupu, thermometer, hygrometer,
luxmeter, anemometer, oven dan pita tagging. Bahan yang digunakan adalah kapur
barus dan alkohol 70%.
D. Cara Kerja
1. Penentuan lokasi pengambilan data
Lokasi pengambilan data diambil pada lokasi TMR, Senayan, dan HK
Srengseng. Pangambilan data pada masing-masing lokasi dilakukan pada habitat
terbuka dan tertutup. Habitat terbuka dan tertutup ditentukan berdasarkan tutupan
kanopi dan kondisi habitus pohon. Pada habitat terbuka tutupan kanopi berkisar
antara 0 - 50 % dan habitus vegetasi lebih banyak berupa rumput, semak dan perdu.
Sedangkan pada habitat tertutup, tutupan kanopi berkisar antara 51 - 100 % dan
16
habitus vegetasi lebih banyak berupa tiang atau pohon dengan ilustrasi tutupan
kanopi pohon sebagai berikut (Gambar 4).
Gambar 4. Ilustrasi tutupan kanopi pohon terbuka dan tertutup
2. Pendataan Kupu-Kupu
Sebelum pengambilan data, dilakukan pengamatan awal di ketiga lokasi
pengamatan. Hal ini dilakukan untuk orientasi lapangan dan penentuan lokasi plot
yang akan digunakan. Pendataan kupu-kupu dilakukan dengan metode plot berukuran
50 m x 50 m dengan menggunakan rol meter yang ditandai pita tagging dan
dilakukan pada saat kupu-kupu beraktivitas, yaitu pada pukul 09.00-15.00 WIB
(Peggie dan Amir, 2006). Data diambil pada masing-masing lokasi sebanyak 6 plot,
yang terbagi menjadi tiga plot di habitat terbuka dan tiga plot di habitat tertutup
(Gambar Lampiran 2). Selain itu, jenis tumbuhan yang ada di dalam plot dan data
lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya matahari, kecepatan angin dan kelembaban
udara dicatat. Untuk data lingkungan diambil sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan
siang hari.
Setiap individu kupu-kupu yang masuk ke dalam plot dicatat pada tabulasi
data dan jenis kupu-kupu yang sulit untuk diidentifikasi, diambil sampelnya dengan
17
menggunakan sweeping net untuk diawetkan dan diidentifikasi lebih lanjut. Sampel-
sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kertas minyak dan diberi label
keterangan. Untuk mencegah kerusakan sampel-sampel tersebut kemudian di
masukkan ke dalam kotak sampel dan diberi kapur barus.
3. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kupu-Kupu
Sampel kupu-kupu yang didapat dibawa ke Laboratorium Zoologi Fakultas
Biologi Universitas Nasional untuk diopset. Sampel tersebut diuapkan dengan
alkohol 70 %, kemudian pada bagian dada kupu-kupu ditusuk dengan jarum serangga
dan dipindahkan ke atas sterofoam. Kepala, antena, sayap, perut dan kaki diatur
sedemikian rupa sehingga spesimen tersebut terentang dengan baik. Agar posisi saat
direntangkan tidak berubah, digunakan kertas minyak dan jarum sebagai penahan.
Sampel yang sudah direntangkan kemudian dikeringkan di dalam oven
dengan suhu 35-50°C selama tujuh sampai sepuluh hari. Setelah sampel kering,
sampel-sampel tersebut dikeluarkan dari oven dan disimpan di dalam kotak sampel
yang telah diberi kapur barus (Gambar Lampiran 1). Kemudian sampel-sampel
tersebut diidentifikasi dan diberi label. Sampel diidentifikasi menggunakan buku
Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden ( Peggie dan Amir, 2006)
dan World Butterlies (d'Abrera, 2005).
E. Analisis Data
1. Komposisi Jenis
Data jenis kupu-kupu yang didapatkan selama sampling dari masing-masing
lokasi pengamatan dicatat dalam tabel. Untuk mengetahui tingkat kesamaan
18
komposisi jenis antar habitat dan lokasi dihitung menggunakan indeks similaritas (IS)
dengan rumus (Brower dkk., 1990) :
2c
IS = x 100 %
a + b
Keterangan :
IS = indeks similaritas
c = jumlah jenis yang sama pada daerah A dan B
a = jumlah jenis pada daerah A
b = jumlah jenis pada daerah B
Kriteria yang dipakai untuk menentukan IS adalah : bila nilai IS > 50%
menunjukkan adanya kesamaan komposisi jenis antar lokasi dan habitat sedangkan
nilai IS < 50%, menunjukkan adanya perbedaan komposisi jenis antar antar lokasi
dan habitat.
2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Menurut Magurran (1988), untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis
kupu-kupu dapat digunakan rumus :
H = - ∑ Pi . ln Pi
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
ni = jumlah individu masing-masing jenis
N = jumlah total individu yang ditemukan
Menurut Krebs (1985), kriteria yang dipakai untuk menentukan nilai
keanekargaman (H’) yaitu :
H’< 1 = keanekaragaman rendah
1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang
H’ > 3 = keanekaragaman tinggi
19
Selanjutnya dari nilai H’ yang ada tersebut dibandingkan antara habitat dan lokasi
pengamatan untuk mengetahui perbedaanya. Rumus yang digunakan menggunakan
uji Hutchinson sebagai berikut (Magurran , 1988) :
H1’ – H2’
Thit =
√var H1’ + var H2’
Keterangan :
H1’ = indeks keanekaragaman pada lokasi pengamatan 1
H2’ = indeks keanekaragaman pada lokasi pengamatan 2
Var H' 2
22
2
1)ln.()(ln
N
S
N
pipipipi −
−
∑−∑
=
Keterangan :
S = jumlah jenis
N = jumlah total individu seluruh jenis
Derajat bebas :
(Var H1’ + var H2’)2
db =
[(Var H1’)2
/N1 + (Var H2’)2
/N2]
Keterangan :
N1 = Jumlah individu seluruh jenis pada lokasi 1
N2 = Jumlah individu seluruh jenis pada lokasi 2
Hipotesis :
t hit > t tabel, tolak Ho (terdapat perbedaan yang bermakna)
t hit < t tabel, terima Ho (tidak terdapat perbedaan yang bermakna)
20
3. Indeks Kemerataan Jenis
Kemerataan jenis kupu-kupu pada suatu komunitas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus indeks kemerataan jenis menurut Fachrul (2012) dengan rumus
sebagi berikut :
H'
E = x 100 %
Ln (S)
Keterangan :
E = indeks kemerataan
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah jenis yang ditemukan
Nilai indeks kemerataan jenis berkisar antara nol sampai satu. Jika nilai indeks
kemerataan jenis mendekati satu menunjukkan bahwa jenis yang terdapat dalam suatu
komunitas semakin merata dan jika nilai indeks kemerataan mendekati nol
menunjukkan adanya ketidakmerataan jenis pada suatu komunitas (Fachrul, 2012).
4. Kelimpahan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting (INP)
Kelimpahan menunjukkan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi
anggota suatu komunitas. Kelimpahan relatif dihitung dengan membagi kelimpahan
suatu jenis dengan kelimpahan seluruh jenis. Nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif
dapat dihitung dengan (Fachrul, 2012) :
Jumlah individu suatu jenis pada setiap lokasi
K =
Jumlah Total Individu
Kelimpahan individu suatu jenis
KR = x 100 %
Jumlah kelimpahan seluruh jenis
21
Frekuensi merupakan besaran yang menyatakan tingkat perjumpaan dalam
suatu komunitas. Frekuensi relatif didapat dari hasil perbandingan antara frekuensi
suatu jenis dengan frekuensi seluruh jenis. Nilai frekuensi dan frekuensi relatif dapat
dihitung dengan (Fachrul, 2012) :
Jumlah plot yang berisi jenis i
F =
Jumlah total plot
Frekuensi individu suatu jenis
FR = x 100%
Jumlah frekuensi seluruh jenis
Indeks nilai penting digunakan untuk melihat adanya dominasi jenis kupu-
kupu pada suatu lokasi maupun habitat. Indeks nilai penting dapat dihitung dengan
(Fachrul, 2012) :
INP = KR + FR
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis
Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah jenis secara keseluruhan pada tiga
lokasi yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan Kota (HK)
Srengseng tercatat 43 jenis kupu-kupu dari 26 marga dan 5 suku (Tabel Lampiran 1).
Pada lokasi TMR didapat 24 jenis kupu-kupu; lokasi Senayan didapat 26 jenis kupu-
kupu dan lokasi HK Srengseng didapat 30 jenis kupu-kupu (Gambar 5).
Gambar 5. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Lokasi
Adanya jumlah jenis yang berbeda pada ketiga lokasi dapat disebabkan
adanya perbedaan kondisi lingkungan. Pada HK Srengseng memiliki jumlah jenis
23
yang paling banyak di antara lokasi lainnya. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh
keberagaman tumbuhan dan beberapa di antaranya berbunga pada saat pengambilan
data sehingga menarik kupu-kupu untuk melakukan aktivitas pada lokasi tersebut.
Menurut Efendi (2009), kupu-kupu membutuhkan nektar sebagai sumber pakannya,
oleh karena itu kupu-kupu membutuhkan bunga untuk memperoleh makanan. Pada
lokasi tersebut, jenis tumbuhan yang tercatat di lokasi tersebut diantaranya kamboja
(Plumeria acuminata), melati (Jasminum sambac), flamboyan (Delonix regia), daun
kupu-kupu (Bauhenia purpurea), mahoni (Swietenia mahagoni), soka (Ixora
paludosa), trembesi (Albizia saman) dan beberapa jenis yang lainnya (Tabel
Lampiran 2).
Selain itu terdapatnya pengaruh intensitas aktivitas manusia yang berpotensi
mengganggu kupu-kupu. Pada saat pengambilan data, aktivitas manusia di TMR dan
Senayan lebih padat dibandingkan dengan HK Srengseng. Hal tersebut berhubungan
dengan jumlah jenis kupu-kupu. Hal ini didukung oleh Saputro (2007), yang
menyatakan bahwa salah satu kriteria keberadaan kupu-kupu pada suatu komunitas
adalah jauh dari keramaian atau aktivitas manusia karena adanya kondisi tersebut
sangat disukai oleh kupu-kupu.
Berdasarkan kondisi habitat (habitat terbuka dan tertutup) juga menunjukkan
perbandingan jumlah jenis yang bervariasi pada ketiga lokasi tersebut (Gambar 6).
Pada habitat terbuka cenderung memiliki jumlah jenis lebih banyak dibandingkan
pada habitat tertutup. Hal tersebut disebabkan jumlah intenistas cahaya matahari yang
masuk pada habitat terbuka lebih banyak dibandingkan pada habitat tertutup. Menurut
24
Severns (2008), bahwa jumlah jenis kupu-kupu pada satu komunitas dipengaruhi oleh
intensitas cahaya. Rahayu dan Basukriadi (2012) menyatakan pada hutan karet Hutan
Kota Muhammad Sabki di Jambi memiliki jumlah jenis tertinggi karena pada lokasi
tersebut memiliki tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat dibandingkan yang lainnya
sehingga sinar matahari yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan lokasi yang
memiliki kanopi yang rapat.
Gambar 6. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
Selain itu terdapat pengaruh kondisi vegetasi, yaitu kupu-kupu cenderung
lebih banyak berkativitas pada habitat terbuka dengan kondisi vegetasi yang
didominasi oleh habitus rumput, perdu dan semak. Sedangkan pada habitat tertutup
kupu-kupu cenderung sering ditemukan terbang cepat dan berktivitas di atas kanopi.
25
Hal tersebut berpengaruh terhadap distribusi jenis berdasarkan kondisi habitat. Pada
lokasi Senayan dan HK Srengseng jumlah jenis pada habitat terbuka lebih tinggi
dibandingkan pada habitat tertutup, hal tersebut berkaitan dengan intensitas cahaya
matahari dan kondisi vegetasi yang mayoritas berupa perdu dan semak yang disukai
kupu-kupu untuk menghisap nektar bunga atau hanya sekedar berjemur. Sedangkan
pada lokasi TMR jumlah jenis pada habitat terbuka lebih sedikit dibandingkan pada
habitat tertutup, hal ini disebabkan pada saat penelitian kondisi di habitat terbuka
cenderung memiliki intensitas aktivitas manusia lebih tinggi dibandingkan dengan
habitat tertutup. Adanya kondisi tersebut dapat mengganggu aktivitas kupu-kupu.
Menurut Kocher dan Williams (2000) kekayaan jenis kupu-kupu secara signifikan
menurun di habitat yang terganggu akibat aktivitas manusia seperti pembukaan lahan
atau penebangan pohon, seperti halnya terjadi di Kalimantan (Schulze dan Fiedler,
1998) dan di Sulawesi (Fermon dkk., 2005).
Apabila dilihat secara keseluruhan suku Nymphalidae paling banyak
ditemukan disetiap lokasi (Tabel Lampiran 1). Hal ini tidak terlepas dengan
ketersediaan tumbuhan yang mendukung kelangsungan hidupnya. Jenis vegetasi yang
umum ditemukan pada setiap lokasi antara lain dari suku Fabaceae, Moraceae,
Apocynaceae dan Euphorbiaceae (Tabel Lampiran 2). Hal tersebut didukung oleh
Peggie dan Amir (2006) yang menyatakan bahwa suku Nympahalidae
memanfaatkannya sebagai pakan. Rodrigues dan Moreira (2002), melaporkan bahwa
larva suku Nymphalidae dapat hidup diberbagai jenis tumbuhan sehingga dapat hidup
pada tipe habitat yang berbeda. Selain itu sejumlah penelitian lain melaporkan suku
26
Nymphalidae merupakan suku yang memiliki jenis yang terbanyak disetiap lokasi
penelitian seperti, penelitian di Hutan Kota Muhammad Sabki di Jambi yang
ditemukan 24 jenis (Rahayu dan Basukriadi, 2012) dan penelitian di Kebun Raya
Bogor yang ditemukan 39 jenis (Peggie dan Amir, 2006).
Secara kuantitatif, struktur komunitas kupu-kupu berdasarkan lokasi dapat
dilihat pada nilai kelimpahan dan frekuensi. Nilai kelimpahan relatif (KR) tertinggi di
lokasi TMR Zizina otis (25,862 %), Hypolimnas bolina (15,517 %) (Gambar 7 B) dan
Eurema hecabe (9,770 %) (Gambar 7 C). Pada lokasi Senayan, nilai KR tertinggi
adalah jenis Junonia hedonia (14,439 %), Graphium doson (14,439 %) dan Delias
hyparete (9,091 %). HK Srengseng nilai KR dimiliki jenis Leptosia nina (11,312 %),
Papilio memnon (8,597 %) dan Papilio demoleus (8,145 %) (Tabel Lampiran 3,4,5).
Gambar 7. Contoh Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan A. Graphium agamemnon
(Papilionidae), B. Hypolimnas bolina (Nymphalidae), dan C. Eurema hecabe
(Pieridae)
Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi di lokasi TMR dimiliki jenis Zizina otis
(9,259 %), Delias hyparete (9,259 %) dan Hypolimnas bolina (7,407%). Pada lokasi
Senayan, nilai FR tertinggi dimiliki jenis Junonia hedonia, Delias hyparete dan
Hypolimnas bolina dengan nilai 8,696 %. Sedangkan lokasi HK Srengseng nilai FR
A CB
27
tertinggi dimiliki Papilio memnon, Papilio demoleus dan Graphium agamemnon
dengan nilai 6,742 % (Gambar 7 A) (Tabel Lampiran 3,4,5).
Berdasarkan habitat, nilai KR tertinggi pada habitat terbuka di lokasi TMR
adalah jenis Zizina otis (38,384 %), Hypolimnas bolina (12,121 %) dan Eurema
hecabe (11,111 %). Pada lokasi Senayan, nilai KR tertinggi pada jenis Graphium
doson (22,340 %), Appias olferna (10,638 %) dan Hypolimnas bolina (9,574 %).
Sedangkan pada HK Srengseng jenis Hypolimnas bolina, Papilio demoleus dan
Papilio memnon memiliki nilai KR tertinggi yakni 9,091 % (Tabel Lampiran 6,7,8).
Nilai FR tertinggi pada habitat terbuka, di lokasi TMR adalah jenis Zizina otis,
Hypolimnas bolina dan Graphium doson dengan nilai 10,345 %. Pada lokasi
Senayan nilai tertinggi pada jenis Hypolimnas bolina, Junonia hedonia dan Appias
olferna dengan nilai 8,571 %. Sedangkan lokasi HK Srengseng nilai FR tertinggi
pada jenis Hypolimnas bolina, Papilio demoleus dan Papilio memnon dengan nilai
6% (Tabel Lampiran 6,7,8).
Pada habitat tertutup nilai KR tertinggi di lokasi TMR adalah jenis
Hypolimnas bolina (20 %), Delias hyparete (17,333 %) dan Leptosia nina (12 %).
Pada lokasi Senayan nilai KR tertinggi pada jenis Junonia hedonia (20,43 %), Cupha
erymanthis (11,828%) dan Papilio demoleus (10,753 %). Sedangkan lokasi HK
Srengseng nilai KR tertinggi pada jenis Leptosia nina (19 %), Graphium agamemnon
(10 %) dan Papillio memnon (8 %) (Tabel Lampiran 9,10,11).
Nilai FR tertinggi pada lokasi TMR adalah jenis Papilio memnon (12 %),
Delias hyparete (12 %) dan Leptosia nina (8%). Pada lokasi Senayan jenis Junonia
28
hedonia, Cupha erymanthis dan Papilio demoleus memiliki nilai FR 8,824 %. Pada
lokasi HK Srengseng nilai FR tertinggi pada jenis Leptosia nina, Papilio memnon dan
Graphium agamemnon dengan nilai 8,108 % (Tabel Lampiran 9,10,11).
Tingkat dominasi kupu-kupu dapat diketahui dengan menghitung Indeks Nilai
Penting (INP). Hasil yang diperoleh berdasarkan lokasinya, pada lokasi TMR nilai
INP tertinggi yaitu jenis Zizina otis (35,121 %), Hypolimnas bolina (22,925 %) dan
Delias hyparete (17,880 %). Pada lokasi Senayan, nilai INP tertinggi yaitu jenis
Junonia hedonia (23,134 %), Graphium doson (20,236 %) dan Delias hyparete
(17,787 %). Sedangkan pada HK Srengseng nilai INP tertinggi yaitu jenis Leptosia
nina (16,930%), Papilio memnon (15,339 %) dan Papilio demoleus (14,886 %)
(Tabel Lampiran 3,4,5).
Nilai INP berdasarkan habitat, pada habitat terbuka nilai INP tertinggi di
lokasi TMR adalah jenis Zizina otis (48,729 %), Hypolimnas bolina (22,466 %) dan
Eurema hecabe (18,008 %). Pada lokasi Senayan nilai INP tetinggi adalah jenis
Graphium doson (28,055 %), Appias olferna (19,210) dan Hypolimnas bolina
(18,146 %). Sedangkan pada HK Srengseng jenis Hypolimnas bolina, Papilio
demoleus dan Papilio memnon memiliki nilai INP 15,091 % (Tabel Lampiran 6,7,8).
Pada habitat tertutup, nilai INP tertinggi di lokasi TMR adalah jenis Delias
hyparete (29,333%), Hypolimnas bolina (24 %) dan Papilio memnon (21,333 %).
Pada lokasi Senayan jenis Junonia hedonia (29,254 % ), Cupha erymanthis (20,651
%) dan Papilio demoleus (19,576 %) memiliki nilai INP tertiggi. Sedangkan di HK
29
Srengseng nilai INP tertinggi pada jenis Leptosia nina (27,108 %), Graphium
agamemnon (18,108 %) dan Papilio memnon (16,108 %) (Tabel Lampiran 9,10,11).
Berdasarkan data kuantitatif di atas, beberapa jenis yang mendominasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor berupa kondisi lingkungan, gangguan habitat dan perilaku kupu-
kupu (Efendi, 2009). Beberapa jenis kupu-kupu yang memiliki kelimpahan dan
frekuensi yang rendah bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan (Sunduvu dan
Dumbuya, 2008). Perubahan lingkungan menyebabkan fragmentasi habitat dan
kepunahan tumbuhan sebagai sumber pakan kupu-kupu, khususnya kupu-kupu
spesialis (Hardy dkk., 2007). Faktor perilaku kupu-kupu juga mempengaruhi seperti
jenis Eurema spp. yang bersifat polifag yang menyebabkan jenis tersebut dapat
berkembang pada habitat terganggu (Joshi, 2007). Salah satu jenis yang mendominasi
di beberapa lokasi dan habitat adalah jenis Zizina otis (Lycaenidae), hal tersebut dapat
disebabkan oleh keberadaan genangan air atau lumpur yang sangat disukai oleh jenis
ini (Pyle dan Hughes, 1992).
Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis kupu-kupu dapat diketahui dengan
menghitung indeks similaritas (IS) antar lokasi dan habitat. Berdasarkan hasil
perbandingan nilai indeks kesamaan jenis antar tiga lokasi menunjukkan adanya
kesamaan jenis (Tabel 1), nilai tersebut didukung oleh komposisi jenis yang juga
menunjukkan bahwa komposisi pada setiap lokasi relatif tidak berbeda jauh.
30
Tabel 1. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian (%)
Lokasi TMR Senayan HK Srengseng
TMR - 58 59,26
Senayan - - 75
HK Srengseng - - -
Indeks kesamaan jenis antar lokasi pada perbandingan antara lokasi Senayan
dengan HK Srengseng menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan
perbandingan lainnya. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jenis kupu-kupu yang
terdapat di lokasi Senayan relatif sama dengan jenis kupu-kupu yang terdapat di
lokasi HK Srengseng. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh intensitas aktivitas
manusia pada saat pengambilan data dan dapat disebabkan jarak antar lokasi relatif
dekat dibadingkan dengan lokasi TMR yang dapat mempengaruhi mobilitas kupu-
kupu. Pada lokasi Senayan dan HK Srengseng memiliki 17 jenis kupu-kupu yang
sama, antara lain Cupha erymanthis, Danaus chrysippus, Euploea mulciber,
Hypolimnas bolina, Junonia hedonia, Junonia orithya, Graphium agamemnon,
Graphium doson, Graphium sarpedon, Papilio demoleus, Papilio memnon, Papilio
polytes, Appias olferna, Catopsilia pomona, Delias hyparete, Eurema hecabe dan
Leptosia nina.
Apabila dilihat berdasarkan habitat, nilai indeks kesamaan jenis perbandingan
habitat terbuka dan tertutup, di lokasi TMR adalah 58,824 % , Senayan 73,171 % dan
HK Srengseng 66,667 % (Tabel 2). Nilai tertinggi pada lokasi Senayan, menunjukkan
jenis kupu-kupu yang ada pada lokasi tersebut bersifat generalis, artinya kupu-kupu
tersebut memanfaatkan ruang pada kedua habitat tersebut.
31
Tabel 2. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
Lokasi Nilai Kesamaan Jenis
TMR (Terbuka – Tertutup) 58,824
Senayan (Terbuka – Tertutup) 73,171
HK Srengseng Terbuka – Tertutup) 66,667
Nilai pada tabel 2 menunjukkan indikasi yang sama dengan tabel 1, bahwa
secara keseluruhan angka yang diperoleh menunjukkan nilai > 50 %. Artinya terdapat
kesamaan jenis antar habitat yang sama pada ketiga lokasi. Hal tersebut didukung
oleh Brower dkk. (1990) yang menyebutkan bahwa bila nilai IS > 50 % menunjukkan
adanya kesamaan komposisi jenis. Menurut Amir dkk. (2003), jenis-jenis kupu-kupu
yang memiliki sebaran luas (ditemukan pada banyak lokasi dan habitat) dapat
berdaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan berupa
intensitas cahaya matahari dan vegetasi akan mempengaruhi keberadaan kupu-kupu
pada habitat terbuka dan tertutup. Selain itu faktor lingkungan yang mendukung
berupa suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin juga mempengaruhi keberadaan
kupu-kupu (Sumah, 2012).
B. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Kondisi keanekaragaman jenis dideskripsikan berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H'). Nilai tersebut berbeda pada masing-
masing lokasi yang kemudian dilihat korelasinya menggunakan indeks Hutchinson
dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Berdasarkan hasil perhitungan
mengenai nilai indeks keanekaragaman jenis pada ketiga lokasi tersebut berkisar
antara 2,491 – 2,972 (Gambar 8). Indeks keanekaragaman jenis pada ketiga lokasi
32
tersebut relatif sama yaitu menunjukkan nilai keanekaragaman di lokasi tersebut yang
relatif sedang. Krebs (1985) menyebutkan bahwa nilai keanekaragaman kurang dari
satu menunjukkan keanekeragaman rendah; nilai keanekaragaman satu sampai tiga
menunjukkan keanekargaman sedang dan nilai keanekargaman lebih dari tiga
menunjukkan keanekeragaman tinggi.
Gambar 8. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Menurut Joshi (2007), keanekaragaman kupu-kupu akan menurun seiring
meningkatnya ketinggian, hal tersebut disebkan oleh produktivitas lokasi, semakin
tinggi satu lokasi maka produktivitasnya akan semakin rendah, sedangkan kupu-kupu
membutuhkan produktivitas yang tinggi dalam bentuk ketersediaan pakan dan
tanaman inang. Menurut Indriyani (2010), keberadaan tumbuhan pakan dan sumber
air mempengaruhi kenaekaragaman kupu-kupu, semakin banyak tumbuhan pakan dan
sumber air maka kenekaragaman kupu-kupu semakin tinggi. Secara berurutan HK
33
Srengseng (23 m dpl) memiliki elevasi yang paling rendah dibandingkan Senayan (38
m dpl) dan TMR (60 m dpl). Ketinggian lokasi tersebut secara umum berbanding
lurus dengan nilai indeks keanekaragaman jenis.
Berdasarkan hasil uji Hutchinson, indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu
menunjukkan terdapat perbedaan antara lokasi TMR dengan Senayan, lokasi TMR
dengan HK Srengseng dan lokasi Senayan dengan HK Srengseng (Tabel 3).
Tabel 3. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian
Lokasi T hit T tabel Df Keterangan
Ragunan-Senayan 2,328 1,646 340,217 Bermakna
Ragunan-Srengseng 4,937 1,646 317,446 Bermakna
Senayan-Srengseng 2,819 1,646 382,406 Bermakna
Adanya perbedaan nilai keanekaragaman jenis tersebut dapat disebabkan
adanya jenis kupu-kupu yang mendominasi di lokasi tersebut. Untuk melihat tingkat
dominasi, dapat dilihat dari nilai INP pada masing-masing lokasi. Seperti yang sudah
disebutkan di atas, nilai INP pada HK Srengseng cenderung relatif lebih kecil
dibandingkan dengan lokasi TMR dan Senayan. Artinya, pada lokasi HK Sregseng,
cenderung tidak ada jenis kupu-kupu yang sangat mendominasi di lokasi tersebut.
Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman jenis yang diperoleh pada
HK Srengseng. Rendahnya tingkat dominasi pada HK Srengseng, menyebabkan nilai
keanekaragaman jenis lebih tinggi diantara kedua lokasi lainnya.
Berdasarkan hasil uji tabel 3, nilai indeks keanekaragaman yang dipengaruhi
oleh besar kecilnya jumlah jenis, kelimpahan individu dan jumlah total individu.
34
Dengan jumlah jenis relatif sama tetapi memiliki jumlah individu yang lebih banyak
maka keanekaragamannya menjadi kecil dan berpotensi memiliki perbedaan nilai
keanekaragaman dengan kondisi sebaliknya (Odum, 1996).
Adanya perbedaan nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu disebabkan
juga oleh adanya perbedaan jenis tumbuhan di lokasi penelitian. Beberapa jenis
tumbuhan dapat berfungsi sebagai tanaman inang dan nektar bunganya menjadi
sumber makanan bagi kupu-kupu. Pada lokasi TMR ditemukan 26 jenis tumbuhan;
Senayan ditemukan 24 jenis dan HK Srengseng ditemukan 36 jenis (Tabel Lampiran
2). Lokasi TMR lebih banyak ditemukan jenis kelapa sawit (Eleis sp.), palem
(Arenga sp.), kelapa (Cocos nucifera), Siwalan (Borassus sp.), belimbing bintang
(Averrhoa carambola) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi); Senayan ditemukan
jenis khaya tiang (Khaya grandifolia), mahoni (Swietenia mahogani), trambesi
(Albizia saman), lamtoro (Leuchena galuca) dan flamboyan (Delonix regia); HK
Srengseng dijumpai jenis lamtoro (Leuchena galuca), daun kupu-kupu (Bauhenia
purpurea), kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), flamboyan (Delonix regia),
trambesi (Albizia saman), akasia (Acasia auriculiformis), jarak (Jatropa curcas) dan
sambang darah (Excoercaria cochinchinensis). Selain itu, terdapat juga pengaruh
tekanan lingkungan berupa polusi, terutama polusi udara yang berasal dari kendaraan
bermotor. Pada lokasi Senayan tekanan polusi udara lebih tinggi dibandingkan lokasi
lainnya. Hal tersebut dikarenakan Senayan merupakan daerah pusat aktivitas manusia
sehingga banyak dilalui kendaraan. Namun, setidaknya jenis-jenis kupu-kupu yang
ditemukan adalah jenis-jenis yang mampu bertahan hidup dengan kondisi lingkungan
35
ditengah tekanan populasi penduduk, polusi, perburuan dan lain sebagainya yang
tejadi di Jakarta.
Untuk memperkuat nilai indeks keanekaragaman dilakukan uji kemerataan
jenis (E). Nilai kemerataan jenis yang diperoleh berkisar antara 0,784 – 0,874
(Gambar 8). Nilai indeks kemerataan jenis di setiap lokasi umumnya relatif sama,
yaitu nilai kemerataan jenisnya mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
kemerataan jenis kupu-kupu ditiga lokasi tersebut hampir merata. Hal ini didukung
oleh Fachrul (2012), yang menyebutkan bahwa nilai indeks kemerataan jenis
mendekati satu menunjukkan bahwa jenis kupu-kupu yang terdapat dalam suatu
komunitas semakin merata. Jika nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan
adanya ketidakmerataan jenis kupu-kupu pada suatu komunitas dan adanya dominasi
oleh jenis kupu-kupu tertentu (Efendi, 2009).
Berdasarkan kodisi habitat, nilai keanekaragaman jenis pada habitat terbuka
memiliki kisaran nilai 2,153 – 2,996 dan nilai keanekaragaman jenis pada habitat
tertutup memiliki kisaran nilai 2,432 – 2,659 (Gambar 9). Nilai yang diperoleh juga
menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di dua habitat pada ketiga lokasi relatif
sedang. Adanya pengaruh faktor lingkungan mempengaruhi nilai keanekaragaman
jenis di kedua habitat tersebut. Faktor lingkungan seperti keberadaan tumbuhan dan
intensitas cahaya yang masuk di habitat tersebut akan mempengaruhi keberadaan
kupu-kupu. Pada habitat terbuka cenderung lebih banyak tumbuhan semak
dibandingkan pada habitat tertutup. Habitat terbuka memiliki tutupan kanopi yang
36
tidak terlalu rapat dibandingkan pada habitat tertutup. Sehingga intensitas cahaya
masuk lebih tinggi pada habitat terbuka dan jenis tumbuhan rendah juga dapat hidup.
Gambar 9. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
Nilai keanekaragaman jenis pada habitat terbuka cenderung lebih tinggi
dibandingkan nilai keanekargaman jenis di habitat tertutup. Perbedaan nilai ini, dapat
disebabkan adanya perbedaan kondisi mikro lingkungan di kedua habitat tersebut,
misalnya intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Pada
habitat terbuka, intensitas cahaya matahari yang masuk lebih banyak dibandingkan di
habitat tertutup, hal tersebut menyebabkan nilai suhu pada habitat terbuka lebih
tinggi dibandingkan habitat tertutup dan nilai kelembaban akan lebih rendah pada
habitat terbuka dibandingkan habitat tertutup.
37
Tabel 4. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
TMR Senayan HK Srengseng
t hitung 1.981 0.182 4.152
df 173.912 186.635 203.189
t tabel 1.646 1.646 1.646
Keterangan Bermakna Tidak Bermakna Bermakna
Berdasarkan hasil uji Hutchinson menunjukkan terdapat perbedaan bermakna
antara habitat terbuka dan tertutup pada lokasi TMR dan HK Srengseng, sedangkan
pada Senayan tidak ada perbedaan yang bermakna (Tabel 4).
Nilai indeks kemerataan jenis berdasarkan habitat, pada habitat terbuka
memiiliki nilai indeks kemerataan jenis berkisar antara 0,777 - 0,920 sedangkan pada
habitat tertutup berkisar antara 0,841 - 0,903 (Gambar 10). Nilai yang didapat
menunjukkan bahwa nilai kemerataan jenis yang didapat mendekati 1. Artinya,
kemerataan jenis kupu-kupu pada habitat terbuka maupun tertutup di tiga lokasi
tersebut hampir merata.
Gambar 10. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
38
Menurut Efendi (2009), jika nilai kemerataan jenis semakin besar, maka
penyebaran jenis kupu-kupu tesebut merata sehingga tidak ditemukan jenis kupu-
kupu tertentu yang mendominasi. Pada kedua habitat tersebut, lokasi TMR memiliki
nilai yang paling rendah diantara ketiga lokasi lainnya, hal tersebut disebabkan oleh
tingginya nilai INP Zizina otis (48,729 %) dari 16 jenis kupu-kupu yang ditemukan
pada habitat terbuka yang mengindikasikan bahwa penyebaran jenis kupu-kupu ini
kurang merata dan lebih mendominasi komunitas dibandingkan yang habitat yang
lainnya.
C. Pemanfaatan Ruang dan Faktor Lingkungan
Kupu-kupu membutuhkan ruang utuk melakukan aktivitasnya. Berdasarkan
hasil pengamatan ditiga lokasi, kupu-kupu menunjukkan kecendrungan menggunakan
di kedua habitat dibandingkan spesifik hanya menggunakan satu habitat saja. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah jenis disetiap habitat. Sebanyak 22 jenis kupu-kupu
ditemukan di kedua habitat, 12 jenis menempati pada habitat terbuka dan 9 jenis pada
habitat tertutup (Gambar 11). Penggunaan ruang pada kedua habitat lebih banyak
ditemukan jenisnya hal ini dikarenakan kupu-kupu melakukan aktivitas terbang untuk
mencari makan, meletakkan telur, mencari pasangan dan lain-lain. Jumlah jenis kupu-
kupu pada habitat terbuka lebih banyak dibandingkan jumlah jenis pada habitat
tertutup. Hal ini disebabnkan adanya pengaruh tutupan kanopi dan banyaknya jumlah
cahaya matahari yang masuk pada habitat tersebut sehingga mempengaruhi jumlah
jenis kupu-kupu (Koh dan Sodhi, 2004).
39
Gambar 11. Perbandingan Jumlah Jenis Kupu-Kupu Habitat Terbuka dan Tertutup
Berdasarkan pengukuran parameter lingkungan, didapatkan nilai suhu,
kelembaban udara, sinar matahari dan kecepatan angin pada masing-masing lokasi
(Gambar 12). Pada lokasi TMR, di habitat terbuka memiliki suhu 32,433°C,
kelembaban udara 63,333%, sinar matahari 101,36x10 Lux dan kecepatan angin
0,033 km/jam sedangkan pada habitat tertutup memiliki suhu 31,333°C, kelembaban
udara 67,917%, sinar matahari 82,967x10 Lux dan kecepatan angin 0,167 km/jam.
Pada lokasi Senayan di habitat terbuka memiliki suhu 31,833°C, kelembaban
udara 67,250%, sinar matahari 161,850x10 Lux dan kecepatan angin 0,583 km/jam,
sedangkan di habitat tertutup memiliki suhu 31,283°C, kelembaban udara 67,417%,
sinar matahari 96,533x10 Lux dan kecepatan angin 0,933 km/jam. HK Srengseng di
habitat terbuka memiliki suhu 32,367°C, kelembaban udara 69,517%, sinar matahari
82,133x10 Lux dan kecepatan angin 0,317 km/jam sedangkan pada habitat tertutup
memiliki suhu 30,683°C, kelembaban udara 76,383%, sinar matahari 53,900x10 Lux
dan kecepatan angin 0,100 km/jam (Gambar 12).
40
Gambar 12. Parameter Lingkungan Penelitian Kupu-Kupu di RTH Jakarta
Intensitas cahaya matahari pada habitat terbuka yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan pada habitat tertutup, sehingga kupu-kupu akan menyukai tempat
tersebut untuk beraktivitas. Menurut Severns (2008), manyebutkan bahwa keberadaan
kupu-kupu dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari.
Sebelum melakukan aktivitasnya, kupu-kupu membutuhkan suhu yang optimal agar
bisa terbang sehingga kupu-kupu akan melakukan basking (berjemur) untuk
mendapatkan suhu yang optimal (Hirota dan Obara, 2000).
Faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban udara juga mempengaruhi
pada keberadaan kupu-kupu. Hasil pengukuran yang didapat,menunjukkan suhu yang
relatif lebih tinggi dibandingkan pada habitat tertutup, karena adanya pengaruh
intensitas cahaya matahari yang masuk (Gambar 11). Adanya suhu yang sesuai
dikedua habitat tersebut, menyebabkan kupu-kupu dapat beraktivitas. Hal tersebut
41
didukung oleh Scott (1986) yang menyebutkan bahwa suhu ideal bagi kupu-kupu
adalah 16 - 42°C.
Nilai kelembaban udara berbanding terbalik dengan nilai suhu. Jika suhu
suatu habitat tinggi, maka kelembaban udara lebih rendah dan begitu pula sebaliknya.
Kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan kupu-kupu tidak dapat terbang
dikarenakan bagian sayapnya basah. Selain itu pengaruh kecepatan angin, juga
mempengaruhi terbang kupu-kupu. Boggs dkk. (2005), meyebutkan bahwa kecepatan
angin dapat mempengaruhi jarak terbang kupu-kupu baik untuk mencari makan atau
bermigrasi. Jika kecepatan angin yang terlalu tinggi, kupu-kupu akan kesulitan untuk
terbang, terutama untuk kupu-kupu yang berukuran sayap kecil (Panjaitan, 2011).
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Secara keseluruhan ditemukan 43 jenis kupu-kupu. Berdasarkan lokasi dan habitat
terbuka, jumlah jenis paling banyak ditemukan pada lokasi Hutan Kota Srengseng,
sedangkan pada habitat tertutup lebih banyak pada Senayan.
2. Jenis kupu-kupu yang paling banyak ditemukan di lokasi Taman Margasatwa
Ragunan dan pada habitat terbukanya adalah jenis Zizina otis, sedangkan pada
habitat tertutup jenis Delias hyparete; lokasi Senayan dan habitat tertutupnya
adalah jenis Junonia hedonia, sedangkan pada habitat terbuka jenis Graphium
doson; lokasi Hutan Kota Srengseng dan pada habitat tertutupnya adalah jenis
Leptosia nina sedangkan pada habitat terbuka adalah jenis Hypolimnas bolina,
Papilio demleus dan Papilio memnon.
3. Nilai indeks kesamaan jenis kupu-kupu berdasarkan lokasi, lebih tinggi terdapat
pada perbandingan antara Senayan-Hutan Kota Srengseng dan berdasarkan habitat
yaitu Senayan habitat terbuka dengan tertutup.
4. Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis paling tinggi terdapat
berdasarkan lokasi dan habitat terbuka-tertutup adalah Hutan Kota Srengseng.
5. Berdasarkan uji Hutchinson menununjukkan adanya perbedaan yang bermakna
pada semua lokasi dan antar habitat pada Taman Margasatwa Ragunan dan Hutan
Kota Srengseng.
43
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dan monitoring untuk melihat dinamika
populasi kupu-kupu di Jakarta.
2. Perlu dilakukannya pemeliharaan yang lebih intensif pada ruang terbuka hijau di
Jakarta sebagai habitat kupu-kupu.
44
DAFTAR PUSTAKA
Allen, T. J., J. P. Brock dan J. Glassberg. Catterpillars in The Field and Garden : A
Field Guide to The Butterfly Catterpillars of North America. Oxford
University Press, Inc. New York. 2005.
Amir, M., W.A. Noerdjito,dan S. Kahono. Serangga Taman Nasional Gunung
Halimun Salak Jawa Barat. Bogor. BCP JICA : 123-140. 2003.
Beldade P. dan Brakefield, P. M. The Genetics and Evo-Devo of Butterfly Wing
Pattern. Nature Review 3 : 442-452. 2002.
Boggs, C. L. dan Dau, B. Behaviour Resource Specialization in Puddling
Lepidoptera. Department of Biological Sciences. Standfor University
Entomol 33(4). 2004.
Boonvanno, K., Watanasit, S., Permkam, S. Butterfly Diversity at Ton Nga-Chang
Wildlife Sanctuary, Songkhla Province, Southern Thailand. Science Asia 26
: 105-110. 2000.
Borror, D. J. , C. A.Triplehorn dan N.F. Johnson. Pengenalan Pelajaran
Serangga Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1996.
Braby, M. F. Butterflies of Australia : Their Identification, Biology and Distribution.
CSIRO Entomology. Canberra. 2000.
Brower, J. E. , Jerrold H. Zar dan Carl N. Von Ende. Field and Laboratory Methods
for General Ecology. WM. C. Brown Publisher. Dubuque. 1990.
Butterfly Circle Cheeklist. Troides helena. http://www.butterflycircle.com/checklist
%20V2/CI/index.php/start-page/startpage. Januari, 2013.
Clark L. R., Geigera P. W., Hughes R. D. dan Morris R. F. The Ecology of Insect
Population in Theory Practice. The English Language Book Society
and Chapmen and Hall. Canberra. 1996.
d’Abrera, B. Butterflies of The Australian Region. Hill House. London. 1990.
d’Abrera, B. World Butterflies. Hill House Publisher. Australia. 2005.
Davies, H. dan Butler, C. A. Do Butterflies Bite ? : Fascinating Answers to Questions
About Butterflies and Moths. Rutgers University Press. New Jersey. 2008.
45
Departemen Kehutanan. Identifikasi dan Pemetaan Kupu-Kupu. Direktorat Jenderal
Perlindungan Konservasi dan Sumber Daya Alam. Kabupaten Maraos.
Sulawesi Selatan. 2008.
Departemen Kehutanan. Penangkaran Kupu-Kupu. Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Jakarta. 1996.
Departemen Kehutanan. Pengembangan Hutan Kota / Lansekap Perkotaan.
Departemen Kehutanan. Jakarta. 2010.
Dinariana, D. Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di
Wilayah DKI Jakarta. Tesis Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (PSL). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
2011
Efendi, M. A. Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera : Ditrysia) di Kawasan “Hutan
Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Thesis
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2009.
Fachrul, M. F. Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2012.
Fermon, H., Waltert, M., Wright RIV, Muhlenberg, M. Forest Use and Vertical
Stratification in Fruit-Feeding Butterflies of Sulawesi, Indonesia: Impact for
Conservation. Biodivers Conserv 14: 333-350. 2005.
Fiedler, K. Host-Plant Relationship of Lycaenid Butterflies : Large-Scale Patterns,
Interactions With Plant Chemistry and Mutualism With Ants. Entomol
Exper Appl 80 : 259-267. 1996.
Fleming, W. A. Butterflies of West Malaysia and Singapore. Second Edition.
Longeman. Kuala Lumpur. 1983.
Folsom, W. Butterfly Photographer’s Handbook : a Comphrehensive Reference for
Nature Photographer. Amherst Media, Inc., New York : 127 halaman. 2009.
Garth, J. S. California Butterflies (California Natural History Guides). University of
California Press. California. 1988.
Hadi, M., Tarwotjo, U. dan Rahadian, R. Biologi InsektaEntomologi. Graha Ilmu.
Surabaya. 2009.
Hardy, P. B., Sparks, T. H., Isaac N. J. B., Dennis R. L. H. Specialism for Larvae
and Adult Consumer Resources Among British Butterflies : Implication for
Conservation. Biol Conserv 138 : 440-452. 2007.
46
Haris, V. I. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan
Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh (Strudi Kasus di
Kota Bogor). Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2006.
Hirota T. dan Obara, Y. The Influence of Air Temperature and Sunlight Intensity on
Mate-Locating Behavior of Pieris rapae crucivora. Zool Sci 17 : 1081-1087.
2000.
Indriyani, Y. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Pada Beberapa Tipe Habitat di
Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah.
Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
Joshi, P.C. Community structure and Habitat Selection of Butterflies in Rajaji
National Park, a Moist Deciduous Forest in Uttaranchal, India. Trop Ecol 48
: 119-123. 2007.
Kocher, S.D dan Williams, E.H. The Diversity and Abundance of North America
Butterflies Vary With Habitat Distrubance and Geography. J Geog. 27: 785-
594. 2000.
Koh, K. P. dan Sodhi, N. S. Importance of Reserve, Fragments and Parks for
Butterfly Conservation in a Tropical Urban Lanscape. Ecological
Applications. 14 (6) : 1695-1708. 2004. Dalam Kelimpahan dan
Keanekaragaman Spesies Kupu-Kupu (Lepidoptera; Rhopalocera) Pada
Berbagai Tipe Habitat di Hutan Kota Muhammad Sabkti Kota Jambi. S. E.
Rahayu dan A. Basukriadi. Biospecies, Volume 5 No.2, Juli 2012, hlm 40 –
48. 2012.
Krafiani, S. S. Aktivitas Harian Kupu-Kupu Troides helena (Linn.) di Museum
Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah. Skripsi Fakultas
Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010.
Krebs, C. J. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
Third Edition. Harper and Row, New York. 1985.
Kristanto, A. dan Momberg, F. Alam Jakarta : Panduan Keanekaragaman Hayati yang
Tersisa di Jakarta. PT. Rajagarfindo Persada. Jakarta. 2008.
47
Lauhatta, J. H. Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Menggunakan Citra Ikonos dan
Sistem Informasi Geogarfis (SIG) di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Manajemen Hutan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2007.
Magurran AE. Ecology diversity and its Measurements. Princeton University Press.
New Jersey. 1988.
Mardiana, A. Daur Hidup Kupu Raja Troides helena Linnaeus (Lepidoptera :
Papilionidae) di Penangkaran Kupu Curug Cilember, Sukabumi. Skripsi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 2002.
Mastrigt, H. V dan Rosariyanto, E. Buku Panduan Lapangan Kupu-Kupu Untuk
Wilayah Membramo Sampai Pegunungan Cyclops. Conservation
Internasional Indonesia. Jakarta. 2005.
Mattimu, A. A., H. Sugando dan H. Pabbitei. Identifikasi dan Inventarisasi
Jenis Kupu-Kupu di Bantimurung, Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian
Universitas Hasanuddin. Makassar. 1977. Dalam Kajian Produksi dan
Tingkah Laku Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Beberapa
daerah di Kabupaten Bogor. O. F. M. Simanjuntak. Tesis Progam Studi
Biosains Hewan. Progam Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
2000.
National Research Council, USA. Butterfly Farm in Papua New Guinea. Managing
Tropical Animal Resources. National Academy Press, Washington DC,
pp.35. 1983.
Noerdjito, W. A. dan Aswari, P. Metode Survei dan Pemantauan Populasi Satwa.
Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense) Puslit Biologi-LIPI.
Cibinong. 2003.
Nurjannah, S. T. Biologi Troides helena helena dan Troides helena hephaestus
(Papilionidae) di Penangkaran. Tesis Program Studi Biosains Hewan.
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010.
Odum, E. P. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1996.
Opler, P. Strawn, S. Children’s Butterfly Site. Midcontinent Ecological Science
Center. http://www.mesc.usgs.gov/butterfly/butterfly-faq.html. 2000.
Dalam Studi Siklus Hidup dan Morfologi Kupu-Kupu Serta Konsumsi
Pakan Larva Troides helena helena Linnaeus 1758. S. F. Pasaribu.
48
Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan
dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2012.
Pallister, J. C. Kupu-Kupu dan Ngengat. Di dalam : Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 6
Kehidupan Tumbuhan Kehidupan Hewan Edisi Bahasa Indonesia. Grolier
International, Inc. 1986. Dalam Aktivitas Harian Kupu-Kupu Troides helena
(Linn.) di Museum Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia
Indah. S. S. Krafiani. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi
Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010.
Panjaitan, R. Komunitas Kupu-Kupu Super Famili Papilionoidea (Lepidoptera) di
Kawasan Hutan Wisata Alam Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat. Tesis
Program Studi Biosains Hewan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 2011.
Pasaribu, S. F. Studi Siklus Hidup dan Morfologi Kupu-Kupu Serta Konsumsi Pakan
Larva Troides helena helena Linnaeus 1758. Skripsi Fakultas Kehutanan
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2012.
Peggie, D. dan Amir, M. Practical Guide to The Butterflies of Bogor Botanical
Garden. Pusat Penelitian Biologi, LIPI dan Nagao Natural Environment
Foundation Japan. Bogor. 2006.
Peggie, D. Precious And Protected Indonesian Butterflies. PT. Binamitra Megawarna.
Jakarta. 2011.
Pemprov DKI Jakarta. Peraturan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 1 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Jakarta. 2012.
Purnomo, B. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota Hijau : Tantangan Ke
depan. Workshop Pembangunan Hutan Kota di Indonesia. Fakultas
Kehutanan UGM. Yogyakarta. 2001.
Pyle, R. M. dan Hughes, S. A. Handbook for Butterfly Watchers. New York :
Houghton Mifflin Harcourt. 1992.
Rahayu, S. E. dan Basukriadi, A. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Kup-
Kupu (Lepidoptera; Rhopalocera) Pada Berbagai Tipi Habitat di Hutan Kota
Muhammad Sabki Kota Jambi. Biospecies, Vol. 5 No. 2. 2012.
Rod, P. M. dan Ken, P. M. Butterflies of The World. Blandford Press. Hongkong.
1999. Dalam Keanekaragaman Jenis di Kawasan Wisata Alam Lembah
Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai. Y. K. Sari. Skripsi Fakultas
49
Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2013.
Rodrigues, D. dan Moreira, G.R.P. Geographical Variation in Larval Host-Plant Use
by Heliconius erato (Lepidoptera: Nymphalidae) and Consequences for
Adult Life History. J. Braz Biol 62 : 312-332. 2002.
Rusliansyah, E. Kajian Peluang Pelibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Hutan
Kota Srengseng Jakarta Barat. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. 2005.
Salmah, S. Kupu-Kupu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai. Sumatra Nature
Study Center. Padang. 1994.
Saputro, N. A. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu di Kampus IPB Dermaga. Skripsi
Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2007.
Schulze, C.H dan Fiedler, K. Habitat Preferences and Flight Activity of Morphinae
Butterflies in A Bornean Rain Forest, With a Note on Sound Production by
Adult Zeuxidia (Lepidoptera : Nymphalidae). Malay Biol 8 : 800-809. 1998.
Scott, J. The Butterflies of North America : A Natural History and Field Guide.
Oxford University Press. USA. 1986.
Sembel, D. T. A Scientific Approach to the Roles of Butterflies with Special
Emphasis on Pests of Crops. The Paper Presented at International
Butterfly Conference. Ujung Pandang. 1993.
Severns, P. M. Seeding Population Size and Microhabitat Association in Lupinus
oreganus a Threatened Plant of Western Oregon Grasslands. Native Plants 3
: 358-364. 2008.
Sihombing, D. T. H. Satwa Harapan I : Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya
Cacing Tanah, Bekicot, Keong Mas, Kupu-Kupu dan Ulat Sutera. Pustaka
Wirausaha Muda. Bogor. 1999.
Soekardi, H. Kupu-Kupu di Kampus Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
2007.
Suharto, Wagiyana, R. Zulkarnain. A Survey of The Butterflies (Rhopalocera :
Lepidoptera) in Ireng-Ireng Forest of Bromo Tengger Semeru National Park.
J Ilm Das 6 : 62-65. 2005.
50
Sumah, A. S. W. Biodiversitas Kupu-Kupu Superfamili Papilionidea (Lepidoptera) di
Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Tesis Progam Studi Bisains. Progam Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 2012.
Sunduvu, A.J. dan Dumbuya, R. Habitat Preferences of Butterflies in The Bumbuna
Forest, Northern Sierra Leone. J InsSci 8: 1-17. 2008.
Sutomo,S. Sumampau,T. Tirtodiningrat,A. Soebakir,S. Ismianto,Manangsang, J dan
daryadi, L. Pengelolaan Taman Margasatwa di Indonesia. PKBSI. Jakarta.
2000.
Tresnawati, E. Siklus Hidup dan Pertumbuhan Kupu-Kupu Graphium agamemnon L.
dan Graphium doson C&R. (Papilionidae : Lepidoptera) dengan Pakan Daun
Cempaka dan Daun Sirsak. Tesis Program Studi Biosains Hewan.
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010.
Triplehorn,C.A. dan Johnson N.F. Borror and Delong’s Introduction to the Study of
Insects. Ed.ke-7. Belmont : Thomson Brooks / Cole. 2005.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
Wahlberg, N., Weingartner E., Nylin S. Towards a Better Understanding of The
Higher Systematics of Nymphalidae (Lepidoptera : Papilionoidea). Mol Phyl
Evol 28 : 473-484. 2003.
51
Tabel Lampiran 1. Komposisi Jenis Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian
NO SUKU JENIS
LOKASI
TMR Senayan HK. Srengseng
1 Hesperiidae Ancistroides nigrita √ − −
2
Lycaenidae
Jamides sp. − √ −
3 Prosotas gracilis √ − −
4 Zizina otis √ √ √
5
Nymphalidae
Acraea violae − − √
6 Ariadne ariadne √ − −
7 Cupha erymanthis − √ √
8 Danaus chrysippus √ √ √
9 Doleschallia bisaltidae − √ −
10 Elymnias hypermnestra − − √
11 Euploea eleusina − − √
12 Euploea mulciber √ √ √
13 Hypolimnas bolina √ √ √
14 Junonia almana − √ −
15 Junonia atlites − √ −
16 Junonia erigone √ − −
17 Junonia hedonia √ √ √
18 Junonia orithya − √ √
19 Junonia iphita √ − −
20 Moduza procris − − √
21 Mycalesis janardana √ − √
22 Neptis hylas − √ √
23 Phalanta phalantha − − √
24 Polyura hebe √ − −
25 Ypthima baldus − √ √
26 Ypthima horsfieldii − √ −
27 Ypthima philomela √ − −
28
Papilionidae
Graphium agamemnon √ √ √
29 Graphium doson √ √ √
30 Graphium sarpedon √ √ √
31 Papilio demoleus √ √ √
32 Papilio memnon √ √ √
52
Lanjutan Tabel Lampiran 1
33 Papilionidae Papilio polytes − √ √
34 Pieridae Appias olferna √ √ √
35 Pieridae Catopsilia pomona − √ √
36 Pieridae Catopsilia pyranthe √ − √
37 Pieridae Delias hyparete √ √ √
38 Pieridae Delias periboea − √ √
39 Pieridae Eurema alitha − − √
40 Pieridae Eurema blanda √ − −
41 Pieridae Eurema hecabe √ √ √
42 Pieridae Eurema sari − − √
43 Pieridae Leptosia nina √ √ √
Jumlah 24 26 30
53
Tabel Lampiran 2. Komposisi Jenis Vegetasi di Lokasi Penelitian
No Suku Jenis Nama Ilmiah
Jumlah individu
TMR Senayan
HK Srengseng
tbk ttp tbk ttp tbk ttp
1 Anacardiaceae Mangga Mangifera indica 1 1 11 1
2 Apocynaceae Bunga trompet Allamanda cathartica 2
3 Apocynaceae Bintaro Cerbera manghas 3
4 Apocynaceae Nerium Nerium oloeander 2
5 Apocynaceae Bintaro Cerbera manghas 2
6 Apocynaceae Kamboja Plumeria acuminata 11 2 3
7 Anonaceae Glodokan Tiang Polyalthia longifolia 5
8 Aracaceae Palem Arenga sp. 7 3 15 2
9 Aracaceae Siwalan Borassus 4 38
10 Aracaceae Kelapa Cocos nucifera 1 4
11 Aracaceae Kelapa Sawit Elaeis sp. 12 1
12 Araliaceae Daun Walisongo Schefflera grandiflora 6
13 Aspleniaceae Pakis Burung Asplenium nidus 4
14 Bombacaceae Bambu Bambusa sp. 2 2
15 Casuarinaceae Cemara Casuarina equisetfolia 3
16 Casuarinaceae Cemara norfolk Casuarina excelsa 1 1
17 Combretaceae Ketapang Terminalia catappa 1 1 3 2
18 Euphorbiaceae Sambang darah Excoercaria cochinchinensis 1
19 Euphorbiaceae Jarak Jatropa curcas 1 25 4 32
54
Lanjutan Tabel Lampiran 2
20 Fabaceae Akasia Acasia auriculiformis 1 1
21 Fabaceae Trambesi Albizia saman 1 7 1 1 1
22 Fabaceae Daun Kupu-Kupu Bauhenia purpurea 8 1 8
23 Fabaceae Flamboyan Delonix regia 1 6 2 5
24 Fabaceae Lamtoro Leuchaena glauca 1 1 18
25 Fabaceae Kecipir
Psophocarpus
tetragonolobus
6
26 Gutiferaceae Nyamplung Calophyllum inophyllum 2 1
27 Lamiaceae Jati Tectona grandis 4 1 3
28 Melastomaceae Harendog Melastoma malabatricum 7
29 Meliaceae Kapuk Ceiba petandra 2
30 Meliaceae Khaya tiang Khaya grandifolia 1 17
31 Meliaceae Mahoni Swietenia mahogani 7 5 3 9 3 12
32 Moraceae Nangka Artocarpus elasticus 1
33 Meliaceae Kapuk Ceiba petandra 8
34 Moraceae Beringin Ficus benjamina 4 2 15 5 2 1
35 Moraceae Biola Cantik Ficus lyrata variegata 1 1
36 Musaceae Pisang-pisangan Heliconia sp. 4
37 Myrtaceae Jambu Air Syzigium aqueum 2
38 Myrtaceae Jambu biji Syzigium guajava 2 1
39 Myrtaceae Kayu Putih Melaleuca leucadendra 2
40 Myrtaceae pohon kuncup merah Oleina Syzygium 4
41 Nyctaginaceae Bunga Kertas Bougenvillea spectabilis 10
42 Oleaceae Melati Jasminum sambac 1
55
Lanjutan Tabel Lampiran 2
43 Oxalidaceae Belimbing bintang Averrhoa carambola 15 3
44 Oxalidaceae Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi 1 1
45 Pandanaceae Pandan Pandanus sp.
46 Phyllanthaceae Buni Antidesma bunius 2
47 Poaceae Ilalang Imperata cylindrica 8
48 Poaceae Rumput Teki Kyllinga monochepala 1 4
49 Rosaceae Ceri Prunus avium 1 7
50 Rubiaceae Bunga soka Ixora paludosa 7 1
51 Rubiaceae Mengkudu Morinda citrifolia 4 2
52 Sapotaceae Kanitu Chrysophyllum cainito 1 2
53 Sapotaceae Sawo Kecik Manilkara kauki 1
54 Sapotaceae Tanjung Mimusops elengi 3
55 Sapotaceae Sawo Kecik Manilkara kauki 2
56 Verbenaceae Ambong Geunsia pentandra 1
Keterangan : tbk = habitat terbuka ; tt p = habitat tertutup
56
Tabel Lampiran 3. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Hesperiidae Ancistroides nigrita 1.852 0.575 2.427
2 Lycaenidae Prosotas gracilis 1.852 0.575 2.427
3 Lycaenidae Zizina otis 9.259 25.862 35.121
4 Nymphalidae Ariadne ariadne 1.852 0.575 2.427
5 Nymphalidae Danaus chrysippus 1.852 2.299 4.151
6 Nymphalidae Euploea mulciber 5.556 1.724 7.280
7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 7.407 15.517 22.925
8 Nymphalidae Junonia erigone 1.852 0.575 2.427
9 Nymphalidae Junonia hedonia 1.852 0.575 2.427
10 Nymphalidae Junonia iphita 1.852 0.575 2.427
11 Nymphalidae Mycalesis janardana 1.852 0.575 2.427
12 Nymphalidae Polyura hebe 1.852 0.575 2.427
13 Nymphalidae Ypthima philomela 3.704 3.448 7.152
14 Papilionidae Graphium agamemnon 5.556 2.874 8.429
15 Papilionidae Graphium doson 7.407 4.023 11.430
16 Papilionidae Graphium sarpedon 1.852 0.575 2.427
17 Papilionidae Papilio demoleus 5.556 3.448 9.004
18 Papilionidae Papilio memnon 5.556 4.023 9.579
19 Pieridae Appias olferna 5.556 5.172 10.728
20 Pieridae Catopsilia pyranthe 1.852 0.575 2.427
21 Pieridae Delias hyparete 9.259 8.621 17.880
22 Pieridae Eurema blanda 1.852 0.575 2.427
23 Pieridae Eurema hecabe 7.407 9.770 17.178
24 Pieridae Leptosia nina 5.556 6.897 12.452
Jumlah 100 100 200
57
Tabel Lampiran 4. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Pada Lokasi Senayan
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Jamides sp. 1.449 0.535 1.984
2 Lycaenidae Zizina otis 5.797 8.021 13.818
3 Nymphalidae Cupha erymanthis 7.246 7.487 14.733
4 Nymphalidae Danaus chrysippus 4.348 1.604 5.952
5 Nymphalidae Doleschallia bisaltidae 1.449 0.535 1.984
6 Nymphalidae Euploea mulciber 2.899 1.070 3.968
7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.696 8.556 17.252
8 Nymphalidae Junonia almana 1.449 0.535 1.984
9 Nymphalidae Junonia atlites 4.348 3.743 8.091
10 Nymphalidae Junonia hedonia 8.696 14.439 23.134
11 Nymphalidae Junonia orithya 1.449 0.535 1.984
12 Nymphalidae Neptis hylas 1.449 0.535 1.984
13 Nymphalidae Ypthima baldus 1.449 1.604 3.054
14 Nymphalidae Ypthima horsfieldii 1.449 0.535 1.984
15 Papilionidae Graphium agamemnon 2.899 1.604 4.503
16 Papilionidae Graphium doson 5.797 14.439 20.236
17 Papilionidae Graphium sarpedon 4.348 3.743 8.091
18 Papilionidae Papilio demoleus 5.797 5.882 11.679
19 Papilionidae Papilio memnon 1.449 0.535 1.984
20 Papilionidae Papilio polytes 1.449 0.535 1.984
21 Pieridae Appias olferna 5.797 6.417 12.214
22 Pieridae Catopsilia pomona 4.348 4.813 9.161
23 Pieridae Delias hyparete 8.696 9.091 17.787
24 Pieridae Delias periboea 2.899 1.604 4.503
25 Pieridae Eurema hecabe 1.449 0.535 1.984
26 Pieridae Leptosia nina 2.899 1.070 3.968
Jumlah 100 100 200
58
Tabel Lampiran 5. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK
Srengseng
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Zizina otis 3.371 2.715 6.086
2 Nymphalidae Acraea violae 1.124 0.905 2.029
3 Nymphalidae Cupha erymanthis 4.494 1.810 6.304
4 Nymphalidae Danaus chrysippus 5.618 4.072 9.690
5 Nymphalidae Elymnias hypermnestra 1.124 1.810 2.934
6 Nymphalidae Euploea eleusina 1.124 0.452 1.576
7 Nymphalidae Euploea mulciber 5.618 6.787 12.405
8 Nymphalidae Hypolimnas bolina 5.618 7.692 13.310
9 Nymphalidae Junonia hedonia 3.371 3.167 6.538
10 Nymphalidae Junonia orithia 1.124 0.452 1.576
11 Nymphalidae Moduza procris 1.124 0.452 1.576
12 Nymphalidae Mycalesis janardana 1.124 0.452 1.576
13 Nymphalidae Phalanta phalantha 1.124 0.452 1.576
14 Nymphalidae Neptis hylas 1.124 0.452 1.576
15 Nymphalidae Ypthima baldus 1.124 0.905 2.029
16 Papilionidae Graphium agamemnon 6.742 7.692 14.434
17 Papilionidae Graphium doson 3.371 2.262 5.633
18 Papilionidae Graphium sarpedon 3.371 4.072 7.443
19 Papilionidae Papilio demoleus 6.742 8.145 14.886
20 Papilionidae Papilio memnon 6.742 8.597 15.339
21 Papilionidae Papilio polytes 5.618 5.882 11.500
22 Pieridae Appias olferna 1.124 0.452 1.576
23 Pieridae Catopsilia pyranthe 2.247 0.905 3.152
24 Pieridae Catopsilia pomona 1.124 1.357 2.481
25 Pieridae Delias hyparete 5.618 5.430 11.048
26 Pieridae Delias periboea 3.371 1.810 5.181
27 Pieridae Eurema alitha 1.124 0.452 1.576
28 Pieridae Eurema hecabe 5.618 7.692 13.310
29 Pieridae Eurema sari 3.371 1.357 4.728
30 Pieridae Leptosia nina 5.618 11.312 16.930
Jumlah 100 100 200
59
Tabel Lampiran 6. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di
Habitat Terbuka
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Zizina otis 10.345 38.384 48.729
2 Nymphalidae Ariadne ariadne 3.448 1.010 4.458
3 Nymphalidae Danaus chrysippus 3.448 4.040 7.489
4 Nymphalidae Euploea mulciber 6.897 2.020 8.917
5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 10.345 12.121 22.466
6 Nymphalidae Polyura hebe 3.448 1.010 4.458
7 Nymphalidae Ypthima philomela 6.897 6.061 12.957
8 Papilionidae Graphium agamemnon 6.897 3.030 9.927
9 Papilionidae Graphium doson 10.345 5.051 15.395
10 Papilionidae Graphium sarpedon 3.448 1.010 4.458
11 Papilionidae Papilio demoleus 6.897 4.040 10.937
12 Pieridae Appias olferna 6.897 5.051 11.947
13 Pieridae Catopsilia pyranthe 3.448 1.010 4.458
14 Pieridae Delias hyparete 6.897 2.020 8.917
15 Pieridae Eurema hecabe 6.897 11.111 18.008
16 Pieridae Leptosia nina 3.448 3.030 6.479
Jumlah 100 100 200
60
Tabel Lampiran 7. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi
Senayan di Habitat Terbuka
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Zizina otis 2.857 6.383 9.240
2 Nymphalidae Cupha erymanthis 5.714 3.191 8.906
3 Nymphalidae Danaus chrysippus 5.714 2.128 7.842
4 Nymphalidae Doleschallia bisaltidae 2.857 1.064 3.921
5 Nymphalidae Euploea mulciber 2.857 1.064 3.921
6 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.571 9.574 18.146
7 Nymphalidae Junonia almana 2.857 1.064 3.921
8 Nymphalidae Junonia atlites 8.571 7.447 16.018
9 Nymphalidae Junonia hedonia 8.571 8.511 17.082
10 Nymphalidae Ypthima horsfieldii 2.857 1.064 3.921
11 Papilionidae Graphium agamemnon 2.857 2.128 4.985
12 Papilionidae Graphium doson 5.714 22.340 28.055
13 Papilionidae Graphium sarpedon 2.857 1.064 3.921
14 Papilionidae Papilio demoleus 2.857 1.064 3.921
15 Papilionidae Papilio memnon 2.857 1.064 3.921
16 Pieridae Appias olferna 8.571 10.638 19.210
17 Pieridae Catopsilia pomona 5.714 8.511 14.225
18 Pieridae Delias hyparete 8.571 8.511 17.082
19 Pieridae Delias periboea 2.857 1.064 3.921
20 Pieridae Eurema hecabe 2.857 1.064 3.921
21 Pieridae Leptosia nina 2.857 1.064 3.921
Jumlah 100 100 200
61
Tabel Lampiran 8. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK
Srengseng di Habitat Terbuka
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Zizina otis 2 3.306 5.306
2 Nymphalidae Acraea violae 2 1.653 3.653
3 Nymphalidae Cupha erymanthis 4 3.306 7.306
4 Nymphalidae Danaus chrysippus 4 1.653 5.653
5 Nymphalidae Elymnias hypermnestra 2 3.306 5.306
6 Nymphalidae Euploea mulciber 6 5.785 11.785
7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 6 9.091 15.091
8 Nymphalidae Junonia hedonia 4 2.479 6.479
9 Nymphalidae Junonia orithia 2 0.826 2.826
10 Nymphalidae Moduza procris 2 0.826 2.826
11 Nymphalidae Neptis hylas 2 0.826 2.826
12 Nymphalidae Ypthima baldus 2 1.653 3.653
13 Papilionidae Graphium agamemnon 6 5.785 11.785
14 Papilionidae Graphium doson 4 2.479 6.479
15 Papilionidae Graphium sarpedon 4 4.959 8.959
16 Papilionidae Papilio demoleus 6 9.091 15.091
17 Papilionidae Papilio memnon 6 9.091 15.091
18 Papilionidae Papilio polytes 6 7.438 13.438
19 Pieridae Appias olferna 2 0.826 2.826
20 Pieridae Catopsilia pyranthe 4 1.653 5.653
21 Pieridae Catopsilia pomona 2 2.479 4.479
22 Pieridae Delias hyparete 6 5.785 11.785
23 Pieridae Eurema alitha 2 0.826 2.826
24 Pieridae Eurema hecabe 6 8.264 14.264
25 Pieridae Eurema sari 4 1.653 5.653
26 Pieridae Leptosia nina 4 4.959 8.959
Jumlah 100 100 200
62
Tabel Lampiran 9. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di
Habitat Tertutup
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Hesperiidae Ancistroides nigrita 4 1.333 5.333
2 Lycaenidae Prosotas gracilis 4 1.333 5.333
3 Lycaenidae Zizina otis 8 9.333 17.333
4 Nymphalidae Euploea mulciber 4 1.333 5.333
5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 4 20.000 24.000
6 Nymphalidae Junonia erigone 4 1.333 5.333
7 Nymphalidae Junonia hedonia 4 1.333 5.333
8 Nymphalidae Junonia iphita 4 1.333 5.333
9 Nymphalidae Mycalesis janardana 4 1.333 5.333
10 Papilionidae Graphium agamemnon 4 2.667 6.667
11 Papilionidae Graphium doson 4 2.667 6.667
12 Papilionidae Papilio demoleus 4 2.667 6.667
13 Papilionidae Papilio memnon 12 9.333 21.333
14 Pieridae Appias olferna 4 5.333 9.333
15 Pieridae Delias hyparete 12 17.333 29.333
16 Pieridae Eurema blanda 4 1.333 5.333
17 Pieridae Eurema hecabe 8 8.000 16.000
18 Pieridae Leptosia nina 8 12.000 20.000
Jumlah 100 100.000 200.000
63
Tabel Lampiran 10. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi
Senayan di Habitat Tertutup
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Jamides sp. 2.941 1.075 4.016
2 Lycaenidae Zizina otis 8.824 9.677 18.501
3 Nymphalidae Cupha erymanthis 8.824 11.828 20.651
4 Nymphalidae Danaus chrysippus 2.941 1.075 4.016
5 Nymphalidae Euploea mulciber 2.941 1.075 4.016
6 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.824 7.527 16.350
7 Nymphalidae Junonia hedonia 8.824 20.430 29.254
8 Nymphalidae Junonia orithya 2.941 1.075 4.016
9 Nymphalidae Neptis hylas 2.941 1.075 4.016
10 Nymphalidae Ypthima baldus 2.941 3.226 6.167
11 Papilionidae Graphium agamemnon 2.941 1.075 4.016
12 Papilionidae Graphium doson 5.882 6.452 12.334
13 Papilionidae Graphium sarpedon 5.882 6.452 12.334
14 Papilionidae Papilio demoleus 8.824 10.753 19.576
15 Papilionidae Papilio polytes 2.941 1.075 4.016
16 Pieridae Appias olferna 2.941 2.151 5.092
17 Pieridae Catopsilia pomona 2.941 1.075 4.016
18 Pieridae Delias hyparete 8.824 9.677 18.501
19 Pieridae Delias periboea 2.941 2.151 5.092
20 Pieridae Leptosia nina 2.941 1.075 4.016
Jumlah 100 100 200
64
Tabel Lampiran 11. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks
Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK
Srengseng di Habitat Tertutup
No. Suku Jenis FR KR INP
1 Lycaenidae Zizina otis 5.405 2 7.405
2 Nymphalidae Danaus chrysippus 8.108 7 15.108
3 Nymphalidae Euploea eleusina 2.703 1 3.703
4 Nymphalidae Euploea mulciber 5.405 8 13.405
5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 5.405 6 11.405
6 Nymphalidae Junonia hedonia 2.703 4 6.703
7 Nymphalidae Mycalesis janardana 2.703 1 3.703
8 Nymphalidae Phalanta phalantha 2.703 1 3.703
9 Papilionidae Graphium agamemnon 8.108 10 18.108
10 Papilionidae Graphium doson 2.703 2 4.703
11 Papilionidae Graphium sarpedon 2.703 3 5.703
12 Papilionidae Papilio demoleus 8.108 7 15.108
13 Papilionidae Papilio memnon 8.108 8 16.108
14 Papilionidae Papilio polytes 5.405 4 9.405
15 Pieridae Delias hyparete 5.405 5 10.405
16 Pieridae Delias periboea 8.108 4 12.108
17 Pieridae Eurema hecabe 5.405 7 12.405
18 Pieridae Eurema sari 2.703 1 3.703
19 Pieridae Leptosia nina 8.108 19 27.108
Jumlah 100 100 200
65
Gambar Lampiran 1. Sebaran RTH di Propinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta, 2012)
Graphium agamemnon Papilio demoleus
Hypolimnas bolina Euploea
Delias hyparete Catopsilia pyranthe
Gambar Lampiran 2. Beberapa Jenis Kupu
Papilio demoleus Papilio memnon Graphium
Euploea mulciber Euploea eunice Neptis hylas
Catopsilia pyranthe Appias olferna Eurema sp.
Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan di Lokasi Penelitian
66
Graphium sarpedon
Neptis hylas
Eurema sp.
TMR Terbuka
Senayan Tertutup
Gambar Lampiran 3. Gambaran Lokasi
TMR Tertutup Senayan Ter
HK Srengseng Terbuka HK Srengseng
Gambaran Lokasi Habitat Terbuka dan Tertutup di Lokasi Penelitian
67
Senayan Terbuka
HK Srengseng Tertutup
Flamboyan Mahoni
(Delonix regia) (Swietenia macrophylla
Beringin Bunga Kamboja
(Ficus benjamina) (Plumeria acuminata
Gambar Lampiran 4. Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian
Mahoni Daun Kupu-Kupu Biola Cantik
Swietenia macrophylla) (Bauhenia purpurea) (Ficus lyrata
Kamboja Glodokan Tiang Nangka Kanitu
Plumeria acuminata) (Polyalthia longifolia) (Arthrocarpus integra) (Chrysophyllum cainito
Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian
68
Biola Cantik
Ficus lyrata)
Kanitu
Chrysophyllum cainito)

More Related Content

What's hot

Ikatan Logam
Ikatan LogamIkatan Logam
Ikatan Logam
Dentyardi
 
40038330 makalah-kimia-korosi
40038330 makalah-kimia-korosi40038330 makalah-kimia-korosi
40038330 makalah-kimia-korosi
kejo1234
 

What's hot (20)

SOAL DAN PEMBAHASAN METABOLISME
SOAL DAN PEMBAHASAN METABOLISMESOAL DAN PEMBAHASAN METABOLISME
SOAL DAN PEMBAHASAN METABOLISME
 
reaksi redoks
reaksi redoksreaksi redoks
reaksi redoks
 
GOLONGAN 9 DAN 10 B
GOLONGAN 9 DAN 10 BGOLONGAN 9 DAN 10 B
GOLONGAN 9 DAN 10 B
 
laporan kimia elektrolisis
laporan kimia elektrolisislaporan kimia elektrolisis
laporan kimia elektrolisis
 
Teori ikatan valensi
Teori ikatan valensiTeori ikatan valensi
Teori ikatan valensi
 
Perbedaan Web 1.0 dan 2.0
Perbedaan Web 1.0 dan 2.0Perbedaan Web 1.0 dan 2.0
Perbedaan Web 1.0 dan 2.0
 
Data warehouse with kettle open source etl
Data warehouse with kettle open source etlData warehouse with kettle open source etl
Data warehouse with kettle open source etl
 
karbohidrat
karbohidratkarbohidrat
karbohidrat
 
Ikatan Logam
Ikatan LogamIkatan Logam
Ikatan Logam
 
Proses pembuatan oksigen, nitrogen, dan sulfur
Proses pembuatan oksigen, nitrogen, dan sulfurProses pembuatan oksigen, nitrogen, dan sulfur
Proses pembuatan oksigen, nitrogen, dan sulfur
 
ikatan logam
ikatan logamikatan logam
ikatan logam
 
Rpp koloid 2013 me
Rpp koloid 2013 meRpp koloid 2013 me
Rpp koloid 2013 me
 
Buku xii bab 5 (Mutasi)
Buku xii bab 5 (Mutasi)Buku xii bab 5 (Mutasi)
Buku xii bab 5 (Mutasi)
 
Larutan penyangga kimia
Larutan penyangga kimiaLarutan penyangga kimia
Larutan penyangga kimia
 
Stereokimia 010
Stereokimia 010Stereokimia 010
Stereokimia 010
 
40038330 makalah-kimia-korosi
40038330 makalah-kimia-korosi40038330 makalah-kimia-korosi
40038330 makalah-kimia-korosi
 
Kelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimiaKelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimia
 
Praktikum Kimia - Laporan Korosi
Praktikum Kimia - Laporan KorosiPraktikum Kimia - Laporan Korosi
Praktikum Kimia - Laporan Korosi
 
Ppt makro molekul
Ppt makro molekulPpt makro molekul
Ppt makro molekul
 
Siklus asam sitrat
Siklus asam sitratSiklus asam sitrat
Siklus asam sitrat
 

Viewers also liked (9)

Bioekologi dan strategi konservasi kupu kupu raja helena
Bioekologi dan strategi konservasi kupu kupu raja helenaBioekologi dan strategi konservasi kupu kupu raja helena
Bioekologi dan strategi konservasi kupu kupu raja helena
 
Bioekologi dan strategi konservasi troides helena
Bioekologi dan strategi konservasi troides helenaBioekologi dan strategi konservasi troides helena
Bioekologi dan strategi konservasi troides helena
 
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
Menghitung Keanekaragan Hayati Menggunakan Rumus -H= jumlah dari (pi log pi)
 
Laporan keg - Kupu-kupu di Buton
Laporan keg - Kupu-kupu di ButonLaporan keg - Kupu-kupu di Buton
Laporan keg - Kupu-kupu di Buton
 
D010202
D010202D010202
D010202
 
Modul morfologi kupu kuppu.docxbbb
Modul morfologi kupu kuppu.docxbbbModul morfologi kupu kuppu.docxbbb
Modul morfologi kupu kuppu.docxbbb
 
Insect classification lab24
Insect classification lab24Insect classification lab24
Insect classification lab24
 
Laporan praktikum dpt hama dan tanda
Laporan praktikum dpt hama dan tandaLaporan praktikum dpt hama dan tanda
Laporan praktikum dpt hama dan tanda
 
Ordo lepidoptera
Ordo lepidopteraOrdo lepidoptera
Ordo lepidoptera
 

Similar to Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta

Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogramAnalisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
Putri Nugraheni
 
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI JakartaKomunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
Afifi Rahmadetiassani
 
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosinTeknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
ariindrawati2
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
Repository Ipb
 

Similar to Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta (20)

EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU PT PERTAMINA (PERSER...
EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU PT PERTAMINA (PERSER...EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU PT PERTAMINA (PERSER...
EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU PT PERTAMINA (PERSER...
 
EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU SYAMSUDDIN NOOR PT P...
EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU SYAMSUDDIN NOOR PT P...EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU SYAMSUDDIN NOOR PT P...
EKOTOKSIKOLOGI PENGUJIAN PARAMETER AIR DAN UDARA DI DPPU SYAMSUDDIN NOOR PT P...
 
Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogramAnalisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
Analisis dosis serap radiasi organ gonad pada pemeriksaa scanogram
 
4250406037
42504060374250406037
4250406037
 
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi K...
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi K...ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi K...
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi K...
 
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI JakartaKomunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
Komunitas Kupu-Kupu di RTH DKI Jakarta
 
Media pembelajaran video
Media pembelajaran videoMedia pembelajaran video
Media pembelajaran video
 
ERNAWATI.pdf
ERNAWATI.pdfERNAWATI.pdf
ERNAWATI.pdf
 
10.metaan Kompetensi. Pedocx
10.metaan Kompetensi. Pedocx10.metaan Kompetensi. Pedocx
10.metaan Kompetensi. Pedocx
 
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosinTeknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
Teknik pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin
 
Laporan akhir ian kurniawan
Laporan akhir ian kurniawanLaporan akhir ian kurniawan
Laporan akhir ian kurniawan
 
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
 
Etnoekologi.pdf
Etnoekologi.pdfEtnoekologi.pdf
Etnoekologi.pdf
 
Jurnal Ilmiah Mkn Unud Oktober 2013
Jurnal Ilmiah Mkn Unud Oktober 2013Jurnal Ilmiah Mkn Unud Oktober 2013
Jurnal Ilmiah Mkn Unud Oktober 2013
 
Makalah epidemiologi kel5
Makalah epidemiologi kel5Makalah epidemiologi kel5
Makalah epidemiologi kel5
 
RENCANA PENILAIAN IPA K13 SMP KELAS 9 SEM 1
RENCANA PENILAIAN IPA K13 SMP KELAS 9 SEM 1RENCANA PENILAIAN IPA K13 SMP KELAS 9 SEM 1
RENCANA PENILAIAN IPA K13 SMP KELAS 9 SEM 1
 
59491206200907011
5949120620090701159491206200907011
59491206200907011
 
achmad (2).pdf
achmad (2).pdfachmad (2).pdf
achmad (2).pdf
 
07. ilmuguru.org - Silabus Geografi Kls 11 (7 Kolom).docx
07. ilmuguru.org - Silabus Geografi Kls 11 (7 Kolom).docx07. ilmuguru.org - Silabus Geografi Kls 11 (7 Kolom).docx
07. ilmuguru.org - Silabus Geografi Kls 11 (7 Kolom).docx
 
Laporan tugas akhir. usaha tani budidaya tanaman selada hijau keriting (lactu...
Laporan tugas akhir. usaha tani budidaya tanaman selada hijau keriting (lactu...Laporan tugas akhir. usaha tani budidaya tanaman selada hijau keriting (lactu...
Laporan tugas akhir. usaha tani budidaya tanaman selada hijau keriting (lactu...
 

More from Afifi Rahmadetiassani

Peran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusiaPeran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusia
Afifi Rahmadetiassani
 
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanahHubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
Afifi Rahmadetiassani
 
Isolasi dan morfologi koloni bakteri
Isolasi  dan  morfologi koloni bakteriIsolasi  dan  morfologi koloni bakteri
Isolasi dan morfologi koloni bakteri
Afifi Rahmadetiassani
 

More from Afifi Rahmadetiassani (20)

pemanfaatan kenekaragaman hayati sebagai biodegradasi limbah plastik
pemanfaatan kenekaragaman hayati sebagai biodegradasi limbah plastikpemanfaatan kenekaragaman hayati sebagai biodegradasi limbah plastik
pemanfaatan kenekaragaman hayati sebagai biodegradasi limbah plastik
 
Bieokonomi
Bieokonomi Bieokonomi
Bieokonomi
 
Biodiversitas indonesia
Biodiversitas indonesiaBiodiversitas indonesia
Biodiversitas indonesia
 
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
Ruang Terbuka Hijau di JakartaRuang Terbuka Hijau di Jakarta
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
 
Perdagangan Avifauna di Lansekap Kerinci Seblat
Perdagangan Avifauna di Lansekap Kerinci Seblat Perdagangan Avifauna di Lansekap Kerinci Seblat
Perdagangan Avifauna di Lansekap Kerinci Seblat
 
Pelatihan penyusunan laporan TFCA Sumatera
Pelatihan penyusunan laporan TFCA SumateraPelatihan penyusunan laporan TFCA Sumatera
Pelatihan penyusunan laporan TFCA Sumatera
 
Kelas inspirasi jakarta 5
Kelas inspirasi jakarta 5Kelas inspirasi jakarta 5
Kelas inspirasi jakarta 5
 
Kupu-Kupu Jakarta : Salah satu harta karun tersisa di Ibu Kota Indonesia
Kupu-Kupu Jakarta : Salah satu harta karun tersisa di Ibu Kota IndonesiaKupu-Kupu Jakarta : Salah satu harta karun tersisa di Ibu Kota Indonesia
Kupu-Kupu Jakarta : Salah satu harta karun tersisa di Ibu Kota Indonesia
 
Reptil laut (Penyu laut)
Reptil laut (Penyu laut)Reptil laut (Penyu laut)
Reptil laut (Penyu laut)
 
Hutan dan upaya konservasi
Hutan dan upaya konservasiHutan dan upaya konservasi
Hutan dan upaya konservasi
 
Mengenal hujan
Mengenal hujanMengenal hujan
Mengenal hujan
 
Troides helena, si cantik dari alam
Troides helena, si cantik dari alamTroides helena, si cantik dari alam
Troides helena, si cantik dari alam
 
Ramah sampah ramah dompet
Ramah sampah ramah dompetRamah sampah ramah dompet
Ramah sampah ramah dompet
 
Mengenal pecahan bagian 1
Mengenal pecahan bagian 1Mengenal pecahan bagian 1
Mengenal pecahan bagian 1
 
Pengenalan dan pengawetan kupu kupu
Pengenalan dan pengawetan kupu kupuPengenalan dan pengawetan kupu kupu
Pengenalan dan pengawetan kupu kupu
 
Peran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusiaPeran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusia
 
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanahHubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
Hubungan antara ilmu bumi dengan ilmu tanah
 
Suaka marga satwa cikepuh
Suaka marga satwa cikepuhSuaka marga satwa cikepuh
Suaka marga satwa cikepuh
 
Isolasi dan morfologi koloni bakteri
Isolasi  dan  morfologi koloni bakteriIsolasi  dan  morfologi koloni bakteri
Isolasi dan morfologi koloni bakteri
 
Morfologi fungi
Morfologi fungiMorfologi fungi
Morfologi fungi
 

Komunitas kupu kupu di ruang terbuka hijau (rth) dki jakarta

  • 1. KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DKI JAKARTA SKRIPSI SARJANA SAINS Oleh AFIFI RAHMADETIASSANI FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2013
  • 2. ii FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL Skripsi, Jakarta September 2013 Afifi Rahmadetiassani Komunitas Kupu-Kupu di Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI Jakarta xii + 68 halaman, 4 tabel, 12 gambar, 15 lampiran Berkembang-pesatnya pembangunan di Jakarta berdampak terhadap konversi lahan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang juga berdampak negatif bagi satwa-satwa yang hidup di perkotaan seperti kupu-kupu. Penelitian dilakukan di lokasi Taman Marga Satwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan Kota (HK) Srengseng bertujuan untuk mengetahui komunitas kupu-kupu pada ketiga lokasi tersebut pada habitat terbuka dan tertutup. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Desember 2012 dengan metode plot berukuran 50 x 50 m. Pada masing-masing lokasi terdiri dari 6 plot, masing-masing habitat terdiri dari tiga plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 43 jenis kupu-kupu dari 26 marga dan 5 suku pada ketiga lokasi. Secara berurutan, ditemukan 30 jenis pada HK Srengseng, 26 pada Senayan dan 24 pada TMR. Berdasarkan habitat, HK Srengseng terbuka terdapat 26 jenis dan tertutup 19 jenis; Senayan terbuka terdapat 21 jenis dan tertutup 20 jenis; TMR terbuka 16 dan tertutup 18. Indeks Kesamaan Jenis kupu-kupu memiliki kesamaan jenis berdasarkan lokasi di dapat 58-75 %; berdasarkan habitat 58,824-73,171 %. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener (H') memiliki nilai relatif sedang pada lokasi penelitian (2,491-2,972), habitat terbuka (2,153-2,996) dan pada habitat tertutup (2,432- 2,659). Berdasarkan uji Hutchinson menununjukkan adanya perbedaan yang bermakna (α = 0,05) pada semua lokasi dan antar habitat pada TMR dan HK Srengseng. Nilai H' tersebut juga didukung oleh Indeks Kemerataan Jenis Evannes yang menunjukkan kemerataan yang sama pada lokasi dan habitat. Daftar bacaan : 74 (1977 - 2013)
  • 3. KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DKI JAKARTA Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA SAINS DALAM BIDANG BIOLOGI Oleh AFIFI RAHMADETIASSANI 083112620150008 FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2013
  • 4. Judul Skripsi : Nama Mahasiswa : Nomor Kopertis : Pembimbing Pertama Dra. Hasni Ruslan, MSi. Tanggal lulus : 12 September 2013 : KOMUNITAS KUPU-KUPU DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DKI JAKARTA : Afifi Rahmadetissani : 083112620150008 Menyetujui Pembimbing Kedua Dra. Hasni Ruslan, MSi. Drs. Imran S. L. Tobing, MSi. Dekan Drs. Imran S L Tobing, M.Si 12 September 2013 KUPU DI RUANG TERBUKA Pembimbing Kedua Drs. Imran S. L. Tobing, MSi.
  • 5. v KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis persembahkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul yang berjudul “Komunitas Kupu- Kupu di Ruang Terbuka Hijau (RTH) DKI Jakarta”. Penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orangtua dan keluarga besar penulis yang terus memberikan semangat, dukungan, kesabaran dan ketulusan dalam setiap doanya. 2. Dra. Hasni Ruslan, MSi. sebagai pembimbing pertama dan Drs. Imran S. L. Tobing, MSi. sebagai pembimbing kedua dan selaku Dekan Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungannya kepada penulis sehingga tersusunnya skripsi ini. 3. Drs. Ikhsan Matondang, MSi. selaku Pembimbing Akademik angkatan 2008 yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan kepada penulis. 4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Biologi Universitas Nasional yang telah banyak memberikan pelajaran yang berharga selama menempuh perkuliahan. 5. Kepala Pimpinan Taman Margasatwa Ragunan dan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
  • 6. vi 6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 “Endangered species” : Zulfikar S.Si., Fajar S.Si., Marlia, Joandini, Hamdani, Arfan, Rika, Nur, Tenno, Angga, Devi, Dita S.Si., Akbar, Rifky S.Si., Theresia S.Si., Dera S.Si. dan Anita yang selalu memberikan semangat, saran dan kekompakan yang tidak bakal terlupakan sepanjang hayat. 7. Teman-teman BSO KSPL “Chelonia”, BBC, JBS, KKI, WWF, IWP, TRASHI, GSC, PP-IPTEK yang memberikan persahabatan, semangat, kreativitas dan ilmu- ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 8. M. Arif Rifqi, S.Si. sahabat dekatku yang selalu memberikan semangat, doa, harapan dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan dalam materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan bimbingan, saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Jakarta, September 2013 Penulis
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xi BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1 II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 4 A. Ruang Terbuka Hijau ……………………...………………………….. 4 B. Taksonomi Kupu-Kupu …………………………................................. 5 C. Morfologi Kupu-Kupu …………...…………………………………... 7 D. Siklus Hidup Kupu-Kupu …….……………………………………… 9 E. Habitat Kupu-Kupu …………………………………………………... 10 F. Peran Kupu-Kupu …………….……………………………………… 11 III. METODOLOGI ……………………………………………………….... 13 A. Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………………….... 13 B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………………………. 14 C. Alat dan Bahan ……………………………………………………… 15 D. Cara Kerja …………………………………………………………… 15 E. Analisis Data ………………………………………………………... 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... 22 A. Komposisi Jenis ……… …………………………………………….. 22
  • 8. viii Halaman B. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis …………………….. 31 C. Pemanfaatan Ruang dan Faktor Lingkungan ……………………...... 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………... 42 A. Kesimpulan …………………………………………………………. 42 B. Saran ………………………………………………………………... 43 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 44 LAMPIRAN ………………………………………………………………... 51
  • 9. ix DAFTAR TABEL TABEL Halaman Naskah 1. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian................ 30 2. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ………. 31 3. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian ……………………………………………….………… 33 4. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ………………………………………………………...… 37 Lampiran 1. Komposisi Jenis Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian ……………… 51 2. Komposisi Jenis vegetasi di Lokasi Penelitian..………………….. 53 3. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR.……… 56 4. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan……. 57 5. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng……………………………………………………….. 58 6. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di Habitat Terbuka …………………………………………………… 59
  • 10. x Halaman 7. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di Habitat Terbuka ………………………………………………….. 60 8. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng di Habitat Terbuka………………………………………………….. 61 9. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di Habitat Tertutup ……………………………………………………. 62 10. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di Habitat Tertutup……………………………………………………. 63 11. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng di Habitat Tertutup………………………………………………… 64
  • 11. xi DAFTAR GAMBAR GAMBAR Halaman Naskah 1. Morfologi Kupu-Kupu …………………………………………….….. 8 2. Siklus Hidup Kupu-Kupu ………………………………………….….. 10 3. Peta Lokasi Sampling ..…………………………………………….….. 13 4. Ilustrasi tutupan kanopi pohon terbuka dan tertutup ............................ 16 5. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Lokasi ……………….….. 22 6. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ……………….….. 24 7. Contoh Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan A. Graphium agamemnon (Papilionidae), B. Hypolimnas bolina (Nymphalidae), dan C. Eurema hecabe (Pieridae)……..……….…… 26 8. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis …………….….. 32 9. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ………………………..…………………………………….….. 36 10. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat ……………………………………………………………..….. 37 11. Perbandingan Jumlah Jenis Kupu-Kupu Habitat Terbuka dan Tertutup ……………………………….…………………………….... 39 12. Parameter Lingkungan Penelitian Kupu-Kupu di RTH Jakarta……. ... 40
  • 12. xii Halaman Lampiran 1. Sebaran RTH di Propinsi DKI Jakarta ............................................... 65 2. Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan di Lokasi Penelitian .... 66 3. Gambaran Lokasi Habitat Terbuka dan Tertutup di Lokasi Penelitian 67 4. Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian………. 68
  • 13. 1 BAB I PENDAHULUAN Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia yang mengalami perkembangan dan pembanguan yang sangat pesat, hal tersebut terjadi setelah zaman kemerdekaan, terutama pada masa Orde Baru (Kristanto dan Momberg, 2008). Sebagai salah satu kota terbesar di dunia, Jakarta memiliki jumlah penduduk yang banyak dan terus bertambah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya konversi lahan untuk dijadikan sebagai sarana dan prasarana memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dengan kondisi ketersediaan lahan yang terbatas (Dinariana, 2011). Dalam perkembangannya sebagai pusat pembangunan di Indonesia, Jakarta mengalami kerusakan lingkungan akibat perencanaan pembangunan yang kurang matang. Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini antara lain rusaknya fungsi serapan air dan polusi udara yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan mahluk hidup dan lingkungannya, serta berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) sebagai habitat dan tempat berlindung bagi satwa-satwa yang hidup di perkotaan (Departemen Kehutanan, 2010). Salah satu satwa yang membutuhkan RTH sebagai habitatnya adalah kupu- kupu. Keberadaannya memiliki peran sebagai salah satu komponen penting ekosistem sebagai polinator dan bioindikator lingkungan (Salmah, 1994; Boonvanno dkk., 2000). Salah satu yang paling penting adalah bahwa kupu-kupu merupakan hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan (poikilotermik), sehingga
  • 14. 2 keberadaan iklim mikro pada suatu habitat (dalam hal ini RTH) berperan penting dalam kelangsungan hidupnya (Borror, 1996). Selain adanya tekanan pembangunan, keberadaan kupu-kupu terancam oleh adanya penangkapan secara berlebihan hingga perburuan ilegal. Hal ini disebabkan kupu-kupu memiliki warna, corak dan bentuk sayap yang menarik, sehingga menyebabkan banyak orang yang tertarik dan berusaha menangkap kupu-kupu dari alam baik untuk koleksi pribadi, maupun sebagai komoditas perdagangan. Dalam perkembangannya, perdagangan kupu-kupu dilakukan di dalam negeri hingga ke luar negeri (National Research Council, USA, 1983). RTH yang ada di Jakarta antara lain Taman Marga Satwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan Kota (HK) Srengseng. Ketiga kawasan tersebut memiliki permasalahan berupa tekanan pembangunan, aktivitas manusia dan polusi lingkungan. Lokasi TMR dimanfaatkan sebagai salah satu pusat parawisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan, kondisi tersebut menyebabkan terganggunya aktivitas kupu-kupu, terutama pada saat padat pengunjung. Lokasi Senayan merupakan area publik yang berada di pusat aktivitas kota Jakarta. Lokasi ini dikelilingi oleh gedung-gedung dan jalanan di sekitarnya merupakan jalur padat kendaraan yang senantiasa mengeluarkan polusi. Sedangkan HK Srengseng merupakan hutan kota bekas tempat pembuangan sampah yang berada di tengah pemukiman dan berada di tepi sungai Pesanggrahan. Intensitas aktivitas manusia pada lokasi ini tidak sepadat kedua lokasi sebelumnya. Aktivitas kupu-kupu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, menurut Rahayu dan Basukriadi (2012) kupu-kupu lebih
  • 15. 3 banyak ditemukan pada habitat yang memiliki intensitas cahaya matahari yang tinggi yang juga berkaitan dengan kondisi vegetasi, yaitu kondisi habitat terbuka akan lebih banyak dijumpai kupu-kupu beraktivitas seperti berjemur (basking) atau hanya terbang saja (Hirota dan Obara, 2000). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi komunitas kupu-kupu yang ada pada ketiga lokasi tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunitas kupu-kupu di ketiga lokasi tersebut pada habitat terbuka dan tertutup. Hipotesis yang diajukan adalah : 1. Terdapat perbedaan komposisi dan keanekaragaman jenis kupu-kupu pada ketiga lokasi RTH. 2. Terdapat perbedaan komposisi dan keanekaragaman jenis kupu-kupu pada habitat terbuka dan tertutup di tiga lokasi RTH.
  • 16. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah salah satu bagian yang penting dalam suatu kota (Haris, 2006). Secara definitif, RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tumbuhan, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No. 26, 2007). Keberadaan RTH diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup terutama di wilayah perkotaan (Purnomo, 2001). Tujuan disediakannya RTH adalah untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan, serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat. Manfaat adanya RTH atara lain sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sarana rekreasi; pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; tempat perlindungan plasma nutfah; sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; dan sebagai pengatur tata air (Instruksi Mentri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988). Sebagai ibu kota negara, Jakarta sendiri memiliki beberapa RTH yang
  • 17. 5 tersebar di beberapa lokasi dalam peta rencana pola ruang daratan Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 (Gambar Lampiran 1), antara lain Taman Marga Satwa Ragunan, Senayan, Hutan Kota Srengseng dan beberapa RTH lainnya (Kristanto dan Momberg, 2008; Pemprov DKI Jakarta, 2012 ). B. Taksonomi Kupu-Kupu Secara taksonomi, Lepidoptera mencakup kupu-kupu (butterfly) dan ngengat (moth) (Triplehorn dan Johnson, 2005). Kupu-kupu dan ngengat dapat dibedakan dalam beberapa hal, antara lain kupu-kupu memiliki aktivitas diurnal sedangkan ngengat memiliki aktivitas nokturnal; warna sisik dan bentuk sayap kupu-kupu menarik, sedangkan ngengat memiliki warna cokelat, gelap dan kusam; sayap kupu- kupu ketika hinggap menutup, sedangkan ngengat terbuka (Peggie, 2011) dan kupu- kupu memiliki antena yang ramping dan membulat di ujung sedangkan ngengat antenanya berbebentuk rambut (Triplehorn dan Johnson, 2005). Menurut Rod dan Ken (1999), kupu-kupu terbagi menjadi dua super famili yaitu Papilionoidea dan Hesperiodea. Papilionoidea mencakup suku Papilionidae, Pieridae, Lycaenidae dan Nymphalidae sedangkan Hesperioidea mencakup suku Hesperiidae. Setiap suku kupu-kupu memiliki ciri-ciri yang berbeda. Adapun ciri-ciri tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Suku Papilionidae Kupu-kupu yang termasuk ke dalam suku ini sebagian besar memiliki ukuran tubuh yang besar dan memiliki pola warna yang indah (Noerdjito dan Aswari, 2003). Pada beberapa jenis, terdapat sayap belakang yang berekor. Ekor tersebut merupakan
  • 18. 6 perpanjangan sudut sayap belakang (Peggie dan Amir, 2006). Bentuk ekornya seperti ekor burung walet, sehingga suku ini disebut sebagai kupu-kupu ekor burung walet atau swallow tail (Triplehorn dan Johnson, 2005). 2. Suku Pieridae Suku ini memiliki ukuran tubuh sedang dan sayapnya memiliki warna kuning atau putih dengan campuran warna gelap (Garth, 1988) dan pada bagian sayap belakangnya agak bulat dan tidak memiliki ekor (Mastrigt dan Rosariyanto, 2005). Menurut Peggie dan Amir (2006), beberapa jenis dari suku ini mempunyai kebiasaan bermigrasi dan pada kupu-kupu betina umumnya memiliki warna sayap yang lebih gelap dibandingkan kupu-kupu jantan. 3. Suku Lycaenidae Menurut Peggie dan Amir (2006), kupu-kupu yang termasuk ke dalam suku ini memiliki ciri ukuran tubuh kecil, memiliki sayap berwarna biru, jingga tua atau ungu dengan adanya bercak metalik, putih atau hitam. Bagian sayap terkadang terdapat bintik mata (eye spot) yang besar melebar (Triplehorn dan Johson, 2005) dan memiliki sayap yang lemah dan mudah rusak (Fiedler, 1996). Pada suku ini, banyak jenis yang memiliki ekor sebagai perpanjangan sayap belakang dan kupu-kupu jantan memiliki warna sayap yang lebih cerah dibandingkan kupu-kupu betina (Peggie dan Amir, 2006). 4. Suku Nymphalidae Suku ini merupakan kelompok yang paling banyak variasi warna dan bentuk sayap (Wahlberg dkk., 2003). Warna sayap pada umumnya cokelat, kuning, hitam
  • 19. 7 dan jingga tua. Suku ini mempunyai sepasang tungkai depan yang menyusut, sehingga hanya tungkai tengah dan belakang yang berfungsi untuk berjalan (Peggie dan Amir, 2006). 5. Suku Hesperiidae Jenis kupu-kupu yang termasuk dalam suku ini, memiliki kemampuan terbang yang cepat dengan sayap yang relatif pendek dan pada umumnya sayapnya memiliki warna cokelat dengan bercak kuning atau putih (Peggie dan Amir, 2006). Memiliki ukuran tubuh sedang dengan ukuran kepala yang lebar (Garth, 1988). Suku ini dikenal dengan sebutan skippers (Rod dan Ken, 1999). C. Morfologi Kupu-Kupu Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang memiliki ciri berupa permukaan sayap yang ditutupi oleh sisik, oleh karena itu kupu-kupu termasuk ke dalam bangsa Lepidoptera (lepido = sisik ; ptera = sayap) (Peggie, 2011). Menurut Pallister (1986), sisik pada sayap kupu-kupu memiliki warna dan corak yang menarik sekaligus menjadi pembeda bagi setiap jenisnya. Morfologi kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Nurjannah, 2010) (Gambar 1). Kepala kupu-kupu berbentuk bulat kecil, terdapat sepasang antena, sepasang mata dan alat mulut. Antena kupu-kupu berukuran panjang dan pada bagian ujungnya membesar, ramping dan terdiri dari segmen-segmen (Triplehorn dan Johnson, 2005). Antena tersebut dapat digerakkan ke segala arah dan memiliki fungsi sebagai alat sensor. Kupu-kupu memiliki mata majemuk yang tersusun ratusan ommatidia dan mata tunggal (Noerdjito dan Aswari, 2003). Alat
  • 20. 8 mulut berupa proboscis yang digunakan kupu-kupu untuk menghisap (Hadi dkk., 2009) berbentuk seperti tabung dan dapat menggulung ketika tidak digunakan (Noerdjito dan Aswari, 2003). Gambar 1. Morfologi Kupu-Kupu (Nurjannah, 2010) Bagian dada kupu-kupu terdapat selaput tipis yang merupakan leher yang berfungsi sebagai tempat melekatnya kepala, sehingga kepala dapat digerakkan (Noerdjito dan Aswari, 2003). Bagian ini terdiri dari tiga segmen, dimana masing- masing segmen terdapat sepasang kaki dan terdapat sepasang sayap pada segmen kedua dan ketiga (Braby, 2000). Sayap merupakan organ terpenting untuk pergerakan kupu-kupu yang memiliki banyak venasi (Noerdjito dan Aswari, 2003). Sayap kupu- kupu ditutupi oleh sisik-sisik halus yang dapat membuat sayap kupu-kupu memiliki corak dan warna pada sayapnya (Noerdjito dan Aswari, 2003 ; Peggie dan Amir, 2006). Sayap kupu-kupu memiliki ukuran, susunan, pola dan warna sayap yang
  • 21. 9 berbeda pada masing-masing jenis (Fleming, 1983). Menurut Sumah (2012), bentuk, ukuran, warna dan venasi sayap merupakan hal penting untuk melakukan identifikasi kupu-kupu. Selain itu, banyak jenis kupu-kupu yang memiliki seksual dimorfisme, dimana pola warna pada sayap kupu-kupu jantan dan betina berbeda (Beldade dan Brakefield, 2002). Perut kupu-kupu terdiri dari 10 ruas dan pada segmen terakhir terdapat organ genitalia (Soekardi, 2007). Organ genitalia tersebut sangat berguna untuk penentuan marga dan jenis kupu-kupu (Braby, 2000). Selain fungsi tersebut, menurut Folsom (2009), perut juga merupakan tempat proses mengolah makanan, melakukan ekskresi dan juga tempat menyimpan lemak. D. Siklus Hidup Kupu-Kupu Siklus hidup kupu-kupu mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus hidupnya terdiri empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa (Gambar 2) (Hadi dkk., 2009). Kupu-kupu dewasa akan melakukan perkawinan dan kupu-kupu betina akan bertelur setelah perkawinan selesai (Mardiana, 2002). Menurut Sihombing (1999), kupu-kupu melakukan proses perkawinan (mating) membutuhkan waktu 6-8 jam dan jumlah telur yang dihasilkan bermacam-macam, tergantung pada jenis kupu- kupunya (Allen dkk., 2005). Kupu-kupu betina akan meletakkan telur-telurnya pada bagian bawah daun atau tangkai daun, hal ini bertujuan untuk telur yang sudah menetas dapat langsung memakannya (Opler dan Strawn, 2000). Telur yang sudah menetas kemudian menjadi larva, dan ketika baru menetas larva tersebut akan memakan kulit telurnya sendiri
  • 22. 10 (Departemen Kehutanan, 1996) dan setelah memakan kulit telurnya, larva akan memperoleh makan secara langsung dari tumbuhan inangnya (Opler dan Strawn, 2000). Pada stadium ini, larva akan mengalami pergantian kulit, hal ini dikarenakan mengantisipasi kulit yang tidak elastis (Pasaribu, 2012). Gambar 2. Siklus Hidup Kupu-Kupu (Butterfly Circle Cheeklist, 2013) Stadium selanjutnya adalah pupa, stadium ini merupakan masa tidak ada aktivitas fisik dan stadium ini memerlukan waktu 21-28 hari (Sihombing, 1999). Stadium pupa diakhiri dengan kupu-kupu dewasa, yaitu kupu-kupu tersebut keluar dari pupa dengan cara merobek bagian atas pupa (Pasaribu, 2012). E. Habitat Kupu-Kupu Kupu-kupu secara umum dapat hidup pada ketinggian 0-2.000 m dpl (Mattimu dkk, 1977). Kupu-kupu sebagian besar hidup di daerah hutan hujan tropis 10-16 Hari Telur 14-21 Hari Larva 21-24 Hari Pupa 21-28 Hari Imago
  • 23. 11 d’Abrera (1990), selain itu juga dapat ditemukan di padang pasir dan daerah tundra (Davies dan Butler, 2008). Menurut Peggie dan Amir (2006), kupu-kupu dapat dijumpai pada suatu habitat jika ada tanaman inang (host) yang sesuai, hal ini dikarenakan vegetasi merupakan komponen yang penting untuk sumber pakan, berkembang biak dan sebagai tempat berlindung. Selain itu, menurut Panjaitan (2011), kupu-kupu lebih banyak terdapat pada habitat yang terbuka atau habitat yang memiliki tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat. Hal tersebut merupakan adaptasi perilaku kupu-kupu yang selalu membutuhkan sinar matahari untuk berjemur dan mengeringkan sayapnya supaya lebih mudah terbang. Kupu-kupu akan merespon perubahan kondisi pada habitatnya, jika pada suatu habitat kondisinya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, maka kupu-kupu akan berpindah untuk mencari daerah baru yang lebih baik untuk melangsungkan hidupnya (Clark dkk., 1996). Apabila terjadi perubahan yang drastis pada suatu habitat, beberapa jenis kupu-kupu yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami kepunahan (Borror dkk., 1996). F. Peran Kupu-Kupu Kupu-kupu memiliki peran yang penting di dalam kehidupan, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis kupu-kupu berperan sebagai penyerbuk tumbuhan (Sembel, 1993), bioindikator lingkungan (Departemen Kehutanan, 2008) dan sebagai plasma nutfah kekayaan jenis kupu-kupu di Indonesia (Peggie, 2011). Selain itu, kupu-kupu memiliki peran sebagai mangsa (prey) predator yang merupakan bagian dari sistem rantai makanan (Davies dan Buttler, 2008). Peran
  • 24. 12 kupu-kupu secara ekonomis antara lain sebagai bahan makanan, koleksi (Sihombing, 1999), komoditas perdagangan (Peggie, 2011), sebagai salah satu komponen daya tarik wisata dan objek studi untuk masyarakat umum (Panjaitan, 2011) misalnya pada Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah (Krafiani, 2010). Selain memiliki peran yang positif, kupu-kupu juga memiliki peran negatif yaitu kupu-kupu dapat berperan sebagai hama pada stadium larva (Salmah, 1994), misalnya Erionata thrax dari suku Hesperiidae yang meyerang tanaman pisang, jenis kupu-kupu Graphium sp. dan Papilio sp. dari suku Papilionidae yang menyerang tanaman jeruk (Suharto dkk., 2005). Apabila hal tersebut tidak dapat dikendalikan maka kupu-kupu yang berpotensi hama akan meningkat dan dapat menjadi hama potensial (Tresnawati, 2010).
  • 25. 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September - Desember 2012 di tiga RTH di Jakarta, yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan kota (HK) Srengseng (Gambar 3). Gambar 3. Peta Lokasi Sampling
  • 26. 14 B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Taman Margasatwa Ragunan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) terletak pada ketinggian 60 m dpl dengan letak geografis 106° 49' 2.571" BT dan 6° 18' 36.18" LS. Lokasi ini memiliki luas 147 ha yang berada pada wilayah administratif Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Secara umum, lokasi ini berfungsi sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam, sarana pendidikan, sarana rekreasi, sarana apreseasi terhadap alam dan digunakan sebagai sarana penelitian (Sutomo dkk., 2000). 2. Senayan Senayan terletak pada ketinggian 38 m dpl dengan letak geografis 106° 48' 8.0964" BT dan 6° 13' 16.0824" LS. Lokasi RTH Senayan terlatak di tengah kota, area yang cukup luas dengan pepohonan yang rimbun. Lokasi ini berada di dalam kompleks Gelanggang Olahraga Bung Karno yang terdiri dari berbagai fasilitas olahraga seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno, kolam renang, serta fasilitas lainnya. Pada tahun 1965-1985 menurut Rencana Induk Jakarta, kawasan seluas 279 ha dari wilayah hutan kota Senayan, 80% menjadi hak bagi ruang terbuka hijau. Namun rencana tata ruang tersebut dialih fungsikan menjadi pusat perbelanjaan dan gedung-gedung bertingkat, seperti Mal Senayan, pembangunan hotel, JCC dan gedung DPR (Kristanto dan Momberg, 2008).
  • 27. 15 3. Hutan Kota Srengseng HK Srengseng terletak pada ketinggian 23 m dpl dengan letak geografis 106° 45' 45.7056" BT dan 6° 12' 34.7292" LS. Lokasi ini terletak di Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat (Kristanto dan Momberg, 2008). Kawasan ini, memiliki luas sebesar 15 ha (Rusliansyah, 2005) yang ditetapkan sebagai Hutan Kota berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 202 tahun 1995 (Lauhatta, 2007). C. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan pengawetan kupu-kupu antara lain tabulasi data, sweeping net (jaring serangga), kamera digital, Global Positioning System (GPS), kertas minyak, sterofoam, jarum serangga, rol meter, gunting, kertas label, kotak sampel, pinset, buku identifikasi kupu-kupu, thermometer, hygrometer, luxmeter, anemometer, oven dan pita tagging. Bahan yang digunakan adalah kapur barus dan alkohol 70%. D. Cara Kerja 1. Penentuan lokasi pengambilan data Lokasi pengambilan data diambil pada lokasi TMR, Senayan, dan HK Srengseng. Pangambilan data pada masing-masing lokasi dilakukan pada habitat terbuka dan tertutup. Habitat terbuka dan tertutup ditentukan berdasarkan tutupan kanopi dan kondisi habitus pohon. Pada habitat terbuka tutupan kanopi berkisar antara 0 - 50 % dan habitus vegetasi lebih banyak berupa rumput, semak dan perdu. Sedangkan pada habitat tertutup, tutupan kanopi berkisar antara 51 - 100 % dan
  • 28. 16 habitus vegetasi lebih banyak berupa tiang atau pohon dengan ilustrasi tutupan kanopi pohon sebagai berikut (Gambar 4). Gambar 4. Ilustrasi tutupan kanopi pohon terbuka dan tertutup 2. Pendataan Kupu-Kupu Sebelum pengambilan data, dilakukan pengamatan awal di ketiga lokasi pengamatan. Hal ini dilakukan untuk orientasi lapangan dan penentuan lokasi plot yang akan digunakan. Pendataan kupu-kupu dilakukan dengan metode plot berukuran 50 m x 50 m dengan menggunakan rol meter yang ditandai pita tagging dan dilakukan pada saat kupu-kupu beraktivitas, yaitu pada pukul 09.00-15.00 WIB (Peggie dan Amir, 2006). Data diambil pada masing-masing lokasi sebanyak 6 plot, yang terbagi menjadi tiga plot di habitat terbuka dan tiga plot di habitat tertutup (Gambar Lampiran 2). Selain itu, jenis tumbuhan yang ada di dalam plot dan data lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya matahari, kecepatan angin dan kelembaban udara dicatat. Untuk data lingkungan diambil sebanyak dua kali yaitu pada pagi dan siang hari. Setiap individu kupu-kupu yang masuk ke dalam plot dicatat pada tabulasi data dan jenis kupu-kupu yang sulit untuk diidentifikasi, diambil sampelnya dengan
  • 29. 17 menggunakan sweeping net untuk diawetkan dan diidentifikasi lebih lanjut. Sampel- sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kertas minyak dan diberi label keterangan. Untuk mencegah kerusakan sampel-sampel tersebut kemudian di masukkan ke dalam kotak sampel dan diberi kapur barus. 3. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kupu-Kupu Sampel kupu-kupu yang didapat dibawa ke Laboratorium Zoologi Fakultas Biologi Universitas Nasional untuk diopset. Sampel tersebut diuapkan dengan alkohol 70 %, kemudian pada bagian dada kupu-kupu ditusuk dengan jarum serangga dan dipindahkan ke atas sterofoam. Kepala, antena, sayap, perut dan kaki diatur sedemikian rupa sehingga spesimen tersebut terentang dengan baik. Agar posisi saat direntangkan tidak berubah, digunakan kertas minyak dan jarum sebagai penahan. Sampel yang sudah direntangkan kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 35-50°C selama tujuh sampai sepuluh hari. Setelah sampel kering, sampel-sampel tersebut dikeluarkan dari oven dan disimpan di dalam kotak sampel yang telah diberi kapur barus (Gambar Lampiran 1). Kemudian sampel-sampel tersebut diidentifikasi dan diberi label. Sampel diidentifikasi menggunakan buku Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden ( Peggie dan Amir, 2006) dan World Butterlies (d'Abrera, 2005). E. Analisis Data 1. Komposisi Jenis Data jenis kupu-kupu yang didapatkan selama sampling dari masing-masing lokasi pengamatan dicatat dalam tabel. Untuk mengetahui tingkat kesamaan
  • 30. 18 komposisi jenis antar habitat dan lokasi dihitung menggunakan indeks similaritas (IS) dengan rumus (Brower dkk., 1990) : 2c IS = x 100 % a + b Keterangan : IS = indeks similaritas c = jumlah jenis yang sama pada daerah A dan B a = jumlah jenis pada daerah A b = jumlah jenis pada daerah B Kriteria yang dipakai untuk menentukan IS adalah : bila nilai IS > 50% menunjukkan adanya kesamaan komposisi jenis antar lokasi dan habitat sedangkan nilai IS < 50%, menunjukkan adanya perbedaan komposisi jenis antar antar lokasi dan habitat. 2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Menurut Magurran (1988), untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu dapat digunakan rumus : H = - ∑ Pi . ln Pi Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman jenis Pi = ni/N ni = jumlah individu masing-masing jenis N = jumlah total individu yang ditemukan Menurut Krebs (1985), kriteria yang dipakai untuk menentukan nilai keanekargaman (H’) yaitu : H’< 1 = keanekaragaman rendah 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang H’ > 3 = keanekaragaman tinggi
  • 31. 19 Selanjutnya dari nilai H’ yang ada tersebut dibandingkan antara habitat dan lokasi pengamatan untuk mengetahui perbedaanya. Rumus yang digunakan menggunakan uji Hutchinson sebagai berikut (Magurran , 1988) : H1’ – H2’ Thit = √var H1’ + var H2’ Keterangan : H1’ = indeks keanekaragaman pada lokasi pengamatan 1 H2’ = indeks keanekaragaman pada lokasi pengamatan 2 Var H' 2 22 2 1)ln.()(ln N S N pipipipi − − ∑−∑ = Keterangan : S = jumlah jenis N = jumlah total individu seluruh jenis Derajat bebas : (Var H1’ + var H2’)2 db = [(Var H1’)2 /N1 + (Var H2’)2 /N2] Keterangan : N1 = Jumlah individu seluruh jenis pada lokasi 1 N2 = Jumlah individu seluruh jenis pada lokasi 2 Hipotesis : t hit > t tabel, tolak Ho (terdapat perbedaan yang bermakna) t hit < t tabel, terima Ho (tidak terdapat perbedaan yang bermakna)
  • 32. 20 3. Indeks Kemerataan Jenis Kemerataan jenis kupu-kupu pada suatu komunitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus indeks kemerataan jenis menurut Fachrul (2012) dengan rumus sebagi berikut : H' E = x 100 % Ln (S) Keterangan : E = indeks kemerataan H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = jumlah jenis yang ditemukan Nilai indeks kemerataan jenis berkisar antara nol sampai satu. Jika nilai indeks kemerataan jenis mendekati satu menunjukkan bahwa jenis yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata dan jika nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan adanya ketidakmerataan jenis pada suatu komunitas (Fachrul, 2012). 4. Kelimpahan, Frekuensi dan Indeks Nilai Penting (INP) Kelimpahan menunjukkan jumlah individu dari jenis-jenis yang menjadi anggota suatu komunitas. Kelimpahan relatif dihitung dengan membagi kelimpahan suatu jenis dengan kelimpahan seluruh jenis. Nilai kelimpahan dan kelimpahan relatif dapat dihitung dengan (Fachrul, 2012) : Jumlah individu suatu jenis pada setiap lokasi K = Jumlah Total Individu Kelimpahan individu suatu jenis KR = x 100 % Jumlah kelimpahan seluruh jenis
  • 33. 21 Frekuensi merupakan besaran yang menyatakan tingkat perjumpaan dalam suatu komunitas. Frekuensi relatif didapat dari hasil perbandingan antara frekuensi suatu jenis dengan frekuensi seluruh jenis. Nilai frekuensi dan frekuensi relatif dapat dihitung dengan (Fachrul, 2012) : Jumlah plot yang berisi jenis i F = Jumlah total plot Frekuensi individu suatu jenis FR = x 100% Jumlah frekuensi seluruh jenis Indeks nilai penting digunakan untuk melihat adanya dominasi jenis kupu- kupu pada suatu lokasi maupun habitat. Indeks nilai penting dapat dihitung dengan (Fachrul, 2012) : INP = KR + FR
  • 34. 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Berdasarkan hasil yang diperoleh, jumlah jenis secara keseluruhan pada tiga lokasi yaitu Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Senayan dan Hutan Kota (HK) Srengseng tercatat 43 jenis kupu-kupu dari 26 marga dan 5 suku (Tabel Lampiran 1). Pada lokasi TMR didapat 24 jenis kupu-kupu; lokasi Senayan didapat 26 jenis kupu- kupu dan lokasi HK Srengseng didapat 30 jenis kupu-kupu (Gambar 5). Gambar 5. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Lokasi Adanya jumlah jenis yang berbeda pada ketiga lokasi dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi lingkungan. Pada HK Srengseng memiliki jumlah jenis
  • 35. 23 yang paling banyak di antara lokasi lainnya. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh keberagaman tumbuhan dan beberapa di antaranya berbunga pada saat pengambilan data sehingga menarik kupu-kupu untuk melakukan aktivitas pada lokasi tersebut. Menurut Efendi (2009), kupu-kupu membutuhkan nektar sebagai sumber pakannya, oleh karena itu kupu-kupu membutuhkan bunga untuk memperoleh makanan. Pada lokasi tersebut, jenis tumbuhan yang tercatat di lokasi tersebut diantaranya kamboja (Plumeria acuminata), melati (Jasminum sambac), flamboyan (Delonix regia), daun kupu-kupu (Bauhenia purpurea), mahoni (Swietenia mahagoni), soka (Ixora paludosa), trembesi (Albizia saman) dan beberapa jenis yang lainnya (Tabel Lampiran 2). Selain itu terdapatnya pengaruh intensitas aktivitas manusia yang berpotensi mengganggu kupu-kupu. Pada saat pengambilan data, aktivitas manusia di TMR dan Senayan lebih padat dibandingkan dengan HK Srengseng. Hal tersebut berhubungan dengan jumlah jenis kupu-kupu. Hal ini didukung oleh Saputro (2007), yang menyatakan bahwa salah satu kriteria keberadaan kupu-kupu pada suatu komunitas adalah jauh dari keramaian atau aktivitas manusia karena adanya kondisi tersebut sangat disukai oleh kupu-kupu. Berdasarkan kondisi habitat (habitat terbuka dan tertutup) juga menunjukkan perbandingan jumlah jenis yang bervariasi pada ketiga lokasi tersebut (Gambar 6). Pada habitat terbuka cenderung memiliki jumlah jenis lebih banyak dibandingkan pada habitat tertutup. Hal tersebut disebabkan jumlah intenistas cahaya matahari yang masuk pada habitat terbuka lebih banyak dibandingkan pada habitat tertutup. Menurut
  • 36. 24 Severns (2008), bahwa jumlah jenis kupu-kupu pada satu komunitas dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Rahayu dan Basukriadi (2012) menyatakan pada hutan karet Hutan Kota Muhammad Sabki di Jambi memiliki jumlah jenis tertinggi karena pada lokasi tersebut memiliki tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat dibandingkan yang lainnya sehingga sinar matahari yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan lokasi yang memiliki kanopi yang rapat. Gambar 6. Komposisi Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat Selain itu terdapat pengaruh kondisi vegetasi, yaitu kupu-kupu cenderung lebih banyak berkativitas pada habitat terbuka dengan kondisi vegetasi yang didominasi oleh habitus rumput, perdu dan semak. Sedangkan pada habitat tertutup kupu-kupu cenderung sering ditemukan terbang cepat dan berktivitas di atas kanopi.
  • 37. 25 Hal tersebut berpengaruh terhadap distribusi jenis berdasarkan kondisi habitat. Pada lokasi Senayan dan HK Srengseng jumlah jenis pada habitat terbuka lebih tinggi dibandingkan pada habitat tertutup, hal tersebut berkaitan dengan intensitas cahaya matahari dan kondisi vegetasi yang mayoritas berupa perdu dan semak yang disukai kupu-kupu untuk menghisap nektar bunga atau hanya sekedar berjemur. Sedangkan pada lokasi TMR jumlah jenis pada habitat terbuka lebih sedikit dibandingkan pada habitat tertutup, hal ini disebabkan pada saat penelitian kondisi di habitat terbuka cenderung memiliki intensitas aktivitas manusia lebih tinggi dibandingkan dengan habitat tertutup. Adanya kondisi tersebut dapat mengganggu aktivitas kupu-kupu. Menurut Kocher dan Williams (2000) kekayaan jenis kupu-kupu secara signifikan menurun di habitat yang terganggu akibat aktivitas manusia seperti pembukaan lahan atau penebangan pohon, seperti halnya terjadi di Kalimantan (Schulze dan Fiedler, 1998) dan di Sulawesi (Fermon dkk., 2005). Apabila dilihat secara keseluruhan suku Nymphalidae paling banyak ditemukan disetiap lokasi (Tabel Lampiran 1). Hal ini tidak terlepas dengan ketersediaan tumbuhan yang mendukung kelangsungan hidupnya. Jenis vegetasi yang umum ditemukan pada setiap lokasi antara lain dari suku Fabaceae, Moraceae, Apocynaceae dan Euphorbiaceae (Tabel Lampiran 2). Hal tersebut didukung oleh Peggie dan Amir (2006) yang menyatakan bahwa suku Nympahalidae memanfaatkannya sebagai pakan. Rodrigues dan Moreira (2002), melaporkan bahwa larva suku Nymphalidae dapat hidup diberbagai jenis tumbuhan sehingga dapat hidup pada tipe habitat yang berbeda. Selain itu sejumlah penelitian lain melaporkan suku
  • 38. 26 Nymphalidae merupakan suku yang memiliki jenis yang terbanyak disetiap lokasi penelitian seperti, penelitian di Hutan Kota Muhammad Sabki di Jambi yang ditemukan 24 jenis (Rahayu dan Basukriadi, 2012) dan penelitian di Kebun Raya Bogor yang ditemukan 39 jenis (Peggie dan Amir, 2006). Secara kuantitatif, struktur komunitas kupu-kupu berdasarkan lokasi dapat dilihat pada nilai kelimpahan dan frekuensi. Nilai kelimpahan relatif (KR) tertinggi di lokasi TMR Zizina otis (25,862 %), Hypolimnas bolina (15,517 %) (Gambar 7 B) dan Eurema hecabe (9,770 %) (Gambar 7 C). Pada lokasi Senayan, nilai KR tertinggi adalah jenis Junonia hedonia (14,439 %), Graphium doson (14,439 %) dan Delias hyparete (9,091 %). HK Srengseng nilai KR dimiliki jenis Leptosia nina (11,312 %), Papilio memnon (8,597 %) dan Papilio demoleus (8,145 %) (Tabel Lampiran 3,4,5). Gambar 7. Contoh Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan A. Graphium agamemnon (Papilionidae), B. Hypolimnas bolina (Nymphalidae), dan C. Eurema hecabe (Pieridae) Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi di lokasi TMR dimiliki jenis Zizina otis (9,259 %), Delias hyparete (9,259 %) dan Hypolimnas bolina (7,407%). Pada lokasi Senayan, nilai FR tertinggi dimiliki jenis Junonia hedonia, Delias hyparete dan Hypolimnas bolina dengan nilai 8,696 %. Sedangkan lokasi HK Srengseng nilai FR A CB
  • 39. 27 tertinggi dimiliki Papilio memnon, Papilio demoleus dan Graphium agamemnon dengan nilai 6,742 % (Gambar 7 A) (Tabel Lampiran 3,4,5). Berdasarkan habitat, nilai KR tertinggi pada habitat terbuka di lokasi TMR adalah jenis Zizina otis (38,384 %), Hypolimnas bolina (12,121 %) dan Eurema hecabe (11,111 %). Pada lokasi Senayan, nilai KR tertinggi pada jenis Graphium doson (22,340 %), Appias olferna (10,638 %) dan Hypolimnas bolina (9,574 %). Sedangkan pada HK Srengseng jenis Hypolimnas bolina, Papilio demoleus dan Papilio memnon memiliki nilai KR tertinggi yakni 9,091 % (Tabel Lampiran 6,7,8). Nilai FR tertinggi pada habitat terbuka, di lokasi TMR adalah jenis Zizina otis, Hypolimnas bolina dan Graphium doson dengan nilai 10,345 %. Pada lokasi Senayan nilai tertinggi pada jenis Hypolimnas bolina, Junonia hedonia dan Appias olferna dengan nilai 8,571 %. Sedangkan lokasi HK Srengseng nilai FR tertinggi pada jenis Hypolimnas bolina, Papilio demoleus dan Papilio memnon dengan nilai 6% (Tabel Lampiran 6,7,8). Pada habitat tertutup nilai KR tertinggi di lokasi TMR adalah jenis Hypolimnas bolina (20 %), Delias hyparete (17,333 %) dan Leptosia nina (12 %). Pada lokasi Senayan nilai KR tertinggi pada jenis Junonia hedonia (20,43 %), Cupha erymanthis (11,828%) dan Papilio demoleus (10,753 %). Sedangkan lokasi HK Srengseng nilai KR tertinggi pada jenis Leptosia nina (19 %), Graphium agamemnon (10 %) dan Papillio memnon (8 %) (Tabel Lampiran 9,10,11). Nilai FR tertinggi pada lokasi TMR adalah jenis Papilio memnon (12 %), Delias hyparete (12 %) dan Leptosia nina (8%). Pada lokasi Senayan jenis Junonia
  • 40. 28 hedonia, Cupha erymanthis dan Papilio demoleus memiliki nilai FR 8,824 %. Pada lokasi HK Srengseng nilai FR tertinggi pada jenis Leptosia nina, Papilio memnon dan Graphium agamemnon dengan nilai 8,108 % (Tabel Lampiran 9,10,11). Tingkat dominasi kupu-kupu dapat diketahui dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP). Hasil yang diperoleh berdasarkan lokasinya, pada lokasi TMR nilai INP tertinggi yaitu jenis Zizina otis (35,121 %), Hypolimnas bolina (22,925 %) dan Delias hyparete (17,880 %). Pada lokasi Senayan, nilai INP tertinggi yaitu jenis Junonia hedonia (23,134 %), Graphium doson (20,236 %) dan Delias hyparete (17,787 %). Sedangkan pada HK Srengseng nilai INP tertinggi yaitu jenis Leptosia nina (16,930%), Papilio memnon (15,339 %) dan Papilio demoleus (14,886 %) (Tabel Lampiran 3,4,5). Nilai INP berdasarkan habitat, pada habitat terbuka nilai INP tertinggi di lokasi TMR adalah jenis Zizina otis (48,729 %), Hypolimnas bolina (22,466 %) dan Eurema hecabe (18,008 %). Pada lokasi Senayan nilai INP tetinggi adalah jenis Graphium doson (28,055 %), Appias olferna (19,210) dan Hypolimnas bolina (18,146 %). Sedangkan pada HK Srengseng jenis Hypolimnas bolina, Papilio demoleus dan Papilio memnon memiliki nilai INP 15,091 % (Tabel Lampiran 6,7,8). Pada habitat tertutup, nilai INP tertinggi di lokasi TMR adalah jenis Delias hyparete (29,333%), Hypolimnas bolina (24 %) dan Papilio memnon (21,333 %). Pada lokasi Senayan jenis Junonia hedonia (29,254 % ), Cupha erymanthis (20,651 %) dan Papilio demoleus (19,576 %) memiliki nilai INP tertiggi. Sedangkan di HK
  • 41. 29 Srengseng nilai INP tertinggi pada jenis Leptosia nina (27,108 %), Graphium agamemnon (18,108 %) dan Papilio memnon (16,108 %) (Tabel Lampiran 9,10,11). Berdasarkan data kuantitatif di atas, beberapa jenis yang mendominasi dipengaruhi oleh faktor-faktor berupa kondisi lingkungan, gangguan habitat dan perilaku kupu- kupu (Efendi, 2009). Beberapa jenis kupu-kupu yang memiliki kelimpahan dan frekuensi yang rendah bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan (Sunduvu dan Dumbuya, 2008). Perubahan lingkungan menyebabkan fragmentasi habitat dan kepunahan tumbuhan sebagai sumber pakan kupu-kupu, khususnya kupu-kupu spesialis (Hardy dkk., 2007). Faktor perilaku kupu-kupu juga mempengaruhi seperti jenis Eurema spp. yang bersifat polifag yang menyebabkan jenis tersebut dapat berkembang pada habitat terganggu (Joshi, 2007). Salah satu jenis yang mendominasi di beberapa lokasi dan habitat adalah jenis Zizina otis (Lycaenidae), hal tersebut dapat disebabkan oleh keberadaan genangan air atau lumpur yang sangat disukai oleh jenis ini (Pyle dan Hughes, 1992). Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis kupu-kupu dapat diketahui dengan menghitung indeks similaritas (IS) antar lokasi dan habitat. Berdasarkan hasil perbandingan nilai indeks kesamaan jenis antar tiga lokasi menunjukkan adanya kesamaan jenis (Tabel 1), nilai tersebut didukung oleh komposisi jenis yang juga menunjukkan bahwa komposisi pada setiap lokasi relatif tidak berbeda jauh.
  • 42. 30 Tabel 1. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian (%) Lokasi TMR Senayan HK Srengseng TMR - 58 59,26 Senayan - - 75 HK Srengseng - - - Indeks kesamaan jenis antar lokasi pada perbandingan antara lokasi Senayan dengan HK Srengseng menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jenis kupu-kupu yang terdapat di lokasi Senayan relatif sama dengan jenis kupu-kupu yang terdapat di lokasi HK Srengseng. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh intensitas aktivitas manusia pada saat pengambilan data dan dapat disebabkan jarak antar lokasi relatif dekat dibadingkan dengan lokasi TMR yang dapat mempengaruhi mobilitas kupu- kupu. Pada lokasi Senayan dan HK Srengseng memiliki 17 jenis kupu-kupu yang sama, antara lain Cupha erymanthis, Danaus chrysippus, Euploea mulciber, Hypolimnas bolina, Junonia hedonia, Junonia orithya, Graphium agamemnon, Graphium doson, Graphium sarpedon, Papilio demoleus, Papilio memnon, Papilio polytes, Appias olferna, Catopsilia pomona, Delias hyparete, Eurema hecabe dan Leptosia nina. Apabila dilihat berdasarkan habitat, nilai indeks kesamaan jenis perbandingan habitat terbuka dan tertutup, di lokasi TMR adalah 58,824 % , Senayan 73,171 % dan HK Srengseng 66,667 % (Tabel 2). Nilai tertinggi pada lokasi Senayan, menunjukkan jenis kupu-kupu yang ada pada lokasi tersebut bersifat generalis, artinya kupu-kupu tersebut memanfaatkan ruang pada kedua habitat tersebut.
  • 43. 31 Tabel 2. Indeks Similaritas (IS) Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat Lokasi Nilai Kesamaan Jenis TMR (Terbuka – Tertutup) 58,824 Senayan (Terbuka – Tertutup) 73,171 HK Srengseng Terbuka – Tertutup) 66,667 Nilai pada tabel 2 menunjukkan indikasi yang sama dengan tabel 1, bahwa secara keseluruhan angka yang diperoleh menunjukkan nilai > 50 %. Artinya terdapat kesamaan jenis antar habitat yang sama pada ketiga lokasi. Hal tersebut didukung oleh Brower dkk. (1990) yang menyebutkan bahwa bila nilai IS > 50 % menunjukkan adanya kesamaan komposisi jenis. Menurut Amir dkk. (2003), jenis-jenis kupu-kupu yang memiliki sebaran luas (ditemukan pada banyak lokasi dan habitat) dapat berdaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan berupa intensitas cahaya matahari dan vegetasi akan mempengaruhi keberadaan kupu-kupu pada habitat terbuka dan tertutup. Selain itu faktor lingkungan yang mendukung berupa suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin juga mempengaruhi keberadaan kupu-kupu (Sumah, 2012). B. Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Kondisi keanekaragaman jenis dideskripsikan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H'). Nilai tersebut berbeda pada masing- masing lokasi yang kemudian dilihat korelasinya menggunakan indeks Hutchinson dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Berdasarkan hasil perhitungan mengenai nilai indeks keanekaragaman jenis pada ketiga lokasi tersebut berkisar antara 2,491 – 2,972 (Gambar 8). Indeks keanekaragaman jenis pada ketiga lokasi
  • 44. 32 tersebut relatif sama yaitu menunjukkan nilai keanekaragaman di lokasi tersebut yang relatif sedang. Krebs (1985) menyebutkan bahwa nilai keanekaragaman kurang dari satu menunjukkan keanekeragaman rendah; nilai keanekaragaman satu sampai tiga menunjukkan keanekargaman sedang dan nilai keanekargaman lebih dari tiga menunjukkan keanekeragaman tinggi. Gambar 8. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Menurut Joshi (2007), keanekaragaman kupu-kupu akan menurun seiring meningkatnya ketinggian, hal tersebut disebkan oleh produktivitas lokasi, semakin tinggi satu lokasi maka produktivitasnya akan semakin rendah, sedangkan kupu-kupu membutuhkan produktivitas yang tinggi dalam bentuk ketersediaan pakan dan tanaman inang. Menurut Indriyani (2010), keberadaan tumbuhan pakan dan sumber air mempengaruhi kenaekaragaman kupu-kupu, semakin banyak tumbuhan pakan dan sumber air maka kenekaragaman kupu-kupu semakin tinggi. Secara berurutan HK
  • 45. 33 Srengseng (23 m dpl) memiliki elevasi yang paling rendah dibandingkan Senayan (38 m dpl) dan TMR (60 m dpl). Ketinggian lokasi tersebut secara umum berbanding lurus dengan nilai indeks keanekaragaman jenis. Berdasarkan hasil uji Hutchinson, indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu menunjukkan terdapat perbedaan antara lokasi TMR dengan Senayan, lokasi TMR dengan HK Srengseng dan lokasi Senayan dengan HK Srengseng (Tabel 3). Tabel 3. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian Lokasi T hit T tabel Df Keterangan Ragunan-Senayan 2,328 1,646 340,217 Bermakna Ragunan-Srengseng 4,937 1,646 317,446 Bermakna Senayan-Srengseng 2,819 1,646 382,406 Bermakna Adanya perbedaan nilai keanekaragaman jenis tersebut dapat disebabkan adanya jenis kupu-kupu yang mendominasi di lokasi tersebut. Untuk melihat tingkat dominasi, dapat dilihat dari nilai INP pada masing-masing lokasi. Seperti yang sudah disebutkan di atas, nilai INP pada HK Srengseng cenderung relatif lebih kecil dibandingkan dengan lokasi TMR dan Senayan. Artinya, pada lokasi HK Sregseng, cenderung tidak ada jenis kupu-kupu yang sangat mendominasi di lokasi tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman jenis yang diperoleh pada HK Srengseng. Rendahnya tingkat dominasi pada HK Srengseng, menyebabkan nilai keanekaragaman jenis lebih tinggi diantara kedua lokasi lainnya. Berdasarkan hasil uji tabel 3, nilai indeks keanekaragaman yang dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah jenis, kelimpahan individu dan jumlah total individu.
  • 46. 34 Dengan jumlah jenis relatif sama tetapi memiliki jumlah individu yang lebih banyak maka keanekaragamannya menjadi kecil dan berpotensi memiliki perbedaan nilai keanekaragaman dengan kondisi sebaliknya (Odum, 1996). Adanya perbedaan nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu disebabkan juga oleh adanya perbedaan jenis tumbuhan di lokasi penelitian. Beberapa jenis tumbuhan dapat berfungsi sebagai tanaman inang dan nektar bunganya menjadi sumber makanan bagi kupu-kupu. Pada lokasi TMR ditemukan 26 jenis tumbuhan; Senayan ditemukan 24 jenis dan HK Srengseng ditemukan 36 jenis (Tabel Lampiran 2). Lokasi TMR lebih banyak ditemukan jenis kelapa sawit (Eleis sp.), palem (Arenga sp.), kelapa (Cocos nucifera), Siwalan (Borassus sp.), belimbing bintang (Averrhoa carambola) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi); Senayan ditemukan jenis khaya tiang (Khaya grandifolia), mahoni (Swietenia mahogani), trambesi (Albizia saman), lamtoro (Leuchena galuca) dan flamboyan (Delonix regia); HK Srengseng dijumpai jenis lamtoro (Leuchena galuca), daun kupu-kupu (Bauhenia purpurea), kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), flamboyan (Delonix regia), trambesi (Albizia saman), akasia (Acasia auriculiformis), jarak (Jatropa curcas) dan sambang darah (Excoercaria cochinchinensis). Selain itu, terdapat juga pengaruh tekanan lingkungan berupa polusi, terutama polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Pada lokasi Senayan tekanan polusi udara lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dikarenakan Senayan merupakan daerah pusat aktivitas manusia sehingga banyak dilalui kendaraan. Namun, setidaknya jenis-jenis kupu-kupu yang ditemukan adalah jenis-jenis yang mampu bertahan hidup dengan kondisi lingkungan
  • 47. 35 ditengah tekanan populasi penduduk, polusi, perburuan dan lain sebagainya yang tejadi di Jakarta. Untuk memperkuat nilai indeks keanekaragaman dilakukan uji kemerataan jenis (E). Nilai kemerataan jenis yang diperoleh berkisar antara 0,784 – 0,874 (Gambar 8). Nilai indeks kemerataan jenis di setiap lokasi umumnya relatif sama, yaitu nilai kemerataan jenisnya mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemerataan jenis kupu-kupu ditiga lokasi tersebut hampir merata. Hal ini didukung oleh Fachrul (2012), yang menyebutkan bahwa nilai indeks kemerataan jenis mendekati satu menunjukkan bahwa jenis kupu-kupu yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata. Jika nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan adanya ketidakmerataan jenis kupu-kupu pada suatu komunitas dan adanya dominasi oleh jenis kupu-kupu tertentu (Efendi, 2009). Berdasarkan kodisi habitat, nilai keanekaragaman jenis pada habitat terbuka memiliki kisaran nilai 2,153 – 2,996 dan nilai keanekaragaman jenis pada habitat tertutup memiliki kisaran nilai 2,432 – 2,659 (Gambar 9). Nilai yang diperoleh juga menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di dua habitat pada ketiga lokasi relatif sedang. Adanya pengaruh faktor lingkungan mempengaruhi nilai keanekaragaman jenis di kedua habitat tersebut. Faktor lingkungan seperti keberadaan tumbuhan dan intensitas cahaya yang masuk di habitat tersebut akan mempengaruhi keberadaan kupu-kupu. Pada habitat terbuka cenderung lebih banyak tumbuhan semak dibandingkan pada habitat tertutup. Habitat terbuka memiliki tutupan kanopi yang
  • 48. 36 tidak terlalu rapat dibandingkan pada habitat tertutup. Sehingga intensitas cahaya masuk lebih tinggi pada habitat terbuka dan jenis tumbuhan rendah juga dapat hidup. Gambar 9. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat Nilai keanekaragaman jenis pada habitat terbuka cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai keanekargaman jenis di habitat tertutup. Perbedaan nilai ini, dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi mikro lingkungan di kedua habitat tersebut, misalnya intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Pada habitat terbuka, intensitas cahaya matahari yang masuk lebih banyak dibandingkan di habitat tertutup, hal tersebut menyebabkan nilai suhu pada habitat terbuka lebih tinggi dibandingkan habitat tertutup dan nilai kelembaban akan lebih rendah pada habitat terbuka dibandingkan habitat tertutup.
  • 49. 37 Tabel 4. Uji Hutchinson Keanekaragaman Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat TMR Senayan HK Srengseng t hitung 1.981 0.182 4.152 df 173.912 186.635 203.189 t tabel 1.646 1.646 1.646 Keterangan Bermakna Tidak Bermakna Bermakna Berdasarkan hasil uji Hutchinson menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara habitat terbuka dan tertutup pada lokasi TMR dan HK Srengseng, sedangkan pada Senayan tidak ada perbedaan yang bermakna (Tabel 4). Nilai indeks kemerataan jenis berdasarkan habitat, pada habitat terbuka memiiliki nilai indeks kemerataan jenis berkisar antara 0,777 - 0,920 sedangkan pada habitat tertutup berkisar antara 0,841 - 0,903 (Gambar 10). Nilai yang didapat menunjukkan bahwa nilai kemerataan jenis yang didapat mendekati 1. Artinya, kemerataan jenis kupu-kupu pada habitat terbuka maupun tertutup di tiga lokasi tersebut hampir merata. Gambar 10. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Kupu-Kupu Berdasarkan Habitat
  • 50. 38 Menurut Efendi (2009), jika nilai kemerataan jenis semakin besar, maka penyebaran jenis kupu-kupu tesebut merata sehingga tidak ditemukan jenis kupu- kupu tertentu yang mendominasi. Pada kedua habitat tersebut, lokasi TMR memiliki nilai yang paling rendah diantara ketiga lokasi lainnya, hal tersebut disebabkan oleh tingginya nilai INP Zizina otis (48,729 %) dari 16 jenis kupu-kupu yang ditemukan pada habitat terbuka yang mengindikasikan bahwa penyebaran jenis kupu-kupu ini kurang merata dan lebih mendominasi komunitas dibandingkan yang habitat yang lainnya. C. Pemanfaatan Ruang dan Faktor Lingkungan Kupu-kupu membutuhkan ruang utuk melakukan aktivitasnya. Berdasarkan hasil pengamatan ditiga lokasi, kupu-kupu menunjukkan kecendrungan menggunakan di kedua habitat dibandingkan spesifik hanya menggunakan satu habitat saja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah jenis disetiap habitat. Sebanyak 22 jenis kupu-kupu ditemukan di kedua habitat, 12 jenis menempati pada habitat terbuka dan 9 jenis pada habitat tertutup (Gambar 11). Penggunaan ruang pada kedua habitat lebih banyak ditemukan jenisnya hal ini dikarenakan kupu-kupu melakukan aktivitas terbang untuk mencari makan, meletakkan telur, mencari pasangan dan lain-lain. Jumlah jenis kupu- kupu pada habitat terbuka lebih banyak dibandingkan jumlah jenis pada habitat tertutup. Hal ini disebabnkan adanya pengaruh tutupan kanopi dan banyaknya jumlah cahaya matahari yang masuk pada habitat tersebut sehingga mempengaruhi jumlah jenis kupu-kupu (Koh dan Sodhi, 2004).
  • 51. 39 Gambar 11. Perbandingan Jumlah Jenis Kupu-Kupu Habitat Terbuka dan Tertutup Berdasarkan pengukuran parameter lingkungan, didapatkan nilai suhu, kelembaban udara, sinar matahari dan kecepatan angin pada masing-masing lokasi (Gambar 12). Pada lokasi TMR, di habitat terbuka memiliki suhu 32,433°C, kelembaban udara 63,333%, sinar matahari 101,36x10 Lux dan kecepatan angin 0,033 km/jam sedangkan pada habitat tertutup memiliki suhu 31,333°C, kelembaban udara 67,917%, sinar matahari 82,967x10 Lux dan kecepatan angin 0,167 km/jam. Pada lokasi Senayan di habitat terbuka memiliki suhu 31,833°C, kelembaban udara 67,250%, sinar matahari 161,850x10 Lux dan kecepatan angin 0,583 km/jam, sedangkan di habitat tertutup memiliki suhu 31,283°C, kelembaban udara 67,417%, sinar matahari 96,533x10 Lux dan kecepatan angin 0,933 km/jam. HK Srengseng di habitat terbuka memiliki suhu 32,367°C, kelembaban udara 69,517%, sinar matahari 82,133x10 Lux dan kecepatan angin 0,317 km/jam sedangkan pada habitat tertutup memiliki suhu 30,683°C, kelembaban udara 76,383%, sinar matahari 53,900x10 Lux dan kecepatan angin 0,100 km/jam (Gambar 12).
  • 52. 40 Gambar 12. Parameter Lingkungan Penelitian Kupu-Kupu di RTH Jakarta Intensitas cahaya matahari pada habitat terbuka yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pada habitat tertutup, sehingga kupu-kupu akan menyukai tempat tersebut untuk beraktivitas. Menurut Severns (2008), manyebutkan bahwa keberadaan kupu-kupu dalam suatu komunitas dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Sebelum melakukan aktivitasnya, kupu-kupu membutuhkan suhu yang optimal agar bisa terbang sehingga kupu-kupu akan melakukan basking (berjemur) untuk mendapatkan suhu yang optimal (Hirota dan Obara, 2000). Faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban udara juga mempengaruhi pada keberadaan kupu-kupu. Hasil pengukuran yang didapat,menunjukkan suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada habitat tertutup, karena adanya pengaruh intensitas cahaya matahari yang masuk (Gambar 11). Adanya suhu yang sesuai dikedua habitat tersebut, menyebabkan kupu-kupu dapat beraktivitas. Hal tersebut
  • 53. 41 didukung oleh Scott (1986) yang menyebutkan bahwa suhu ideal bagi kupu-kupu adalah 16 - 42°C. Nilai kelembaban udara berbanding terbalik dengan nilai suhu. Jika suhu suatu habitat tinggi, maka kelembaban udara lebih rendah dan begitu pula sebaliknya. Kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan kupu-kupu tidak dapat terbang dikarenakan bagian sayapnya basah. Selain itu pengaruh kecepatan angin, juga mempengaruhi terbang kupu-kupu. Boggs dkk. (2005), meyebutkan bahwa kecepatan angin dapat mempengaruhi jarak terbang kupu-kupu baik untuk mencari makan atau bermigrasi. Jika kecepatan angin yang terlalu tinggi, kupu-kupu akan kesulitan untuk terbang, terutama untuk kupu-kupu yang berukuran sayap kecil (Panjaitan, 2011).
  • 54. 42 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Secara keseluruhan ditemukan 43 jenis kupu-kupu. Berdasarkan lokasi dan habitat terbuka, jumlah jenis paling banyak ditemukan pada lokasi Hutan Kota Srengseng, sedangkan pada habitat tertutup lebih banyak pada Senayan. 2. Jenis kupu-kupu yang paling banyak ditemukan di lokasi Taman Margasatwa Ragunan dan pada habitat terbukanya adalah jenis Zizina otis, sedangkan pada habitat tertutup jenis Delias hyparete; lokasi Senayan dan habitat tertutupnya adalah jenis Junonia hedonia, sedangkan pada habitat terbuka jenis Graphium doson; lokasi Hutan Kota Srengseng dan pada habitat tertutupnya adalah jenis Leptosia nina sedangkan pada habitat terbuka adalah jenis Hypolimnas bolina, Papilio demleus dan Papilio memnon. 3. Nilai indeks kesamaan jenis kupu-kupu berdasarkan lokasi, lebih tinggi terdapat pada perbandingan antara Senayan-Hutan Kota Srengseng dan berdasarkan habitat yaitu Senayan habitat terbuka dengan tertutup. 4. Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis paling tinggi terdapat berdasarkan lokasi dan habitat terbuka-tertutup adalah Hutan Kota Srengseng. 5. Berdasarkan uji Hutchinson menununjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada semua lokasi dan antar habitat pada Taman Margasatwa Ragunan dan Hutan Kota Srengseng.
  • 55. 43 B. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dan monitoring untuk melihat dinamika populasi kupu-kupu di Jakarta. 2. Perlu dilakukannya pemeliharaan yang lebih intensif pada ruang terbuka hijau di Jakarta sebagai habitat kupu-kupu.
  • 56. 44 DAFTAR PUSTAKA Allen, T. J., J. P. Brock dan J. Glassberg. Catterpillars in The Field and Garden : A Field Guide to The Butterfly Catterpillars of North America. Oxford University Press, Inc. New York. 2005. Amir, M., W.A. Noerdjito,dan S. Kahono. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat. Bogor. BCP JICA : 123-140. 2003. Beldade P. dan Brakefield, P. M. The Genetics and Evo-Devo of Butterfly Wing Pattern. Nature Review 3 : 442-452. 2002. Boggs, C. L. dan Dau, B. Behaviour Resource Specialization in Puddling Lepidoptera. Department of Biological Sciences. Standfor University Entomol 33(4). 2004. Boonvanno, K., Watanasit, S., Permkam, S. Butterfly Diversity at Ton Nga-Chang Wildlife Sanctuary, Songkhla Province, Southern Thailand. Science Asia 26 : 105-110. 2000. Borror, D. J. , C. A.Triplehorn dan N.F. Johnson. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1996. Braby, M. F. Butterflies of Australia : Their Identification, Biology and Distribution. CSIRO Entomology. Canberra. 2000. Brower, J. E. , Jerrold H. Zar dan Carl N. Von Ende. Field and Laboratory Methods for General Ecology. WM. C. Brown Publisher. Dubuque. 1990. Butterfly Circle Cheeklist. Troides helena. http://www.butterflycircle.com/checklist %20V2/CI/index.php/start-page/startpage. Januari, 2013. Clark L. R., Geigera P. W., Hughes R. D. dan Morris R. F. The Ecology of Insect Population in Theory Practice. The English Language Book Society and Chapmen and Hall. Canberra. 1996. d’Abrera, B. Butterflies of The Australian Region. Hill House. London. 1990. d’Abrera, B. World Butterflies. Hill House Publisher. Australia. 2005. Davies, H. dan Butler, C. A. Do Butterflies Bite ? : Fascinating Answers to Questions About Butterflies and Moths. Rutgers University Press. New Jersey. 2008.
  • 57. 45 Departemen Kehutanan. Identifikasi dan Pemetaan Kupu-Kupu. Direktorat Jenderal Perlindungan Konservasi dan Sumber Daya Alam. Kabupaten Maraos. Sulawesi Selatan. 2008. Departemen Kehutanan. Penangkaran Kupu-Kupu. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. 1996. Departemen Kehutanan. Pengembangan Hutan Kota / Lansekap Perkotaan. Departemen Kehutanan. Jakarta. 2010. Dinariana, D. Model Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Daerah Resapan di Wilayah DKI Jakarta. Tesis Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL). Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2011 Efendi, M. A. Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera : Ditrysia) di Kawasan “Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2009. Fachrul, M. F. Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2012. Fermon, H., Waltert, M., Wright RIV, Muhlenberg, M. Forest Use and Vertical Stratification in Fruit-Feeding Butterflies of Sulawesi, Indonesia: Impact for Conservation. Biodivers Conserv 14: 333-350. 2005. Fiedler, K. Host-Plant Relationship of Lycaenid Butterflies : Large-Scale Patterns, Interactions With Plant Chemistry and Mutualism With Ants. Entomol Exper Appl 80 : 259-267. 1996. Fleming, W. A. Butterflies of West Malaysia and Singapore. Second Edition. Longeman. Kuala Lumpur. 1983. Folsom, W. Butterfly Photographer’s Handbook : a Comphrehensive Reference for Nature Photographer. Amherst Media, Inc., New York : 127 halaman. 2009. Garth, J. S. California Butterflies (California Natural History Guides). University of California Press. California. 1988. Hadi, M., Tarwotjo, U. dan Rahadian, R. Biologi InsektaEntomologi. Graha Ilmu. Surabaya. 2009. Hardy, P. B., Sparks, T. H., Isaac N. J. B., Dennis R. L. H. Specialism for Larvae and Adult Consumer Resources Among British Butterflies : Implication for Conservation. Biol Conserv 138 : 440-452. 2007.
  • 58. 46 Haris, V. I. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh (Strudi Kasus di Kota Bogor). Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2006. Hirota T. dan Obara, Y. The Influence of Air Temperature and Sunlight Intensity on Mate-Locating Behavior of Pieris rapae crucivora. Zool Sci 17 : 1081-1087. 2000. Indriyani, Y. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Pada Beberapa Tipe Habitat di Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Joshi, P.C. Community structure and Habitat Selection of Butterflies in Rajaji National Park, a Moist Deciduous Forest in Uttaranchal, India. Trop Ecol 48 : 119-123. 2007. Kocher, S.D dan Williams, E.H. The Diversity and Abundance of North America Butterflies Vary With Habitat Distrubance and Geography. J Geog. 27: 785- 594. 2000. Koh, K. P. dan Sodhi, N. S. Importance of Reserve, Fragments and Parks for Butterfly Conservation in a Tropical Urban Lanscape. Ecological Applications. 14 (6) : 1695-1708. 2004. Dalam Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Kupu-Kupu (Lepidoptera; Rhopalocera) Pada Berbagai Tipe Habitat di Hutan Kota Muhammad Sabkti Kota Jambi. S. E. Rahayu dan A. Basukriadi. Biospecies, Volume 5 No.2, Juli 2012, hlm 40 – 48. 2012. Krafiani, S. S. Aktivitas Harian Kupu-Kupu Troides helena (Linn.) di Museum Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010. Krebs, C. J. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper and Row, New York. 1985. Kristanto, A. dan Momberg, F. Alam Jakarta : Panduan Keanekaragaman Hayati yang Tersisa di Jakarta. PT. Rajagarfindo Persada. Jakarta. 2008.
  • 59. 47 Lauhatta, J. H. Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Menggunakan Citra Ikonos dan Sistem Informasi Geogarfis (SIG) di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2007. Magurran AE. Ecology diversity and its Measurements. Princeton University Press. New Jersey. 1988. Mardiana, A. Daur Hidup Kupu Raja Troides helena Linnaeus (Lepidoptera : Papilionidae) di Penangkaran Kupu Curug Cilember, Sukabumi. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2002. Mastrigt, H. V dan Rosariyanto, E. Buku Panduan Lapangan Kupu-Kupu Untuk Wilayah Membramo Sampai Pegunungan Cyclops. Conservation Internasional Indonesia. Jakarta. 2005. Mattimu, A. A., H. Sugando dan H. Pabbitei. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Kupu-Kupu di Bantimurung, Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar. 1977. Dalam Kajian Produksi dan Tingkah Laku Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Beberapa daerah di Kabupaten Bogor. O. F. M. Simanjuntak. Tesis Progam Studi Biosains Hewan. Progam Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2000. National Research Council, USA. Butterfly Farm in Papua New Guinea. Managing Tropical Animal Resources. National Academy Press, Washington DC, pp.35. 1983. Noerdjito, W. A. dan Aswari, P. Metode Survei dan Pemantauan Populasi Satwa. Bidang Zoologi (Museum Zoologicum Bogoriense) Puslit Biologi-LIPI. Cibinong. 2003. Nurjannah, S. T. Biologi Troides helena helena dan Troides helena hephaestus (Papilionidae) di Penangkaran. Tesis Program Studi Biosains Hewan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010. Odum, E. P. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1996. Opler, P. Strawn, S. Children’s Butterfly Site. Midcontinent Ecological Science Center. http://www.mesc.usgs.gov/butterfly/butterfly-faq.html. 2000. Dalam Studi Siklus Hidup dan Morfologi Kupu-Kupu Serta Konsumsi Pakan Larva Troides helena helena Linnaeus 1758. S. F. Pasaribu.
  • 60. 48 Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2012. Pallister, J. C. Kupu-Kupu dan Ngengat. Di dalam : Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 6 Kehidupan Tumbuhan Kehidupan Hewan Edisi Bahasa Indonesia. Grolier International, Inc. 1986. Dalam Aktivitas Harian Kupu-Kupu Troides helena (Linn.) di Museum Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah. S. S. Krafiani. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010. Panjaitan, R. Komunitas Kupu-Kupu Super Famili Papilionoidea (Lepidoptera) di Kawasan Hutan Wisata Alam Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat. Tesis Program Studi Biosains Hewan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2011. Pasaribu, S. F. Studi Siklus Hidup dan Morfologi Kupu-Kupu Serta Konsumsi Pakan Larva Troides helena helena Linnaeus 1758. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2012. Peggie, D. dan Amir, M. Practical Guide to The Butterflies of Bogor Botanical Garden. Pusat Penelitian Biologi, LIPI dan Nagao Natural Environment Foundation Japan. Bogor. 2006. Peggie, D. Precious And Protected Indonesian Butterflies. PT. Binamitra Megawarna. Jakarta. 2011. Pemprov DKI Jakarta. Peraturan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Jakarta. 2012. Purnomo, B. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kota Hijau : Tantangan Ke depan. Workshop Pembangunan Hutan Kota di Indonesia. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 2001. Pyle, R. M. dan Hughes, S. A. Handbook for Butterfly Watchers. New York : Houghton Mifflin Harcourt. 1992. Rahayu, S. E. dan Basukriadi, A. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Kup- Kupu (Lepidoptera; Rhopalocera) Pada Berbagai Tipi Habitat di Hutan Kota Muhammad Sabki Kota Jambi. Biospecies, Vol. 5 No. 2. 2012. Rod, P. M. dan Ken, P. M. Butterflies of The World. Blandford Press. Hongkong. 1999. Dalam Keanekaragaman Jenis di Kawasan Wisata Alam Lembah Cilengkrang Taman Nasional Gunung Ciremai. Y. K. Sari. Skripsi Fakultas
  • 61. 49 Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2013. Rodrigues, D. dan Moreira, G.R.P. Geographical Variation in Larval Host-Plant Use by Heliconius erato (Lepidoptera: Nymphalidae) and Consequences for Adult Life History. J. Braz Biol 62 : 312-332. 2002. Rusliansyah, E. Kajian Peluang Pelibatan Masyarakat Dalam Pengembangan Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. 2005. Salmah, S. Kupu-Kupu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai. Sumatra Nature Study Center. Padang. 1994. Saputro, N. A. Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu di Kampus IPB Dermaga. Skripsi Fakultas Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2007. Schulze, C.H dan Fiedler, K. Habitat Preferences and Flight Activity of Morphinae Butterflies in A Bornean Rain Forest, With a Note on Sound Production by Adult Zeuxidia (Lepidoptera : Nymphalidae). Malay Biol 8 : 800-809. 1998. Scott, J. The Butterflies of North America : A Natural History and Field Guide. Oxford University Press. USA. 1986. Sembel, D. T. A Scientific Approach to the Roles of Butterflies with Special Emphasis on Pests of Crops. The Paper Presented at International Butterfly Conference. Ujung Pandang. 1993. Severns, P. M. Seeding Population Size and Microhabitat Association in Lupinus oreganus a Threatened Plant of Western Oregon Grasslands. Native Plants 3 : 358-364. 2008. Sihombing, D. T. H. Satwa Harapan I : Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya Cacing Tanah, Bekicot, Keong Mas, Kupu-Kupu dan Ulat Sutera. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. 1999. Soekardi, H. Kupu-Kupu di Kampus Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2007. Suharto, Wagiyana, R. Zulkarnain. A Survey of The Butterflies (Rhopalocera : Lepidoptera) in Ireng-Ireng Forest of Bromo Tengger Semeru National Park. J Ilm Das 6 : 62-65. 2005.
  • 62. 50 Sumah, A. S. W. Biodiversitas Kupu-Kupu Superfamili Papilionidea (Lepidoptera) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tesis Progam Studi Bisains. Progam Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2012. Sunduvu, A.J. dan Dumbuya, R. Habitat Preferences of Butterflies in The Bumbuna Forest, Northern Sierra Leone. J InsSci 8: 1-17. 2008. Sutomo,S. Sumampau,T. Tirtodiningrat,A. Soebakir,S. Ismianto,Manangsang, J dan daryadi, L. Pengelolaan Taman Margasatwa di Indonesia. PKBSI. Jakarta. 2000. Tresnawati, E. Siklus Hidup dan Pertumbuhan Kupu-Kupu Graphium agamemnon L. dan Graphium doson C&R. (Papilionidae : Lepidoptera) dengan Pakan Daun Cempaka dan Daun Sirsak. Tesis Program Studi Biosains Hewan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2010. Triplehorn,C.A. dan Johnson N.F. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insects. Ed.ke-7. Belmont : Thomson Brooks / Cole. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Wahlberg, N., Weingartner E., Nylin S. Towards a Better Understanding of The Higher Systematics of Nymphalidae (Lepidoptera : Papilionoidea). Mol Phyl Evol 28 : 473-484. 2003.
  • 63. 51 Tabel Lampiran 1. Komposisi Jenis Kupu-Kupu di Lokasi Penelitian NO SUKU JENIS LOKASI TMR Senayan HK. Srengseng 1 Hesperiidae Ancistroides nigrita √ − − 2 Lycaenidae Jamides sp. − √ − 3 Prosotas gracilis √ − − 4 Zizina otis √ √ √ 5 Nymphalidae Acraea violae − − √ 6 Ariadne ariadne √ − − 7 Cupha erymanthis − √ √ 8 Danaus chrysippus √ √ √ 9 Doleschallia bisaltidae − √ − 10 Elymnias hypermnestra − − √ 11 Euploea eleusina − − √ 12 Euploea mulciber √ √ √ 13 Hypolimnas bolina √ √ √ 14 Junonia almana − √ − 15 Junonia atlites − √ − 16 Junonia erigone √ − − 17 Junonia hedonia √ √ √ 18 Junonia orithya − √ √ 19 Junonia iphita √ − − 20 Moduza procris − − √ 21 Mycalesis janardana √ − √ 22 Neptis hylas − √ √ 23 Phalanta phalantha − − √ 24 Polyura hebe √ − − 25 Ypthima baldus − √ √ 26 Ypthima horsfieldii − √ − 27 Ypthima philomela √ − − 28 Papilionidae Graphium agamemnon √ √ √ 29 Graphium doson √ √ √ 30 Graphium sarpedon √ √ √ 31 Papilio demoleus √ √ √ 32 Papilio memnon √ √ √
  • 64. 52 Lanjutan Tabel Lampiran 1 33 Papilionidae Papilio polytes − √ √ 34 Pieridae Appias olferna √ √ √ 35 Pieridae Catopsilia pomona − √ √ 36 Pieridae Catopsilia pyranthe √ − √ 37 Pieridae Delias hyparete √ √ √ 38 Pieridae Delias periboea − √ √ 39 Pieridae Eurema alitha − − √ 40 Pieridae Eurema blanda √ − − 41 Pieridae Eurema hecabe √ √ √ 42 Pieridae Eurema sari − − √ 43 Pieridae Leptosia nina √ √ √ Jumlah 24 26 30
  • 65. 53 Tabel Lampiran 2. Komposisi Jenis Vegetasi di Lokasi Penelitian No Suku Jenis Nama Ilmiah Jumlah individu TMR Senayan HK Srengseng tbk ttp tbk ttp tbk ttp 1 Anacardiaceae Mangga Mangifera indica 1 1 11 1 2 Apocynaceae Bunga trompet Allamanda cathartica 2 3 Apocynaceae Bintaro Cerbera manghas 3 4 Apocynaceae Nerium Nerium oloeander 2 5 Apocynaceae Bintaro Cerbera manghas 2 6 Apocynaceae Kamboja Plumeria acuminata 11 2 3 7 Anonaceae Glodokan Tiang Polyalthia longifolia 5 8 Aracaceae Palem Arenga sp. 7 3 15 2 9 Aracaceae Siwalan Borassus 4 38 10 Aracaceae Kelapa Cocos nucifera 1 4 11 Aracaceae Kelapa Sawit Elaeis sp. 12 1 12 Araliaceae Daun Walisongo Schefflera grandiflora 6 13 Aspleniaceae Pakis Burung Asplenium nidus 4 14 Bombacaceae Bambu Bambusa sp. 2 2 15 Casuarinaceae Cemara Casuarina equisetfolia 3 16 Casuarinaceae Cemara norfolk Casuarina excelsa 1 1 17 Combretaceae Ketapang Terminalia catappa 1 1 3 2 18 Euphorbiaceae Sambang darah Excoercaria cochinchinensis 1 19 Euphorbiaceae Jarak Jatropa curcas 1 25 4 32
  • 66. 54 Lanjutan Tabel Lampiran 2 20 Fabaceae Akasia Acasia auriculiformis 1 1 21 Fabaceae Trambesi Albizia saman 1 7 1 1 1 22 Fabaceae Daun Kupu-Kupu Bauhenia purpurea 8 1 8 23 Fabaceae Flamboyan Delonix regia 1 6 2 5 24 Fabaceae Lamtoro Leuchaena glauca 1 1 18 25 Fabaceae Kecipir Psophocarpus tetragonolobus 6 26 Gutiferaceae Nyamplung Calophyllum inophyllum 2 1 27 Lamiaceae Jati Tectona grandis 4 1 3 28 Melastomaceae Harendog Melastoma malabatricum 7 29 Meliaceae Kapuk Ceiba petandra 2 30 Meliaceae Khaya tiang Khaya grandifolia 1 17 31 Meliaceae Mahoni Swietenia mahogani 7 5 3 9 3 12 32 Moraceae Nangka Artocarpus elasticus 1 33 Meliaceae Kapuk Ceiba petandra 8 34 Moraceae Beringin Ficus benjamina 4 2 15 5 2 1 35 Moraceae Biola Cantik Ficus lyrata variegata 1 1 36 Musaceae Pisang-pisangan Heliconia sp. 4 37 Myrtaceae Jambu Air Syzigium aqueum 2 38 Myrtaceae Jambu biji Syzigium guajava 2 1 39 Myrtaceae Kayu Putih Melaleuca leucadendra 2 40 Myrtaceae pohon kuncup merah Oleina Syzygium 4 41 Nyctaginaceae Bunga Kertas Bougenvillea spectabilis 10 42 Oleaceae Melati Jasminum sambac 1
  • 67. 55 Lanjutan Tabel Lampiran 2 43 Oxalidaceae Belimbing bintang Averrhoa carambola 15 3 44 Oxalidaceae Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi 1 1 45 Pandanaceae Pandan Pandanus sp. 46 Phyllanthaceae Buni Antidesma bunius 2 47 Poaceae Ilalang Imperata cylindrica 8 48 Poaceae Rumput Teki Kyllinga monochepala 1 4 49 Rosaceae Ceri Prunus avium 1 7 50 Rubiaceae Bunga soka Ixora paludosa 7 1 51 Rubiaceae Mengkudu Morinda citrifolia 4 2 52 Sapotaceae Kanitu Chrysophyllum cainito 1 2 53 Sapotaceae Sawo Kecik Manilkara kauki 1 54 Sapotaceae Tanjung Mimusops elengi 3 55 Sapotaceae Sawo Kecik Manilkara kauki 2 56 Verbenaceae Ambong Geunsia pentandra 1 Keterangan : tbk = habitat terbuka ; tt p = habitat tertutup
  • 68. 56 Tabel Lampiran 3. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR No. Suku Jenis FR KR INP 1 Hesperiidae Ancistroides nigrita 1.852 0.575 2.427 2 Lycaenidae Prosotas gracilis 1.852 0.575 2.427 3 Lycaenidae Zizina otis 9.259 25.862 35.121 4 Nymphalidae Ariadne ariadne 1.852 0.575 2.427 5 Nymphalidae Danaus chrysippus 1.852 2.299 4.151 6 Nymphalidae Euploea mulciber 5.556 1.724 7.280 7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 7.407 15.517 22.925 8 Nymphalidae Junonia erigone 1.852 0.575 2.427 9 Nymphalidae Junonia hedonia 1.852 0.575 2.427 10 Nymphalidae Junonia iphita 1.852 0.575 2.427 11 Nymphalidae Mycalesis janardana 1.852 0.575 2.427 12 Nymphalidae Polyura hebe 1.852 0.575 2.427 13 Nymphalidae Ypthima philomela 3.704 3.448 7.152 14 Papilionidae Graphium agamemnon 5.556 2.874 8.429 15 Papilionidae Graphium doson 7.407 4.023 11.430 16 Papilionidae Graphium sarpedon 1.852 0.575 2.427 17 Papilionidae Papilio demoleus 5.556 3.448 9.004 18 Papilionidae Papilio memnon 5.556 4.023 9.579 19 Pieridae Appias olferna 5.556 5.172 10.728 20 Pieridae Catopsilia pyranthe 1.852 0.575 2.427 21 Pieridae Delias hyparete 9.259 8.621 17.880 22 Pieridae Eurema blanda 1.852 0.575 2.427 23 Pieridae Eurema hecabe 7.407 9.770 17.178 24 Pieridae Leptosia nina 5.556 6.897 12.452 Jumlah 100 100 200
  • 69. 57 Tabel Lampiran 4. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Pada Lokasi Senayan No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Jamides sp. 1.449 0.535 1.984 2 Lycaenidae Zizina otis 5.797 8.021 13.818 3 Nymphalidae Cupha erymanthis 7.246 7.487 14.733 4 Nymphalidae Danaus chrysippus 4.348 1.604 5.952 5 Nymphalidae Doleschallia bisaltidae 1.449 0.535 1.984 6 Nymphalidae Euploea mulciber 2.899 1.070 3.968 7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.696 8.556 17.252 8 Nymphalidae Junonia almana 1.449 0.535 1.984 9 Nymphalidae Junonia atlites 4.348 3.743 8.091 10 Nymphalidae Junonia hedonia 8.696 14.439 23.134 11 Nymphalidae Junonia orithya 1.449 0.535 1.984 12 Nymphalidae Neptis hylas 1.449 0.535 1.984 13 Nymphalidae Ypthima baldus 1.449 1.604 3.054 14 Nymphalidae Ypthima horsfieldii 1.449 0.535 1.984 15 Papilionidae Graphium agamemnon 2.899 1.604 4.503 16 Papilionidae Graphium doson 5.797 14.439 20.236 17 Papilionidae Graphium sarpedon 4.348 3.743 8.091 18 Papilionidae Papilio demoleus 5.797 5.882 11.679 19 Papilionidae Papilio memnon 1.449 0.535 1.984 20 Papilionidae Papilio polytes 1.449 0.535 1.984 21 Pieridae Appias olferna 5.797 6.417 12.214 22 Pieridae Catopsilia pomona 4.348 4.813 9.161 23 Pieridae Delias hyparete 8.696 9.091 17.787 24 Pieridae Delias periboea 2.899 1.604 4.503 25 Pieridae Eurema hecabe 1.449 0.535 1.984 26 Pieridae Leptosia nina 2.899 1.070 3.968 Jumlah 100 100 200
  • 70. 58 Tabel Lampiran 5. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Zizina otis 3.371 2.715 6.086 2 Nymphalidae Acraea violae 1.124 0.905 2.029 3 Nymphalidae Cupha erymanthis 4.494 1.810 6.304 4 Nymphalidae Danaus chrysippus 5.618 4.072 9.690 5 Nymphalidae Elymnias hypermnestra 1.124 1.810 2.934 6 Nymphalidae Euploea eleusina 1.124 0.452 1.576 7 Nymphalidae Euploea mulciber 5.618 6.787 12.405 8 Nymphalidae Hypolimnas bolina 5.618 7.692 13.310 9 Nymphalidae Junonia hedonia 3.371 3.167 6.538 10 Nymphalidae Junonia orithia 1.124 0.452 1.576 11 Nymphalidae Moduza procris 1.124 0.452 1.576 12 Nymphalidae Mycalesis janardana 1.124 0.452 1.576 13 Nymphalidae Phalanta phalantha 1.124 0.452 1.576 14 Nymphalidae Neptis hylas 1.124 0.452 1.576 15 Nymphalidae Ypthima baldus 1.124 0.905 2.029 16 Papilionidae Graphium agamemnon 6.742 7.692 14.434 17 Papilionidae Graphium doson 3.371 2.262 5.633 18 Papilionidae Graphium sarpedon 3.371 4.072 7.443 19 Papilionidae Papilio demoleus 6.742 8.145 14.886 20 Papilionidae Papilio memnon 6.742 8.597 15.339 21 Papilionidae Papilio polytes 5.618 5.882 11.500 22 Pieridae Appias olferna 1.124 0.452 1.576 23 Pieridae Catopsilia pyranthe 2.247 0.905 3.152 24 Pieridae Catopsilia pomona 1.124 1.357 2.481 25 Pieridae Delias hyparete 5.618 5.430 11.048 26 Pieridae Delias periboea 3.371 1.810 5.181 27 Pieridae Eurema alitha 1.124 0.452 1.576 28 Pieridae Eurema hecabe 5.618 7.692 13.310 29 Pieridae Eurema sari 3.371 1.357 4.728 30 Pieridae Leptosia nina 5.618 11.312 16.930 Jumlah 100 100 200
  • 71. 59 Tabel Lampiran 6. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di Habitat Terbuka No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Zizina otis 10.345 38.384 48.729 2 Nymphalidae Ariadne ariadne 3.448 1.010 4.458 3 Nymphalidae Danaus chrysippus 3.448 4.040 7.489 4 Nymphalidae Euploea mulciber 6.897 2.020 8.917 5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 10.345 12.121 22.466 6 Nymphalidae Polyura hebe 3.448 1.010 4.458 7 Nymphalidae Ypthima philomela 6.897 6.061 12.957 8 Papilionidae Graphium agamemnon 6.897 3.030 9.927 9 Papilionidae Graphium doson 10.345 5.051 15.395 10 Papilionidae Graphium sarpedon 3.448 1.010 4.458 11 Papilionidae Papilio demoleus 6.897 4.040 10.937 12 Pieridae Appias olferna 6.897 5.051 11.947 13 Pieridae Catopsilia pyranthe 3.448 1.010 4.458 14 Pieridae Delias hyparete 6.897 2.020 8.917 15 Pieridae Eurema hecabe 6.897 11.111 18.008 16 Pieridae Leptosia nina 3.448 3.030 6.479 Jumlah 100 100 200
  • 72. 60 Tabel Lampiran 7. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di Habitat Terbuka No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Zizina otis 2.857 6.383 9.240 2 Nymphalidae Cupha erymanthis 5.714 3.191 8.906 3 Nymphalidae Danaus chrysippus 5.714 2.128 7.842 4 Nymphalidae Doleschallia bisaltidae 2.857 1.064 3.921 5 Nymphalidae Euploea mulciber 2.857 1.064 3.921 6 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.571 9.574 18.146 7 Nymphalidae Junonia almana 2.857 1.064 3.921 8 Nymphalidae Junonia atlites 8.571 7.447 16.018 9 Nymphalidae Junonia hedonia 8.571 8.511 17.082 10 Nymphalidae Ypthima horsfieldii 2.857 1.064 3.921 11 Papilionidae Graphium agamemnon 2.857 2.128 4.985 12 Papilionidae Graphium doson 5.714 22.340 28.055 13 Papilionidae Graphium sarpedon 2.857 1.064 3.921 14 Papilionidae Papilio demoleus 2.857 1.064 3.921 15 Papilionidae Papilio memnon 2.857 1.064 3.921 16 Pieridae Appias olferna 8.571 10.638 19.210 17 Pieridae Catopsilia pomona 5.714 8.511 14.225 18 Pieridae Delias hyparete 8.571 8.511 17.082 19 Pieridae Delias periboea 2.857 1.064 3.921 20 Pieridae Eurema hecabe 2.857 1.064 3.921 21 Pieridae Leptosia nina 2.857 1.064 3.921 Jumlah 100 100 200
  • 73. 61 Tabel Lampiran 8. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng di Habitat Terbuka No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Zizina otis 2 3.306 5.306 2 Nymphalidae Acraea violae 2 1.653 3.653 3 Nymphalidae Cupha erymanthis 4 3.306 7.306 4 Nymphalidae Danaus chrysippus 4 1.653 5.653 5 Nymphalidae Elymnias hypermnestra 2 3.306 5.306 6 Nymphalidae Euploea mulciber 6 5.785 11.785 7 Nymphalidae Hypolimnas bolina 6 9.091 15.091 8 Nymphalidae Junonia hedonia 4 2.479 6.479 9 Nymphalidae Junonia orithia 2 0.826 2.826 10 Nymphalidae Moduza procris 2 0.826 2.826 11 Nymphalidae Neptis hylas 2 0.826 2.826 12 Nymphalidae Ypthima baldus 2 1.653 3.653 13 Papilionidae Graphium agamemnon 6 5.785 11.785 14 Papilionidae Graphium doson 4 2.479 6.479 15 Papilionidae Graphium sarpedon 4 4.959 8.959 16 Papilionidae Papilio demoleus 6 9.091 15.091 17 Papilionidae Papilio memnon 6 9.091 15.091 18 Papilionidae Papilio polytes 6 7.438 13.438 19 Pieridae Appias olferna 2 0.826 2.826 20 Pieridae Catopsilia pyranthe 4 1.653 5.653 21 Pieridae Catopsilia pomona 2 2.479 4.479 22 Pieridae Delias hyparete 6 5.785 11.785 23 Pieridae Eurema alitha 2 0.826 2.826 24 Pieridae Eurema hecabe 6 8.264 14.264 25 Pieridae Eurema sari 4 1.653 5.653 26 Pieridae Leptosia nina 4 4.959 8.959 Jumlah 100 100 200
  • 74. 62 Tabel Lampiran 9. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi TMR di Habitat Tertutup No. Suku Jenis FR KR INP 1 Hesperiidae Ancistroides nigrita 4 1.333 5.333 2 Lycaenidae Prosotas gracilis 4 1.333 5.333 3 Lycaenidae Zizina otis 8 9.333 17.333 4 Nymphalidae Euploea mulciber 4 1.333 5.333 5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 4 20.000 24.000 6 Nymphalidae Junonia erigone 4 1.333 5.333 7 Nymphalidae Junonia hedonia 4 1.333 5.333 8 Nymphalidae Junonia iphita 4 1.333 5.333 9 Nymphalidae Mycalesis janardana 4 1.333 5.333 10 Papilionidae Graphium agamemnon 4 2.667 6.667 11 Papilionidae Graphium doson 4 2.667 6.667 12 Papilionidae Papilio demoleus 4 2.667 6.667 13 Papilionidae Papilio memnon 12 9.333 21.333 14 Pieridae Appias olferna 4 5.333 9.333 15 Pieridae Delias hyparete 12 17.333 29.333 16 Pieridae Eurema blanda 4 1.333 5.333 17 Pieridae Eurema hecabe 8 8.000 16.000 18 Pieridae Leptosia nina 8 12.000 20.000 Jumlah 100 100.000 200.000
  • 75. 63 Tabel Lampiran 10. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi Senayan di Habitat Tertutup No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Jamides sp. 2.941 1.075 4.016 2 Lycaenidae Zizina otis 8.824 9.677 18.501 3 Nymphalidae Cupha erymanthis 8.824 11.828 20.651 4 Nymphalidae Danaus chrysippus 2.941 1.075 4.016 5 Nymphalidae Euploea mulciber 2.941 1.075 4.016 6 Nymphalidae Hypolimnas bolina 8.824 7.527 16.350 7 Nymphalidae Junonia hedonia 8.824 20.430 29.254 8 Nymphalidae Junonia orithya 2.941 1.075 4.016 9 Nymphalidae Neptis hylas 2.941 1.075 4.016 10 Nymphalidae Ypthima baldus 2.941 3.226 6.167 11 Papilionidae Graphium agamemnon 2.941 1.075 4.016 12 Papilionidae Graphium doson 5.882 6.452 12.334 13 Papilionidae Graphium sarpedon 5.882 6.452 12.334 14 Papilionidae Papilio demoleus 8.824 10.753 19.576 15 Papilionidae Papilio polytes 2.941 1.075 4.016 16 Pieridae Appias olferna 2.941 2.151 5.092 17 Pieridae Catopsilia pomona 2.941 1.075 4.016 18 Pieridae Delias hyparete 8.824 9.677 18.501 19 Pieridae Delias periboea 2.941 2.151 5.092 20 Pieridae Leptosia nina 2.941 1.075 4.016 Jumlah 100 100 200
  • 76. 64 Tabel Lampiran 11. Frekuensi Relatif (FR), Kelimpahan Relatif (KR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis-Jenis Kupu-Kupu Pada Lokasi HK Srengseng di Habitat Tertutup No. Suku Jenis FR KR INP 1 Lycaenidae Zizina otis 5.405 2 7.405 2 Nymphalidae Danaus chrysippus 8.108 7 15.108 3 Nymphalidae Euploea eleusina 2.703 1 3.703 4 Nymphalidae Euploea mulciber 5.405 8 13.405 5 Nymphalidae Hypolimnas bolina 5.405 6 11.405 6 Nymphalidae Junonia hedonia 2.703 4 6.703 7 Nymphalidae Mycalesis janardana 2.703 1 3.703 8 Nymphalidae Phalanta phalantha 2.703 1 3.703 9 Papilionidae Graphium agamemnon 8.108 10 18.108 10 Papilionidae Graphium doson 2.703 2 4.703 11 Papilionidae Graphium sarpedon 2.703 3 5.703 12 Papilionidae Papilio demoleus 8.108 7 15.108 13 Papilionidae Papilio memnon 8.108 8 16.108 14 Papilionidae Papilio polytes 5.405 4 9.405 15 Pieridae Delias hyparete 5.405 5 10.405 16 Pieridae Delias periboea 8.108 4 12.108 17 Pieridae Eurema hecabe 5.405 7 12.405 18 Pieridae Eurema sari 2.703 1 3.703 19 Pieridae Leptosia nina 8.108 19 27.108 Jumlah 100 100 200
  • 77. 65 Gambar Lampiran 1. Sebaran RTH di Propinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta, 2012)
  • 78. Graphium agamemnon Papilio demoleus Hypolimnas bolina Euploea Delias hyparete Catopsilia pyranthe Gambar Lampiran 2. Beberapa Jenis Kupu Papilio demoleus Papilio memnon Graphium Euploea mulciber Euploea eunice Neptis hylas Catopsilia pyranthe Appias olferna Eurema sp. Beberapa Jenis Kupu-Kupu yang Ditemukan di Lokasi Penelitian 66 Graphium sarpedon Neptis hylas Eurema sp.
  • 79. TMR Terbuka Senayan Tertutup Gambar Lampiran 3. Gambaran Lokasi TMR Tertutup Senayan Ter HK Srengseng Terbuka HK Srengseng Gambaran Lokasi Habitat Terbuka dan Tertutup di Lokasi Penelitian 67 Senayan Terbuka HK Srengseng Tertutup
  • 80. Flamboyan Mahoni (Delonix regia) (Swietenia macrophylla Beringin Bunga Kamboja (Ficus benjamina) (Plumeria acuminata Gambar Lampiran 4. Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian Mahoni Daun Kupu-Kupu Biola Cantik Swietenia macrophylla) (Bauhenia purpurea) (Ficus lyrata Kamboja Glodokan Tiang Nangka Kanitu Plumeria acuminata) (Polyalthia longifolia) (Arthrocarpus integra) (Chrysophyllum cainito Beberpa jenis tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian 68 Biola Cantik Ficus lyrata) Kanitu Chrysophyllum cainito)