SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Kaidah Al Yaqin La Yuzalu
bi Al-syak
APRIL 23, 2014NIAMULES
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia hidup tidak mungkin lepas dari beragam perasaan senang, sedih, sakit, sehat,
kuat, lemah, rajin, malas, dan beragam sifat manusiawi lainya. Begitupun rasa yakin dan
ragu, selalu menyertai denyut nadi kehidupan manusia. Islam pun sebagai agama
yang rahmtan lil alamiin memiliki pengertian dan perhatian besar pada hal-hal yang
bersifat psikologis-antropologis ini. Rasa yakin yang bisa mengawal hidup manusia, baik
dalam dunia bisnis, relasi sosial, hingga interaksi spriritualnya, merupakan modal primer
yang tidak layak di sia-siakan. Rasa yakin yang akan mengiringi manusia menuju kunci
kesuksesan dan keberhasilanya menggapai kebahagiaan hidup dunia akhirat. Sebaliknya,
orang yang tidak punya keyakinan, perjalanan hidupnya akan goyah tak tentu arah.
Karenanya, keraguan yang menganggu pikiran sebagaimana pesan substansial kaidah ini
tidak akan mampu menggoyahkan status hukum yang telah dimiliki oleh keyakinan.
Kaidah ini menandaskan bahwa hukum yang sudah berlandas kan keyakinan tidak dapat
dipengaruhi oleh keraguan yang timbul kemudian. Rasa ragu yang merupakan unsur
eksternal dan muncul setelah keyakinan tidak akan menghilangkan hukum yakin yang
telah ada sebelumnya. Seseorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada dalam
kondisi suci dengan berwudlu misalnya tidak akan hilang hukum kesucianya di sebabkan
munculnya keraguan setelah itu. Karena sebelum keraguan itu timbul, dia telah
menyakini keabsahan thaharah yang telah dilakukan.
1. Rumusan Masalah
2. Apa definisi Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu bi Al-syak ?
3. Apa dalil landasan kaidahnya ?
4. Bagaimana aplikasi kaidahnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu bi Al-syak.
Dalam bahasa arab, diskursuskan seputar makna kata yaqin (selanjutnya di-Indonesiakan
menjadi yakin) cukup semarak di bicarakan, terutama dalam kajian ilmu Fiqih, Uahul
Fiqih, maupun Kaidah fiqih. Dilihat dari sisi bahasa, yakin secara sederhana di maknai
sebagai ketetapan hati (Thuma’ninah Al-qalb) atas suatu kenyataan atau realitas tertentu.
Umpamanya seseorang mamiliki ketetapan hati bahwa hari ini adalah hari rabu, maka dia
telah yakin bahwa hari ini adalah hari rabu. Lebih jauh, Al-Ghozali menandaskan bahwa
yakin adalah”kemantapan hati untuk membenarkan sebuah objek hukum, dimana hati
juga mampu memastikan bahwa kemantapan itu adalah hal yang benar.[1]
Sementara yakin dalam konteks kaidah ini mempunyai makna lebih luas dari pada
pengertian secara etimologi. Sebab yang dimaksud yakin disini juga
memasukan Zhan (praduga kuat), dimana dzan sendiri belum mencapai derajat yakin.
Namun para fukaha’ terbiasa menggunakan kata Al-ilmu (tahu) dan yakin untuk
menunjuk makna dzan, dan sebaliknya. Dalam kerangka ini, Al-nawawi menandaskan
bahwa bila ada orang yang di percaya ( Tsiqah) memberi tahu bahwaair yang kita pakai
berwudlu terkena najis, maka pengetahuan kita yang berdasarkan berita tadi telah
dikategorikan yakin. Padahal sebenarnya kemantapan hati kita baru harus mencapai
taraf dzan (asumsi atau presepsi kuat), karena kita tidak melihat langsung najis yang
menimpa air yang kita gunakan berwudlu itu. Karenanya, fuqaha’ sering kali
menamai dzan seperti itu dengan kalimat yakin atau al-ilmu(tahu). Konsekuensinya, kita
wajib mensucikan kembali anggota badan yang terkena air najis tersebut sekaligus wajib
mengulangi sholat.[2]
Sedangkan Syak Secara literal biasa diartikan sebagai keraguan atau kebimbangan.
Secara lebih spesifik, ahli fiqih memaknai syak sebagai keraguan dan kebimbangan akan
terjadinya sesuatu atau tidak terjadinya. Yang agak berbeda adalah makna syak yang di
ajukan ahli ushul fiqih, yakni keseimbangan hati dalam menyikapi sesuatu. Dalam
pengertian ini, hati kita tidak lebih cenderung kepada salah satu dari dua kemungkinan
yang ada. Semisal seseorang yang ragu, apakah temanya yang sedang di tunggu akan
datang atau tidak, tanpa melebihkan kemungkinan antara datang dan tidak tersebut.
Dengan pemahaman ini, ushuliyyin sering melontarkan kritik epistimoilogis ( teori ilmu
pengetahuan) kepada para fuqaha” seputar rumsuan kaidah ini . Sebab menurut
ushuliyyin, apabila seseorang telah di hinggapi keraguan dalam hatinya, maka keyakinan
yang sebelumnya telah bulat pasti akan hilang, atau minimal terganggu dan tidak utuh
lagi. Sedangkan kaidah ini mengklaim bahwa keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh
keraguan; ini jelas sesuatu yang mengada ada, demikian menurut ushuliyyin.
Menanggapi kritik ini, fuqaha’ menegaskan bahwa yang dimaksud tidak hilang”(La
yuzhalu) bukan berarti keyakinan itu sendiri yang sendiri yang sirna, sebab hal itu
mustahil terjadi, melainkan hukum yang telah terbangun berdasarkan keyakinan itulah
yang tidak akan hilang. Hal ini berdasarkan arguman pokok, bahwa pada dasarnya
keyakinan memiliki nilai hukum lebih kuat dari pada keraguan. Sebab, ketika dalam hati
telah terbangun suatu keyakinan, maka dia tidak dapat digoyahkan oleh situasi, kondisi,
atau faktor eksternal apapun. Artinya, dalam sebuah keyakinan terdapat hukum pasti
yang tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal yang baru timbul, kecuali oleh keyakinan yang
lain.[3]
Terlepas dari kontradiksi diatas, Al-Nawawi menandaskan bahwa syakdalam istilah
fuqaha’ didefinisikan sebagai keraguan antara wujud dan tidaknya sesuatu. Hak ini dapat
dilihat dari penggunaan istilah syak atau ragu dalam masalah air, kemudian soal hadats,
najasah, sholat, puasa, thalaq, semuanya mengandung pengertian kebimbangan antara ada
dan tidak ada; anaar wujud dan tidak wujud, anatara dikerjakan dan tidak dikerjakan.
Keraguan dalam kasus ini bisa bersifat sama kuat atau seimbang antara keberadaan dan
tidak keberadaanya, dan bisa pula ada yang lebih tinggi salah satu kadarnya.
Secara lebih sistematis, sebagian ulama’ memilah kondisi hati dalam lima bagian berikut:
1. Yakin, yakni keteguhan hati yang bersandar dalam dalil qath’iy(petunjuk pasti).
2. I’tiqad, yaitu keteguhan hati yang tidak bersandar pada dalil qath’iy.
3. Dzan, yakni presepsi atau asumsi hati terhadap dua hal berbeda, dimana salah
satunya lebih kuat.
4. Syak,yaitu sebentuk prasangka terhadap dua hal tanpa mengunggulkan salah satu
diantara keduanya.
5. Wahm, atau kemungkinan yang lebih lemah dari dua hal yang di asumsikan.[4]
1. Dalil Landasan Kaidah
Pondasi terbangunya kaidah ini adalah firman Allah SWT. Dalam QS. Yunus :36 yang
berbunyi:
‫ما‬َ ‫و‬َ‫ع‬ُ ‫ب‬ِ ‫ت‬ّ ‫ي‬َ‫م‬ْ ‫ه‬ُ ‫ر‬ُ ‫ث‬َ ‫ك‬ْ ‫أ‬َ‫إل‬ِ‫نا‬ّ ‫ظ‬َ‫ن‬ّ ‫إ‬ِ‫ن‬ّ ‫ظ‬ّ ‫ال‬‫ل‬‫ني‬ِ ‫غ‬ْ ‫ي‬ُ‫ن‬َ ‫م‬ِ‫ق‬ّ ‫ح‬َ ‫ل‬ْ ‫ا‬‫ئا‬ً ‫ي‬ْ ‫ش‬َ
“ Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali prasangka saja. Sesungguhnya prasangka
itu tidak akan mengantarkan kebenaran sedikitpun”
Ayat ini pada mulanya menyoroti karakter orang-orang musyrik yang seringkali
berpegangan pada prasangka-prasangka yang tidak bisa di buktikan kebenaranya.
Terhadap tuhan yang mesti disembahpun mereka masih cenderung berimajinasi pada
benda-benda mati yang dalam presepsi mereka dapat memberi jaminan keselamatan dan
kelangsungan hidup. Dengan ayat ini, Allah SWT memberi penegasan akan hal yang
mesti dijadikan bijakan berfikir dan bertindak: yakni yang jelas-jelas dapat menunjukkan
pada kebenaran, bukan yang masih diragukan. Karena walau bagaimanapun, hal yang
masih dalam keraguan atau masih menjadi tanda tanya tidak dapat disejarahkan dengan
keyakinan. Dari penegasan ini akan memunculkan keniscayaan bahwa apabila terjadi
keragu-raguan yang berpotensi untuk mempengaruhi hal-hal yang telah diyakini
sebelumnya, sudah barang tentu tidak dapat mempengaruhi keyakinan yang sudah ada,
selama belum ada elemen-elemen fundamental yang dapat menunjukan bukti falid bahwa
keyakinan itu tidak sesuai kenyataan: Al-yaqin la yuzalu bi al-syak. [5]
Hadist Nabi Muhammad SAW yang menjadi pondasi kaidah ini antara lain:
‫اذا‬‫وجد‬‫احدكم‬‫في‬‫بطنه‬‫شياء‬‫فاء‬‫شكل‬‫عليه‬‫اخرج‬‫منه‬‫شيء‬‫ام‬‫ل؟‬‫فل‬‫يخرجن‬‫من‬
‫المسجد‬‫حتي‬‫يسمع‬‫صوتا‬‫او‬‫يجد‬‫ريحا‬
“ Apabila salah seorang diantara kalian merasakan’sesuatu’didalam perutnya,
kemudian dia ragu, apakah telah keluar sesuatu (dari parutnya) atau tidak, maka
janganlah dia keluar dari masjid (membatalkan sholatnya), samapai dia mendengar
suara atau mencium bau”(H.R Muslim).
Menurut Al-Nawawi, hadist ini merupakan salah satu landasan dasar yurisprodensi islam
yang kemudian dijadikan fundamen terbangunya kaidah-kaidah fiqih, dari hadits ini pula
terbangun konsep serta metodologi-analitis mengenai status objek, yakni dengan cara
melihat status hukum asalnya yang tidak akan berubah hingga ada unsur eksternal yang
falid dan mampu mempengaruhi” keaslian “nya, secara eksplisit, hadist ini memang
berbicara dalam konteks seseorang yang ragu apakah telah merasakan keluarnya angin
atau tidak. Dalam hal ini,Nabi saw mengesahkan, keraguan yang beru timbul itu tidak
dapat mempengaruhi status wudlunya. Kecuali jika dia memang telah benar-benar
mendengar bunyi nya atau mencium bau angin tersebut. Proses mendengar maupun
mencium bau ini biasa dijadikan indikasi kuat bahwa wudlunya telah batal.[6]
.
1. Aplikasi Kaidah
Banyak sekali persoalan-persoalan hukum yang di cakup kaidah ini, diantaranya adalah
keyakinan akan syahnya thaharah(bersuci). Seseorang yang sebelumnya telah yakin
bahwa dia berada dalam kondisi suci semisal dengan berwudlu tidak akan hilang hukum
thaharahnya disebabkan keraguan yang muncul kemudian. Karena sebelum keraguan itu
timbul, dia telah menyakini keabsahan thaharahnya. Begitupun seseorang yang berhutang
kepada temanya, kemudian dia ragu apakah nilai hutangnya sebanyak sepuluh ribu atau
sebelas ribu? Maka dia diharuskan membayar sebelas ribu. Dengan argumen, apabila
jumlah hutang yang sebenarnya adalah sebelas ribu, maka telah membayarnya dengan
tepat. Namun jika hanya sepuluh ribu, berarti dia telah berbuat kebaikan dengan
bersedekah melalui kelebihan nilai nominal yang dibayarkan.
Sebaliknya, bila keraguanya adalah tentang apakah dia telah melunasi hutangnya atau
belum, maka hutangnya masih dianggap belum terbayar. Karena keraguan bahwa ia telah
membayar hutang tidak dapat merubah suatu hal yang sudah pasti sebelumnya, berupa
kenyataan bahwa dia memiliki hutang. Contoh lainya adalah bila tali perkawinan antara
suami-istri telah nyata-nyata syah, tapi suatu ketika timbul keraguan apakah sang suami
telah menjatuhkan talak atau tidak? Maka hukum nikahnya tetap dianggap syah, karena
hukumnya asal berupa tali pernikahan diantara keduanya telah syah sejak semula.
Alasan mendasar menganggap kebimbangan tidak bisa menghilangkan keyakinan
adalah karena posisi keraguan(syak) dianggap lebih lemah dari pada keyakinan.
Keyakinan hanya bisa hilang bila telah ada sebab-sebab pasti yang mampu
menghilangkan nilai-nilai dasar keyakinan, yang dalam bahasa fuqaha’ disebut Al-sabab
al-muzil (sebab yang mampu menghilangkan).[7]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasanya kaidah kedua ini yang berbunyi Al-yaqin La yuzalu bi
Al-syak yang artinya keyakinan itu tidak bisa dihilangkan oleh kebimbangan. Yang
dimaksud yakin dalam kaidah ini adalah tercapainya kemantapan hati pada satu objek
hukum yang telah dikerjakan, baik kemantapan itu sudah mencapai kadar pengetahuan
yang mantap atau presepsi kuat (Zhan). Jadi bukanlah sebuah kemantapan hati yang
disertai dengan keraguan saat melaksanakan pekerjaan, karena hal itu tidak kategori
yakin.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al-
Ilmiyah,Beirut).
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983).
Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn
Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134.
Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405
H).
Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah
Hims,,1349).
Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa
Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997).
[1]Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al-
Ilmiyah,Beirut),35
[2]Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa
Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997),268.
[3]Ibid,.
[4]Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn
Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134.
[5]Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri,
Beirut,1405 H),116.
[6]Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983),90.
[7]Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah
Hims,,1349),18.
disertai dengan keraguan saat melaksanakan pekerjaan, karena hal itu tidak kategori
yakin.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al-
Ilmiyah,Beirut).
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983).
Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn
Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134.
Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405
H).
Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah
Hims,,1349).
Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa
Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997).
[1]Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al-
Ilmiyah,Beirut),35
[2]Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa
Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997),268.
[3]Ibid,.
[4]Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn
Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134.
[5]Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri,
Beirut,1405 H),116.
[6]Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983),90.
[7]Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah
Hims,,1349),18.

More Related Content

What's hot

Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)
Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)
Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)Marhamah Saleh
 
Hubungan maqasid dg metode ijtihad
Hubungan maqasid dg metode ijtihadHubungan maqasid dg metode ijtihad
Hubungan maqasid dg metode ijtihadNur Laily
 
Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Nana Cahmaxcy
 
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 20110. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011Marhamah Saleh
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanRia Widia
 
Presentasi Istihsan
Presentasi IstihsanPresentasi Istihsan
Presentasi IstihsanHestifidiah
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
02. pengertian dan pembagian hukum
02. pengertian dan pembagian hukum02. pengertian dan pembagian hukum
02. pengertian dan pembagian hukumasnin_syafiuddin
 
Sejarah dan perkembangan ilmu kalam
Sejarah dan perkembangan ilmu kalamSejarah dan perkembangan ilmu kalam
Sejarah dan perkembangan ilmu kalamoonx
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabihqoida malik
 
2. akidah teras pembangunan muslim
2. akidah teras pembangunan muslim2. akidah teras pembangunan muslim
2. akidah teras pembangunan muslimShahirah Said
 

What's hot (20)

Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)
Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)
Presentasi Ushul Fiqh (Ta'rif, Tarikh, Mashadir)
 
Hubungan maqasid dg metode ijtihad
Hubungan maqasid dg metode ijtihadHubungan maqasid dg metode ijtihad
Hubungan maqasid dg metode ijtihad
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah8 qowaid fiqhiyah
8 qowaid fiqhiyah
 
Pengantar Ushul Fikih
Pengantar Ushul FikihPengantar Ushul Fikih
Pengantar Ushul Fikih
 
Qawaid fiqh pt 2
Qawaid fiqh  pt 2Qawaid fiqh  pt 2
Qawaid fiqh pt 2
 
Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)
 
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 20110. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
0. presentasi qawa'id fiqhiyah 2011
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam Kewarisan
 
Kaidah fiqhiyah
Kaidah fiqhiyahKaidah fiqhiyah
Kaidah fiqhiyah
 
Presentasi Istihsan
Presentasi IstihsanPresentasi Istihsan
Presentasi Istihsan
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
I'jaz Al Qur'an
 I'jaz Al Qur'an I'jaz Al Qur'an
I'jaz Al Qur'an
 
01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan
 
02. pengertian dan pembagian hukum
02. pengertian dan pembagian hukum02. pengertian dan pembagian hukum
02. pengertian dan pembagian hukum
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Sejarah dan perkembangan ilmu kalam
Sejarah dan perkembangan ilmu kalamSejarah dan perkembangan ilmu kalam
Sejarah dan perkembangan ilmu kalam
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
Makna syahadat
Makna syahadatMakna syahadat
Makna syahadat
 
2. akidah teras pembangunan muslim
2. akidah teras pembangunan muslim2. akidah teras pembangunan muslim
2. akidah teras pembangunan muslim
 

Similar to Kaidah al yaqin la yuzalu bi

Makalah Konsep Aqidah Dalam Islam
Makalah Konsep Aqidah Dalam IslamMakalah Konsep Aqidah Dalam Islam
Makalah Konsep Aqidah Dalam Islamhera wijaya
 
Pokok pokok ajaran islam
Pokok pokok ajaran islamPokok pokok ajaran islam
Pokok pokok ajaran islamHanaMZ
 
Makalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidahMakalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidahWarnet Raha
 
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan 1 b118065)
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan   1 b118065) Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan   1 b118065)
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan 1 b118065) Ridho Ramadhan
 
Iman khufur dan syirik
Iman khufur dan syirikIman khufur dan syirik
Iman khufur dan syirikImay Alfisyie
 
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptx
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptxTUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptx
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptxArdiansyahSyafaat1
 
Nota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahNota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahustazahruby
 
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptx
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptxpower point pemateri Akidahh Akhlak.pptx
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptxForPc10
 
Presentasi aqidah akhlaq kelompok
Presentasi aqidah akhlaq kelompokPresentasi aqidah akhlaq kelompok
Presentasi aqidah akhlaq kelompokRisan Syakirin
 
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP )
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP ) BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP )
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP ) downloadbukumafahim
 
86452785 makalah-pai
86452785 makalah-pai86452785 makalah-pai
86452785 makalah-paiIndra Passer
 
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN AQIDAH ISLAM.pptx
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN  AQIDAH ISLAM.pptxMATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN  AQIDAH ISLAM.pptx
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN AQIDAH ISLAM.pptxSuarniSuarni5
 

Similar to Kaidah al yaqin la yuzalu bi (20)

Makalah Konsep Aqidah Dalam Islam
Makalah Konsep Aqidah Dalam IslamMakalah Konsep Aqidah Dalam Islam
Makalah Konsep Aqidah Dalam Islam
 
Kufur
KufurKufur
Kufur
 
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
Makalah "Konsep Aqidah Islamiyah"
 
Pokok pokok ajaran islam
Pokok pokok ajaran islamPokok pokok ajaran islam
Pokok pokok ajaran islam
 
Makalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidahMakalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidah
 
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan 1 b118065)
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan   1 b118065) Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan   1 b118065)
Ilmu budaya dasar (ridho trias ramadhan 1 b118065)
 
Iman khufur dan syirik
Iman khufur dan syirikIman khufur dan syirik
Iman khufur dan syirik
 
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptx
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptxTUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptx
TUGAS PERBAIKAN NILAI IDRUS.pptx
 
Nota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahNota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyah
 
Bab i mw
Bab i mwBab i mw
Bab i mw
 
Definisi istishab
Definisi istishabDefinisi istishab
Definisi istishab
 
Aqidah ppt
Aqidah pptAqidah ppt
Aqidah ppt
 
Aqidah islam
Aqidah islamAqidah islam
Aqidah islam
 
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptx
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptxpower point pemateri Akidahh Akhlak.pptx
power point pemateri Akidahh Akhlak.pptx
 
Aqidah islam
Aqidah islamAqidah islam
Aqidah islam
 
Presentasi aqidah akhlaq kelompok
Presentasi aqidah akhlaq kelompokPresentasi aqidah akhlaq kelompok
Presentasi aqidah akhlaq kelompok
 
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP )
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP ) BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP )
BUKU MAFAHIM BKLDK _ BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUS ( LENGKAP )
 
86452785 makalah-pai
86452785 makalah-pai86452785 makalah-pai
86452785 makalah-pai
 
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN AQIDAH ISLAM.pptx
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN  AQIDAH ISLAM.pptxMATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN  AQIDAH ISLAM.pptx
MATERI PESANTREN KILAT RAMADHAN AQIDAH ISLAM.pptx
 
Hukum makan katak
Hukum makan katakHukum makan katak
Hukum makan katak
 

Kaidah al yaqin la yuzalu bi

  • 1. Kaidah Al Yaqin La Yuzalu bi Al-syak APRIL 23, 2014NIAMULES BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak mungkin lepas dari beragam perasaan senang, sedih, sakit, sehat, kuat, lemah, rajin, malas, dan beragam sifat manusiawi lainya. Begitupun rasa yakin dan ragu, selalu menyertai denyut nadi kehidupan manusia. Islam pun sebagai agama yang rahmtan lil alamiin memiliki pengertian dan perhatian besar pada hal-hal yang bersifat psikologis-antropologis ini. Rasa yakin yang bisa mengawal hidup manusia, baik dalam dunia bisnis, relasi sosial, hingga interaksi spriritualnya, merupakan modal primer yang tidak layak di sia-siakan. Rasa yakin yang akan mengiringi manusia menuju kunci kesuksesan dan keberhasilanya menggapai kebahagiaan hidup dunia akhirat. Sebaliknya, orang yang tidak punya keyakinan, perjalanan hidupnya akan goyah tak tentu arah. Karenanya, keraguan yang menganggu pikiran sebagaimana pesan substansial kaidah ini tidak akan mampu menggoyahkan status hukum yang telah dimiliki oleh keyakinan. Kaidah ini menandaskan bahwa hukum yang sudah berlandas kan keyakinan tidak dapat dipengaruhi oleh keraguan yang timbul kemudian. Rasa ragu yang merupakan unsur eksternal dan muncul setelah keyakinan tidak akan menghilangkan hukum yakin yang telah ada sebelumnya. Seseorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada dalam kondisi suci dengan berwudlu misalnya tidak akan hilang hukum kesucianya di sebabkan munculnya keraguan setelah itu. Karena sebelum keraguan itu timbul, dia telah menyakini keabsahan thaharah yang telah dilakukan. 1. Rumusan Masalah 2. Apa definisi Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu bi Al-syak ? 3. Apa dalil landasan kaidahnya ? 4. Bagaimana aplikasi kaidahnya ? BAB II PEMBAHASAN
  • 2. 1. Definisi Kaidah Al-Yaqin La Yuzalu bi Al-syak. Dalam bahasa arab, diskursuskan seputar makna kata yaqin (selanjutnya di-Indonesiakan menjadi yakin) cukup semarak di bicarakan, terutama dalam kajian ilmu Fiqih, Uahul Fiqih, maupun Kaidah fiqih. Dilihat dari sisi bahasa, yakin secara sederhana di maknai sebagai ketetapan hati (Thuma’ninah Al-qalb) atas suatu kenyataan atau realitas tertentu. Umpamanya seseorang mamiliki ketetapan hati bahwa hari ini adalah hari rabu, maka dia telah yakin bahwa hari ini adalah hari rabu. Lebih jauh, Al-Ghozali menandaskan bahwa yakin adalah”kemantapan hati untuk membenarkan sebuah objek hukum, dimana hati juga mampu memastikan bahwa kemantapan itu adalah hal yang benar.[1] Sementara yakin dalam konteks kaidah ini mempunyai makna lebih luas dari pada pengertian secara etimologi. Sebab yang dimaksud yakin disini juga memasukan Zhan (praduga kuat), dimana dzan sendiri belum mencapai derajat yakin. Namun para fukaha’ terbiasa menggunakan kata Al-ilmu (tahu) dan yakin untuk menunjuk makna dzan, dan sebaliknya. Dalam kerangka ini, Al-nawawi menandaskan bahwa bila ada orang yang di percaya ( Tsiqah) memberi tahu bahwaair yang kita pakai berwudlu terkena najis, maka pengetahuan kita yang berdasarkan berita tadi telah dikategorikan yakin. Padahal sebenarnya kemantapan hati kita baru harus mencapai taraf dzan (asumsi atau presepsi kuat), karena kita tidak melihat langsung najis yang menimpa air yang kita gunakan berwudlu itu. Karenanya, fuqaha’ sering kali menamai dzan seperti itu dengan kalimat yakin atau al-ilmu(tahu). Konsekuensinya, kita wajib mensucikan kembali anggota badan yang terkena air najis tersebut sekaligus wajib mengulangi sholat.[2] Sedangkan Syak Secara literal biasa diartikan sebagai keraguan atau kebimbangan. Secara lebih spesifik, ahli fiqih memaknai syak sebagai keraguan dan kebimbangan akan terjadinya sesuatu atau tidak terjadinya. Yang agak berbeda adalah makna syak yang di ajukan ahli ushul fiqih, yakni keseimbangan hati dalam menyikapi sesuatu. Dalam pengertian ini, hati kita tidak lebih cenderung kepada salah satu dari dua kemungkinan yang ada. Semisal seseorang yang ragu, apakah temanya yang sedang di tunggu akan datang atau tidak, tanpa melebihkan kemungkinan antara datang dan tidak tersebut. Dengan pemahaman ini, ushuliyyin sering melontarkan kritik epistimoilogis ( teori ilmu pengetahuan) kepada para fuqaha” seputar rumsuan kaidah ini . Sebab menurut ushuliyyin, apabila seseorang telah di hinggapi keraguan dalam hatinya, maka keyakinan yang sebelumnya telah bulat pasti akan hilang, atau minimal terganggu dan tidak utuh lagi. Sedangkan kaidah ini mengklaim bahwa keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan; ini jelas sesuatu yang mengada ada, demikian menurut ushuliyyin.
  • 3. Menanggapi kritik ini, fuqaha’ menegaskan bahwa yang dimaksud tidak hilang”(La yuzhalu) bukan berarti keyakinan itu sendiri yang sendiri yang sirna, sebab hal itu mustahil terjadi, melainkan hukum yang telah terbangun berdasarkan keyakinan itulah yang tidak akan hilang. Hal ini berdasarkan arguman pokok, bahwa pada dasarnya keyakinan memiliki nilai hukum lebih kuat dari pada keraguan. Sebab, ketika dalam hati telah terbangun suatu keyakinan, maka dia tidak dapat digoyahkan oleh situasi, kondisi, atau faktor eksternal apapun. Artinya, dalam sebuah keyakinan terdapat hukum pasti yang tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal yang baru timbul, kecuali oleh keyakinan yang lain.[3] Terlepas dari kontradiksi diatas, Al-Nawawi menandaskan bahwa syakdalam istilah fuqaha’ didefinisikan sebagai keraguan antara wujud dan tidaknya sesuatu. Hak ini dapat dilihat dari penggunaan istilah syak atau ragu dalam masalah air, kemudian soal hadats, najasah, sholat, puasa, thalaq, semuanya mengandung pengertian kebimbangan antara ada dan tidak ada; anaar wujud dan tidak wujud, anatara dikerjakan dan tidak dikerjakan. Keraguan dalam kasus ini bisa bersifat sama kuat atau seimbang antara keberadaan dan tidak keberadaanya, dan bisa pula ada yang lebih tinggi salah satu kadarnya. Secara lebih sistematis, sebagian ulama’ memilah kondisi hati dalam lima bagian berikut: 1. Yakin, yakni keteguhan hati yang bersandar dalam dalil qath’iy(petunjuk pasti). 2. I’tiqad, yaitu keteguhan hati yang tidak bersandar pada dalil qath’iy. 3. Dzan, yakni presepsi atau asumsi hati terhadap dua hal berbeda, dimana salah satunya lebih kuat. 4. Syak,yaitu sebentuk prasangka terhadap dua hal tanpa mengunggulkan salah satu diantara keduanya. 5. Wahm, atau kemungkinan yang lebih lemah dari dua hal yang di asumsikan.[4] 1. Dalil Landasan Kaidah Pondasi terbangunya kaidah ini adalah firman Allah SWT. Dalam QS. Yunus :36 yang berbunyi: ‫ما‬َ ‫و‬َ‫ع‬ُ ‫ب‬ِ ‫ت‬ّ ‫ي‬َ‫م‬ْ ‫ه‬ُ ‫ر‬ُ ‫ث‬َ ‫ك‬ْ ‫أ‬َ‫إل‬ِ‫نا‬ّ ‫ظ‬َ‫ن‬ّ ‫إ‬ِ‫ن‬ّ ‫ظ‬ّ ‫ال‬‫ل‬‫ني‬ِ ‫غ‬ْ ‫ي‬ُ‫ن‬َ ‫م‬ِ‫ق‬ّ ‫ح‬َ ‫ل‬ْ ‫ا‬‫ئا‬ً ‫ي‬ْ ‫ش‬َ “ Kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali prasangka saja. Sesungguhnya prasangka itu tidak akan mengantarkan kebenaran sedikitpun”
  • 4. Ayat ini pada mulanya menyoroti karakter orang-orang musyrik yang seringkali berpegangan pada prasangka-prasangka yang tidak bisa di buktikan kebenaranya. Terhadap tuhan yang mesti disembahpun mereka masih cenderung berimajinasi pada benda-benda mati yang dalam presepsi mereka dapat memberi jaminan keselamatan dan kelangsungan hidup. Dengan ayat ini, Allah SWT memberi penegasan akan hal yang mesti dijadikan bijakan berfikir dan bertindak: yakni yang jelas-jelas dapat menunjukkan pada kebenaran, bukan yang masih diragukan. Karena walau bagaimanapun, hal yang masih dalam keraguan atau masih menjadi tanda tanya tidak dapat disejarahkan dengan keyakinan. Dari penegasan ini akan memunculkan keniscayaan bahwa apabila terjadi keragu-raguan yang berpotensi untuk mempengaruhi hal-hal yang telah diyakini sebelumnya, sudah barang tentu tidak dapat mempengaruhi keyakinan yang sudah ada, selama belum ada elemen-elemen fundamental yang dapat menunjukan bukti falid bahwa keyakinan itu tidak sesuai kenyataan: Al-yaqin la yuzalu bi al-syak. [5] Hadist Nabi Muhammad SAW yang menjadi pondasi kaidah ini antara lain: ‫اذا‬‫وجد‬‫احدكم‬‫في‬‫بطنه‬‫شياء‬‫فاء‬‫شكل‬‫عليه‬‫اخرج‬‫منه‬‫شيء‬‫ام‬‫ل؟‬‫فل‬‫يخرجن‬‫من‬ ‫المسجد‬‫حتي‬‫يسمع‬‫صوتا‬‫او‬‫يجد‬‫ريحا‬ “ Apabila salah seorang diantara kalian merasakan’sesuatu’didalam perutnya, kemudian dia ragu, apakah telah keluar sesuatu (dari parutnya) atau tidak, maka janganlah dia keluar dari masjid (membatalkan sholatnya), samapai dia mendengar suara atau mencium bau”(H.R Muslim). Menurut Al-Nawawi, hadist ini merupakan salah satu landasan dasar yurisprodensi islam yang kemudian dijadikan fundamen terbangunya kaidah-kaidah fiqih, dari hadits ini pula terbangun konsep serta metodologi-analitis mengenai status objek, yakni dengan cara melihat status hukum asalnya yang tidak akan berubah hingga ada unsur eksternal yang falid dan mampu mempengaruhi” keaslian “nya, secara eksplisit, hadist ini memang berbicara dalam konteks seseorang yang ragu apakah telah merasakan keluarnya angin atau tidak. Dalam hal ini,Nabi saw mengesahkan, keraguan yang beru timbul itu tidak dapat mempengaruhi status wudlunya. Kecuali jika dia memang telah benar-benar mendengar bunyi nya atau mencium bau angin tersebut. Proses mendengar maupun mencium bau ini biasa dijadikan indikasi kuat bahwa wudlunya telah batal.[6] .
  • 5. 1. Aplikasi Kaidah Banyak sekali persoalan-persoalan hukum yang di cakup kaidah ini, diantaranya adalah keyakinan akan syahnya thaharah(bersuci). Seseorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada dalam kondisi suci semisal dengan berwudlu tidak akan hilang hukum thaharahnya disebabkan keraguan yang muncul kemudian. Karena sebelum keraguan itu timbul, dia telah menyakini keabsahan thaharahnya. Begitupun seseorang yang berhutang kepada temanya, kemudian dia ragu apakah nilai hutangnya sebanyak sepuluh ribu atau sebelas ribu? Maka dia diharuskan membayar sebelas ribu. Dengan argumen, apabila jumlah hutang yang sebenarnya adalah sebelas ribu, maka telah membayarnya dengan tepat. Namun jika hanya sepuluh ribu, berarti dia telah berbuat kebaikan dengan bersedekah melalui kelebihan nilai nominal yang dibayarkan. Sebaliknya, bila keraguanya adalah tentang apakah dia telah melunasi hutangnya atau belum, maka hutangnya masih dianggap belum terbayar. Karena keraguan bahwa ia telah membayar hutang tidak dapat merubah suatu hal yang sudah pasti sebelumnya, berupa kenyataan bahwa dia memiliki hutang. Contoh lainya adalah bila tali perkawinan antara suami-istri telah nyata-nyata syah, tapi suatu ketika timbul keraguan apakah sang suami telah menjatuhkan talak atau tidak? Maka hukum nikahnya tetap dianggap syah, karena hukumnya asal berupa tali pernikahan diantara keduanya telah syah sejak semula. Alasan mendasar menganggap kebimbangan tidak bisa menghilangkan keyakinan adalah karena posisi keraguan(syak) dianggap lebih lemah dari pada keyakinan. Keyakinan hanya bisa hilang bila telah ada sebab-sebab pasti yang mampu menghilangkan nilai-nilai dasar keyakinan, yang dalam bahasa fuqaha’ disebut Al-sabab al-muzil (sebab yang mampu menghilangkan).[7] BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwasanya kaidah kedua ini yang berbunyi Al-yaqin La yuzalu bi Al-syak yang artinya keyakinan itu tidak bisa dihilangkan oleh kebimbangan. Yang dimaksud yakin dalam kaidah ini adalah tercapainya kemantapan hati pada satu objek hukum yang telah dikerjakan, baik kemantapan itu sudah mencapai kadar pengetahuan yang mantap atau presepsi kuat (Zhan). Jadi bukanlah sebuah kemantapan hati yang
  • 6. disertai dengan keraguan saat melaksanakan pekerjaan, karena hal itu tidak kategori yakin. DAFTAR PUSTAKA Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al- Ilmiyah,Beirut). Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983). Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134. Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405 H). Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah Hims,,1349). Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997). [1]Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al- Ilmiyah,Beirut),35 [2]Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997),268. [3]Ibid,. [4]Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134. [5]Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405 H),116. [6]Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983),90. [7]Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah Hims,,1349),18.
  • 7. disertai dengan keraguan saat melaksanakan pekerjaan, karena hal itu tidak kategori yakin. DAFTAR PUSTAKA Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al- Ilmiyah,Beirut). Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983). Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134. Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405 H). Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah Hims,,1349). Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997). [1]Abu Muhammad bin Muhammad al-ghazali, al- musthafa(Dar Al-khutub Al- Ilmiyah,Beirut),35 [2]Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul Mu’min al-Hishni,Dirasah wa Tahqiq(Al-Rusydu,Syirkah al-Riyadl,1997),268. [3]Ibid,. [4]Ahmad bin Ahmad bin al-Hawali, Ghamzu ‘uyun’ al-Basha’ir hasyiah Asybah li Ibn Nujaim(Dar al-Thiba’ah al-Amirah, Istanbul,1290 H),131-134. [5]Muhammad bin jarir bin Yazid al-Thabariy, Tafsir al-Thabari(Dar al-fikri, Beirut,1405 H),116. [6]Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim(Beirut,1983),90. [7]Muhammad Khalid al-attasi, Syarh Majallah al-Ahkam al-Adliyah(Mhatba’ah Hims,,1349),18.