Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Penelitian ini bertujuan mengetahui penyebab kesenjangan antara potensi, anggaran, dan realisasi pendapatan pajak restoran di Pekanbaru.
2. Terjadi kesenjangan antara potensi dan anggaran karena sumber data potensi berbeda, dan belum adanya pemutakhiran data.
3. Kesenjangan antara anggaran dan realisasi disebabkan sistem self assessment yang menuntut kesadaran WP
1. 1
ANALISIS KESENJANGAN ANTARA POTENSI, ANGGARAN
DAN REALISASI PENDAPATAN PAJAK RESTORAN DI
PEKANBARU
HELLY AROZA SIREGAR, S.E.
Dr. TAUFENI TAUFIK, S.E.,M.Si, Ak
Dra. VINCE RATNAWATI, M.Si, Ak.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya
kesenjangan antara potensi pendapatan dengan anggaran pendapatan pajak
restoran dan untuk mengetahui penyebab terjadinya kesenjangan antara anggaran
pendapatan dengan realisasi pendapatan dari Pajak Restoran.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode penelitian kualitatif
yang menggunakan teknik wawancara, observasi lapangan dan data sekunder
dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait dari
Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dan 40 pengusaha restoran dan usaha sejenis.
Sedangkan data sekunder berupa data anggaran dan realisasi penerimaan
pendapatan daerah serta data potensi yang bersumber dari Dinas Pendapatan Kota
Pekanbaru dan data potensi dari PDRB yang bersumber dari BPS Kota Pekanbaru.
Sampel dari data tersebut diambil pada data tahun 2007 sampai dengan 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan antara potensi dengan
anggaran Pajak Restoran disebabkan belum adanya pemutakhiran data serta
sumber data untuk menghitung potensi berbeda. Kesenjangan antara anggaran dan
realisasi pendapatan Pajak Restoran disebabkan sistem self assessment yang
menuntut kesadaran Wajib Pajak untuk menyetorkan pajak secara jujur dan taat
hukum, sedangkan pada kenyataannya pelaku usaha selaku Wajib Pajak
menyetorkan pajak lebih rendah dari jumlah yang seharusnya. Penyebab lain
adalah karena adanya ketidakpahaman Wajib pajak terhadap prosedur Pajak
Restoran.
Kata Kunci : Potensi, Anggaran, dan Realisasi Pendapatan Pajak Restoran
I. PENDAHULUAN
Sumber keuangan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan. Pada Pemerintah Kota Pekanbaru, PAD sendiri memberikan
kontribusi yang cukup besar. PAD ini terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Salah satu jenis dari pajak daerah adalah pajak restoran. Di Kota Pekanbaru,
pajak ini memberikan kontribusi yang cukup besar pada total pajak daerah. Pajak
restoran ini secara tidak langsung juga memberikan kontribusi terhadap besarnya
PAD Kota Pekanbaru. Adapun komposisi besarnya pajak restoran terhadap pajak
daerah dan PAD Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
2. 2
Tabel 1
Persentase Realisasi Pajak Restoran Terhadap Realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Pajak Daerah Kota Pekanbaru
Tahun PAD Pajak Daerah Pajak Restoran %*)
%**)
2007 108.686.933.728,- 56.281.863.547,- 10.452.658.293,- 9,6 18,5
2008 118.745.167.703,- 60.622.242.084,- 11.645.716.034,- 9,8 19,2
2009 134.871.910.320,- 69.865.355.922,- 16.324.116.165,- 12,1 23,4
2010 163.283.735.510,- 80.118.087.471,- 18.735.653.387,- 11,7 23,4
2011 231.255.612.026,- 145.090.877.342,- 20.179.998.732,- 8,7 13,9
*) Persentase Pajak Restoran terhadap PAD ; **)) Persentase Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dan Bappeda Kota Pekanbaru
Meskipun pajak restoran memberikan kontribusi pada besarnya PAD di
Kota Pekanbaru, akan tetapi banyak persoalan yang terjadi dalam proses anggaran
dan realisasi dari jenis pajak ini. Masalah yang terjadi yaitu besarnya realisasi
tidak sama dengan besarnya anggaran yang ditargetkan. Perbedaan atau
kesenjangan antara anggaran dan realisasi ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2
Kesenjangan Antara Anggaran dan Realisasi Pajak Restoran
Kota Pekanbaru Tahun 2007-2011
Tahun Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) Selisih*) Kesenjangan*)
2007 11.372.000.000 10.452.658.293 (919.341.707) (8,08) %
2008 11.623.318.782 11.645.716.034 22.397.252 0,19 %
2009 16.281.489.000 16.324.116.165 42.627.165 0,26 %
2010 20.100.000.000 18.735.653.387 (1.364.346.613) (6,79) %
2011 20.612.575.500 20.179.998.732 (432.576.768) (2,10) %
*)Data diolah
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru
Sementara untuk menyusun anggaran tersebut diperlukan data potensi pajak.
Salah satu cara untuk menghitung besarnya potensi pajak adalah dengan
menggunakan data PDRB. Akan tetapi besarnya potensi berdasarkan PDRB ini
berbeda jauh (senjang) dengan potensi yang dihitung oleh Dinas Pendapatan Kota
Pekanbaru selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah pajak restoran
ini. Kesenjangan antara kedua potensi ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3
Kesenjangan Potensi Pajak Restoran Kota Pekanbaru
Tahun
Potensi
Berdasarkan
PDRB (Rp)
Potensi Dari
Dinas Pendapatan
(Rp)
Selisih
(Rp)
Kesenjangan
(%)
2007 25.754.144.000 12.980.038.000 12.774.106.000 98,41
2008 31.839.848.000 14.890.068.000 16.949.780.000 113,83
2009 39.567.380.000 17.168.868.000 22.398.512.000 130,46
2010 49.625.408.000 45.015.300.000 4.610.108.000 10,24
2011 62.592.527.000 46.183.500.000 16.409.027.000 35,53
Sumber: BPS Kota Pekanbaru dan Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru
3. 3
Sesuai dengan keterangan di atas bahwa potensi pajak merupakan salah satu
dasar untuk menentukan besarnya anggaran pajak restoran, pada kenyataanya
besar potensi yang ada berbeda cukup jauh dengan anggaran yang ada. Tabel 4.
menunjukkan perbedaan atau kesenjangan antara potensi berdasarkan data PDRB
Kota Pekanbaru pada sektor restoran dengan anggaran yang ditetapkan pada
Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru.
Tabel 4
Kesenjangan Antara Anggaran dan Potensi Pajak Restoran
Tahun 2007-2011 di Kota Pekanbaru
Tahun Anggaran
(Rp)
Potensi *)
(Rp)
Selisih*)
(Rp)
Kesenjangan*)
(%)
2007
2008
2009
2010
2011
11.372.000.000
11.623.318.782
16.281.489.000
20.100.000.000
20.612.575.500
25.754.144.000
31.839.848.000
39.567.380.000
49.625.408.000
62.592.527.000
(14.382.144.000)
(20.216.529.218)
(23.285.891.000)
(29.525.408.000)
(41.979.951.500)
126,47
173,93
143,02
146,89
203,66
*) Data diolah
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dan BPS Kota Pekanbaru
Kesenjangan yang cukup jauh tidak hanya terjadi antara potensi pajak
restoran berdasarkan PDRB dengan anggaran pajak restoran saja. Akan tetapi,
kesenjangan yang cukup jauh juga terjadi antara potensi yang dihitung sendiri
oleh Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dengan anggaran yang ditargetkan. Untuk
melihat kesenjangan antara potensi yang dihitung dengan anggaran yang
ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 5
berikut ini.
Tabel 5.
Persentase Anggaran Pajak Restoran Terhadap Total Potensi Pajak
Restoran Kota Pekanbaru
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru
Berbagai persoalan di atas menjadi dasar untuk melakukan penelitian ini
yang bertujuan untuk mengetahui mengapa terjadi kesenjangan antara potensi
pendapatan pajak restoran dengan anggaran pendapatan pajak restoran dan
mengetahui penyebab terjadinya kesenjangan antara anggaran pendapatan Pajak
Restoran dengan realisasi pendapatan Pajak Restoran. Adapun rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mencari penyebab dari anggaran
pendapatan dari pajak restoran tidak sesuai dengan potensi yang ada dan
penyebab realisasi pendapatan pajak restoran tidak sesuai dengan anggaran yang
telah ditetapkan.
Tahun Total Potensi Anggaran Pajak %
2007 12.980.038.000,- 11.372.000.000,- 87,61
2008 14.890.068.000,- 11.623.318.782,- 78,06
2009 17.168.868.000,- 16.281.489.000,- 94,83
2010 45.015.300.000,- 20.100.000.000,- 44,65
2011 46.183.500.000,- 20.612.575.500,- 44,63
4. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ritonga (2010) pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pajak daerah sebagai bagian
dari pendapatan asli daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut Halim dan Mujid (2009), pajak
daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Menurut Dr. Rochmat Soemitro (1998) pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara, berdasarkan Undang-Undang (yang langsung dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan pengertian
pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Rertibusi Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Salah satu bentuk pajak daerah adalah pajak restoran. Pajak restoran dapat
digolongkan sebagai pajak tidak langsung, dimana pajak yang pengenaannya
berdasarkan atas pelayanan yang diberikan kepada konsumen ini, bebannya
berada pada konsumen. Dalam hal ini, pemilik/pengusaha restoran
merupakan pihak yang melakukan pemungutan dan menyetorkan hasil pajak
tersebut kepada instansi yang berwenang menerima pengumpulan hasil pajak
tersebut. Kota Pekanbaru menetapkan Pajak Restoran yang diatur melalui
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 6 Tahun 2011 sebagai pengganti
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pajak Restoran. Menurut Perda
ini yang menjadi objek pajak restoran pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
Pelayanan dalam hal ini meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau
minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat membeli
ataupun di tempat lain. Sedangkan subjek pajak pestoran adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Yang menjadi wajib
pajak restoran adalah orang pribadi atau badan sebagai pemilik atau pengusaha
restoran.
Untuk melakukan pemungutan pajak maka terdapat 3 (tiga) sistem
pemungutan pajak, diantaranya adalah sistem official assessment, sistem self
assessement, dan with holding system. Yang dimaksud dengan sistem official
assessment adalah pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala daerah
dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen
lainnya yang dipersamakan. Sedangkan jika wajib pajak menghitung, membayar,
dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang, maka cara ini disebut sistem
self assessement. Yang terakhir yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan
besarnya jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Sistem ini dikenal dengan with holding
5. 5
system. Pada pemerintah Kota Pekanbaru, sistem yang digunakan untuk
melakukan pemungutan pajak restoran adalah sistem self assessement.
III. PENELITIAN TERDAHULU
Berikut penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini:
1. Suwarno, Agus Endro & Suhartiningsih, (2008)
Penelitian yang berjudul “Efektifitas Evaluasi Potensi Pajak Daerah Sebagai
Sumber Pendapatan Asli Daerah” yang membuktikan bahwa pajak daerah
merupakan sumber pendapatan daerah yang memberikan kontribusi
cukup besar terhadap pendapatan asli daerah.
2. Poulson, Barry W & Kaplan, Jules Gordon. (2008)
Penelitian yang berjudul “State Income Taxes and Economics Growth” yang
membuktikan bahwa tarif pajak marjinal yang lebih tinggi berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara bagian di Amerika. Analisis
juga menunjukkan bahwa regresivitas yang lebih besar memiliki dampak
positif pada pertumbuhan ekonomi.
3. Lai, Ming-Ling & Choong, Kwai-Fatt. (2009)
Penelitian yang berjudul ” Self-assessment Tax System and Compliance
Complexities: Tax Practitioners’ Perspectives” yang membuktikan bahwa
sulit untuk memperkirakan hutang pajak perusahaan yang dihitung dengan
metode self assesement karena banyak perusahaan yang tidak memberikan
data pendapatan yang sebenarnya.
4. Adi, Priyo Hari & Ekaristi, Puspa Dewi. (2009)
Penelitian yang berjudul “Fenomena Ilusi Fiskal Dalam Kinerja Anggaran
Pemerintah Daerah” yang membuktikan bahwa penerimaan pemerintah dari
pajak daerah setelah otonomi daerah mengalami peningkatan yang cukup
besar.
5. Yasa, I Made, dkk. (2009)
Penelitian yang berjudul “Peranan Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Denpasar” yang
membuktikan bahwa pajak hotel dan pajak restoran secara simultan
mempengaruhi besarnya PAD Kota Denpasar.
6. Putera, Roni Ekha. (2009)
Penelitian yang berjudul “Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran Dalam
Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bukittinggi”
yang membuktikan bahwa pajak hotel dan restoran/ rumah makan di Kota
Bukittinggi memiliki potensi yang cukup besar. Penerimaan dari sektor pajak
hotel dan restoran ini memberikan kontribusi terhadap PAD Kota Bukittinggi
berkisar antara 17–20 % tiap tahunnya.
7. Tamara, D. Arshad Darulmalshah. (2009)
Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung (1999-2008)” yang
membuktikan bahwa jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), tingkat inflasi, serta jumlah industri di Kota Bandung selama
sepuluh tahun pengamatan, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan 2008,
6. 6
mempengaruhi realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung secara
signifikan.
8. Muchtholifah. (2010)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), Inflasi, Investasi Industri dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Mojokerto” yang membuktikan bahwa
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan dan
berpengaruh secara positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
9. Botlhole, Thuto Dineo. (2010)
Penelitian yang berjudul “Tax Effort and The Determinants of Tax Ratio in
Sub-Sahara Africa” ini menganalisis faktor-faktor penentu upaya pajak dan
membangun sebuah indeks upaya pajak untuk sub-Sahara Afrika selama
tahun 1990-2007. Adapun variabel utamanya adalah PDB per kapita,
keterbukaan dan sektor pertanian. Penelitian ini menemukan faktor penentu
tersebut memberikan kontribusi yang penting dalam rasio pajak secara
konsisten. Terdapat variabel yang baru digunakan adalah nilai tambah dalam
industri dan jasa yang ditemukan mempengaruhi pendapatan pajak,
sedangkan kepatuhan pajak yang baik dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas institusi adalah penting sebagai
faktor penentu.
10. Sari, Yulia Anggara. (2010)
Penelitian yang berjudul “Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah di Kota Bandung”
yang membuktikan bahwa sumbangan atau manfaat yang diberikan oleh
pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah kota Bandung dari
tahun 2002 sampai dengan 2008 sangat kurang/rendah. Secara keseluruhan
jumlah pendapatan daerah tidak hanya dipengaruhi oleh penerimaan pajak
bumi dan bangunan saja, karena masih terdapat jumlah penerimaan lainnya
yang dapat mempengaruhi jumlah pendapatan daerah.
11. Hardiningsih, Pancawati. (2011)
Penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan
membayar Pajak” yang membuktikan bahwa kesadaran membayar pajak
berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kesadaran yang dimiliki wajib pajak maka semakin
meningkatkan kemauan membayar kewajiban perpajakan.
12. Fatt, Choong Kwai & Khin, Edward Wong Sek. (2011)
Penelitian yang berjudul “A Study on Self-Assessment Tax System Awareness
in Malaysia” yang membuktikan bahwa SAS (Self Assessement System)
memberikan tanggung jawab yang berat kepada penjaja untuk memahami
sistem tersebut dan untuk mematuhi aspek administrasi perpajakan untuk
melakukan perhitungan, pembayaran pajak, dan pembukuan catatan. Hasil
yang ditemukan bahwa secara umum para pedagang yang disurvei tidak
7. 7
memiliki pengetahuan yang baik tentang mekanisme SAS, dan mereka
khawatir akan adanya audit pajak)
13. Bagito, Himawan Estu. (2011)
Penelitian yang berjudul “Pajak dan Restribusi Daerah Sebagai Sumber
Pendapatan Daerah (Studi Kasus di Kabupaten/Kota dan Pemerintahan
Provinsi di Jawa Timur) yang membuktikan bahwa Pajak dan Retribusi
Daerah sangat strategis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah (baik
kabupaten/kota maupun propinsi) khususnya sebagai indikator keberhasilan
otonomi daerah dengan aspek kemampuan keuangan daerah untuk membiayai
pelaksanaan urusan wajibnya
14. Hendrati, Martha Ignatia & Sumarsono, Hadi. (2012)
Penelitian yang berjudul “Analysis of Effectiveness and Parking Levy Gap in
Malang Regency Analysis of Effectiveness and Parking Levy Gap in Malang
Regency” yang membuktikan bahwa terdapat kesenjangan antara potensi
retribusi parkir dengan realisasinya, dimana efektifitas retribusi parkir adalah
18,87% dengan kesenjangan 81,13% dengan potensi yang dimilki.
15. Juri, H. Mat. (2012)
Penelitian yang berjudul “Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Samarinda“ yang
membuktikan bahwa pajak daerah dan retiribusi daerah berpengaruh
signifikan meningkatkan pendapatan asli daerah.
16. Nugroho, Rahman Adi & Zulaikha. (2012)
Penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan
untuk Membayar Pajak dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai
Variabel Intervening” yang membuktikan bahwa peraturan perpajakan,
pelayanan fiskus yang berkualitas, persepsi yang baik atas efektivitas sistem
perpajakan dan kesadaran membayar pajak berpengaruh signifikan terhadap
kemauan membayar pajak
17. Saez, Emmanuel, Slemrod, Joel & Giertz, Seth H. (2012)
Penelitian yang berjudul “The Elasticity of Taxable Income with Respect to
Marginal Tax Rates: A Critical Review” yang membuktikan bahwa
pemotongan tarif pajak di Amerika Serikat menyebabkan elastisitas produksi
menjadi lebih besar. Artinya, tarif pajak yang lebih rendah menyebabkan
tingkat produksi lebih tinggi.
IV. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
studi kasus. Sedangkan data dikumpulkan dengan cara wawancara,
mengumpulkan data (sekunder) secara langsung dari sumbernya dan
menyampaikan pertanyaan secara tertulis dan melakukan pengamatana terhadap
objek penelitian.
Analisis yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
yang ada adalah analisis kualitatif. Data yang dianalisis berasal dari hasil
investigasi dari aparat dari Dinas Pendapatan yang terkait dengan eksekusi
8. 8
pemungutan pajak restoran, pembuat data potensi pajak dan pihak yang
mengusulkan anggaran pajak yang diwawancara untuk mendapatkan keterangan-
keterangan yang terkait dengan permasalahan kesenjangan yang terjadi. Data lain
yang dianalisis adalah data yang bersumber dari hasil investigasi dan pengamatan
di lapangan terhadap 40 usaha rumah makan dan sejenisnya, termasuk hasil
wawancara dengan pihak yang memiliki wewenang dalam penyetoran
pajakrestoran pada usaha tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) variabel yang akan diteliti yaitu
potensi pajak restoran, anggaran pajak restoran, dan realisasi pajak restoran. Data
dari masing-masing objek tersebut adalah data dari tahun 2007 sampai dengan
2011. Adapun potensi pajak restoran yang dimaksud dalam hal ini adalah potensi
berdasarkan PDRB, potensi berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Kota
Pekanbaru dan potensi dari hasil pengamatan langsung di lapangan terhadap 40
usaha rumah makan dan sejenisnya. Sedangkan data anggaran dan realisasi
diperoleh dari Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru.
Adapun alur model penelitian yang menjadi kerangka dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Bagian dari
Kesenjangan
Gambar 1.
Model Penelitian
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Pajak Restoran
Pajak
Daerah
Retribusi
Daerah
Hasil Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
Lain-Lain PAD
yang Sah
Potensi Anggaran Realisasi
9. 9
Untuk mengetahui dan menjabarkan variabel penelitian maka indikator yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Variabel Potensi Pajak Restoran:
a. Besarnya PDRB sektor restoran (BPS Kota Pekanbaru: 2011);
b. Data potensi yang dihitung berdasarkan banyaknya WP (Perda
Kota Pekanbaru Nomor 6 Tahun 2011):
c. Data potensi yang dihitung berdasarkan hasil survey dan observasi
di lapangan terhadap 40 restoran.
2. Variabel Anggaran Pajak Restoran:
- Besarnya anggaran yang ditetapkan (Mardiasmo: 2009).
3. Variabel Realisasi Pajak Restoran:
- Besarnya realisasi penerimaan dari Pajak Restoran (Mardiasmo:
2009)
V. ASPEK KEUANGAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU
Manfaat yang didapat dari dana Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk
pembangunan Kota Pekanbaru tentunya akan terwujud jika pemerintah daerah
dapat merealisasikan target PAD menjadi anggaran yang terealisasi. Realisasi
penerimaan PAD Kota Pekanbaru adalah suatu gambaran yang menunjukkan
kinerja Pemerintahan Kota Pekanbaru dalam memperoleh penerimaan dari
berbagai sumber untuk dipergunakan dalam pembangunan di Kota Pekanbaru.
Pada Tabel 6 berikut ini dapat dilihat bahwa sejak tahun 2007 sampai
dengan 2011 PAD Kota Pekanbaru terus mengalami peningkatan. Tabel tersebut
menunjukkan Realisasi Pendapatan yang termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
Tabel 6
Realisasi Penerimaan PAD Kota Pekanbaru
Tahun 2007 s/d Tahun 2011
Komponen
PAD
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
- Pajak
Daerah
- Retribusi
Daerah
- Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang
Dipisahkan
- Lain-Lain
PAD yang
Sah
56.281.863.547
36.394.556.449
3.625.679.240
12.737.034.452
60.622.242.084
43.514.654.371
1.915.654.343
12.692.616.905
69.865.355.922
43.689.809.201
2.766.101.441
13.538.699.381
80.118.087.471
59.149.446.704
2.793.752.834
21.222.448.501
145.090.877.342
57.364.360.990
3.091.003.149
20.357.148.098
Total 109.039.133.688 118.745.167.703 129.859.965.945 163.283.735.510 255.903.389.579
Sumber : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekanbaru
10. 10
Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pajak daerah merupakan
penyumbang terbesar dari PAD Kota Pekanbaru setiap tahunnya melebihi sumber
PAD yang lain seperti retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Artinya, posisi pajak daerah sebagai
sumber pendapatan daerah cukup signifikan.
Pajak daerah tersebut terdiri dari beberapa jenis pajak. Untuk mengetahui
besarnya pajak daerah yang bersumber dari berbagai jenis pajak yang dipungut
oleh Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, maka dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7
Anggaran dan Realisasi Pajak Daerah Kota Pekanbaru Tahun 2011
No Jenis Pajak
Anggaran
(Rp)
Realisasi
(Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan Bahan
Galian Golongan C
Pajak Parkir
Pajak Air Bawah Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
PBB Perkotaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan
17.338.480.916,-
20.612.575.500,-
6.079.385.000,-
14.026.591.255,-
48.088.823.964,-
1.000.000.000,-
5.252.496.000,-
363.418.620,-
474.600.000,-
-
16.000.000.000,-
12.305.258.632,-
20.179.998.732,-
4.737.080.739,-
8.391.598.020,-
46.088.823.964,-
210.921.100,-
4.395.628.859,-
-
-
-
42.928.954.386,-
Total 129.236.371.255,- 139.238.264.432,-
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru
Berdasarkan Tabel 7 di atas terlihat jelas bahwa pajak restoran merupakan
jenis pajak yang memiliki realisasi tertinggi kedua diantara seluruh jenis pajak
yang ada. Artinya, besarnya jenis pajak ini cukup signifikan dalam memberikan
kontribusi terhadap total pajak daerah.
Dalam menjamin terselenggranya otonomi daerah yang semakin mantap,
maka diperlukan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri
yakni dengan upaya peningkatan PAD, baik dengan meningkatkan penerimaan
sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru
sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi
ekonomi masyarakat. Untuk meningkatkan PAD ini maka pajak restoran
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang diharapkan dapat dikelola
lebih baik lagi sehingga memberikan hasil yang optimal.
VI. HASIL PENELITIAN
Kesenjangan antara potensi berdasarkan PDRB dengan perhitungan potensi
dari Dinas Pendapatan Kota pekanbaru terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
11. 11
1. Tidak semua usaha yang berkaitan dengan produksi makanan dan minuman
dimasukkan ke dalam data Wajib Pajak;
2. Potensi dari Dinas Pendapatan dihitung berdasarkan data Wajib Pajak
sedangkan tidak semua usaha yang menjual makanan dan minuman terdaftar
sebagai Wajib Pajak;
3. Data Wajib Pajak tidak dimutakhirkan setiap tahunnya.
Berdasarkan survey yang dilakukan di lapangan kesenjangan antara
potensi, anggaran yang ditargetkan dan realisasi disebabkan beberapah hal
berikut:
1. Wajib Pajak menyetorkan pajak jauh lebih rendah dari pajak yang seharusnya
disetor;
2. Terdapat usaha rumah makan yang menyetorkan pajak tanpa identitas
NPWPD; dan
3. Terdapat usaha yang memiliki omzet di atas Rp. 1.250.000,- yang tidak
membayar pajak.
Selanjutnya masalah yang berkaitan dengan kesenjangan antara anggaran
yang ditargetkan dengan realisasi dari pajak restoran terjadi karena penerapan Self
Assessment System (SAS). Sistem SAS ini menyebabkan kebenaran pembayaran
pajak tergantung pada kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban
perpajakannya (Hardiningsih: 2011). Artinya, kesadaran untuk membayar pajak
dari Wajib pajak menjadi hal yang sangat penting dalam keberhasilan system
pemungutan pajak dengan SAS. Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif
terhadap kemauan membayar pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kesadaran yang dimiliki wajib pajak maka semakin meningkatkan kemauan
membayar kewajiban perpajakan (Hardiningsih: 2011). Selain itu, pengetahuan
dan pemahaman akan pertaturan perpajakan, pelayanan fiskus yang berkulaitas,
dan persepi atas efektifitas sistem perpajakan berpengaruh postif terhadap
kesadaran membayar pajak (Nugroho dan Zulaikha:2012).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian yang dilakukan di Kota Pekanbaru
berkaitan dengan Pajak Restoran, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terjadi perbedaan jumlah antara potensi Pajak Restoran yang didapat dari
data PDRB Kota Pekanbaru tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dan dari
Data Potensi yang diperoleh dari Bagian Pendataan dan Penetapan Dinas
Pendapatan Kota Pekanbaru pada jangka waktu yang sama. Berdasarkan
data tersebut, terjadi kesenjangan antara kedua potensi selama 5 (lima)
tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2011. Hal ini terjadi karena
sumber data yang digunakan berbeda dan tidak adanya pemutakhiran data
pada tahun tertentu.
2. Terjadi kesenjangan antara potensi Pajak Restoran yang dihitung oleh Dinas
Pendapatan Kota Pekanbaru dengan Anggaran Pajak Restoran yang
ditargetkan pada tahun 2007 sampai dengan 2011. Hal ini disebabkan
karena anggaran yang ditargetkan dihitung tidak hanya berdasarkan potensi
12. 12
yang ada akan tetapi mempertimbangkan berbagai faktor, diantaranya
adalah realisasi anggaran tahun sebelumnya dan permasalahan yang
dihadapi dalam penagihan realisasi anggaran tersebut. Selain itu masalah
tingkat inflasi juga menjadi dasar dalam menentukan besarnya anggaran.
3. Terjadi kesenjangan antara data realisasi pendapatan dari Pajak Restoran
dengan anggaran yang ditargetkan. Perbedaan ini menunjukkan rata-rata
kesenjangan antara anggaran dan realisasi selama lima tahun (2007-2011)
adalah 3,30% dimana realisasi secara umum lebih rendah dari pada target
anggarannya. Hal ini disebabkan karena penerapan SAS (Self Assessement
System) yang menyebabkan Wajib Pajak harus melaporkan pajak sendiri.
Hal ini berkaitan erat dengan kesadaran Wajib Pajak untuk menyetorkan
pajak secara jujur. Akan tetapi, ditemukan bahwa Wajib Pajak tidak taat
dalam melaporkan pajak yang dipungut.
4. Untuk melihat realitas yang terjadi di lapangan maka dilakukan observasi
pada 40 usaha rumah makan dan sejenisnya. Berdasarkan observasi dan
wawancara diketahui bahwa:
a. Kesenjangan antara potensi dan anggaran disebabkan karena potensi
Pajak Restoran yang dihitung oleh Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru
terlalu tinggi dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini
disebabkan karena tidak dilakukan pemutakhiran data ke lapangan.
b. Kesenjangan antara anggaran dan realisasi Pajak Restoran terjadi
karena usaha rumah makan/restoran tidak menyetorkan pajak sesuai
dengan ketentuan. Artinya, pelaku usaha sebagai Wajib Pajak
menyetorkan pajak jauh lebih rendah dari jumlah pajak yang
seharusnya disetorkan. Wajib Pajak tidak menyetorkan pajak secara
benar karena berasumsi bahwa Pajak Restoran diambil dari penghasilan
mereka. Padahal usaha rumah makan hanya sebagai pemungut
sementara yang wajib menyetorkan pajak yang dipungut kepada Dinas
Pendapatan Kota Pekanbaru. Kemudian yang menjadi pembayar pajak
adalah pembeli makanan dan minuman di rumah makan atau usaha
sejenis. Selain itu terdapat beberapa usaha rumah makan yang sudah
tutup akan tetapi masih dihitung sebagai usaha yang berpotensi
membayar pajak.
c. Terdapat temuan di lapangan dimana ada oknum yang memungut
sejumlah uang dari pihak pengusaha rumah makan namun tidak
disetorkan ke kas daerah.
VIII. IMPLIKASI
Implikasi dari hasil penelitian terhadap pemungutan Pajak Restoran di Kota
Pekanbaru antara lain:
1. Perlunya dilakukan pemutakhiran data Wajib Pajak oleh Dinas Pendapatan
Kota Pekanbaru.
13. 13
2. Dalam hal pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran perlu adanya monitoring
dari pengelola pajak daerah secara intensif dengan tujuan untuk
meningkatkan PAD.
3. Perlu dilakukan sosialisasi kepada pengusaha untuk meningkatkan kesadaran
dalam melaporkan usahanya dan menyetorkan pajak dengan jujur dan taat
hukum.
IX. SARAN-SARAN
Terkait penelitian ini, penulis memberikan rekomendasi diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kepada Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru.
Selaku pengelola pajak daerah disarankan agar meningkatkan penerimaaan
Pajak Daerah sesuai dengan potensi yang ada dapat dilakukan dengan cara:
a. Menetapkan anggaran berdasarkan potensi yang riil dengan melakukan
pemutakhiran data.
b. Menerapkan sanksi hukum yang tegas kepada wajib pajak yang tidak taat
hukum.
c. Menindak tegas para petugas pemungut/pelaksana lapangan yang
melakukan pelanggaran baik administrasi maupun keuangan dalam
memungut Pajak Restoran. Juga meningkatkan insentif agar mereka
bekerja seoptimal mungkin sehingga realisasi penerimaan Pajak Restoran
dapat tercapai dari anggaran yang telah ditetapkan.
d. Melakukan upaya yang lebih serius untuk penerimaan pemungutannya
misalnya dengan cara melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi yaitu
dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti serta
menggali sumber-sumber penerimaan Pajak Restoran yang baru juga perlu
melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pemungutan Pajak Restoran.
2. Untuk pengusaha restoran dan sejenisnya hendaknya menyetorkan pajak
sesuai dengan ketentuan. Jika terjadi pemungutan pajak yang tidak disertai
dengan pengisian formulir SPTPD hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwenang.
3. Untuk penelitian selanjutnya.
a. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak
terkait. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk membuat
questioner dengan tujuan untuk menguji kesesuaian jawaban dari Pejabat
Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru dengan kondisi nyata di lapangan.
b. Dalam penelitian ini diketahui bahwa Pajak Restoran merupakan jenis
pajak daerah dengan realisasi tertinggi ke-2 setelah Pajak Penerangan
Jalan. Peningkatan Pajak Penerangan Jalan pada tahun 2011 naik sangat
tinggi. Hal ini dapat dipertimbangkan untuk diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
14. 14
Adi, Priyo hari & Ekaristi, Puspa Dewi, Fenomena Ilusi Fiskal Dalam Kinerja Anggaran
Pemerintah Daerah, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 6 Nomor
1, Juni 2009, hlm. 1-19.
Bagito, Himawan Estu, Pajak dan Restribusi Daerah Sebagai Sumber Pendapatan
Daerah (Studi Kasus di Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Provinsi di Jawa
Timur), Perspektif Volume XVI No. 1 Tahun 2011 Edisi Januari, hlm. 12-30.
Botlhole, Thuto Dineo, Tax Effort and The Determinants of Tax Ratio in Sub-Sahara
Africa, International Conference On Applied Economics, ICOAE 2010, page
101-113.
Ritonga, Irwan Taufiq, 2010, Metoda Penghitungan Potensi PAD, LKMPD, Yogyakarta.
Halim, Abdul dan Mujib, Ibnu, 2009, Problem Desentralisasi dan Perimbangan
Keuangan Pemerinthan Pusat-Daerah Peluang dan Tantangan dalam
Pengelolaan Sumber Daya Daerah, Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta
Fatt, Choong Kwai & Khin, Edward Wong Sek, A Study on Self-Assessment Tax System
Awareness in Malaysia, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 2011,
5(7): page 881-888.
Hardiningsih, Pancawati, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar
Pajak, Dinamika Keuangan dan Perbankan, Volume 3 Nomor 1, November 2011,
hlm. 126-142.
Hendrati, Martha Ignatia & Sumarsono, Hadi, Analysis of Effectiveness and Parking Levy
Gap in Malang Regency, Journal of Economics, Business, and Accountancy
Ventura Volume 15, No. 1, April 2012, hlm. 71 – 80.
Juri, H. Mat, Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Samarinda, Jurnal Eksis Volume 8 Nomor
1, Maret 2012: hlm. 2001 – 2181.
Lai, Ming-Ling, Self-assessment Tax System and Compliance Complexities: Tax
Practitioners’ Perspectives, St. Hugh’s College, Oxford University, Oxford, UK,
June 2009, page 24-26.
Mardiasmo, 2009, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Muchtholifah, Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi, Investasi
Industri dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Mojokerto, Jurnal Ilmu Ekonomi PembangunanVol.I No.1. 2010.
Nugroho, Rahman Adi & Zulaikha, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan untuk
Membayar Pajak dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai Variabel
Intervening, Diponegoro Journal of Accounting, Volume 1, Nomor 2, Tahun
2012, hlm. 1-11.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran.
15. 15
Poulson, Barry W & Kaplan, Jules Gordon, State Income Taxes and Economics
Growth, Cato Journal, Vol. 28, No. 1 (Winter 2008), page 53-71.
Putera, Roni Ekha, Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran Dalam Rangka
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Bukittinggi, Spirit
Publik Volume 5, Nomor 1, April 2009, Hlm: 85 – 98.
Rahim, Syamsuri, Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah Dalam
Membiayai Belanja Daerah, Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 3, Nomor 2
Mei-Juli 2008, hlm. l630-1648.
Saez, Emmanuel, Slemrod, Joel & Giertz, Seth H., The Elasticity of Taxable Income with
Respect to Marginal Tax Rates: A Critical Review, Journal of Economic
Literature 2012, 50:1, page 3–50.
Sari, Yulia Anggara, Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan terhadap Pendapatan Daerah di Kota Bandung, Jurnal Wacana
Kinerja, Volume 13 No.2, November 2010, hlm. 173-185.
Soemitro, Rochmat,1998, Azas dan Dasar Perpajakan Jilid I, Refika Aditama, Bandung.
Suwarno, Agus Endro & Suhartiningsih, Efektifitas Evaluasi Potensi Pajak Daerah
Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah, Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Volume 7, Nomor 2, September 2008, hlm. 162-173.
Tamara, D. Arshad Darulmalshah, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung (1999-2008), Ekspansi: Jurnal
Ekonomi, Keungan, Perbankan dan Akuntansi, Volume 1, Nomor 2, November
2009, hlm.151-172.
Tarigan, Keriahen, Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan Sektor-Sektor Berpotensi yang Dapat Dikembangkan di Pemerintah Kota
Medan, Wahana Hijau: Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.2,
No.3, April 2007, hlm. 156-167.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Rertibusi
Daerah.
Yasa, I Made Sedana, Suwintana, I Ketut & Handayani, Luh Nyoman Chandra, Peranan
Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Denpasar, Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan, Vol 5, No.3 ,
November 2009, hlm. 188-194.