5. month 1 month 2 month 3 month 4 month 5
0
10
20
30
40
50
K A S U S
6. KOREKSI ATAS PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PPN YANG
DILAPORKAN PEMOHON BANDING MENJADI PENYERAHAN YANG
TERUTANG PPN SEBESAR Rp71.387.251.943
ALASAN BANDING
Menurut Terbanding
Keputusan Keberatan dengan Nomor KEP-00290/KEB/WPJ.19/2017 tanggal
10 Maret 2017 untuk Masa Pajak April 2013, pihak Terbanding telah
melakukan koreksi atas penyerahan yang seharusnya dipungut sendiri
dengan perhitungan sebagai berikut:
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri cfm pemohon
Banding =Rp 1.819.242.729.940
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri cfm Terbanding =RP
1.889.429.381.146
Koreksi =Rp 70.186.651.206
7. ALASAN BANDING
Menurut Pemohon Banding
Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh
Terbanding yang menganggap bahwa Penyerahan Jasa International
Incoming Call yang dilakukan Pemohon Banding adalah penyerahan yang
terutang PPN.
Adapun penjelasan dari Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Penyerahan Jasa /nternaf/.ona/ /noom/.ng Ca// adalah penyerahan jasa
yang tidak terhutang PPN
Penyerahan Jasa International Incoming Call bukan merupakan
penyerahan yang tidak terhutang PPN sebagaimana diatur dalam PMK
78/PMK.03/2010 tanggal 1 April 2010
8. KOREKSI PAJAK MASUKAN ATAS FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN
SEBELUM TANGGAL PEMBERITAHUAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
(NSFP) SEBESAR Rp266.057.667
ALASAN BANDING
Menurut Terbanding
Keputusan Keberatan dengan Nomor: KEP-00290/KEB//VPJ.19/2017
tanggal 10 Maret 2017 untuk Masa Pajak April 2013, pihak Terbanding telah
melakukan koreksi Pajak Masukan atas faktur pajak yang diterbitkan
sebelum tanggal pemberitahuan nomor seri faktur pajak (nsfp) sebesar
Rp266.057.667 dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak nomor PER-24/PJ/2012
sebagaimana telah diubah dengan PER-08/PJ/2013 diatur bahwa dalam
hal PKP melakukan pengisian kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan
Direktur Jendral Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan
merupakan Faktur Pajak tidak lengkap.
9. KOREKSI PAJAK MASUKAN ATAS FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN
SEBELUM TANGGAL PEMBERITAHUAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
(NSFP) SEBESAR Rp266.057.667
ALASAN BANDING
Menurut Terbanding
Bahwa Terbanding berpendapat bahwa Faktur Pajak Masukan yang
diterbitkan sebelum tanggal pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak
(NSFP) yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pajak merupakan faktur
pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau
tidak sesungguhnya sehingga merupakan faktur pajak tidak lengkap.
Pengkreditan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 9
ayat (8), Pasal 13 ayat (5), Pasal 13 ayat (8), dan Pasal 13 ayat (9) UU PPN,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 dan Peraturan
Direktur Jendral Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012 sebagaimana telah
diubah dengan PER-08/PJ/2013.
10. ALASAN BANDING
Menurut Pemohon Banding
Bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pajak Masukan
atas faktur pajak yang diterbitkan sebelum tanggal pemberitahuan
nomor seri faktur pajak (NSFP) sebesar Rp266.057.667 karena Faktur
Pajak yang Pemohon Banding terima atas perolehan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak telah diisi sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) sebagaimana data terlampir
Bahwa dalam pasal 7 ayat (2) PER-24/PJ/2012, hanya diatur nnengenai
kode dan nomor seri Faktur Pajak yang djtentukan oleh Direktorat
Jendral, tidak ditentukan tanggal dimulainya Nomor Seri Faktur Pajak
boleh digunakan.
Bahwa selain itu Pemohon Banding sebagai Pembeli Barang Kena
Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak telah melakukan semua pemenuhan
kewajiban, yaitu melakukan pembayaran PPN kepada Rekanan
(supplier/vendor) atas pembelian Barang Kena Pajak /pemakaian Jasa
Kena Pajak;
12. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 32641
Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2OO9 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 150,
TambahanLembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5069), sebagai berikut:
(1) Dihapus.
(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan
13. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021
Nilai, yakni barang tertentu dalam kelompok barang, sebagai berikut:
a. dihapus;
b. dihapus;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan
retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
d. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat
berharga.
14. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:
a. dihapus;
b. dihapus;
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus;
f. jasa keagamaan;
h. jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja
seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah;
15. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021
i. dihapus;
j. dihapus;
k. dihapus;
l. jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan
di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan
yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat
disediakan oleh bentuk usaha lain;
n. jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan
16. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2021
tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola
tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
o. dihapus;
p. dihapus; dan
q. jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan
dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah.
17. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 7 UU No. 7 Tahun 2021
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:
a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b. sebesar 12 % (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal
1 Januari2025.
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat diubah
menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen).
(4) Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah
kepada Dewan Perwakilan Ratryat Republik Indonesia untuk dibahas dan
18. Reviu Teori
PPN
BAB IV Pasal 7 UU No. 7 Tahun 2021
disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
19. Reviu Teori
KEBERATAN
BAB II Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2021
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak
atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak
dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
20. Reviu Teori
KEBERATAN
BAB II Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2021
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim
surat ketetapanpajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
(3a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
sebelum surat keberatan disampaikan.
(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.
21. Reviu Teori
KEBERATAN
BAB II Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2021
(5) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda
pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan
pajak.
(7) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak
yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggalpenerbitan Surat Keputusan Keberatan.
22. Reviu Teori
KEBERATAN
BAB II Pasal 25 UU No. 7 Tahun 2021
(8) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
(9) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
(10) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif
berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
tidak dikenakan.
23. Reviu Teori
BANDING
BAB II Pasal 27 UU No. 7 Tahun 2021
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1).
(2) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan
sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat
Keputusan Keberatan tersebut.
(4) Dihapus.
24. Reviu Teori
BANDING
BAB II Pasal 27 UU No. 7 Tahun 2021
(4a) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan
banding, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis
hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak permintaan tertulis diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(5) Dihapus.
(5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (71,
atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding.
25. Reviu Teori
BANDING
BAB II Pasal 27 UU No. 7 Tahun 2021
(5b) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).
(5c) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding
tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dan ayat (1a) sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.
26. Reviu Teori
PENINJAUAN KEMBALI
BAB II Pasal 27 UU No. 7 Tahun 2021
(5d) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 60% (enam puluh persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak
(5e) Dalam hal Wajib Pajak atau DirekturJenderal Pajak
mengajukan permohonan peninjauan kembali, pelaksanaan putusan Pengadilan
Pajak tidak ditangguhkan atau dihentikan.
(5f) Dalam hal Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah, dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan
Peninjauan Kembali dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
27. Reviu Teori
PENINJAUAN KEMBALI
BAB II Pasal 27 UU No. 7 Tahun 2021
(5g) Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(50) diterbitkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterima Putusan
Peninjauan Kembali oleh Direktur Jenderal Pajak.
29. Reviu Teori
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
1. Keberatan
Dikategorikan keberatan apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa ketetapan jumlah
rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana
mestinya. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan kepada Direktorat
Jenderal Pajak atas suatu penerimaan:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
e. Pemotongan pajak oleh pihak ketiga sesuai peraturan
Surat Keberatan oleh Wajib Pajak dapat disampaikan secara langsung, pos maupun
online (e-Filing) melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak atau Penyedia Jasa
Aplikasi Perpajakan resmi.
Tanda bukti telah diterimanya Surat Keberatan berupa tanda penerimaan surat dari
petugas pajak, bukti pengiriman surat melalui pos dan bukti penerimaan elektronik.
30. Reviu Teori
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
2. Gugatan
Gugatan merupakan upaya hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang dilakukan Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan pajak
yang ditagih atau terhadap keputusan yang dapat diajukan.
Berbeda dengan prosedur keberatan, Gugatan disampaikan kepada Pengadilan
Pajak yaitu Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagian
Wajib Pajak pencari keadilan terhadap sengketa pajak. Pengadilan pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutuskan perkara sengketa pajak. Maka dari itu putusan Pengadilan Pajak tidak
dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau
Badan Peradilan lain. Kecuali putusan yang berupa “tidak dapat diterima”
menyangkut kewenangan.
Ruang Lingkup Gugatan
Wajib pajak dapat mengajukan gugatan terhadap:
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang
1.
Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak
2.
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan
3.
31. Reviu Teori
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
3. Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak sesuai peraturan
perundangan atas ketidakpuasannya terhadap keputusan Direktur Jenderal
Pajak adalah permohonan banding kepada pengadilan pajak.
Ruang Lingkup Banding
Apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai pajak dalam Surat
Keputusan Keberatan, wajib pak hanya dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan yang berlaku.
32. Reviu Teori
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
4. Peninjauan Kembali
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan permohonan peninjauan
kembali hanya satu kali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah
Agung. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
Ruang Lingkup Peninjauan Kembali
Permohonan dapat diajukan dengan alasan:
Putusan pengadilan didasarkan pada suatu kebohongan pihak lawan
berdasarkan bukti-bukti yang kemudian dinyatakan palsu oleh hakim pidana
1.
Bukti tertulis baru yang dapat menghasilkan putusan berbeda
2.
Bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya
3.
Putusan yang senyatanya tidak sesuai peraturan perundangan
4.
33. PT. Indosat, Tbk
PT. Indosat Tbk (ISAT) didirikan oleh Pemerintah pada tanggal
20 November 1967 sebagai perusahaan investasi asing untuk
menyediakan layanan telekomunikasi internasional di
Indonesia dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan
September 1969 untuk membangun, mengalihkan dan
mengoperasikan International Telecommunications Satellite
Organization, atau Intelsat, stasiun bumi di Indonesia untuk
mengakses satelit Intelsat’s Indian Ocean Region. Perusahaan
menyediakan layanan selular, prabayar dan pascabayar, melalui
produk merek Indosat Mobile, IM3 yang didukung oleh Indosat
dan Indosat Internet, layanan telekomunikasi tetap.
TENTANG PERUSAHAAN
34. PT Indosat Tbk didirikan di Indonesia pada tanggal
10 November 1967 sebagai perusahaan penanaman
modal asing yang menyediakan layanan
telekomunikasi internasional di Indonesia
1967
Menjadi perusahaan public yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia dan New York Stock Exchange.
1980
Sejarah Perusahaan
1995
Indosat mendirikan telkomsel, Perusahaan Patungan
bersama PT. Telkom.
2001
Masuk dipasar selular indonesia melalui akuisisi
mayoritas saham satelindo dan pendirian PT. Indosat
Multimedia Mobile
2008
Ooredoo mengakuisisi kepemilikan STT di PT. Indosat,
Tbk yang memicu penawaran tender wajib. Ooredoo
merupakan perusahaan terbuka yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh negara Qatar.
2013
Secara sukarela melakukan penghapusan
pencatatan atas ADS dari Bursa New York dan
hanya tercatat di BEI
2014
Peluncuran Layanan Digital Indosat yang
berfokus pada platform digital dibidang
keuangan, periklanan dan e-commerce.
2015
Peluncuran identitas baru menjadi Indosat
Ooredoo dan peluncuran layanan komersial 4G-
LTE yang pertama di Indonesia.
2016
Merombak industri melalui penawaran yang
sederhana dan transparan sehingga pelanggan
dapat leluasa menikmati layanan digital.
2019
Cakupan jaringan 4G Indosat Ooredoo di
Indonesia melonjak kurang lebih 90% sejalan
dengan strategi untuk menjadi perushaan Telco
Digital Indonesia yang terkemuka.
38. Rancangan Penggabungan Usaha, telah
disiapkan oleh Direksi dan disetujui oleh
Dewan Komisaris dari masing-masing
Indosat dan H3I, keduanya pada
0113256-0000016 SNO1:
2002326495.10 27 tanggal 16 September
2021, secara berturut-turut. Setelah
mendapatkan persetujuan dari Dewan
Komisaris dari H3I dan Indosat,
Rancangan Penggabungan Usaha harus
disetujui oleh RUPSLB dari masing-
masing Indosat dan H3I. Informasi lebih
lanjut tentang RUPSLB Indosat tersedia
di Bab V tentang Persyaratan
Penggabungan Usaha dan Prosedur
Pemungutan Suara.
39. Penggabungan Usaha antara Indosat dan H3I merupakan
penggabungan antara dua perseroan terbatas, untuk membentuk
Perusahaan Penerima Penggabungan yang menimbulkan efisiensi
operasional, efisiensi ekonomi dan pengurangan biaya. Indosat akan
menjadi Perusahaan Penerima Penggabungan dan H3I akan bubar demi
hukum setelah Penyelesaian Penggabungan.
Pemegang saham Indosat akan memiliki 67,4% modal ditempatkan
Perusahaan Penerima Penggabungan segera setelah Penyelesaian
Penggabungan. Dengan demikian, sebagai akibat dari Penggabungan
Usaha, persentase kepemilikan saham pemegang saham Indosat di
Perusahaan Penerima Penggabungan akan terdilusi;
40. menyajikan status setelah Penyelesaian Penggabungan setelah saham Perusahaan Penerima
Penggabungan yang diterbitkan kepada CAC dan HAT telah dialihkan menjadi kepada HoldCo, dan
Ooredoo South East Asia telah mengalihkan dan HoldCo telah menerbitkan saham pada HoldCo
kepada CK Hutchison Indonesia, sehingga, setelah Penyelesaian Penggabungan, Ooredoo South East
Asia dan CK Hutchison Indonesia masing-masing akan memegang 50 persen dari, dan secara
bersama-sama mengendalikan, HoldCo yang kemudian akan memegang 65,64 persen saham di
Perusahaan Penerima Penggabungan.
41. PT Indosat Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia resmi
bergabung menjadi satu pada 4 Januari 2022. Aspek-aspek
perpajakan yang timbul akibat aksi korporasi tersebut akan
menjadi potensi pajak bagi negara indonesia dan menjadi
perhatian bagi pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP). Para pemegang saham menyetujui aksi korporasi
tersebut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPSLB). Penggabungan usaha akan menciptakan sinergi
operasional yang menguntungkan konsumen dan
menghasilkan nilai bagi pemegang saham. Selain itu,
penggabungan usaha menghasilkan perusahaan dengan
skala yang lebih besar dan struktur biaya yang lebih efisien.
42. Saat ini, Grup Ooredoo, melalui Ooredoo Asia menjadi
pemegang pengendali Indosat dengan menggenggam 65%
saham. Dalam kesepakatan, CK Hutchison akan menerima
saham baru yang diterbitkan Indosat sebesar 21,8%, dan PT
Tiga Telekomunikasi Indonesia 10,8% saham dari Indosat
Ooredoo Hutchison. (“Merger Indosat Dan Tri Efektif 4
Januari 2022.
46. Rasio
Finansial
Analisis :
Current rasio menunjukkan bahwa nilai aset lancar ISAT hanya bisa
mengcover 0,5kali dari hutang lancarnya. Hal ini belum dapat dinyatakan
cukup kuat pada rasio ini.
DER menunjukkan bahwa pada tahun 2022 sudah mengalami perubahan
yang lebih baik dari 2 tahun sebelumnya Sehingga nilai ekuitas
perusahaan cukup untuk melunasi hutang perusahaan.
Rasio hutang bersih terhadap EBITDA tahun menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar utangnya dalam
waktu relatif singkat (sekitar 0,6 kali EBITDA). Ini bisa dianggap sebagai
indikasi keuangan yang kuat dan kemampuan untuk mengelola beban
utang dengan baik.
Rasio ini menunjukkan bahwa ISAT memiliki utang sebanyak 0,7 kali dari
total asetnya. Secara umum, semakin rendah DTAR, semakin sedikit
ketergantungan perusahaan pada utang untuk mendanai asetnya. Angka
0,7 menunjukkan bahwa 70% dari aset perusahaan dibiayai melalui modal
sendiri atau sumber pendanaan selain utang.
47. Rasio
Operasional
Analisis :
Operating profit (loss) to revenue menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menghasilkan laba operasional
sebesar 22.7% dari total pendapatan operasionalnya. Ini adalah indikator penting dari efisiensi operasional
perusahaan. Semakin tinggi margin laba operasional, semakin efisien perusahaan dalam mengelola biaya
operasionalnya dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.
Rasio kedua ini menunjukkan bahwa sebesar 37.4% dari ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik
entitas berasal dari laba operasional perusahaan. Ini memberikan gambaran tentang seberapa besar laba
operasional berkontribusi terhadap keuntungan yang dapat dibagikan kepada pemilik.
Operatin profit pada total assset menunjukkan bahwa laba operasional perusahaan mencapai sekitar 9.3% dari
total asetnya. Ini memberikan gambaran tentang efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba dari
penggunaan asetnya. Hasil ini menurun dibandingkan dengan tahun 2020.
Rasio EBITDA Margin, memberikan gambaran tentang seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan laba
operasional relatif terhadap pendapatan.
Rasio ini menunjukkan bahwa sekitar 10.1% dari ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas
berasal dari laba bersih perusahaan. Ini memberikan gambaran tentang seberapa besar laba bersih
berkontribusi terhadap keuntungan yang dapat dibagikan kepada pemilik.
Rasio Pengembalian Modal yang Dapat Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Indukmenunjukkan bahwa
perusahaan menghasilkan keuntungan sebesar 16.7% dari modal yang diinvestasikan oleh pemilik entitas induk.
Ini memberikan gambaran tentang seberapa efisien perusahaan dalam menggunakan modal tersebut untuk
menghasilkan laba.
Rasio terakhir ini menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan keuntungan sebesar 4.1% dari total aset yang
dimilikinya. Ini memberikan gambaran tentang seberapa efisien perusahaan dalam menggunakan asetnya
untuk menghasilkan laba. Rasio yang lebih tinggi menunjukkan efisiensi yang baik dalam penggunaan aset
untuk menghasilkan keuntungan.
49. Analisis &
Pembahasan
Analisa Kasus
Pada dasarnya kasus yang melibat antara PT
Indosat dengan DJP yaitu disebabkan oleh PT
Indosat mengajukan banding terhadap keputusan
DJP atas SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar Pajak) yang menurut PT Indosat tidak sesuai.
50.
51.
52. Menimbang bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar a quo, Pemohon
Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor 379/EON-EONE/FIN/16
tanggal 29 Maret 2016 dan dengan Keputusan Terbanding
Nomor KEP- 00290/KEB//VPJ.19/2017 tanggal 10 Maret 2017 permohonan
Pemohon Banding tersebut ditolak dan mengurangkan jumlah pajak yang
lebih dibayar, dengan rincian sebagai berikut:
53. Atas perhitungan tsb, maka PT Indosat yang disini sebagai Pemohon banding
mengajukan Permohonan Banding dengan ringkasan alasan sebagai berikut:
ALASAN PERMOHONAN BANDING
KOREKSI ATAS PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PPN YANG DILAPORKAN
PEMOHON BANDING MENJADI PENYERAHAN YANG TERUTANG PPN SEBESAR
Rp71.387.251.943,00
54.
55. Menurut Pemohon Banding
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh
Terbanding yang menganggap bahwa Penyerahan Jasa /ntemaffona/ /ncom/'r)g
Ca// yang dilakukan Pemohon Banding adalah penyerahan yang terutang PPN.
Adapun penjelasan dari Pemohon Banding adalah sebagai berikut:
Penyerahan Jasa Interrnational Incoming Call adalah penyerahan jasa yang
tidak terhutang PPN.
Penyerahan Jasa International Incoming Call bukan merupakan penyerahan
yang tidak terhutang PPN sebagaimana diatur dalam PMK 78/PMK.03/2010
tanggal 1 April 2010.
56. KOREKSI PAJAK MASUKAN ATAS FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN
SEBELUM TANGGAL PEMBERITAHUAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
(NSFP) SEBESAR Rp266.057.667,00
57. KOREKSI PAJAK MASUKAN ATAS FAKTUR PAJAK YANG DITERBITKAN
SEBELUM TANGGAL PEMBERITAHUAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
(NSFP) SEBESAR Rp266.057.667,00
60. Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, berikut Pemohon Banding
sajikan kembali perhitungan SKPLB, SK Keberatan, dan Permohonan
Banding yang Pemohon Banding ajukan pada tabel di bawah ini:
bahwa berdasarkan perhitungan dan penjelasan yang telah
Pemohon Banding sampaikan di atas, Pemohon Banding memohon
kepada Majelis yang terhormat untuk dapatlah kiranya membatalkan
koreksi yang dilakukan oleh Terbanding sehingga merubah pajak
terutang dari semula Lebih bayar Rp23.581.765.466,00 menjadi Lebih
bayar Rp30.866.504.290,00
61. Petimbangan
Pengadilan
Pajak
Mengabulkan
Seluruh
Permohonan
Banding
Menurut Majelis alasan pihak DJP terkait koreksi atas Faktur
Pajak tidak lengkap tidak lah benar karena tata cara
penerbitan Faktur Pajak telah sesuai dengan ketentuan
perpajakan dan tersebut tidak mengatur secara spesifik
bahwa penerbitan Faktur Pajak oleh PKP
Penjual/vendor/lawan transaksi harus mendapatkan kode
dan nomor seri dari Terbanding terlebih dahulu sehingga
koreksi tersebut tidak dapat dipertahankan
Berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan, penjelasan
Terbanding dan Pemohon Banding dalam persidangan,
bukti-bukti yang dilampirkan serta data yang ada dalam
berkas permohonan banding, Majelis berkesimpulan bahwa
koreksi Terbanding atas jasa interkoneksi Traffic Incoming
Call (interkoneksi internasional) sebesar Rp70.186.651.206,00
juga tidak dapat dipertahankan karena interkoneksi
internasional berada diluar daerah pabean sehingga tidak
dikenakan tarif ppn.
64. Pertimbangan
Mahkamah
Agung
Alasan-alasan permohonan dari Pemohon
Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan
karena bersifat pendapat yang tidak bersifat
menentukan karena tidak terdapat putusan
Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91
huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
Sehingga Peninjauan
Kembali tersebut adalah harus ditolak dan yang
masih harus dibayar dihitung kembali menjadi
lebih bayar sebesar Rp30.866.504.290,00.
65. Analisa Kasus
Pajak menurut
Kelompok 2 DASAR HUKUM DJP (TERBANDING)
Pasal 1 Angka 5 UU PPN
DJP No.PER-24/PJ/2012
DJP No.PER-08/PJ/2013
PMK 84/PMK.03/2012
DASAR HUKUM PY INDOSAT (PEMOHON BANDING)
Surat Penegasan S-56/PJ.322/1998
UU PPN Pasal 4 ayat 1
DJP SE-01/PJ.54/2000
PMK 78/PMK.03/2010
UU PPN Pasal 4A dan Pasal 16B
PER-24/PJ/2012
66. Analisa Kasus
Pajak menurut
Kelompok 2
Dari dasar Peraturan dan undang-undang yang yang digunakan oleh terbanding
dan pemohon banding, dapat disimpulkan bahwa PT Indosat telah memenuhi
kewajiban pajaknya sebagai PKP dan mentaati UU PPN dan PMK yang berlaku.
Adapun komponen yang di perselisihkan oleh kedua belah pihak dapat dsimpulkan
sebagai berikut:
67. Analisa Kasus
Pajak menurut
Kelompok 2
Jasa Interkoneksi Internasional Call yang menjadi perselisihan antara terbanding
dan pemohon banding, disini PT Indosat sebelumnya telah melampirkan surat
penegasan dengan nomor Surat Penegasan S-56/PJ.322/1998, telah menegaskan
bahwa internasional traffic incoming call dimana termasuk jasa berada diluar
PABEAN dan jasa tersebut tersebut diserahkan secara serentak oleh penyelenggara
telekomunikasi diluar negeri.
Dalam hal ini PT Indosat mempunyai dasar yang kuat dalam menyatakan bahwa
Jasa Interkoneksi Internasional Call merupakan jasa tidak terutang PPN.
Jasa Interkoneksi Internasional Call
68. Analisa Kasus
Pajak menurut
Kelompok 2
Pada komponen ini, PT Indosat dan DJP menggunakan dasar hukum yang sama
yakni DJP No.PER-24/PJ/2012. Namun DJP juga menambahkan dasar hukum
terbaru yakni DJP No.PER-08/PJ/2013. Yang menjadi perdebatan disini DJP
mengkalim bahwa Faktur pajak yang diterbitkan oleh PT Indosat. Namun
sanggahan yang diberikan oleh PT Indosat dapat diterima karena pada peraturan
sebelumnya yakni PER-24/PJ/2012 didalamnya hanya mengatur terkait kode faktur
pajak dan tidak mengulas tentang kelengkapan dari faktur pajak tsb. Hal ini juga
menjadi dasar yang beralasan mengapa Majelis MA memenangkan PT Indosat.
Nomor seri Faktur Pajak
69. Analisa Kasus
Pajak menurut
Kelompok 2
Dari dua komponen diatas, menurut kelompok kami, kami setuju dengan
keputusan MA untuk memenangkan Permohonan banding PT Indosat atas
SKPLB yang diterbitkan oleh DJP dengan koreksi yang dilakukan PT Indosat
karena alasannya jelas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku diantaranya
UU PPN Pasal 4 ayat 1, DJP SE-01/PJ.54/2000, PMK 78/PMK.03/2010 UU PPN
Pasal 4A dan Pasal 16B PER-24/PJ/2012. Perusahaan juga memiliki dasar hukum
lainnya berdasarkan Surat Penegasan S-56/PJ.322/1998yang di lampirkan pada
saat berpekara pada kasus ini.
71. Kesimpulan & Saran
ASPEK KEUANGAN
Secara umum posisi keuangan entitas th 2022 cukup baik, kinerja penjualan entitas
meningkat signifikan menjadi sebesar Rp. 40,2 T, naik lebih dari 58% dibandingkan th 2021,
sekaligus membukukan Laba sebesar 17% atau sebesar Rp. 6,8 T.
Namun ada catatan untuk kondisi th 2021, dimana ;
- Kinerja keuangan entitas periode th 2020 dan th 2021 tidak seperti th 2022, dimana th
2021 entitas memiliki laba tipis, itu pun diperoleh bukan karena peningkatan kinerja,
melainkan dari hasil penjualan aset menara telekomunikasi dengan cara sales &
leaseback yang menimbulkan keuntungan signifikan sebesar Rp. 6,3 T, tanpa
keuntungan tersebut Laba th 2021 sangat tipis bahkan mungkin mengalami
kerugian seperti th 2020.
- Th 2021, RUPSLB terkesan “memaksa” untuk membagikan dividen sebesar Rp. 9 T.
Padahal manajemen memiliki kebutuhan modal kerja dan melakukan penarikan
pinjaman (revolving loan) dari plafond yang sudah disepakati untuk kebutuhan modal
kerja.
Seharusnya pembagian Dividen dapat ditunda dulu, atau dilakukan dengan nilai yang lebih
rendah. Sehingga pengelolaan dana entitas bisa lebih efisien, termasuk menghindari biaya
yang tidak perlu seperti timbulnya bunga pinjaman.
Penjualan aset menara telekomunikasi juga terkesan dipaksakan, karena jadi timbul biaya
sewa kembali terhadap menara tersebut (yang sebelumnya milik sendiri), walaupun dengan
dalih memperoleh dana untuk ekspansi.
72. Kesimpulan & Saran
ASPEK PERPAJAKAN
KEP-00290/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Maret 2017
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian pembahasan sebelumnya, bahwa pokok
perkara dalam sengketa ini adalah perbedaan jumlah DPP PPN yang harus dipungut sendiri,
sebesar
Rp. 70 M dan Jumlah PPN Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp. 266 Jt.
Sengketa tersebut berlanjut hingga masuk pada tahapan Peninjauan Kembali dan telah
diputuskan bahwa Pengadilan mengabulkan
Bahwa jasa interkoneksi International Incoming Call merupakan jasa yang tidak termasuk 17
(tujuh belas) Jasa Tertentu karena jasa tersebut secara nyata-nyata dikonsumsi oleh
konsumen yang berada di luar Daerah Pabean Indonesia, namun dapat dimaknai merupakan
ekspor Jasa Kena Pajak dengan tarif PPN 0% (nol persen), dan oleh karenanya koreksi
Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat
dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 berikut Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, juncto Pasal 4 ayat (1) huruf c
dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
73. Kesimpulan & Saran
ASPEK PERPAJAKAN
KEP-00290/KEB/WPJ.19/2017 tanggal 10 Maret 2017 bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan
pendapat Terbanding bahwa dalam
interkoneksi internasional incoming call
operator luar negeri menggunakan fasilitas
berupa point of interconnection, kabel fiber
optic, Base Station Controller, MSC, dan BTS dan
peralatan telekomunikasi lainnya yang dimiliki
Pemohon Banding dan berlokasi di dalam
daerah pabean, karena international incoming
call adalah percakapan yang dilakukan
pelanggan provider di luar negeri yang berada
di luar negeri kepada pelanggan provider di
Indonesia melalui fasilitas jaringan provider di
luar negeri dan juga fasilitas jaringan milik
Pemohon Banding
Dalam traffic international incoming call
sesungguhnya yang memanfaatkan fasilitas
jaringan telekomunikasi Pemohon Banding
adalah pelanggan provider luar negeri yang
berada di luar negeri.
Agar pelanggan di luar negeri dapat melakukan
percakapan intenational ke Indonesia, maka
Pemohon Banding dan operator luar negeri
wajib menyediakan interkoneksi agar jaringan
Pemohon Banding dan jaringan operator luar
negeri terhubung sehingga tersedia sarana jasa
telekomunikasi international kepada pelanggan,
jaringan Pemohon Banding dan jaringan
operator luar negeri disambungkan di titik
interkoneksi (point of interconnection);
74. Thank You
Thank you for your attention during the presentation.
Hopefully the information is useful!