Dalam perkembangan kebahasaan, kata ijarah itu
dipahami sebagai "akad" ( العقد ) yaitu akad (pemilikan) terhadap
berbagai manfaat dengan imbalan العقد على المنافع بعوض ) ) atau akad
pemilikan manfaat dengan imbalan, yakni kontrak kerja dan sewa menyewa.
Dalam perkembangan kebahasaan, kata ijarah itu
dipahami sebagai "akad" ( العقد ) yaitu akad (pemilikan) terhadap
berbagai manfaat dengan imbalan العقد على المنافع بعوض ) ) atau akad
pemilikan manfaat dengan imbalan, yakni kontrak kerja dan sewa menyewa.
Disusun oleh :
Kelas 6D-MKP
Hera Aprilia (11012100601)
Ade Muhita (11012100614)
Nurhalifah (11012100012)
Meutiah Rizkiah. F (11012100313)
Wananda PM (11012100324)
Teori ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas
Matakuliah : KEPEMIMPINAN
Dosen : Dr. Angrian Permana, S.Pd.,MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
Implementasi transformasi pemberdayaan aparatur negara di Indonesia telah difokuskan pada tiga aspek utama: penyederhanaan birokrasi, transformasi digital, dan pengembangan kompetensi ASN. Penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk membuat ASN lebih lincah dan inovatif dalam pelayanan publik melalui struktur yang lebih sederhana dan mekanisme kerja baru yang relevan di era digital. Transformasi digital memerlukan perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem kerja di instansi pemerintah, yang meliputi penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, pengembangan kompetensi ASN mencakup penyesuaian sistem kerja yang lebih lincah dan dinamis, didukung oleh pengelolaan kinerja yang optimal serta pengembangan sistem kerja berbasis digital, termasuk penyederhanaan eselonisasi.
Reformasi Birokrasi Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2020-2024Universitas Sriwijaya
Selama periode 2014-2021, Kementerian Pertanian Indonesia mencapai beberapa keberhasilan, termasuk penurunan jumlah penduduk miskin dari 11,5% menjadi 9,78%. Ketahanan pangan Indonesia juga meningkat, dengan peringkat ke-13 di Asia Pasifik pada tahun 2021. Berdasarkan Global Food Security Index, Indonesia naik dari peringkat 68 pada tahun 2021 ke peringkat 63 pada tahun 2022. Meskipun ada 81 kabupaten dan 7 kota yang rentan pangan pada tahun 2018, volume ekspor pertanian meningkat menjadi 41,26 juta ton dengan nilai USD 33,05 miliar pada tahun 2017. Walaupun pertumbuhan ekonomi menurun 2,07% pada tahun 2020, ini membuka peluang untuk reformasi dan restrukturisasi di berbagai sektor.
THE TRADISIONAL MODEL OF PUBLIC ADMINISTRATION model tradisional administras...Universitas Sriwijaya
Model tradisional administrasi publik tetap menjadi teori manajemen
sektor publik yang paling lama dan unsur – unsurnya tidak hilang dalam
sekejap, namun teori ini kini dianggap kuno dan kebutuhan masyarakat yang
berubah dengan cepat.
Sistem Administrasi sebelumnya mempunyai satu karakteristik yang
bersifat pribadi yaitu didasarkan atas kesetiaan kepada individu tertentu
seperti raja, menteri, bukan impersonal tetapi bedasarkan legalitas dan hukum.
Reformasi Administrasi Publik di Indonesia (1998-2023): Strategi, Implementas...Universitas Sriwijaya
Reformasi tahun 1998 di Indonesia dilakukan sebagai respons terhadap krisis ekonomi, ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan otoriter dan korup, tuntutan demokratisasi, hak asasi manusia, serta tekanan dari lembaga keuangan internasional. Tujuannya adalah memperbaiki kondisi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola pemerintahan. Reformasi ini mencakup bidang politik, ekonomi, hukum, birokrasi, sosial, budaya, keamanan, dan otonomi daerah. Meskipun masih menghadapi tantangan seperti korupsi dan ketidaksetaraan sosial, reformasi berhasil meningkatkan demokratisasi, investasi, penurunan kemiskinan, efisiensi pelayanan publik, dan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Tetap berpegang pada ideologi bangsa dan berkontribusi dalam pembangunan negara sangat penting untuk masa depan Indonesia.
Reformasi Administrasi Publik di Indonesia (1998-2023): Strategi, Implementas...
Ijarah (Sewa)
1. MAKALAH
SEWA (IJARAH)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbankan Syariah Di Indonesia
Dosen Pengampu :
Bakhrul Huda, M.E.I
Penyusun :
1. Ersa Lailatul Silvia (G04219026)
2. Farzan Fauzan Nizar (G04219029)
3. Handila Rizka (G94219152)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, sebagai pencipta atas segala
kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehigga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa kami sanjungkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan jalan yang terang benerang.
Dalam kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bakhrul
Huda, M.E.I selaku dosen pengampu Perbankan Syariah Di Indonesia, yang telah memberika
tugas ini, agar kami dapat memahami materi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas
dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
guna prbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 11 Februari 2020
Penulis
3. DAFTAR ISI
Cover………………………………………………………………………………..
Kata Pengantar……………………………………………………………………...i
Daftar isi…………………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………....1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...1
C. Manfaat……………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Ijarah……………………………………………………………….3
B. Landasan Hukum……………………………………………………………4
C. Konsep Sewa dalam Prinsi-Prinsip Dasar Perbankan Syariah……………...5
D. Rukun dan Syarat Sah Ijarah………………………………………………...7
E. Jenis-Jenis Ijarah…………………………………………………………….9
F. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah…………………………………………12
G. Aplikasi Ijarah dalam Perbankan……………………………………………12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………….16
B. Saran………………………………………………………………………....16
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki berbagai macam
kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.
Dimana kebutuhan primer merupakan kebutuhan utama manusia yang harus dipenuhi
untuk mencapai berlangsungnya kehidupan. Namun, ada kalanya masyarakat tidak
mampu membeli barang secara tunai. Oleh karenanya, dalam perkembangan
perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncul jasa pembiayaan yang
ditawarkan berupa jasa sewa barang maupun jasa tenaga kerja oleh lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan bank syariah
menjembatani pemenuhan kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi akibat
kurangnya biaya dengan cara ijarah atau sewa-menyewa.
Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah
islam, yakni terdapat pada bagian muamalah yang memuat berbagai hukum
perekonomian dalam perspektif islam. Bagian muamalah sebagai bagian yang
mengatur hubungan antar manusia dalam menjalani kegiatan sewa-menyewa.
Pengaturan bank dalam syariah islam dilandaskan dalam kaidah ushul fiqih yang
menyatakan bahwa sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka
ia wajib diadakan. Mecari nafkah (melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib
diadakan. Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan ekonomi tidak akan sempurna
tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun wajib diadakan.
Dalam perbakan syariah, transaksi sewa-menyewa dikenal sebagai
pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa yang disebut ijarah. Dimana dalam
kegiatan ini disertai dengan pemindahan hak milik. Dalam makalah ini akan dibahas
konsep sewa dalam prinsip perbankan syariah hingga bagaimana aplikasi perbankan
syariah dalam ijarah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ijarah?
2. Apa saja landasan hukum pada ijarah?
3. Bagaimana konsep sewa dalam prinsip-prinsip dasar perbankan syariah?
4. Apa saja rukun dan syarat sah ijarah?
5. 5. Apa saja jenis-jenis ijarah?
6. Bagaimana cara pembatalan dan berakhirnya ijarah?
7. Bagaimana aplikasi ijarah dalam perbankan syariah?
C. Manfaat
1. Mengetahui definisi ijarah.
2. Mengetahui landasan hukum pada ijarah.
3. Mengetahui konsep sewa dalam prinsip-prinsip perbankan syariah.
4. Mengetahui rukun dan syarat sah ijarah.
5. Mengetahui aplikasi ijarah dalam perbankan syariah.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwadu (ganti). Oleh sebab
itu, al-sawab (pahala) dinamai al-ajru (upah). Ijarah juga berarti upah, sewa, atau
imbalan. Secara istilah pengertian ijarah adalah suatu kontrak pertukaran antara suatu
manfaat dengan ganjaran atau bayaran tertentu.1
Lafadz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas
pemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan, atau upah melakukan sesuatu
aktifitas. Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan
memberikan imbalan dengan jumlah tertentu dalam waktu tertentu.
Dalam fiqh muamalah, ijarah mempunyai dua pengertian yaitu:
1) Perjanjian sewa menyewa barang
2) Perjanjian sewa menyewa jasa atau tenaga (perburuan)2
Secara umum ijarah mempunyai definisi bahwa akad sewa menyewa antara
pemilik objek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk mendapatkan imbalan
atas objek yang telah disewakan.7 Perjanjian antara penyewa dan orang yang
menyewakan untuk menjual manfaat atas suatu objek berupa jasa maupun barang
dengan menentukan biaya sewa yang disepakati oleh pihak penyewa dan pihak yang
menyewa dengan jumlah dan batas tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapat, antara lain
yaitu:
1) Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk
mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
2) Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah suaru jenis akad atau transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh
dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.
3) Menurut Amir Syarifuddin, ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan
akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang
menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut
Ijarah al‟Ain, seperti sewa-menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang
1 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Jilid 3 (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lam ak-Arabiy, 1410 H./1990 M.), hlm 283.
2 Rahmad Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), hlm 102.
7. menjadi objek objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari tenaga seorang
disebut Ijarah ad-Dzimah atau upah mengupah, seperti upah pekerja. Sekalipun
objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut Ijarah.
4) Menurut Fuqaha Hanafiyah, ijarah adalah akad atau transaksi terhadap manfaat
dengan memberikan imbalan.
5) Menurut Fuqaha Malikiyah dan Hanabiyah, ijarah adalah pemilikan manfaat
suatu harta-benda yang bersifat mubah selama periode waktu tertentu dengan
suatu imbalan.3
Al-ijarah adalah akad pemindahan kepemilikan atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Menurut fatwa DSN MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan
Ijarah, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan pada penyewa.4
B. Landasan Hukum
Landasan Hukum Ijarah Dasar hukum atau landasan hukum ijarah adalah Al-
Qur’an dan Al-Hadits.
a) Al-Qur’an
1. At-Talaq: 6
ۚ َّنِْهيَلَع ۟واُقِيَضُتِل َّنُهو ُّرٓاَضُت ََلَو ْمُكِدْجُو نِم مُتَنكَس ُْثيَح ْنِم َّنُهوُنِْكسِتََٰل ۟وُأ َّنُك نِإ َو
ِمَتْأ َو ۖ َّنُه َُورجُأ َّنُهوُتأَـَف ْمُكَل َْنعَض ْرَأ ْنِإَف ۚ َُّنهَلْمَح َْنعَضَي َٰىَّتَح َّنِْهيَلَع ۟واُقِفنَأَف ٍلْمَحُر۟وا
ىَرْخُأ ٓۥُهَل ُع ِض ْرُتَسَف ْمُت ْرَساَعَت نِإ َو ۖ ٍوفُْرعَمِب مُكَنْيَب
Artinya : "tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteriisteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusui (anakanak)mu untukmu Maka
3 A Ghufran Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 182.
4 Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam Himpunan Fatwa DSN untuk
Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, DSN-MUI, BI, 2001, hlm 55.
8. berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”5
2. Al-Qashas: 26
ُينِمَ ْاْل ُّيِوَقْلا َتْرَجْأَتْسا ِنَم َْريَخ َّنِإ ۖ ُهْر ِجْأَتْسا ِتَبَأ اَي اَمُهَادْحِإ ْتَلاَق
Artinya: salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya.
b) Hadist
1) Hadits Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
ُق ََرع َّف ِجَي ْنَأ َلْبَق ُه َجْرَأ َْري ِجْال واُطْعأُه
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.
2) Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al Khuduri,
Nabi s.a.w bersabda:
ُه َجْرَأ ُهْمِلْعُيْلَف ا ًْري ِجَأ رَجْْتأسا ِنَم
Artinya: “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”.
3) Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa’d bin Abi Waqas
menyebutkan :
َس َو ِهْيَلَع اّلل َّلَص اّلل ُل ُْوس َرهىَنَف ِعْرَّالز َنِم ىِق ا ََّوسال ىَلَع اَمِب َضْرَ ْاَل ى ِرْكَن اَّنُكْمَّل
َااَن ْرَمَا َو َكِل اَذ َْنعٍةَّضِف ْوَا ٍبَهَذِب اَهَب ِرْكَن ْن
Artinya: “Dahulu kita menyewa tanah dengan jalan membayar dengan hasil
tanaman yang tumbuh disana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian
dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak.”
C. Konsep Sewa dalam Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti sewa-menyewa pada
umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada perbankan syariah ada
suatu sewa yang pada akhir masa kontrak, diberikan pilihan kepada nasabah untuk
memiliki barang tersebut atau tidak, yang biasa disebut dengan sewa beli, dan hal ini
belum pernah terjadi di masa awal Islam.
5 Dwi Swiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan 1, 2010, hlm
107.
9. Menurut Islam prinsip-prinsip pokok al-ijarah haruslah dipenuhi oleh
seseorang dalam suatu transaksi al-ijarah yang akan dilakukakannya. Prinsip-prinsip
pokok tersebut, antara lain :
a) Jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal sehingga dibolehkan
melakukantransaksi al-ijarah untuk keahlian memproduksi barang-barang
keperluan seharihari yang halal seperti untuk memproduksi makanan,
pakaian, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Namun tidak dibolehkan
transaksi al-ijarah untuk keahlian membuat minuman keras, membuat
narkoba dan obat-obat terlarang atau segala aktifitas yang terkait dengan
riba.
b) Memenuhi syarat sahnya transaksi al-ijarah yakni:
1. Orang-orang yangmengadakan transaksi ajiir dan musta’jir)
haruslah sudah mumayyiz yakni sudahmampu membedakan baik
dan buruk sehingga tidak sah melakukan transaksi alijarahjika
salah satu atau kedua pihak belum mumayyiz seperti anak kecil.
2. Transaksi atau akad harus didasarkan pada keridaan kedua pihak,
tidak boleh karena ada unsur paksaan.
c) Transaksi ijarah haruslah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang
dapat mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak yang
bertransaksi. Ijarah adalah memanfaatkan sesuatu yang dikontrak. Apabila
transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajîr, maka yang
dimanfaatkan adalah tenaganya, sehingga untuk mengontrak seorang ajîr
tadi harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh
karena itu, jenis pekerjaaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur.
Karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya fasid (rusak). Dan
waktunya juga harus ditentukan, misalkan harian, bulanan, atau tahunan.
Disamping itu upah kerjanya harus ditetapkan. Karena itu dalam transaksi
ijarah ada hal-hal yang harus jelas ketentuannya yang menyangkut :
1. Bentuk dan jenis pekerjaan (nau al-amal).
2. Masa kerja (muddah al-amal).
3. Upah kerja (ujrah al-amal).
10. 4. Tenaga yang dicurahkan saat bekerja (al-juhd alladziy yubdzalu fii
al-amal)6
D. Rukun dan Syarat Sah Ijarah
a) Rukun Ijarah
Menurut Jumhur Ulama, ijarah mempunyai tiga rukun, yaitu:
1. Sighat (ucapan) ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan).
Berdasarkan Fatwa DSN MUI NO: 112/DSN-MUYIX/2017 tentang
akad ijarah, ketentuan terkait shighat akad ijarah bahwa akad Ijarah harus
dinyatakan secara tegas dan jelas serta dimengerti oleh Mu'jir/Ajir dan
Musta'jir. Akad Ijarah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan
perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.7
2. Pihak yang berakad (berkontrak), yang terdiri atas pemberi sewa (pemilik
aset).
3. Objek kontrak yang terdiri atas pembayaran (sewa) dan manfaat dari pengguna
aset.8
Maka dari rukun sewa-menyewa yang dipaparkan diatas hanya terpenuhi 2
rukun saja, akan tetapi dari segi objek atas manfaaat barang belum terpenuhi
karena objek sewa-menyewa belum memenuhi rukun ijarah.
b) Syarat Ijarah
Untuk sahnya sewa-menyewa, pertama kali harus dilihat terlebih dahulu orang
yang melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut, yaitu apakah kedua belah
pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian pada umumnya.
Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:9
1. Syarat tejadinya akad (syarat in’iqad)
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid, akad, dan objek akad.
Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, dan mumayyiz menurut
Hanafiyah, dan baligh menurut Syafi‟iyahdan Hanabilah.
6 M. Shalahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam (Ed. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 72-73.
7DSN-MUI-Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/page/12/,
diakses pada tanggal : 31 Maret 2020, Pukul : 16.00
8 Siti Nur Fatoni, PengantarIlmu Ekonomi, Bandung; CV Pustaka Setia, 2014, hlm 216.
9 Chairuman Pasaribu, HukumPerjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm 53-54.
11. 2. Syarat kelangsungan akad
Untuk kelangsungan akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak milik
atau wilayah kekuasaan. Apabila si pelaku (aqid) tidak mempunyai hak
kepemilikan atau kekuasaan wilayah, maka menurut Syafi‟iyah dan
Hanabilah akadnya tidak bisa dilangsungkan dan hukumnya batal.
3. Syarat sahnya ijarah
Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan
dengan aqid (pelaku), ma’qud alaih (objek), sewa atau upah (ujrah) dan
akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pesetujuan daari kedua belah pihak, sama seperti jual beli. Ijarah
termasu dalam perniagaan, karen didalamnya terdapat tukar-
menukar harta.
2) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan
perselisihan.
3) Objek akad ijarah harus daapat dipenuhi,baik hakiki maupun syar’i.
4) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang diolehkan
oleh syara’.
5) Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardu dan bukan kewajiban
orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukannya ijarah.
6) Orang yang disewa tidak boleh mengmbil manfaat dari
pekerjaannya untuk dirinya sendiri.
7) Manfat ma’qud alaih harus sesui dengan tujun dilakukannya akad
ijarah, yang biasa berlaku umum.
4. Syarat mengikatya akad ijarah
Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:
1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat (aib) yang
menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa
itu. Apabila terjadi cacat (aib) yang demikian sifatnya, maka orang
yang menyewa (musta’jir) boleh memilih antara meneruskan
ijarah atau membatalkanya.
2) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akada
ijarah.
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa sebagai
kompensasi/ pembayaran manfaat yang dinikmatinya. Setiap sesuatu yang
12. layak dianggap dalam jual beli dianggap layak pula sebagai sewa dalam
ijarah. Kebanyakan ulama mengatakan “syarat yang berlaku untuk harga
juga berlaku pada sewa”. Selain itu, sewa/ upah haruslah sesuatu yang
bernilai dan diperbolehkan oleh syara‟ dan harus diketahui jumlahnya.
E. Jenis-Jenis Ijarah
Akad ijarah diklasifikasikan menurut objeknya menjadi dua macam, yaitu
ijarah terhadap manfaat benda-benda nyata yang dapat diindera dan ijarah terhadap
jasa pekerjaan. Jika pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana dengan
penyerahan barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti
menyerahkan rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya untuk
dimanfaatkan penyewa.10
Sedangkan pada jenis kedua, ijarah baru bisa dianggap
terlaksana kalau pihak yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya
melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang dilakukan tukang, memperbaiki
komputer oleh teknisi komputer, dan sebagainya. Dengan diserahkannya barang dan
dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang menyewakan dan pihak pekerja baru
berhak mendapatkan uang sewa dan upah. Kedua bentuk ijarah terhadap pekerjaan ini
menurut ulama figh, hukumnya boleh.11
Walau secara umum, antara keduanya
memiliki persyaratan yang hampir sama, tetapi ada perbedaan spesifik antara
keduanya.12
Pada jasa tenaga kerja, disyaratkan kejelasan karakteristik jasa yang
diakadkan. Sedangkan pada jasa barang, selain persyaratan yang sama, juga
disyaratkan bisa dilihat (dihadirkan) pada waktu akad dilangsungkan, sama seperti
persyaratan barang yang diperjualbelikan. Pada ijarah tenaga kerja berlaku hukum
harga/upah, dan pada ijarah benda berlaku hukum jual beli. Terdapat berbagai jenis
ijarah, antara lain ijarah 'amal, ijarah 'ain/ijarah muthlaqah, ijarah muntahiya
hittamlik, dan ijarah multijasa13.
a) Ijarah 'amal
Ijarah ‘amal digunakan untuk memperoleh jasa dari seseorang dengan
membayar upah atas jasa yang diperoleh. Pengguna jasa disebut mustajir dan
10 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syari’ah,
Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm 154. 3
11 Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh,Damaskus: Dâr al-Fikr, 1989, hlm 767.
12 Op.Cit, hlm.155
13 Ibid.,
13. pekerja disebut ajir, dan upah yang dibayarkan kepada ajir disebut ujrah.
Dalam bahasa Inggris dari ujrah adalah fee.
b) Ijarah 'Ain atau Ijarah Muthlaqah (Ijarah Murni)
Ijarah 'ain adalah jenis ijarah yang terkait dengan penyewaan aset
dengan tujuan untuk mengambil manfaat dari aset itu tanpa harus
memindahkan kepemilikan dari aset itu. Dengan kata lain, yang dipindahkan
hanya manfaat (usufruct). Ijarah 'ain di dalam bahasa Inggris adalah term
leasing. Dalam hal ini, pemberi sewa disebut mujir dan penyewa adalah
mustajir dan harga untuk memperoleh manfaat tersebut disebut ujrah. Dalam
akad ijarah ain, tidak terdapat klausul yang memberikan pilihan kepada
penyewa untuk membeli aset tersebut selama masa sewanya atau di akhir
masa sewanya. Pada ijarah ain yang menjadi objek akad sewa-menyewa
adalah barang14.
c) Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
IMBT merupakan istilah yang lazim digunakan di Indonesia,
sedangkan di Malaysia digunakan istilah al-ijarah thumma al-bai atau AITAB.
Di sebagian Timur Tengah 'banyak menggunakan istilah al-ijarah wa 'iqtina
atau ijarah bai'al-ta'jiri. Yang dimaksud dengan ijarah muntahiya bittamlik
adalah sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk
mendapat imbalan atas objek sewa yang disewakan dengan opsi perpindahan
hak milik objek sewa baik dengan jual beli atau pemberian (hibah) pada saat
tertentu sesuai akad sewa. Berdasarkan fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik menjelaskan
beberapa ketentuan, diantaranya :
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat
dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah
adalah wa'd (,)ﺍﻝﻭﻋﺩ yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu
ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan
yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
14Op.Cit, hlm 156.
14. 3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah. 15
d) Ijarah Multijasa
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
44/DSNMUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, yang dimaksud dengan
pembiayaan multijasa, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas
suatu jasa. Menurut Fatwa DSN tersebut, ketentuan pembiayaan multijasa
adalah sebagai berikut.
1. Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad ijarah atau kafalah.
2. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.
3. Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti
semua ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah.
4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah/fee).
5. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.
Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah, kegiatan penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan berdasarkan ijarah untuk transaksi multijasa berlaku
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Bank menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa, antara lain
dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan
kepariwisataan.
2. Dalam pembiayaan kepad; nasabah yang menggunakan akad ijarah
untuk transaksi multijasa, Bank memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau
fee.
3. Besar ujrah atau fee disepakati di awal oleh para pihak.16
15 Op.Cit, DSN-MUI,.
16 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam…h. 157.
15. F. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijārah akan berakhir apabila terdapat:
a) Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang dijahit
hilang.
b) Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijārah telah berakhir. Apabila
yang disewakan itu adalah rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada
pemiliknya, dan apabila yang disewakan itu adalah jasa seseorang, maka ia
berhak menerima upahnya. Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fiqh.
c) Menurut ulama Hanafiyah, sebagaimana dijelaskan oleh Nasrun Haroen dalam
bukunya bahwa, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad ijārah,
menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama,
akad ijārah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena
manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan, dan akad ijārah sama dengan
jual-beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.17
d) Menurut ulama Hanafiyah, sebagaimana dijelaskan oleh Nasrun Haroen dalam
bukunya bahwa, apabila ada udzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang
disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijārah
batal. Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad ijārah itu, menurut ulama
Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya
penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa,
sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi,
menurut jumhur ulama, udzur yang boleh membatalkan akad ijārah itu
hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam
akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir. Pembatalan dan
berakhirnya akad ijārah telah dijelaskan diatas, apabila dalam akad ijārah
terdapat hal-hal yang bisa membatalkan atau berakhirnya akad ijārah, secara
otomatis akad ijārah batal atau berakhir dengan sendirinya.18
G. Aplikasi Ijarah dalam Perbankan Syariah
Perbankan syariah di Indonesia memiliki berbagai skema pembiayaan , salah
satunya dengan pembiayaan akad ijarah untuk menghasilakn suatu pembiayaan sesuai
dengan syariat islam. Pembiayaan ijarah merupakan salah satu pembiayaan yang
17 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm 237
18 Ibid.
16. ditawarkan oleh bank syariah yang memberikan hak guna atau hak pakai suatu aset,
baik barang atau jasa kepada nasabah.19 Ijarah memiliki arti sebagai sebuah hak untuk
menggunakan suatu benda atau jasa dan membayar sejumlah kompensasi atau
sejumlah uang sebagai imbalannya. Sehingga, pembiayaan ijarah tidak ada
perpindahan kepemilikan aset, hanya perpindahan manfaat yang digunakan nasabah
selama masa kontrak pembiayaan ijarah. Pada dasarnya, prinsip ijarah sama dengan
prinsip jual beli, namun terdapat perbedaan yang terletak pada transaksinya, dalam
sistem jual beli menggunakan obyek barang namun pada sistem ijarah menggunakan
obyek barang dan jasa.
Pembiayaan ijarah memiliki berbagai macam jenis, khususnya di Indonesia.
Terdapat pembiayaan ijarah Multijasa yang memberikan kemudahan bagi nasabah
untuk menyewa manfaat barang ataupun jasa. Kemudian juga terdapat pembiayaan
Ijarah Muntahiyya Bittamlik (IMBT), dimana pembiayaan ini merupakan perpaduan
sewa barang dan diakhir masa akan terjadi perpindahan kepemilikan barang karena
adanya pembelian. Akad al-ijarah muntahiyah bit tamlik (sewa beli), yaitu transaksi
sewa beli dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa diakhir
periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa.
Pemindahan hak milik barang dalam ijarah mutahiyah bit tamlik terjadi dengan dua
cara yaitu pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa dan pihak yang menyewakan berjanji akan
menghibahkan barang yang disewakan pada akhir masa sewa. Pilihan untuk menjual
barang di akhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa
untuk membayar sewa relatif kecil. Sedangkan pilihan untuk menghibahkan barang
diakhir masa sewa diambil apabila kemampuan finansial penyewa untuk membayar
sewa relatif lebih besar.
Jenis barang yang dapat di sewakan dalam akad ijarah berupa :
a) Barang modal : aset tetap, seperti bangunan, gedung, kantor dan ruko.
Dalam menyewa toko, rumah dan semacamnya diperbolehkan.
Penyewaan sesuai dengan akad baik masanya maupun tujuannya. Rumah yang
telah di sewa boleh disewakan kembali oleh penyewa pertama. Rumah
yang disewa harus dijaga dan dirawat oleh penyewa agar pada saat
pengembalian, kondisi barang tetap sama dengan kondisi saat menyewa.
19 A. Karim, Adiwarman. 2005. Fiqh and Financial Analysis.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm 136
17. b) Barang produksi : mesin, alat-alat berat dan lain lain
c) Barang kendaraan transportasi : udara, laut dan darat. Penyewaan kendaraan
harus jelas waktu, tempat, serta muatannya.
d) Jasa untuk membayar ongkos : uang sekolah/kuliah, tenaga kerja atau
hotel maupun angkutan, dan sebagainya.
Skema pembiayaan ijarah :
Keterangan skema pembiyaan ijarah :
1. Nasabah mengajukan pembiyaan ijarah ke bank syariah
2. Bank kemudian memberi/menyewa barang yang diinginkan oleh
nasabah,sebagai objek ijarah,tarif ijarah,dari supplier/penjual/pemilik.
3. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai
barang objek ijarah. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang
dimiliki.20
Bank dapat meminta penyewa/nasabah untuk menyerahkan jaminan
atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian.
4. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati.
Dalam al-Ijārah, pemindahan hak milik terjadi dengan salah satu dari
dua cara yaitu:
1) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
20 Sri Nurhayati Wasilah, AkuntansiSyariah Di Indonesia Edisi4, (Jakarta,Salembat Empat,2015)hal.238
18. 2) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang tersebut pada
akhir masa sewa.21
5. Bila bank membeli objek ijarah tersebut setelah masa periode berakhir
maka objek ijarah tersebut disimpan oleh bank sebagai aset yang dapat
disewakan.
6. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut setelah periode ijarah berakhir objek
ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.
Contoh Ijarah :
1) Nurma menyewakan rumahnya kepada Lina dengan harga sewa Rp.20
juta untuk waktu 2 tahun, dalam akad ijarah, rumah tersebut
tetaplah milik Nurma, sedangkan Lina hanya sebagai yang
mempunyai hak untuk menggunakan rumah tersebut dalam jangka
waktu 2 tahun dan Lina wajib membayar uang Rp.20 juta kepada
Nurma sepanjang masa 2 tahun tersebut harga sewa tidak boleh
berubah. Namun, ketika sudah melewati 2 tahun dan masih
diperpanjang maka digunakan akad yang baru, harga pun boleh
berubah, bisa sama bisa juga lebih tinggi atau lebih rendah.22
2) Seorang nasabah mengajukan permohonan pembiayaan umroh kepada
bank syariah dengan membawa berkas yang dibutuhkan. Selanjutnya,
bank syariah melakukan analisa pembiayaan. Ketika bank syariah
sudah menyetujui permohonan pembiayaan tersebut, kemudian
banksyariah melakukan pembelian paket perjalanan umroh sebesar
Rp.20000000. Bank syariah dan nasabah melakukan akad pembiayaan
berdasarkan prinsip ijarah selama 5 bulan dengan uang sewa sebesar
Rp.5000000 per bulan. Nasabah menukmati manfaat paket perjalanan
umroh bank syariah dengan melaksanakan umroh selama 14hari.
Kemudian nasabah membayar uang sewa bulan pertama sebesar
Rp.5000000 hingga 4 bulan kedepan.
21 Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2002) hlm 187
22 Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2010)
hlm 139
19. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah merupakan
suatu pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan syariah yang memberikan hak
guna atau hak pakai suatu asset, baik barang atau jasa kepada nasabah. Pembiayaan
ijarah tidak ada perpindahan kepemilikan aset, hanya perpindahan manfaat yang
digunakan nasabah selama masa kontrak pembiayaan ijarah.
Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti sewa-menyewa pada
umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada perbankan syariah ada
suatu sewa yang pada akhir masa kontrak, diberikan pilihan kepada nasabah untuk
memiliki barang tersebut atau tidak, yang biasa disebut dengan sewa beli.
Penerapan ijarah dalam perbankan syariah bisa terjadi pada saat nasabah
membutuhkanpembiayaan umroh, pembiayaan investasi, pembiayaan pendidikan,
maupun pembiayaan kesehatan.
B. Saran
Kami menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber, kami akan memperbaiki makalah ini. Oleh sebab itu
kamimengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah ini.
20. DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Fiqh and Financial Analysis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005)
_________________, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada,2010)
Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)
A Ghufran Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994
Dwi Swiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
cetakan 1, 2010
DSN–MUI–Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/page/12/
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Fatwa DSN NO.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam Himpunan
Fatwa DSN untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, DSN-MUI, BI, 2001
Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2002)
Helmi Karim, Fiqh Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997)
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2013)
M. Shalahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam (Ed. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani
Press,2001)
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)
Rahmad Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004)
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Jilid 3 (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lam ak-Arabiy, 1410
H./1990 M.)
21. Siti Nur Fatoni, Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung; CV Pustaka Setia, 2014
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi4, (Jakarta, SalembatEmpat,
2015)
Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1989