Dokumen tersebut membahas tentang beberapa topik fiqih muamalah seperti ju'alah, ijarah, qur'ah (undian). Ju'alah adalah kontrak dimana seseorang menjanjikan imbalan atas pelaksanaan suatu tugas, sedangkan ijarah adalah akad sewa menyewa barang atau jasa. Qur'ah didefinisikan sebagai cara untuk menentukan bagian seseorang atas yang lain, dan undian diperbolehkan dalam beberapa
Dokumen tersebut membahas konsep wakalah, kafalah, dan hawalah dalam hukum Islam. Wakalah adalah penyerahan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk menggantikan, kafalah adalah jaminan atas utang orang lain, sedangkan hawalah adalah pengalihan hutang."
Dokumen tersebut membahas tentang hukum-hukum jualah (sayembara) yang mencakup 4 poin utama, yaitu: 1) pengertian jualah, 2) hukum jualah, 3) rukun-rukun jualah, dan 4) beberapa hukum jualah.
Dokumen tersebut membahas tentang beberapa topik fiqih muamalah seperti ju'alah, ijarah, qur'ah (undian). Ju'alah adalah kontrak dimana seseorang menjanjikan imbalan atas pelaksanaan suatu tugas, sedangkan ijarah adalah akad sewa menyewa barang atau jasa. Qur'ah didefinisikan sebagai cara untuk menentukan bagian seseorang atas yang lain, dan undian diperbolehkan dalam beberapa
Dokumen tersebut membahas konsep wakalah, kafalah, dan hawalah dalam hukum Islam. Wakalah adalah penyerahan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk menggantikan, kafalah adalah jaminan atas utang orang lain, sedangkan hawalah adalah pengalihan hutang."
Dokumen tersebut membahas tentang hukum-hukum jualah (sayembara) yang mencakup 4 poin utama, yaitu: 1) pengertian jualah, 2) hukum jualah, 3) rukun-rukun jualah, dan 4) beberapa hukum jualah.
Qardh dan Ariyah merupakan dua konsep dalam fiqih Islam tentang pinjaman uang dan barang. Qardh adalah pinjaman uang yang harus dikembalikan dalam jumlah yang sama, sedangkan Ariyah adalah pinjaman barang yang harus dikembalikan dalam bentuk yang sama. Keduanya dihalalkan dalam Islam dan memiliki hikmah untuk membantu orang yang membutuhkan serta memberikan pahala bagi yang memberikan pinjaman.
Dokumen tersebut membahas hukum jual beli salam dan istishna' menurut perspektif Islam. Jual beli salam dijelaskan sebagai menjual barang yang belum hadir dengan harga dibayar di depan, sedangkan istishna' melibatkan pembuatan barang dengan bahan dari salah satu pihak. Keduanya dijelaskan memiliki syarat tersendiri seperti barang yang jelas dan harga yang disepakati.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum ijara dalam Islam, meliputi definisi, macam-macam, rukun, syarat, dan dasar penetuan upah ijara. Dibahas pula ijara pada manfaat haram, ijara dalam ibadah, dan ijara non-Muslim.
Dokumen tersebut membahas tentang ijârah dalam perspektif bahasa, istilah, dasar hukum dalam Al-Qur'an dan hadis, syarat-syarat sah dan in'iqad akad ijârah, rukun ijârah, macam-macam ijârah, akibat hukum akad ijârah terhadap para pihak, dan berakhirnya akad ijârah.
Dokumen tersebut membahas tentang pinjam meminjam dalam Islam (ariyah). Ariyah didefinisikan sebagai memberikan manfaat suatu barang kepada orang lain untuk dimanfaatkan tanpa merusaknya agar dapat dikembalikan. Dokumen tersebut juga membahas rukun-rukun, syarat-syarat, dan hukum-hukum ariyah menurut pandangan berbagai mazhab.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum gadai (rahn) menurut hukum Islam. Terdapat empat pokok bahasan utama yaitu pengertian rahn, hukum rahn, rukun dan syarat rahn, serta pemanfaatan barang yang digadaikan. Rahn didefinisikan sebagai harta yang dijadikan jaminan untuk hutang yang akan digunakan untuk melunasi hutang bila si pemberi gadai tidak mampu membayar. Hukum rahn dijelaskan bo
Dokumen tersebut membahas tentang tiga konsep ekonomi syariah yaitu wadiah, qardh, dan rahn. Wadiah adalah akad penitipan barang dengan prinsip kepercayaan. Qardh adalah pinjaman uang tanpa bunga. Rahn adalah gadai barang sebagai jaminan pinjaman."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep kafalah dalam hukum Islam. Kafalah adalah jaminan seseorang atas kewajiban orang lain untuk memenuhi hutang. Dokumen menjelaskan pengertian, hukum, rukun, dan syarat kafalah menurut pandangan ulama. Disebutkan pula bahwa asuransi dianggap haram karena objek akadnya bertentangan dengan syariat Islam.
This document defines and discusses the Islamic legal concept of hibah, or gift. It provides that hibah involves the uncompensated transfer of ownership of an asset from a donor to a beneficiary voluntarily, without valuable consideration. It outlines the evidence for hibah from the Quran and hadith. It also discusses the pillars (elements) of a valid hibah contract, including the donor, recipient, gift, and acceptance. Conditions for the donor, recipient, and object are explained. Modern applications of hibah such as in savings accounts and contracts are mentioned.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, dasar hukum, rukun, syarat, dan jenis-jenis jual beli yang diharamkan dalam Islam. Secara ringkas, jual beli adalah pertukaran barang atau jasa dengan imbalan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, yang memiliki empat rukun utama yaitu penjual, pembeli, objek jual beli, dan harga. Ada beberapa jenis jual beli yang dilarang karena tidak
Rangkuman dokumen tentang RIBA dalam 3 kalimat:
Riba didefinisikan sebagai tambahan pada pinjaman uang dan dilarang dalam Islam karena akan merusak ekonomi dan akhlak. Ada 4 jenis riba yaitu Fadal, Nasiah, Qardhi, dan Yad. Pelaku riba diancam hukuman di dunia dan akhirat.
1) Ju'alah, or commission, is a contract where one party offers a reward for completing a specified or unspecified task. It is permitted under the Maliki, Shafi'i, and Hanbali schools of Islamic law.
2) There must be a clear expression of the task and promised reward. The reward must also be specified. General or specific people can be offered the ju'alah.
3) Completing the task before the offer is made or doing so as a non-specified person means one is not entitled to the reward. Acceptance of the offer is not required.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007 mengenai akad ju'alah memberikan panduan bahwa pelaksanaan pelayanan jasa yang pembayaran imbalannya (reward/’iwadh/ju’l) bergantung pada pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi.
Qardh dan Ariyah merupakan dua konsep dalam fiqih Islam tentang pinjaman uang dan barang. Qardh adalah pinjaman uang yang harus dikembalikan dalam jumlah yang sama, sedangkan Ariyah adalah pinjaman barang yang harus dikembalikan dalam bentuk yang sama. Keduanya dihalalkan dalam Islam dan memiliki hikmah untuk membantu orang yang membutuhkan serta memberikan pahala bagi yang memberikan pinjaman.
Dokumen tersebut membahas hukum jual beli salam dan istishna' menurut perspektif Islam. Jual beli salam dijelaskan sebagai menjual barang yang belum hadir dengan harga dibayar di depan, sedangkan istishna' melibatkan pembuatan barang dengan bahan dari salah satu pihak. Keduanya dijelaskan memiliki syarat tersendiri seperti barang yang jelas dan harga yang disepakati.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum ijara dalam Islam, meliputi definisi, macam-macam, rukun, syarat, dan dasar penetuan upah ijara. Dibahas pula ijara pada manfaat haram, ijara dalam ibadah, dan ijara non-Muslim.
Dokumen tersebut membahas tentang ijârah dalam perspektif bahasa, istilah, dasar hukum dalam Al-Qur'an dan hadis, syarat-syarat sah dan in'iqad akad ijârah, rukun ijârah, macam-macam ijârah, akibat hukum akad ijârah terhadap para pihak, dan berakhirnya akad ijârah.
Dokumen tersebut membahas tentang pinjam meminjam dalam Islam (ariyah). Ariyah didefinisikan sebagai memberikan manfaat suatu barang kepada orang lain untuk dimanfaatkan tanpa merusaknya agar dapat dikembalikan. Dokumen tersebut juga membahas rukun-rukun, syarat-syarat, dan hukum-hukum ariyah menurut pandangan berbagai mazhab.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum gadai (rahn) menurut hukum Islam. Terdapat empat pokok bahasan utama yaitu pengertian rahn, hukum rahn, rukun dan syarat rahn, serta pemanfaatan barang yang digadaikan. Rahn didefinisikan sebagai harta yang dijadikan jaminan untuk hutang yang akan digunakan untuk melunasi hutang bila si pemberi gadai tidak mampu membayar. Hukum rahn dijelaskan bo
Dokumen tersebut membahas tentang tiga konsep ekonomi syariah yaitu wadiah, qardh, dan rahn. Wadiah adalah akad penitipan barang dengan prinsip kepercayaan. Qardh adalah pinjaman uang tanpa bunga. Rahn adalah gadai barang sebagai jaminan pinjaman."
Dokumen tersebut membahas tentang konsep kafalah dalam hukum Islam. Kafalah adalah jaminan seseorang atas kewajiban orang lain untuk memenuhi hutang. Dokumen menjelaskan pengertian, hukum, rukun, dan syarat kafalah menurut pandangan ulama. Disebutkan pula bahwa asuransi dianggap haram karena objek akadnya bertentangan dengan syariat Islam.
This document defines and discusses the Islamic legal concept of hibah, or gift. It provides that hibah involves the uncompensated transfer of ownership of an asset from a donor to a beneficiary voluntarily, without valuable consideration. It outlines the evidence for hibah from the Quran and hadith. It also discusses the pillars (elements) of a valid hibah contract, including the donor, recipient, gift, and acceptance. Conditions for the donor, recipient, and object are explained. Modern applications of hibah such as in savings accounts and contracts are mentioned.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, dasar hukum, rukun, syarat, dan jenis-jenis jual beli yang diharamkan dalam Islam. Secara ringkas, jual beli adalah pertukaran barang atau jasa dengan imbalan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, yang memiliki empat rukun utama yaitu penjual, pembeli, objek jual beli, dan harga. Ada beberapa jenis jual beli yang dilarang karena tidak
Rangkuman dokumen tentang RIBA dalam 3 kalimat:
Riba didefinisikan sebagai tambahan pada pinjaman uang dan dilarang dalam Islam karena akan merusak ekonomi dan akhlak. Ada 4 jenis riba yaitu Fadal, Nasiah, Qardhi, dan Yad. Pelaku riba diancam hukuman di dunia dan akhirat.
1) Ju'alah, or commission, is a contract where one party offers a reward for completing a specified or unspecified task. It is permitted under the Maliki, Shafi'i, and Hanbali schools of Islamic law.
2) There must be a clear expression of the task and promised reward. The reward must also be specified. General or specific people can be offered the ju'alah.
3) Completing the task before the offer is made or doing so as a non-specified person means one is not entitled to the reward. Acceptance of the offer is not required.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 62/DSN-MUI/XII/2007 mengenai akad ju'alah memberikan panduan bahwa pelaksanaan pelayanan jasa yang pembayaran imbalannya (reward/’iwadh/ju’l) bergantung pada pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi.
Dokumen tersebut membahasakan konsep ijarah dalam ekonomi Islam. Ijarah adalah kontrak sewa yang mengharuskan pembayaran uang sewa dan memenuhi syarat-syarat tertentu seperti kesepakatan kedua belah pihak, keadaan barang yang disewakan, dan manfaat yang diterima. Dokumen tersebut juga membandingkan ijarah dengan ji'alah dan menjelaskan unsur-unsur penting ekonomi Islam.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum syuf'ah menurut ajaran Rasulullah SAW. Syuf'ah hanya berlaku untuk barang-barang yang tidak dapat dibagi, namun jika terjadi perselisihan hak kepemilikan maka syuf'ah tidak berlaku dan hak masing-masing harus jelas. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai kasus penerapan hukum syuf'ah.
The document discusses the Islamic law concept of hawalah, which is the assignment of debt from one party to another. It defines hawalah and provides examples. It discusses the different views on the effect of hawalah in terminating the liability of the original debtor. It also discusses the types of hawalah, including restricted vs unrestricted, and how hawalah is concluded. Finally, it covers the rights and duties of parties in a hawalah contract and how a hawalah can be terminated.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata pelajaran Fiqih kelas XII MA ini membahas tiga kompetensi dasar, yaitu tentang pemerintahan (khilafah), majlis syura, dan sumber hukum Islam. RPP ini menjelaskan tujuan, materi, metode, dan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai ketiga kompetensi dasar tersebut. Evaluasi akan dilakukan dengan tes tertulis berupa isian untuk menilai penc
Dokumen tersebut membahas tentang beberapa konsep ekonomi Islam seperti ijarah (sewa menyewa), pinjam meminjam (ariyah), dan ji'alah (hadiah atas prestasi). Ijarah dibagi menjadi sewa menyewa barang dan sewa jasa. Ariyah adalah pinjaman barang tanpa imbalan. Ji'alah adalah hadiah atas pencapaian tugas tertentu atau prestasi. Dokumen ini menjelaskan pengertian, landasan hukum, sy
Makalah ini membahas tentang kafalah sebagai salah satu akad dalam muamalah Islam. Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung untuk memenuhi kewajiban pihak lain. Makalah ini menjelaskan pengertian kafalah, landasan syariatnya dari Al-Quran dan hadis, macam-macam kafalah, ketentuan umum dan rukun kafalah, serta penerapannya dalam perbankan syariah seperti bank
Makalah ini membahas tentang kaidah fiqih "kesulitan mendatangkan kemudahan" yang menyatakan bahwa hukum syariah didasarkan pada keringanan dan penghilangan kesulitan. Kaidah ini diterapkan pada tujuh konsesi hukum seperti perjalanan, sakit, dan kesulitan umum. Makalah ini juga membahas tiga tingkatan kesulitan dan kaidah pelengkap seperti keadaan darurat yang memperbolehkan hal yang
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut menjelaskan definisi dan unsur-unsur jaminan menurut perspektif syariah, termasuk definisi, jenis-jenis, rukun-rukun, dan kesahihan jaminan. Dokumen tersebut juga membahas mengenai syarat-syarat penjamin, pihak yang dijamin, dan perkara yang dijamin.
This document discusses the concept of al-rahn in Islam. It begins by defining al-rahn as taking a property as security against a debt such that the secured property can be used to repay the debt if not paid. It then discusses evidence for al-rahn from the Quran, hadith, and scholarly consensus. The key pillars and flows of an al-rahn contract are explained. Benefits include being interest-free and protecting women's assets. Conditions address the contract parties, the pledged object and debt. Modern applications include use of documents and valuables. Al-rahn aims to ensure debt repayment in a fair and transparent manner.
The document defines and discusses the concept of al-hiwalah, an Islamic contract that involves the transfer of debt from one party to another. It provides key details on al-hiwalah, including its definition, evidence and pillars supporting it in Islamic jurisprudence, categories, issues, and application. Examples are given to illustrate types of restrictions and conditions for a valid al-hiwalah contract.
This document defines al-Rahn (pawning) and discusses its pillars, evidence from the Quran and Hadith, benefits, and conditions. Al-Rahn refers to taking a property as security against a debt such that the secured property can repay the debt if not paid. The key pillars are the pledgor (debtor), pledgee (creditor), and pledged asset. Al-Rahn benefits both parties by providing the creditor security and allowing the debtor access to funds. Conditions require the pledged asset be valuable, permissible, and sufficient to cover the debt.
Rencana pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran ekonomi membahas konsep manajemen. Materi tersebut mencakup pengertian, fungsi, unsur, dan bidang manajemen serta penerapannya di sekolah. Pembelajaran dilakukan dengan berbagai metode seperti ceramah, diskusi, dan simulasi untuk mencapai tujuan pemahaman siswa terhadap konsep manajemen.
The document defines al-Wadi'ah as property left with someone to take care of it based on trust. It discusses the evidence from the Quran and hadith supporting al-Wadi'ah. The pillars of al-Wadi'ah are the depositor, deposited property, and depositary. There are two main types: al-Wadi'ah Yadd al-Amanah based on trust without liability, and al-Wadi'ah Yadd al-Dhamanah which allows the depositary to use the property and be liable for damages. Issues like conditions, flows, and disputes over profits are also summarized.
Teks tersebut membahas konsep ju'alah dalam Islam. Ju'alah adalah akad yang memberikan imbalan kepada pihak yang berhasil melaksanakan suatu tugas untuk kepentingan pihak lain. Ju'alah diperbolehkan dalam Islam dan telah dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad. Teks tersebut juga menjelaskan pengertian dan landasan hukum ju'alah menurut pandangan ulama dan Al-Quran serta hadis.
Makalah ini membahas tentang konsep jasa dalam perbankan syariah yang mencakup lima prinsip dasar yaitu wakalah, kafalah, hawalah, al-rahn, dan al-qard. Konsep jasa mencakup layanan non-pembiayaan seperti pengiriman uang, letter of credit, dan jaminan bank. Aplikasi jasa dalam perbankan syariah meliputi letters of credit, syariah charge card, dan sharf.
Dokumen tersebut membahas tentang penerapan akad murabahah pada lembaga keuangan syariah. Akad murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang banyak digunakan karena sederhana dan menghindari unsur bunga. Bank BRI Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan syariah yang menerapkan akad murabahah dengan mengikuti prosedur tertentu.
Makalah ini membahas tentang fiqih praktis hutang-piutang dalam Islam, mulai dari definisi, pembagian, hukum, keamanan dalam memberikan pinjaman, serta etika yang harus diperhatikan oleh yang memberi dan menerima hutang. Secara ringkas, hutang dalam Islam dibedakan menjadi hutang murni dan transaksi, serta dilarang adanya unsur riba seperti bunga atau denda.
1. Makalah ini membahas tentang akad salam dan istishna' sebagai bentuk pembiayaan yang digunakan dalam perbankan syariah. 2. Salam adalah akad jual beli barang pesanan dimana pembayarannya dilakukan secara tunai pada saat akad, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. 3. Istishna' adalah akad antara pembeli dengan produsen dimana produsen akan membuat barang pesanan pembeli.
Makalah ini membahas tentang akad al-kafalah sebagai salah satu bentuk aktivitas ekonomi Islam. Al-kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak yang ditanggung. Al-kafalah memiliki landasan hukum dalam Al-Quran, hadis, dan ijma ulama. Terdapat tiga unsur rukun al-kafalah yaitu pelaku, objek akad, dan ij
Makalah ini membahas tentang fiqih muamalah dengan merangkum beberapa poin penting. Pertama, fiqih muamalah adalah pengetahuan tentang hukum-hukum yang mengatur hubungan antar manusia dalam aktivitas ekonomi dan sosial. Kedua, ruang lingkup fiqih muamalah dibagi menjadi adabiyah dan madaniyah. Ketiga, prinsip-prinsip fiqih muamalah adalah berdasarkan persetujuan k
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian bank dan jenis-jenisnya, perbedaan antara bank konvensional dan bank Islam, pengertian riba dan jenis-jenisnya serta hukum terkait riba. Dibahas pula cara-cara bank Islam menghindari sistem bunga dan menggantikannya dengan prinsip-prinsip seperti wadiah, mudharabah, dan murabahah.
Makalah ini membahas tentang akad hiwalah dalam transaksi keuangan syariah. Hiwalah adalah pengalihan hutang atau piutang dari satu pihak ke pihak lain. Makalah ini menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat hiwalah serta jenis-jenisnya.
Tugas akhir ini membahas takyif fiqih atau peninjauan hukum terhadap transaksi transfer dana gratis melalui aplikasi Flip dengan mempertimbangkan akad wakalah. Pembahasan mencakup pengertian wakalah menurut bahasa dan istilah, dalil-dalil yang mendasarinya dari al-Qur'an dan as-Sunnah, serta pandangan Ibnu Rusyd mengenai wakalah dalam kitab Bidayatul Mujtahid."
Makalah ini membahas tentang sharf (transaksi valuta asing) dalam perspektif syariah Islam. Sharf didefinisikan sebagai transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Sharf diperbolehkan asalkan memenuhi rukun dan syarat tertentu seperti serah terima sebelum berpisah dan nilai tukar harus sama.
Makalah ini membahas tentang ijara, yaitu akad sewa menyewa dalam Islam. Ijara merupakan salah satu produk pembiayaan Syariah dimana objek transaksinya adalah manfaat atas barang atau jasa. Makalah ini menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat ijara serta bentuk ijara muntahia bi al-tamlik."
1. MAKALAH
JU’ALAH
Diajukan sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
“ Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah”
Disusun Oleh :
Siti Maesaroh (081400142)
Candra Karmila Sari (081400141)
EKIS A/VI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
“SULTAN MAULANA HASANUDDIN” BANTEN
2011 M / 1432 H
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya dan hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah
“Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah”.
Shalawat beserta salam mari kita curahkan dan panjatkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabat-sahabatnya yang telah
mengantarkankan kita selaku umatnya dari zaman jahiliyah atau zaman kebodohan hingga ke
zaman yang terang benderang menembus cakrawala ilmu-ilmu pengetahuan yang dicari oleh
umat-umatnya.
Penulis telah menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ju’alah”.
Makalah ini masih banyak kekurangannya, terutama mengenai pembahasannya.
Seiring dengan perjalanan itu penulis terus berusaha semaksimal mungkin untuk
menyempurnakannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Serang, 10 Maret 2011
3. Penulis
I. PENDAHULUAN
Ju’alah adalah jenis akad atas manfaat sesuatu yang diduga kuat akan diperolehnya.
Misalnya seseorang yang menjadikan Ju’alah atas suatu pekerjaan yaitu menemukan kembali
yang hilang, atau ternaknya yang lepas, atau pembuatan dinding, atau menggali sumur hingga
menemukan air, atau mengafalkan al-Qur’an untuk anaknya, atau menyembuhkan orang yang
sakit hingga sembuh, atau memenangkan suatu kompetisi tertentu dan sebagainya. Terkait
dengan masalah diatas, kita harus memahami definisi Ju’alah sendiri, dasar hukum, jenis
akad, persyaratan dan pembatalan Ju’alah itu sendiri
4. II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ju’alah
Ju’alah artinya janji hadiah atau upah.
Pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada
seseorang, karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu.
Secara terminologi fiqih berarti “suatu iltizam (tanggung jawab) dalam bentuk janji
memberikan imbalan upah tertentu secara suka rela terhadap orang yang berhasil melakukan
perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai
dengan yang diharapkan.”1
umpamanya , seseorang berkata: “siapa saja yang dapat menemukan SIM atau KTP
saya yang hilang, maka saya beri imbalan upah ima puluh ribu rupiah’,
dalam masyarakat di Indonesia ini, biasanya diiklankan di surat kabar supaya dapat dibaca
orang.2
Ju’alah berasal dari kata Ja’ala yang memiliki banyak arti : Jumlah imbalan, meletakkan,
membuat, menasabkan. Menurut Fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab dalam bentuk
janji memberikan hadiah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan
perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai
dengan yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan hukum positif maka akad Ju’alah bisa
dianalogikan dengan sayembara, imbalan, upah atau perlombaan.
Para ahli Fiqih sepakat bahwa akad Ju’alah merupakan hal yang boleh (jaiz), termasuk
mazhab Maliki, Syafi’i, Hambali, serta Syi’ah. Walaupun para imam mazhab berbeda
pendapat penggunaan akad Ju’alah untuk melakukan mu’amalah, mazhab Hanafi dan Zhahiri
melarang penggunaan akad ini untuk mu’amalah dengan alasan adanya gharar karena dalam
akad Ju’alah boleh saja tidak disebutkan secara jelas batas waktu, bentuk atau cara
melakukannya.3
1
Muhamad Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada 2003, hal. 265
2
Http:// luqmannomic. Wordpress. Com/2008/01/02/Ju’alah. Akses 1 Maret 2011. 12.00
3
Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba 2011, hal. 270.
5. Mazhab Maliki mendefinisikan ju’alah: “suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas
suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang.
Mazhab Syafi’i mendefinisikannya: seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang
yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya.
Definisi pertama (Mazhab Maliki) menekankan segi ketidakpastian, berhasilnya
perbuatan yang diharapkan. Sedangkan definisi kedua (Mazhab Syafi’i) menekankan segi
ketidakpastian orang yang melaksanakan pekerjaan yang diharapkan.4
Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan
(reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
pekerjaan.
Ju’alah adalah akad dengan pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak
kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk
kepentingan pihak pertama. Prinsip ini diterapkan oleh bank dalam menawarkan pelayanan
dengan mengambil fee dari nasabah. Contoh referensi bank, dukungan bank.5
Meskipun Ju’alah berbentuk upah atau hadiah sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu
Qudamah (ulama Mazhab Hambali), ia dapat dibedakan dengan ijarah (transaksi upah) dari
lima segi:
1. Pada Ju’alah upah atau hadiah yang dijanjikan, hanyalah diterima orang yang
menyatakan sanggup mewujudkan apa yang menjadi obyek pekerjaan tersebut, jika
pekerjaan itu telah mewujudkan hasil dengan sempurna. Sedangkan pada ijarah, orang
yang melaksanakan pekerjaan tersebut berhak menerima upah sesuai dengan ukuran
atau kadar prestasi yang diberikannya, meskipun pekerjaan itu belum selesai
dikerjakan, atau upahnya dapat ditentukan sebelumnya, apakah harian atau mingguan,
tengah bulanan atau bulanan sebagaimana yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Pada ju’alah unsur gharar, yaitu penipuan (spekulasi) atau untung-untungan karena di
dalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu penyelesaian pekerjaan atau
cara kerjanya disebutkan secara tegas dalam akad (perjanjian) atau harus dikerjakan
sesuai dengan obyek perjanjian itu. Dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa dalam
Ju’alah yang dipentingkan adalah keberhasilan pekerjaan, bukan batas waktu atau
cara mengerjakannya.
3. Pada Ju’alah tidak dibenarkan memberikan upah atau hadiah sebelum pekerjaan
dilaksanakan dan mewujudkannya. Sedangkan dalam ijarah, dibenarkan memberikan
4
Opcit, Muhamad Ali Hasan, hal. 266
5
Http://Sharianomics. Wordpress. Com/category/bank/03-jasa-surat-berharga/jualah. Akses:1 Maret 2011.
12.00
6. upah terlebih dahulu, baik keseluruhan maupun sebagian, sesuai dengan kesepakatan
besama asal saja yang memberi upah itu percaya.
4. Tindakan hukum yang dilakukan dalam Ju’alah bersifat suka rela sehingga apa yang
dijanjikan boleh saja dibatalkan, selama pekerjaan belum dimulai, tanpa menimbulkan
akibat hukum. Apalagi tawaran yang dilakukan bersifat umum seperti mengiklankan
di surat kabar. Sedangkan dalam akad ijarah, terjadi transaksi yang bersifat mengikat
semua pihak yang melakukan perjanjian kerja. Jika pekerjaan itu dibatalkan, maka
tindakan itu akan menimbulkan akibat hukum bagi pihak bersangkutan. Biasanya
sanksinya disebutkan dalam perjanjian (akad).
5. Dari segi ruang lingkupnya Mazhab Maliki menetapkan kaidah, bahwa semua yang
dibenarkan menjadi obyek akad dalam transaksi Ju’alah, boleh juga menjadi obyek
dalam transaksi ijarah. Namun tidak semua yang dibenarkan menjadi obyek dalam
transaksi ijarah, dibenarkan pula menjadi obyek dalam transaksi Ju’alah. Dengan
demikian, ruang lingkup ijarah lebih luas dari pada ruang lingkup Ju’alah.
Berdasarkan kaidah tersebut, maka pekerjaan menggali sumur sampai menemukan air,
dapat menjadi obyek dalam akad ijarah, tetapi tidak boleh dalam akad Ju’alah. Dalam ijarah,
orang yang menggali sumur itu sudah dapat menerima upah, walaupun airnya belum
ditemukan. Sedangkan pada Ju’alah, orang itu baru dapat mendapat upah atau hadiah sesudah
pekerjaan itu sempurna.6
Menurut Az-Zuhaili dalam Maksum (2008), perbedaan antara akad Ju’alah dengan upah
bekerja (ijarah dalam tenaga kerja) adalah:
1. Ju’alah diberikan jika pekerjaan telah selesai, sedangkan upah sesuai dengan ukuran
tertentu.
2. Ju’alah tidak dibatasi oleh waktu, sedangkan upah ditentukan batas waktunya.
Walaupun mazhab Hambali dan Syafi’i membolehkan menentukan batas waktu.
3. Ju’alah tidak bisa dibayar dimuka, sedangkan upah bisa dibayar di muka.
4. Ju’alah dapat dibatalkan meskipun upaya telah dilakukan aslakan belum selesai,
sedangkan upah tidak dapat dibatalkan karena mengikat.
5. Upah lebih luas ruang lingkupnya dari Ju’alah.7
6
Lokcit, Muhamad Ali Hasan, hal. 267
7
Lokcit, Sri Nurhayati-Wasilah, hal. 270
7. B. Dasar Hukum Ju’alah
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat, bahwa Ju’alah boleh dilakukan dengan
alasan:
1. Firman Allah:
FFFFFFFF i
i i rm
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya". (QS. Yusuf:72)
2. Dalam hadits diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah menerima hadiah atau upah
dengan cara Ju’alah berupa seekor kambing karena salah seorang di antara mereka
berhasil mengobati orang yang dipatok kalajengking dengan cara membaca surat Al-
Fatihah. Ketika mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah, karena takut hadiah
itu tidak halal. Rasulullah pun tertawa seraya bersabda: “Tahukah anda sekalian,
bahwa itu adalah jampi-jampi (yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya
sebagian.” (HR. Jamaah, mayoritas ahli Hadits kecuali an-Nasai).
3. Secara logika Ju’alah dapat dibenarkan, karena merupakan salah satu cara untuk
memenuhi keperluan manusia, sebagaimana halnya dengan ijarah dan mudharabah
(perjanjian kerja sama dagang).
Mazhab Hanafi tidak membenarkan Ju’alah, karena dalam Ju’alah terdapat unsur gharar,
sebagaimana telah dikemukakan di atas. Perbuatan yang mengandung gharar itu merugikan
salah satu pihak dan dilarang dalam Islam.
8. C. Ucapan yang digunakan
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat, bahwa agar perbuatan hukum yang
dilakukan dalam bentuk Ju’alah itu dipandang sah, maka harus ada ucapan (sighah) dari
pihak yang menjanjikan upah atau hadiah, yang isinya mengandung izin bagi orang lain
untuk melaksanakan perbuatan yang diharapkan dan jumlah upah yang jelas tidak seperti
iklan dalam surat kabar yang biasanya tidak menyebutkan imbalan secara pasti.
Ucapan tersebut tidak mesti, keluar dari orang yang memerlukan jasa itu, tetapi boleh
juga dari orang lain seperti wakilnya, anaknya, atau bahkan orang lain yang bersedia
memberikan hadiah atau upah.
Kemudian Ju’alah dipandang sah, walaupun hanya ucapan ijab saja yang ada, tanpa ada
ucapan Kabul (cukup sepihak).
D. Persyaratan Ju’alah
Agar pelaksanaan Ju’alah dipandang sah, harus memenuhi syarat-syarat:
1. Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cukup untuk melakukan
tindakan hukum, yaitu: Baligh berakal dan cerdas. Dengan demikian anak-anak, orang
gila dan orang yang berada dibawah pengampuan tidak sah melakukan Ju’alah.
2. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang bernilai harta dan
jelas juga jumlahnya. Hartanya yang haram tidak dipandang sebagai harta yang
bernilai (Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali)
3. Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan
boleh dimanfaatkan menurut hukum syara’
4. Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan syarat, bahwa dalam masalah tertentu,
Ju’alah tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu, seperti mengembalikan
9. (menemukan) orang yang hilang. Sedangkan Mazhab Hambali membolehkan
pembatasan waktu.
5. Mazhab Hambali menambahkan, bahwa pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu, tidak
terlalu berat, meskipun dapat dilakukan berulang kali seperti mengembalikan binatang
ternak yang lepas dalam jumlah yang banyak.8
E. Rukun dan Ketentuan Syari’ah
Rukun Ju’alah ada empat, yaitu:
1. Pihak yang membuat sayembara/penugasan (al-qaid/al-ja’il)
2. Objek akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al-maj’ul)
3. Hadiah yanga kan diberikan (al-ji’l)
4. Ada sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab)
Ketentuan Syari’ah
1. Pihak yang membuat sayembara: cakap hukum, baligh dan dapat juga dilakukan
oleh orang lain.
2. Objek yang harus dikerjakan:
a. Harus mengandung manfaat yang jelas,
b. Boleh dimanfaatkan sesuai syari’ah.
3. Hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya harus
jelas.
4. Sah dengan ijab saja tanpa ada Kabul.
8
Lokcit, Muhamad Ali Hasan, hal. 270
10. F. Perlakuan Akuntansi
Bagi pihak yang membuat janji
Saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut.
Setelah sayembara tersebut terpenuhi, maka dijurnal:
Dr. beban Ju’alah xxx
Kr. Kas/Asset non kas lain xxx
Jika yang diberikan adalah asset nonkas lain maka harus dinildi dengan harga wajar,
setelah sebelumnya nilai asset nonkas tersebut dinilai sejumlah harga wajarnya.
Bagi pihak yang menerima janji
Saat mendengar janji tidak diperlukan pencatatan apapun karena belum pasti hasil
atas syembara tersebut.
Setelah sayembara tersebut terpenuhi, maka dijurnal:
Dr. kas/Asset nonkas lain xxx
Kr. Pendapatan Ju’alah xxx
Jika yang diberikan adalah asset nonkas lain maka harus dinilai dengan harga pasar.9
G.pembatalan
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali memandang, bahwa Ju’alah adalah perbuatan
hokum yang bersifat suka rela. Dengan demikian, pihak pertama yang menjanjikan upah atau
hadiah, dan pihak kedua, yang melaksanakan pekerjaan dapat melakukan pembatalan.
Mengenai waktu pembatalan terjadi perbedaan pendapat
9
Lokcit, Sri Nurhayati-Wasilah, hal. 271
11. Mazhab Maliki berpendapat, bahwa Ju’alah hanya dapat dibatalkan oleh pihak pertama
sebelum pekerjaan dimulai oleh pihak kedua.
Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat, bahwa pembatalan itu dapat dilakukan oleh
salah satu pihak setiap waktu, selama pekerjaan itu belum selesai dilaksanakan, karena
pekerjaan itu dilaksanakan atas dasar suka rela. Namun menurut mereka, apabila pihak
pertama membatalkannya, sedangkan pihak kedua belum selesai melaksanakannya, maka
pihak kedua harus mendapatkan imbalan yang pantas sesuai dengan volume perbuatan yang
dilaksanakannya. Kendatipun pekerjaan itu dilaksanakan atas dasar suka rela, tetapi
kebijaksanaan perlu diperhatikan.10
III. PENUTUP
Ju’alah adalah akad yang terkait dengan kinerja atau keberhasilan.
Ada beberapa madzhab ulama seperti: Madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali
berpendapat, bahwa Ju’alah boleh dilakukan, dan ada pula yang mengharamkan Ju’alah
karena mengandung unsur Gharar, salah satunya Mazhab Hanafi tidak membenarkan Ju’alah
karena didalam Ju’alah terdapat unsur Gharar, dan perbuatan yang mengandung unsur gharar
itu merugikan salah satu pihak dan dilarang dalam Islam. Dengan pembahasan diatas kita
dapat mengetahui seperti apakah Ju’alah itu, dan apa saja yang menyebabkan boleh atau tidak
diperbolehkannya Ju’alah. Wallahu a’lam bis shawab.
10
Lokcit, Muhamad Ali Hasan, hal. 270
12. DAFTAR PUSTAKA
- Ali Hasan, Muhamad, “Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat)”,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
- Nurhayati Sri, wasilah, “Akuntansi Syariah di Indonesia”, Jakarta Salemba Empat,
2011
- Http:// Sharianomics. Wordpress. Com. /category/bank/03-jasa-surat-berharga/jualah/
Akses:1 Maret 2011. 12.00
13. - Http://luqmannomics. Wordpress. Com/2008/01/02/jualah. Akses:1 Maret 2011.
12.00