Makalah ini membahas prinsip-prinsip hukum perdata internasional khususnya mengenai kewarganegaraan dan kebendaan dalam perkawinan campuran. Pembahasan mencakup asas-asas kewarganegaraan seperti ius sanguinis, ius soli, dan kewarganegaraan tunggal/ganda serta akibat hukum perkawinan dan perceraian berdasarkan hukum negara mana perkawinan atau perceraian terjadi
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
Hukum perdata internasional asas perkawinan dan kebendaan
1. MAKALAH
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
OLEH :
1. WILLYBRODUS N. BATA
2. ANDRIANO POILEMA
3. ANDREAS ROMARIO DOPO
4. NIKODEMUS SABUNA
5. JANUARSE DJAMI RIWU
DPA. BILL NOPE, SH, LLM
SEMESTER VI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
TAHUN 2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Rakyat merupakan salah satu unsur fundamental terbentuknya suatu
negara. Begitupun rakyat Indonesia yang merupakan Warga Negara
Indonesia (WNI). Dan bangsa Indonesia tidak lepas dari pergaulan dengan
bangsa lain, dan dalam pergulan itu akan timbul banyak maslah demikian
pula diidang huku, khususnya hukum perdata. Untuk itulah hukum perdata
internasional diperlukan untuk menjadi jawaban dari setiap perkara perdata
klintas negara antar warga dengan kewarganegaraan yang berbeda. Untuk
mewujudkan keingina itu perlu diketahui apa saja yang menjadi prinsip dsar
atau asas dalam penyelesaiaannya, sebelum menentukan prinsip dsara mana
yang amu digunakan perlu diketahui terlebih dahulu warga negar manakah
para pihak yang punya maslah ini. Setelah diketahui maka akan bisa
ditentukan prinsip dasar mana yang akan dipakai, itupun termasuk dalam
masalah mengenai kebendaan yang mungkin timbul dalam perkawinan yang
dimana suami istri punya kewarganegaraan yang berbeda.
Untuk pemenuhan rasa ingin tahu inilah makalah sederhana ini dibuat
guna memberikan pencerahan tentang asas kewarganegaraan yang berlaku
dalam Hukum Perdata Insternasional Indonesia juga mengenai asas yang
akan digunakan dalam penyelesaian masalah sehubungan dengan kebendaan
atau harta dalam perkawinan yang mungkin bisa erakhir dengan perceraian.
II. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk memberikan informasi tentang hubungan anatara hubungan hak
kewarganegaraan dan hukum perdata internasional juga mengenai harta
benda.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum perdata internasional sebagai
salah satu syarat kelulusan akademik dalam mwngikuti kuliah Hukum
Perdata Internasional.
3. III. RUMUSAN MASALAH
Masalah uang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana pemaknaan prinsip kewarganegaraan dalam Hukum Perdata
Instrenasional Indonesia?
2. Bagaimana pemaknaan kebendaan dalam perkawinan berdasarkan
Hukum Internasional?
IV. METODE PENULISAN
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalh ini
adalah metode kepustakaan.
4. BAB II
PEMBAHASAN
PEMAKNAAN PRINSIP KEWARGANEGARAAN
DALAM HUKUM PERDATA INSTRENASIONAL INDONESIA
ASAS KEWARGANEGARAAN MENURUT HPI INDONESIA
Sesuai undang-undang No.12 tahun 2006 bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat
dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 maka asas kewarganegaraan
meliputi asas kewarganegaraan umum atau universal yaitu asas ius sanguinis, ius soli,
dan campuran. Adapun asas yang dianut dalam UU No. 12 tahun 2006 adalah berikut
ini.
a. Asas Ius Soli
Adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara
tempat kelahiran. Bagi negara indonesia penentuan yang diber lakukan terbatas
bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
tersebut.
b. Asas Ius Sanguinis
Adalah penenuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian
darah. Artinya penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan negara tempat tinggalnya.
c. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas Kewaganegaraan Ganda Terbatas
Adalah asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada
dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatr ide) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diber ikan kepada
anak dalam undangundang ini merupakan suatu pengecualian. Namun ada suatu
negara dalam menentukan kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius
soli atau ius sanguinis saja, maka dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang
ter jadi yaitu bipatride dan apatride. Bipatride (dwi kewarganegaraan) yaitu
5. kewarganegaraan rangkap/ ganda. Dengan demikian mengakibatkan
ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan kerumitan administrasi
tentang kewarganegaraan tersebut. Apatride (tanpa kewarganegaraan) yaitu
seseorang tanpa memiliki kewarganegaraan. Dengan demikian keadaan apatride
ini mengakibatkan seseorang tidak akan mendapat per lindungan dari negara
manapun juga. Contoh negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika
Serikat, sedangkan yang menerapkan asas ius sanguinis adalah Cina.
Seorang warga negara Cina yang meahirkan anak di Amer ika Ser ikat, menurut
asas yang dianut oleh masing-masing negara tersebut memiliki dua
kewarganegaraan yaitu warga negara Amerika Serikat dan warga negara Cina.
Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan seorang anak di Cina
menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan (apatride).
Untuk mengatasi keslitan diatas diadakan perundingan dengan negara lain untuk
menentukan pewarganegaraan seseorang terdapat 2 macam stetsel yaitu stetsel
pasif dan aktif. Stetsel pasif adalah semua penduduk diakui sebagai wargnegara
kecuali ia menolak menjadi warga negara atau hak repudiasi. Stetsel aktif adalah
untuk menjadi warga negara seseorang harus menggunakan hak opsi atau hak
untuk memilih menjadi warga negara.
PEWARGANEGARAAN (NATURALISASI)
Negara Republik Indonesia memberi kesempatan kepada orang asing (bukan warga
negara) untuk menjadi warga negara. Dalam hal permohonan kewarganegaraan atau
naturalisasi. Naturalisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu naturalisasi biasa dan
istimewa.
a. Naturalisasi Biasa
Persyaratan menjadi kewarganegaraan Republik Indonesia menurut undang-
undang kewarganegaran adalah sebagai berikut.
Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin
Pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal diwilayah
negara sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak ber turut-
turut.
Sehat jasmani dan rohani.
6. Dapat berbahasa Indonesia dan mengakui dasar negara Pancasila dan
UUD 1945.
Tidak pernah dijatuhi pidana karena tindak pidana yang diancam sanksi
penjara 1 tahun atau lebih.
Tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.
Mempunyai pekerjaan atau penghasilan tetap.
Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara sebesar ketentuan
peraturan pemer intah.
b. Naturlisasi Istimewa (Luar Biasa)
Nauralisasi istemewa di neara RI dapat diberikan kepada warga negara asing
yang status kewarganegaraannya sebagai ber ikut.
Anak WNI yang lahir diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun
atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing.
Anak WNI yang belum berusia 5 tahun meskipun secara sah sebagai anak
oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap sebagai WNI.
Perkawinan WNI dan WNA baik sah maupun tidak sah dan diakui orang
tuanya yang WNI, atau perkawinan yang melahirkan anak di wilayah RI
meskipun status kewarganegaraan orang tuanya tidak jelas berakibat
anak berkewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau sudah kawin.
Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara ter tulis dan
disampaikan kepada pjabat dengan melampirkan dokumen
sebbagaimana ditentukan dalam perundang-undangan.
Perbuatan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu
paling lambat 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin.
Warga asing yang telah ber jasa kepada negara RI dengan pernyataannya
sendiri (permohonan) untuk menjadi warga negara RI, atau dapat diminta
oleh negara RI.
Kemudian mereka mengucapkan sumpah atau janji setia. Cara ini diber
ikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
7. AKIBAT PEWARGANEGARAAN
Pewarganegaraan membawa akibat hukum pasangan kawin campuran dan
anakanaknya yang menjadi warga negara karena pewarganegaraan. Berikut adalah
akibat dari pewarganegaraan:
a. Setiap orang yang bukan WNI diperlakukan seperti orang asing.
b. Kehilangan kewarganegaraan RI bagi suami atau istri yang terikat perkawinan
sah tidak menyebabkan kehilangan status kewarganegaraan itu.
c. Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai
hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh
kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI.
d. Seorang anak yang lahir dari perkawinan WNA dan WNI tanpa memandang
kedudukan hukukm ayahnya baik sah maupun tidak sebelum usia 18 tahun
memiliki kewarganegaran ganda. Setelah 18 tahun diharuskan memilih
kewaranegaraan.
e. Anak yang lahir di wilayah negara RI yang saat lahir tidak jelas kedudukan orang
tuanya atau tidak diketahui orang tuanya merupakan kewarganegaraan RI.
f. Anak dibawah usia 5 tahun telah ditetapkan secara sah sebagai anak WNA
berdasarkan pengadilan, tetap diakui sebagai WNI.
8. PEMAKNAAN KEBENDAAN DALAM PERKAWINAN
BERDASARKAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
A. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERKAWINAN
Berdasarkan Pasal 1 UU 1/1974 tentang Perkawinan, perkawinan di
definisikan sebagai :
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Ikatan semacam itu berlansung antara pria dan wanita yang masing-
masing tunduk pada sistem hukum nasional yang berbeda tentunya
memunculkan persoalna-persoalan HPI dalam bidang hukum keluarga
yang meliputi masalah validitas perkawinan, kekuasaan orang tua, status
anak, dan juga masalah megenai kebendaan atau harta ketika perkawinan
itu berakhir.
Dalam HPI persoalan pokoknya adalah sistem hukum manakah yang
harus diberlakukan terhadap persoalan-persoalan di atas. Di bawah
ini akan disajikan beberapa asas utama yang dikembangkan dalam bidang
hukum keluarga/perkawinan untuk menentukan the appicable law dari
persoalan terbsebut diatas.
Pengertian Perkawinan Campuran
Secara teoritis dalam HPI dikenal dua pandangan utama yang berusuaha
membatasi pengertian “perkawinan campuran”, yaitu :
a. Perkawinan yang berlangsung antara pihak yang berbeda domicile-
nya sehingga terhadap masing-masing pihak berlaku kaidah hukum
yang berbeda.
b. Pernikahan antara pihak yang berbeda kewarganegaraanya.
Berdasarkan definsi diatas, berikut ini adalah akibat yang ditimbulkan
oleh perkawinan campuran.
9. Akibat Perkawinan Campuran
Beberapa asas yang berkembang dalam HPI tentang akibat perkawinan
adalah bahwa akibat perkwanina tunduk pada :
a. Sistem hukum tempat perkawinan diresmikan
b. Sistem hukum dari tempat suami-istri bersama-sama menjadi warga
negara setelah perkawinan
c. Sistem hukum dari tempat suami istri berkediaman tetap bersama
setelah perkawinan atau tempat suami-istri ber-domicile setelah
perkawinan
Perceraian dan Akibat Perceraian
Beberapa asas HPI menyatakan bahwa maslah berakhirnya perkawinan
karena perceraian serta akibat-akibat perceraian harus diselesaikan
berdasarkan sistem hukum dari tempat :
a. Sistem hukum tempat perkawinan diresmikan
b. Sistem hukum dari tempat suami-istri bersama-sama menjadi warga
negara setelah perkawinan
c. Sistem hukum dari tempat suami istri berkediaman tetap bersama
setelah perkawinan atau tempat suami-istri ber-domicile setelah
perkawinan
d. Diajukannya gugatan perceraian (lex fori)
B. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL HUKUM BENDA
Kesulitan selalu timbul apabila pembahasan tentang benda dan hak-hak
kebendaan dalam HPI sehubungan dengan benda tetap (imoveables), benda
bergerka (movable) dan benda tak berwujud (intangibles) karena setiap
sistem hukum menetepkan kriteria serta klarifikasi tentang benda yang
berbeda-beda.
Karena itu, pertanyaan yang penting dalam HPI adalah berdasarkan hukum
amana klarifikasi jenis benda itu harus dilakukan. Dalam kaitan ini, teori
HPI mengenal dua asa utama yang menetapkan bahwa klarifikasi semana itu
harus dilakukan berdasarakan :
10. a. Hukum dari tempat gugatan atas benda itu diajukan (lex fori)
b. Hukum dari tempat benda berada/terletak (lex situs)
Status Benda Tetap
Asas umum yang diterima dalam HPI menetapkan bahwa status banda tetap
ditetapkan berdasarkan lex situs atau hukum dari tempat benda
berada/terletak. Asas ini juga dimuat dalam pasal 17 Algemene Bepalingen
van wetgeving voor Indonesie.
Status Benda Bergerak
Beberapa asas HPI yang menyangkut penentuan status benda bergerak,
anatara lain, menetapkan berdasarkan :
a. Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tersebut
berkewarganegaraan
b. Hukum dari tempat pemegang hak atas benda tersebut
c. Hukum dari tempat benda terletak
Status Benda Tak berwujud
Benda yang dikategorikan ke dalam “benda tidak berwujud” biasnay meliputi
utang piutang, hak milik perindustrian, atau hak milik intelektual. Asas HPI
yang relevan dengan usaha penentuan status benda tak berwujud, di
antaranya, menetapkan bahwa yang diberlakukan adalah sistem dari
tempat :
a. Kreditur atau pemegang hak atas benda itu berkewarganegaraan
b. Gugatan atas benda itu diajukan
c. Pembuat perjanjian utang piutang (khusus untuk perjanjian utang
piutang)
d. Yang sitem hukumnya dipilih oleh para pihak dalam perjanjian yang
menyangkut benda-benda
11. BAB I
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum menjamin setiap warga negara, baik hak maupun kewajiban. Dan begitu
pula warga negara sebagi salah subjek hukum internasional, oleh karenanya maka
setiap warga negara punya hak keperdataan. Sehubugan dengan hal itu maka perlu
diketahui apa saja yang menjadi hak – hak individu warga negara juga hubungannya
dengan hukum perdata internasional.
Ikatan Perkawinan yang berlansung antara pria dan wanita yang masing-masing
tunduk pada sistem hukum nasional yang berbeda tentunya memunculkan persoalna-
persoalan HPI dalam bidang hukum keluarga yang meliputi masalah validitas
perkawinan, kekuasaan orang tua, status anak, dan kosekueisi yuridik lainnya dari
perkawinan itu. Namun dengan asas-asas yang telah sebutkan di atas dapat membantu
memilih langkah dan proses penyelesain masalah yang timbul dikemudian hari akibat
perbedaan kewarganegaraan itu khusus dalam hubungannya dengan kebendaan atau
harta dalam perkawinan.
12. DAFTAR PUSTAKA
Hardjowahono, Bayu S.2013. Hukum Perdata Internasional. Bandung : PT Citra Aditya
Bhakti
http://www.accademia.com/edu.htm
Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (Peraturan Umum Mengenai
Perundang-Undangan Untuk Indonesia)
UU No UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia