2. Philosophy should now perform its final service. It Should seek the insight,
dim thought it be, to escape the wide wreckage of a race of being sensitive to
values beyond those of mere animal enjoyment (Whitehead, 1959: 163)
Saat ini filsafat sudah harus menjalankan tugas akhirnya. Ia harus mencarikan
penglihatan, sekabur apapun, untuk membebaskan sedemikian banyak
manusia yang sudah rongsokan agar sadar akan nilai-nilai yang lebih dari
sekadar kesenangan-kesenangan hewani
3. Belajar filsafat hampir menjadi kewajiban bagi
semua pembelajar disiplin ilmu apapun.
• Ada apa dengan filsafat?
• Untuk apa semua disiplin ilmu harus mempelajari “filsafat-tentang-disiplin
ilmunya”?
4. Jawaban umum dari pertanyaan ini adalah
filsafat adalah ibunya segala ilmu.
Karena itu mempelajari filsafat berarti
mengetahui asal mula kelahiran suatu ilmu.
6. 1
• Filsafat adalah sebuah ilmu yang membahas segala aspek pemikiran manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat mengungkapkan teori-teori penyebab
sebuah pemikiran dan dijabarkan dengan kelogisan. Ilmu fisafat pertama kali
disampaikan oleh Thales. Pengembang ilmu filsafat yang paling terkenal dan
paling berpengaruh adalah Aristoteles.
7. 2
• Filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah
semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok yang tetap sama saja.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana
kita dapat mengetahuinya; hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya
satu sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan pendapat- pendapat yang
telah diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-
asumsi dari pemikiran ini dan selanjutnya memeriksa apakah hal-hal itu
berlaku. (Alfred Ayer)
8. Filsafat bagi Ayer adalah pencarian jawaban atas
sejumlah pertanyaan sebagai berikut:
a. apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita dapat mengetahuinya?
b. hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain?
c. Mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima, mencari
ukuran-ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dari pemikiran
ini dan selanjutnya memeriksa apakah hal-hal itu dapat berlaku.
9. a. apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana
kita dapat mengetahuinya?
• Pertanyaan pertama ini kemudian lazim disebut sebagai ontologi, sedang
pertanyaan kedua adalah epistemologinya.
10. Ontologi
• Ontologi berakar dari dua jenis kata dalam bahasa Yunani yaitu "ontos" dan
logos". Ontos berarti sebuah keberadaan atau kondisi yang ada secara fakta
dan logos berarti sebuah wawasan atau ilmu. Apabila digabungkan, maka
ontologi berarti ilmu yang mempelajari sesuatu keberadaan atau kondisi yang
ada sesuai fakta.
11. Contoh Ontologi
• Ontologi tentang rumah. Di zaman sekarang, sudah berbagai macam model
rumah yang dibangun. Rumah saat ini ada yang bersusun, rumah tingkat, dan
bahkan membentuk apartemen. Pada zaman dahulu, manusia hanya
mengenal satu jenis rumah. Tapi, faktanya walau saat ini sudah banyak jenis-
jenis susunan rumah tetap saja kita menyebutnya dengan rumah atas dasar
wawasan yang benar dan memang ada.
12. Epistemologi
• Epistemologi berakar dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu "episteme"
dan "logos". Episteme berarti sebuah wawasan atau ilmu pengetahuan dan
logos berarti sebuah ilmu pengetahuan yang disusun dengan sistematis.
Apabila digabungkan, epistemologi berarti sebuah wawasan pengetahuan
yang membahas dasar sebuah ilmu pengetahuan secara sistematis.
13. Contoh Epistemologi
• Pada ontologi kita mengetahui jika kita bisa mengetahui rumah walau dengan
tampilan berbeda. Dalam epistemologi kita akan mengetahui bagaimana cara
kita menganalisa bahwa bangunan itu adalah rumah. Kita akan melihatnya
melalui panca indera. Kemudian, hasil dari penglihatan akan dikirim oleh
saraf ke otak. Dalam otak, penglihatan tadi akan dianalisis lebih lanjut
tentang semua yang dilihat agar dapat diketahui apakah itu rumah atau bukan.
14. Aksiologi
• Aksiologi berakar dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu "axios" dan
"logos". Axios berarti sebuah rasa layak atau pantas dalam menerima sesuatu
dan logos berarti ilmu pengetahuan. Apabila digabungkan, aksiologi berarti
ilmu yang mencari tahu sebuah manfaat atau nilai yang didapat dari sebuah
analisis ilmu terhadap sesuatu.
15. Contoh Aksiologi
• Aksiologi mempelajari sebuah manfaat atau nilai dari analisis ilmu. Dengan
contoh sebelumnya, maka dengan ilmu aksiologi kita bisa mengetahui rumah
mana yang akan kita tinggali, rumah yang nyaman dan rumah sesuai yang kita
inginkan. Dengan itu kita bisa mudah menentukan sebuah keputusan.
16. b. hal-hal apa yang ada dan bagaimana
hubungannya satu sama lain?
• Inilah pertanyaan khas jenis filsafat yang bertanya mengenai “hal-hal
mendasar”.
• Awam mungkin hanya menerima sesuatu apa adanya. Namun para filsuf
membedakan segala yang ada itu dalam tingkatan tertentu.
• Misalnya, bayang-bayang dan badan kita sama-sama ada, tapi tentu saja
keberadaannya berbeda.
17. • Filsafat menghasilkan jawaban atas kedua pertanyaan ini dengan dua istilah
khas: substansi (sesuatu yang menjadi sumber atau dasar dari adanya sesuatu
yang lain) dan aksiden (sesuatu yang keberadaannya tergantung pada sesuatu
yang lain).
18. c. Mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima, mencari ukuran-
ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dari pemikiran ini dan
selanjutnya memeriksa apakah hal-hal itu dapat berlaku.
• Nah, inilah tugas filsafat yang lebih ringan, yaitu Mempermasalahkan
pendapat-pendapat yang telah diterima.
• Filsafat tak hanya Mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah
diterima, namun juga mencari ukuran-ukuran dan menguji nilainya.
19. Cukup rumit, tetapi menyenangkan. Bila terasa cukup
rumit, ada baiknya kita mencari definisi Filsafat yang lebih
“ringan” dan lebih “renyah”.
• Peursen mengaitkan filsafat dengan rasa heran.
• Filsafat sebagai hasrat akan kebijaksanaan yang akan tumbuh dalam diri
manusia ketika manusia dihinggapi oleh rasa kagum dan rasa heran.
• Rasa heranlah yang membuat manusia berbeda dengan binatang atau
tumbuhan.
20. • Binatang secara umum menganggap dunia kehidupannya sebagai biasa-biasa
saja, tetapi manusia seharusnya tidak. Rasa biasa hanya pada permulaannya
saja, terutama ketika kehidupan sudah demikian mekanis.
• Maksudnya, ketika seluruh kegiatan kita dilakukan secara begitu saja: bangun
pagi, shalat subuh, pergi ke kampus/kantor, siangnya pulang, istirahat,
menonton TV, lalu tidur dan bangun esok harinya dengan cara sama.
21. • Hidup manusia tak boleh sekadar mengulangi kegiatan yang sama.
• Ada banyak kegiatan yang kita anggap biasa-biasa, membuat kita malas
mengubahnya. Kita terkurung di dalamnya yang akhirnya kita tak pernah
menjadi apa-apa atau siapa-siapa. Kita menjadi tawanan dari kebiasaan kita.
• Situasi ini sangat menyedihkan, karena sebagai manusia kita tak sekadar
menempati ruang kehidupan. Lebih dari itu, kita berkewajiban untuk
berkarya, memberi warna pada dunia.
22. Kembali lagi pada pertanyaan: Apa itu Filsafat?
Kutipan lanjuran Van Peursen akan diajukan:
• Saya kira bahwa filsafat atau lebih tepatnya berfilsafat, pertama-tama adalah
penjelasan dari pandangan kita sendiri.
• Kedua adalah suatu ikhtiar untuk dapat melakukan komunikasi secara dalam
dengan kenyataan.
• Dan ketiga, adalah integrasi dari pemikiran-pemikiran yang terlalu teoritis dan
tindakan-tindakan yang lebih praktis
23. • …filsafat mempunyai tugas menyumbang untuk menjelaskan sikap manusia
yang menyeluruh, di antaranya sikap keagamaannya, etikanya, sosialnya dan
semacam itu…Filsafat bukanlah hanya integrasi dan komunikasi, akan tetapi
pembentangan asumsi-asumsi sendiri dan kesediaan untuk dikritik. Soalnya
adalah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mencantumkan
tanda tanya di belakangnya…
24. • Mencantumkan tanda tanya di belakang segala hal-hal yang kita anggap sudah
semestinya, yang terlalu emosional kita terima sebagai benar tak
terbantahkan. Itulah Filsafat, lebih tepatnya kegiatan berfilsafat.
25. • Alfred Schulzt (filsuf fenomenologo sosial) menyebutnya sebagai we wier
character (karakter kekitaan). Dalam karakter kekitaan ini, kita menyebut
sesuatu sebagai benar bukan karena ia benar melainkan karena terlampau
banyak orang yang melakukannya (di sini muncul asumsi: tak mungkin semua
orang salah), dalam waktu yang lama (ada asumsi: kalau salah, pasti sudah
lama diganti), dan dilakukan secara berulang-ulang (asumisnya: kalau
tindakan ini salah, tidak mungkin diulang-ulang).
26. B. Apa ciri dasar kegiatan berfilsafat?
• Berfilsafat tentu saja tak hanya sekadar meletakkan ‖tanda tanya‖ di belakang
segala sesuatu. Ada beberapa sifat dasar yang dimiliki secara khas oleh
filsafat, yaitu sistematis, radikal, dan kritis.
27. • Sistematis berarti upaya memahami segala sesuatu menurut aturan tertentu,
runut dan bertahap serta hasilnya dituliskan mengikuti suatu aturan tertentu
pula.
• Radikal berarti akar atau mendasar, diambil dari akar kata radix. Radikal
berarti mendalam sampai ke akar-karnya. Pemahaman yang ingin diperoleh
dari kegiatan filsafat adalah pemahaman yang mendalam terhadap segala
sesuatu.
28. • Sementara kritis berarti tidak menerima sesuatu begitu saja. Sementara, kritis
secara sepesifik berarti terbuka pada kemungkinan-kemungkinan baru,
dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang sudah
ada, dan selalu hati-hati dan waspada terhadap pelbagai kemunginan
kebekuan pikiran. Kritis juga berarti melakukan usaha secara aktif, sistematis
dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk memahami dan mengevaluasi
suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima,
ditolak, atau ditangguhkan vonisnya (disarikan dari Moore & Parker, 1990)
29. • Ketiga ciri kegiatan berfilsafat ini tentulah sangat diperlukan dalam
kehidupan nyata, apalagi dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Ilmu Ekonomi
harus sistematis, radikal, sekaligus juga kritis; bila Ilmu ekonomi tak
sistematis, tujuan yang dicanangkan tak akan tercapai dengan baik, bila ilmu
ekonomi tak radikal (dalam arti mendasar dan mendalam) maka praktek
ekonomi tak akan menghasilkan tujuan yang dimiliki kegiatan ekonomi; bila
ilmu ekonomi tidak kritis bagaimana mungkin masalah-masalah seperti
kelangkaan dapat diatasi. Jadi, kegiatan berfilsafat sangatlah penting dalam
dunia ekonomi.
30. C. Ruang Lingkup Kajian Filsafat
• Filsafat merupakan upaya rasional manusia dalam memahami struktur-
struktur dasar pengalaman dan realitas (Jean Ladriae, 1984, Vol II, h. 309).
• Pemahaman ini dilakukan untuk menemukan kebenaran, makna, dan
hubungan logis dari ide dasar (struktur-struktur dasar pengalaman dan
realitas).
31. Apakah makna itu, kebenaran, hubungan logis,
dan ide dasar itu?
• Makna dalam hal ini pertama kali berhubungan dengan definisi suatu hal.
Misalnya, Apakah manusia itu?. Kebenaran terkait dengan kepastian
terjadinya suatu hal, atau adanya suatu hal. Misalnya, Apakah benar kiamat
akan terjadi? atau Apakah benar di akhirat kelak ada surga? Kebenaran juga
terkait dengan kepastian di antara dua klaim yang sama-sama mengaku benar.
Misalnya, Mana yang paling benar ini atau itu?
32. • Hubungan logis adalah keterkaitan logis antara satu pernyataan yang satu
dengan yang lainnya. Dua buah keyakinan dikatakan memiliki hubungan logis
bila kebenaran (atau kesalahan ide) yang satu bergantung pada (atau
menentukan) kebenaran ide yang lain.
33. • Sedangkan yang dimaksud dengan Ide adalah sarana yang kita gunakan untuk
menggambarkan dan mengartikan pengalaman diri kita dan dunia di sekitar
kita.
• Istilah ide mencakup: a) Pelbagai keyakinan dan teori yang kita pegang
dengan sadar. (misalnya Tuhan itu ada), b) Pelbagai asumsi dan konsekuensi
keyakinan yang dipercayai begitu saja. Misalnya Indra kita memberi tahu kita
tentang bagaimana dunia ini ada dan berjalan; c) Pelbagai konsep yang berdiri
sendiri, seperti waktu, bentuk seni, kegilaan, dan lain-lain
34. Lalu apa yang dimaksud dengan Ide Dasar?
• Ide dasar adalah sebuah ide di mana bergantung kebenaran ide-ide lainnya yang
lebih spesifik (Lihat uraian Ayer mengenai filsafat).
• Misalnya, kepercayaan akan adanya Tuhan adalah kepercayaan dasar yang melandasi
kebenaran kitab-kitab suci. Sesuatu disebut sebagai ide dasar bila ia:
• a) Bersifat umum (agama adalah ide dasar dari Islam, Kristen, Yahudi, dll;
• b) Ide-ide dasar juga bersifat pervasif (meluas ke berbagai bidang). Misalnya, soal
agama adalah permasalahan yang pervasif, yang dimaknai secara berbeda-beda oleh
pelbagai disiplin ilmu dan pemeluk agama tertentu.
35. Jadi, kalau kita hendak membicarakan filsafat
ekonomi maka pertanyaan yang harus
dikemukakan adalah:
• Apa ide dasar dari ekonomi? (pertanyaan tentang ide dasar)
• Apakah ekonomi itu? (pertanyaan tentang makna)
• Apakah benar tujuan yang dikemukakan ekonomi itu akan terjadi? (pertanyaan
tentang Kebenaran)
• Apakah ada hubungan antara ekonomi dan Islam ? (pertanyaan tentang hubungan
logis)
• Kemampuan kita dalam menjawab ke-4 pertanyaan ini akan menentukan rumusan
Filsafat ekonomi. Serentak setelah itu kita pun dapat mengoreksi batasan ilmu
ekonomi yang sudah ada.
36. D. Manfaat Belajar Filsafat
• Untuk Apa belajar filsafat bagi para mahasiswa? Kees Bertens, dengan
mengutip pernyataan N. Ferre -seorang dosen di Amerika Serikat, as a whole
those who had studeid philosophy in college were better equipped to handla
advanced thinking than thos who had not, menulis bahwa:
37. • Studi filsafat mempersiapkan mahasiswa untuk handle advanced thinking. Mereka
sanggup menempatkan problem-problem yang harus ditangani dalam konteks lebih
luas dan pada tahap lebih mendalam. Mereka lebih gampang menangkap inti
persoalan dan tahu membedakan hal-hal penting dari hal-hal sampingan. Mereka
lebih peka terhadap nuansa-nuansa. Dan yang tak kalah penting: mereka lebih
sanggup merumuskan suatu permasalahan dengan jelas. Pendek kata, walaupun
studi filsafat tentu belum menjamin jawaban yang tepat bagi semua problem yang
dihadapi, namun seringkali ia dapat membantu untuk menilai dan mensituir
problem-problem konkret dengan lebih tepat dan matang
38. Refleksi: Jadi, Mari Belajar Filsafat....
• Bertrand Russel menegaskan, “…filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha
untuk…menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau
dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau bahkan
dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti:
setelah segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa yang dapat
ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita
menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar
bagi pengertian kita sehari-hari…”