SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
TUGAS MAKALAH
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA 2 PELARUT YANG
BERCAMPUR SEBAGIAN
Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Kinetika
Dan Kesetimbangan
Dosen pengampu : Dra. Ani Sutiani, M.Si
DISUSUN
OLEH:
NAMA KELOMPOK :
1. ESRA JULIANA HARIANJA (4172131015)
2. ADILA MAWADDAH (4173331001)
3. LINDA ROSITA (4173131020)
JURUSAN : KIMIA
KELAS : KIMIA DIK B 2017
KELOMPOK : VII (TUJUH)
PROGRAM : S-1 PENDIDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
I. TINJAUAN TEORI
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut
pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam
konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi. Bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan
terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu, hal ini sesuai menurut hukum
distribusi Nernst. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam
praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah
dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut
tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut
tetapan distribusi atau koefisien.
Nernst pertama kalinya memberi pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi
ketika tahun 1891, ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara
dua cairan yang tidak dapat bercampur sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperature tertentu.
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi
pembagian kelarutan.
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut
tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut
dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan
tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu
bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua
lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida
dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain
hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran
karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua
pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida
dan larutan iod dalam air (Vogel. 1986).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi
antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperature yang konstan
untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua
pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain
apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua
pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).
Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut
tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solute di dalam
kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan
tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi
dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut : Kd= C2/C1 atau Kd= Co/Ca dengan
Kd = Koefisien distrribusi, dan C1, C2, Co, dan Ca adalah konsentrasi solute pada pelarut
1,2 organik dan air.
Hukum Fase Gibb’s menyatakan bahwa P + V = C = 2 dimana P = fase, C =
komponen, V = derajat kebebasan. Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P = 2, yaitu
fase air dan organic, C = 1, yaitu zat terlarut di dalam pelarut dan fase air pada
temperature dan tekanan tetap, sehingga V = 1. Jadi kita dapatkan ; 2 + 1 = 1 + 2, yaitu P
+ V = C + 2. Menurut hukum distribusi Nernst, jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut
dalam fase 1 dan [X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada
kesetimbangan X1 dan X2 di dapat KD K_D= ([X_2])/([X_1]) dimana KD = koefisien
partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak bergantung pada konsentrasi total zat
terlarut pada kedua fase tersebut. Pada persamaan di atas, kita tidak menuliskan koefisien
aktivitas zat pada fase organic maupun fase air. Iod mampu larut dalam air dan juga
dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut
cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform,
menghitung konsentrasi awal dari iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh
konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi iod dalam
system kloroform air dapat ditentukan (Khopkar, 2007).
Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan
atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan
pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut
(solute) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat
berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun zat
anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain
untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di
laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat
ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current Craig”.
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap
(batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak dilakukan adalah
ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang
tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan
pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah
didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah
dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya. Cara
ini digunakan jika harga D cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini terjadi, maka satu kali
ekstraksi sudah cukup untuk memperoleh solut secara kuantitatif. Nmaun demikian,
ekstraksi akan semakin efektif jika dilakukan berulangkali menggunakan pelarut dengan
volume sedikit demi sedikit (Yazid, 2005).
Titrasi adalah cara analisis untuk menghitung jumlah cairan yang dibutuhkan untuk
bereaksi dengan sejumlah cairan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi
sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan
untuk mencapai titik ekivalen.. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati,
karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Suatu cairan
yang mengandung reaktan ditempatkan dalam buret, sebuah tabung yang panjang salah
satu ujungnya terdapat kran (stopkok) dengan skala milimeter dan sepersepuluh
milimeter. Cairan di dalam buret disebut titran dan pada titran ditambah indikator,
perubahan warna indikator menandai habisnya titrasi Hal ini diatasi dengan pemberian
indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik
akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran)
akan menyebabkan perubahan warna indikator. (Wahyudi,2000).
II. ALAT DAN BAHAN
III. PROSEDUR KERJA
IV. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan konstanta kesetimbangan suatu
solute terhadap dua pelarut yang tidak bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah
pelarut air dan pelarut organik lain seperti kloroform, petroleum eter, dan benzena atau
CCl4. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya adalah zat terlarut
dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut. Pemisahan dapat
dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam corong pemisah selama beberapa menit
Solute yang digunakan pada percobaan ini yakni larutan CH3COOH (asam asetat), di
mana digunakan beberapa variasi konsentrasi asam asetat (1 M, 0,8 M, 0,6 M, 0,4 M, dan
0,2 M). Sedangkan kedua pelarut yang tidak saling bercampur yakni digunakan akuades
(pelarut air) dan petroleum eter (pelarut organic). Antara akuades dan petroleum eter
memiliki sifat keporalan yang berbeda, sehingga antara kedua pelarut tersebut tidak akan
bercampur. Sementara itu, asam asetat akan terdistribusi ke dalam dua fasa pelarut
tersebut.
Sebelum dilakukan proses ekstraksi, pada larutan asam asetat perlu dititrasi terlebih
dahulu menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Tujuan awal titrasi ini untuk mengetahui
konsentrasi sebenarnya (standarisasi) dari asam asetat. Hal itu dilakukan untuk
mengantisipasi perubahan konsentrasi asam asetat saat proses penyimpanan yang
disebabkan oleh larutan yang bereaksi dengan senyawa lain di udara. Asam asetat dititrasi
dengan larutan NaOH karena asam asetat merupakan suatu asam, maka perlu dititrasi
dengan larutan yang bersifat basa (larutan NaOH merupakan basa), sehingga titrasi yang
terjadi merupakan titrasi asam-basa. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka
semakin banyak larutan standar NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk mencapai titik
ekivalen.
Pada titrasi CH3COOH dan NaOH digunakan indicator fenolftalein (PP). Penggunaan
indicator PP ini dikarenakan reaksi yang terjadi yakni antara asam lemah (CH₃COOH)
dan basa kuat (NaOH). Sehingga dimungkinkan saat mencapai titik ekivalen larutan akan
cenderung bersifat basa. Seperti yang telah diketahui bahwa indicator PP memiliki range
pH antara 8,2 – 10 (pH basa). Indicator ini akan menunjukkan perubahan warna dari
bening menjadi merah muda saat mencapai titik akhir titrasi.
Perubahan warna yang terjadi pada indicator PP saat kondisi asam dan basa adalah
sebagai berikut.
Warna awal larutan asam asetat saat telah ditambahkan indicator PP yakni bening.
Saat mulai dititrasi dengan larutan NaOH maka perlahan-lahan larutan akan menunjukkan
perubahan, di mana pada saat mencapai titik akhir titrasi larutan berubah warna menjadi
merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan telah sedikit melebihi titik ekivalennya.
Warna merah muda pada larutan menunjukkan warna indicator PP yang berubah karena
suasana larutan yang telah menjadi basa.
Reaksi yang terjadi pada proses titrasi antara asam asetat dan NaOH adalah sebagai
berikut.
Penambahan larutan petroleum eter ke dalam asam asetat saat proses ekstraksi di
dalam corong pisah agar terjadi pendistribusian asam asetat pada dua fasa. Pada proses
ekstraksi, campuran asam asetat dan PE harus dikocok dahulu untuk membuat dua fasa
larutan tercampur. Selain itu pengocokan ini akan mengakibatkan terjadinya distribusi zat
terlarut (asam asetat) ke dalam fasa organik dan fasa air, di mana pengocokan disini untuk
memperbesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua
fasa.
Saat proses pengocokan berlangsung, keran corong pisah perlu dibuka untuk
melepaskan tekanan uap yang berlebihan dalam corong. Gas tersebut berasal dari
petroleum eter yang mudah menguap. Hal ini perlu dilakukan karena kelebihan tekanan
gas pada corong dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pisah. Pelepasan
tekanan gas pada corong dilakukan sampai tidak ada gas yang dikeluarkan dari corong.
Corong pisah perlu didiamkan beberapa saat agar pemisahan antara dua fasa berlangsung
sempurna.
Saat tercapai kesetimbangan, larutan dalam corong pisah akan membentuk dua
lapisan. Kedua lapisan tersebut merupakan dua fasa yang tidak saling bercampur. Lapisan
organic yang mengandung petroleum eter berada pada lapisan atas, sedangkan lapisan air
berada pada lapisan bawah. Kedua lapisan tersebut terbentuk karena ekstraksi
menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur, di mana zat terlarut akan
terdistribusi ke dalam dua fasa tersebut. Lapisan organic berasa di atas, karena adanya
perbedaan massa jenis antara petroleum eter dan air, di mana massa jenis air lebih besar
dibandingkan massa jenis petroleum eter (massa jenis air sekitar 0,99 g/ml, sedangkan
massa jenis petroleum eter sekitar 0,66 g/ml).
Asam asetat setelah mengalami proses ekstraksi akan terdistribusi ke dalam dua fasa.
Sehingga, larutan pada fasa air (lapisan bawah) yang diperoleh dari proses ekstraksi
tentunya juga mengandung senyawa asam asetat. Konsentrasi asam asetat pada fasa air ini
dapat diketahui dengan menitrasi larutan dengan larutan standar NaOH 0,5 M
menggunakan indicator PP.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa volume NaOH 0,5 M yang digunakan untuk
menitrasi setelah proses ekstrasksi lebih sedikit dibandingkan saat titrasi asam asetat pada
kondisi awal. Hal itu berarti terjadinya penurunan konsentrasi asam asetat dalam larutan
yang disebabkan asam asetat yang telah terdistribusi ke dalam dua fasa pada saat proses
ekstraksi.
Asam asetat merupakan jenis pelarut polar protic, di mana protik menunjukkan atom
hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen.
Sedangkan asam asetat memiliki konstanta dielektrik “sedang” yaitu 6,2, di mana
konstanta dielektrik dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu pelarut (semakin
besar konstanta dielektrik, maka semakin polar). Nilai konstanta dielektrik asam asetat
yang “sedang” menjadikan asam asetat dapat pula larut dalam beberapa pelarut polar
seperti akuades, walaupun akan lebih cenderung larut ke pelarut non polar. Hal itulah
yang menyebabkan saat proses ekstraksi, asam asetat akan terdistribusi ke dua fasa (fasa
air dan organic) karena sifat asam asetat yang dapat larut baik dalam pelarut polar (air)
maupun non polar (organic).
Nilai K (konstanta kesetimbangan) dapat diperoleh dengan dibuat grafik hubungan
antara ln C(PE) vs ln C(air) di mana membentuk garis linear dengan slope n dan intersep
. Berdasarkan hasil percobaan distribusi solute (asam asetat) terhadap petroleum
eter dan air yaitu terdistribusi baik di dalam dua pelarut tersebut. Hal ini karena
CH3COOH dapat larut dalam pelarut polar (air) maupun pelarut non-polar (petroleum
eter).
Berdasarkan hasil percobaan grafik hubungan antara ln C(PE) vs ln C(air) membentuk
garis linear dengan persamaan garis y = 1,458x – 2,595 dengan nilai R2=0,949. Sehingga,
diperoleh nilai n yakni 1,458 dan K yakni 19,532
Nilai K yang diperoleh lebih dari 1, menunjukkan bahwa asam asetat lebih
terdistribusi ke fasa organic (PE). Hal ini terjadi karena nilai konstanta dielektriknya yang
“sedang” yakni 6,2 yang menunjukkan kepolaran yang rendah menyebabkan asam asetat
akan lebih larut ke dalam pelarut organic (PE). Diketahui bahwa konstanta dielektrik PE
yakni sekitar 1,8, sedangkan jika dibandingkan dengan konstanta dielektrik air yakni 80,
maka tentu asam asetat akan lebih terlarut dalam PE karena perbedaan kepolaran asam
asetat dan PE yang tidak terlalu jauh.
V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian
I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-enam). Jakarta, Erlangga.
Vogel. 1986. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Wahyudi. 2000. Jurnal Kimia dan Larutan. Jurusan Kimia UNESA, Surabaya.
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Jakarta: UI Press

More Related Content

What's hot

Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan TawasLaporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan TawasDila Adila
 
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerlaporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerqlp
 
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium SulfatPenetapan Kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium SulfatRidwan Ajipradana
 
Laporan Pratikum Konduktometri
Laporan Pratikum KonduktometriLaporan Pratikum Konduktometri
Laporan Pratikum KonduktometriDila Adila
 
LAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriLAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriqlp
 
Praktikum organik aldehid keton
Praktikum organik aldehid ketonPraktikum organik aldehid keton
Praktikum organik aldehid ketonDwi Atika Atika
 
Bab iv asidi alkalimetri
Bab iv asidi alkalimetriBab iv asidi alkalimetri
Bab iv asidi alkalimetriAndreas Cahyadi
 
96837935 bundel-kalium-bikromat
96837935 bundel-kalium-bikromat96837935 bundel-kalium-bikromat
96837935 bundel-kalium-bikromatHaris Nurhidayat
 
Laporan Praktikum Destilasi
Laporan Praktikum DestilasiLaporan Praktikum Destilasi
Laporan Praktikum DestilasiErnalia Rosita
 
Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Dede Suhendra
 
Rekristalisasi
RekristalisasiRekristalisasi
RekristalisasiTillapia
 
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksiPenentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksiDian Mustikasari
 
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagianLaporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagianRuci Rushiana
 
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK Bogor
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK BogorPenetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK Bogor
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK BogorDeviPurnama
 
Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)Windha Herjinda
 
laporan kimia organik - Sintesis asetanilida
laporan kimia organik - Sintesis asetanilidalaporan kimia organik - Sintesis asetanilida
laporan kimia organik - Sintesis asetanilidaqlp
 
laporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetrilaporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetriwd_amaliah
 
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...risyanti ALENTA
 

What's hot (20)

Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan TawasLaporan Praktikum Pembuatan Tawas
Laporan Praktikum Pembuatan Tawas
 
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerlaporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
 
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium SulfatPenetapan Kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat
Penetapan Kadar Sulfat dalam Natrium Sulfat
 
Laporan Pratikum Konduktometri
Laporan Pratikum KonduktometriLaporan Pratikum Konduktometri
Laporan Pratikum Konduktometri
 
LAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetriLAPORAN asidi alkalimetri
LAPORAN asidi alkalimetri
 
Argentometri
ArgentometriArgentometri
Argentometri
 
Gravimetri. bu swatika
Gravimetri. bu swatikaGravimetri. bu swatika
Gravimetri. bu swatika
 
Praktikum organik aldehid keton
Praktikum organik aldehid ketonPraktikum organik aldehid keton
Praktikum organik aldehid keton
 
Bab iv asidi alkalimetri
Bab iv asidi alkalimetriBab iv asidi alkalimetri
Bab iv asidi alkalimetri
 
96837935 bundel-kalium-bikromat
96837935 bundel-kalium-bikromat96837935 bundel-kalium-bikromat
96837935 bundel-kalium-bikromat
 
Laporan Praktikum Destilasi
Laporan Praktikum DestilasiLaporan Praktikum Destilasi
Laporan Praktikum Destilasi
 
Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i
 
Rekristalisasi
RekristalisasiRekristalisasi
Rekristalisasi
 
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksiPenentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
Penentuan laju reaksi dan tetapan laju reaksi
 
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagianLaporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
Laporan kelarutan dua cairan yang saling bercampur sebagian
 
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK Bogor
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK BogorPenetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK Bogor
Penetapan kadar ca dalam CaCO3 SMK-SMAK Bogor
 
Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)Senyawa koordinasi (kompleks)
Senyawa koordinasi (kompleks)
 
laporan kimia organik - Sintesis asetanilida
laporan kimia organik - Sintesis asetanilidalaporan kimia organik - Sintesis asetanilida
laporan kimia organik - Sintesis asetanilida
 
laporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetrilaporan praktikum analisis gravimetri
laporan praktikum analisis gravimetri
 
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...
Kelompok 2 prak-ask PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT PADA CUKA PASAR MENGGUNAKAN ...
 

Similar to DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR

Koefisien distribusi
Koefisien distribusiKoefisien distribusi
Koefisien distribusiIhsan Yaacob
 
Kesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimiaKesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimiaTillapia
 
Kelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatKelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatRidwan
 
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusi
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusiLaporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusi
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusiRukmana Suharta
 
Kelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obatKelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obatkhoirilliana12
 
Kelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfKelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfDonaPiter
 
Laporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarLaporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarilmanafia13
 
Koef distribusi laporan
Koef distribusi laporanKoef distribusi laporan
Koef distribusi laporanChaLim Yoora
 
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxMateri Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxAnnisaIcaMaharani
 
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURDISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURLinda Rosita
 
Termodinamika (3) b fase_-_fase_zat_murni
Termodinamika (3)  b fase_-_fase_zat_murniTermodinamika (3)  b fase_-_fase_zat_murni
Termodinamika (3) b fase_-_fase_zat_murnijayamartha
 

Similar to DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR (20)

Ekstraksi pelarut
Ekstraksi pelarutEkstraksi pelarut
Ekstraksi pelarut
 
Ekstraksi pelarut
Ekstraksi pelarutEkstraksi pelarut
Ekstraksi pelarut
 
Koefisien distribusi
Koefisien distribusiKoefisien distribusi
Koefisien distribusi
 
Kesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimiaKesetimbangan kimia
Kesetimbangan kimia
 
Kelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik ObatKelarutan Intrinsik Obat
Kelarutan Intrinsik Obat
 
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusi
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusiLaporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusi
Laporan praktikum pemisahan kimia penentuan koefisien distribusi
 
Fenomena Distribusi
Fenomena DistribusiFenomena Distribusi
Fenomena Distribusi
 
Kelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obatKelarutan intrinsik obat
Kelarutan intrinsik obat
 
Percobaan iv
Percobaan ivPercobaan iv
Percobaan iv
 
Kelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdfKelarutan 1.pdf
Kelarutan 1.pdf
 
Ekstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cairEkstraksi pelarut cair cair
Ekstraksi pelarut cair cair
 
Penuntun kd2
Penuntun kd2Penuntun kd2
Penuntun kd2
 
Laporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasarLaporan praktikum kimia dasar
Laporan praktikum kimia dasar
 
Koef distribusi laporan
Koef distribusi laporanKoef distribusi laporan
Koef distribusi laporan
 
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxMateri Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
 
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURDISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
 
4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu4 fungsi-suhu
4 fungsi-suhu
 
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
Bab v kelarutan (Farmasi Fisika)
 
Chemistry
ChemistryChemistry
Chemistry
 
Termodinamika (3) b fase_-_fase_zat_murni
Termodinamika (3)  b fase_-_fase_zat_murniTermodinamika (3)  b fase_-_fase_zat_murni
Termodinamika (3) b fase_-_fase_zat_murni
 

More from Linda Rosita

CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTW
CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTWCJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTW
CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTWLinda Rosita
 
ANALISIS INSTRUMEN TES
ANALISIS INSTRUMEN TESANALISIS INSTRUMEN TES
ANALISIS INSTRUMEN TESLinda Rosita
 
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...Linda Rosita
 
PPT POWER POINT UNSUR NITROGEN
PPT POWER POINT UNSUR NITROGENPPT POWER POINT UNSUR NITROGEN
PPT POWER POINT UNSUR NITROGENLinda Rosita
 
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYA
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYAMAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYA
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYALinda Rosita
 
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYA
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYACBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYA
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYALinda Rosita
 
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUM
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUMPROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUM
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUMLinda Rosita
 
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIANPENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIANLinda Rosita
 
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASIKONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASILinda Rosita
 
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASALinda Rosita
 
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIA
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIAANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIA
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIALinda Rosita
 
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASALinda Rosita
 
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASALinda Rosita
 
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROP
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROPREKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROP
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROPLinda Rosita
 
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERAL
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERALTERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERAL
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERALLinda Rosita
 
Kromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cairKromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cairLinda Rosita
 
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPIS
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPISPEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPIS
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPISLinda Rosita
 
PEMISAHAN ZONE MELTING
PEMISAHAN ZONE MELTINGPEMISAHAN ZONE MELTING
PEMISAHAN ZONE MELTINGLinda Rosita
 

More from Linda Rosita (20)

CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTW
CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTWCJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTW
CJR PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA MODEL PBL DAN TTW
 
ANALISIS INSTRUMEN TES
ANALISIS INSTRUMEN TESANALISIS INSTRUMEN TES
ANALISIS INSTRUMEN TES
 
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...
PROPOSAL PKM PEMANFAATAN ARANG AKTIF ABU SEKAM PADI UNTUK PENJERNIHAN AIR LIM...
 
PPT POWER POINT UNSUR NITROGEN
PPT POWER POINT UNSUR NITROGENPPT POWER POINT UNSUR NITROGEN
PPT POWER POINT UNSUR NITROGEN
 
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYA
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYAMAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYA
MAKALAH HIDROGEN DAN TURUNANNYA
 
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYA
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYACBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYA
CBR STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN UNSUR BORON DAN SENYAWANYA
 
CBR BORON
CBR BORONCBR BORON
CBR BORON
 
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUM
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUMPROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUM
PROJEK PEMBUATAN GAS HIDROGEN DENGAN VIXAL DAN ALUMINIUM
 
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIANPENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN
PENENTUAN SKOR DAN MENGOLAH DATA HASIL PENGUKURAN DAN PENILAIAN
 
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASIKONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
KONSEP PENGUKURAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
 
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN ASAM BASA
 
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIA
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIAANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIA
ANGKET MOTIVASI BELAJAR KIMIA
 
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN TES DAN NON TES POKOK BAHASAN ASAM BASA
 
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASAANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASA
ANALISIS INSTRUMEN SOAL ASAM BASA
 
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROP
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROPREKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROP
REKAYASA IDE DESTILASI AZEOTROP
 
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERAL
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERALTERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERAL
TERMODINAMIKA DALAM MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN MINERAL
 
Kromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cairKromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cair
 
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPIS
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPISPEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPIS
PEMISAHAN ZAT HIJAU DAUN DENGAN KROMAOGRAFI LAPIS TIPIS
 
PEMISAHAN ZONE MELTING
PEMISAHAN ZONE MELTINGPEMISAHAN ZONE MELTING
PEMISAHAN ZONE MELTING
 
CBR ZONE MELTING
CBR ZONE MELTINGCBR ZONE MELTING
CBR ZONE MELTING
 

Recently uploaded

PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 

Recently uploaded (6)

PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 

DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR

  • 1. TUGAS MAKALAH DISTRIBUSI SOLUT ANTARA 2 PELARUT YANG BERCAMPUR SEBAGIAN Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Kinetika Dan Kesetimbangan Dosen pengampu : Dra. Ani Sutiani, M.Si DISUSUN OLEH: NAMA KELOMPOK : 1. ESRA JULIANA HARIANJA (4172131015) 2. ADILA MAWADDAH (4173331001) 3. LINDA ROSITA (4173131020) JURUSAN : KIMIA KELAS : KIMIA DIK B 2017 KELOMPOK : VII (TUJUH) PROGRAM : S-1 PENDIDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019
  • 2. I. TINJAUAN TEORI Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu, hal ini sesuai menurut hukum distribusi Nernst. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien. Nernst pertama kalinya memberi pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi ketika tahun 1891, ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat bercampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperature tertentu. Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel. 1986).
  • 3. Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990). Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut : Kd= C2/C1 atau Kd= Co/Ca dengan Kd = Koefisien distrribusi, dan C1, C2, Co, dan Ca adalah konsentrasi solute pada pelarut 1,2 organik dan air. Hukum Fase Gibb’s menyatakan bahwa P + V = C = 2 dimana P = fase, C = komponen, V = derajat kebebasan. Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P = 2, yaitu fase air dan organic, C = 1, yaitu zat terlarut di dalam pelarut dan fase air pada temperature dan tekanan tetap, sehingga V = 1. Jadi kita dapatkan ; 2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2. Menurut hukum distribusi Nernst, jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada kesetimbangan X1 dan X2 di dapat KD K_D= ([X_2])/([X_1]) dimana KD = koefisien partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak bergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Pada persamaan di atas, kita tidak menuliskan koefisien aktivitas zat pada fase organic maupun fase air. Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dari iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi iod dalam system kloroform air dapat ditentukan (Khopkar, 2007). Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik). Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat
  • 4. berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan- pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current Craig”. Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya. Cara ini digunakan jika harga D cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini terjadi, maka satu kali ekstraksi sudah cukup untuk memperoleh solut secara kuantitatif. Nmaun demikian, ekstraksi akan semakin efektif jika dilakukan berulangkali menggunakan pelarut dengan volume sedikit demi sedikit (Yazid, 2005). Titrasi adalah cara analisis untuk menghitung jumlah cairan yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sejumlah cairan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Suatu cairan yang mengandung reaktan ditempatkan dalam buret, sebuah tabung yang panjang salah satu ujungnya terdapat kran (stopkok) dengan skala milimeter dan sepersepuluh milimeter. Cairan di dalam buret disebut titran dan pada titran ditambah indikator, perubahan warna indikator menandai habisnya titrasi Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. (Wahyudi,2000). II. ALAT DAN BAHAN III. PROSEDUR KERJA
  • 5. IV. PEMBAHASAN Pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan konstanta kesetimbangan suatu solute terhadap dua pelarut yang tidak bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah pelarut air dan pelarut organik lain seperti kloroform, petroleum eter, dan benzena atau CCl4. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase tersebut. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam corong pemisah selama beberapa menit Solute yang digunakan pada percobaan ini yakni larutan CH3COOH (asam asetat), di mana digunakan beberapa variasi konsentrasi asam asetat (1 M, 0,8 M, 0,6 M, 0,4 M, dan 0,2 M). Sedangkan kedua pelarut yang tidak saling bercampur yakni digunakan akuades (pelarut air) dan petroleum eter (pelarut organic). Antara akuades dan petroleum eter memiliki sifat keporalan yang berbeda, sehingga antara kedua pelarut tersebut tidak akan bercampur. Sementara itu, asam asetat akan terdistribusi ke dalam dua fasa pelarut tersebut. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, pada larutan asam asetat perlu dititrasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Tujuan awal titrasi ini untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya (standarisasi) dari asam asetat. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi perubahan konsentrasi asam asetat saat proses penyimpanan yang disebabkan oleh larutan yang bereaksi dengan senyawa lain di udara. Asam asetat dititrasi dengan larutan NaOH karena asam asetat merupakan suatu asam, maka perlu dititrasi dengan larutan yang bersifat basa (larutan NaOH merupakan basa), sehingga titrasi yang terjadi merupakan titrasi asam-basa. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka semakin banyak larutan standar NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Pada titrasi CH3COOH dan NaOH digunakan indicator fenolftalein (PP). Penggunaan indicator PP ini dikarenakan reaksi yang terjadi yakni antara asam lemah (CH₃COOH) dan basa kuat (NaOH). Sehingga dimungkinkan saat mencapai titik ekivalen larutan akan cenderung bersifat basa. Seperti yang telah diketahui bahwa indicator PP memiliki range pH antara 8,2 – 10 (pH basa). Indicator ini akan menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi merah muda saat mencapai titik akhir titrasi.
  • 6. Perubahan warna yang terjadi pada indicator PP saat kondisi asam dan basa adalah sebagai berikut. Warna awal larutan asam asetat saat telah ditambahkan indicator PP yakni bening. Saat mulai dititrasi dengan larutan NaOH maka perlahan-lahan larutan akan menunjukkan perubahan, di mana pada saat mencapai titik akhir titrasi larutan berubah warna menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan telah sedikit melebihi titik ekivalennya. Warna merah muda pada larutan menunjukkan warna indicator PP yang berubah karena suasana larutan yang telah menjadi basa. Reaksi yang terjadi pada proses titrasi antara asam asetat dan NaOH adalah sebagai berikut. Penambahan larutan petroleum eter ke dalam asam asetat saat proses ekstraksi di dalam corong pisah agar terjadi pendistribusian asam asetat pada dua fasa. Pada proses ekstraksi, campuran asam asetat dan PE harus dikocok dahulu untuk membuat dua fasa larutan tercampur. Selain itu pengocokan ini akan mengakibatkan terjadinya distribusi zat terlarut (asam asetat) ke dalam fasa organik dan fasa air, di mana pengocokan disini untuk memperbesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Saat proses pengocokan berlangsung, keran corong pisah perlu dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan dalam corong. Gas tersebut berasal dari petroleum eter yang mudah menguap. Hal ini perlu dilakukan karena kelebihan tekanan gas pada corong dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pisah. Pelepasan tekanan gas pada corong dilakukan sampai tidak ada gas yang dikeluarkan dari corong.
  • 7. Corong pisah perlu didiamkan beberapa saat agar pemisahan antara dua fasa berlangsung sempurna. Saat tercapai kesetimbangan, larutan dalam corong pisah akan membentuk dua lapisan. Kedua lapisan tersebut merupakan dua fasa yang tidak saling bercampur. Lapisan organic yang mengandung petroleum eter berada pada lapisan atas, sedangkan lapisan air berada pada lapisan bawah. Kedua lapisan tersebut terbentuk karena ekstraksi menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur, di mana zat terlarut akan terdistribusi ke dalam dua fasa tersebut. Lapisan organic berasa di atas, karena adanya perbedaan massa jenis antara petroleum eter dan air, di mana massa jenis air lebih besar dibandingkan massa jenis petroleum eter (massa jenis air sekitar 0,99 g/ml, sedangkan massa jenis petroleum eter sekitar 0,66 g/ml). Asam asetat setelah mengalami proses ekstraksi akan terdistribusi ke dalam dua fasa. Sehingga, larutan pada fasa air (lapisan bawah) yang diperoleh dari proses ekstraksi tentunya juga mengandung senyawa asam asetat. Konsentrasi asam asetat pada fasa air ini dapat diketahui dengan menitrasi larutan dengan larutan standar NaOH 0,5 M menggunakan indicator PP. Hasil percobaan menunjukkan bahwa volume NaOH 0,5 M yang digunakan untuk menitrasi setelah proses ekstrasksi lebih sedikit dibandingkan saat titrasi asam asetat pada kondisi awal. Hal itu berarti terjadinya penurunan konsentrasi asam asetat dalam larutan yang disebabkan asam asetat yang telah terdistribusi ke dalam dua fasa pada saat proses ekstraksi. Asam asetat merupakan jenis pelarut polar protic, di mana protik menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal ini adalah oksigen. Sedangkan asam asetat memiliki konstanta dielektrik “sedang” yaitu 6,2, di mana konstanta dielektrik dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu pelarut (semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar). Nilai konstanta dielektrik asam asetat yang “sedang” menjadikan asam asetat dapat pula larut dalam beberapa pelarut polar seperti akuades, walaupun akan lebih cenderung larut ke pelarut non polar. Hal itulah yang menyebabkan saat proses ekstraksi, asam asetat akan terdistribusi ke dua fasa (fasa air dan organic) karena sifat asam asetat yang dapat larut baik dalam pelarut polar (air) maupun non polar (organic).
  • 8. Nilai K (konstanta kesetimbangan) dapat diperoleh dengan dibuat grafik hubungan antara ln C(PE) vs ln C(air) di mana membentuk garis linear dengan slope n dan intersep . Berdasarkan hasil percobaan distribusi solute (asam asetat) terhadap petroleum eter dan air yaitu terdistribusi baik di dalam dua pelarut tersebut. Hal ini karena CH3COOH dapat larut dalam pelarut polar (air) maupun pelarut non-polar (petroleum eter). Berdasarkan hasil percobaan grafik hubungan antara ln C(PE) vs ln C(air) membentuk garis linear dengan persamaan garis y = 1,458x – 2,595 dengan nilai R2=0,949. Sehingga, diperoleh nilai n yakni 1,458 dan K yakni 19,532 Nilai K yang diperoleh lebih dari 1, menunjukkan bahwa asam asetat lebih terdistribusi ke fasa organic (PE). Hal ini terjadi karena nilai konstanta dielektriknya yang “sedang” yakni 6,2 yang menunjukkan kepolaran yang rendah menyebabkan asam asetat akan lebih larut ke dalam pelarut organic (PE). Diketahui bahwa konstanta dielektrik PE yakni sekitar 1,8, sedangkan jika dibandingkan dengan konstanta dielektrik air yakni 80, maka tentu asam asetat akan lebih terlarut dalam PE karena perbedaan kepolaran asam asetat dan PE yang tidak terlalu jauh. V. KESIMPULAN VI. DAFTAR PUSTAKA Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-enam). Jakarta, Erlangga. Vogel. 1986. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Wahyudi. 2000. Jurnal Kimia dan Larutan. Jurusan Kimia UNESA, Surabaya. Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Jakarta: UI Press