Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M melalui perdagangan dan aktivitas pedagang-pedagang dari Gujarat, India dan Arab. Kerajaan Islam pertama didirikan di Sumatera yaitu Kerajaan Perlak dan Samudra Pasai. Di Jawa, Islam mulai berkembang sejak abad ke-13 M berkat penyebaran ajaran oleh Wali Sanga seperti Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Kalijaga.
2. MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan
kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha,
sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat,
kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam
datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik,
karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip
perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah
masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca
dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut
kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada
tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh
masehi.
3. Bukti-Bukti Masuknya Islam ke Indonesia
Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di
Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan
kebudayaan Islam diperkirakan masuk ke
Indonesia sekitar abad ke-7 M, yaitu pada masa
kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pendapat lain
membuktikan bahwa agama dan kebudayaan Islam
masuk ke wilayah Indonesia dibawa oleh para
pedagang Islam dari Gujarat (India). Hal ini dilihat
dari penemuan unsur-unsur Islam di Indonesia
yang memiliki persamaan dengan India seperti batu
nisan yang dibuat oleh orang-orang Kambay,
Gujarat.
4. Sumber-sumber Berita Masuknya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Sumber-sumber berita itu di antaranya sebagai berikut.
Berita Arab.
Berita ini diketahui melalui para pedagang Arab yang telah melakukan aktifitasnya
dalam bidang perdagangan dengan bangsa Indonesia. Kegiatan para pedagang
Arab di Kerajaan Sriwijaya dibuktikan dengan adanya sebutan para pedagang
Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabaq, Zabay, atau Sribusa.
Berita Eropa
Berita ini datangnya dari Marcopolo. Ia adalah orang Eropa yang pertama kali
menginjakkan kakinya di wilayah Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju
Eropa melalui jalan laut. Ia mendapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan
putrinya yang dipersembahkan kepada kisar Romawi. Dalam perjalanannya ia
singgah di Sumatera bagian Utara. Di daerah ini ia telah menemukan adanya
kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai.
Berita India
Dalam berita ini disebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai
peranan yang sangat penting di dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam
di Indonesia. Karena di samping berdagang mereka aktif mengajarkan agama dan
kebudayaan Islam kepada masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada
masyarakat yang terletak di daerah pesisir pantai.
Berita Cina
Berita ini berhasil diketahui melalui catatan dari Ma-Huan, seorang penulis yang
mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya
bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang
bertempat tinggal di pantai utara Pulau Jawa.
5. Sumber dalam negeri, sumber-sumber ini
diperkuat dengan penemuan-penemuan seperti:
Penemuan sebuah batu di Leran (dekat Gresik).
Batu bersirat itu menggunakan huruf dan bahasa
Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu
itu memuat keterangan tentang meninggalnya
seorang perempuan yang bernama Fatimah binti
Ma’mun (1028).
Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara
yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676
M atau tahun 1297 M.
Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik
yang wafat tahun 1419. Jirat makam didatangkan
dari Gujarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.
6. Cara Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam
berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif
berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada
prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256, yang artinya tidak ada paksaan dalam agama.
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain
;
Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin
kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam
seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin
ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia).
Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani
yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan
agama Islam.
Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media
kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa.
Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia
mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan
ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian
tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa
sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-
anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
7. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan
yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia.
Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh
pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk
Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan
Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-
santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean,
Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara.
Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam
memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari
dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya
keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di
seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan
melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh
Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara
melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong
dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini
menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia
dimasa mendatang.
8. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula
dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara
yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama
yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang
pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah
kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik
Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula
bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat
pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-
Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa
dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun
1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai
berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam
(sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir
bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
9. Di Jawa
Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di
daerah Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapatlah dijadikan
tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti
kepurbakalaan maupun berita-berita asing tentang masuknya
Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M
hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak majapahit
mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses
pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi. Misalnya
penemuan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik, juga
berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya
orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. Hal ini
membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi proses
penyebaran agama Islam, mulai dari daerah pesisir dan kota-
kota pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat kerajaan
majapahit. Adanya proses penyebaran Islam di kerajaan
majapahit terbukti dengan ditemukannya nisan makam Muslim di
Trowulan yang letaknya berdekatan dengan kompleks makam
para bangsawan majapahit.
Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit
sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan
pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang Islam
yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan
samudra pasai dan malaka.
10. Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh
para Wali Sanga, yaitu :
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor
penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai
perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan
di Gapura Wetan Gresik.
Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa,
ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya
lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main
wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel
tahun 1481 M.
Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja
peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel
wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-
sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun
1515 M.
Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat
wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat
menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia
utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit
yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang
fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
11. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan
Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga
mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain
dari Ternate dan Hitu Ambon.
Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan
dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan
sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu
pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga
dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan
kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup
bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak
dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para
wali.
Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15
dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di
daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus
yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya
Nusantara.
Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan
Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana
gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di
Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
12. Di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah
menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan.
Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan
merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company
dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di
tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa
daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah
terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka
dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan
Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, yang terletak
di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.
Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan
kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang
telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i
bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan
ini dan pada tanggal 22 September 1605. Karaeng Tonigallo,
raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian
bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh
perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
13. Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam
Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada
kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo,
Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima
pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei
1610 dan raja Bone yang bergelar Sultan Adam
menerima Islam tanggal 23 November 1611 M.
Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi
kerajaan yang berpengaruh dan disegani.
Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para
pedagang dari berbagai daerah dan manca negara.
Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa
bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan
kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan
Hasanuddin (1653-1669).
14. Di Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan
Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang
dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah
semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas
muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari
tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai
puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan
banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha
mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah
ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar)
terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan.
15. Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis
kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu.
Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota oleh
kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di
Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden
Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal
Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam.
Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka
sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan
penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali
kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar
Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah
Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah
(putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan
Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas,
Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan
Sambangan.
Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri
Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja
Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri,
panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah
sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai
daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan
para penggantinya.
16. Di Maluku
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil
rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para
pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim
baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca
negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan
dakwah Islam di kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15
atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang
muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i
yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460
M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja
Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin
(1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke
kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara
sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
17. HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI
INDONESIA
Hikmah perkembangan Islam di Indonesia dapat dipahami dari peranan umat Islam di
Indonesia pada masa penjajahan, masa perang kemerdekaan dan masa
pembangunan.
Masa Penjajahan
Peranan umat Islam pada Masa Penjajahan
Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda, dan Jepang, masuk ke
Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama
Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang
kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah),
maupun dalam hubungannya dengan sesame manusia dan makhluk Allah lainnya
(sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan).
Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran
Islam telah banyak mendatangkan perubahan. Allah SWT berfirman, “Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas,” (Q.S. Al-Baqarah:190).
Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa, Negara, dan agama merupakan “Jihad fi sabilillah” yang
hukumnya wajib. Sedangkan umat Islam yang mati dalam jihad itu, dianggap mati
syahid, yang imbalannya adalah surge. Perubahan-perubahan cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang ditanaman Islam tersebut mendorong umat Islam di
berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan
berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan. Perjaungan terus berlanjut,
sampai kaum penjajah betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
18. Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
a. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah
Portugis dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan,
keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani).
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan
semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya
terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan
modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen
bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang
berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun
bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik
Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri
Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang
menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya
(1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka
mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu
banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang
dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis
nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka,
dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan
komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh
Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.
19. Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah
Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan
perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang
berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan
Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga
dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan
serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang
zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan
para wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan
halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis
mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para
wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil.
Pada tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus
memimpin sendiri armada lautnya menyerang Portugis yang saat itu
sudah menguasai Malaka, tapi kali ini mengalami kegagalan karena
persenjataan lawan begitu tangguh penyerangan kedua kalinya
dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada yang berkekuatan
100 buah kapal dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka
yang telah terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir pasukan asing
Portugis dari wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan
dakwah yang memanjang dari Malaka-Demak dan Maluku. Namun
perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia gugur mati syahid dalam
pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar ”Pangeran
sabrang lor” artinya pangeran yang menyebrangi lautan di sebelah utara.
20. Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis
diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga oleh
putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto
negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam
negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan
mempertahankan diri dari serangan Portugis masih terus
digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup
membangun kekuatan militernya terutama angkatan lautnya
yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai.
Setiap kapal itu mampu memuat 400 prajurit masing-masing
mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan
Portugis.
Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis
di Malaka mengalami kegagalan, namun terhadap penjajah
Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku memperoleh
hasil yang gemilang. Adalah panglima Fatahillah (menantu
Sultan Syarif Hidayatullah) pada tahun 1526 M. memimpin
pasukan Demak menyerang Portugis di Sunda Kelapa lewat jalur
laut. Mereka berhasil mengepung dan merebutnya dari tangan
penjajah Portugis, kemudian diganti namanya menjadi Fathan
Mubina diambil dari Quran Surat al-Fath ayat satu. Fathan
Mubina diterjemahkan menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M, yang kemudian ditetapkan
sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
21. Di Maluku, Portugis menghasut dan mengadu
domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Namun
kemudian rakyat Ternate sadar, sehingga mereka
dibawah pimpinan Sultan Haerun berbalik melawan
Portugis. Nampaknya yang menjadi persoalan bukan
hanya faktor perdagangan atau ekonomi, tapi juga
persoalan penyebaran agama oleh Portugis.
Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun
1546 dilakukan oleh seorang utusan Gereja Katolik
Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat ekstrimnya
ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata
seorang Sultan Ternate yang sangat saleh, tentu saja
membuat rakyat marah dan bangkit melawan Portugis.
Lebih marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara
licik oleh Portugis pada tahun 1570. Rakyat Ternate
terus melanjutkan perjuangannya melawan Portugis
dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun
selama empat tahun mereka berperang melawan
Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir penjajah
Portugis dari Maluku
22. b. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596
berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman,
dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta
pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta
menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis,
yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan
kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara.
Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka
Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat
penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda
selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba
(Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam sebanyak-
banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan
miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu.
Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit
dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai pelosok
tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu
runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-
habisan melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang
sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka :
Hidup mulia atau mati Syahid.
23. Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia
dalam melawan Belanda yang sebagian besar adalah para
Ulama atau para kyai antara lain :
Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa
dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari
Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta
memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama
panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam
Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden Mas
Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu
rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh
tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000
orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat misalnya
Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin
perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah
Ciomas)
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol
dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-
1837), Dari kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh
Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro,
Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya
Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan,
Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-lain.
24. Di Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak
melawan penjajah kafir Belanda yang terkenal
dengan perang Banjar, dibawah pimpinan
Pangeran Antasari yang didukung dan dilanjutkan
oleh para mujahid lainnya seperti pangeran
Hidayat, Sultan Muhammad Seman (Putra
pangeran Antasari), Demang Leman dari
Martapura, Temanggung Surapati dari Muara
Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan,
Temanggung Abdul jalil dari Amuntai, Temanggung
Naro dari buruh Bahino, Panglima Batur dari Muara
Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima Bukhari, Haji
Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain.
Dalam perang Banjar ini sekitar 3000 serdadu
Belanda tewas.
Di Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah
pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran Neuku dan
Said dari kesultanan Ternate dan Tidore.
25. DiSulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam
Indonesia seperti Sultan Hasanuddin dan
Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka.
Sederetan Mujahid-mujahid lain disetiap
pelosok tanah air yang belum diangkat
namanya atau dicatat dalam buku sejarah
adalah lebih banyak dari pada yang telah
dikenal atau sudah tercatat dalam buku-buku
sejarah. Mereka sengaja tidak mau dikenal,
khawatir akan mengurangi keikhlasannya di
hadapan Allah. Sebab mereka telah betul-betul
berjihad dengan tulus demi menegakkan dan
membela Islam di tanah air.
26. Masa Perang Kemerdekaan
a. Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan
Para ulama memiliki peran yang sangat penting dalam
mendorong umat Islam untuk berpartisipasi dalam perjuangan
pada masa perang kemerdekaan. Para ulama adalah orang-
orang Islam yang mendalami ilmu agama, sehingga mereka
menjadi tempat bertanya umat, dan sekaligus menjadi
panutan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang
artinya, “Ulama itu bagaikan pelita (obor) di muka bumi,
sebagai pengganti para Nabi dan sebagai pewaris para Nabi,”
(H.R. Ibnu Adi dari Ali bin Abi Thalib).
Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang
kemerdekaan ada dua macam:
1. Membina kader umat Islam, melalui pesantren dan aktif
dalam pembinaan masyarakat. Banyak santri tamatan
pesantren kemudian melanjutkan pelajarannya ke Timur-
Tengah, dan sekembalinya dari Timur Tengah, mereka
menjadi ulama besar dan pimpinan perjuangan. Diantaranya
adalah: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Abdul Halim, H. Agus Salim,
dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
2. Turut berjuang secara spesifik sebagai pemimpin perang.
27. Para pahlawan Islam yang telah berjuang
melawan imperialis Portugis dan Belanda, seperti:
Fatahillah, Sultan Baabullah, Pangeran
Diponegoro, Imam Bonjol, dan Habib Abdurrahman,
adalah juga para ulama yang beriman dan
bertakwa, yang berakhlak baik dan bermanfaat bagi
orang banyak sehingga mereka menjadi panutan
umat.
Demikian juga pada masa penjajahan Jepang,
banyak para ulama yang berperang memimpin bala
tentara Islam melawan imperialis Jepang, demi
menegakkan dan martabat dan kemerdekaan
bangsa dan Negara Indonesia. Mereka itu antara
lain: Mohammad Daud Beureuh (pemimpin
Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan K.H. Zaenal
Mustafa (pemimpin pesantren Sukamanah di
Singaparna, Jawa Barat)
28. Peranan Organisasi dan Pondok Pesantren Pada
Masa Perang Kemerdekaan
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara
dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam
mendirikan berbagai organisasi dan partai politik
dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada
yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya,
pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun
semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu
memajukan bangsa Indonesia khususnya umat
Islam dan melepaskan diri dari belenggu
penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari
lembaga-lembaga tersebut telah lahir para tokoh
dan pejuang yang sangat berperan baik di masa
perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa
pembangunan. Organisasi-organisasi tersebut
antara lain:
29. Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam (SI) pada awalnya adalah perkumpulan bagi para
pedagang muslim yang didirikan pada akhir tahun 1911 di Solo oleh H.
Samanhudi. Nama semula adalah Sarekat Dagang Islam (SDI).
Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat
Islam (SI). H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua,
sedangkan H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Latar belakang
didirikannya organisasi ini pada awalnya untuk menghimpun dan
memajukan para pedagang Islam dalam rangka bersaing dengan para
pedagang asing, dan juga membentengi kaum muslimin dari gerakan
penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela.
Dengan nama Sarekat Islam dibawah pimpinan H.O.S.
Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang karena mendapat
sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya adalah
asas keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela
kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang
beragama Islam.
Berbeda dengan Budi Utomo yang membatasi keanggotaannya
pada suku bangsa tertentu (Jawa). Sehingga banyak sejarawan
mengatakan bahwa tanggal berdirinya SI ini lebih tepat disebut sebagai
Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908 dengan patokan
berdirinya Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo hanyalah
pulau Jawa, bahkan hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI
mempunyai cabang-cabang di seluruh Indonesia. Jadi layak disebut
“Nasional”.
30. Muhammadiyah
Muhammadiyah secara etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad.
Adalah sebuah organisasi non-politis yang bertujuan mengembalikan ajaran
Islam sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw;
memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama (bid’ah)
dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan
dengan UU no.8 tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di
Surakarta pada tanggal 7-11 Desember 1985, Bab 1 pasal 1 disebutkan
bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah.
Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak melarang anggotanya
memasuki partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya sendiri, KH
Ahmad Dahlan, dimana beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam.
Banyak anggota Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa
penjajahan Belanda, Jepang, masa mempertahankan kemerdekaan, masa
Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi. Mereka tersebar di berbagai
organisasi pergerakan, organisasi partai politik dan lembaga-lembaga
negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti KH. Mas
Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para pejuang
yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR.
Fakhruddin, Dr. Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah
tokoh–tokoh Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional
Indonesia.
31. Nahdlatul Ulama (NU) artinya kebangkitan para ulama.
Adalah sebuah Organisasi sosial keagamaan yang
dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka itu ialah
K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri
Syamsuri, K.H.Mas Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya
pada tanggal 31 Januari 1926 dan kini menjadi salah satu
organisai dan gerakan Islam terbesar di tanah air. Bertujuan
mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan
Ahlussunnah Waljama’ah dan penganut salah satu dari empat
mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Hambali dan
Imam Maliki).
Pada mulanya NU ini tidak mencampuri urusan politik.
Ia lebih memfokuskan diri pada pengembangan dan
pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat yang
saat itu sedang gencar-gencarnya penyebaran faham
Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham ahli
Sunnah Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil
keputusan kongresnya di Surabaya pada bulan Oktober 1928.
32. NU semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1935
telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700 orang. Pada
kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya
organisasi wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar.
Pada perkembangan selanjutnya, NU mengubah
haluannya. Selain sebagai organisasi yang bergerak dalam
bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan
politik. Tahun 1937 bergabung dengan Majlis Islam A’la Indonesia
(MIAI). Hal ini terus berlangsung sampai dibubarkannya pada
masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang kemudian diganti
Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang sangat
penting sampai tahun 1952. Dalam Muktamarnya yang ke 19
tanggal 1 Mei 1952 menyatakan diri keluar dari Masyumi dan
menjadi partai politik tersendiri. Kemudian NU bersama dengan
PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah
kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam Pemilu
tahun 1955 NU muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga.
Pada masa orde baru NU bersama partai politik lainnya (PSII,
Parmusi, Perti) berfungsi dalam Partai Persatuan Pembangunan
(PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU menyatakan diri kembali
ke khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan politik,
meskipun secara pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah
dalam berbagai partai politik.
33. Pada masa reformasi (1999) para tokoh NU
yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid
mendirikan partai politik, Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) yang kemudian termasuk 5 besar
pemenang Pemilu pada tahun tersebut. Melalui
poros tengah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi
orang nomor satu di RI, meskipun hanya berumur
satu tahun.
Peranan NU sebagai organisasi dalam
perjuangan mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan
lagi. Bahkan para kyai dan santri memikul senjata
(bambu runcing atau golok) untuk berjihad fi
sabilillah. Tercatat dalam sejarah tanggal 23
Oktober 1945 NU mengeluarkan Resolusi Jihad
untuk melawan tentara penjajah.
34. Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia, yang penyelenggaraan paendidikannya bersifat tradisional
dan sederhana. Sumber pelajarannya, biasanya kitab-kitab berbahasa
Arab yang tidak berharakat atau gundul, yang biasa disebut dengan
kitab kuning.
Para pendidik dan pengajarnya biasa disebut kiai, sedangkan
murid-muridnya disebut para santri. Mereka bertempat tinggal di lokasi
yang sama yaitu pondok pesantren. Para santri yang belajar di
pesantren dating dari berbagai pelosok tanah air. Setelah selesai,
mereka kembali ke daerahnya masing-masing. Kebanyakan mereka
mendirikan pesantren di daerahnya atau mengajarkan tentang Islam
kepada masyarakat di daerah sekitarnya. Pesantren merupakan tempat
mencetak generasi muda Islam agar kelak menjadi kader dan pemimpin
masyarakat.
Sebagai kader umat dan pemimpin masyarakat, Islam
mengajarkan agar mereka bersatu untuk berjuang meraih kemerdekaan
yang telah dirampas oleh penjajah. Itulah sebabnya kemudian para kiai
dan para santri mendirikan organisasi bersenjata untuk melawan
penjajah, seperti Hizbullah, dan Gerakan Kepanduan Islam. Tidak sedikit
para kiai dan para santri yang mengangkat senjata dan berperang
melawan penjajah. Diantaranya yaitu, Imam Bonjol di Sumatra dan H.
Zaenal Mustafa di Jawa Barat.
35. Masa Pembangunan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk,
tampil di barisan terdepan dalam perjuangan, baik fisik
maupun diplomasi. Tidak lama setelah Indonesia merdeka ,
bangsa Indonesia dihadapkan pada peperangan melawan
Negara penjajah yang ingin kembali menancapkan
kekuasaannya. Bangsa Indonesia harus menghadapi Jepang
(September 1945), Negara Sekutu (November 1946-Maret
1946), dan Belanda (Agresi Belanda I pada 21 Juli 1947 dan
Aggresi Belanda II pada 19 Desember 1948)
Selain itu, kemerdekaan Indonesia dipertahankan
melalui usaha-usaha diplomatic, yaitu perundingan antara
Indonesia dan Belanda, misalnya: Perundingan Linggarjati
(November 1946), perjanjian Renville (Desember 1947),
perjanjia Roem-Royen (April 1949), dan Konferensi Meja
Bundar di Den Haag (2 November 1949). Berkat perjuangan
segenap bangsa Indonesia yang tidak mengenal lelah, baik
melalui perjuangan fisik maupun diplomatic, akhirnya Belanda
mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 M.
36. b. Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan
Organisasi Islam yang ada pada masa pembangunan
cukup banyak, antara lain: Muhammadiyah; Nahdlatul Ulum;
Himpunan Mahasiswa Islam; Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Nahdlatul Ulama, yang pernah berkiprah di bidang
politik, dalam perkembangan selanjutnya melalui Munas NU
pada tanggal 18-21 Desember 1984 di Situbond, dengan
tegas menyatakan bahwa NU meninggalkan aktivitas politik
dan kembali ke tujuan dasar pada waktu didirikannya. Jadi,
dewasa ini NU merupakan organisasi Islam yang bergerak di
bidang, agama, sosial, dan kemasyarakatan. Usaha-usaha
NU antara lain:
Mendirikan madrasah-madrasah, seperti Madrasah Ibtidai,
Tsanawiyah, Aliyah, dan Perguruan Tinggi,
Mendirikan, mengelola, dan mengembangkan pesantren-
pesantren.
Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir
miskin
37. Majelis Ulama Indonesia adalah organisasi keulamaan
yang bersifat independen, tidak berafiliasi pada salah
satu aliran politik, mazha atau aliran keagamaan Islam
yang ada di Indonesia. Adapun peranan Majelis Ulama
Indonesia pada masa pembangunan adalah:
Memberikan fatwa dan nasihat keagamaan dalam
masalah sosial dan kemasyarakatan kepada pemerintah
dan umat Islam Indonesia pada umumnya, sebagai
amar ma’ruf nahi mungkar dalam usaha meningkatkan
ketahanan nasioanal
Memperkuat Ukhuwah Islamiah dan melaksanakan
kerukunan antarumat beragama dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan nasional.
MUI adalah penghubung antara ulama dan umara
serta menjadi penerjemah timbal-balik antara
pemerintah dan umat Islam Indonesia guna
menyukseskan pembangunan nasional.
38. c. Peranan Lembaga Pendidika Islam dalam Pembangunan
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam adalah
badan yang berhubungan dengan pendidikan Islam untuk memenuhi
kebutuhan umatnya di bidang pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia ada yang didirikan dan dikelola
langsung oleh pemerintah (Departemen Agama), seperti: Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN),
Madrasah Aliyah Negeri (MAN), dan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN). IAIN sekarang berubah menjadi UIN (Universitas Islam
Negeri) yang tidak hanya mendalami ilmu tentang keislaman, seperti
Fakultas Syariah dan Usluhuddin, tetapi juga mendalami ilmu
pengetahuan umum, seperti Fakultas Ekonomi dan Fakultas
Kedokteran.
Selain itu, ada pula lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
didirikan dan dikelola oleh swasta, tapi di bawah pengawasan dan
pembinaan Departemen Agama. Adapun peranan kelembafaan
Islam pada masa pembangunan antara lain:
Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia bertakwa
pada Tuhan Yang Maha Esa
Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara
Memupuk persatuan dan kesatuan umat
Mencerdaskan bangsa Indonesia
Mengadakan pembinaan mental spiritual