Jurnal
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Minat Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VIII Di SMP Pesantren IMMIM Putra Makassar
ABSTRACT
Background: Academic or school achievement is expressed in a variety of indicators, in a
form of grades, GPA, etc. studies. Experts say that the success of learning is influenced by
many internal or external factors of individuals. Motivation is one of the internal factors that
influence the success / achievement of one's learning. In addition to motivation, learning
processes result in mutual interaction of various factors, namely students, teachers or
facilitators (teachers, lecturers, or tutors), methods of teaching and learning aids, and
materials studied.
Objective: To determine the relationship of academic motivation and guidance to nursing
students’ academic achievement in A. Yani Health School (STIKES A. Yani), Yogyakarta.
Methods: This was a quantitative research with a non-experimental approach and a cross
sectional design. The retrospective method was for academic achievement variable and the
prospective method was for motivation and academic guidance variables. A method of Focus
Discussion Group (FGD) was also applied. Subjects were nursing students, minimally sitting
in the second semester. Statistical tests used Spearman Rank and Linear Regression.
Results: The analysis results of Spearman Rank correlation test between learning motivation
and academic achievement earned a value of p (0.000) <0.05><0.05> rho table (0.175).
Conclusion: There was a relationship of learning motivation and academic guidance to
nursing students’ academic achievement in STIKES A. Yani Yogyakarta.
Artikel ini berasal dari hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui : 1) pengaruh Metode pembelajaran terhadap hasil belajar PAI; 2)pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar PAI; 3) pengaruh interaksi antara Metode pembelajaran dan Motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar PAI; 4) pengaruh siswa yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dengan siswa yang menggunakan metode ceramah terhadap hasil belajar PAI;
Jurnal
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Guru Terhadap Minat Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VIII Di SMP Pesantren IMMIM Putra Makassar
ABSTRACT
Background: Academic or school achievement is expressed in a variety of indicators, in a
form of grades, GPA, etc. studies. Experts say that the success of learning is influenced by
many internal or external factors of individuals. Motivation is one of the internal factors that
influence the success / achievement of one's learning. In addition to motivation, learning
processes result in mutual interaction of various factors, namely students, teachers or
facilitators (teachers, lecturers, or tutors), methods of teaching and learning aids, and
materials studied.
Objective: To determine the relationship of academic motivation and guidance to nursing
students’ academic achievement in A. Yani Health School (STIKES A. Yani), Yogyakarta.
Methods: This was a quantitative research with a non-experimental approach and a cross
sectional design. The retrospective method was for academic achievement variable and the
prospective method was for motivation and academic guidance variables. A method of Focus
Discussion Group (FGD) was also applied. Subjects were nursing students, minimally sitting
in the second semester. Statistical tests used Spearman Rank and Linear Regression.
Results: The analysis results of Spearman Rank correlation test between learning motivation
and academic achievement earned a value of p (0.000) <0.05><0.05> rho table (0.175).
Conclusion: There was a relationship of learning motivation and academic guidance to
nursing students’ academic achievement in STIKES A. Yani Yogyakarta.
Artikel ini berasal dari hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui : 1) pengaruh Metode pembelajaran terhadap hasil belajar PAI; 2)pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar PAI; 3) pengaruh interaksi antara Metode pembelajaran dan Motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar PAI; 4) pengaruh siswa yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dengan siswa yang menggunakan metode ceramah terhadap hasil belajar PAI;
Konteks global dan budaya chapter 2.pptxPanca Titis
Memahami peran budaya dalam kepemimpinan
Menjelaskan 3 level budaya
Mendiskusikan model dari budaya nasional
Mengidentifikasi pengaruh dari peran gender pada kepemimpinan
Mendiskusikan perbedaan cara peran dalam kepemimpinan
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
Communication Skill, Engagement, Autentic Leadership, Openess, Work Climate
1. KEMAMPUAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIATOR
KEPEMIMPINAN AUTENTIK DAN IKLIM KERJA TERHADAP
KETERLEKATAN PADA GURU DIMODERATORI
KETERBUKAAN
DISERTASI
Oleh :
TRI PANCA TITIS A
NPM 1866290005
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
PROGRAM STUDI DOKTOR PSIKOLOGI
TAHUN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini untuk
memenuhi persyaratan pendidikan Doktor Psikologi di Universitas Persada
Indonesia Y.A.I. Dalam penulisan ini, penulis menyadari tanpa adanya dukungan,
bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, disertasi ini tidak mungkin dapat
diselesaikan dengan baik pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr.Tri Ratna Murti, MM., Psikolog, sebagai Promotor, atas perhatian
dan ketelitian serta dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan
jalan keluar dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini.
2. Dr. Ahmad Zubaidi, M.Psi, sebagai Kopromotor dalam penulisan disertasi di
Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
3. Ucapan terima kasih kepada staff dan guru di sekolah SMK Swasta di
Depok yang telah menjadi responden dalampenulisan ini.
4. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Soeprapti S. Markam, M.Psi, sebagai
ketua sidang disertasi di Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia
Y.A.I.
5. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Phil. Hanna Pangabean, M.Psi,
sebagai oponen ahli dalam sidang disertasi di Fakultas Psikologi Universitas
Persada Indonesia Y.A.I.
6. Ucapan terima kasih kepada kepala sekolah SMK Swasta di Depok atas
izinnya untuk riset penelitian disertasi yang telah penulis lakukan.
7. Dr. I Nyoman Surna, M.Psi sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Persada Indonesia Y.A.I
8. Dr. Anizar Rahayu, M.Si, Psikolog, sebagai Ketua Program Studi Doktor
Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
9. Seluruh dosen-dosen Program Doktor Psikologi di Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I yang telah memberikan bekal ilmu
yang bermanfaat bagi penulis.
10. Staff sekertariat yang telah membantu dalam administrasi dan staff
perpustakaan Doktor Psikologi dengan sabar membantu penulis dalam
meminjam buku.
11. Rekan-rekan seperjuangan dalam menempuh dan menyelesaikan Doktor
Psikologi dan rekan-rekan yang yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
terima kasih atas dukungan, bantuan, kerjasama dan kebersamaannya selama
ini.
2. 12. Keluarga tercinta ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan baik
berupa moril dan materil serta semangat serta doa dalam menyelesaikan
disertasi ini.
Semoga Allah S.W.T membalas kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis, dan semoga disertasi ini bermanfaat bagi peneliti selanjutnya serta
para pembaca.
Jakarta, Oktober 2021
Tri Panca Titis Arbiansyah
KEMAMPUAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIATOR KEPEMIMPINAN
AUTENTIK DAN IKLIM KERJA TERHADAP KETERLEKATAN PADA
GURU DIMODERATORI KETERBUKAAN
Tri Panca Titis Arbiansyah, Program Doktoral Psikologi, Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I Jakarta
Email : arbiansyah.panca@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh kemampuan komunikasi sebagai
mediator kepemimpinan autentik dan iklim kerja terhadap keterlekatan guru
dimoderatori keterbukaan. Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah
kepemimpinan autentik dan iklim kerja sebagai variabel eksogen, kemampuan
komunikasi sebagai variabel mediator, keterlekatan sebagai variabel endogen dan
keterbukaan sebagai variabel moderator. Hipotesis mayor dalam penelitian ini
adalah pengaruh kepemimpinan autentik dan iklim kerja terhadap keterlekatan
guru dengan kemampuan komunikasi sebagai mediator dan keterbukaan sebagai
moderator. Subjek penelitian adalah guru swasta di 4 sekolah Sekolah Menengah
Kejuruan serta jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 200 guru. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan skala kemampuan komunikasi, skala
kepemimpinan autentik, skala iklim kerja, skala keterlekatan guru dan skala
keterbukaan. Teknik analisis data menggunakan structural equation model (SEM)
dengan program lisrel. Hasil penelitian menunjukkan model teoritik kemampuan
komunikasi sebagai mediator kepemimpinan autentik dan iklim kerja terhadap
keterlekatan pada guru ditemukan cocok dengan data empiris dengan nilai GFI=
0.90, CFI=0.94, NNFI=0.91, NFI=0.92 dan RMSEA=0.12.
Kata Kunci : Kemampuan Komunikasi, Kepemimpinan Autentik, Iklim
Kerja, Keterlekatan, Keterbukaan
3. COMMUNICATION SKILLS AS AUTHENTIC LEADERSHIP MEDIATOR
AND WORK CLIMATE WITH ENGAGEMENT FROM TEACHER
MODERATORY OPENNESS
Tri Panca Titis Arbiansyah, Doctoral Program Psychology,Faculty of Psychology
University Persada Indonesia Y.A.I Jakarta
Email: arbiansyah.panca@yahoo.com
ABSTRACT
This study aims to examine the effect of communication skills as a mediator of
authentic leadership and work climate on teacher attachment with openness
moderated. The variables tested in this study were authentic leadership as an
exogenous variable and work climate as an exogenous variable, communication
skillsas a mediatorvariable, attachment asan endogenous variable and openness
as a moderator variable. The major hypothesis in this study is the effect of
authentic leadership and work climate on teacher engagement with
communication skills a mediator and openness as moderators. The research
subjects were private teachers in 4 Vocational Senior High Schools and number
of samples in thisstudy were 200 teachers. Data collection techniques are carried
out with a scale of communication skills,authentic leadership scale, work climate
scale, teacherengagement scale and openness scale. The data analysis technique
uses a structural equation model with the Lisrel program. The results showed that
the theoretical model of communication skills as a mediator of authentic
leadership and work climate on teacher attachment was found to be compatible
with empirical data with a value of GFI= 0.90, CFI=0.94, NNFI=0.91, NFI=0.92
dan RMSEA=0.12.
Keywords: Communication Skills, Authentic Leadership, Work Climate,
Attachment, Openness.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan
permasalahan, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
A. Latar Belakang Permasalahan
Memasuki pasar global dengan era digitalisasi 4.0, setiap individu dan
perusahaan yang bergerak di bidang jasa atau produk barang tidak bisa menolak
kenyataan bahwa akan semakin menjamur organisasi baik yang bersifat sosial
maupun formal di Indonesia. Mempertahankan kelangsungan hidup organisasi
bukanlah hal yang mudah. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan
kompetensi yang baik, merupakan salah satu cara organisasi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup organisasinya, karena akan mempermudah
organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Organisasi sekolah terutama dalam bidang jasa pelayanan pendidikan yang
semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kondisi perekonomian
diIndonesia, juga berarti adanya persaingan yang semakin ketat dalampersaingan
di jasa pendidikan. Sebagian besar sekolah swasta memiliki tujuan yang sama
yakni dengan visi mencerdaskan kehidupan bangsa, di sisi lain juga untuk
mendapatkan sejumlah laba maksimal. Pelayanan jasa pendidikan mempunyai
sasaran terhadap masyarakat luas, baik masyarakat dari golongan atas, menengah
maupun tingkat bawah sekaligus dengan harapan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Setiap sekolah baik swasta dan negeri harus mampu menghadapi tantangan
global yaitu menganalisis, memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan dan
kemampuan sumber daya manusia terutama para guru untuk menjamin bahwa
tujuan dapat tercapai. Di sisi lain sekolah juga harus menjamin bahwa individu
yang terlibat di dalamnya (guru dan staf) dapat memperoleh imbalan yang sesuai
terhadap pekerjaannya dan membuat kontribusi aktif di sekolah.
Hasil penulisan sebelumnya penulis melakukan penelitian gabungan dengan
pihak sekolah agar para guru tidak banyak keluar dari sekolah variabel yang
sesuai adalah keterlekatan, namun dari hasil penelitian sebelumnya tahun 2017-
2018 masih banyak guru yang mengalami ketelekatan memprihatinkan ditinjau
dari sisi rasa semangat dan dedikasi, seperti masih ada guru yang kurang memiliki
rasa tanggungjawab apabila ada masalah dan melempar masalah kepada guru lain,
masalah tersebut membuat guru tidak betah sehingga banyak yang keluar, suka
mengeluh mengenai beban pekerjaan dan suka meninggalkan pekerjaan yang
belum selesai.
4. Riset pada tahun 2017 untuk keterlekatan kerja guru mencapai 48% dan tahun
2018 mencapai 49%, yang ideal untuk keterlekatan seharusnya di atas 60%
menurut Schaufeli dan Bakker (2004), dengan indikasi apabila di atas 60% maka
keterlekatan baik dan guru tidak banyak yang keluar dari sekolah. Indikasi ini
didasarkan pada aspek semangat dan dedikasi yang memiliki kontribusi rendah
dalam keterlekatan guru di sekolah, seharusnya keterlekatan guru di sekolah
merupakan kunci sumber daya manusia dalam menentukan kesukesan tercapainya
visi dan misi organisasi sekolah. Guru yang dapat diandalkan adalah guru yang
mempunyai semangat kerja tinggi, mampu berprestasi dan bersaing dalam dunia
pendidikan, terutama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Penelitian Risher (2010) keterlekatan guru secara umum merupakan
hubungan emosional positif atau negatif terkait dengan moral dan etika pada guru,
karena guru merasakan curahan emosi dalam organisasi dan telah mengerahkan
segala upaya serta kontribusi untuk kepentingan organisasi sekolah.
Di sisi lain Schaufeli, dkk. (2002), menyebutkan guru berserta kepala sekolah
yang memiliki keterlekatan baik, mempunyai semangat kerja tinggi yang secara
efektif mengkomunikasikan kepada rekan sesama guru untuk beraktivitas di
dalam organisasi sekolah. Guru tersebut dapat menilai diri sendiri, bahwa guru
mampu menghadapi tugas secara tuntas dalamtuntutan pekerjaannya, keterlekatan
guru bukanlah perasaan sesaat terhadap keadaan tertentu dalam organisasi
sekolah, tetapi keterlekatan yang baik merujuk pada perilaku yang lebih stabil
berfokus pada pengalaman psikologis serta konteks kerja yang mempengaruhi
proses dalam menghadirkan diri di organisasi sekolah terutama pada
pekerjaannya. Keterlekatan guru bukan sekedar komitmen organisasi tetapi
tingkatan di mana guru penuh perhatian dan melebur dengan pekerjaan, sebab
guru dan kepala sekolah yang mempunyai keterlekatan baik akan bersemangat
dalam bekerja di organisasinya dan merasa puas atas hasil kerja yang dikerjakan.
Menurut JinLee, dkk (2012) dan Cohen, dkk (2001) memaparkan kemampuan
komunikasi dapat meningkatkan keterlekatan kerja, apabila terbangun dari adanya
kemampuan untuk mempengaruhi guru lain untuk mencapai tujuan organisasi,
kemampuan mendengarkan pesan yang disampaikan oleh guru ke guru lain agar
sejalan dan searah serta adanya umpan balik dari penyampaian pesan yang
dilakukan.
Di sisi lain Edelman (2012) kemampuan komunikasi secara signifikan
mempengaruhi keterlekatan apabila adanya kepercayaan, keterbukaan, dukungan
dan mendengarkan perkataan. Kekuatan dari kemampuan komunikasi akan
berdampak pada rasa semangat untuk mengerjakan tugas dengan harapan tidak
ada yang keluar dari organisasi tersebut.
Karimi dan Hamidizadeh (2010) menjelaskan guru yang memiliki
kemampuan komunikasi baik terhadap keterlekatan maka secara langsung guru
tersebut mementingkan kepentingan organisasi sekolah dibandingkan kepentingan
pribadi serta dihadapkan pada tantangan para guru berperan aktif di dalam
organisasi sekolah, serta memiliki hubungan kuat secara emosional dan intelektual
terhadap pekerjannya.
Menurut penelitian Wongan (2014) tidak ada pengaruh kemampuan
komunikasi terhadap keterlekatan, hasil penelitiannya memaparkan bahwa ada
beberapa faktor lain yang menyebabkan kemampuan komunikasi tidak efektif
yaitu faktor organisasi dan karakteristik kepribadian para guru, banyak perekrutan
pada regenerasi milenial sehingga karakteristik kepribadian mempunyai ciri khas
yaitu guru kurang menyukai masalah yang kompleks, mudah mengambil
keputusan, mau bekerja santai tanpa beban tugas dan hubungan dengan guru lain
cenderung minim.
komposisi penilaian gabungan dari 4 sekolah yaitu SMK Setia Negara, SMK
Kesuma Bangsa, SMK Wisata Kharisma dan SMK MultiComp yang berada di
daerah Depok didapatkan dari gambar 1 pada penilaian kinerja tahun 2017 terlihat
tabel 1 yang paling tinggi ada di nomor 7 yaitu kompetensi penilaian dan evaluasi
hasil kegiatan belajar dan mengajar dan kompetensi yang terendah pada nomor 12
yaitu kemampuan komunikasi, selanjutnya tahun 2018 yang paling tinggi pada
kompetensi nomor 3 yaitu pengembangan kurikulum internal guru dan yang
rendah yaitu kemampuan komunikasi guru, pada tahun 2019 kompetensi yang
paling tinggi adalah menguasai teori dan prinsip pembelajaran yang mendidik dan
kompetensi yang paling rendah pada kemampuan komunikasi guru.
Penurunan dari kemampuan komunikasi para guru yang terlihat pada tabel
nomor 12, akan berdampak pada keterlekatan guru dengan organisasi sekolah
maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan keterlekatan guru dapat dilihat
dari kepemimpinan autentik didasarkan pada nilai yang terkandung dalam
organisasi yaitu prinsip, moral dan etika dalam perilaku memimpin organisasi
terutama sekolah.
Berdasarkan kajian secara psikologis kemampuan komunikasi dalam aturan
Permenpan RB No. 12 tahun 2009 telah melalui proses penyesuaian alat ukur
menggunakan biro jasa konsultan psikologi sebagai dasar tujuan kemampuan
komunikasi adalah menjadikan para guru mempunyai pengetahuan dan perasaan
yang sama terhadap berbagai pengalaman dalam berkomunikasi, karena
kemampuan komunikasi apabila tidak efektif maka tidak dapat membantu dalam
memecahkan masalah, tidak dapat meningkatkan relasi, kegagalan komunikasi
dapat berakibat banyak masalah.
5. Dijelaskan pula Permenpan RB No. 12 tahun 2009, edisi revisi dari
KepMenPan No. 84 tahun 1993 dalam peraturan tersebut terdapat kompetensi
kemampuan komunikasi pada organisasi sekolah terutama pada guru dan kepala
sekolah, apabila kemampuan komunikasi terbentuk dengan baik maka guru dapat
membimbing untuk menafsirkan berbagai macam komunikasi antarpersonal yang
beragam dalam kehidupan sehari-hari, memudahkan untuk memahami tingkat
pencapaian struktur komunikasi, memudahkan wawasan, ide hipotesis, memahami
dan menjelaskan hubungan berbagai unsur/ komponen yang terlibat dalam
komunikasi.
Solomon dan Bridget (2011), memaparkan hasil penelitian kemampuan
komunikasi tidak terlepas dari pengetahuan berorganisasi, sebagai contoh para
guru dalam menyikapi organisasi sekolah dengan adanya informasi yang diterima
dengan baik oleh guru, maka kepala sekolah menyampaikan segala bentuk
informasi yang terkait dengan organisasi serta kejelasan visi dan misinya, dalam
mengembangkan organisasi sekolah, kemampuan komunikasi kepala sekolah
dipersepsikan guru sebagai sosok yang dapat dipercaya agar para guru mau
bekerjasama.
Lebih lanjut Solomon dan Bridget menyatakan, kemampuan komunikasi
merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap kepala sekolah dan
guru dalam berorganisasi, dari hasil penelitian Solomon dan Bridge (2011)
penyumbang kontribusi keefektifan organisasi (40%), kemampuan komunikasi
(30%), kepemimpinan dan komitmen anggota organisasi dalam penulisan ini
kepala sekolah dan guru (18%), sistem organisasi (10%), kemampuan tim dan
lain-lain (2%).
Menurut penelitian Risher (2010), Macey dan Schenider (2008), Schaufeli
dan Baker (2003), Solomon dan Bridget (2011), Husain (2013), Karimi dan
Hamidizadeh (2010), kemampuan komunikasi berpengaruh terhadap keterlekatan,
karena apabila kemampuan komunikasi kurang intens oleh organisasi sekolah
maka akan menimbulkan kesalahan dalam pengambil keputusan, ketepatan
waktu dan pada akhirnya adalah timbulnya masalah baru yaitu kesalahpahaman
dari masing-masing guru dan kepala sekolah.
Organisasi sekolah dalam meningkatkan kepemimpinannya, kepala sekolah
berusaha memelihara para guru terbaiknya, sebagai roll model agar guru yang
baru bergabung dapat memelihara hubungan baik kepala sekolah dengan para
guru (Sandy & Suharnomo, 2011). Mengingat persaingan jasa pendidikan yang
semakin hari semakin ketat dengan menawarkan berbagai macam program
pendidikan dengan jaminan pekerjaan setelah lulus, mengakibatkan kepala
sekolah mengambil tindakan yang dapat membawa nama sekolah lebih maju dan
berkembang dibandingkan dengan kompetitornya. Kemampuan berkomunikasi
guru merupakan modal yang harus dijaga dan dipelihara oleh kepala sekolah agar
dapat bertahan dalamusahanya.
Hasil penelitian Hidayat (2013), membuktikan kepemimpinan autentik
berhubungan signifikansi terhadap kemampuan komunikasi, dari hasil
penelitiannya efektifitas organisasi dapat mencapai sasaran dengan cara melihat
kemampuan komunikasi dari masing individu (para guru) karena dari
pengungkapan emosi akan berdampak pada penyediaan informasi untuk
pengambilan keputusan.
Menurut Supriadi dan Mutrofin (2017), ada pengaruh kepemimpinan autentik
terhadap kemampuan komunikasi, apabila kemampuan komunikasi di jalankan
dengan baik oleh pimpinan maka, akan terbangun persepsi komunikasi yang baik
untuk bekerja, kepuasan dalam bekerja dan para guru akan merasa dipentingkan
dalam setiap pengambil keputusan yang ada.
Menurut Dough (2015) tidak ada hubungan kepemimpinan autentik terhadap
kemampuan komunikasi ada beberapa hal yang menyebabkan kepemimpinan
autentik terhadap kemampuan komunikasi tidak terbangun, salah satunya adalah
strategi orientasi pimpinan, kapasitas dan persepsi pengertian terhadap guru lain,
kepemimpinan autentik menitikberatkan adanya saling pengertian antara para
guru dan pimpinan, apabila para guru tidak bisa mengerjakan maka pimpinan
bersedia membantu dalam membimbing dan mengajarkan sampai dengan guru
tersebut dapat bekerja secara mandiri.
Menurut penelitian Hasan dan Ahmed (2011) ada pengaruh kepemimpinan
autentik terhadap keterlekatan, hasil penelitian menggambarkan kepemimpinan
autentik menitikberatkan kepada perkembangan dan produktivitas dari
organisasinya, apabila pimpinan kurang memperhatikan para guru maka persepsi
guru kepada pimpinannya cenderung kurang baik, sehingga apa yang dikatakan
pimpinan hanya dikerjakan dengan setengah hati sehingga rasa dedikasi para guru
cenderung kurang baik.
Disisi lain Hay (2004) menjelaskan tidak ada pengaruh kepemimpinan
autentik terhadap keterlekatan karena kepimpinan autentik berusaha
mengembangkan dan membangkitkan minat para guru dan tetap meyakinkan
tujuan dan misi organisasi tercapai, tetapi keterlekatan adalah semangat, dedikasi
dan kesenangan dalam bekerja. Kepemimpinan autentik akan berusaha melihat,
memperhatikan, mengenali kemampuan para guru tanpa adanya batasan antara
kepala sekolah dan para guru organisasi di sekolah, karena memang guru
tersebut dibutuhkan oleh pimpinan untuk bekerjasama serta pimpinan bisa
membimbing para guru dengan baik, para guru akan merasa tertolong dan
mendorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang dalam
organisasi sekolah.
6. Lindell dan Brandt (2000), mengatakan ada pengaruh iklim kerja terhadap
kemampuan komunikasi guru, dapat dilihat pada guru di organisasi sekolah
berdasarkan hasil pekerjaan yang tepat waktu dan beban kerja yang terbagi
dengan rata sehingga para guru meletakan harapan kepada organisasi sekolah
dengan baik.
Sejalan dengan penelitian Agarwal dan Malloy (2015) iklim kerja yang baik
akan membentuk kemampuan komunikasi karena adanya kepercayaan dari para
guru kepada kepala sekolah untuk menciptakan suasana yang nyaman dalam
bekerja, membuat program kerja, kemajuan yang diraih dan membuat keputusan
secara bersama-sama, dengan maksud akan berdampak pada keterlekatan guru
dengan organisasinya.
Iklim kerja sangat mempengaruhi kemampuan komunikasi para guru di
dalam sekolah, menurut penelitian Miller, dkk. (2003) iklim kerja merupakan nilai
semangat yang mendasar dalam mengelola hubungan dan mengorganisasikan
demi menggerakan individu di dalam satu wadah organisasi. Adanya iklim kerja
yang baik dapat menciptakan rasa emosional untuk tetap dalam organisasi karena
adanya komunikasi yang baik dan lancar.
Raza dan Arid (2010) menyatakan iklim kerja tidak berpengaruh terhadap
komunikasi, hal ini didasari oleh belum baiknya iklim organisasi di sekolah
swasta dimana masih ada pernyataan guru, belumadanya kebebasan dan keadilan
sosial serta kurang intensnya komunikasi antara kepala sekolah dengan guru
mengenai masalah yang ada sehingga menciptakan iklim yang kurang kondusif
yang akan berdampak pada keterlekatan guru di organisasinya.
Menurut Bowles dan Cooper (2009) iklim kerja yang kondusif dalam
membagi pekerjaannya akan memiliki semangat kerja tinggi, ketika kondisi iklim
kerja dipersepsikan baik dan positif secara fisik maupun psikososial, maka guru
akan mengalami perasaan sejahtera. Perasaan tersebut dapat membangkitkan
komunikasi para guru. Guru akan bekerja dengan antusias untuk menghasilkan
lebih banyak dan lebih baik dalam bekerja. Ketika semangat kerja pada level yang
terendah, maka guru akan membentuk perilaku saling menolong guru lain yang
mengalami kesulitan, sehingga memunculkan iklim kerja dan membangun
komunikasi yang baik dan saling membutuhkan.
Menurut Solomon dan Bridget (2011), adanya kondisi iklim kerja yang baik
di organisasi sekolah, maka para guru agar tetap tinggal dalamorganisasi tersebut
dan senang berdiskusi dan berkomunikasi di organisasi sekolah. Para guru dapat
membentuk proses untuk mempelajari, memahami dan mengerti organisasi
sekolah sehingga dapat memajukan organisasinya.
Membangun iklim kerja yang kondusif maka guru akan lekat dengan
organisasi sekolah (Cascio, 2006), Iklim kerja terbentuk oleh kumpulan persepsi
dan harapan para guru terhadap sistem yang berlaku di organisasi sekolah. Iklim
kerja adalah sifat lingkungan kerja yang dirasakan oleh para guru atau anggota
organisasi dan dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku guru terhadap
pekerjaanya.
Menurut Ansye (2016) tidak ada pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan,
beberapa perihal yang menyebabkan hal tersebut yaitu, lingkungan kerja yang
tidak ada keadilan, lingkungan kerja yang kurang melibatkan para guru dalam
pengambilan keputusan karena para guru secara psikologis, menganggap hal
tersebut berharga dan terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga membuat
guru akan lekat dan organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan
kerja dan keluarga guru.
Supriadi dan Mutrofin (2017) menyatakan kepemimpinan autentik (kepala
sekolah) dapat menaikkan keterbukaan para guru serta kejelasan perilaku bagi
organisasi sekolah. Berbagai riset empiris yang telah dilakukan penelitian
sebelumnya menunjukkan kemampuan pimpinan (kepala sekolah) memberikan
pengaruh positif terhadap sikap dan perilaku di organisasi dalam memahami
kemampuan komunikasi para guru bagi organisasi sekolah. Disisi lain kepala
sekolah dalam mengelola organisasi sekolah harus mewujudkan iklim kerja yang
sesuai dengan tujuan serta visi dan misi sekolah.
Keterbukaan merupakan kemampuan guru untuk mengungkapkan informasi
tentang diri pribadinya dalam berorganisasi di sekolah. Dengan mengungkapkan
diri maka guru tersebut, cenderung merasa dihargai, diperhatikan dan dipercaya
oleh guru lain sehingga menimbulkan rasa semangat dari guru tersebut, kepala
sekolah menyadari dan melihat peluang untuk mengembangkan organisasi
sekolah untuk tetap bertahan dimasa yang akan datang.
Menurut penelitian Woo, dkk. (2002) keterbukaan dapat menaikkan
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi para guru sebagai
prediktornya adalah kecerdikan, pemimpin autentik dalam mengelola sekolah dan
adanya toleransi dalam menaruh perhatian pada kemajuan organisasi serta cerdik
dalam memahami para guru, maka akan menaikkan kemampuan komunikasi guru
pada organisasi sekolah, guru tersebut akan bekerja lebih dan berbuat lebih untuk
organisasi sekolah di mana guru tersebut bekerja. Kepemimpinan autentik dan
kemampuan komunikasi para guru akan menaikkan keterbukaan para guru,
didasarkan pada kecerdikan, rasa ingin tahun, toleransi dan kedalaman.
Mulyana (2000) berpendapat keterbukaan guru dapat menaikkan
kepemimpinan autentik dengan kemampuan komunikasi jika adanya perihal
tertentu yang dirasa masih kurang sesuai dengan visi dan misi organisasi sekolah,
oleh sebab itu pimpinan merubah sistem organisasinya untuk mencapai
kesepakatan tertentu dengan mementingkan kepentingan umum dibandingkan
7. kepentingan pribadinya, sehingga memunculkan keterbukaan dalam organisasi
sekolah.
Dari fenomena yang terjadi di 4 sekolah tersebut, maka penulis tertarik
melakukan penelitian yaitu kepemimpinan autentik (kepala sekolah) dan iklim
kerja terhadap keterlekatan dengan mediator kemampuan komunikasi dan
moderator keterbukaan di Sekolah Menegah Kejuruan Swasta/ SMK Swasta yang
berada di Depok yaitu SMK Setia Negara, SMK Wisata Kharisma, SMK Kesuma
Bangsa dan SMK Multicomp yang bergerak di bidang jasa pendidikan sekolah
swasta dengan kategorisasi cakupan sasaran sekolah adalah menengah dan bawah,
serta jumlah guru masing-masing sekolah mencapai 30-40 guru per sekolah
swasta dengan total asumsi keseluruhan responden mencapai 220 responden.
Kebaruan/ novelti penulisan ini didasarkan pada teori psikologi positif, pada
variabel kemampuan komunikasi, iklim kerja dan keterlekatan, keterlekatan
merupakan istilah baru di mana variabel ini digunakan dalam bidang sumber daya
manusia di organisasi terutama di sekolah, dengan dasar pengambilan variabel
keterlekatan guru. Karena instrument penting dalam organisasi sekolah adalah
guru, agar tetap berada di organisasi sekolah.
Kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru, merujuk pada aturan
KepMenPan RB No. 16 Tahun 2009 kemampuan komunikasi merupakan bagian
dari aspek kinerja, dasar pengambilan menjadi mediator pada kemampuan
komunikasi, penulis memperkirakan kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan
guru tidak akan berjalan baik tanpa adanya kemampuan komunikasi para guru
sehingga kemampuan komunikasi sebagai prediktor tidak langsung antara
kepemimpinan autentik dengan keterlekatan guru.
Variabel iklim kerja mempersepsikan, penyelesaian pekerjaan yang dapat
terlaksana. Selanjutnya variabel keterbukaan merupakan variabel baru dalam
menaikkan kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi. Kajian
keterbukaan merujuk pada psikologi kepribadian. Berangkat dari fenomena dan
masalah, serta kajian literasi maka dalam penulisan ini variabel endogen adalah
keterlekatan guru, variabel mediator adalah kemampuan komunikasi, variabel
eksogen adalah kepemimpinan autentik dan iklim kerja dan variabel moderator
adalah keterbukaan.
B. Rumusan Permasalahan
Sebagai rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah model teoritik pengaruh kepemimpinan autentik dan iklim kerja
terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi sebagai mediator
dan keterbukaan sebagai moderator fit dengan data empirik pada guru SMK
Swasta di Depok ?
2. Apakah ada pengaruh kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru
pada SMK Swasta di Depok ?
3. Apakah ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru di
SMK Swasta di Depok ?
4. Apakah ada pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta
di Depok ?
5. Apakah ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap kemampuan
komunikasi pada guru SMK Swasta di Depok ?
6. Apakah ada pengaruh iklim kerja terhadap kemampuan komunikasi pada
guru SMK Swasta di Depok ?
7. Apakah ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru
dengan kemampuan komunikasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di
Depok ?
8. Apakah ada pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru dengan
kemampuan komunkasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok ?
9. Apakah keterbukaan sebagai moderator dapat menaikkan pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi pada guru SMK
Swasta di Depok ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menguji model teoritik pengaruh kepemimpinan autentik dan iklim
kerja terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi sebagai
mediator dan keterbukaan sebagai moderator fit dengan data empirik pada
guru SMK Swasta di Depok.
2. Menguji pengaruh kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru pada
SMK Swasta di Depok.
3. Menguji pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru di
SMK Swasta di Depok.
4. Menguji pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta di
Depok.
5. Menguji pengaruh kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi
pada guru SMK Swasta di Depok.
6. Menguji pengaruh iklim kerja terhadap kemampuan komunikasi pada guru
SMK Swasta di Depok.
7. Menguji pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru dengan
kemampuan komunikasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok.
8. Menguji pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan
komunikasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok.
8. 9. Menguji pengaruh keterbukaan sebagai moderator dapat menaikkan
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi pada guru SMK
Swasta di Depok.
D. Manfaat Penelitian
Sebagai manfaat dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :
1. Segi Ilmiah
a. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya ilmu
psikologi secara umum dan khususnya di bidang psikologi industri dan
organisasi, serta dapat dijadikan referensi mengenai kepemimpinan
autentik, iklim kerja serta pengaruhnya terhadap keterlekatan guru
dengan kemampuan komunikasi sebagai mediator dan keterbukaan
sebagai moderator pada SMK Swasta di Depok.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan kajian
bagi penelitian lanjutan di bidang psikologi industri dan organisasi
dengan menambahkan mediator pada variabel terkait.
2. Segi Aplikatif
a. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan
informasi bagi instansi organisasi sekolah terkait dengan memperoleh
gambaran mengenai kondisi organisasi sekolah pada SMK Swasta di
Depok untuk tujuan pemantauan dan pembinaan karir guru lebih lanjut.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk
membuat pilihan strategi pelatihan dan pola pengembangan di bidang
kepemimpinan autentik, iklim kerja terhadap keterlekatan guru dengan
mediator kemampuan komunikasi dan moderator keterbukaan. Maka
diharapkan para guru dapat meningkatkan keterlekatan guru dan
berperan aktif dalam organisasi demi mewujudkan visi sekolah ditempat
masing-masing guru dalam bekerja serta guru mempunyai daya saing
yang baik dan profesional di organisasinya.
c. Dewasa ini penelitian tentang kemampuan komunikasi dan keterlekatan
semakin menarik perhatian dalam bidang psikologi sumber daya manusia
baik diperusahaan atau dilingkup organisasi lainnya. Di samping itu,
Indonesia sedang mengalami proses industrialisasi 4.0, sehingga
pengembangan sumber daya manusia bagi sekolah perlu mendapat
perhatian besar dan utama. Dengan demikian hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persepsi
kepemimpinan autentik dan iklim kerja yang ada terhadap keterlekatan
guru yang bekerja di sekolah swasta sebagai bahan pengkajian di industri
organisasi khususnya pada organisasi guru di sekolah swasta.
d. Hasil kajian mengenai kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan
dengan keterbukaan sebagai moderator, sangat menarik untuk diteliti
karena dari sisi kemampuan komunikasi, keterbukaan dianggap penting
dari sisi guru di dalam organisasi, karena keterbukaan para guru untuk
melihat kepedulian para guru, machiavellianisme, independen,
kepedulian sosial, hukum dan kode etik, apabila keterbukaan baik maka
akan menguatkan kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan, namun
sebaliknya apabila keterbukaan kurang baik maka akan menurunkan
kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan.
9. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas teori-teori mengenai keterlekatan guru, kemampuan
komunikasi, iklim kerja, kepemimpinan autentik dan keterbukaan, kemudian
kerangka berpikir dan model teori mengenai kepemimpinan autentik dan iklim
kerja terhadap keterlekatan guru dengan mediator kemampuan komunikasi dan
moderator keterbukaan pada guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta di
Depok.
A. Keterlekatan Guru
1. Pengertian Keterlekatan Guru
Keterlekatan guru secara umum merupakan keadaan psikologis guru kepada
organisasi sekolah dengan adanya rasa semangat guru maka guru tersebut akan
berusaha lebih dan bekerja lebih keras untuk mendedikasikan dirinya kepada
sekolahnya.
Keterlekatan guru menurut Thomas (2007) dan Nusatria (2011) merupakan
keadaan psikologis yang stabil dari emosi dan fisik dengan hasil pekerjaannya
dan adanya rasa loyalitas tinggi para guru terhadap lingkungan/ organisasi
sekolah dimana guru tersebut bekerja.
Di sisi lain keterlekatan guru menurut Robertson dan Cooper (2010) adalah
sikap positif yang ditunjukan individu terhadap organisasi dan nilai organisasi di
sekolah; individu yang terikat memiliki kesadaran terhadap organisasi dan
bekerja
dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja untuk organisasi sekolah.
Menurut Harter, Schmidth dan Hayes (2002), keterlekatan guru adalah bentuk
keterlibatan individu dan kepuasan serta antusiasmenya dalam melakukan
pekerjaan.
Dikatakan oleh Saks (2006) dan Henryhand (2009) keterlekatan guru adalah
sejumlah usaha yang diberikan individu melebihi apa yang diharapkan oleh
organisasi dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Lockwood (2005) dan Macey, dkk. (2009) mengartikan keterlekatan guru
sebagai pernyataan energi yang menghasilkan peningkatan pendapatan yang
dramatik, memiliki kandungan energi phisikis dan perilaku.
Dikemukakan oleh Schaufeli dan Bakker (2004) keterlekatan pada guru
adalah perasaan senang, menimbulkan dedikasi dan kesenangan dalam
mengerjakan pekerjaannya sehingga guru mau berkerja lebih dan berusaha lebih
giat dalam semua aktivitas yang berhubungan dengan organisasi sekolah.
Wiley dan Blackwell (2009) keterlekatan guru adalah rasa senang
mengerjakan pekerjaan di sekolah, menyediakan informasi, mendapatkan
kesempatan belajar yang sama dan menciptakan guru untuk menampung
pemikiran para guru lain dalam mengembangkan organisasi sekolah.
Dari uraian tentang pengertian keterlekatan guru di atas dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan keterlekatan guru mengacu teori Schaufeli dan Bakker
(2004) adalah perasaan senang, menimbulkan dedikasi dan kesenangan dalam
mengerjakan pekerjaannya sehingga guru mau berkerja lebih dan berusaha lebih
giat dalam semua aktivitas yang berhubungan dengan organisasi sekolah.
2. Aspek-aspek Keterlekatan Guru
Konsep keterlekatan guru merupakan pengembangan dari konsep pemahaman
perilaku individu dalam organisasi.
Menurut Wiley dan Blackwell (2009), aspek-aspek keterlekatan guru adalah:
a. Kapasitas keterlekatan, menciptakan guru yang memiliki keterikatan
dibutuhkan lingkungan kerja yang baik, tetapi menyediakan informasi,
kesempatan belajar, dan mampu menciptakan keseimbangan kehidupan
individu dengan menciptakan para guru untuk menampung pemikiran
individu dalam mengembangkan organisasinya.
b. Keterlekatan motivasi, individu memiliki ketertarikan terhadap pekerjaan dan
sesuai dengan nilai pribadi dan diperlakukan dengan cara alami yang
menimbulkan rasa ingin membalas dalam bentuk kebaikan.
c. Kebebasan untuk keterlekatan, individu merasa aman untuk bertindak
berdasarkan inisiatif, oleh karena itu kepercayaan menjadi hal penting
dibawah kondisi sulit, tidakpastian dan kebutuhan untuk berubah terutama
ketika keterlekatan diantara para guru dianggap penting.
d. Berfokus dalam strategi keterlekatan, organisasi berusaha menyediakan
kesempatan para individu untuk berkembang, jenis pekerjaan yang sesuai,
pengawasan dan kebijaksanaan, upah yang sesuai jaminan keamanan,
keterlekatan muncul karena adanya rasa percaya terhadap prinsip timbal
balik.
Menurut Schaufeli dan Bakker (2004) aspek-aspek keterlekatan guru adalah :
a. Semangat, memiliki semangat dan kegigihan yang tinggi disertai dengan
kegembiraan, kerelaan dalam mengeluarkan usaha yang maksimal dalam
menyelesaikan pekerjaan ditandai dengan ketekunan dalam menghadap
kesulitan.
b. Dedikasi, kondisi dimana individu sangat terlibat dengan pekerjaannya.
Kondisi ini ditandai dengan adanya perasaan yang penuh makna, tertantang,
antusiasme yang tinggi dan memberikan inspirasi yang signifikan bagi
dirinya baik secara pribadi maupun sosial.
c. Kesenangan, sebagai tahapan yang ditandai dengan adanya konsentrasi dan
kesenangan hati serta minat yang mendalam pada pekerjaan. Hal tersebut
10. dicirikan dengan perasaan sulit melepaskan diri dari pekerjaan dan merasa
waktu sangat cepat berlalu ketika melakukan pekerjaan tersebut.
Dikatakan Robinson, Perryman dan Hayday (2004), aspek-aspek kelekatan guru
adalah:
a. Aspek kognitif, aspek ini mengambarkan aspek pikiran yang intinya adalah
evaluasi logis terhadap tujuan dan nilai organisasi. Hal ini meliputi proses
kognitif individu.
b. Aspek fisik, menyatakan itensi seberapa jauh keinginan untuk berbuat bagi
organisasi. Dan dari sisi perilaku apakah tindakan nyata yang menunjukkan
dukungan terhadap organisasi. Aspek ini meliputi semangat yang dikerahkan
individu dalam menyelesaikan tugasnya. Individu yang memiliki kelekatan
baik akan berusaha ekstra agar perilaku yang ditimbulkan dapat memberi
kontribusi terhadap kesuksesan organisasi.
c. Aspek emosi, meliputi perasaan positif individu terhadap organisasi, sikap
empati kepada individu lain, menikmati dan percaya yang dikerjakan serta
merasa bangga karena melakukannya. Aspek emosi ini hampir sama dengan
dedikasi yang ditandai oleh perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi,
kebanggaan dan tantangan.
Menurut Kahn (2000), aspek-aspek keterlekatan guru adalah :
a. Kebermaknaan, adalah perasaan menerima dan mengembalikan perbuatan
kepada organisasi sekolah melalui fisik, kognisi atau rasa emosional yang
positif terhadap organisasi sekolah dimana guru tersebut bekerja.
b. Keamanan , guru memiliki rasa aman dari ancaman pihak luar seperti
pemutusan hubungan kerja, tersedianya gaji yang layak, tunjangan kesehatan
dan hari tua, sehingga para guru akan semangat dan senang dalambekerja.
c. Ketersediaan, persepsi dari bagaimana mengikuti aturan di dalam organisasi
sekolah dengan merasakan aktivitas fisik, emosi positif dan sumber daya
yang dapat meningkatkan kinerja organisasi sekolah.
Aspek-aspek kelekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-
aspek kelekatan guru menurut Schaufeli dan Bakker (2004) yaitu : rasa
semangat, dedikasi dan kesenangan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlekatan Guru
Lockwood (2005) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlekatan
guru adalah :
a. Berkomunikasi mengenai organisasi sekolah kepada rekan kerja (para guru)
dan orang tua siswa;
b. Memiliki rasa semangat tinggi dan dedikasi untuk menjadi anggota organisasi
sekolah, meski sebenarnya mendapat peluang kerja di tempat lain;
c. Menunjukkan sikap loyalitas tinggi untuk berkontribusi terhadap kesuksesan
organisasi sekolah.
Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnely (2000) faktor-faktor yang
mempengaruhi kelekatan guru adalah :
a. Kemampuan komunikasi dan keterampilan dalam berorganisasi di sekolah;
b. Keterlibatan dalam organisasi sebagai kontribusi pemikiran;
c. Persepsi, sikap dan perilaku dalam organisasi.
Thomas (2007) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan guru
adalah:
a. Kesiapan meliputi : mendedikasikan diri pada pekerjaan, memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dalam melaksanakan pekerjaan;
b. Kerelaan meliputi : kepemimpinan autentik yang mementingkan para guru
dibandingkan kepentingan pribadinya, sehingga pimpinan dapat melihat
kemampuan masing-masing guru dalam mengerjakan tugasnya;
c. Kebanggaan meliputi : pekerjaan sebagai sumber kebanggan diri, dikerjakan
secara lengkap dan menyeluruh, kesiapan diri untuk bekerja di lingkungan
organisasi sekolah dan iklim kerja yang mendukung terciptanya rasa nyaman
dalam berkerja di organisasi sekolah.
Kanexa (2000) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan
guru adalah :
a. Pimpinan memberikan inspirasi keyakinan terhadap masa depan bagi para
guru;
b. Manajemen yang menghargai para guru di organisasi sekolah;
c. Pekerjaan yang menyenangkan;
d. Memperlihatkan tanggungjawab nyata kepada guru.
Menurut Cook (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan guru adalah:
a. Kesejahteraan, merupakan keadaan di mana para guru mempunyai rasa
senang dengan organisasi sekolah serta menunjukkan kepedulian terhadap
guru lainnya;
b. Kemampuan komunikasi, organisasi sekolah dapat berjalan dengan hasil
pencapaian yang baik jika guru tersebut mempunyai komunikasi yang bagus;
c. Keadilan, dapat dilakukan dengan adanya jenjang karir para guru, dimulai
dari proses seleksi, adanya pengalaman positif sampai dengan proses
manajemen kinerja dimana para guru merasakan kejelasan dalam setiap
pekerjaan yang telah dilakukan;
11. d. Karir dan talent manajemen, proses ini berpengaruh kepada kelekatan guru
karena adanya rencana pengembangan dan akses untuk mendapatkan
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kelekatan guru.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi keterlekatan guru di atas dalam
penelitian ini sebagai faktor yang mempengaruhi keterlekatan guru adalah
kemampuan komunikasi, kepemimpinan autentik dan iklim kerja sesuai dengan
pendapat Thomas (2007).
B. Kemampuan Komunikasi
1. Pengertian Kemampuan Komunikasi
Pembinaan hubungan baik antara kepala sekolah dan para guru seluruh
anggota organisasi sekolah, tidak terlepas dari pimpinan (kepala sekolah) dalam
membina komunikasi yang baik. Sehingga komunikasi yang dikembangkan oleh
kepala sekolah dengan para guru akan berdampak pada pencapaian tujuan
organisasi sekolah. Dalam prosesnya komunikasi tentu saja bukan sebatas
pengiriman ataupun penerimaan pesan saja, melainkan mempunyai makna esensi
yang lebih mendalam. Inti kegiatan komunikasi adalah tercapainya kesamaan
pemahaman (mutual understanding) atas isi pesan yang disampaikan oleh kepala
sekolah, karena kepala sekolah perlu memahami kemampuan berkomunikasi pada
masing para guru.
Menurut Sumartono (2003), kemampuan komunikasi adalah kegiatan tukar
menukar informasi atau pesan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain
dengan maksud membangun jaringan komunikasi untuk memajukan organisasi
sekolah.
Djatmiko (2005), menjelaskan pengertian kemampuan komunikasi sebagai
proses fungsi manajemen, merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan organisasi untuk mencapai tujuan bersama sebagai dasar
pemecahan dan solusi permasalahan.
Cultip (2007) menjelaskan kemampuan komunikasi adalah proses timbal
balik memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna
yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para pimpinan dan anggota
organisasinya.
Di sisi lain Katz, dkk. (2010) mengulas mengenai pengertian kemampuan
komunikasi adalah arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di
dalam diri kepada organisasi sekolah sehingga membentuk satu frame pemikiran
dalam menentukan arah dan tujuan organisasi sekolah.
Menurut kajian Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara
dan Reformasi Birokrasi (2009) no. 16 pengertian kemampuan komunikasi adalah
derajat atau tingkatan keberhasilan dalam menyampaikan pesan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui pembelajaran dan latihan.
Dari uraian tentang pengertian kemampuan komunikasi di atas penelitian ini
mengacu pada kajian Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil
Negara dan Reformasi Birokrasi tahun (2009) no. 16 yang dimaksud dengan
kemampuan komunikasi adalah derajat atau tingkatan keberhasilan dalam
menyampaikan pesan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pembelajaran dan latihan.
2. Aspek-aspek Kemampuan Komunikasi
Dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi pada guru di sekolah
penulis perlu memperhatikan aspek-aspek dari kemampuan komunikasi. Banyak
aspek-aspek dari kemampuan komunikasi yang berhubungan dengan organisasi
di sekolah dan pencapaian tujuan maupun aspek yang berhubungan dengan
lingkungan di luar sekolah.
Moss, Stewart dan Silvia (2005) memaparkan aspek-aspek kemampuan
komunikasi adalah :
a. Pemahaman, merupakan penerimaan yang cermat atas terkandung isi
pengirim pesan.
b. Kesejahteraan anggota organisasi sekolah, tidak semua komunikasi
ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, tujuan komunikasi
untuk menimbulkan kesejahteraan bersama di dalam organisasi sekolah.
c. Kemampuan mempengaruhi, kemampuan ini didapatkan dari kehidupan
keseharian, dari berbagai situasi ketidaktentuan guru, berusaha
mempengaruhi guru lainnya dan berusaha agar dapat memahami yang
dikomunikasikan dalam memajukan organisasi sekolah.
d. Memperbaiki permasalahan organisasi sekolah, guru memiliki
penguasaan kemampuan dalam organisasinya, apabila terdapat masalah
di organisasinya maka guru tersebut dapat memprioritaskan masalah
dengan mengkomunikasi yang tepat sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi.
e. Evaluasi, melihat dan memahami bahwa guru dapat diarahkan dan
didorong sesuai kemampuan dengan mempertimbangkan cara
berkomunikasi yang sesuai dengan kemampuan kognitif guru tersebut,
dalam menangkap pemahaman.
12. Menurut Mulyana dan Jalaluddin (2003) aspek – aspek kemampuan komunikasi
adalah :
a. Media penyampaian komunikasi, kualitas media penyampaian berkaitan
dengan petunjuk tertulis, laporan, surat elektronik, video konverensi,
pesan suara, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang
dipergunakan dalam organisasi sekolah untuk menyampaikan komunikasi.
Jika media tersebut dinilai menarik, tepat, efisien, dan dapat dipercaya,
para guru cenderung menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas
output organisasi.
b. Aksesibilitas informasi, seberapa jauh komunikasi tersedia bagi para guru
di dalam organisasi sekolah dari berbagai sumber organisasi sekolah.
Sumber organisasi yang dimaksud seperti rekan sekerja, bawahan,
pimpinan, penyelia dan informasi tertulis.
c. Penyebaran komunikasi, seberapa jauh informasi dikomunikasikan
keseluruh bagian organisasi sekolah dan menerima informasi dari seluruh
bagian organisasi sekolah. Pola komunikasi dapat berbentuk komunikasi
dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi
horizontal, dan komunikasi diagonal.
d. Beban informasi, berkaitan dengan seberapa jauh para guru di sekolah
merasa bahwa guru lain menerima informasi lebih banyak atau kurang
daripada yang dapat ditangani atau yang diperlukan agar dapat berfungsi
secara efektif dalam mengelola informasi.
e. Ketepatan informasi, seberapa jauh informasi yang diketahui anggota
organisasi sekolah tentang berita tertentu dibandingkan dengan jumlah
informasi sesungguhnya.
Pace dan Faules (2002) mengatakan aspek-aspek kemampuan komunikasi, yaitu :
a. Peristiwa komunikasi, seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan, dan
disebarkan ke seluruh bagian organisasi sekolah.
b. Iklim komunikasi, terdiri dari persepsi atas unsur organisasi sekolah dan
pengaruh unsur tersebut terhadap kemampuan komunikasi. Dalam
berinteraksi, pimpinan organisasi sekolah sebagai komunikator harus memilih
metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu
komunikasi disampaikan sehingga tercapai keputusan yang sesuai dengan
permasalahan organisasi sekolah.
c. Kepuasan komunikasi. Digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat
kepuasan yang dirasakan para guru dalam lingkungan kemampuan
komunikasi.
Menurut Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan
Reformasi Birokrasi tahun 2009 no 16 aspek- aspek kemampuan komunikasi
adalah :
a. Menyampaikan informasi mengenai kemajuan organisasi, guru
menyampaikan informasi dibuktikan dengan adanya laporan rutin per
triwulan dalam kemajuan organisasi sekolah dan apa saja yang telah
dilakukan oleh setiap guru.
b. Berperan aktif dalam kegiatan diluar organisasi sekolah, seperti guru berperan
aktif dalam kegiatan diluar sekolah ditandai dengan adanya bukti sertifikat,
workshop atau ikut serta dalam seminar dan lokakarya.
c. Pembuktian adanya keikutsertaan dalam organisasi di sekolah, guru berperan
aktif dan ikut terlibat dalam memajukan organisasi sekolah ditandai dengan
mengikuti semua kegiatan yang organisasi sekolah adakan, adanya
peningkatan pelatihan mengenai organisasi sekolah dan pengembangan
organisasi sekolah yang disusun berdasarkan visi dan misi organisasi sekolah.
d. Memperhatikan organisasi sekolah sebagai bagian dari diri guru tersebut,
guru yang memiliki dedikasi tinggi dengan organisasi sekolah adalah disiplin
dalam waktu dan berperilaku, selalu menghadiri pada setiap pertemuan
dengan organisasi diluar penyelenggaran sekolah, serta memajukan organisasi
sekolah dengan ditandai adanya hasil karya organisasi sekolah baik barang
atau jasa.
Aspek-aspek kemampuan komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah aspek-aspek kemampuan komunikasi menurut Peraturan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2009 no 16,
yaitu: menyampaikan informasi mengenai kemajuan organisasi sekolah, berperan
aktif dalam kegiatan di luar sekolah, pembuktian adanya keikutsertaan di dalam
sekolah dan memperhatikan sekolah sebagai bagian dari diri guru tersebut.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi
Kemampuan komunikasi merupakan dasar dari kemampuan beradaptasi guru
di dalam organisasi sekolah, apabila organisasi sekolah akan maju dan
berkembang maka guru di dalam organisasi sekolah harus mempelajari,
memahami dan mengerti organisasi sekolah di tempat para guru tersebut berkerja.
Menurut Rakhmat (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
komunikasi adalah :
a. Iklim kerja, adanya perbedaan jenis tugas pada setiap guru yang harus
diselesaikan, prestasi, tujuan organisasi sekolah untuk mencapai misi yang
telah ditetapkan sebelumnya.
13. b. Kepemimpinan autentik, kemampuan komunikasi secara positif
mempengaruhi guru dalam bekerja, hal ini mendominasi keefektifan dalam
berkomunikasi. Karena kepemimpinan auntentik mengerti setiap kekurangan
pada masing-masing guru untuk mengembangkan daya dan upaya untuk
organisasi sekolah, serta mementingkan kepentingan umum dibandingkan
kepentingan pribadinya.
c. Karakteristik guru, meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia dan beban
pekerjaan yang telah dilakukan setiap hari.
Solomon dan Young (2011) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan komunikasi adalah :
a. Kemampuan memahami konsep pembicaraan;
b. Rasa empati;
c. Kepemimpinan;
d. Iklim kerja.
Disisi lain Mulyana (2005) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan komunikasi adalah :
a. Situasi dan kondisi/ iklim kerja;
b. Ruang, tempat untuk berintraksi;
c. Waktu;
d. Tema pembicaraan;
e. Kepemimpinan
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi di atas
dalam penelitian ini sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi
adalah kepemimpinan autentik dan iklim kerja sesuai pendapat Rakhmat (2004).
C. Kepemimpinan Autentik
1. Pengertian Kepemimpinan Autentik
Secara umum kepemimpinan merupakan proses di mana pimpinan
(kepala sekolah) dapat mempengaruhi sekelompok para guru untuk mencapai
visi dan misi bersama dengan proses mempengaruhi/ memframing sekelompok
guru untuk berkolaborasi dan berkomitmen bersama untuk mencapai tujuan
organisasi sekolah (Solomon & Young, 2011).
Menurut George dan Sims (2007) kepemimpinan autentik adalah
pimpinan yang berorientasi terhadap kepedulian melayani kepentingan umum
demi kepentingan organisasi sekolah dari pada kepentingan pribadi.
Alvolio, Gardner dan Walumbwa (2005) menjelaskan kepemimpinan
autentik adalah pendekatan kepemimpinan yang menekankan pentingnya
membangun legitimasi pemimpin melalui hubungan yang jujur dengan
pengikut, yang menghargai masukan, dan dibangun di atas landasan etika serta
nilai moral yang berlaku.
Dikatakan oleh Margarita (2018), kepemimpinan autentik adalah kepala
sekolah dengan konsep diri yang jujur, menjunjung tinggi nilai serta
keterbukaan dalam berorganisasi.
George (2003) memaparkan kepemimpinan autentik sebagai
kepemimpinan yang mementingkan kepentingan umum dibandingkan
kepentingan pribadi. Pemimpin terutama kepala sekolah yang autentik adalah
kepala sekolah yang kecerdasan emosional (EQ) tinggi. Dengan kecerdasan
emosi terus tumbuh dan berkembang, pemimpin autentik juga dapat terus
mengembangkan kepemimpinannya dalam berorganisasi di sekolah.
Dijelaskan oleh Cooper, dkk. (2005), kepemimpinan autentik didasarkan
pada konsistensi dan menunjukkan pikiran, sikap dan tindakan.
Kepemimpinan autentik bersumber dari organisasi yang menjadikan sistem nilai
dan situasi yang tidak menentu, maka kepemimpinan autentik diharapkan dapat
mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadinya.
Dari uraian tentang pengertian kepemimpinan autentik di atas dalam
penelitian ini mengacu pada teori Alvolio, Gardner dan Walumbwa (2005)
bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan autentik adalah pendekatan
kepemimpinan yang menekankan pentingnya membangun legitimasi
pemimpin melalui hubungan yang jujur dengan pengikut, menghargai masukan
dan dibangun di atas landasan etika serta nilai moral yang berlaku.
2. Aspek-aspek Kepemimpinan Autentik
Kepemimpinan autentik melakukan pendekatan kepada para guru dengan
nilai, prinsip, moral yang dimilikinya sebagai modal pimpinan, bukan imitasi
atau meniru kepemimpinan guru lain. Kepemimpinan autentik akan
mendemonstrasikan nilai, prinsip, moral dan etika ke dalam perilaku di
organisasi sekolah.
Menurut George (2003), aspek-aspek kepemimpinan autentik adalah :
a. Memahami tujuan organisasi sekolah, pimpinan (kepala sekolah)
memahami organisasi sekolah sebagai dirinya dan memotivasi guru lain,
untuk meningkatkan kinerja untuk mencapai visi dan misi sekolah.
b. Berlatih dengan nilai kerukunan, kepala sekolah yang memiliki ciri
kepribadi baik akan memandukan keputusan dan tindakan dengan nilai dan
etika. Nilai ini berkembang berdasarkan pada pengalaman pekerjaan para
guru.
c. Memimpin dengan hati, kepala sekolah terbuka dengan para guru lain dan
memberikan bantuan apabila mengalami masalah dalam organisasi sekolah.
14. d. Komunikasi dengan para pengikut, dengan membagikan rasa empati dan
adanya loyalitas dalam organisasi sekolah maka para guru dan kepala
sekolah akan bekerjasama sampai dengan pensiun di organisasi sekolah.
e. Menunjukkan disiplin diri, guru bekerja keras untuk menunjukkan kinerja
di organisasi sekolah dan membimbing guru lain apabila mengalami
masalah dan mencari solusi dalam organisasi sekolah.
Kruse (2013) mengatakan bahwa aspek-aspek kepemimpinan autentik adalah :
a. Pemimpin autentik mengaktualisasikan dirinya dengan kesadaran diri.
Kepala sekolah mengetahui kekuatan dan kelemahan pada diri sendiri dan
emosi. Pemimpin juga tidak berperilaku membedakan di berbagai kondisi,
dengan kata lain guru menjadi diri sendiri dihadapan para pengikutnya.
Serta tidak takut untuk memperbaiki serta mengakui kesalahan-kesalahan
yang pernah dilakukan dan kegagalan yang pernah dilalui.
b. Berfokus pada hasil. Kemampuan kepala sekolah untuk menempatkan misi
dalam mencapai tujuan organisasi sekolah di atas tujuan pribadi. Kepala
sekolah melakukan pekerjaan untuk mencapai hasil bukan untuk
kekuasaan, ego dan keinginan pribadi tetapi berorientasi pada kebersamaan
di dalam organisasi sekolah.
c. Memimpin dengan hati, tidak hanya dengan pikiran. Kepala sekolah tidak
takut untuk menunjukkan emosi-emosi yang dimiliki apabila kepala
sekolah tersebut mempunyai masalah interpersonal maka kepala sekolah
meyakinkan dan melihat solusi permasalahan serta upaya untuk
menaggulangi permasalahan tersebut.
d. Fokus pada jangka panjang. Kepala sekolah bersedia untuk membimbing
setiap para guru dan memelihara organisasi sekolah dengan sabar dan
bekerja keras karena meyakini dengan hasil yang akan bertahan untuk
jangka waktu yang lama.
Menurut Avolio, Gardner dan Walumbwa (2005) memaparkan aspek-aspek
kepemimpinan autentik adalah :
a. Kesadaran diri, kemampuan pimpinan (kepala sekolah) menyadari dan
memercayai emosi, motif, kerumitan pekerjaan, dan potensi konflik batin
para guru yang bekerja di dalam organisasi sekolah tersebut.
b. Menyeimbangkan persepsi, kemampuan kepala sekolah untuk
mempertimbangkan, dalam batas-batas yang masuk akal, berbagai
perspektif dan menginput serta menilai informasi secara seimbang, baik
dalam informasi mengenai profil guru yang satu dengan guru lainnya.
c. Bertindak benar, fokus dengan keyakinan diri sendiri, tidak terbebani oleh
harapan atau keinginan guru pribadi untuk menyenangkan guru lainnya,
keputusan dan perilaku dipadu oleh nilai pribadi tanpa mengesampingkan
nilai-nilai sosial yang berkembang di dalam organisasi sekolah.
d. Berhubungan dengan jujur, kepala sekolah tidak mengalami kesulitan
dalam membuka diri, berbagi informasi yang layak dan memahami
identitas diri.
Margarita (2018) memaparkan aspek-aspek kepemimpinan autentik adalah :
a. Menggunakan perasaan, kepemimpinan autentik secara emosional
memiliki prinsip jujur pada diri sendiri dan menemukan apa yang menjadi
gaya pemimpin. Gaya itulah yang menjadi acuan yang mempengaruhi dan
menggerakkan para guru yang memiliki gaya yang sama.
b. Kebiasaan, kepemimpinan autentik secara spesifik merujuk pada kebiasaan
belajar. Melalui belajar, pemimpin akan mengubah dirinya menjadi lebih
efektif dalam menghadapi lingkungan kerja. Pemimpin autentik
mempunyai kebiasaan belajar melalui umpan balik serta bersedia
mendengarkan. Agar organisasi sekolah tersebut mampu beradaptasi dan
bertahan terhadap perkembangan zaman dan resesi.
c. Keharmonisan, kepemimpinan autentik terkait dengan lingkungan
organisasi sekolah, atau dalam hal ini pengikut. Pemimpin autentik perlu
mencari keseimbangan. Kepemimpinan autentik konsisten untuk mencapai
tujuan, target, tetapi melihat kenyataan kemampuan sumber daya manusia
yang ada dalam organisasi sekolah.
Aspek-aspek kepemimpinan autentik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah aspek-aspek kepemimpinan autentik menurut Avolio, Gardner dan
Walumbwa (2005) yaitu kesadaran diri, menyeimbangkan persepsi, bertindak
benar dan berhubungan dengan jujur.
D. Iklim Kerja
1. Pengertian Iklim Kerja
Iklim kerja merupakan lingkungan internal organisasi sekolah yang dialami
oleh para guru dan kepala sekolah di organisasinya, iklim kerja dapat
mempengaruhi tingkah laku para guru dalam istilah nilai karakteristik tertentu dari
lingkungan dimana guru tersebut bekerja.
Pace dan Faules (2002), mengatakan iklim kerja merupakan kegiatan yang
terdapat di dalam organisasi sekolah untuk menunjukkan kepada para guru bahwa
organisasi sekolah dapat dipercaya dan memberikan kebebasan dalam mengambil
resiko, mendorong dalam melakukan pekerjaan, memberi tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas, menyediakan informasi yang terbuka dan mendengarkan
15. dengan penuh perhatian dalam berkomunikasi dari para anggota organisasi
sekolah.
Iklim kerja menurut Arni (2007) merupakan pengalaman yang bersifat
objektif mengenai lingkungan internal organisasi sekolah yang mencakup persepsi
guru di dalam organisasi sekolah terhadap pesan dengan kejadian yang terjadi di
dalam organisasinya.
Menurut Wirawan (2007), iklim kerja adalah persepsi para guru di organisasi
(individual dan kelompok) agar tetap berhubungan dengan organisasi sekolah
mengenai apa yang ada atau yang terjadi dilingkungan internal organisasi sekolah
secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi sekolah.
Dikatakan oleh Davis dan Newstrom (2001), iklim kerja adalah tugas pokok
para guru di dalam organisasi sekolah yang membedakan dengan guru lainnya
dalam mengarahkan pada persepsi masing-masing guru dalam memandang
organisasi sekolah.
Robbins (2007), memaparkan iklim kerja adalah istilah yang dipakai untuk
memuat rangkaian perilaku yang mengacu pada nilai, kepercayaan, dan prinsip
pokok yang berperan sebagai dasar sistemmanajemen organisasi.
Agarwal dan Malloy (2015) iklim kerja adalah dukungan pemikiran
sistematis, reflektif, kritis melaui dialog antara subjek dengan objek dan
sebaliknya tentang lingkungan pekerjaannya.
Dari uraian tentang pengertian iklim kerja di atas dalam penelitian ini
mengacu pada teori Agarwal dan Malloy (2015) yang dimaksud dengan iklim
kerja adalah dukungan pemikiran sistematis, reflektif, kritis melaui dialog antara
subjek dengan objek dan sebaliknya tentang lingkungan pekerjaannya.
2. Aspek-aspek Iklim Kerja
Guru yang telah lama bekerja di dalam sekolah telah mengenal lingkungan
internal sekolah mencakup persepsi para guru terhadap pesan dengan kejadian
yang terjadi di dalam organisasi sekolahnya.
Menurut Pace dan Faules (2002) aspek-aspek iklim kerja adalah sebagai
berikut:
a. Kepercayaan guru, disemua tingkat level bagian organisasi sekolah harus
berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang
memiliki nilai kepercayaan, keyakinan dan kredibilitas yang didukung oleh
pernyataan dan tindakan.
b. Pembuatan keputusan bersama, para guru di semua tingkatan level organisasi
sekolah harus melakukan komunikasi dan berkonsultasi masalah dan wilayah
kebijakan organisasi sekolah, yang relevan dengan kedudukan guru tersebut.
Para guru di semua tingkat harus diberi kesempatan berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan pimpinan agar berperan serta dalam proses pembuatan
keputusan dan penentuan tujuan organisasi sekolah.
c. Kejujuran, suasana kerja organisasi sekolah yang diliputi kejujuran harus
mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi sekolah dan para guru
mampu mengatakan tanpa mengindahkan kewajiban guru tersebut berbicara
kepada teman sejawat, bawahan, atau atasan.
Kelneer (2000), mengungkapkan aspek-aspek iklim kerja yaitu:
a. Keleluasaan, adalah kondisi organisasi sekolah untuk memberikan
keleluasan bertindak bagi para guru serta melakukan penyesuaian diri
terhadap tugas yang diberikan. Hal tersebut berkaitan dengan aturan yang
ditetapkan organisasi sekolah, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan
terhadap ide baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan
iklim organisasi sekolah yang kondusif demi tercapainya visi dan misi
sekolah.
b. Responsif, berkaitan dengan perasaan para guru mengenai pelaksanaan tugas
organisasi sekolah yang diemban dengan rasa tanggungjawab atas hasil yang
dicapai, karena keterlibatan di dalam proses yang sedang berjalan.
c. Rasa emosi , berkaitan dengan perasaan para guru mengenai kondisi
organisasi sekolah di mana pimpinan memberikan perhatian kepada
pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi
terhadap kesalahan dalam mengambil keputusan dan bekerjasama untuk
memperbaiki kesalahan tersebut.
d. Imbalan/ penghargaan, berkaitan dengan perasaan para guru mengenai
penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik demi memajukan
organisasi sekolahnya.
e. Komitmen afektif, berkaitan dengan perasaan para guru mengenai perasaan
bangga guru lainnya dengan memiliki organisasi sekolah dan kesediaan untuk
berusaha lebih saat dibutuhkan.
Pines (2003), memaparkan aspek-aspek iklim kerja adalah:
a. Psikologikal, dimensi ini meliputi beban kerja, otonomi dan inovasi.
b. Struktural, dimensi ini meliputi phisik, bunyi dan tingkat keserasian antara
keperluan kerja dan struktur organisasi sekolah.
c. Sosial, dimensi ini meliputi interaksi dengan klien, rekan sejawat dan
penyelia.
d. Birokratik, dimensi ini meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku di dalam organisasi tertentu.
Menurut Tagiuri dan Litwin (2010) aspek-aspek iklim kerja adalah :
a. Fisik dan material sebagai contoh : usia, teknologi, sarana dan prasarana
16. b. Sosial dalam organisasi sebagai contoh : organisasi sekolah, etnis, gaji guru,
sosial ekonomi, tingkat pendidikan, moral dan kepuasan kerja
c. Sistem organisasisebagaicontoh : struktur organisasidan pembuat keputusan
d. Budaya organisasi sebagai contoh : sistem kepercayaan, norma dan cara
berfikir anggota organisasi.
Agarwal dan Malloy (2015) mengemukakan aspek-aspek dari iklim kerja adalah :
a. Kepedulian individu, adanya rasa peduli para guru untuk kemajuan organisasi
sekolah, pertimbangan yang terbaik dalam organisasi sekolah, memberikan
perhatian utama dalam keputusan.
b. Machiavellianisme, membuat dan mengambil keputusan sewenang-wenang
untuk menguntungkan diri sendiri, tidak tersedianya ruang khusus untuk guru
lain di organisasi sekolah tersebut.
c. Independen, pengambil keputusan dibimbing oleh etika guru dan dalam
membuat keputusan memperkirakan ekspektasi moral guru.
d. Kepedulian sosial, aktivitas pembuat keputusan dalam wadah organisasi
sekolah mengenai kepercayaan masyarakat, efek keputusan dan keyakinan
masyarakat dalam organisasi sekolah, dampak keputusan dan respon yang
keluar dari organisasi sekolah akan menstimulasi kebijakan tersebut.
e. Hukum dan kode etik, perhatian utama hasil keputusan organisasi yaitu
adanya pelanggaran hukum dan etika, pembuat keputusan mematuhi hukum
dan standar profesi atas pertimbangan guru lain, pembuat keputusan
diharapkan mengikuti aturan hukum, standar profesi dan kode etik yang
merupakan pertimbangan paling utama dalam membuat keputusan.
Aspek-aspek iklim kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-
aspek iklim kerja menurut Agarwal dan Malloy (2015) yaitu : kepedulian
individu, machiavellianism, independen, kepedulian sosial, hukum dan kode etik.
E. Keterbukaan
1. Pengertian Keterbukaan
Keterbukaan diri adalah kemampuan para guru untuk mengungkapkan
informasi tentang diri sendiri kepada guru lainnya dalam organisasi di sekolah.
Dengan mengungkapkan diri kepada guru lainnya, maka guru cenderung merasa
dihargai, diperhatikan dan dipercaya oleh guru lain, sehingga hubungan
komunikasi akan semakin baik. (Derlega & Grzelak, 2009)
Karina dan Suryanto, (2012) mengartikan keterbukaan diri sebagai tindakan
guru dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada guru lainnya secara
sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang
pribadinya.
Diungkapkan oleh Sears, (2009). keterbukaan diri merupakan kemampuan
guru untuk mengungkapkan informasi diri kepada guru lain dengan tujuan untuk
mencapai hubungan yang akrab dalam organisasi sekolah.
Mulyana, (2000) berpendapat keterbukaan diri mempunyai pengaruh untuk
mengubah pikiran, perasaan, maupun perilaku guru lainnya dalam satu wadah
organisasi sekolah untuk mencapai kesepakatan tertentu.
Di sisi lain Supratiknya (2011) mengemukakan keterbukaan diri adalah
pengungkapan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta
memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk
memahami tanggapan para individu di masa kini.
Keterbukaan diri menurut DeVito (2001) yaitu cara untuk
mengkomunikasikan informasi tentang diri pribadi kepada guru lainnya, yang
mencakup nilai-nilai yang dianut, perilaku, dan kualitas diri.
Diungkapkan Burke dan Witt (2002) keterbukaan diri adalah cara guru untuk
memberikan sinyal atau komunikasi kepada guru lain dengan asumsi dasar
persetujuan pribadi guru, emosional yang stabil dan mengambil keputusan
dengan hati nurani.
Di sisi lain Morton (2013) mengartikan keterbukaan diri merupakan kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan guru lainnya, informasi
dalam keterbukaan bersifat deskriptif dan evaluatif.
Menurut Woo, dkk. (2013) keterbukaan diri adalah stimuli yang timbul dari
lingkungan dan budaya yang terkandung dalam organisasi sekolah, berdampak
pada kemudahan dalam berfikir, kecerdikan, rasa ingin tahu, estetik, toleransi dan
kedalaman berfikir.
Dari uraian tentang pengertian keterbukaan diri di atas dalam penelitian ini
mengacu pada teori Woo, dkk. (2013) yaitu stimuli yang timbul dari lingkungan
dan budaya yang terkandung dalam organisasi sekolah, berdampak pada
kemudahan dalam berfikir, kecerdikan, rasa ingin tahu, estetik, toleransi dan
kedalaman berfikir.
2. Aspek-aspek Keterbukaan
Menurut Derlega dan Grzelak (2009) aspek-aspek keterbukaan diri adalah :
a. Ekspresi, mengungkapkan apa yang dirasakan dan bercerita tentang
kekesalan hidup, keterbukaan diri seperti ini memberi kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan yang di rasa oleh para guru.
b. Kemampuan diri, berbagi perasaan dan pengalaman pada rekan sekerja yang
dapat meningkatkan pemahaman yang sebenarnya. Membicarakan masalah
yang dihadapi dengan rekan sekerja, membuat pikiran menjadi jernih dan
dapat mengetahui titik dari permasalahan.
17. c. Keabsahan sosial, dengan menceritakan yang dirasakan membuat rekan
sekerja memberi respon atau tanggapan yang membuat pengetahuan dan
realitas sosial.
d. Pengungkapan diri, dengan mengemukakan atau menyembunyikan informasi
tentang diri pribadi guru sebagai piranti kendali sosial.
e. Perkembangan hubungan, saling berbagi informasi dan saling mempercayai
merupakan sarana untuk menjalin hubungan atau menambah keakraban.
Di sisi lain Devito (2010) mengungkapkan aspek-aspek keterbukaan diri adalah:
a. Ukuran keterbukaan diri. Hal ini berkaitan dengan banyaknya jumlah
informasi yang diungkapkan para guru, serta waktu yang digunakan dalam
menyampaikan pesan kepada para guru lainnya.
b. Prevalensi keterbukaan diri, hal ini berkaitan dengan kualitas keterbukaan diri
yaitu sikap positif atau negatif dan tentunya akan berdampak berbeda bagi
guru yang mengungkapkan dan mendengarkan.
c. Kecermatan dan kejujuran, hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan
mengetahui dan mengenal diri sendiri. Apabila guru dapat mengenal diri
dengan baik, maka guru tersebut mampu melakukan pengungkapan perasaan
dengan cermat.
d. Maksud dan tujuan, hal ini merupakan salah satu yang harus
dipertimbangkan. Tidak mungkin guru tiba-tiba bercerita tentang dirinya
apabila tidak mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
e. Keakraban mempunyai kaitan yang sangat kuat dalam kegiatan keterbukaan
diri. Apa yang diungkapkan merupakan hal yang bersifat pribadi. Keakraban
bisa menentukan sejauh mana guru bisa membuka diri.
Menurut Pamuncak, (2011) aspek-aspek keterbukaan diri adalah :
a. Keadaan emosi, perasaan yang dirasakan oleh individu (para guru) kepada
organisasi sekolah.
b. Hubungan interpersonal, merupakan gerakan dalam hubungan atau ikatan
yang terbentuk dari luar keluarga organisasi sekolah.
c. Masalah pribadi, mengungkapkan perasaan pribadi baik menguntungkan atau
tidak menguntungkan bagi individu (para guru) terhadap sebuah perasaan dan
perilaku kepada kepala sekolah.
d. Masalah umum, situasi yang dapat meringankan pikiran individu (guru) dan
perselisihan yang dialami oleh para guru tersebut.
e. Agama, kemampuan individu untuk berbagi pengalaman, pikiran dan emosi
terhadap perasaannya kepada tuhannya, persepsi dan pandangan individu
tentang agamanya yang mampu meredam dan membantu mengatasi masalah.
f. Perasaan, rasa suka dan tidak suka pimpinan (kepala sekolah) dapat terbuka
kepada para guru lain.
g. Gagasan, informasi bahwa pimpinan (kepala sekolah) bersedia untuk berbagi
dengan para guru lain. Persepsi tentang situasi yang dibagi dengan individu
lain.
h. Kerja /studi/ prestasi: penugasan mencakup harapan, tanggung jawab
individu dan harus dipenuhi dalam waktu tertentu.
Disisi lain Burke dan Witt (2002) mengemukakan gagasannya mengenai aspek-
aspek keterbukaan diri yaitu :
a. Persetujuan individu, kooperatif, penuh kepercayaan, bersifat baik, hangat
dan berhati lembut serta suka membantu.
b. Emosional yang stabil, individu dengan emosional yang stabil cenderung
tenang saat menghadapi masalah, percaya diri, memiliki pendirian yang
teguh.
c. Mengambil keputusan dengan hati nurani, melakukan tindakan dengan penuh
pertimbangan dalam mengambil keputusan, memiliki disiplin diri yang tinggi
dan dapat dipercaya, diandalkan, bertanggung jawab, tekun dan berorientasi
pada pencapain.
Menurut Woo, dkk. (2013) aspek-aspek keterbukaan diri adalah :
a. Efisiensi intelektual adalah kemampuan guru dalam segi pengetahuan,
menganalisis, lihai dalam melihat masalah, kemampuan berbahasa yang
bagus dan melakukan proses informasi yang cepat.
b. Kecerdikan adalah sifat yang menggambarkan guru dalam sisi kreatif,
mempunyai jiwa menciptakan, cerdik dan berfikir keluar dari stigma
pemikiran.
c. Rasa ingin tahu adalah tanggap dalam melihat problem, memiliki keinginan
atau pengetahuan yang cukup dan tertarik pada keadaan apa yang terjadi.
d. Estetik adalah ketertarikan dalam pengalaman seni, puisi, musik, arsitektur,
keindahan seperti keindahan alam dan kuliner makanan.
e. Toleransi adalah kenyamanan dengan perbedaan opini, budaya dan
pengalaman.
f. Kedalaman adalah instropeksi diri, berwawasan luas, ketertarikan dalam
membangun diri, spiritual dan mengetahui subjek pada level yang lebih
dalam.
Aspek-aspek keterbukaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-
aspek keterbukaan menurut Woo, dkk. (2013), adalah efisiensi intelektual,
kecerdikan, rasa ingin tahu, estetik, toleransi dan kedalaman.
18. f. Model Teori
Gambar 3. Model Teori
Keterangan Gambar :
KTK : Keterlekatan
RA : Semangat (Vigor)
DE : Dedikasi (Dedication)
KES : Kesenangan (Absorption)
KEMKOM: Kemampuan Komunikasi
MI : Menyampaikan informasi mengenai kemajuan organisasi
BA : Berperan aktif dalam kegiatan diluar organisasi
PA : Pembuktian adanya keikutsertaan dalam organisasi di sekolah
MO : Memperhatikan organisasi sekolah sebagai bagian dari diri individu
KEPAUT: Kepemimpinan Autentik
KSDI : Kesadaran diri
MEPI : Menyeimbangkan persepsi
MENPE : Berhubungan dengan jujur
BERBE : Bertindak benar
IKKER : Iklim Kerja
KEPOR : Kepedulian Individu
MAC : Machiavellianism,
IND : Independen,
KEPSOS: Kepedulian sosial,
HUKKO: Hukum dan kode etik.
KETER : Keterbukaan diri
BE : Efisiensi intelektual
KE : Kecerdikan
E : Estetik
KD : Rasa ingin tahu
TOL : Toleransi
g. Hipotesis Penelitian
1. Apakah model teoritik pengaruh kepemimpinan autentik dan iklim kerja
terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi sebagai
mediator dan keterbukaan sebagai moderator fit dengan data empirik
pada guru SMK Swasta di Depok.
2. Ada pengaruh kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru pada
SMK Swasta di Depok.
3. Ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru di
SMK Swasta di Depok.
4. Ada pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta di
Depok.
5. Ada pengaruh iklim kerja terhadap kemampuan komunikasi pada guru
SMK Swasta di Depok.
6. Ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi
pada guru SMK Swasta di Depok.
7. Ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru dengan
kemampuan komunikasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di
Depok.
8. Ada pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan
komunkasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok.
9. Keterbukaan sebagai moderator dapat menaikkan pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi pada guru
SMK Swasta di Depok.
KTK
KEM
KOM
KEP
AUT
IK
KER
RAS
MAC
IND
KEPOR
KSDI
BERBE
MENPE
DE
KES
MI BA PA MO
MEPI
KEPSOS
HUKKO
KETER
BE KE E KD TOL
19. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Berdasarkan model teoritik yang dikemukakan dengan mengacu pada kajian
teori maka dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Endogen : Keterlekatan
2. Variabel Mediator : Kemampuan komunikasi
3. Variabel Eksogen : a. Kepemimpinan autentik
b. Iklim kerja
4. Variabel Moderator : Keterbukaan diri
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Keterlekatan guru adalah perasaan terhadap keadaan tertentu pada perilaku
yang stabil berfokus pada pengalaman psikologis serta tata cara kerja yang
mempengaruhi proses individu dalam menghadirkan diri pada rutinitas
pekerjaannya. Keterlekatan ini diukur dengan menggunakan skala keterlekatan
menurut teori Schaufeli dan Bakker (2004) yang aspek-aspeknya yaitu rasa
semangat, dedikasi dan kesenangan.
Kemampuan komunikasi adalah derajat keberhasilan menyampaikan pesan
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembelajaran dan latihan.
Kemampuan komunikasi ini diukur dengan melalui dokumen kemampuan
komunikasi sebagai bagian dari kinerja, didasarkan Peraturan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2009 no 16
yaitu menyampaikan informasi mengenai kemajuan organisasi, berperan aktif
dalam kegiatan diluar organisasi, pembuktian adanya keikutsertaan dalam
organisasi di sekolah dan memperhatikan organisasi sekolah sebagai bagian dari
diri individu.
Kepemimpinan autentik adalah pendekatan kepemimpinan yang menekankan
pentingnya membangun legitimasi pemimpin melalui hubungan yang jujur dengan
pengikut, yang menghargai masukan, dan dibangun di atas landasan etika serta
nilai moral yang berlaku. Kepemimpinan autentik ini diukur dengan skala ukur
kepemimpinan autentik menurut Avolio, Gardner dan Walumbwa (2005) yaitu
kesadaran diri, menyeimbangkan persepsi nilai dasar perilaku dan transparansi
hubungan.
Iklim kerja adalah dukungan pemikiran sistematis, reflektif, kritis melalui
dialog antara subjek dengan objek dan sebaliknya tentang moralitas, iklim kerja
diukur dengan menggunakan skala ukur iklim kerja dari Agarwal dan Malloy
(2015) yaitu : kepedulian individu, machiavellianism, independen, kepedulian
sosial, hukum dan kode etik. Untuk menguji fitness model teoritik dipakai skor
angka peringkat masing-masing aspek.
Keterbukaan adalah stimuli yang timbul dari lingkungan dan budaya yang
terkandung dalam organisasi, berdampak pada kemudahan dalam berfikir,
kecerdikan, rasa ingin tahu, estetik, toleransi dan kedalaman berfikir, keterbukaan
diukur dengan menggunakan skala ukur keterbukaan dari Woo, dkk. (2013) yaitu :
efisiensi intelektual, kecerdikan, rasa ingin tahu, estetik, toleransi dan kedalaman.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah guru Sekolah Menegah Kejuruan
Swasta/ SMK Swasta yang berada di Depok yaitu SMK Setia Negara, SMK
Wisata Kharisma, SMK Multikom dan SMK Kesuma Bangsa yang bergerak di
bidang jasa pendidikan sekolah swasta dengan kategorisasi cakupan sasaran
sekolah adalah menengah dan bawah, serta jumlah guru masing-masing sekolah
mencapai 30-40 guru per sekolah swasta dengan total keseluruhan responden
adalah 200 responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah
simple random sampling.
D. Uji Daya Beda
Skala variabel keterlekatan kerja terdiri dari 3 aspek dengan 32 item pertanyaan.
Untuk mengetahui kesahihan instrument penelitian variabel keterlekatan kerja
dilakukan uji daya beda menggunakan SPSS. 23 terdapat pada lampiran 1,
validitas item pertanyaan diperoleh apabila cronbach’s alpha reliability statistic
0.952 dan indeks validitas di rentang nilai 0.504-0.887. Menurut Hair, dkk (2000)
indeks validitas dapat dikategorikan baik pada kisaran 0.5. Dari hasil uji
instrument aspek keterlekatan kerja diperoleh instrumen yang didapatkan dalam
uji daya beda yang lolos uji sebanyak 26 item dan 6 itemgugur pada saat uji daya
beda dapat ditampilkan uji daya beda instrument keterlekatan kerja
Uji Daya Beda Instrumen Keterlekatan Kerja
Aspek Indikator No. Item Jumlah Item
Valid
Rasa Semangat a. Individumemiliki semangat dalam bekerja
b. Individumemiliki keinginanuntuk
berusaha sekuat tenaga ketika bekerja
c. Individutetap bertahanpada pekerjaannya
walaupun dalam keadaan sulit
1,4,7,10 dan 13
16,19 dan 22
25,28,31dan 32
5
3
4
Dedikasi a. Memiliki rasa tanggungjawabterhadap
pekerjaan
b. Bangga atas pekerjaanyangdilakukan
2* dan 5
8, 11 dan 14*
1
2
20. c. Merasa tertantangdengan hal-hal yangada
di dalam pekerjaan
d. Merasa bermanfaat bagi individulainnya
17,20 dan 23
26 dan 29
3
2
Kesenangan a. Individumerasa sulit melepaskandiri dari
pekerjaannya
b. Individusenangberkutat dengan pekerjaan
sehingga waktuberlaludengan cepat
c. Individudapat berkonsetrasi mengerjakan
tugas
3*,6* dan 9
12*,1518 dan
21
24*,27dan 30
1
3
2
Jumlah 26
* No Item yang gugur
Skala variabel kepemimpinan autentik terdiri dari 4 aspek dengan 12 item
pertanyaan. Untuk mengetahui kesahihan instrument penelitian variabel
kepemimpinan autentik dilakukan uji daya beda menggunakan SPSS. 23 terdapat
pada lampiran 1, validitas item pertanyaan diperoleh apabila cronbach’s alpha
reliability statistic 0.930 dan indeks validitas di rentang nilai 0.510-0.876.
Menurut Hair, dkk (2000) indeks validitas dapat dikategorikan baik pada kisaran
0.5. Dari hasil uji instrument aspek kepemimpinan autentik diperoleh instrumen
yang didapatkan dalam uji daya beda yang lolos uji sebanyak 9 item dan 3 item
gugur pada saat uji daya beda
Uji Daya Beda Instrumen Kepemipinan Autentik
Aspek Indikator No. Item Jumlah
Item Valid
Kesadaran diri Menyadari emosi dirasakan, kemampuan,
memotivasi dan hambatandiri
1,2 dan 12 3
Menyeimbangkanpersepsi Mempertimbangkan dan meyeimbangkan
masukan informasi terbatas dari berbagai
perspektif
4*,9 dan 10 2
Bertindak benar
Berhubungan dengan jujur
Bertindak sesuai nilai luhur yangdiyakini
Kemampuan mengungkapkan diri dengan
jujur, terbuka dan benar
3,7 dan 8*
5*,6 dan 11
2
2
Jumlah 9
* No Item yang gugur
Skala variabel iklim kerja terdiri dari 5 aspek dengan 18 item pertanyaan.
Untuk mengetahui kesahihan instrument penelitian variabel iklim kerja dilakukan
uji daya beda menggunakan SPSS. 23 terdapat pada lampiran 1, uji daya beda
item pertanyaan diperoleh cronbach’s alpha reliability statistic 0.859 dan indeks
validitas di rentang nilai 0.207-0.871. Karena model alat ukur ini berasal dari
Amerika Serikat, yang sudah disesuaikan dengan budaya individual dan
kolektivism di negara Amerika Serikat, sedangkan apabila alat ukur ini diterapkan
di Indonesia harus menyesuaikan dengan budaya musyawarah dan gotong royong
yang melekat pada masyarakat Indonesia. Dari hasil uji instrument aspek iklim
kerja diperoleh instrumen yang didapatkan dalam uji daya beda yang lolos uji
sebanyak 11 item dan 7 item gugur
Uji Daya Beda Instrumen Iklim Kerja
Aspek Indikator No. Item Jumlah Item
Valid
Kepedulian organisasi Rasa peduli para individu untuk kemajuan
organisasinya, pertimbangan yang terbaik dalam
organisasi, memberikan perhatian utama dalam
keputusan
5*,1,8,6* 2
Machiavellianisme Membuat dan mengambil keputusan untuk
menguntungkan diri sendiri, tidak tersedianya ruang
khusus untuk moral pribadi atau etika individu di
organisasi tersebut
3*,10*,2*,4
*
0
Independen
Kepedulian sosial
Hukum dan kode etik
Pengambil keputusan dibimbingoleh etika individu
dan pembuat keputusan memperkirakan ekspektasi
moral individu
Aktivitas pembuat keputusan dalam wadah
organisasi mengenai kepercayaanmasyarakat, efek
keputusan dan kepercayaan masyarakat dalam
organisasi, dampak keputusan dan respon yang
keluar dari organisasi dan berdampak pada
masyarakat
Perhatian utama pada hasil keputusan melanggar
hukum dan etika, pembuat keputusan mematuhi
hukum dan standar profesi atas pertimbangan
individu lain, pembuat keputusan diharapkan
mengikuti aturan hukum dan standarprofesional dan
hukum serta kode etik merupakan pertimbangan
paling utama.
9*,7
11,15,13,1
7
12,14,18,1
6
1
4
4
Jumlah 11
* No *Item yang gugur
Skala variabel keterbukaan terdiri dari 6 aspek dengan 39 item pertanyaan.
Untuk mengetahui kesahihan instrument penelitian variabel keterbukaan
dilakukan uji daya beda menggunakan SPSS. 23 terdapat pada lampiran 1, uji
daya beda itempertanyaan diperoleh apabila cronbach’s alpha reliability statistic
0.952 dan indeks validitas di rentang nilai 0.569-0.908. Menurut Hair, dkk (2000)
indeks validitas dapat dikategorikan baik pada kisaran 0.5. Dari hasil uji
21. instrument aspek keterbukaan diperoleh instrumen yang didapatkan dalam uji
daya beda yang lolos uji sebanyak 35 item dan 4 item gugur.
Uji Daya Beda Instrumen Keterbukaan
Aspek Indikator No. Item Jumlah
Item
Valid
Berfikir efektif, Kemampuan individu dalam segi pengetahuan,
menganalisis, lihai dalam melihat masalah,
kemampuan berbahasa yang bagus dan
melakukan proses informasi yang cepat
1,2,5,9,13,14*,18
,19*
6
Kecerdikan, Sifat yang menggambarkan individu dalam sisi
kreatif, mempunyai jiwa menciptakan,cerdik dan
berfikir keluar dari stigma pemikiran
3,4,6,10,12,15,
17,20
8
Rasa ingin tahu,
Estetik,
Toleransi
Kedalaman
Tanggap dalam melihat sesuatu, memiliki
keinginan atau pengetahuan yang cukup dan
tertarik pada keadaan apa yang terjadi
Ketertarikan dalam pengalaman seni, puisi,
musik, arsitektur, keindahan seperti keindahan
alam dan presentasi
Kenyamanan dengan perbedaan opini, budaya
dan pengalaman
Instropeksi diri, berwawasan luas, ketertarikan
dalam membangun diri dan spiritual, dan
mengetahui subjek pada level yang lebih dalam
7*,16*,17,21,24,
25
8,11,22,23,28,29
30,31,34,35,36,3
9*
26,27,32,33,37,3
8
4
6
5
6
Jumlah 35
* No Item yang gugur
Skala variabel kemampuan komunikasi terdiri dari 4 aspek dengan 12 item
pertanyaan. Untuk mengetahui kesahihan instrument penelitian variabel
kemampuan komunikasi dilakukan uji daya beda menggunakan SPSS. 23 terdapat
pada lampiran 1, validitas item pertanyaan diperoleh apabila cronbach’s alpha
reliability statistic 0.833 dan indeks validitas di rentang nilai 0.364-0.781.
Uji Daya Beda Instrumen Kemampuan Komunikasi
Aspek No. Item Jumlah
Item Valid
Menyampaikan informasi mengenai kemajuan organisasi 1,2,3 3
Berperan aktif dalam kegiatan diluar organisasi sekolah 4,5*,6 2
Pembuktian adanya keikutsertaan dalam organisasi di sekolah 7*,8,9 2
Memperhatikan organisasi sekolah sebagai bagian dari diri guru
tersebut
10,11*,12* 1
Jumlah 8
* No Item yang gugur
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian dan Persiapan Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Dalam penelitian disertasi ini yang menjadi responden adalah guru
SMK Swasta di Depok dengan 4 Sekolah SMK Swasta yang berada di
Provinsi Jawa Barat kota Madya Depok. Terdiri dari : SMK Setia Negara
Depok, yang beralamat di Jalan Raya Sawangan Depok, Kecamatan
Pancoranmas, Menurut Keputusan Badan Akreditasi Nasional Sekolah
dengan nomor : 1442/BAN-SM/SK/2019 dengan Kompetensi Keahlian
Tata Laksana Perkantoran, Bisnis Daring dan Pemasaran dan Akuntansi
Keuangan.SMK Multi Comp, yang beralamat di Jalan Raya Kalimulya
No.7, Cilodong Kota Depok Jawa Barat. Menurut Keputusan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah dengan nomor : 053/BAN-SM/SK/2019
dengan Kompetensi Keahlian Pemasaran, Akomodasi Perhotelan dan
Multimedia.SMK Wisata Kharisma, yang beralamat di Jalan Raya Tanah
Baru, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok. Menurut Keputusan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah dengan nomor : 02.00/203/SK/BAN-
SM/XII/2018 dengan Kompetensi Keahlian Tata Boga dan Akomodasi
Perhotelan. SMK Kesuma Bangsa yang beralamat di Jalan Raya Tanah
Baru, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok. Menurut Keputusan Badan
Akreditasi Nasional Sekolah dengan nomor : 763/BAN-SM/SK/2019
dengan Kompetensi Keahlian Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran,
Bisnis Daring dan Perkantoran, Rekayasa Perangkat Lunak, Multimedia.
Tingkat jabatan adalah guru yang ada di SMK Swasta tersebut baik dari
guru pengajar biasa ataupun yang merengkap jabatan di organisasi
sekolah. Pemilihan responden ini dikarenakan di level guru tersebut
masih terdapat kesenjangan dalam keterlekatan kerja dan kemampuan
dalam komunikasi di organisasi sekolahnya masing-masing. Jumlah awal
responden dalam penulisan ini 220 responden, namun karena
keterbatasan waktu dan adanya wabah corona virus yang hampir
berlangsung lebih dari 1 tahun maka penulis mendapatkan 200
responden.
2. Gambaran Responden Penelitian
Gambaran responden penelitian, berdasarkan jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, lama kerja serta wilayah tempat kerja. Seperti pada
tabel di bawah ini:
22. 1. Jenis Kelamin
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (% )
Laki-laki 85 42.5
Perempuan 115 57.5
Total 200 100.0
Pada di atas dapat dilihat bahwa jumlah distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin pada 4 sekolah Swasta di Depok (SMK Setia
Negara, SMK Multi Comp, SMK Wisata Kharisma dan SMK Kesuma
Bangsa). Banyaknya jumlah perempuan di organisasi sekolah tersebut
karena sekolah swasta di SMK adalah vokasi yang memiliki peminatan
serta jurusan tertentu sehingga guru tersebut harus mempunyai
kemampuan di bidangnya sehingga yang paling banyak adalah responden
perempuan serta, kondisi geografis sekolah yang berdekatan dengan
kediaman masing-masing para guru apabila telah berkeluarga sehingga
banyaknya responden perempuan dalampenelitian.
2. Usia Responden
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Rentang Usia Frekuensi Persentase
Usia 21 - 30 tahun 51 25.5
Usia 31 - 40 tahun 91 45.5
Usia 41 - 50 tahun 42 21.0
Usia di atas 51 tahun 16 8.0
Total 200 100.0
Tabel di atas menunjukkan distribusi responden berdasarkan usia.
Banyaknya responden berdasarkan usia 31 – 40 tahun dikarenakan
loyalitas dan kenyamanan pada guru baik laki-laki atau perempuan yang
telah lama bekerja di organisasi jasa pendidikan, sehingga banyak
responden guru yang berusia 31-40 tahun dan lama bekerja di organisasi
tersebut, hal ini tercermin pada pengabdian guru untuk mencerdaskan
kehidupan generasi penerus bangsa.
3. Masa Kerja
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Rentang Usia Frekuensi Persentase
Masa kerja kurang dari 5 tahun 39 19.5
Masa kerja 6 - 10 tahun 55 27.5
Masa kerja 11-15 tahun 27 13.5
Masa kerja di atas 16 tahun 79 39.5
Total 200 100.0
Tabel di atas menunjukkan distribusi responden berdasarkan masa
kerja, pada 4 sekolah Swasta di dapatkan masa kerja paling banyak
adalah di atas 16 tahun, data karakteristik ini karena para guru telah
meluangkan waktunya, harapan, dedikasi dan sisa waktunya untuk
memajukan organisasi sekolah, untuk bersaing pada sekolah swasta lain,
namun untuk regenerasi guru agak lama karena guru yang mempunyai
kemampuan dan kompetensi tinggi adalah guru senior yang telah
mengetahui pokok program pembelajaran.
4. Tingkat pendidikan akhir
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase
Diploma atau sarjana terapan 22 11.0
Strata 1 140 70.0
Strata 2 38 19.0
Total 200 100.0
Tabel di atas menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat
pendidikan akhir, yang paling banyak adalah strata 1. Hal ini
disebabkan oleh adanya peraturan undang-undang di negara Indonesia
yang mengatur bahwa guru diharuskan memiliki pendidikan minimal
adalah strata 1 untuk melakukan transfer ilmu pengetahuan yaitu
Peraturan Menteri. No. 20 Tahun 2000, karena peraturan undang-undang
adalah baku dan pada jenjang pendidikan tersebut banyak wawasan,
keilmuan dan asumsi khusus yang bisa ditransfer kepada siswa dalam
kegiatan belajar dan mengajar.
23. Uji CFA Variabel Keterlekatan Guru
Indeks Fit Model Keterlekatan Guru
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.95 Fit
CFI ≥ 0.90 0.99 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.98 Fit
NFI ≥ 0.90 0.99 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.093 Marginal Fit
Uji CFA Variabel Kepemimpinan Autentik
Indeks Fit Model Kepemimpinan Auntentik
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.95 Fit
CFI ≥ 0.90 0.99 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.98 Fit
NFI ≥ 0.90 0.99 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.097 Marginal Fit
Uji CFA Variabel Iklim Kerja
Indeks Fit Model Iklim Kerja
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.93 Fit
CFI ≥ 0.90 0.99 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.98 Fit
NFI ≥ 0.90 0.98 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.090 Marginal Fit
Uji CFA Variabel Kemampuan Komunikasi
KTK
1.00
RAS
DE
KES
RS4 0.24
D5 0.36
D11 0.36
D14 0.35
RS1
9 0.24
D20 0.27
D23 0.31
KE2 4 0.25
KE3 0 0.17
RS3 2 0.24
Chi-Square=54.38, df=20, P-value=0.00005, RMSEA=0.093
0.87
0.80
0.80
0.80
0.87
0.85
0.83
0.87
0.91
0.87
1.02
1.02
1.04
-0.08
0.15
0.13
0.13
0.09
-0.06
-0.11
-0.10
0.09
-0.09
0.07
-0.07
KEPAUT
1.00
KESDI
BERBE
MENPE
MEPI
K SD 1 0.07
K SD 2 0.37
B B 3 0.23
B J 6 0.34
B B 7 0.19
M P9 0.12
M P1
0 0.18
B J 11 0.08
Chi-Square=37.56, df=13, P-value=0.00034, RMSEA=0.097
0.96
0.79
0.88
0.81
0.90
0.94
0.90
0.96
0.91
1.02
0.90
0.96
-0.05
-0.15
0.13
IKKER
1.00
KEPOR
MAC
KEPSOS
HUKKO
K O1 0.30
M A 4 0.45
K O8 0.26
M A 1
0 0.10
K S11 0.41
HK 12 0.27
K S13 0.15
HK 14 0.03
K S15 0.25
K S17 0.37
HK 18 0.46
Chi-Square=77.93, df=30, P-value=0.00000, RMSEA=0.090
0.84
0.74
0.86
0.95
0.77
0.86
0.92
0.98
0.87
0.80
0.74
0.93
0.65
1.02
0.96
0.19
-0.13
0.07
-0.11
-0.15
-0.19
-0.06
0.10
-0.12
0.20
24. Indeks Fit Model Kemampuan Komunikasi
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.98 Fit
CFI ≥ 0.90 0.99 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.98 Fit
NFI ≥ 0.90 0.98 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.054 Fit
Uji CFA Variabel Keterbukaan
Indeks Fit Model Keterbukaan
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.94 Fit
CFI ≥ 0.90 0.99 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.99 Fit
NFI ≥ 0.90 0.99 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.070 Fit
Model Hybrid
Indeks Fit Hybrid Mediator
Indeks Fit Kriteria Fit Hasil Kesimpulan
GFI ≥ 0.90 0.90 Fit
CFI ≥ 0.90 0.94 Fit
TLI/NNFI ≥ 0.90 0.91 Fit
NFI ≥ 0.90 0.92 Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.12 Marginal Fit
Hipotesis 1 :
Pengujian hipotesis pertama atau hipotesis mayor dalam penelitian
ini adalah membuktikan pengaruh kepemimpinan autentik dan iklim
kerja terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi
sebagai mediator fit dengan data empirik. Berdasarkan Indeks fit hybrid
mediator di atas. Berdasarkan lima indeks yaitu, GFI, CFI, NFI,
KEMKOM
1.00
MI
BA
PA
MO
M I 2 0.00
M I 3 0.66
B A 4 0.25
B A 6 0.57
PA 8 0.29
PA 9 0.36
M O1
1 0.37
M O1
2 0.22
Chi-Square=18.90, df=12, P-value=0.09104, RMSEA=0.054
1.00
0.59
0.87
0.66
0.85
0.80
0.80
0.88
0.54
0.68
1.02
0.40
0.30
0.32
-0.11
0.15
-0.12
KETER
1.00
BE
KE
E
KD
TOL
BE13 0.81
KE15 0.22
KE17 0.22
KE21 0.25
KE24 0.21
KD26 0.17
KD27 0.25
E28 0.80
TO30 0.86
KD32 0.23
Chi-Square=59.45, df=30, P-value=0.00107, RMSEA=0.070
0.44
0.88
0.88
0.87
0.89
0.91
0.86
0.45
0.37
0.88
1.93
1.02
1.89
0.99
2.40
-0.06
-0.06
0.06
K ESD I
9.56
B ERB E
-0.16
M ENPE
9.73
M EPI
8.27
K EPO R
8.89
M A C
9.91
K EPSO S
1.58
HUK K O
7.16
KEPAUT
IKKER
KTK
KEMKOM
RAS 5.29
DE 5.55
KES 7.72
MI 8.81
BA 6.71
PA 3.27
Chi-Square=247.21, df=67, P-value=0.00000, RMSEA=0.116
43.13
36.81
8.07
8.13
16.60
19.93
16.30
18.29
17.61
10.26
19.66
18.51
2.42
0.58
0.60
-3.99
-2.74
3.38
-3.39
3.15
1.89
25. NNFI/TLI dan RMSEA dapat disimpulkan bahwa model dalam
pengukuran ini fit dengan data. Menurut Hair, dkk. (2000) dan Santoso
(2016) menjelaskan apabila 4 model fit, maka model dapat diterima
fitness dari keempat pengukuran fit dengan data empirik.
Hipotesis 2 :
Pengujian pada hipotesis kedua (H2) bertujuan menguji pengaruh
kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru pada SMK Swasta di
Depok. Dari hasil analisis pada tabel 30 data diperoleh matriks model 1
rhitung sebesar 0.22 dan thitung sebesar 2.42 dan ttabel sebesar 1.96. karena
thitung sebesar 2.42 > 1.96, maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
ada pengaruh kemampuan komunikasi terhadap keterlekatan guru pada
SMK Swasta di Depok.
Hipotesis 3 :
Pengujian pada hipotesis ketiga (H3) bertujuan menguji pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta
Depok. Dari hasil analisis data pada tabel 30 diperoleh matriks model 1 r
hitung sebesar 0.05 dan t hitung sebesar 0.58 dan t tabel sebesar 1.96. karena
t hitung sebesar 0.58 < 1.96, maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
tidak ada pengaruh kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru
di SMK Swasta Depok.
Hipotesis 4 :
Pengujian pada hipotesis keempat (H4) bertujuan menguji pengaruh
iklim kerja terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta Depok. Dari
hasil analisis data pada tabel 30 diperoleh matriks model 1 r hitung sebesar
0.05 dan t hitung sebesar0.60 dan t tabel sebesar 1.96. Karena t hitung sebesar
0.60 < 1.96, maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
pengaruh iklim kerja terhadap keterlekatan guru di SMK Swasta Depok.
Hipotesis 5 :
Pengujian pada hipotesis kelima (H5) bertujuan menguji pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi pada guru
SMK Swasta di Depok. Dari hasil analisis pada tabel 30 data diperoleh
matriks model 1 r hitung sebesar -0.33 dan thitung sebesar -3.99 dan t tabel
sebesar 1.96. karena t hitung sebesar -3.99 > 1.96, maka H0 ditolak,
sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh negatif signifikan
kepemimpinan autentik terhadap kemampuan komunikasi pada guru
SMK Swasta di Depok.
Hipotesis 6 :
Pengujian pada hipotesis keenam (H6) bertujuan menguji pengaruh
iklim kerja terhadap kemampuan komunikasi pada guru SMK Swasta di
Depok. Dari hasil analisis pada tabel 30 data diperoleh matriks model 1
rhitung sebesar -0.22 dan thitung sebesar -2.74 dan ttabel sebesar 1.96. karena
thitung sebesar -2.74 > 1.96, maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan
ada pengaruh negatif signifikan iklim kerja terhadap kemampuan
komunikasi pada SMK Swasta di Depok.
Hipotesis 7 :
Pengujian pada hipotesis ketujuh bertujuan menguji pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan
komunikasi sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok. Dari
hasil analisis data diperoleh hasil hasil tabel 31 pengaruh langsung dan
tidak langsung di atas. Nilai pengaruh langsung sebesar 0.0025 dan
pengaruh tidak langsung sebesar 0.726, sehingga pengaruh
kepemimpinan autentik terhadap keterlekatan dengan mediator
kemampuan komunikasi berfungsi sebagai full mediator.
Hipotesis 8 :
Pengujian pada hipotesis kedelapan bertujuan menguji pengaruh
iklim kerja terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi
sebagai mediator pada guru SMK Swasta di Depok. Dari hasil analisis
diperoleh hasil hasil tabel 31 pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung di atas. Nilai pengaruh langsung sebesar 0.0025 dan
pengaruh tidak langsung sebesar 0.0484, sehingga pengaruh iklim kerja
terhadap keterlekatan guru dengan kemampuan komunikasi sebagai
mediator berfungsi sebagai full mediator.