SlideShare a Scribd company logo
COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA
            DALAM PEMBELAJARAN

     Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah
    Orientasi Baru Psikologi Pendidikan Oleh Dr. Awaluddin Tjala, M.Pd


                               MAKALAH




                             Disusun Oleh :
       LARAS RATIH MAHESWARI (NO. REG. 7616120905)




      PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
          KONSENTRASI KEPENGAWASAN
                 PASCASARJANA
           UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
                      2013
KATA PENGANTAR




         Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah-Nya tugas Mata Kuliah Orientasi Baru
Psikologi Pendidikan dapat diselesaikan selesaikan tepat pada waktunya. Tugas ini berupa
Makalah yang diberi judul: Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam
Pembelajaran.

         Neurosains Kognitif, bisa dibilang merupakan ilmu yang terus berkembang.
Penemuan ilmiah baru setiap tahun selalu dirilis, untuk menguatkan atau membantah teori
yang sudah ada sebelumnya, maupun menyatakan teori baru. Neurosains Kognitif ini
merupakan suatu ilmu yang luas cakupannya, di mana kemudian membawahi lagi berbagai
teori, multiple intelegence, pembelajaran berbasis otak, berbagai teori dan metode
pembelajaran, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini, kami berusaha memberikan
gambaran, yang walaupun sedikit, namun mengena, mengenai neurosains kognitif ini. Dari
berbagai jurnal dan e-book yang kami dapat, kami juga berusaha menyajikan hasil penelitian
terbaru serta bagaimana menerapkan ilmu inidalam pembelajaran.

         Makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga dapat menjadi
berguna bagi semua pihak.




                                                              Jakarta, 17 Januari 2013




                                                                      Penulis




                                            i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii


BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................                       1
         A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
         B. Tujuan ..................................................................................................................... 3
         C. Lingkup Kajian .......................................................................................................... 3


BAB II COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN ..... 4
         A.     Pengertian Neurosains ........................................................................................ 4
         B.     Neurosains Kognitif .............................................................................................. 4
         C.     Sejarah Neurosains Kognitif ................................................................................. 6
         D.     Metode dalam Mempelajari Otak Manusia .......................................................... 8
         E.     Struktur dan Fungsi Otak .................................................................................... 10
         F.     Sistem Saraf ........................................................................................................ 18
         G.     Gangguan pada Otak .......................................................................................... 20
         H.     Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran ....... 23
         I.     Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah ................ 25
         J.     Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif ..................... 28
         K.     Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran ............................. 32


BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 35
         A.     Kesimpulan ......................................................................................................... 35
         B.     Rekomendasi ...................................................................................................... 36


DARTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 38




                                                                     ii
1




                                           BAB I
                                       PENDAHULUAN




A. Latar Belakang

             Secara sederhana, neurosains adalah ilmu yang secara khusus mempelajari
    neuron (sel saraf). Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf
    pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan
    12 pasang saraf kepala). Umumnya, para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf
    yang ada di otak.1 Tujuan utama analisis tentang otak dewasa ini adalah mempelajari
    lokalisasi fungsi, terutama fungsi kognitif. Lokalisasi ini mengacu pada wilayah-wilayah
    spesifik otak yang mengontrol perilaku-perilaku yang juga spesifik yang dominan
    mengarah pada kemampuan individu dalam ranah kognitifnya.2
             Pemahaman tentang bagaimana otak belajar akan mendorong seluruh
    komponen terkait dalam sistem pendidikan untuk menempatkan diri secara bijaksana.
    UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, sistem pendidikan didefinisikan sebagai
    keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
    tujuan pendidikan. Pada Bab II Pasal 3 dikatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
    mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
    mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
             Banyak penelitian menemukan bahwa manusia belum maksimal dalam
    memakai otaknya baik untuk memecahkan masalah maupun menciptakan ide-ide baru.
    Hal ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang berlaku saat ini yang hanya berfokus


1
  Taufik Pasiak, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup,
  (Bandung: Mizan, 2006), h. 47.
2
  Diana S. Mandar, “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”, Prosiding SnaPP2011
  Sains, Teknologi, dan Kesehatan,Vol 2 No 1 tahun 2011, h. 369.


                                               1
2




pada otak luar bagian kiri. Otak ini berperan dalam pemrosesan logika, kata-kata,
matematika, dan urutan yang dominan untuk pembelajaran akademis. Otak kanan yang
berurusan dengan irama musik, gambar, dan imajinasi kreatif belum mendapat bagian
secara proporsional untuk dikembangkan. Demikian juga dengan sistem limbik sebagai
pusat emosi yang belum dilibatkan dalam pembelajaran, padahal pusat emosi ini
berhubungan erat dengan sistem penyimpanan memori jangka panjang. Lebih dari itu
pemanfaatan seluruh bagian otak (whole brain) secara terpadu belum diaplikasikan
dengan efektif dalam sistem pendidikan. Dalam dasawarsa terakhir ini, otak berhasil
dieksplorasi secara besar-besaran dan menghasilkan kesimpulan bahwa sungguh otak
merupakan pusat berpikir, berkreasi, berperadaban, dan beragama.
       Sistem pendidikan saat ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk hanya
menerima satu jawaban dari permasalahan. Jawaban itulah yang kemudian diajarkan
oleh dosen/guru untuk kemudian diulangi oleh peserta didik dengan baik pada saat
ujian. Secara tak sadar kita sebagai guru maupun orangtua telah banyak memasung
potensi berpikir anak-anak dan menghambat pengembangan otaknya. Sistem
pendidikan berperadaban harus memungkinkan peserta didik untuk mencampur-
memisah, mengeraskan-melunakkan, menebalkan-menipiskan, menutup-membuka,
memotong-menyambung sesuatu sehingga menjadi sesuatu yang baru.
       Pada dasarnya suatu ide baru merupakan kombinasi dari ide-ide lama, dan tak
ada sesuatu yang betul-betul baru. Telah terbukti bahwa selain memiliki kemampuan
hebat untuk menyimpan informasi, otak juga memiliki kemampuan yang sama hebat
untuk menyusun ulang informasi tersebut dengan cara baru, sehingga tercipta ide baru.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menerapkan sistem pendidikan yang
memungkinkan optimalisasi seluruh otak sehingga penerimaan, pengolahan,
penyimpanan dan penggunaan informasi terjadi secara efisien. Sangat inspiratif definisi
Pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas yaitu usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
3




     pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
     diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.


B.   Tujuan

     Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini antara lain:
     1.   Pemahaman tentang neurosience kognitif.
     2.   Mengetahui sejarah neurosience kognitif.
     3.   Mengetahui metode dalam mempelajari otak manusia.
     4.   Mengetahui dan memahami Struktur dan fungsi otak dan sistem saraf
     5.   Mengetahui gangguan pada otak
     6.   Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran
     7.   Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah
     8.   Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif
     9.   Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran


C.   Lingkup Kajian

              Kajian yang dibahas dalam makalah ini berhubungan dengan Neurosience
     Kognitif, yang meliputi:
     1.   Pengertian Neurosience
     2.   Pengertian Neurosience Kognitif
     3.   Sejarah Neurosience Kognitif
     4.   Metode dalam mempelajari otak manusia
     5.   Struktur dan fungsi otak dan Sistem Saraf
     6.   Gangguan pada otak
     7.   Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran
     8.   Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah
     9.   Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif
     10. Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran
4




                                             BAB II
      COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN




A. Pengertian Neurosains
             Neurosains mengkaji diri manusia sebagai proses yang berlangsung hingga
     tingkat sel saraf. Berbagai penemuan neurosains sangat berguna tidak hanya dalam
     bidang kedokteran, seperti pengobatan pada penyakit-penyakit otak (misalnya:
     parkinson, schizophrenia, autisme, dan lain-lain), tetapi juga dalam bidang manajemen
     dan bisnis, psikologi, filsafat, dan bidang pendidikan.
             Secara sederhana, neurosains adalah ilmu yang secara khusus mempelajari
     neuron (sel saraf). Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf
     pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan
     12 pasang saraf kepala). Umumnya, para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf
     yang ada di otak.3 Tujuan utama analisis tentang otak dewasa ini adalah mempelajari
     lokalisasi fungsi, terutama fungsi kognitif. Lokalisasi ini mengacu pada wilayah-wilayah
     spesifik otak yang mengontrol perilaku-perilaku yang juga spesifik yang dominan
     mengarah pada kemampuan individu dalam ranah kognitifnya.4


B.   Neurosains Kognitif
             Jika dikaitkan dengan pengungkapan hakikat diri manusia, salah satu ilmu yang
     mengalami perkembangan sangat pesat adalah neurosains, yang secara harfiah berarti
     ilmu tentang otak, terutama neurosains kognitif5. Neurosains kognitif mempelajari otak
     manusia hingga tahap molekular. Neurosains kognitif ini merupakan bidang studi yang




3
  Taufik Pasiak, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup,
  (Bandung: Mizan, 2006), h. 47.
4
  Diana S. Mandar, “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”, Prosiding SnaPP2011
  Sains, Teknologi, dan Kesehatan,Vol 2 No 1 tahun 2011, h. 369.
5
  Taufik Pasiak, op.cit, h. 45.



                                                  4
5




     menghubungkan otak dan aspek-aspek lain sistem syaraf, khususnya otak dengan
     pemrosesan kognitif, dan akhirnya dengan perilaku.6
              Otak merupakan organ dalam tubuh manusia yang mengontrol langsung
     pikiran, emosi, dan motivasi manusia. Otak bersifat direktif sekaligus reaktif terhadap
     organ-organ tubuh yang lain. Sementara sistem saraf, merupakan dasar bagi
     kemampuan manusia untuk memahami, beradaptasi, dan berinteraksi dengan dunia
     sekitar. Melalui sistem ini, manusia menerima, memroses, dan merespon informasi dari
     lingkungan.
              Cognitive Neuroscience ini sebenarnya merupakan penerapan neurosains
     dalam psikologi kognitif. Studi ini mengkaji otak sekaligus mempelajari mental. Bisa
     dibilang merupakan cara baru dalam mempelajarai psikologi kognitif. Studi ini
     memetakan wilayah-wilayah spesifik di otak beserta fungsinya, dan mengkaitkannya
     dengan proses kognitif. Merupakan sebuah bidang akademis yang mempelajari secara
     ilmiah substrat biologis dibalik kognisi, dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari
     proses mental7. Ia membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif
     dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun neurosains,
     bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi kognitif dan
     neuropsikologi. Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif
     diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional.
              Berbagai cara telah dilakukan olah para ahli terdahulu yang menyadari adanya
     hubungan antara kognisi dan otak sebagai usaha dalam menemukan fungsi kortikal
     pada otak manusia. Banyak cara yang ditempuh, di antaranya: Frenologi,
     Psychosurgery, Lobotomi, Teori medan agregat. Meskipun di antara metode-metode
     tersebut ada yang runtuh dan dianggap sebagai pseudosains. Para ahli terus melakukan
     berbagai eksperimen. Hingga didapat beberapa contoh hasil penelitian eksperiemen
     dan klinis terhadap struktur dan proses-proses di otak.



6
   Lusi Nur Ardhiani, Psikologi Kognitif, (Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas
  Mercubuana, 2011), h.12.
7
  Gazzaniga, et.al, Cognitive Neuroscience: The Biology of the Mind, (New York: Norton, 2002), h. xv.
6




     1.   Sebagian besar fungsi mental terlokalisasi di region          khusus dan gabungan
          beberapa region di otak, seperti: region motorik dan terminal-terminal sensoris,
          meski pemrosesan lebih lanjut terjadi di daerah-daerah lain.
     2.   Sebagian besar fungsi mental (kognisi) melibatkan sebuah area yang bebeda di
          korteks   serebral.    Biasanya    bersifat   redundant       (berlebuhan),   artinya
          pendistribusian diproses secara paralel ke berbagai lokasi.
     3.   Letak kognisi pada otak adalah pada bagian korteks otak besar yang membentuk
          lapisan terluar dari dua bagian otak, yaitu hemisfer otak kanan dan hemisfer otak
          kiri. Masing-masing hemisfer otak memiliki spesifikasi tugas yang berbeda.
     4.   Kerusakan tidak selalu menyebabkan penurunan kinerja kognitif.
             Neurosains kognitif merupakan disiplin ilmu yang bertugas membongkar ulang
     otak, membedah arsitektur komputasinya menjadi unit-unit pemrosesan informasi
     yang terisolasi dan kemudian menentukan bagaimana unit-unit tersebut bekerja secara
     komputasi maupun fisik (cosmides tooby).
             Meskipun demikian neurosains kognitif lahir dengan kontribusi-kontribusi dari
     penelitian awal tentang lobotomi, frenologi, dan lokalisasi fungsi sebagai pendahulu
     neuronsains kognitif modern. Karena sifatnya yang multidisiplin, para ilmuan
     neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar belakang. Selain disiplin yang
     berkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif dapat berasal dari latar belakang
     neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri, neurologi, fisika, sains komputer, linguistik,
     filsafat dan matematika.


C.   Sejarah Neurosains Kognitif
             Pusat neurosains kognitif adalah pandangan jika fungsi kognitif tertentu
     berkaitan dengan daerah tertentu di otak. Gerakan frenologis gagal memasok landasan
     ilmiah untuk teori mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis
     kalau daerah tertentu di otak berkaitan dengan fungsi tertentu masih berlaku, walau
     pengukuran tengkorak masa kini dilakukan secara elektrofisiologi dan apa yang diukur
     lebih berhubungan dengan otak dari pada penampakan tengkorak luar.
7




        Akar pertama neurosains kognitif berada pada frenologi, yang merupakan
pendekatan pseudo ilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh
bentuk tulang. Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J. G. Spurzheim percaya
kalau otak manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, The Anatomy
and Physiology of the Nervous System in General, and of the Brain in Particular, Gall
mengklaim bahwa tonjolan besar di salah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut
lebih sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatian publik,
membawa pada publikasi jurnal frenologi dan penciptaan frenometer, yang mengukur
tonjolan di kepala subjek manusia.
        Tanggal 11 September 1956, sebuah pertemuan ahli kognitif yang besar terjadi
di MIT. George A Miller menyajikan papernya yang berjudul “The Magical Number
Seven, Plus or Minus Two” sementara Noam Chomsky dan Newell dan Simon
menyajikan temuan mereka dalam sains komputer. Ulrich Neisser memberi komentar
pada banyak penemuan dalam pertemuan ini dalam bukunya Tauhn 1967 berjudul
Cognitive Psychology. Istilah “psikologi” telah memudar Tahun 1950an dan 1960an, dan
membuat bidang ini lebih dikenal sebagai “sains kognitif”.
        Pada akhir abad ke-20 teknologi baru berkembang yang sekarang menjadi
metodologi utama dalam neurosains kognitif, termasuk TMS (1985) dan fMRI (1991).
Metode sebelumnya yang dipakai dalam neurosains kognitif adalah EEG (EEG manusia
1920) dan MEG (1968). Neurosaintis kognitif sering juga memakai metode pencitraan
otak lainnya seperti PET dan SPECT.
        Pada beberapa hewan, perekaman unit tunggal dapat dipakai. Metode lain
termasuk mikroneurografi, EMG wajah, dan pelacak mata. Neurosains integratif
berusaha mengkonsolidasikan data dalam database, dan membentuk model deskriptif
terpadu dari beragam bidang dan skala: biologi, psikologi, anatomi dan praktek klinis.
8




D. Metode dalam Mempelajari Otak Manusia
               Terdapat beberapa metode dalam mempelajari otak manusia. Sternberg
       menjelaskan lima metode, yakni: (1) studi post mortem, (2) studi terhadap hewan, (3)
       rekaman-rekaman listrik, (4) teknik pencitraan statis, dan (5) Pencitraan metabolis. 8
       1.   Studi-studi Post-Mortem
                    Dalam metode ini, peneliti mempelajari dengan hati-hati perilaku manusia
            yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan otak ketika mereka masih hidup.
            Mereka mendokumentasikan perilaku pasien sedetail mungkin dalam studi kasus
            sebelum pasien meninggal. Selanjutnya, setelah pasien meninggal peneliti menguji
            otak pasien untuk mencari lokasi terjadinya lesi (area-area jaringan tubuh yang
            mengalami kerusakan seperti karena luka benturan atau penyakit). Peneliti
            kemudian mengambil kesimpulan dan melacak kaitan antara tipe perilaku yang
            diamati dengan anomaly yang terdapat di lokasi tertentu pada otak.
                    Contoh kasus yang terjadi misalnya, pasien Paul Broca (1824-1880) yang
            diberi nama Tan (dinamai demikian karena hanya suku kata itu yang keluar jika ia
            berkata-kata). Tan mengalami gangguan berat dalam kemampuan bicaranya.
            Masalah ini berkaitan dengan les di area lobus bagian depan yang sekarang
            dinamakan area Broca. Contoh lainnya adalah penelitian yang dilakukanYoung,
            Holcomb, Yazdani, Hicks, yang menemukan bahwa depresi disebabkan oleh lebih
            banyaknya jumlah sel saraf di thalamus yang digunakan untuk pertukaran emosi.
                    Kelemahan metode ini adalah, tidak dapat dilakukan kepada makhluk yang
            masih hidup. Selain itu, metode ini kurang memberi pendalaman terhadap proses
            psikologi yang terjadi dalam otak.
       2.   Studi terhadap hewan
                    Studi ini merupakan studi in vivo (dilakukan terhadap makhluk yang masih
            hidup), dan oleh karenanya lebih banyak dilakukan terhadap hewan. Langkah yang
            dilakukan adalah, Elektroda mikro dimasukkan ke dalam otak hewan (biasanya


8
    Robert J. Sternberg, Cognitive Psychologi, 4th Edition, (Belmont: Wadsworth, Cengage Learning,
    2008), hh. 48-84
9




     kera atau kucing). Dari sini, didapati rekaman sel tunggal tentang aktivitas sebuah
     neuron di otak. Dengan cara ini ilmuan dapat mengukur efek dari jenis-jenis stimuli
     tertentu. Termasuk      dalam jenis penelitian terhadap hewan adalah dengan
     melakukan pelesian selektif (penghilangan atau perusakan bagian otak tertentu
     lewat pembedahan) untuk mengamati cacat fungsional yang diakibatkannya.
             Contoh penelitian dengan metode ini dilakukan oleh Disterhoft &
     Matthew pada tahun 2003 dengan membandingkan antara Hippocampal
     pyramidal neuron pada kelinci tua dan kelinci muda. Ditemukan bahwa kelinci
     yang sudah tua tidak dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Setelah
     diinjeksikan Metrifonate, galanthamine, and CI-1017 pada kelinci tua, mereka
     dapat belajar secepat kelinci muda.
3.   Rekaman-rekaman listrik
             Metode ini dimungkinkan dilakukan pada manusia yang masih hidup.
     Elektroencephalogram (EEG) adalah rekaman-rekaman tentang frekuensi dan
     intensitas listrik otak yang hidup, biasanya direkam di sebuah periode yang relatif
     lama. melalui EEG dimungkinkan untuk mempelajari aktivitas gelombang otak
     yang menindikasikan perubahan konsisi-kondisi mental, seperti tidur lelap atau
     bermimpi. Metode ini dilakukan dengan memasangkan elektroda di beberapa titik
     kulit kepala. Aktivitas listrik di otak kemudian direkam.
             Contohnya     rekaman-rekaman        EEG    yang    diambil   selama   tidur
     menyingkapkan pola-pola perubahan aktivitas listrik yang melibatkan seluruh
     bagian otak. Pola-pola yang muncul ketika sesorang bermimpi sangat berbeda
     ketika dia tertidur lelap. Contoh penelitian lain dilakukan oleh Dehaene-Lambertz,
     Pena, M., Christophe, & Landrieu pada tahun 2004 untuk memeriksa kemampuan
     berbahasa bayi.
4.   Teknik-teknik Pencitraan Statis
             Teknik-teknik ini mencakup angiogram, pemindaian tomografi aksial
     dengan menggunakan komputer (CAT, computerized axial tomography) dan
     pemindaian dengan pencitraan resonansi magnetis (MRI) .Teknik yang berbasis
10




          sinar X (CAT) memungkinkan pengamatan yag lebih mendetail tentang
          abnormalitas otak skala besar seperti kerusakan yang diakibatkan benturan atau
          tumor, namun terbatas dalam resolusi sehingga tidak bisa menyediakan banyak
          informasi tentang lesi-lesi dan penyimpangan yang lebih kecil.
                  Pemindaian MRI memberikan gambar dengan resolusi tinggi tentang
          struktur otak hidup dengan mengomputasi dan menganalisi perubahan-perubahan
          magnetis didalam energi dari orbit-orbit partikel didalam molekul-molekul tubuh.
          Namun MRI relatif mahal dan tidak menyediakan banyak informasi mengenai
          proses-proses fisiologis.
     5.   Pencitraan metabolis
                  Teknik ini mengandalkan perubahan-perubahan yang berlangsung di
          dalam otak sebagai hasil dari peningkatan konsumsi glukosa dan oksigen di area-
          area aktif dantidak aktif. Ide dasarnya adalah area-area aktif didalam otak
          mengonsumsi lebih banyak glukosa dan oksigen ketimbang area-area yang tidak
          aktif. Dua teknik dengan metode ini di antaranya adalah PET (Positron Emission
          Tomography ) dan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging).
                  Pemindaian PET mengukur peningkatan di dalam konsumsi glukosa di
          area-area aktif otak selama menjalankan pemrosesan informasi tertentu.
          Pencitraan melalui resonansi magnetis secara fungsional (fMRI) adalah teknik
          penggambaran neuron yang menggunakan medan-medan magnetis untuk
          mengonstruksikan gambar detil tiga dimensi tenntang aktivitas di beragam bagian
          otak pada satu momen tertentu. Teknik ini disusun berdasarkan MRI, namun ia
          menggunakan       peningkatan   di    dalam    pengonsumsian     oksigen   untuk
          mengonstruksikan gambaran-gambaran aktivitas otak.


E.   Struktur dan Fungsi Otak
             Otak adalah sebuah jaringan yang sangat vital dalam tubuh manusia. Otak tidak
     hanya berfungsi untuk berpikir, tetapi juga menunjang kehidupan itu sendiri. sebuah
11




penelitian menunjukkan bahwa, seseorang yang sudah meninggal dunia beberapa saat
yang lalu, menunjukkan otaknya secara fisiologis masih hidup.
        Secara struktural, seluruh otak manusia adalah sama. Kelainan pada struktur
otak, akan mengakibatkan kelainan pada perilaku atau menunjukkan perilaku-perilaku
yang abnormal. Contoh perilaku-perilaku yang ditengarai di sebabkan oleh kelainan
pada struktur otak adalah epilepsi, skizofrenia, pembunuh berantai, autisme pada anak
dan lain-lain.
        Pada orang normal yang dewasa, berat otak berkisar 1,5 kg dengan perbedaan
volume pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki dewasa, volume otak berkisar
1.130 cm3 dan pada wanita berkisar 1260 cm3. Jumlah sel neuron pada otak
diperkirakan sekitar 100 juta sel saraf. Tetapi dalam populasi di dapatkan bahwa, variasi
berat otak dan volumenya sangat besar. Kemungkinan inilah yang menyebabkan variasi
kemampuan berpikir dalam populasi. Di sinyalir bahwa, orang dengan volume dan
berat otak yang besar, mempunyai kemampan berpikir yang lebih tinggi. Tetapi asumsi
ini belum banyak dibuktikan dalam sebuah penelitian ilmiah.
        Otak manusia dapat dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan struktur dan
fungsinya. Pembagian yang paling populer adalah berdasarkan lobus. Ada empat
macam lobus yaitu lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksiptalis dan lobus
temporalis. Otak juga dapat dikelompokkan berdarkan letak dan fungsinya, menjadi
serebrum, serebellum, braistem, dan sistem limbik.
                    Gambar 1: Bagian Otak berdasarkan Letak




         Sumber: Robert J. Sternberg, Cognitive Psychologi, 4th Edition, ppt
12




Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)


1. Cerebrum (Otak Besar)
            Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
    dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan
    bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat
    manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
    perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual seseorang
    juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
            Cerebrum terbagi menjadi empat bagian lobus, yakni: Lobus Frontal, Lobus
    Parietal, Lobus Occipital, dan Lobus Temporal.
    a.   Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
         Besar. Bagian anterior (depan atas) mempunyai peran dalam tingkah laku
         tidak sadar. Misalnya: kepribadian, tingkah laku social, memberi alasan,
         memberi pendapat dan aktifitas itelektual, kreativitas, kontrol perasaan,
         kontrol perilaku seksual, dan kemampuan bahasa secara umum. Bagian
         sentral posterior (depan belakang) mengatur fungsi motorik.
    b.   Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
         perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
    c.   Lobus Temporal menerima input dari tiga indera perasa, yaitu: pendengaran,
         pengecap, dan penciuman dan mempunyai peran dalam proses memori.
    d.   Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
         rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
         interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Misalnya
         penglihatan, menerima informasi dan menafsirkan warna, juga berperan
13




                 dalam refleks visual untuk menentukan mata pada sebuah objek yang diam
                 dan bergerak.
                            Gambar 2: Cerebrum dan Bagian-bagiannya




                     Cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan
            otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel
            saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri
            tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat
            dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
            berpikir rasional.
            Laterisasi / Belahan Otak
                     Salah satu riset yang mengawali pembedaan otak kiri dan kanan adalah
            penelitian Gazaninga dan kawan-kawan, yang berusaha mengatasi kejang epilepsy
            dengan memotong serabut saraf – korpus kalosum – yang menjembatani kedua
            belahan otak, dan mendapati bahwa serangan kejang menghilang.9 Selanjutnya,
            berbagai penelitian mendapati bahwa otak kiri dan kanan berperilaku secara
            terpisah. Belakangan, Damasio (1994) dan mitranya menemukan bukti yang
            mendukung bahwa kedua belahan otak tidak simetris dalam cara memproses
            emosi.

9
     Barbara K. Given, Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan
    Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif, cet. 2, Penj. Lala Herawati Dharma,
    (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 49.
14




        Secara anatomis, otak manusia dibedakan antara hemisfer kiri (belahan
otak kiri) dan hemisfer kanan (belahan otak kanan). Setiap belahan pada otak
berfungsi mengendalikan bagian tubuh secara berlawanan. Otak belahan kanan
mengendalikan fungsi tubuh bagian kiri. Sedangkan otak belajan kiri
mengendalikan fungsi tubuh bagian kanan.
                       Gambar 3: Lateralisasi Otak




        Kedua belahan otak kiri dan kanan di hubungkan oleh bundel saraf yang
sangat besar yang disebut dengan corpus callosum. yang melintasi garis tengah di
atas tingkat thalamus. Di samping itu ada juga penghubung antara belahan kiri dan
belahan kanan, tetapi ukurannya kecil tetapi banyak yanitu commisure anterior
dan commisure hippocampus serta penghubung subkrtikal juga banyak yang
melintasi garis tengah otak.
        Corpus callosum adalah jalan utama komunikasi antara dua belahan,
meskipun. Ini menghubungkan setiap titik pada korteks ke titik bayangan cermin di
belahan hemisfer sebaliknya, dan juga menghubungkan ke titik fungsional terkait
di daerah kortikal berbeda.
        Secara struktur, belahan otak kanan dan otak kiri berbentuk simetris.
Tetapi beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa fungsi antara belahan
otak kiri dan belahan otak kanan berbeda. Misalnya otak kiri lebih dominan pada
pembentukan bahasa (kerusakan pada otak kiri, bisa menyebabkan orang tidak
15




     bisa berbicara dan mengerti pembicaraan). Sedangkan pada otak kanan lebih
     dominan pada perkembangan emosi, seni ataupun intuitif.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
             Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
     dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis
     otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
     koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan
     serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
     gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
             Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
     sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya
     orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak
     mampu mengancingkan baju.
 3. Brainstem (Batang Otak)
           Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
     kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
     tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
     pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan,
     dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
     saat datangnya bahaya.
             Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
     karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
     mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan
     merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu
     dekat dengan anda.
     Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
     a.   Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian
          teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.
16




        Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
        mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
   b.   Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
        badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
        mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
        pernafasan, dan pencernaan.
   c.   Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
        bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga
        atau tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
           Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
   ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak
   ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
   mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
   hipocampus dan korteks limbik.
                           Gambar 4: Sistem Limbik




           Secara umum, sistem limbik berfungsi menghasilkan emosi, motivasi,
   berperan dalam menyimpan memori dan pembelajaran. Secara khusus, sistem
   limbik mengontrol perasaan dan sikap. Selain itu, juga menyimpan memori
   emosional, mengontrol nafsu makan dan siklus tidur.Sistem limbik juga
   memungkinkan kita untuk fleksibel dalam bersikap dan merespon perubahan
   lingkungan.
17




            Anatomi Sistem Limbik
                         Gambar 5: Anatomi Sistem Limbik dan Fungsinya




                    Sumber: Cognitive Psychology, 4th Ed, Robert J. Sternberg.


            Beberapa bagian sistem limbik yang penting adalah sebagai berikut.
            1.   Amygdala: terlibat dalam rasa marah dan keinginan untuk menyerang.
            2.   Septum: terlibat dalam rasa marah dan ketakutan
            3.   Hippocampus penting dalam pembentukan memori, gangguan pada bagian ini
                 menyebabkan hilangnya memori deklaratif, namun memori prosedural tidak
                 terganggu. Kedua memori ini termasuk memori jangka panjang. Memori
                 deklaratif termasuk pada kemampuan menyebutkan pengetahuan dan fakta,
                 sementara memori prosedural merupakan memori yang diperoleh dari
                 pengulangan terus menerus, dan merupakan memori jangka panjang.
                 Kerusakan pada bagian hippocampus juga dapat menyebabkan Korsakoff’s
                 syndrome, yakni hilangnya fungsi memori akibat malnutrisi ataupun perilaku
                 alkoholik parah.10
            4.   Thalamus: menghantarkan informasi ke cerebral cortex, juga memiliki kontrol
                 terhadap tidur dan berjalan.
            5.   Hypothalamus: penting dalam perilaku metabolisme, makan dan minum,
                 perilaku seksual, dan mengatur emosi.

10
     http://en.wikipedia.org/wiki/Korsakoff%27s_syndrome, diakses 15 Januari 2013.
18




F.   Sistem Saraf
              Central Nervous System/Sistem Saraf Pusat (CNS/SSP) terdiri dari otak dan
     sumsum tulang belakang.
     1.    Otak : merupakan CNS (central nervous system) yang berfungsi untuk menerima,
           memproses, menginterpretasikan dan menyimpan informasi sensoris yang datang,
           seperti rasa, suara, bau, warna, tekanan pada kulit, dll.
     2.    Saraf tulang belakang kumpulan neuron dan jaringan pendukung yang dimulai dari
           dasar otak sebagai perpanjangan otak yang menjulur di sepanjang punggung
           bagian tengah dan dilindungi oleh tulang belakang.
                               Gambar 5: Saraf Tulang Belakang




          Sumber: Pustekkom Depdiknas


     Neuron
              Neuron adalah unsur dasar pembentuk CNS (Central Nervous System), yakni sel
     khusus yang mengirimkan informasi sepanjang sistem syaraf, berjumlah sangat padat.
     Otak manusia tersusun dari massa neuron yang sangat padat, berfungsi menerima &
     mengirimkan impuls neural ke ribuan neuron lain. Neuron memiliki ukuran dan bentuk
     yang berlainan tergantung dari lokasi dan fungsinya, di antarannya Syaraf tulang
     belakang, Talamus, Serebelum, dan Korteks.
19




                     Gambar 6: Neuron dan Bagian-bagiannya




Bagian utama dalam neuron adalah sebagai berikut:
1.   Dendrit, yang menerima impuls neural dari neuron lain, dendrit berbentuk seperti
     pohon (arborized), lengkap dengan cabang dan ranting.
2.   Tubuh sel, yang bertanggung jawab menjaga kondisi dasar neuron. Tubuh sel
     (menerima) nutrisi dan melenyapkan limbah organik dan menyerang limbah
     tersebut melalui dinding sel yang permeabel
3.   Akson, serabut perluasan yang membawa dan menghantarkan impuls dari tubuh
     sel ke neuron lain.
4.   Terminal prasinaptik, terminal-terminal tempat berakhirnya akson terletak dekat
     permukaan dendrit pada neuron lain (yang bersifat reseptif) meskipun tidak
     berhubungna langusng,     terminal prasinaptik dan dendrit bersama-sama
     membentuk sinapsis.
        Sinapsis memiliki tugas penting yaitu berperan menukarkan informasi kimia
yang disebut neurotransmitter dari satu neuron ke neuron lain. Muatan listrik mengalir
sepanjang akson, dan ketika muatan listrik mencapai dendrit, neurotransmitter
dilepaskan. Neorutransmitter kimiawi ini mengubah polaritas/potensi elektrik pada
dendrit penerima.
        Neurotransmitter adalah pesan kimiawi yang diaktifkan yang memiliki efek
inhibitoris dan efek eksitetoris. Dan terdapat senyawa-senyawa lain disebut
20




        acetylcholine. Kecepatan perjalanan impuls pada akson bergantung pada panjang
        akson     tersebut.    Neurotransmiter    membawa   informasi   antara   neuron   dan
        memungkinkan pesan kimia untuk dikirim dari satu bagian tubuh ke otak,dan
        sebaliknya. Ada berbagai neurotransmiter yang mempengaruhi tubuh dalam berbagai
        cara. Misalnya, dopamin neurotransmitter yang terlibat dalam gerakan dan belajar.
        Jumlah dopamine yang berlebihan telah dikaitkan dengan gangguan psikologis seperti
        skizofrenia, sedangkan terlalu sedikit dopamin diasosiasikan dengan penyakit
        Parkinson.
                  Bagian penting lainnya dari sistem saraf adalah Peripheral Nervous System,
        yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
        a.   Somatik Nervous System: mengendalikan tindakan otot rangka.
        b.   Sistem saraf otonom: mengatur proses otomatis seperti detak jantung, bernapas,
             dan tekanan darah. Ada dua bagian dari sistem saraf otonom:
             a.    Sistem saraf simpatis: mengontrol fight or flight "reflex”. Refleks ini
                   mempersiapkan tubuh untuk merespon bahaya dalam lingkungan.
             b.    Sistem saraf parasimpatis: sistem ini berfungsi untuk membawa tubuh Anda
                   kembali ke keadaan normal setelah melawan atau penerbangan refleks.


G. Gangguan pada Otak
                  Gazzaniga dan kawan-kawan (dalam Sternberg) melakukan penelitian tentang
        gangguan otak, yang pada akhirnya mempengaruhi kognisi manusia. Beberapa contoh
        gangguan pada otak adalah stroke, tumor otak, dan luka pada kepala11.
        Lebih lanjut seperti dijelaskan berikut ini:
        1.   Stroke
                       Stroke terjadi ketika aliran darak ke otak mengalami hambatan. Orang-
             orang yang mengalami stroke biasanya menunjukkan hilangnya fungsi-fungsi
             kognitif. Bentuk hilangnya fungsi-fungsi ini bergantung kepada area otak mana



11
     Robert .J. Sternberg, op.cit, hh. 64-84.
21




     yang dipengaruhi stroke. Simptom stroke biasanya Iangsung terjadi setelah stroke
     terjadi, berikut simptom stroke yang paling umum:
     a.   Mati rasa atau kelelahan diwajah, lengah atau kaki
     b.   Rasa bingun, kesulitan bicara atau memahami ucapan
     c.   Gangguan pada penglihatan
     d.   Pusing, mual-mual, sulit berjalan, hilang keseimbangan atau koordinasi
          anggota tubuh.
     e.   Sakit kepala berat tanpa diketahui penyebabnya
2.   Tumor otak
                 Tumor otak disebut juga neoplasma, dapat memengaruhi fungsi kognitif
     dengan cara yang sangat serius. Ada dua jenis tumor otak:
     a. tumor yang dimulai dari otak. Kebanyakan anak yang mengalami tumorjenis
          ini.
     b. tumor otak yang merupakan efek dari pertumbuhan tumor di bagian tubuh
          lain Tumor (notcancerous), misalnya paru-paru, or malignant (cancerous).
                 Tumor otak ada yang lunak dan ada ganas ganas. Tumor lunak tidak
     mengandung sel-sel kanker, biasanya tumor ini bisa dihilangkan dan tidak akan
     tumbuh kembali. Sel-sel tumor lunak tidak menyerang sel-sel sel sekitarnya atau
     menyebar kebagian tubuh yang lain, namun jika akhirnya ia menekan area-area
     sensitif otak, tumor akan mengakibatkan gangguan kognitif yang serius.
3.   Luka pada kepala
                 Luka-luka pada kepala bisa diakibatkan oleh berbagai macam faktor
     seperti kecelakaan kendaraan, kontak dengan benda keras, dan terkena peluru.
     Luka-luka ini memiliki 2 jenis; luka dalam dan luka luar. Pada luka dalam, tengkorak
     masih utuh namun terjadi kerusakan pada otak, biasanya dari daya mekanis suatu
     hantaman pada kepala. Pada luka luar, tengkorak tidak lagi utuh karena sudah
     terjadi rembesan darah yang keluar dari kepala, luka terkena peluru salah satu
     contohnya.
22




                     Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, terdapat beberapa kelainan pada
            otak, yang mempengaruhi proses kognisi seseorang. Tiga kelainan yang banyak
            ditelaah saat ini adalah: disleksia, diskalkulia, dan ADHD.12
            1.   Disleksia
                 Kemampuan membaca pada orang dewasa, melibatkan penggunaan otak kiri,
                 termasuk posterior superior temporal cortex. Area otak ini penting dalam
                 kemampuan        memisahkan      kata-kata    dalam    komponen       berdasarkan
                 pelafaannya. Pada anak dengan disleksia, area otak ini menunjukkan
                 penurunan aktivitas, yang mengakibatkan kesulitan mengeja, mambaca, dan
                 mengenali huruf atau angka.
            2.   Diskalkulia
                 Diskalkulia merupakan kesulitan dalam mengenali konsep angka, baik secara
                 sederhana, ataupun penggunaan angka. Aktivitas pada area penghitung dan
                 pengenalan bahasa mengalami penurunan pada kelainan ini.
            3.   ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
                 Anak dengan kelainan ini, menampilkan perilaku cenderung impulsive, tidak
                 perhatian, dan banyak bertingkah. Penelitian mengenai ADHD ini belum
                 mencapai kata sepakat. Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa anak
                 dengan dugaan ADHD mengalami kelainan pada the anterior cingulate dan
                 prefrontal cortex.
                     Ketiga kelainan ini mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar, dank
            arena penelitian untuk penyembuhannya masih terus dilakukan, peran guru dalam
            menggunakan metode pembelajaran sangat penting untuk membantu mengatasi
            kelainan ini.




12
     Paul Howard-Jones, et.al, Neuroscience and Education: Research and Opportunities, (London: TLRP
     & ESRC, 2012), hh. 12-14.
23




H. Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran
                 Saat yang tepat untuk memulai pembelajaran, terutama melalui jalur
        pendidikan formal, dapat dikaitkan dengan proses perkembangan otak. Secara umum,
        otak mengalami restrukturisasi pada usia dini, usia remaja, dan dewasa. Di bawah ini
        adalah gambaran perkembangan otak pada tiga fase tersebut, yang dikaitkan dengan
        kemampuan otak untuk belajar.
        1.   Perkembangan Otak pada Usia Dini
                      Sekalipun pendidikan formal pada usia dini semakin populer, sebenarnya
             tidak ada bukti meyakinkan di bidang neurosains untuk memulai pendidikan
             formal lebih awal.13 Tiga pendapat menjadi dasar bagi pemikiran ini, namun
             dengan bukti yang masih sedikit, dengan interpretasi yang berlebihan. Pendapat
             pertama, bahwa synaptogenesis, pembuat sinapsis yang menghubungkan antar
             neuron, terbentuk pada tingkat yang lebih tinggi pada anak-anak dibandingkat
             orang dewasa. Penelitian ini sebenarnya didasarkan pada penelitian primata selain
             manusia. Rakic (dalam Jones) menyebutkan bahwa proses pembentukan
             synaptogenesis pada monyet terjadi paling banyak di tiga tahun pertama14. Hal ini
             menjadikan asumsi bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang lebih baik untuk
             belajar. Bagaimanapun juga, penelitian selanjutnya tentang perkembangan otak
             membuktikan bahwa perubahan struktur pada otak, termasuk pembentukan
             synaptogenesis, berlangsung dengan baik hingga masa pubertas, bahkan hingga
             dewasa.
                      Pendapat kedua, berkaitan dengan argumen pertama, tentang adanya
             “jendela emas” perkembangan anak, yang penting untuk pembelajaran berbagai
             kemampuan dan keterampilan. Bagaimanpun juga, ilmuwan saat ini lebih
             mempercayai bahwa masa tersebut adalah masa sensitif, yang mana tidak selalu
             sama dan tidak pasti. Masa tersebut lebih berupa perbedaan halus pada
             kemampuan otak untuk dapat dibentuk oleh lingkungan. Masa ini lebih terutama


13
     Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 7
14
     Ibid, h. 8.
24




              melibatkan fungsi visual, motorik, dan memori yang dipelajari secara alami pada
              lingkungan normal. Jones et.al berpendapat bahwa, sekalipun masa sensitif ini
              sangat menarik untuk dikaji, belumlah cukup untuk memberi kontribusi pada
              pendidikan formal.15
                     Pendapat ketiga, menunjuk pada efek pengkayaan lingkungan kepada
              pengembangan sinapsis. Bagaimanapun juga, sperti yang disebutkan Diamond
              et.al dalam Jones, penelitian ini dilakukan pada tikus laboraturium. Beberapa
              penelitian menunjukkan bahwa lingkungan seadanya dapat menghambat
              perkembangan neural, namun, tidak ada bukti bahwa lingkungan yang diperkaya,
              akan meningkatkan perkembangan neural tersebut.
        2.    Perkembangan Otak Saat Remaja
                     Neurosains menunjukkan bahwa, di saat remaja pun, otak tetap
              mengalami perkembangan. Namun demikian,berbagai penelitian menunjukkan
              bahwa otak remaja berusia belasan tahun, tidak lebih siap dari otak dewasa untuk
              mengerjakan berbagai proses. Beberapa proses ini, misalnya, mengarahkan
              perhatian, merencanakan masa depan, mencegah perilaku tidak pantas,
              multitasking, dan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan sosial. Dapat
              disimpulkan bahwa reorganisasi otak tahap kedua, setelah masa kanak-kanak,
              terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja ini, otak masih dapat dipertajam dan
              dibentuk. Oleh karenanya, kurikulum yang tepat dalam pendidikan formal dapat
              membantu pengembangan otak remaja.
        3.    Perkembangan Otak Saat Dewasa
                     Walaupun perubahan tidak lebih radikal seperti yang terjadi pada masa
              remaja, otak terus berubah dan berkembang pada masa dewasa. Dengan
              meningkatnya usia, otak menjadi lebih sedikit dapat ditempa, dan neuron mulai
              hilang dalam tingkat yang lebih besar, walaupun efek pendidikan terhadap
              hilangnya neuron ini masih belum dapat dijelaskan.16 Sekalipun demikian, ternyata


15
     Ibid.
16
     Ibid, h.9.
25




             neuron baru lahir di satu bagian otak: hippocampus, satu bagian di otak yang
             memegang peranan penting dalam belajar dan mengingat.
                     Kondisi ini menunjukkan otak sangat fleksibel dan memungkinkan
             penggunanya untuk belajar sepanjang hayat, terus beradaptasi terhadap keadaan
             baru dan pengalaman baru. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa pendidikan
             dapat mempengaruhi struktur otak, termasuk pada orang dewasa.
                     Penelitian Dragansky dan kawan-kawan (dalam Jones) menunjukkan
             bahwa bagian otak tertentu membesar setelah dilakukan pendidikan dan
             pelatihan selama tiga bulan. Tiga bulan setelah pelatihan tersebut usai, volume
             otak kembali menyusut ke asalnya17. Penelitian juga menunjukkan bahwa
             kemungkinan untuk menderita alzheimers menurun dengan adanya pencapaian
             pendidikan, atau dengan peningkatan tantangan dalam pekerjaan. 18
                     Dengan melihat pemaparan di atas, jelaslah bahwa sesungguhnya, otak
             manusia dapat melakukan pembelajaran sepanjang hayat. Sekalipun pentingnya
             pendidikan formal yang dimulai di usia dini masih menjadi pertentangan,
             pendidikan formal hingga usia remaja adalah hal yang penting. Otak juga dapat
             terus memperbaharui neuronnya, sehingga melanjutkan pendidikan hingga usia
             dewasa, bahkan tua, bukanlah permasalahan. Pembelajaran terus menerus
             bahkan ditengarai dapat mengurangi terjadinya gangguan otak.


I.      Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak : Penafsiran yang Salah
                Paradigma program belajar dengan berbasis kemampuan otak ini, mulai
        diperkenalkan sejaktahun 1990, dan mulai bermunculan berbagai program dengan
        tema “brain-based”. Sekalipun demikian, tampaknya bercampur antara ekliktik dan
        neurosains, sehingga tidak seluruh program berbasis kemampuan otak yang umumnya
        diketahui guru dan masyarakat awam, benar-benar berdasarkan neurosains kognitif.
        Berikut ini adalah beberapa contoh.

17
     Ibid, h. 21.
18
      Wilson, R.S., “Mental Challange in the Workplace and Risk of Dementia in Old Age: Is There a
     Connection?”, Occupational and Environmental Medicine vol 62, h. 72-73.
26




     1.   Senam Otak (Brain Gym).
                   Program ini mengajukan ide bahwa mekanisme kerja otak dapat
                                                             19
          ditingkatkan dengan latihan-latihan tertentu.           Termasuk dalam senam otak ini,
          misalnya, gerakan cross crawl, pergerakan bagian kanan dan kiri tubuh bergantian
          yang diklaim dapat mengaktifkan otak kiri dan kanan. Sekalipun penjelasan dan
          argumentasi yang diajukan tampak logis, sebenarnya konsep ini tidak dikenal
          dalam neurosains. Senam otak menekankan sinergi dan keseimbangan antara otak
          kiri dan kanan, sehingga menciptakan “jalan” baru antara otak kiri dan kanan. Pada
          kenyataannya, antara otak bagian kiri dan kanan, memang sudah terhubung
          secara permanen, yang dapat dilihat dengan jelas melalui corpus callosum.
          Menciptakan jalan jalan atau rangkaian hubungan baru antara kedua otak, hingga
          saat ini belum dapat dibuktikan.20
     2.   Learning Style Preferences
                   Konsep Learning Style Preferences, atau pilihan gaya belajar, cukup
          populer digunakan di bidang pendidikan. Umumnya, gaya belajar siswa dibedakan
          menjadi tiga: visual, auditori, atau kinestetik. Konsep yang banyak digunakan
          adalah, penggunaan salah satu gaya belajar yang cocok dengan seorang individu,
          akan meningkatkan pembelajaran. Namun, terdapat kekurangan dalam hal
          metode penentuan gaya belajar yang sesuai dengan tiap individu. Penelitian
          terbaru menunjukkan bahwa menyajikan pembelajaran secara khusus yang cocok
          dengan satu jenis gaya belajar saja, adalah membuang-buang waktu.21 Sekalipun
          demikian, guru yang menggunakan berbagai jenis media yang menjangkau semua
          murid apapun gaya belajarnya, tetap memiliki nilai tambah. Penelitian yang ada,
          tidak mendukung keharusan memberi label pada siswa berdasarkan gaya belajar
          tertentu.

19
   S.J. Pickering dan Joward-Jones, “Educator’s View of the Role of Neuroscience InEducation: A Study
   of UK and International Perspective, Mind, Brain and Education, Vol 1, h.3.
20
   Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 15
21
    Coffield, Moseley, Hall, E., & Ecclestone, K. Learning styles and pedagogy in post-16 learning: A
   systematic and critical review, (Report No. 041543). (London: Learning and Skills Research Centre,
   2004).
27




     3.    Kecenderungan Pembedaan Otak Kiri atau Otak Kanan
                    Beberapa buku teks menyarankan guru mengetahui apakah siswa mereka
           termasuk pengguna otak kanan atau otak kiri. Penelitian lama memang
           menganjurkan pengkhususan tersebut. Jerre Levy dan Sperry (dalam Given)
           misalnya, menegaskan perbedaan antara kedua belahan otak dengan menyatakan
           bahwa belahan kanan khusus untuk proses holistic, dan belahan kiri untuk proses
           analitik.22 Laporan ini menimbulkan kegairahan guru untuk menerapkan konsep ini
           dalam bidang pendidikan.
                    Namun penelitian yang lebih baru, seperti yang dilakukan oleh Gazaninga,
           mendapati bahwa pada beberapa individu, kedua belahan otak sama-sama
           mampu merespon input visual dan tugas menggambar. Demikian pula interpretasi
           bahasa, ada di kedua belahan otak ini.23
                    Berbagai penelitian lanjutan yang berupaya mengaburkan perbedaan
           global dan analitik tentang kedua belahan otak, tampaknya belum dihiraukan.
           Bagaimanapun juga, kedua belahan otak ini secara normal memang selalu aktif.
           Selain itu, kebanyakan tugas belajar sehari-hari, mensyaratkan kedua belahan otak
           untuk bekerja sama dalam sistem yang kompleks.24 Tidak terdapat bukti yang kuat
           bahwa kategorisasi siswa menjadi kecenderungan otak kanan atau kiri, dapat
           membantu proses pembelajaran.
                    Walaupun secara konsep, belum terdapat bukti yang jelas mengenai
           kaitan maksimalisasi kemampuan otak dalam proses pembelajaran, beberapa
           pendapat di atas bisa jadi berguna. Senam otak, misalnya, walaupun tidak terbukti
           menciptakan keseimbangan otak kiri dan kanan, namun dapat meningkatkan
           respon dan kesiagaan. Oleh karenanya, penelitian lebih lanjut amat diperlukan
           mengenai konsep “brain-based”, dalam rangka menjembatani penerapan
           neurosains kognitif dalam pendidikan.



22
   Barbara K. Given, op.cit, h. 48.
23
   Ibid, h. 50.
24
   Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 16.
28




J.     Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif
               Prinsip utama yang melatar belakangi terlaksananya pembelajaran berbasis
       otak menurut Caine dan Caine menjelaskan 12 prinsip pembelajaran secara alami25.
       Prinsip ini menjadi dasar bagi brain-based learning yang banyak berkembang kini.
       Kedua belas prinsip tersebut disajikan sebagai berikut.
       1.   Otak merupakan processor parallel. Pikiran, perasaan, sifat bawaan, dan emosi
            saling berhubungan satu sama lain dan berinteraksi dengan berbagai macam
            model informasi yang diterima otak.
       2.   Belajar melibatkan seluruh fisiologi tubuh. Hal ini berarti bahwa kesehatan fisik
            seseorang, seperti jumlah waktu tidur, nutrisi yang dikonsumsi, kondisi lelah,
            mempengaruhi otak.
       3.   Pencarian makna dilakukan secara innate. Kita secara alamiah terprogram untuk
            mencari makna dalam segala hal. Kebutuhan otak untuk selalu mencari makna
            juga beberapa hal familiar yang akan terdaftar secara otomatis saat melakukan
            pencarian dan merespon makna secara terus-menerus untuk menambah stimulus.
            Kelengkapan pembelajaran harus dibuat untuk memuaskan semangat siswa untuk
            membuat karangan baru, penemuan terbaru, juga untuk meraih kesempatan baru.
            Di saat yang sama, tugas-tugas yang diberikan pun harus bermakna dan semenarik
            mungkin, juga menawarkan banyak pilihan pada siswanya. Dalam pendidikan, satu
            hal yang diizinkan bagi siswa adalah ketika siswa diberikan banyak pengalaman
            belajar, lalu mereka diberikan waktu untuk merasakan pengalaman yang mereka
            lakukan. Mereka berhak diberikan kesempatan untuk menanggapi segala
            sesuatunya, untuk melihat keterkaitan yang satu dengan yang lain.
       4.   Pencarian makna terjadi dengan "berpola." Berpola disini lebih dimaksudkan pada
            pengorganisasian dan pengkategorian dari informasi. Otak menolak pola
            mengagumkan dari sesuatu yang tanpa makna. Saat kemampuan alamiah otak
            mengintegrasikan informasi lalu diingatkan dalam pembelajaran, aktivitas dan


25
     http://www.cainelearning.com/files/Learning.html, An understanding of learning based on the
     Caines' renowned 12 brain/mind learning principles, (diakses 15 Januari 2013).
29




     informasi yang terjadi secara acak dapat ditampilkan dan diasimilasi. Otak
     mencoba untuk membuat pengertian dari informasi dengan mengurangi kata-kata
     acak yang tidak berhubungan dengan suatu pola yang lebih familiar.
5.   Emosi merupakan salah satu bagian penting dalam pembentukan pola. Dalam
     otak, kita tidak bisa memisahkan emosi dengan kemampuan otak dalam berpikir
     secara kognitif, karena kedua hal tersebut merupakan faktor yang saling
     berhubungan. Emosi merupakan sesuatu hal yang membuat kita lebih
     bersemangat untuk belajar, untuk membuat sesuatu.
6.   Setiap otak, secara simultan mengamati dan membangun suatu informasi mulai
     dari bagian-bagian terkecil, hingga keseluruhan bagian. Dalam        pembelajaran,
     penting untuk melibatkan kedua belahan hemisfer pada otak secara bersamaan.
7.   Belajar melibatkan perhatian yang dipusatkan dan persepsi sekitar. Setiap anak
     belajar dari segala hal. Oleh karena itu, keadaan sekeliling menjadi sangat penting.
     Jika   mereka   mempelajari    sesuatu    di   dalam   kelas   dan   tidak   pernah
     menggunakannya di luar kelas, lalu proses belajar yang mereka lakukan, setiap
     hubungan yang terjalin dalam otak mereka, akan berhenti di kondisi tersebut.
8.   Belajar selalu melibatkan proses yang terjadi secara langsung dan tidak langsung.
     Kita belajar lebih banyak dari segala sesuatu yang secara langsung dapat kita
     pahami. Banyak komponen-komponen belajar yang diterima dari             lingkungan
     sekeliling kita dan langsung masuk ke dalam otak kita tanpa kita sadari dan
     langsung berinteraksi dengan level proses belajar secara tidak langsung. Proses
     pembelajaran yang aktif mengizinkan siswa untuk meninjau bagaimana dan hal
     apa saja yang telah mereka serap, jadi mereka dapat memulai untuk memberi
     petunjuk mengenai pembelajaran yang mereka lakukan dan perkembangan
     tentang hal-hal apa saja yang telah mereka pahami.
9.   Kita memiliki paling sedikit dua tipe memori sistem memori spatial dan satu
     pasang sistem untuk pembelajaran hafalan. Sistem memori spatial/sistem
     autobiografi tidak membutuhkan latihan dan izin untuk melakukan percobaan dari
     memory instan. Pada tingkatan dari sistem memori, segala sesuatu dipelajari
30




             dengan cara dihafal. Kita mengingat segala informasi, tetapi bukan berarti kita
             dapat menggunakan segala informasi yang kita terima. Saat kita melakukan
             percobaan baru yang menstimulus otak siswa untuk mencari makna dari
             pembelajaran yang sedang dilakukan, maka akan tumbuh hubungan baru pada sel-
             sel otak. Pada proses belajar berarti informasi-informasi yang didapat saling
             berhubungan dan dihubungkan dengan si pembelajar. Saat belajar, informasi-
             informasi yang diterima perlu diulang dan lebih mudah jika kita mulai dari
             gambaran keseluruhan lalu menyusun bagian-bagian kecil konsep agar seluruh
             bagiannya dapat dipelajari dengan baik.
        10. Otak mengerti dan mengingat dengan sangat baik saat fakta/kenyataan
             ditanamkan pada sistem memory spatial. Solusinya adalah menanam tingkatan
             pembelajaran dengan menempatkan si pembelajar pada lingkungan belajar seperti
             dunia sungguhan/nyata, meminimalkan ancaman, dan memberikan banyak
             kesempatan.
        11. Dalam proses pembelajaran, perlu diperbanyak kesempatan dan dilarang adanya
             ancaman. Belajar akan terjadi secara optimum, saat otak dikondisikan       pada
             keadaan "waspada yang rileks." Selain itu, ritme/pola hidup kita juga ikut
             berpengaruh pada cara belajar yang kita lakukan.
        12. Setiap otak itu unik. Hal ini terlihat dari gaya belajar dan cara seseorang
             menyimpan informasi dalam sebuah pola. Setiap individu mungkin saja memiliki
             banyak kesamaan, tapi sebenarnya mereka sungguh berbeda.
                 Selain prinsip yang diajukan oleh Caine dan Caine di atas, riset menunjukkan
        bahwa otak mengembangkan lima sistem pembelajaran. Given menjelaskan kelima
        kerangka ini sebagai berikut.26
        1.   Sistem Pembelajaran emosional
             Guru perlu menciptakan iklim kelas yang nyaman dan kondusif bagi keamanan
             emosional dan hubungan pribadi siswa. Guru berfungsi sebagai mentor yang
             membantu siswa menemukan hasrat untuk belajar. Ini harus didukung dengan

26
     Barbara K. Given, op.cit, hh. 59 - 69
31




     membuat pembelajaran yang menarik, relevan, berkaitan, dan bisa dicapai, yakni
     mampu menyelesaikan tugas secara mandiri ataupun dibantu guru dan rekan.
2.   Sistem Pembelajaran Sosial
     Ini merupakan kecenderuangan alamiah untuk menjadi bagian dari kelompok.
     Guru perlu menerima perbedaan sebagai kelebihan siswa, memberi penghargaan
     dan perhatian kepada siswa. Guru berkolaborasi dengan siswa sebagai mitra
     setara, alih-alih sebagai gudang informasi yang menyimpan dan membagi
     jawaban.
3.   Sistem Pembelajaran Kognitif
     Sistem ini berhubungan dengan membaca, menulis, berhitung, dan semua aspek
     lain dalam pengembangan kecakapan akademis. Menurut pandangan neurosains
     kognitif, guru lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran, sementara siswa
     berperan sebagai pemecah masalah dan pengambil keputusan nyata. Konsep
     menghapal informasi, juga tidak sesuai dengan neurosains, terutama jika tidak
     terdapat keterkaitan antara informasi baru dengan apa yang sudah diketahui
     siswa.
4.   Sistem Pembelajaran Fisik
     Pembelajaran memiliki kecenderungan siswa untuk terlibat aktif dalam banyak hal.
     Sistem pembelajaran fisik tugas akademis yang menantang mirip olahraga, dengan
     guru melatih, emngilhami, dam mendukung partisipasi aktif siswa.
5.   Sistem Pembelajaran Reflektif
     Sistem ini melibatkan pertimbangan pribadi terhadap pembelajarannya sendiri. Ia
     menimbang-nimbang prestasi dan kegagalannya, mana yang berhasil atau tidak,
     dan mana yang perlu ditingkatkan. Ketika guru merencanakan pembelajaran dan
     mengajarkannya, mereka harus mempertimbangan semua sistem pembelajaran,
     karena setiap sistem sangat penting bagi keseluruhan dan tidak dapat diabaikan
     tanpa mengganggu lainnya.
32




K.     Implementasi Cognitiv e Neuroscience dalam Pembelajaran
               Cognitive Neuroscience mulai diperkenalkan dalam bidang pendidikan dengan
       adanya paradigma brain-based learning (PBL – Pembelajaran Berbasis Otak). Dalam
       pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, melibatkan pembelajar secara penuh, di
       mana pola pembelajaran diubah dari rileks menjadi pola pembelajaran aktif sehingga
       setiap simpul-simpul dalam otak dapat memainkan perannya secara utuh.27 Model
       pembelajaran ini diyakini juga secara langsung berperan terhadap proses pengkayaan
       (enrichment) otak. Adanya pengalaman-pengalaman baru mampu merangsang
       pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak.
       Lima kunci dalam proses pengkayaan otak ini adalah:
       1.   Memberikan stimulus baru.
       2.   Stimulus yang diberikan harus bersifat menantang.
       3.   Stimulus yang diberikan harus koheren dan bermakna.
       4.   Pembelajaran terjadi sepanjang waktu.
       5.   Harus ada sebuah cara bagi otak untuk belajar dari stimuli baru yang menantang
            dan menimbulkan umpan balik.
               Oleh karenanya, dalam pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, perlu
       dilaksanakan tahapan kemampuan sebagai berikut: (1) Pra-perencanaan, (2) Persiapan,
       (3) Inisiasi dan akuisisi, (4) Elaborasi, (5) Memasukkan memori, (6) Verivikasi dan
       pengecekan keyakinan, dan (7) Pengkayaan dan integrasi.
               Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan (dalam Kushartanti) adalah: 1)
       Bagaimana mengambil dan menyimpan informasi dengan cepat, menyeluruh, dan
       efisien; 2) Bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan masalah, dan 3)
       Bagaimana menggunakannya untuk menciptakan ide. 28
               Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak
       secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak.



27
     Diana S. Mandar, op.cit, h. 374.
28
     Wara Kushartanti, “Perkembangan Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran di TK”, disampaikan
     dalam dies natalis UNY ke 40, (Yogyakarta: UNY), hh. 18-21.
33




        Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalisasi otak dalam kegiatan
        pembelajaran adalah sebagai berikut:29
        1.   Penggunaan berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran yang berbeda
             merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik kiri maupun
             kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan warna,
             bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan.
        2.   Menciptakan suasana gembira karena rasa gembira akan merangsang keluarnya
             endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya mengaktifkan asetilkoloin di sinaps.
             Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung antar sel saraf
             menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya. Dengan
             aktifnya asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh
             suasana gembira akan mempengaruhi cara ota dalam memproses, menyimpan,
             dan mengambil kembali informasi.
        3.   Mengkondisikan otak untuk waspada sekaligus relaks. Hal ini dapat dilakukan
             dengan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat
             menghilangkan pikiran yang mengganggu. Musik juga dapat mengaktifkan otak
             kanan untuk siaga menerima informasi dan membantu memindahkan informasi
             tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Kondisi relaks dan waspada
             merupakan pintu masuk bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi
             musik, maka akan mengambang dibawah sadar dan ditransmisikan dengan lebih
             cepat serta disimpan dalam “file” yang benar.
        4.   Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linier merupakan langkah
             pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan.
        5.   Asupan oksigen yang cukup. Berhentinya pasokan oksigen akan merusak sel-sel
             saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang berlimpah sangat
             kondusif untuk belajar. Pohon dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi
             sumber oksigen.



29
     Wara Kushartanti, op.cit, hh. 18-21.
34




6.   Belajar melalui praktik, sehingga melibatkan banyak indra sehingga memori akan
     lebih mantap. Selain itu, karena tiap orang memiliki dominasi indra yang berbeda,
     melibatkan banyak indra akan menyentuh dominasi tersebut dan meningkatkan
     optimalisasi otak.
        Di Indonesia sendiri, para guru telah disarankan menggunakan berbagai
metode yang dapat memaksimalkan kemampuan otak anak. Bisa dibilang, guru di
Indonesia telah menerapkan neurosains kognitif dalam pembelajaran yang dilakukan,
sekalipun paradigm yang melatarbelakanginya belumlah diketahui jelas oleh guru yang
bersangkutan. Contohnya penerapannya adalah sebagai berikut:
1.   Dalam pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), guru diminta untuk
     melaksanakan tahapan pembelajaran di kelas dengan adanya kegiatan-kegiatan
     pendahuluan, inti, dan penutup. Di mana di dalam ketiga tahapan ini terdapat pula
     kegiatan elaborasi dan refleksi.
2.   Guru semakin menyadari pentingnya penggunaan berbagai metode pembelajaran
     dan penggunaan media yang berbeda dalam setiap pertemuan. Termasuk model
     pembelajaran berkelompok yang mementingkan keaktifan siswa.
3.   Paradigma guru yang kini ditanamkan bukanlah sebagai satu-satunya sumber
     kebenaran. SIswa justru diharapkan aktif mencari berbagai sumber belajar,
     sehingga membutuhkan pemikiran yang lebih.
4.   Pentingnya pembentukan suasana belajar yang menyenangkan semakin disadari,
     sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas tidaklah menakutkan atau
     membosankan, namun dibentuk agar relaks dan menyenangkan. Dengan semakin
     banyaknya penelitian mengenai neurosains kognitif, semakin penting pula
     penerapannya dalam pendidikan, sehingga meningkatkan proses dan hasil
     pembelajaran.
35




                                         BAB III
                                        PENUTUP




A. Kesimpulan
           Neurosains kognitif ini merupakan bidang studi yang menghubungkan otak dan
   aspek-aspek lain sistem syaraf, khususnya otak dengan pemrosesan kognitif, dan
   akhirnya dengan perilaku.
           Otak merupakan organ dalam tubuh manusia yang mengontrol langsung
   pikiran, emosi, dan motivasi manusia. Otak bersifat direktif sekaligus reaktif terhadap
   organ-organ tubuh yang lain. Sementara sistem saraf, merupakan dasar bagi
   kemampuan manusia untuk memahami, beradaptasi, dan berinteraksi dengan dunia
   sekitar. Melalui sistem ini, manusia menerima, memroses, dan merespon informasi dari
   lingkungan. Terdapat beberapa metode dalam mempelajari otak manusia. Sternberg
   menjelaskan lima metode, yakni: (1) studi post mortem, (2) studi terhadap hewan, (3)
   rekaman-rekaman listrik, (4) teknik pencitraan statis, dan (5) Pencitraan metabolis.
           Cognitive Neuroscience ini sebenarnya merupakan penerapan neurosains
   dalam psikologi kognitif. Studi ini mengkaji otak sekaligus mempelajari mental. Bisa
   dibilang merupakan cara baru dalam mempelajarai psikologi kognitif. Studi ini
   memetakan wilayah-wilayah spesifik di otak beserta fungsinya, dan mengkaitkannya
   dengan proses kognitif. Merupakan sebuah bidang akademis yang mempelajari secara
   ilmiah substrat biologis dibalik kognisi, dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari
   proses mental.
           Prinsip utama yang melatar belakangi terlaksananya pembelajaran berbasis
   otak menurut Caine dan Caine menjelaskan 12 prinsip pembelajaran secara alami.
   Prinsip ini menjadi dasar bagi brain-based learning yang banyak berkembang kini.
   Kedua belas prinsip tersebut disajikan sebagai berikut: (1) Otak merupakan processor
   parallel, (2) Belajar melibatkan seluruh fisiologi tubuh, (3) Pencarian makna dilakukan
   secara innate, (4) Pencarian makna terjadi dengan "berpola.", (5) Emosi merupakan




                                              35
36




     salah satu bagian penting dalam pembentukan pola, (6) Setiap otak, secara simultan
     mengamati dan membangun suatu informasi mulai dari bagian-bagian terkecil, hingga
     keseluruhan bagian, (7) Belajar melibatkan perhatian yang dipusatkan dan persepsi
     sekitar, (8) Belajar selalu melibatkan proses yang terjadi secara langsung dan tidak
     langsung, (9) Kita memiliki paling sedikit dua tipe memori sistem memori spatial dan
     satu pasang sistem untuk pembelajaran hafalan, (10) Otak mengerti dan mengingat
     dengan sangat baik saat fakta/kenyataan ditanamkan pada sistem memory spatial, (11)
     Dalam proses pembelajaran, perlu diperbanyak kesempatan dan dilarang adanya
     ancaman, dan (12) Setiap otak itu unik.
            Cognitive Neuroscience mulai diperkenalkan dalam bidang pendidikan dengan
     adanya paradigma brain-based learning (PBL – Pembelajaran Berbasis Otak). Dalam
     pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, melibatkan pembelajar secara penuh, di
     mana pola pembelajaran diubah dari rileks menjadi pola pembelajaran aktif sehingga
     setiap simpul-simpul dalam otak dapat memainkan perannya secara utuh.
            Adanya pengalaman-pengalaman baru mampu merangsang pertumbuhan dan
     perkembangan sel-sel otak. Lima kunci dalam proses pengkayaan otak ini adalah: (1)
     Memberikan stimulus baru, (2) Stimulus yang diberikan harus bersifat menantang, (3)
     Stimulus yang diberikan harus koheren dan bermakna, (4) Pembelajaran terjadi
     sepanjang waktu, dan (5) Harus ada sebuah cara bagi otak untuk belajar dari stimuli
     baru yang menantang dan menimbulkan umpan balik.


B.   Rekomendasi
            Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak
     secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak.
     Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalisasi otak dalam kegiatan
     pembelajaran adalah sebagai berikut:
     1.   Penggunaan berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran yang berbeda
          merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik kiri maupun
37




     kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan warna,
     bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan.
2.   Menciptakan suasana gembira karena rasa gembira akan merangsang keluarnya
     endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya mengaktifkan asetilkoloin di sinaps.
     Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung antar sel saraf
     menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya. Dengan
     aktifnya asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh
     suasana gembira akan mempengaruhi cara ota dalam memproses, menyimpan,
     dan mengambil kembali informasi.
3.   Mengkondisikan otak untuk waspada sekaligus relaks. Hal ini dapat dilakukan
     dengan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat
     menghilangkan pikiran yang mengganggu. Musik juga dapat mengaktifkan otak
     kanan untuk siaga menerima informasi dan membantu memindahkan informasi
     tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Kondisi relaks dan waspada
     merupakan pintu masuk bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi
     musik, maka akan mengambang dibawah sadar dan ditransmisikan dengan lebih
     cepat serta disimpan dalam “file” yang benar.
4.   Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linier merupakan langkah
     pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan.
5.   Asupan oksigen yang cukup. Berhentinya pasokan oksigen akan merusak sel-sel
     saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang berlimpah sangat
     kondusif untuk belajar. Pohon dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi
     sumber oksigen.
6.   Belajar melalui praktik, sehingga melibatkan banyak indra sehingga memori akan
     lebih mantap. Selain itu, karena tiap orang memiliki dominasi indra yang berbeda,
     melibatkan banyak indra akan menyentuh dominasi tersebut dan meningkatkan
     optimalisasi otak.
38




                                    DAFTAR PUSTAKA



Barbara K. Given. Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang
       Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif, cet. 2. Penj.
       Lala Herawati Dharma. Bandung: Mizan Pustaka. 2007.

Coffield, Moseley, Hall, E., & Ecclestone, K. “Learning Styles and Pedagogy In Post-16
        Learning: A Systematic And Critical Review”, (Report No. 041543). London: Learning
        and Skills Research Centre. 2004.

Diana S. Mandar. “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”. Prosiding
       SnaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan.Vol 2 No 1 tahun 2011.

Gazzaniga, et.al. Cognitive Neuroscience: The Biology of the Mind. New York: Norton, 2002.

http://www.cainelearning.com/files/Learning.html. An understanding of learning based on
        the Caines' renowned 12 brain/mind learning principles. (diakses 15 Januari 2013).

http://en.wikipedia.org/wiki/Korsakoff%27s_syndrome. (diakses 15 Januari 2013).

Lusi Nur Ardhiani. Psikologi Kognitif. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas
        Mercubuana. 2011,

Paul Howard-Jones, et.al. Neuroscience and Education: Research and Opportunities.
       London: TLRP & ESRC. 2012.

Robert J. Sternberg. Cognitive Psychologi, 4th Edition. Belmont: Wadsworth, Cengage
       Learning. 2008.

S.J. Pickering dan Joward-Jones. “Educator’s View of the Role of Neuroscience InEducation:
         A Study of UK and International Perspective”. Mind, Brain and Education, Vol 1.

Taufik Pasiak. Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan
        Hidup. Bandung: Mizan. 2006.

Wara Kushartanti. “Perkembangan Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran di TK”,
      disampaikan dalam dies natalis UNY ke 40. Yogyakarta: UNY.

Wilson, R.S. “Mental Challange in the Workplace and Risk of Dementia in Old Age: Is There a
        Connection?”. Occupational and Environmental Medicine vol 62.

More Related Content

What's hot

Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatIrma Puji Lestari
 
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGIADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
Husna Sholihah
 
Decision Making dalam Psikologi Kognitif
Decision Making dalam Psikologi KognitifDecision Making dalam Psikologi Kognitif
Decision Making dalam Psikologi Kognitif
Agung Anggoro
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Rima Trianingsih
 
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan InformasiMakalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Dedy Wiranto
 
Intelegensi ppt
Intelegensi pptIntelegensi ppt
Intelegensi pptMelz Mutz
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
YuliaKartika6
 
Kelemahan dan kelebihan jurnal
Kelemahan dan kelebihan jurnalKelemahan dan kelebihan jurnal
Kelemahan dan kelebihan jurnalAgus Martha
 
27. psikologi positif
27. psikologi positif27. psikologi positif
27. psikologi positifelmakrufi
 
Perkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didikPerkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didikPoetra Chebhungsu
 
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatifTeknik analisis data kuantitatif dan kualitatif
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatifNastiti Rahajeng
 
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
Fauziah Mahir
 
Psikologi Kognitif
Psikologi KognitifPsikologi Kognitif
Psikologi Kognitif
safarid
 
Makalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinanMakalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinan
Herlina _Navely
 
Psikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
Psikologi Positif By Nadzifa E SyawaliaPsikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
Psikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
TumbuhBareng
 
Kritik jurnal ilmiah 1
Kritik jurnal ilmiah 1Kritik jurnal ilmiah 1
Kritik jurnal ilmiah 1
Ratna Nandri
 

What's hot (20)

Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
 
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGIADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
ADMINISTRASI TES PSIKOLOGI
 
Decision Making dalam Psikologi Kognitif
Decision Making dalam Psikologi KognitifDecision Making dalam Psikologi Kognitif
Decision Making dalam Psikologi Kognitif
 
Usia madya part 1
Usia madya part 1Usia madya part 1
Usia madya part 1
 
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)
 
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan InformasiMakalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
Makalah Teori Belajar - Pemrosesan Informasi
 
Intelegensi ppt
Intelegensi pptIntelegensi ppt
Intelegensi ppt
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
 
Diri sosial
Diri sosialDiri sosial
Diri sosial
 
Kelemahan dan kelebihan jurnal
Kelemahan dan kelebihan jurnalKelemahan dan kelebihan jurnal
Kelemahan dan kelebihan jurnal
 
27. psikologi positif
27. psikologi positif27. psikologi positif
27. psikologi positif
 
Psikologi_Kesadaran
Psikologi_KesadaranPsikologi_Kesadaran
Psikologi_Kesadaran
 
Perkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didikPerkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didik
 
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatifTeknik analisis data kuantitatif dan kualitatif
Teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif
 
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
Teori organismik kurt goldstein ( teori kepribadian )
 
Psikologi Kognitif
Psikologi KognitifPsikologi Kognitif
Psikologi Kognitif
 
Makalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinanMakalah kepemimpinan
Makalah kepemimpinan
 
Psikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
Psikologi Positif By Nadzifa E SyawaliaPsikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
Psikologi Positif By Nadzifa E Syawalia
 
Contoh kajian kritis kkg
Contoh kajian kritis kkgContoh kajian kritis kkg
Contoh kajian kritis kkg
 
Kritik jurnal ilmiah 1
Kritik jurnal ilmiah 1Kritik jurnal ilmiah 1
Kritik jurnal ilmiah 1
 

Similar to Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
Indah Sari
 
Qada dan qadar DB 100317
Qada dan qadar DB 100317Qada dan qadar DB 100317
Qada dan qadar DB 100317hafhiz80
 
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docxLK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
WAKURSMKUMMA
 
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5Antonius Lela Nihamaking
 
Pembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitifPembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitif
TK KARTIKA IV-20 DIM 0802 PONOROGO
 
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptxPPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
rusdantah
 
Buku panduan kemahiran menaakul
Buku panduan kemahiran menaakulBuku panduan kemahiran menaakul
Buku panduan kemahiran menaakul
Adila Dila
 
Pengembangan materi PPKn
Pengembangan materi PPKnPengembangan materi PPKn
Pengembangan materi PPKn
Novi Fachrunnisa
 
Makalah berfikir ilmiah
Makalah berfikir ilmiahMakalah berfikir ilmiah
Makalah berfikir ilmiah
Sendal Jepit
 
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk PembelajaranPendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
 
Neurosains dan pembelajaran
Neurosains dan pembelajaranNeurosains dan pembelajaran
Neurosains dan pembelajaranTabixs Ahmad
 
M canda mulyawan 1307334 - media pembelajaran - resensi buku
M canda mulyawan   1307334 - media pembelajaran - resensi bukuM canda mulyawan   1307334 - media pembelajaran - resensi buku
M canda mulyawan 1307334 - media pembelajaran - resensi buku
AbuTasmin
 
Maklah print prn otk dlm prss bljr
Maklah print prn otk dlm prss bljrMaklah print prn otk dlm prss bljr
Maklah print prn otk dlm prss bljr
Nawauna (Jamuna Ulfah)
 
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdfMAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
JawahirIhsan
 
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearning
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearningPUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearning
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearningmfrids
 
KBAT
KBATKBAT
Kelas iii sd ipa_priyono
Kelas iii sd ipa_priyonoKelas iii sd ipa_priyono
Kelas iii sd ipa_priyonoMuzahimah
 
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
SheyllaAngelica
 

Similar to Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran (20)

Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 
Qada dan qadar DB 100317
Qada dan qadar DB 100317Qada dan qadar DB 100317
Qada dan qadar DB 100317
 
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docxLK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 3_okey.docx
 
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5
Implementasi strategi pembelajaran inkuiri kelompok 5
 
Pembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitifPembelajaran kognitif
Pembelajaran kognitif
 
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptxPPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
PPT SAINS GABUNGAN KP 1 SD 3.pptx
 
Buku panduan kemahiran menaakul
Buku panduan kemahiran menaakulBuku panduan kemahiran menaakul
Buku panduan kemahiran menaakul
 
16 unit 12
16 unit 1216 unit 12
16 unit 12
 
Pengembangan materi PPKn
Pengembangan materi PPKnPengembangan materi PPKn
Pengembangan materi PPKn
 
Makalah berfikir ilmiah
Makalah berfikir ilmiahMakalah berfikir ilmiah
Makalah berfikir ilmiah
 
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk PembelajaranPendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
 
Neurosains dan pembelajaran
Neurosains dan pembelajaranNeurosains dan pembelajaran
Neurosains dan pembelajaran
 
M canda mulyawan 1307334 - media pembelajaran - resensi buku
M canda mulyawan   1307334 - media pembelajaran - resensi bukuM canda mulyawan   1307334 - media pembelajaran - resensi buku
M canda mulyawan 1307334 - media pembelajaran - resensi buku
 
Maklah print prn otk dlm prss bljr
Maklah print prn otk dlm prss bljrMaklah print prn otk dlm prss bljr
Maklah print prn otk dlm prss bljr
 
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdfMAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
MAKALAH MODUL 1-2 PRESPEKTIF PEND. SD.pdf
 
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearning
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearningPUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearning
PUM1 - 2KognitifBehavioristikSociallearning
 
KBAT
KBATKBAT
KBAT
 
Kelas iii sd ipa_priyono
Kelas iii sd ipa_priyonoKelas iii sd ipa_priyono
Kelas iii sd ipa_priyono
 
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
Ilmu pengetahuan alam_3_kelas_3_priyono_titik_sayekti_2008
 
Ilmu pengetahuan alam 3
Ilmu pengetahuan alam 3Ilmu pengetahuan alam 3
Ilmu pengetahuan alam 3
 

Recently uploaded

Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdfTabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
ppgpriyosetiawan43
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptxAKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
adelsimanjuntak
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
AdrianAgoes9
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
Indah106914
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
arianferdana
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 

Recently uploaded (20)

Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdfTabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptxAKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
AKSI NYATA TAHAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK JENJANG SD USIA 6-12 TAHUN.pptx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenUNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik Dosen
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 

Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran

  • 1. COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Orientasi Baru Psikologi Pendidikan Oleh Dr. Awaluddin Tjala, M.Pd MAKALAH Disusun Oleh : LARAS RATIH MAHESWARI (NO. REG. 7616120905) PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah-Nya tugas Mata Kuliah Orientasi Baru Psikologi Pendidikan dapat diselesaikan selesaikan tepat pada waktunya. Tugas ini berupa Makalah yang diberi judul: Cognitive Neuroscience dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Neurosains Kognitif, bisa dibilang merupakan ilmu yang terus berkembang. Penemuan ilmiah baru setiap tahun selalu dirilis, untuk menguatkan atau membantah teori yang sudah ada sebelumnya, maupun menyatakan teori baru. Neurosains Kognitif ini merupakan suatu ilmu yang luas cakupannya, di mana kemudian membawahi lagi berbagai teori, multiple intelegence, pembelajaran berbasis otak, berbagai teori dan metode pembelajaran, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini, kami berusaha memberikan gambaran, yang walaupun sedikit, namun mengena, mengenai neurosains kognitif ini. Dari berbagai jurnal dan e-book yang kami dapat, kami juga berusaha menyajikan hasil penelitian terbaru serta bagaimana menerapkan ilmu inidalam pembelajaran. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga dapat menjadi berguna bagi semua pihak. Jakarta, 17 Januari 2013 Penulis i
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1 B. Tujuan ..................................................................................................................... 3 C. Lingkup Kajian .......................................................................................................... 3 BAB II COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN ..... 4 A. Pengertian Neurosains ........................................................................................ 4 B. Neurosains Kognitif .............................................................................................. 4 C. Sejarah Neurosains Kognitif ................................................................................. 6 D. Metode dalam Mempelajari Otak Manusia .......................................................... 8 E. Struktur dan Fungsi Otak .................................................................................... 10 F. Sistem Saraf ........................................................................................................ 18 G. Gangguan pada Otak .......................................................................................... 20 H. Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran ....... 23 I. Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah ................ 25 J. Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif ..................... 28 K. Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran ............................. 32 BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 35 A. Kesimpulan ......................................................................................................... 35 B. Rekomendasi ...................................................................................................... 36 DARTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 38 ii
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana, neurosains adalah ilmu yang secara khusus mempelajari neuron (sel saraf). Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala). Umumnya, para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak.1 Tujuan utama analisis tentang otak dewasa ini adalah mempelajari lokalisasi fungsi, terutama fungsi kognitif. Lokalisasi ini mengacu pada wilayah-wilayah spesifik otak yang mengontrol perilaku-perilaku yang juga spesifik yang dominan mengarah pada kemampuan individu dalam ranah kognitifnya.2 Pemahaman tentang bagaimana otak belajar akan mendorong seluruh komponen terkait dalam sistem pendidikan untuk menempatkan diri secara bijaksana. UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, sistem pendidikan didefinisikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada Bab II Pasal 3 dikatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Banyak penelitian menemukan bahwa manusia belum maksimal dalam memakai otaknya baik untuk memecahkan masalah maupun menciptakan ide-ide baru. Hal ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang berlaku saat ini yang hanya berfokus 1 Taufik Pasiak, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, (Bandung: Mizan, 2006), h. 47. 2 Diana S. Mandar, “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”, Prosiding SnaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan,Vol 2 No 1 tahun 2011, h. 369. 1
  • 5. 2 pada otak luar bagian kiri. Otak ini berperan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan yang dominan untuk pembelajaran akademis. Otak kanan yang berurusan dengan irama musik, gambar, dan imajinasi kreatif belum mendapat bagian secara proporsional untuk dikembangkan. Demikian juga dengan sistem limbik sebagai pusat emosi yang belum dilibatkan dalam pembelajaran, padahal pusat emosi ini berhubungan erat dengan sistem penyimpanan memori jangka panjang. Lebih dari itu pemanfaatan seluruh bagian otak (whole brain) secara terpadu belum diaplikasikan dengan efektif dalam sistem pendidikan. Dalam dasawarsa terakhir ini, otak berhasil dieksplorasi secara besar-besaran dan menghasilkan kesimpulan bahwa sungguh otak merupakan pusat berpikir, berkreasi, berperadaban, dan beragama. Sistem pendidikan saat ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk hanya menerima satu jawaban dari permasalahan. Jawaban itulah yang kemudian diajarkan oleh dosen/guru untuk kemudian diulangi oleh peserta didik dengan baik pada saat ujian. Secara tak sadar kita sebagai guru maupun orangtua telah banyak memasung potensi berpikir anak-anak dan menghambat pengembangan otaknya. Sistem pendidikan berperadaban harus memungkinkan peserta didik untuk mencampur- memisah, mengeraskan-melunakkan, menebalkan-menipiskan, menutup-membuka, memotong-menyambung sesuatu sehingga menjadi sesuatu yang baru. Pada dasarnya suatu ide baru merupakan kombinasi dari ide-ide lama, dan tak ada sesuatu yang betul-betul baru. Telah terbukti bahwa selain memiliki kemampuan hebat untuk menyimpan informasi, otak juga memiliki kemampuan yang sama hebat untuk menyusun ulang informasi tersebut dengan cara baru, sehingga tercipta ide baru. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menerapkan sistem pendidikan yang memungkinkan optimalisasi seluruh otak sehingga penerimaan, pengolahan, penyimpanan dan penggunaan informasi terjadi secara efisien. Sangat inspiratif definisi Pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
  • 6. 3 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. B. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini antara lain: 1. Pemahaman tentang neurosience kognitif. 2. Mengetahui sejarah neurosience kognitif. 3. Mengetahui metode dalam mempelajari otak manusia. 4. Mengetahui dan memahami Struktur dan fungsi otak dan sistem saraf 5. Mengetahui gangguan pada otak 6. Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran 7. Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah 8. Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif 9. Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran C. Lingkup Kajian Kajian yang dibahas dalam makalah ini berhubungan dengan Neurosience Kognitif, yang meliputi: 1. Pengertian Neurosience 2. Pengertian Neurosience Kognitif 3. Sejarah Neurosience Kognitif 4. Metode dalam mempelajari otak manusia 5. Struktur dan fungsi otak dan Sistem Saraf 6. Gangguan pada otak 7. Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran 8. Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak: Penafsiran yang Salah 9. Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif 10. Implementasi Cognitive Neuroscience dalam Pembelajaran
  • 7. 4 BAB II COGNITIVE NEUROSCIENCE DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN A. Pengertian Neurosains Neurosains mengkaji diri manusia sebagai proses yang berlangsung hingga tingkat sel saraf. Berbagai penemuan neurosains sangat berguna tidak hanya dalam bidang kedokteran, seperti pengobatan pada penyakit-penyakit otak (misalnya: parkinson, schizophrenia, autisme, dan lain-lain), tetapi juga dalam bidang manajemen dan bisnis, psikologi, filsafat, dan bidang pendidikan. Secara sederhana, neurosains adalah ilmu yang secara khusus mempelajari neuron (sel saraf). Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala). Umumnya, para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak.3 Tujuan utama analisis tentang otak dewasa ini adalah mempelajari lokalisasi fungsi, terutama fungsi kognitif. Lokalisasi ini mengacu pada wilayah-wilayah spesifik otak yang mengontrol perilaku-perilaku yang juga spesifik yang dominan mengarah pada kemampuan individu dalam ranah kognitifnya.4 B. Neurosains Kognitif Jika dikaitkan dengan pengungkapan hakikat diri manusia, salah satu ilmu yang mengalami perkembangan sangat pesat adalah neurosains, yang secara harfiah berarti ilmu tentang otak, terutama neurosains kognitif5. Neurosains kognitif mempelajari otak manusia hingga tahap molekular. Neurosains kognitif ini merupakan bidang studi yang 3 Taufik Pasiak, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, (Bandung: Mizan, 2006), h. 47. 4 Diana S. Mandar, “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”, Prosiding SnaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan,Vol 2 No 1 tahun 2011, h. 369. 5 Taufik Pasiak, op.cit, h. 45. 4
  • 8. 5 menghubungkan otak dan aspek-aspek lain sistem syaraf, khususnya otak dengan pemrosesan kognitif, dan akhirnya dengan perilaku.6 Otak merupakan organ dalam tubuh manusia yang mengontrol langsung pikiran, emosi, dan motivasi manusia. Otak bersifat direktif sekaligus reaktif terhadap organ-organ tubuh yang lain. Sementara sistem saraf, merupakan dasar bagi kemampuan manusia untuk memahami, beradaptasi, dan berinteraksi dengan dunia sekitar. Melalui sistem ini, manusia menerima, memroses, dan merespon informasi dari lingkungan. Cognitive Neuroscience ini sebenarnya merupakan penerapan neurosains dalam psikologi kognitif. Studi ini mengkaji otak sekaligus mempelajari mental. Bisa dibilang merupakan cara baru dalam mempelajarai psikologi kognitif. Studi ini memetakan wilayah-wilayah spesifik di otak beserta fungsinya, dan mengkaitkannya dengan proses kognitif. Merupakan sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis dibalik kognisi, dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari proses mental7. Ia membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun neurosains, bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi kognitif dan neuropsikologi. Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional. Berbagai cara telah dilakukan olah para ahli terdahulu yang menyadari adanya hubungan antara kognisi dan otak sebagai usaha dalam menemukan fungsi kortikal pada otak manusia. Banyak cara yang ditempuh, di antaranya: Frenologi, Psychosurgery, Lobotomi, Teori medan agregat. Meskipun di antara metode-metode tersebut ada yang runtuh dan dianggap sebagai pseudosains. Para ahli terus melakukan berbagai eksperimen. Hingga didapat beberapa contoh hasil penelitian eksperiemen dan klinis terhadap struktur dan proses-proses di otak. 6 Lusi Nur Ardhiani, Psikologi Kognitif, (Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercubuana, 2011), h.12. 7 Gazzaniga, et.al, Cognitive Neuroscience: The Biology of the Mind, (New York: Norton, 2002), h. xv.
  • 9. 6 1. Sebagian besar fungsi mental terlokalisasi di region khusus dan gabungan beberapa region di otak, seperti: region motorik dan terminal-terminal sensoris, meski pemrosesan lebih lanjut terjadi di daerah-daerah lain. 2. Sebagian besar fungsi mental (kognisi) melibatkan sebuah area yang bebeda di korteks serebral. Biasanya bersifat redundant (berlebuhan), artinya pendistribusian diproses secara paralel ke berbagai lokasi. 3. Letak kognisi pada otak adalah pada bagian korteks otak besar yang membentuk lapisan terluar dari dua bagian otak, yaitu hemisfer otak kanan dan hemisfer otak kiri. Masing-masing hemisfer otak memiliki spesifikasi tugas yang berbeda. 4. Kerusakan tidak selalu menyebabkan penurunan kinerja kognitif. Neurosains kognitif merupakan disiplin ilmu yang bertugas membongkar ulang otak, membedah arsitektur komputasinya menjadi unit-unit pemrosesan informasi yang terisolasi dan kemudian menentukan bagaimana unit-unit tersebut bekerja secara komputasi maupun fisik (cosmides tooby). Meskipun demikian neurosains kognitif lahir dengan kontribusi-kontribusi dari penelitian awal tentang lobotomi, frenologi, dan lokalisasi fungsi sebagai pendahulu neuronsains kognitif modern. Karena sifatnya yang multidisiplin, para ilmuan neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar belakang. Selain disiplin yang berkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif dapat berasal dari latar belakang neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri, neurologi, fisika, sains komputer, linguistik, filsafat dan matematika. C. Sejarah Neurosains Kognitif Pusat neurosains kognitif adalah pandangan jika fungsi kognitif tertentu berkaitan dengan daerah tertentu di otak. Gerakan frenologis gagal memasok landasan ilmiah untuk teori mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis kalau daerah tertentu di otak berkaitan dengan fungsi tertentu masih berlaku, walau pengukuran tengkorak masa kini dilakukan secara elektrofisiologi dan apa yang diukur lebih berhubungan dengan otak dari pada penampakan tengkorak luar.
  • 10. 7 Akar pertama neurosains kognitif berada pada frenologi, yang merupakan pendekatan pseudo ilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh bentuk tulang. Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J. G. Spurzheim percaya kalau otak manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, The Anatomy and Physiology of the Nervous System in General, and of the Brain in Particular, Gall mengklaim bahwa tonjolan besar di salah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut lebih sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatian publik, membawa pada publikasi jurnal frenologi dan penciptaan frenometer, yang mengukur tonjolan di kepala subjek manusia. Tanggal 11 September 1956, sebuah pertemuan ahli kognitif yang besar terjadi di MIT. George A Miller menyajikan papernya yang berjudul “The Magical Number Seven, Plus or Minus Two” sementara Noam Chomsky dan Newell dan Simon menyajikan temuan mereka dalam sains komputer. Ulrich Neisser memberi komentar pada banyak penemuan dalam pertemuan ini dalam bukunya Tauhn 1967 berjudul Cognitive Psychology. Istilah “psikologi” telah memudar Tahun 1950an dan 1960an, dan membuat bidang ini lebih dikenal sebagai “sains kognitif”. Pada akhir abad ke-20 teknologi baru berkembang yang sekarang menjadi metodologi utama dalam neurosains kognitif, termasuk TMS (1985) dan fMRI (1991). Metode sebelumnya yang dipakai dalam neurosains kognitif adalah EEG (EEG manusia 1920) dan MEG (1968). Neurosaintis kognitif sering juga memakai metode pencitraan otak lainnya seperti PET dan SPECT. Pada beberapa hewan, perekaman unit tunggal dapat dipakai. Metode lain termasuk mikroneurografi, EMG wajah, dan pelacak mata. Neurosains integratif berusaha mengkonsolidasikan data dalam database, dan membentuk model deskriptif terpadu dari beragam bidang dan skala: biologi, psikologi, anatomi dan praktek klinis.
  • 11. 8 D. Metode dalam Mempelajari Otak Manusia Terdapat beberapa metode dalam mempelajari otak manusia. Sternberg menjelaskan lima metode, yakni: (1) studi post mortem, (2) studi terhadap hewan, (3) rekaman-rekaman listrik, (4) teknik pencitraan statis, dan (5) Pencitraan metabolis. 8 1. Studi-studi Post-Mortem Dalam metode ini, peneliti mempelajari dengan hati-hati perilaku manusia yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan otak ketika mereka masih hidup. Mereka mendokumentasikan perilaku pasien sedetail mungkin dalam studi kasus sebelum pasien meninggal. Selanjutnya, setelah pasien meninggal peneliti menguji otak pasien untuk mencari lokasi terjadinya lesi (area-area jaringan tubuh yang mengalami kerusakan seperti karena luka benturan atau penyakit). Peneliti kemudian mengambil kesimpulan dan melacak kaitan antara tipe perilaku yang diamati dengan anomaly yang terdapat di lokasi tertentu pada otak. Contoh kasus yang terjadi misalnya, pasien Paul Broca (1824-1880) yang diberi nama Tan (dinamai demikian karena hanya suku kata itu yang keluar jika ia berkata-kata). Tan mengalami gangguan berat dalam kemampuan bicaranya. Masalah ini berkaitan dengan les di area lobus bagian depan yang sekarang dinamakan area Broca. Contoh lainnya adalah penelitian yang dilakukanYoung, Holcomb, Yazdani, Hicks, yang menemukan bahwa depresi disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah sel saraf di thalamus yang digunakan untuk pertukaran emosi. Kelemahan metode ini adalah, tidak dapat dilakukan kepada makhluk yang masih hidup. Selain itu, metode ini kurang memberi pendalaman terhadap proses psikologi yang terjadi dalam otak. 2. Studi terhadap hewan Studi ini merupakan studi in vivo (dilakukan terhadap makhluk yang masih hidup), dan oleh karenanya lebih banyak dilakukan terhadap hewan. Langkah yang dilakukan adalah, Elektroda mikro dimasukkan ke dalam otak hewan (biasanya 8 Robert J. Sternberg, Cognitive Psychologi, 4th Edition, (Belmont: Wadsworth, Cengage Learning, 2008), hh. 48-84
  • 12. 9 kera atau kucing). Dari sini, didapati rekaman sel tunggal tentang aktivitas sebuah neuron di otak. Dengan cara ini ilmuan dapat mengukur efek dari jenis-jenis stimuli tertentu. Termasuk dalam jenis penelitian terhadap hewan adalah dengan melakukan pelesian selektif (penghilangan atau perusakan bagian otak tertentu lewat pembedahan) untuk mengamati cacat fungsional yang diakibatkannya. Contoh penelitian dengan metode ini dilakukan oleh Disterhoft & Matthew pada tahun 2003 dengan membandingkan antara Hippocampal pyramidal neuron pada kelinci tua dan kelinci muda. Ditemukan bahwa kelinci yang sudah tua tidak dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Setelah diinjeksikan Metrifonate, galanthamine, and CI-1017 pada kelinci tua, mereka dapat belajar secepat kelinci muda. 3. Rekaman-rekaman listrik Metode ini dimungkinkan dilakukan pada manusia yang masih hidup. Elektroencephalogram (EEG) adalah rekaman-rekaman tentang frekuensi dan intensitas listrik otak yang hidup, biasanya direkam di sebuah periode yang relatif lama. melalui EEG dimungkinkan untuk mempelajari aktivitas gelombang otak yang menindikasikan perubahan konsisi-kondisi mental, seperti tidur lelap atau bermimpi. Metode ini dilakukan dengan memasangkan elektroda di beberapa titik kulit kepala. Aktivitas listrik di otak kemudian direkam. Contohnya rekaman-rekaman EEG yang diambil selama tidur menyingkapkan pola-pola perubahan aktivitas listrik yang melibatkan seluruh bagian otak. Pola-pola yang muncul ketika sesorang bermimpi sangat berbeda ketika dia tertidur lelap. Contoh penelitian lain dilakukan oleh Dehaene-Lambertz, Pena, M., Christophe, & Landrieu pada tahun 2004 untuk memeriksa kemampuan berbahasa bayi. 4. Teknik-teknik Pencitraan Statis Teknik-teknik ini mencakup angiogram, pemindaian tomografi aksial dengan menggunakan komputer (CAT, computerized axial tomography) dan pemindaian dengan pencitraan resonansi magnetis (MRI) .Teknik yang berbasis
  • 13. 10 sinar X (CAT) memungkinkan pengamatan yag lebih mendetail tentang abnormalitas otak skala besar seperti kerusakan yang diakibatkan benturan atau tumor, namun terbatas dalam resolusi sehingga tidak bisa menyediakan banyak informasi tentang lesi-lesi dan penyimpangan yang lebih kecil. Pemindaian MRI memberikan gambar dengan resolusi tinggi tentang struktur otak hidup dengan mengomputasi dan menganalisi perubahan-perubahan magnetis didalam energi dari orbit-orbit partikel didalam molekul-molekul tubuh. Namun MRI relatif mahal dan tidak menyediakan banyak informasi mengenai proses-proses fisiologis. 5. Pencitraan metabolis Teknik ini mengandalkan perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam otak sebagai hasil dari peningkatan konsumsi glukosa dan oksigen di area- area aktif dantidak aktif. Ide dasarnya adalah area-area aktif didalam otak mengonsumsi lebih banyak glukosa dan oksigen ketimbang area-area yang tidak aktif. Dua teknik dengan metode ini di antaranya adalah PET (Positron Emission Tomography ) dan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging). Pemindaian PET mengukur peningkatan di dalam konsumsi glukosa di area-area aktif otak selama menjalankan pemrosesan informasi tertentu. Pencitraan melalui resonansi magnetis secara fungsional (fMRI) adalah teknik penggambaran neuron yang menggunakan medan-medan magnetis untuk mengonstruksikan gambar detil tiga dimensi tenntang aktivitas di beragam bagian otak pada satu momen tertentu. Teknik ini disusun berdasarkan MRI, namun ia menggunakan peningkatan di dalam pengonsumsian oksigen untuk mengonstruksikan gambaran-gambaran aktivitas otak. E. Struktur dan Fungsi Otak Otak adalah sebuah jaringan yang sangat vital dalam tubuh manusia. Otak tidak hanya berfungsi untuk berpikir, tetapi juga menunjang kehidupan itu sendiri. sebuah
  • 14. 11 penelitian menunjukkan bahwa, seseorang yang sudah meninggal dunia beberapa saat yang lalu, menunjukkan otaknya secara fisiologis masih hidup. Secara struktural, seluruh otak manusia adalah sama. Kelainan pada struktur otak, akan mengakibatkan kelainan pada perilaku atau menunjukkan perilaku-perilaku yang abnormal. Contoh perilaku-perilaku yang ditengarai di sebabkan oleh kelainan pada struktur otak adalah epilepsi, skizofrenia, pembunuh berantai, autisme pada anak dan lain-lain. Pada orang normal yang dewasa, berat otak berkisar 1,5 kg dengan perbedaan volume pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki dewasa, volume otak berkisar 1.130 cm3 dan pada wanita berkisar 1260 cm3. Jumlah sel neuron pada otak diperkirakan sekitar 100 juta sel saraf. Tetapi dalam populasi di dapatkan bahwa, variasi berat otak dan volumenya sangat besar. Kemungkinan inilah yang menyebabkan variasi kemampuan berpikir dalam populasi. Di sinyalir bahwa, orang dengan volume dan berat otak yang besar, mempunyai kemampan berpikir yang lebih tinggi. Tetapi asumsi ini belum banyak dibuktikan dalam sebuah penelitian ilmiah. Otak manusia dapat dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan struktur dan fungsinya. Pembagian yang paling populer adalah berdasarkan lobus. Ada empat macam lobus yaitu lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksiptalis dan lobus temporalis. Otak juga dapat dikelompokkan berdarkan letak dan fungsinya, menjadi serebrum, serebellum, braistem, dan sistem limbik. Gambar 1: Bagian Otak berdasarkan Letak Sumber: Robert J. Sternberg, Cognitive Psychologi, 4th Edition, ppt
  • 15. 12 Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Cerebrum (Otak Besar) 2. Cerebellum (Otak Kecil) 3. Brainstem (Batang Otak) 4. Limbic System (Sistem Limbik) 1. Cerebrum (Otak Besar) Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual seseorang juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi empat bagian lobus, yakni: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital, dan Lobus Temporal. a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Bagian anterior (depan atas) mempunyai peran dalam tingkah laku tidak sadar. Misalnya: kepribadian, tingkah laku social, memberi alasan, memberi pendapat dan aktifitas itelektual, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual, dan kemampuan bahasa secara umum. Bagian sentral posterior (depan belakang) mengatur fungsi motorik. b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. c. Lobus Temporal menerima input dari tiga indera perasa, yaitu: pendengaran, pengecap, dan penciuman dan mempunyai peran dalam proses memori. d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Misalnya penglihatan, menerima informasi dan menafsirkan warna, juga berperan
  • 16. 13 dalam refleks visual untuk menentukan mata pada sebuah objek yang diam dan bergerak. Gambar 2: Cerebrum dan Bagian-bagiannya Cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional. Laterisasi / Belahan Otak Salah satu riset yang mengawali pembedaan otak kiri dan kanan adalah penelitian Gazaninga dan kawan-kawan, yang berusaha mengatasi kejang epilepsy dengan memotong serabut saraf – korpus kalosum – yang menjembatani kedua belahan otak, dan mendapati bahwa serangan kejang menghilang.9 Selanjutnya, berbagai penelitian mendapati bahwa otak kiri dan kanan berperilaku secara terpisah. Belakangan, Damasio (1994) dan mitranya menemukan bukti yang mendukung bahwa kedua belahan otak tidak simetris dalam cara memproses emosi. 9 Barbara K. Given, Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif, cet. 2, Penj. Lala Herawati Dharma, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 49.
  • 17. 14 Secara anatomis, otak manusia dibedakan antara hemisfer kiri (belahan otak kiri) dan hemisfer kanan (belahan otak kanan). Setiap belahan pada otak berfungsi mengendalikan bagian tubuh secara berlawanan. Otak belahan kanan mengendalikan fungsi tubuh bagian kiri. Sedangkan otak belajan kiri mengendalikan fungsi tubuh bagian kanan. Gambar 3: Lateralisasi Otak Kedua belahan otak kiri dan kanan di hubungkan oleh bundel saraf yang sangat besar yang disebut dengan corpus callosum. yang melintasi garis tengah di atas tingkat thalamus. Di samping itu ada juga penghubung antara belahan kiri dan belahan kanan, tetapi ukurannya kecil tetapi banyak yanitu commisure anterior dan commisure hippocampus serta penghubung subkrtikal juga banyak yang melintasi garis tengah otak. Corpus callosum adalah jalan utama komunikasi antara dua belahan, meskipun. Ini menghubungkan setiap titik pada korteks ke titik bayangan cermin di belahan hemisfer sebaliknya, dan juga menghubungkan ke titik fungsional terkait di daerah kortikal berbeda. Secara struktur, belahan otak kanan dan otak kiri berbentuk simetris. Tetapi beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa fungsi antara belahan otak kiri dan belahan otak kanan berbeda. Misalnya otak kiri lebih dominan pada pembentukan bahasa (kerusakan pada otak kiri, bisa menyebabkan orang tidak
  • 18. 15 bisa berbicara dan mengerti pembicaraan). Sedangkan pada otak kanan lebih dominan pada perkembangan emosi, seni ataupun intuitif. 2. Cerebellum (Otak Kecil) Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. 3. Brainstem (Batang Otak) Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu dekat dengan anda. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.
  • 19. 16 Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur. 4. Limbic System (Sistem Limbik) Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Gambar 4: Sistem Limbik Secara umum, sistem limbik berfungsi menghasilkan emosi, motivasi, berperan dalam menyimpan memori dan pembelajaran. Secara khusus, sistem limbik mengontrol perasaan dan sikap. Selain itu, juga menyimpan memori emosional, mengontrol nafsu makan dan siklus tidur.Sistem limbik juga memungkinkan kita untuk fleksibel dalam bersikap dan merespon perubahan lingkungan.
  • 20. 17 Anatomi Sistem Limbik Gambar 5: Anatomi Sistem Limbik dan Fungsinya Sumber: Cognitive Psychology, 4th Ed, Robert J. Sternberg. Beberapa bagian sistem limbik yang penting adalah sebagai berikut. 1. Amygdala: terlibat dalam rasa marah dan keinginan untuk menyerang. 2. Septum: terlibat dalam rasa marah dan ketakutan 3. Hippocampus penting dalam pembentukan memori, gangguan pada bagian ini menyebabkan hilangnya memori deklaratif, namun memori prosedural tidak terganggu. Kedua memori ini termasuk memori jangka panjang. Memori deklaratif termasuk pada kemampuan menyebutkan pengetahuan dan fakta, sementara memori prosedural merupakan memori yang diperoleh dari pengulangan terus menerus, dan merupakan memori jangka panjang. Kerusakan pada bagian hippocampus juga dapat menyebabkan Korsakoff’s syndrome, yakni hilangnya fungsi memori akibat malnutrisi ataupun perilaku alkoholik parah.10 4. Thalamus: menghantarkan informasi ke cerebral cortex, juga memiliki kontrol terhadap tidur dan berjalan. 5. Hypothalamus: penting dalam perilaku metabolisme, makan dan minum, perilaku seksual, dan mengatur emosi. 10 http://en.wikipedia.org/wiki/Korsakoff%27s_syndrome, diakses 15 Januari 2013.
  • 21. 18 F. Sistem Saraf Central Nervous System/Sistem Saraf Pusat (CNS/SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. 1. Otak : merupakan CNS (central nervous system) yang berfungsi untuk menerima, memproses, menginterpretasikan dan menyimpan informasi sensoris yang datang, seperti rasa, suara, bau, warna, tekanan pada kulit, dll. 2. Saraf tulang belakang kumpulan neuron dan jaringan pendukung yang dimulai dari dasar otak sebagai perpanjangan otak yang menjulur di sepanjang punggung bagian tengah dan dilindungi oleh tulang belakang. Gambar 5: Saraf Tulang Belakang Sumber: Pustekkom Depdiknas Neuron Neuron adalah unsur dasar pembentuk CNS (Central Nervous System), yakni sel khusus yang mengirimkan informasi sepanjang sistem syaraf, berjumlah sangat padat. Otak manusia tersusun dari massa neuron yang sangat padat, berfungsi menerima & mengirimkan impuls neural ke ribuan neuron lain. Neuron memiliki ukuran dan bentuk yang berlainan tergantung dari lokasi dan fungsinya, di antarannya Syaraf tulang belakang, Talamus, Serebelum, dan Korteks.
  • 22. 19 Gambar 6: Neuron dan Bagian-bagiannya Bagian utama dalam neuron adalah sebagai berikut: 1. Dendrit, yang menerima impuls neural dari neuron lain, dendrit berbentuk seperti pohon (arborized), lengkap dengan cabang dan ranting. 2. Tubuh sel, yang bertanggung jawab menjaga kondisi dasar neuron. Tubuh sel (menerima) nutrisi dan melenyapkan limbah organik dan menyerang limbah tersebut melalui dinding sel yang permeabel 3. Akson, serabut perluasan yang membawa dan menghantarkan impuls dari tubuh sel ke neuron lain. 4. Terminal prasinaptik, terminal-terminal tempat berakhirnya akson terletak dekat permukaan dendrit pada neuron lain (yang bersifat reseptif) meskipun tidak berhubungna langusng, terminal prasinaptik dan dendrit bersama-sama membentuk sinapsis. Sinapsis memiliki tugas penting yaitu berperan menukarkan informasi kimia yang disebut neurotransmitter dari satu neuron ke neuron lain. Muatan listrik mengalir sepanjang akson, dan ketika muatan listrik mencapai dendrit, neurotransmitter dilepaskan. Neorutransmitter kimiawi ini mengubah polaritas/potensi elektrik pada dendrit penerima. Neurotransmitter adalah pesan kimiawi yang diaktifkan yang memiliki efek inhibitoris dan efek eksitetoris. Dan terdapat senyawa-senyawa lain disebut
  • 23. 20 acetylcholine. Kecepatan perjalanan impuls pada akson bergantung pada panjang akson tersebut. Neurotransmiter membawa informasi antara neuron dan memungkinkan pesan kimia untuk dikirim dari satu bagian tubuh ke otak,dan sebaliknya. Ada berbagai neurotransmiter yang mempengaruhi tubuh dalam berbagai cara. Misalnya, dopamin neurotransmitter yang terlibat dalam gerakan dan belajar. Jumlah dopamine yang berlebihan telah dikaitkan dengan gangguan psikologis seperti skizofrenia, sedangkan terlalu sedikit dopamin diasosiasikan dengan penyakit Parkinson. Bagian penting lainnya dari sistem saraf adalah Peripheral Nervous System, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Somatik Nervous System: mengendalikan tindakan otot rangka. b. Sistem saraf otonom: mengatur proses otomatis seperti detak jantung, bernapas, dan tekanan darah. Ada dua bagian dari sistem saraf otonom: a. Sistem saraf simpatis: mengontrol fight or flight "reflex”. Refleks ini mempersiapkan tubuh untuk merespon bahaya dalam lingkungan. b. Sistem saraf parasimpatis: sistem ini berfungsi untuk membawa tubuh Anda kembali ke keadaan normal setelah melawan atau penerbangan refleks. G. Gangguan pada Otak Gazzaniga dan kawan-kawan (dalam Sternberg) melakukan penelitian tentang gangguan otak, yang pada akhirnya mempengaruhi kognisi manusia. Beberapa contoh gangguan pada otak adalah stroke, tumor otak, dan luka pada kepala11. Lebih lanjut seperti dijelaskan berikut ini: 1. Stroke Stroke terjadi ketika aliran darak ke otak mengalami hambatan. Orang- orang yang mengalami stroke biasanya menunjukkan hilangnya fungsi-fungsi kognitif. Bentuk hilangnya fungsi-fungsi ini bergantung kepada area otak mana 11 Robert .J. Sternberg, op.cit, hh. 64-84.
  • 24. 21 yang dipengaruhi stroke. Simptom stroke biasanya Iangsung terjadi setelah stroke terjadi, berikut simptom stroke yang paling umum: a. Mati rasa atau kelelahan diwajah, lengah atau kaki b. Rasa bingun, kesulitan bicara atau memahami ucapan c. Gangguan pada penglihatan d. Pusing, mual-mual, sulit berjalan, hilang keseimbangan atau koordinasi anggota tubuh. e. Sakit kepala berat tanpa diketahui penyebabnya 2. Tumor otak Tumor otak disebut juga neoplasma, dapat memengaruhi fungsi kognitif dengan cara yang sangat serius. Ada dua jenis tumor otak: a. tumor yang dimulai dari otak. Kebanyakan anak yang mengalami tumorjenis ini. b. tumor otak yang merupakan efek dari pertumbuhan tumor di bagian tubuh lain Tumor (notcancerous), misalnya paru-paru, or malignant (cancerous). Tumor otak ada yang lunak dan ada ganas ganas. Tumor lunak tidak mengandung sel-sel kanker, biasanya tumor ini bisa dihilangkan dan tidak akan tumbuh kembali. Sel-sel tumor lunak tidak menyerang sel-sel sel sekitarnya atau menyebar kebagian tubuh yang lain, namun jika akhirnya ia menekan area-area sensitif otak, tumor akan mengakibatkan gangguan kognitif yang serius. 3. Luka pada kepala Luka-luka pada kepala bisa diakibatkan oleh berbagai macam faktor seperti kecelakaan kendaraan, kontak dengan benda keras, dan terkena peluru. Luka-luka ini memiliki 2 jenis; luka dalam dan luka luar. Pada luka dalam, tengkorak masih utuh namun terjadi kerusakan pada otak, biasanya dari daya mekanis suatu hantaman pada kepala. Pada luka luar, tengkorak tidak lagi utuh karena sudah terjadi rembesan darah yang keluar dari kepala, luka terkena peluru salah satu contohnya.
  • 25. 22 Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, terdapat beberapa kelainan pada otak, yang mempengaruhi proses kognisi seseorang. Tiga kelainan yang banyak ditelaah saat ini adalah: disleksia, diskalkulia, dan ADHD.12 1. Disleksia Kemampuan membaca pada orang dewasa, melibatkan penggunaan otak kiri, termasuk posterior superior temporal cortex. Area otak ini penting dalam kemampuan memisahkan kata-kata dalam komponen berdasarkan pelafaannya. Pada anak dengan disleksia, area otak ini menunjukkan penurunan aktivitas, yang mengakibatkan kesulitan mengeja, mambaca, dan mengenali huruf atau angka. 2. Diskalkulia Diskalkulia merupakan kesulitan dalam mengenali konsep angka, baik secara sederhana, ataupun penggunaan angka. Aktivitas pada area penghitung dan pengenalan bahasa mengalami penurunan pada kelainan ini. 3. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Anak dengan kelainan ini, menampilkan perilaku cenderung impulsive, tidak perhatian, dan banyak bertingkah. Penelitian mengenai ADHD ini belum mencapai kata sepakat. Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa anak dengan dugaan ADHD mengalami kelainan pada the anterior cingulate dan prefrontal cortex. Ketiga kelainan ini mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar, dank arena penelitian untuk penyembuhannya masih terus dilakukan, peran guru dalam menggunakan metode pembelajaran sangat penting untuk membantu mengatasi kelainan ini. 12 Paul Howard-Jones, et.al, Neuroscience and Education: Research and Opportunities, (London: TLRP & ESRC, 2012), hh. 12-14.
  • 26. 23 H. Perkembangan Otak dan Kaitannya dengan Saat Memulai Pembelajaran Saat yang tepat untuk memulai pembelajaran, terutama melalui jalur pendidikan formal, dapat dikaitkan dengan proses perkembangan otak. Secara umum, otak mengalami restrukturisasi pada usia dini, usia remaja, dan dewasa. Di bawah ini adalah gambaran perkembangan otak pada tiga fase tersebut, yang dikaitkan dengan kemampuan otak untuk belajar. 1. Perkembangan Otak pada Usia Dini Sekalipun pendidikan formal pada usia dini semakin populer, sebenarnya tidak ada bukti meyakinkan di bidang neurosains untuk memulai pendidikan formal lebih awal.13 Tiga pendapat menjadi dasar bagi pemikiran ini, namun dengan bukti yang masih sedikit, dengan interpretasi yang berlebihan. Pendapat pertama, bahwa synaptogenesis, pembuat sinapsis yang menghubungkan antar neuron, terbentuk pada tingkat yang lebih tinggi pada anak-anak dibandingkat orang dewasa. Penelitian ini sebenarnya didasarkan pada penelitian primata selain manusia. Rakic (dalam Jones) menyebutkan bahwa proses pembentukan synaptogenesis pada monyet terjadi paling banyak di tiga tahun pertama14. Hal ini menjadikan asumsi bahwa masa kanak-kanak adalah masa yang lebih baik untuk belajar. Bagaimanapun juga, penelitian selanjutnya tentang perkembangan otak membuktikan bahwa perubahan struktur pada otak, termasuk pembentukan synaptogenesis, berlangsung dengan baik hingga masa pubertas, bahkan hingga dewasa. Pendapat kedua, berkaitan dengan argumen pertama, tentang adanya “jendela emas” perkembangan anak, yang penting untuk pembelajaran berbagai kemampuan dan keterampilan. Bagaimanpun juga, ilmuwan saat ini lebih mempercayai bahwa masa tersebut adalah masa sensitif, yang mana tidak selalu sama dan tidak pasti. Masa tersebut lebih berupa perbedaan halus pada kemampuan otak untuk dapat dibentuk oleh lingkungan. Masa ini lebih terutama 13 Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 7 14 Ibid, h. 8.
  • 27. 24 melibatkan fungsi visual, motorik, dan memori yang dipelajari secara alami pada lingkungan normal. Jones et.al berpendapat bahwa, sekalipun masa sensitif ini sangat menarik untuk dikaji, belumlah cukup untuk memberi kontribusi pada pendidikan formal.15 Pendapat ketiga, menunjuk pada efek pengkayaan lingkungan kepada pengembangan sinapsis. Bagaimanapun juga, sperti yang disebutkan Diamond et.al dalam Jones, penelitian ini dilakukan pada tikus laboraturium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan seadanya dapat menghambat perkembangan neural, namun, tidak ada bukti bahwa lingkungan yang diperkaya, akan meningkatkan perkembangan neural tersebut. 2. Perkembangan Otak Saat Remaja Neurosains menunjukkan bahwa, di saat remaja pun, otak tetap mengalami perkembangan. Namun demikian,berbagai penelitian menunjukkan bahwa otak remaja berusia belasan tahun, tidak lebih siap dari otak dewasa untuk mengerjakan berbagai proses. Beberapa proses ini, misalnya, mengarahkan perhatian, merencanakan masa depan, mencegah perilaku tidak pantas, multitasking, dan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan sosial. Dapat disimpulkan bahwa reorganisasi otak tahap kedua, setelah masa kanak-kanak, terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja ini, otak masih dapat dipertajam dan dibentuk. Oleh karenanya, kurikulum yang tepat dalam pendidikan formal dapat membantu pengembangan otak remaja. 3. Perkembangan Otak Saat Dewasa Walaupun perubahan tidak lebih radikal seperti yang terjadi pada masa remaja, otak terus berubah dan berkembang pada masa dewasa. Dengan meningkatnya usia, otak menjadi lebih sedikit dapat ditempa, dan neuron mulai hilang dalam tingkat yang lebih besar, walaupun efek pendidikan terhadap hilangnya neuron ini masih belum dapat dijelaskan.16 Sekalipun demikian, ternyata 15 Ibid. 16 Ibid, h.9.
  • 28. 25 neuron baru lahir di satu bagian otak: hippocampus, satu bagian di otak yang memegang peranan penting dalam belajar dan mengingat. Kondisi ini menunjukkan otak sangat fleksibel dan memungkinkan penggunanya untuk belajar sepanjang hayat, terus beradaptasi terhadap keadaan baru dan pengalaman baru. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi struktur otak, termasuk pada orang dewasa. Penelitian Dragansky dan kawan-kawan (dalam Jones) menunjukkan bahwa bagian otak tertentu membesar setelah dilakukan pendidikan dan pelatihan selama tiga bulan. Tiga bulan setelah pelatihan tersebut usai, volume otak kembali menyusut ke asalnya17. Penelitian juga menunjukkan bahwa kemungkinan untuk menderita alzheimers menurun dengan adanya pencapaian pendidikan, atau dengan peningkatan tantangan dalam pekerjaan. 18 Dengan melihat pemaparan di atas, jelaslah bahwa sesungguhnya, otak manusia dapat melakukan pembelajaran sepanjang hayat. Sekalipun pentingnya pendidikan formal yang dimulai di usia dini masih menjadi pertentangan, pendidikan formal hingga usia remaja adalah hal yang penting. Otak juga dapat terus memperbaharui neuronnya, sehingga melanjutkan pendidikan hingga usia dewasa, bahkan tua, bukanlah permasalahan. Pembelajaran terus menerus bahkan ditengarai dapat mengurangi terjadinya gangguan otak. I. Program Belajar Berbasis Kemampuan Otak : Penafsiran yang Salah Paradigma program belajar dengan berbasis kemampuan otak ini, mulai diperkenalkan sejaktahun 1990, dan mulai bermunculan berbagai program dengan tema “brain-based”. Sekalipun demikian, tampaknya bercampur antara ekliktik dan neurosains, sehingga tidak seluruh program berbasis kemampuan otak yang umumnya diketahui guru dan masyarakat awam, benar-benar berdasarkan neurosains kognitif. Berikut ini adalah beberapa contoh. 17 Ibid, h. 21. 18 Wilson, R.S., “Mental Challange in the Workplace and Risk of Dementia in Old Age: Is There a Connection?”, Occupational and Environmental Medicine vol 62, h. 72-73.
  • 29. 26 1. Senam Otak (Brain Gym). Program ini mengajukan ide bahwa mekanisme kerja otak dapat 19 ditingkatkan dengan latihan-latihan tertentu. Termasuk dalam senam otak ini, misalnya, gerakan cross crawl, pergerakan bagian kanan dan kiri tubuh bergantian yang diklaim dapat mengaktifkan otak kiri dan kanan. Sekalipun penjelasan dan argumentasi yang diajukan tampak logis, sebenarnya konsep ini tidak dikenal dalam neurosains. Senam otak menekankan sinergi dan keseimbangan antara otak kiri dan kanan, sehingga menciptakan “jalan” baru antara otak kiri dan kanan. Pada kenyataannya, antara otak bagian kiri dan kanan, memang sudah terhubung secara permanen, yang dapat dilihat dengan jelas melalui corpus callosum. Menciptakan jalan jalan atau rangkaian hubungan baru antara kedua otak, hingga saat ini belum dapat dibuktikan.20 2. Learning Style Preferences Konsep Learning Style Preferences, atau pilihan gaya belajar, cukup populer digunakan di bidang pendidikan. Umumnya, gaya belajar siswa dibedakan menjadi tiga: visual, auditori, atau kinestetik. Konsep yang banyak digunakan adalah, penggunaan salah satu gaya belajar yang cocok dengan seorang individu, akan meningkatkan pembelajaran. Namun, terdapat kekurangan dalam hal metode penentuan gaya belajar yang sesuai dengan tiap individu. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyajikan pembelajaran secara khusus yang cocok dengan satu jenis gaya belajar saja, adalah membuang-buang waktu.21 Sekalipun demikian, guru yang menggunakan berbagai jenis media yang menjangkau semua murid apapun gaya belajarnya, tetap memiliki nilai tambah. Penelitian yang ada, tidak mendukung keharusan memberi label pada siswa berdasarkan gaya belajar tertentu. 19 S.J. Pickering dan Joward-Jones, “Educator’s View of the Role of Neuroscience InEducation: A Study of UK and International Perspective, Mind, Brain and Education, Vol 1, h.3. 20 Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 15 21 Coffield, Moseley, Hall, E., & Ecclestone, K. Learning styles and pedagogy in post-16 learning: A systematic and critical review, (Report No. 041543). (London: Learning and Skills Research Centre, 2004).
  • 30. 27 3. Kecenderungan Pembedaan Otak Kiri atau Otak Kanan Beberapa buku teks menyarankan guru mengetahui apakah siswa mereka termasuk pengguna otak kanan atau otak kiri. Penelitian lama memang menganjurkan pengkhususan tersebut. Jerre Levy dan Sperry (dalam Given) misalnya, menegaskan perbedaan antara kedua belahan otak dengan menyatakan bahwa belahan kanan khusus untuk proses holistic, dan belahan kiri untuk proses analitik.22 Laporan ini menimbulkan kegairahan guru untuk menerapkan konsep ini dalam bidang pendidikan. Namun penelitian yang lebih baru, seperti yang dilakukan oleh Gazaninga, mendapati bahwa pada beberapa individu, kedua belahan otak sama-sama mampu merespon input visual dan tugas menggambar. Demikian pula interpretasi bahasa, ada di kedua belahan otak ini.23 Berbagai penelitian lanjutan yang berupaya mengaburkan perbedaan global dan analitik tentang kedua belahan otak, tampaknya belum dihiraukan. Bagaimanapun juga, kedua belahan otak ini secara normal memang selalu aktif. Selain itu, kebanyakan tugas belajar sehari-hari, mensyaratkan kedua belahan otak untuk bekerja sama dalam sistem yang kompleks.24 Tidak terdapat bukti yang kuat bahwa kategorisasi siswa menjadi kecenderungan otak kanan atau kiri, dapat membantu proses pembelajaran. Walaupun secara konsep, belum terdapat bukti yang jelas mengenai kaitan maksimalisasi kemampuan otak dalam proses pembelajaran, beberapa pendapat di atas bisa jadi berguna. Senam otak, misalnya, walaupun tidak terbukti menciptakan keseimbangan otak kiri dan kanan, namun dapat meningkatkan respon dan kesiagaan. Oleh karenanya, penelitian lebih lanjut amat diperlukan mengenai konsep “brain-based”, dalam rangka menjembatani penerapan neurosains kognitif dalam pendidikan. 22 Barbara K. Given, op.cit, h. 48. 23 Ibid, h. 50. 24 Paul Howard-Jones, et.al, op.cit, h. 16.
  • 31. 28 J. Prinsip dan Kerangka Belajar dalam Konsep Neurosains Kognitif Prinsip utama yang melatar belakangi terlaksananya pembelajaran berbasis otak menurut Caine dan Caine menjelaskan 12 prinsip pembelajaran secara alami25. Prinsip ini menjadi dasar bagi brain-based learning yang banyak berkembang kini. Kedua belas prinsip tersebut disajikan sebagai berikut. 1. Otak merupakan processor parallel. Pikiran, perasaan, sifat bawaan, dan emosi saling berhubungan satu sama lain dan berinteraksi dengan berbagai macam model informasi yang diterima otak. 2. Belajar melibatkan seluruh fisiologi tubuh. Hal ini berarti bahwa kesehatan fisik seseorang, seperti jumlah waktu tidur, nutrisi yang dikonsumsi, kondisi lelah, mempengaruhi otak. 3. Pencarian makna dilakukan secara innate. Kita secara alamiah terprogram untuk mencari makna dalam segala hal. Kebutuhan otak untuk selalu mencari makna juga beberapa hal familiar yang akan terdaftar secara otomatis saat melakukan pencarian dan merespon makna secara terus-menerus untuk menambah stimulus. Kelengkapan pembelajaran harus dibuat untuk memuaskan semangat siswa untuk membuat karangan baru, penemuan terbaru, juga untuk meraih kesempatan baru. Di saat yang sama, tugas-tugas yang diberikan pun harus bermakna dan semenarik mungkin, juga menawarkan banyak pilihan pada siswanya. Dalam pendidikan, satu hal yang diizinkan bagi siswa adalah ketika siswa diberikan banyak pengalaman belajar, lalu mereka diberikan waktu untuk merasakan pengalaman yang mereka lakukan. Mereka berhak diberikan kesempatan untuk menanggapi segala sesuatunya, untuk melihat keterkaitan yang satu dengan yang lain. 4. Pencarian makna terjadi dengan "berpola." Berpola disini lebih dimaksudkan pada pengorganisasian dan pengkategorian dari informasi. Otak menolak pola mengagumkan dari sesuatu yang tanpa makna. Saat kemampuan alamiah otak mengintegrasikan informasi lalu diingatkan dalam pembelajaran, aktivitas dan 25 http://www.cainelearning.com/files/Learning.html, An understanding of learning based on the Caines' renowned 12 brain/mind learning principles, (diakses 15 Januari 2013).
  • 32. 29 informasi yang terjadi secara acak dapat ditampilkan dan diasimilasi. Otak mencoba untuk membuat pengertian dari informasi dengan mengurangi kata-kata acak yang tidak berhubungan dengan suatu pola yang lebih familiar. 5. Emosi merupakan salah satu bagian penting dalam pembentukan pola. Dalam otak, kita tidak bisa memisahkan emosi dengan kemampuan otak dalam berpikir secara kognitif, karena kedua hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan. Emosi merupakan sesuatu hal yang membuat kita lebih bersemangat untuk belajar, untuk membuat sesuatu. 6. Setiap otak, secara simultan mengamati dan membangun suatu informasi mulai dari bagian-bagian terkecil, hingga keseluruhan bagian. Dalam pembelajaran, penting untuk melibatkan kedua belahan hemisfer pada otak secara bersamaan. 7. Belajar melibatkan perhatian yang dipusatkan dan persepsi sekitar. Setiap anak belajar dari segala hal. Oleh karena itu, keadaan sekeliling menjadi sangat penting. Jika mereka mempelajari sesuatu di dalam kelas dan tidak pernah menggunakannya di luar kelas, lalu proses belajar yang mereka lakukan, setiap hubungan yang terjalin dalam otak mereka, akan berhenti di kondisi tersebut. 8. Belajar selalu melibatkan proses yang terjadi secara langsung dan tidak langsung. Kita belajar lebih banyak dari segala sesuatu yang secara langsung dapat kita pahami. Banyak komponen-komponen belajar yang diterima dari lingkungan sekeliling kita dan langsung masuk ke dalam otak kita tanpa kita sadari dan langsung berinteraksi dengan level proses belajar secara tidak langsung. Proses pembelajaran yang aktif mengizinkan siswa untuk meninjau bagaimana dan hal apa saja yang telah mereka serap, jadi mereka dapat memulai untuk memberi petunjuk mengenai pembelajaran yang mereka lakukan dan perkembangan tentang hal-hal apa saja yang telah mereka pahami. 9. Kita memiliki paling sedikit dua tipe memori sistem memori spatial dan satu pasang sistem untuk pembelajaran hafalan. Sistem memori spatial/sistem autobiografi tidak membutuhkan latihan dan izin untuk melakukan percobaan dari memory instan. Pada tingkatan dari sistem memori, segala sesuatu dipelajari
  • 33. 30 dengan cara dihafal. Kita mengingat segala informasi, tetapi bukan berarti kita dapat menggunakan segala informasi yang kita terima. Saat kita melakukan percobaan baru yang menstimulus otak siswa untuk mencari makna dari pembelajaran yang sedang dilakukan, maka akan tumbuh hubungan baru pada sel- sel otak. Pada proses belajar berarti informasi-informasi yang didapat saling berhubungan dan dihubungkan dengan si pembelajar. Saat belajar, informasi- informasi yang diterima perlu diulang dan lebih mudah jika kita mulai dari gambaran keseluruhan lalu menyusun bagian-bagian kecil konsep agar seluruh bagiannya dapat dipelajari dengan baik. 10. Otak mengerti dan mengingat dengan sangat baik saat fakta/kenyataan ditanamkan pada sistem memory spatial. Solusinya adalah menanam tingkatan pembelajaran dengan menempatkan si pembelajar pada lingkungan belajar seperti dunia sungguhan/nyata, meminimalkan ancaman, dan memberikan banyak kesempatan. 11. Dalam proses pembelajaran, perlu diperbanyak kesempatan dan dilarang adanya ancaman. Belajar akan terjadi secara optimum, saat otak dikondisikan pada keadaan "waspada yang rileks." Selain itu, ritme/pola hidup kita juga ikut berpengaruh pada cara belajar yang kita lakukan. 12. Setiap otak itu unik. Hal ini terlihat dari gaya belajar dan cara seseorang menyimpan informasi dalam sebuah pola. Setiap individu mungkin saja memiliki banyak kesamaan, tapi sebenarnya mereka sungguh berbeda. Selain prinsip yang diajukan oleh Caine dan Caine di atas, riset menunjukkan bahwa otak mengembangkan lima sistem pembelajaran. Given menjelaskan kelima kerangka ini sebagai berikut.26 1. Sistem Pembelajaran emosional Guru perlu menciptakan iklim kelas yang nyaman dan kondusif bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi siswa. Guru berfungsi sebagai mentor yang membantu siswa menemukan hasrat untuk belajar. Ini harus didukung dengan 26 Barbara K. Given, op.cit, hh. 59 - 69
  • 34. 31 membuat pembelajaran yang menarik, relevan, berkaitan, dan bisa dicapai, yakni mampu menyelesaikan tugas secara mandiri ataupun dibantu guru dan rekan. 2. Sistem Pembelajaran Sosial Ini merupakan kecenderuangan alamiah untuk menjadi bagian dari kelompok. Guru perlu menerima perbedaan sebagai kelebihan siswa, memberi penghargaan dan perhatian kepada siswa. Guru berkolaborasi dengan siswa sebagai mitra setara, alih-alih sebagai gudang informasi yang menyimpan dan membagi jawaban. 3. Sistem Pembelajaran Kognitif Sistem ini berhubungan dengan membaca, menulis, berhitung, dan semua aspek lain dalam pengembangan kecakapan akademis. Menurut pandangan neurosains kognitif, guru lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran, sementara siswa berperan sebagai pemecah masalah dan pengambil keputusan nyata. Konsep menghapal informasi, juga tidak sesuai dengan neurosains, terutama jika tidak terdapat keterkaitan antara informasi baru dengan apa yang sudah diketahui siswa. 4. Sistem Pembelajaran Fisik Pembelajaran memiliki kecenderungan siswa untuk terlibat aktif dalam banyak hal. Sistem pembelajaran fisik tugas akademis yang menantang mirip olahraga, dengan guru melatih, emngilhami, dam mendukung partisipasi aktif siswa. 5. Sistem Pembelajaran Reflektif Sistem ini melibatkan pertimbangan pribadi terhadap pembelajarannya sendiri. Ia menimbang-nimbang prestasi dan kegagalannya, mana yang berhasil atau tidak, dan mana yang perlu ditingkatkan. Ketika guru merencanakan pembelajaran dan mengajarkannya, mereka harus mempertimbangan semua sistem pembelajaran, karena setiap sistem sangat penting bagi keseluruhan dan tidak dapat diabaikan tanpa mengganggu lainnya.
  • 35. 32 K. Implementasi Cognitiv e Neuroscience dalam Pembelajaran Cognitive Neuroscience mulai diperkenalkan dalam bidang pendidikan dengan adanya paradigma brain-based learning (PBL – Pembelajaran Berbasis Otak). Dalam pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, melibatkan pembelajar secara penuh, di mana pola pembelajaran diubah dari rileks menjadi pola pembelajaran aktif sehingga setiap simpul-simpul dalam otak dapat memainkan perannya secara utuh.27 Model pembelajaran ini diyakini juga secara langsung berperan terhadap proses pengkayaan (enrichment) otak. Adanya pengalaman-pengalaman baru mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak. Lima kunci dalam proses pengkayaan otak ini adalah: 1. Memberikan stimulus baru. 2. Stimulus yang diberikan harus bersifat menantang. 3. Stimulus yang diberikan harus koheren dan bermakna. 4. Pembelajaran terjadi sepanjang waktu. 5. Harus ada sebuah cara bagi otak untuk belajar dari stimuli baru yang menantang dan menimbulkan umpan balik. Oleh karenanya, dalam pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, perlu dilaksanakan tahapan kemampuan sebagai berikut: (1) Pra-perencanaan, (2) Persiapan, (3) Inisiasi dan akuisisi, (4) Elaborasi, (5) Memasukkan memori, (6) Verivikasi dan pengecekan keyakinan, dan (7) Pengkayaan dan integrasi. Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan (dalam Kushartanti) adalah: 1) Bagaimana mengambil dan menyimpan informasi dengan cepat, menyeluruh, dan efisien; 2) Bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan masalah, dan 3) Bagaimana menggunakannya untuk menciptakan ide. 28 Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak. 27 Diana S. Mandar, op.cit, h. 374. 28 Wara Kushartanti, “Perkembangan Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran di TK”, disampaikan dalam dies natalis UNY ke 40, (Yogyakarta: UNY), hh. 18-21.
  • 36. 33 Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalisasi otak dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:29 1. Penggunaan berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran yang berbeda merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik kiri maupun kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan warna, bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan. 2. Menciptakan suasana gembira karena rasa gembira akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya mengaktifkan asetilkoloin di sinaps. Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung antar sel saraf menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya. Dengan aktifnya asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh suasana gembira akan mempengaruhi cara ota dalam memproses, menyimpan, dan mengambil kembali informasi. 3. Mengkondisikan otak untuk waspada sekaligus relaks. Hal ini dapat dilakukan dengan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat menghilangkan pikiran yang mengganggu. Musik juga dapat mengaktifkan otak kanan untuk siaga menerima informasi dan membantu memindahkan informasi tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu masuk bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi musik, maka akan mengambang dibawah sadar dan ditransmisikan dengan lebih cepat serta disimpan dalam “file” yang benar. 4. Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linier merupakan langkah pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan. 5. Asupan oksigen yang cukup. Berhentinya pasokan oksigen akan merusak sel-sel saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang berlimpah sangat kondusif untuk belajar. Pohon dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi sumber oksigen. 29 Wara Kushartanti, op.cit, hh. 18-21.
  • 37. 34 6. Belajar melalui praktik, sehingga melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih mantap. Selain itu, karena tiap orang memiliki dominasi indra yang berbeda, melibatkan banyak indra akan menyentuh dominasi tersebut dan meningkatkan optimalisasi otak. Di Indonesia sendiri, para guru telah disarankan menggunakan berbagai metode yang dapat memaksimalkan kemampuan otak anak. Bisa dibilang, guru di Indonesia telah menerapkan neurosains kognitif dalam pembelajaran yang dilakukan, sekalipun paradigm yang melatarbelakanginya belumlah diketahui jelas oleh guru yang bersangkutan. Contohnya penerapannya adalah sebagai berikut: 1. Dalam pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), guru diminta untuk melaksanakan tahapan pembelajaran di kelas dengan adanya kegiatan-kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Di mana di dalam ketiga tahapan ini terdapat pula kegiatan elaborasi dan refleksi. 2. Guru semakin menyadari pentingnya penggunaan berbagai metode pembelajaran dan penggunaan media yang berbeda dalam setiap pertemuan. Termasuk model pembelajaran berkelompok yang mementingkan keaktifan siswa. 3. Paradigma guru yang kini ditanamkan bukanlah sebagai satu-satunya sumber kebenaran. SIswa justru diharapkan aktif mencari berbagai sumber belajar, sehingga membutuhkan pemikiran yang lebih. 4. Pentingnya pembentukan suasana belajar yang menyenangkan semakin disadari, sehingga pelaksanaan pembelajaran di kelas tidaklah menakutkan atau membosankan, namun dibentuk agar relaks dan menyenangkan. Dengan semakin banyaknya penelitian mengenai neurosains kognitif, semakin penting pula penerapannya dalam pendidikan, sehingga meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.
  • 38. 35 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Neurosains kognitif ini merupakan bidang studi yang menghubungkan otak dan aspek-aspek lain sistem syaraf, khususnya otak dengan pemrosesan kognitif, dan akhirnya dengan perilaku. Otak merupakan organ dalam tubuh manusia yang mengontrol langsung pikiran, emosi, dan motivasi manusia. Otak bersifat direktif sekaligus reaktif terhadap organ-organ tubuh yang lain. Sementara sistem saraf, merupakan dasar bagi kemampuan manusia untuk memahami, beradaptasi, dan berinteraksi dengan dunia sekitar. Melalui sistem ini, manusia menerima, memroses, dan merespon informasi dari lingkungan. Terdapat beberapa metode dalam mempelajari otak manusia. Sternberg menjelaskan lima metode, yakni: (1) studi post mortem, (2) studi terhadap hewan, (3) rekaman-rekaman listrik, (4) teknik pencitraan statis, dan (5) Pencitraan metabolis. Cognitive Neuroscience ini sebenarnya merupakan penerapan neurosains dalam psikologi kognitif. Studi ini mengkaji otak sekaligus mempelajari mental. Bisa dibilang merupakan cara baru dalam mempelajarai psikologi kognitif. Studi ini memetakan wilayah-wilayah spesifik di otak beserta fungsinya, dan mengkaitkannya dengan proses kognitif. Merupakan sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis dibalik kognisi, dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari proses mental. Prinsip utama yang melatar belakangi terlaksananya pembelajaran berbasis otak menurut Caine dan Caine menjelaskan 12 prinsip pembelajaran secara alami. Prinsip ini menjadi dasar bagi brain-based learning yang banyak berkembang kini. Kedua belas prinsip tersebut disajikan sebagai berikut: (1) Otak merupakan processor parallel, (2) Belajar melibatkan seluruh fisiologi tubuh, (3) Pencarian makna dilakukan secara innate, (4) Pencarian makna terjadi dengan "berpola.", (5) Emosi merupakan 35
  • 39. 36 salah satu bagian penting dalam pembentukan pola, (6) Setiap otak, secara simultan mengamati dan membangun suatu informasi mulai dari bagian-bagian terkecil, hingga keseluruhan bagian, (7) Belajar melibatkan perhatian yang dipusatkan dan persepsi sekitar, (8) Belajar selalu melibatkan proses yang terjadi secara langsung dan tidak langsung, (9) Kita memiliki paling sedikit dua tipe memori sistem memori spatial dan satu pasang sistem untuk pembelajaran hafalan, (10) Otak mengerti dan mengingat dengan sangat baik saat fakta/kenyataan ditanamkan pada sistem memory spatial, (11) Dalam proses pembelajaran, perlu diperbanyak kesempatan dan dilarang adanya ancaman, dan (12) Setiap otak itu unik. Cognitive Neuroscience mulai diperkenalkan dalam bidang pendidikan dengan adanya paradigma brain-based learning (PBL – Pembelajaran Berbasis Otak). Dalam pembelajaran berbasis kemampuan otak ini, melibatkan pembelajar secara penuh, di mana pola pembelajaran diubah dari rileks menjadi pola pembelajaran aktif sehingga setiap simpul-simpul dalam otak dapat memainkan perannya secara utuh. Adanya pengalaman-pengalaman baru mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak. Lima kunci dalam proses pengkayaan otak ini adalah: (1) Memberikan stimulus baru, (2) Stimulus yang diberikan harus bersifat menantang, (3) Stimulus yang diberikan harus koheren dan bermakna, (4) Pembelajaran terjadi sepanjang waktu, dan (5) Harus ada sebuah cara bagi otak untuk belajar dari stimuli baru yang menantang dan menimbulkan umpan balik. B. Rekomendasi Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak. Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalisasi otak dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan berbagai media pembelajaran. Media pembelajaran yang berbeda merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik kiri maupun
  • 40. 37 kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan warna, bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan. 2. Menciptakan suasana gembira karena rasa gembira akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya mengaktifkan asetilkoloin di sinaps. Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung antar sel saraf menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya. Dengan aktifnya asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh suasana gembira akan mempengaruhi cara ota dalam memproses, menyimpan, dan mengambil kembali informasi. 3. Mengkondisikan otak untuk waspada sekaligus relaks. Hal ini dapat dilakukan dengan musik yang menenangkan dan latihan pernapasan yang dapat menghilangkan pikiran yang mengganggu. Musik juga dapat mengaktifkan otak kanan untuk siaga menerima informasi dan membantu memindahkan informasi tersebut ke dalam bank memori jangka panjang. Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu masuk bawah sadar. Jika informasi dibacakan dengan dibarengi musik, maka akan mengambang dibawah sadar dan ditransmisikan dengan lebih cepat serta disimpan dalam “file” yang benar. 4. Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linier merupakan langkah pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan. 5. Asupan oksigen yang cukup. Berhentinya pasokan oksigen akan merusak sel-sel saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang berlimpah sangat kondusif untuk belajar. Pohon dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi sumber oksigen. 6. Belajar melalui praktik, sehingga melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih mantap. Selain itu, karena tiap orang memiliki dominasi indra yang berbeda, melibatkan banyak indra akan menyentuh dominasi tersebut dan meningkatkan optimalisasi otak.
  • 41. 38 DAFTAR PUSTAKA Barbara K. Given. Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif, cet. 2. Penj. Lala Herawati Dharma. Bandung: Mizan Pustaka. 2007. Coffield, Moseley, Hall, E., & Ecclestone, K. “Learning Styles and Pedagogy In Post-16 Learning: A Systematic And Critical Review”, (Report No. 041543). London: Learning and Skills Research Centre. 2004. Diana S. Mandar. “Peranan Cognitive Neuroscience dalam Bidang Pendidikan”. Prosiding SnaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan.Vol 2 No 1 tahun 2011. Gazzaniga, et.al. Cognitive Neuroscience: The Biology of the Mind. New York: Norton, 2002. http://www.cainelearning.com/files/Learning.html. An understanding of learning based on the Caines' renowned 12 brain/mind learning principles. (diakses 15 Januari 2013). http://en.wikipedia.org/wiki/Korsakoff%27s_syndrome. (diakses 15 Januari 2013). Lusi Nur Ardhiani. Psikologi Kognitif. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercubuana. 2011, Paul Howard-Jones, et.al. Neuroscience and Education: Research and Opportunities. London: TLRP & ESRC. 2012. Robert J. Sternberg. Cognitive Psychologi, 4th Edition. Belmont: Wadsworth, Cengage Learning. 2008. S.J. Pickering dan Joward-Jones. “Educator’s View of the Role of Neuroscience InEducation: A Study of UK and International Perspective”. Mind, Brain and Education, Vol 1. Taufik Pasiak. Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup. Bandung: Mizan. 2006. Wara Kushartanti. “Perkembangan Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran di TK”, disampaikan dalam dies natalis UNY ke 40. Yogyakarta: UNY. Wilson, R.S. “Mental Challange in the Workplace and Risk of Dementia in Old Age: Is There a Connection?”. Occupational and Environmental Medicine vol 62.