5. Kritik dan saran serta berbagai bentuk masukan dari Pembaca akan
membantu penyempurnaan buku ini di masa depan.
Anda dapat mengirim kritik, saran dan masukan ke:
Biro Enjiniring, PT Wijaya Karya
Jl. DI Panjaitan Kav. 9 Jakarta 13340, Indonesia
PO BOX 4174/JKTJ
Telp. +62 21 8192808; 8508640; 8508650
Fax. +62 21 85911972
E-mail: adwijaya@wika.co.id
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk
setiap masukan dan kontribusi dari para personel yang terlibat dari Biro
Enjiniring, Divisi Sipil Umum, Divisi Peralatan Konstruksi, PT WIKA Beton
dan Pabrik Beton Pracetak PT WIKA Beton
TIM PENYUSUN
Ir. Suardi Bahar, MT
Ir. Nur Al Fata, MT
Ir. Rahman Suhanda
Enny Kurniawati, ST
6. DAFTAR ISI
BAGIAN I PENGETAHUAN UMUM BETON
1.1 DEFINISI BETON I-1
1.2 JENIS-JENIS BETON I-2
1.3 SIFAT-SIFAT BETON I-3
1.4 HIDRASI I-6
1.5 MUTU BETON I-6
BAGIAN 2 MATERIAL PEMBENTUK BETON
2.1 SEMEN II-1
2.2 AGREGAT II-3
2.3 AIR II-5
2.4 BAHAN TAMBAHAN (ADITIF) II-7
BAGIAN 3 MIX DESIGN
3.1 TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN
BETON NORMAL SESUAI SNI T-15-1990-03
III-1
3.2 TATA CARA PERANCANGAN PROPORSI CAMPURAN
BETON NORMAL SESUAI SNI 03-2847-2002 POIN 7.3
III-13
BAGIAN 4 PELAKSANAAN
4.1 PENCAMPURAN/MIXING IV-1
a. Site-Mix IV-1
b. Ready-Mix IV-3
4.2 PENGANGKUTAN IV-4
4.3 PERSIAPAN LOKASI IV-5
4.4 PERALATAN PENGECORAN IV-6
a. Agitator Truck IV-6
b. Concrete Pump IV-7
c. Tremie IV-7
d. Placing Boom IV-8
e. Vibrator IV-9
4.5 PENGECORAN IV-10
IV-15
7. 4.6 PEMADATAN/COMPACTING
4.7 FINISHING IV-17
a. Screeding IV-17
b. Hand Tamping IV-19
c. Floating IV-20
d. Edging IV-21
e. Trowelling IV-21
f. Brooming IV-23
g. Grinding IV-24
h. Sack-rubbed Finishing IV-24
i. Exposed Aggregate Finishing IV-25
4.8 PERAWATAN IV-25
4.9 EVALUASI & PENGENDALIAN MUTU BETON IV-31
a. Pengujian Kualitas beton IV-32
b. Langkah Pemeriksaan Mutu Beton di Lapangan IV-36
BAGIAN 5 RETAK DAN PERBAIKAN CACAT BETON
5.1 RETAK V-1
a. Retak Akibat Early Thermal Contraction V-2
b. Retak Akibat Long Term Drying Shrinkage V-2
c. Retak Plastic V-5
c.1 Plastic Settlement Crack V-6
c.2 Plastic Shrinkage Crack V-8
5.2 PERBAIKAN CACAT BETON V-9
a. Plinth Antar Sambungan V-9
b. Bunting Akibat Bekisting Berubah Bentuk V-10
c. Keropos V-10
d. Pecah Kecil (<5 cm dalamnya) V-11
e. Pecah Besar (>5 cm dalamnya) V-11
f. Lubang Besar Akibat Udara Terperangkap V-12
g. Tali Air/Lubang Kecil Akibat Udara Terperangkap V-12
h. Retak Rambut (Lebar <0.5 mm) V-13
i. Retak Besar dan Dalam (Lebar >0.5 mm dan dalam >1
cm)
V-13
5.3 APLIKASI ACIAN PEWARNAAN V-14
8. BAGIAN 6 PENGENALAN SELF-COMPACTING CONCRETE
6.1 PENDAHULUAN VI-1
6.2 SIFAT-SIFAT BETON KERAS VI-2
6.3 SIFAT-SIFAT BETON SEGAR DAN CARA
PENGUJIANNYA
VI-4
a. Daya Alir VI-5
b. Kekentalan VI-6
c. Passing Ability VI-7
d. Daya Tahan Segregasi/Segregation Resistance VI-8
6.4 MIX-DESIGN VI-11
6.5 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT
PELAKSANAAN
VI-15
6.6 MEMPERBAIKI KUALITAS AKHIR SCC VI-16
BAGIAN 7 PENGETAHUAN BETON PRACETAK
7.1 PENDAHULUAN VII-1
7.2 JENIS-JENIS HASIL PRODUKSI VII-1
7.3 MATERIAL DAN SPESIFIKASI VII-6
7.4 PROSES PRODUKSI VII-9
7.5 MIX-DESIGN VII-12
7.6 CETAKAN VII-13
7.7 PENGADUKAN BETON DAN PENGECORAN VII-13
7.8 PEMADATAN VII-14
7.9 PEKERJAAN STRESSING VII-15
7.10 PERAWATAN BETON VII-16
7.11 PENGANGKATAN VII-17
7.12 PENGANGKUTAN VII-18
7.13 QUALITY CONTROL VII-19
BAGIAN 8 INSPEKSI PERALATAN
8.1 PENDAHULUAN VIII-1
8.2 MACAM-MACAM FORMULIR INSPEKSI VIII-1
10. DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Material Utama Pembentuk Beton I-1
Gambar 1.2 Potongan Melintang Beton I-1
Gambar 1.3 Proporsi Bahan Penyusun Beton I-2
Gambar 1.4 Strength vs Workability I-4
Gambar 1.5 Diagram Laju Kenaikan Kuat Tekan Beton I-5
Gambar 2.1 Setting Time Semen II-2
Gambar 2.2
Grafik Perbandingan Kuat Tekan Beton (Penelitian Pengaruh
Perbedaan Kadar Lumpur Pasir) II-4
Gambar 3.1
Hubungan Faktor Air Semen dan Kuat Tekan Rata-rata
Silinder Beton (Sebagai Perkiraan FAS)
III-2
Gambar 3.2 Grafik Mencari Faktor Air-Semen III-3
Gambar 3.3
Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
untuk Ukuran Butir Maksimum 10 mm III-9
Gambar 3.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
untuk Ukuran Butir Maksimum 20 mm III-9
Gambar 3.5
Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Keseluruhan
untuk Ukuran Butir Maksimum 40 mm III-10
Gambar 3.6
Grafik Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat
Campuran dan Berat Beton III-11
Gambar 3.7
Diagram Alir Perancangan Proporsi Campuran Berdasarkan
SNI 03-2847-2002
III-12
Gambar 4.1 Teknik Pengecoran IV-13
Gambar 4.2 Pemadatan Manual IV-15
Gambar 4.3 Pemadatan Mekanis IV-16
Gambar 4.4 Alat Screed Mekanis IV-19
Gambar 4.5 Alat Hand Tamping IV-20
Gambar 4.6 Floating IV-20
Gambar 4.7 Edger IV-21
11. Gambar 4.8 Trowel Baja IV-22
Gambar 4.9 Perbandingan Kekuatan Beton (Dipelihara dan Tidak) IV-25
Gambar 4.10 Perawatan dengan Karung Goni yang Dibasahi IV-27
Gambar 4.11 Perawatan dengan Lapisan Waterproof IV-27
Gambar 4.12 Diagram Proses Pengendalian IV-31
Gambar 4.13 Variabilitas IV-32
Gambar 4.14 Diagram Pemeriksaan Mutu Beton di Lapangan IV-36
Gambar 5.1 Contoh Plastic Settlement Crack 1 V-6
Gambar 5.2 Contoh Plastic Settlement Crack 2 V-6
Gambar 5.3 Contoh Plastic Settlement Crack 3 V-7
Gambar 5.4 Tensile Srain Capacity and Shrinkage Strain V-8
Gambar 5.5 Contoh Plastic Shrinkage Crack V-8
Gambar 5.6 Perbaikan Keropos pada Beton V-10
Gambar 6.1 Ukuran Base Plate untuk Pengujian Slump-flow VI-6
Gambar 6.2 Dimensi V-Funnel (Pengujian Kekentalan) VI-6
Gambar 6.3 Pengujian Passing Ability dengan L-box VI-8
Gambar 6.4 Ukuran dan Desain L-box yang Umum VI-8
Gambar 6.5 Prosedur Mix-Design VI-14
Gambar 7.1 Proses Produksi PC Piles VII-9
12. DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tipe Portland Semen II-1
Tabel 2.2 Perkiraan Komposisi Berbagai Tipe Standar Semen Portland II-2
Tabel 2.3
Kandungan Ion Klorida Maksimum untuk Perlindungan Baja
Tulangan Terhadap Korosi
II-6
Tabel 3.1 Nilai Deviasi Standar III-1
Tabel 3.2 Faktor Pengali Deviasi Standar III-1
Tabel 3.3 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan FAS 0.5 III-3
Tabel 3.4
FAS Maksimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan
Khusus
III-4
Tabel 3.5 Penetapan Nilai Slump III-5
Tabel 3.6 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (Liter) III-5
Tabel 3.7
Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
III-6
Tabel 3.8
Kebutuhan Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk Beton
yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung Sulfat
III-7
Tabel 3.9
Kebutuhan Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk Beton
Bertulang/Prategang Kedap Air
III-8
Tabel 3.10 Batas Gradasi Pasir III-9
Tabel 3.11 Formulir Perancangan Adukan Beton III-12
Tabel 3.12
Faktor Modifikasi untuk Deviasi Standar Jika Jumlah Pengujian
Kurang Dari 30 Contoh
III-14
Tabel 3.13
Kuat Tekan Rata-rata Perlu Jika Data Tidak Tersedia untuk
Menetapkan Deviasi Standar
III-14
Tabel 3.14 Persyaratan Beton untuk Lingkungan Khusus III-16
Tabel 3.15
Persyaratan untuk Beton yang Dipengaruhi Oleh Lingkungan
yang Mengandung Sulfat
III-17
Tabel 4.1 Standar Waktu Minimum Pemutaran Alat Pencampur Beton IV-2
Tabel 4.2 Getaran Minimum dengan Internal Vibrator IV-16
Tabel 4.3 Metode Curing IV-29
Tabel 4.4 Perbandingan Kuat Tekan Beton Uji IV-33
Tabel 4.5 Sampling Benda Uji IV-34
13. Tabel 5.1 Jenis dan Tipe Retak V-1
Tabel 5.2 Batasan Lebar retak (ACI 224R-19) V-3
Tabel 5.3
Aplikasi Acian Pewarnaan untuk Tutup Lubang Bekas Tie-Rod
Parapet
V-14
Tabel 5.4
Aplikasi Acian Pewarnaan untuk Lubang Besar Akibat Udara
Terperangkap dan Tali Air/Lubang Kecil Akibat Udara
Terperangkap
V-15
Tabel 5.5 Aplikasi Acian Pewarnaan untuk Plinth dan Keropos-Kolom V-16
Tabel 6.1 Metode Pengujian Beton Segar VI-4
Tabel 6.2 Klasifikasi Slump-flow dan Aplikasinya VI-5
Tabel 6.3 Klasifikasi Kekentalan dan Aplikasinya VI-7
Tabel 6.4 Klasifikasi Passing Ability dan Aplikasinya VI-7
Tabel 6.5 Klasifikasi Daya Tahan Segregasi dan Aplikasinya VI-9
Tabel 6.6
Sifat-sifat SCC untuk Berbagai Penggunaan Berdasarkan
Penelitian Walraven, 2003
VI-9
Tabel 6.7 Klasifikasi Aditif VI-11
Tabel 6.8 Rentang Umum Komposisi Campuran SCC VI-13
Tabel 6.9 Cacat Keropos seperti Sarang Lebah VI-16
Tabel 6.10 Cacat Pengelupasan VI-16
Tabel 6.11 Perbaikan Cacat Burik VI-17
Tabel 6.12 Cacat Cold-joint VI-18
Tabel 6.13 Cacat Permukaan yang Tidak Rata VI-18
Tabel 6.14 Variasi Warna VI-19
Tabel 6.15 Cacat Tali Air VI-19
Tabel 6.16 Cacat akibat Retak Plastis VI-20
Tabel 7.1 Spesifikasi Material dan Spesifikasi Umum Beton Pracetak VII-6
15. Pengetahuan umum beton I-1
1.1 DEFINISI BETON
Material komposit yang terdiri dari medium pengikat (pada umumnya campuran
semen hidrolis dan air), agregat halus (pada umumnya pasir) dan agregat kasar
(pada umumnya kerikil) dengan atau tanpa bahan tambahan/campuran/additives
Semen
Pasir
Kerikil
Air
Beton
Gambar 1.1 Material Utama Pembentuk Beton
Ga nmbar2. Potongan Melintang BetoGambar 1.2 Potongan Beton
Pasta Semen
Mengisi Celah
Antar Agregat
Agregat
Kasar
16. Pengetahuan umum beton I-2
Gambar 1.3. Proporsi Bahan Penyusun Beton
Air Entrained Concrete: Beton yang didalamnya terdapat gelembung-gelembung udara
kecil yang sengaja dibuat terperangkap oleh bahan tambahan khusus sehingga akan
merubah sifat-sifat beton. Pada beton segar, entrained air akan meningkatkan
workability campuran sehingga mengurangi jumlah air dan pasir yang dibutuhkan.
1.2 JENIS-JENIS BETON
a. Beton ringan
Berat jenisnya<1900 kg/m3
, dipakai untuk elemen non-struktural. Dibuat
dengan cara-cara berikut: membuat gelembung udara dalam adukan
semen, menggunakan agregat ringan (tanah liat bakar/batu apung) atau
pembuatan beton non-pasir.
b. Beton normal
Berat jenisnya 2200-2500 kg/m3
, dipakai hampir pada semua bagian
struktural bangunan.
c. Beton berat
Berat jenis>2500 kg/m3
, dipakai untuk struktur tertentu, misal: struktur
yang harus tahan terhadap radiasi atom.
d. Beton jenis lain
o Beton massa (mass concrete)
Beton yang dituang dalam volume besar, biasanya untuk pilar, bendungan
dan pondasi turbin pada pembangkit listrik. Pada saat pengecoran beton
jenis ini, pengendalian diutamakan pada pengelolaan panas hidrasi yang
timbul, karena semakin besar massa beton maka suhu didalam beton
semakin tinggi. Bila perbedaan suhu didalam beton dan suhu di
permukaan beton >20 o
C dapat menimbulkan terjadinya tegangan tarik
yang disertai retak-retak
17. Pengetahuan umum beton I-3
Retak beton juga dapat timbul akibat penyusutan beton (shrinkage) yang
dipengaruhi oleh kelembaban beton saat pengerasan berlangsung.
Selain itu, besarnya volume beton saat pengecoran mass concrete akan
beresiko timbulnya cold-joint pada permukaan beton baru dengan beton lama
mengingat waktu setting beton yang singkat (±2 jam), sehingga perlu
direncanakan metode pengecoran yang sesuai dengan perilaku beton tersebut.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka langkah preventif untuk menghindari
terjadinya retak beton dapat dikategorikan atas pemilihan komposisi beton (nilai
slump, pemberian admixture, FAS) dan praktek pelaksanaan di lapangan (suhu
udara saat pengecoran, curing, menggunakan bekisting dengan kemampuan
isolasi yang bagus dan menyiapkan construction joint) . Pemberian tulangan
ekstra untuk menahan gaya tarik akibat panas hidrasi dapat juga dilakukan
sebagai salah satu pertimbangan struktural.
o Ferosemen (ferrocement)
Mortar semen yang diberi anyaman kawat baja. Beton ini mempunyai
ketahanan terhadap retakan, ketahanan terhadap patah lelah, daktilitas,
fleksibilitas dan sifat kedap air yang lebih baik dari beton biasa.
o Beton serat (fibre concrete)
Komposit dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat, dapat berupa
serat plastik/baja. Beton serat lebih daktail daripada beton biasa, dipakai
pada bangunan hidrolik, landasan pesawat, jalan raya dan lantai jembatan.
o Beton siklop
Beton biasa dengan ukuran agregat yang relatif besar-besar. Agregat kasar
dapat sebesar 20 cm. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan dan
pangkal jembatan.
o Beton hampa
Seperti beton biasa, namun setelah beton tercetak padat, air sisa reaksi
hidrasi disedot dengan cara vakum (vacuum method)
o Beton ekspose
Beton ekspose adalah beton yang tidak memerlukan proses finishing,
biasanya beton ini dihasilkan dengan menggunakan bahan bekisting yang
dapat menghasilkan permukaan beton yang halus (misal baja dan multiplek
film). Beton ini sering dijumpai pada gelagar jembatan, lisplang, kolom dan
balok bangunan
1.3 SIFAT-SIFAT BETON
a. Beton Segar
o Kemudahan pengerjaan/Workability,umumnya dinyatakan dalam besaran
nilai slump (cm) dan dipengaruhi oleh:
• Jumlah air yang dipakai. Makin banyak air, beton makin mudah
dikerjakan
• Penambahan semen. Semen bertambah, air juga ditambah agar FAS
tetap, maka beton makin mudah dikerjakan
• Gradasi campuran pasir dan kerikil
• Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai
• Pemakaian butir-butir batuan yang bulat
18. Pengetahuan umum beton I-4
Gambar 1.4. Strength vs Workability
o Segregasi, kecenderungan agregat kasar untuk memisahkan diri dari
campuran adukan beton, peluang segregasi diperbesar dengan:
• Campuran yang kurus/kurang semen
• Pemakaian air yang terlalu banyak
• Semakin besar butir kerikil yang dipakai
• Campuran yang kasar, atau kurang agregat halus
• Tinggi jatuh pengecoran beton yang terlalu tinggi
o Bleeding, kecenderungan air campuran untuk naik keatas (memisahkan
diri) pada beton segar yang baru saja dipadatkan. Hal ini dapat dikurangi
dengan cara:
• Memberi lebih banyak semen dalam campuran
• Menggunakan air sesedikit mungkin
• Menggunakan pasir lebih banyak
• Menyesuaikan intensitas dan durasi penggetaran pemadatan sesuai
dengan nilai slump campuran
b. Beton Keras
1). Sifat jangka pendek
o Kuat tekan, dipengaruhi oleh:
• Perbandingan air semen dan tingkat pemadatan
• Jenis semen dan kualitasnya
• Jenis dan kekasaran permukaan agregat
• Umur (pada keadaan normal, kekuatan bertambah sesuai dengan
umurnya). Lihat Gambar 1.5
• Suhu (kecepatan pengerasan bertambah dengan naiknya suhu)
• Perawatan
19. Pengetahuan umum beton I-5
o Kuat tarik
Kuat tarik beton berkisar 1/18 kuat tekan beton saat umurnya masih
muda dan menjadi 1/20 sesudahnya. Kuat tarik berperan penting dalam
menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu
o Kuat geser
Didalam prakteknya, kuat tekan dan tarik selalu diikuti oleh kuat geser.
2) Sifat jangka panjang
o Rangkak, adalah peningkatan deformasi (regangan) secara bertahap
terhadap waktu akibat beban yang bekerja secara konstan, dipengaruhi
oleh:
• Kekuatan. Rangkak berkurang bila kuat tekan makin besar
• Perbandingan campuran. Bila FAS berkurang maka rangkak berkurang
• Agregat. Rangkak bertambah bila agregat halus dan semen bertambah
banyak
• Umur. Kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur beton
o Susut, adalah berkurangnya volume beton jika terjadi kehilangan
kandungan uap air akibat penguapan, dipengaruhi oleh:
• Agregat. Berperan sebagai penahan susut pasta semen
• Faktor air semen. Efek susut makin besar jika FAS makin besar
• Ukuran elemen beton. Laju dan besarnya penyusutan berkurang jika
volume elemen beton makin besar
Gambar 1.5. Diagram Laju Kenaikan Kuat Tekan Beton
20. Pengetahuan umum beton I-6
Beton yang Baik
1. Bahan pengisi baik
• kekerasan butiran
• gradasi
• kepadatan butiran
• bentuk butiran
2. Bahan perekat baik
• semen sesuai
• FAS sesuai
3. Lekatan / ikatan baik
• kekasaran permukaan butiran baik
• material alam bersih
4. Pemeliharaan baik
1.4 HIDRASI
Proses Hidrasi
Adalah reaksi kimia antara partikel semen dan air menghasilkan pasta semen / bahan
pengikat
2(3CaO.SiO2)+6H2O 3Ca.2SiO2.3H2O+3Ca(OH)2+panas hidrasi
kalsium silikat (unsur utama semen) + air kalsium silikat hidrat (bahan pengikat) +
kapur bebas (pengisi pasif) + panas hidrasi
Panas Hidrasi
Adalah efek samping dari proses hidrasi yaitu berupa pelepasan panas / kalori
dari reaksi hidrasi
Jumlah panas kalori yang dikeluarkan tergantung :
• jenis / tipe semen ( kandungan FM, C3A dan C3S)
• FAS
• temperatur curing
Efek panas hidrasi yg terlalu tinggi terhadap beton adalah timbulnya retak-retak
1.5 KUAT TEKAN BETON
Suatu nilai yang ditunjukkan oleh besarnya beban tekan yang dapat dipikul oleh
benda uji/sample dari beton tersebut sampai runtuh
21. Pengetahuan umum beton I-7
Notasi Kuat Tekan Beton
K : adalah suatu nilai statistik dari suatu kumpulan hasil kuat tekan benda uji kubus
dalam jumlah tertentu pada umur 28 hari dengan nilai gagal yang diijinkan
sebesar 5 %, satuan kg/cm2
.
Contoh: K500, maka σbk=500 kg/cm2
C : sama dengan K, hanya disini biasanya dipakai untuk benda uji berbentuk
silinder
Pada contoh diatas, bila K500 bila dikonversikan menjadi nilai C maka
C=500x0.83=415 kg/cm2
, maka f’c=415 kg/cm2
, dengan 0.83 adalah nilai konversi
dari bentuk kubus menjadi silinder.
Kuat Tekan Beton yang Disyaratkan:
Adalah nilai kuat tekan dari satu atau sekumpulan benda uji yang telah ditetapkan
Mutu Beton Ao dan Bo
Adalah mutu beton dengan K< 125 yang biasanya dipakai untuk elemen bangunan
non-struktural
Mutu Beton yang Lebih Tinggi:
K125-<K175, digunakan sebagai lantai kerja atau penimbunan kembali dengan
beton
K175-<K250, umumnya digunakan sebagai struktur beton tanpa tulangan, misal:
beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong yang diisi adukan dan
pasangan batu
K250-<K400, umumnya digunakan untuk beton bertulang, misal: pelat lantai
jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb beton pracetak,
gorong-gorong beton bertulang dan bangunan bawah jembatan
K400-K800, umumnya digunakan untuk beton prategang, seperti tiang pancang
beton prategang, gelagar beton prategang, pelat beton prategang dan
sejenisnya
23. Pemilihan material II-1
2.1 SEMEN
Berfungsi sebagai bahan pengikat HIDRAULIS dari berbagai macam agregat
a. Semen harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:
o SNI 15-2049-1994. Semen Portland.
o ASTM C595. Spesifikasi semen blended hidrolis, kecuali tipe S dan SA.
yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur beton.
o ASTM C845. Spesifikasi semen hidrolis ekspansif.
b. Tipe Semen Portland sesuai jenis pekerjaannya adalah:
Tabel 2.1 Tipe Portland Semen
Tipe
PC
Syarat Penggunaan Pemakaian
I Kondisi biasa, tidak
memerlukan
persyaratan khusus
Perkerasan jalan, gedung,
jembatan biasa dan konstruksi
tanpa serangan sulfat
II Serangan sulfat
konsentrasi sedang
Bangunan tepi laut, dam,
bendungan, irigasi dan beton
massa
III Kekuatan awal tinggi Jembatan dan pondasi dengan
beban berat
IV Panas hidrasi rendah Pengecoran yang menuntut
panas hidrasi rendah dan
diperlukan setting time yang lama
V Ketahanan yang tinggi
terhadap sulfat
Bangunan dalam lingkungan
asam, tangki bahan kimia dan
pipa bawah tanah
c. Penyimpanan semen:
o Silo harus kedap air
o Lantai gudang tidak lembab
o Tinggi timbunan sak semen maksimum 2 m
o Suhu ruang tidak boleh lebih dari 70 o
C
o Kapasitas gudang mampu untuk stok 20 hari dan tergantung
kelancaran pengiriman
o Stok yang telah disimpan lebih dari 3 bulan tidak boleh dipakai
d. Setting Time Semen
Waktu yang dibutuhkan oleh semen untuk mulai
mengadakan proses pengikatan
Setting time :
setting time awal (initial)
setting time akhir (final)
24. Pemilihan material II-2
Setting time awal
Waktu yang dibutuhkan semen sejak saat bereaksi dengan air
sampai didapat pasta semen yg mulai kaku dan mulai tidak dapat
dikerjakan (kehilangan sebagian sifat plastisnya)
Setting time akhir
Waktu yg dibutuhkan semen sejak bereaksi dengan air sampai
didapat suatu padatan dari pasta semen yang utuh dan tidak
dapat dirubah bentuknya
P r o s e s h a r d e n i n g
F i n a l s e t t i n g t i m e
d i d a p a t p a s t a s e m e n
F S T y g p a d a t d a n u t u h
d a n b e n t u k n y a t i d a k
d a p a t d i r u b a h
I n i t i a l s e e t i n g t i m e
P a s t a s e m e n m u l a i
t i d a k d a p a t d i r u b a h
t a p i m a s i h a d a b a g i a n
y a n g p l a s t i s
D o r m a n P e r i o d e
P e r i o d e d i m a n a p a s t a
s e m e n m a s i h p l a s t i s
d a n m a s i h b i s a
d i b e n t u k
I S T
D P
T i t i k P C
m u l a i b e r e a k s i
d e n g a n a i r
Gambar 2.1. Setting Time Semen
Tabel 2.2 Perkiraan Komposisi Berbagai Tipe Standar Semen Portland
Type Tricalcium
Silicate
(C3S)
%
Dicalcium
Silicate (C2S)
%
Tricalcium
Aluminate
(C3A)
%
Tetracalcium
Aluminoferrite
(C4AF)
%
Air permeability
specific surface
m2
/kg
I 42-65 10-30 0-17 6-18 300-400
II 35-60 15-35 0-8 6-18 280-380
III 45-70 10-30 0-15 6-18 450-600
IV 20-30 50-55 3-6 8-15 280-320
V 40-60 15-40 0-5 10-18 290-350
25. Pemilihan material II-3
• memperoleh workability yang baik
2.2 AGREGAT
Butiran mineral dengan ukuran diameter & gradasi butiran tertentu yang
apabila dicampur dengan semen & air akan menghasilkan beton
Tujuan penggunaan agregat
• sumber kekuatan dari beton
• menghemat semen
• memperkecil tingkat penyusutan beton
• mencapai kepadatan beton yang maksimal
a. Agregat harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:
o ASTM C33. Spesifikasi agregat untuk beton
o SNI 03-2461-1991. Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.
b. Spesifikasi umum:
o Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal
sehingga kuat tekan beton besar.
o Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material
beton lainnya.
o Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton
yang dihasilkan padat dan awet.
o Gradasi sesuai spesifikasi teknik yang diminta (dapat dilihat pada poin
2.2a) dan hindari gap graded aggregate karena akan membutuhkan
semen lebih banyak untuk mengisi rongga dan harga satuan beton akan
menjadi lebih mahal.
o Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan
jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat
total agregat.
o Kadar lumpur agregat tidak boleh melampaui standar pada Butir (a),
karena akan berpengaruh pada kuat tekan beton. Lihat Gambar 2.2
c. Ukuran maksimum agregat kasar harus tidak melebihi:
o 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun
o 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
o ¾ jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan, kawat-
kawat, bundel tulangan, tendon-tendon prategang atau
selongsong-selongsong.
26. Pemilihan material II-4
Gambar 2.2. Grafik Perbandingan Kuat Tekan Beton
( Penelitian Pengaruh Perbedaan Kadar Lumpur Pasir)
a. Agregat Kasar
Agregat dengan φ butiran >5 mm
Jenis agregat kasar:
1. Alami ⇒ hasil desintegrasi alam (kerikil), dengan penggolongan:
- kerikil halus ⇒ φ 0,5 - 10 mm
- kerikil sedang ⇒ φ 10 - 20 mm
- kerikil kasar ⇒ φ 20 - 40 mm
- kerikil kasar sekali ⇒ φ 40 - 70 mm
2. Hasil pemecahan ⇒ dengan stone crusher, dengan penggolongan:
⇒ φ 0,5 - 10 mm (screen)
⇒ φ 10 - 20 mm
⇒ φ 20 - 40 mm
⇒ φ 40 - 80 mm
b. Agregat Halus
Agregat dengan φ butiran antara 0,14 s/d 5,0 mm
Jenis agregat halus :
buatan → pasir hasil pemecahan
alami → pasir gunung, pasir sungai, pasir laut
Agregat halus sangat berperanan dalam menentukan :
kemudahan pengerjaan → workability
kekuatan beton → strength
keawetan beton → durability
27. Pemilihan material II-5
Pemakaian Kerikil dibanding Batu Pecah
Keuntungan:
harga lebih murah
dengan workability yg sama pasta semen terpakai lebih sedikit
⇒ harga beton per m3
akan lebih murah
Kerugian:
kontinuitas pengadaan kurang terjamin
ukuran butiran amat bervariatif
permukaannya relative halus sehingga daya ikatnya kurang ⇒
sulit mencapai mutu beton tinggi
kandungan lumpur relatif tinggi
2.3 AIR
Fungsi air dalam beton:
• Bahan penghidrasi semen, agar semen bisa berfungsi sebagai
bahan pengikat
• Bahan pelumas, yaitu mempermudah proses pencampuran agregat
& semen serta mempermudah pelaksanaan pengecoran beton
(workability)
a. Air untuk campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan yang
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton ataupun tulangan.
b. Air pencampur yang digunakan untuk beton prategang atau pada beton
yang didalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang
terkandung didalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
28. Pemilihan material II-6
Tabel 2.3. Kandungan Ion Klorida Maksimum untuk Perlindungan Baja
Tulangan Terhadap Korosi
Jenis Komponen
Struktur
Ion Klorida terlarut (Cλ-
)
pada Beton
% thd Berat Semen
Beton prategang 0.06
Beton bertulang yang
terpapar klorida selama masa
layannya
0.15
Beton bertulang yang dalam
kondisi kering atau terlindung
dari air selama masa
layannya
1.00
Konstruksi beton bertulang
lainnya
0.30
Catatan: Untuk beton keras umur 28 hingga 42 hari
Bila dilakukan pengujian untuk menentukan kandungan ion klorida yang
dapat larut dalam air, prosedur uji harus sesuai dengan ASTM C1218
c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
o Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
o Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar harus
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan
serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai
dengan ”Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis
(menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 cm)” ASTM
C109
o Bila terpaksa menggunakan air laut, disarankan hanya untuk beton
tanpa tulangan dengan kandungan maksimal garam terlarut 35.000
ppm
o Hindari penggunaan air dengan dengan pH≤3
Alat Ukur Nilai Slump
29. Pemilihan material II-7
Jumlah Air Optimum (JAO)
Adalah jumlah air dalam suatu rancangan campuran beton yang menghasilkan
tingkat kemudahan pengecoran yang sesuai dengan tuntutan (dinyatakan dengan
SLUMP)
• Jika jumlah air<JAO
o Dalam batas tertentu kuat tekan akan naik
o Pengecoran lebih sulit
o Daya pelumasan material oleh air berkurang (ditunjukkan oleh nilai slump
yang lebih kecil)
o Proses pengecoran dituntut lebih singkat dan diperlukan pemadatan ekstra
agar didapat beton yang tidak keropos
• Jika jumlah air>JAO
o Kuat tekan beton akan turun
o Pengecoran lebih mudah
o Bisa terjadi segregasi (pemisahan butiran)
o Cenderung terjadi penyusutan (air kelebihan akan menguap meninggalkan
pori-pori beton)
2.4 BAHAN TAMBAHAN
a. Spesifikasi umum:
Kalsium klorida atau bahan tambahan yang mengandung klorida tidak boleh
digunakan pada beton prategang, beton dengan aluminium tertanam, atau
beton yang dicor dengan menggunakan bekisting baja galvanis.
b. Jenis-jenis bahan tambahan:
Ada dua kategori bahan tambahan, yaitu admixture dan aditif. Admixture
merupakan bahan tambahan kimiawi yang dapat mengubah sifat beton secara
kimia sedangkan aditif merupakan bahan tambahan yang hanya berfungsi
sebagai filler dan tidak mengubah sifat secara kimiawi.
Macam-macam admixture:
o Water Reducer/Plasticiser/Super Plasticiser
Berfungsi mengurangi jumlah air dan semen dengan kekuatan beton yang
dihasilkan tetap dan meningkatkan keplastisan beton untuk pengecoran di
tempat-tempat yang sulit (karena pengecoran tersebut membutuhkan nilai
slump tinggi sehingga bahan tambahan ini lebih dipilih daripada menambah
air).
o Viscosity Modifying Admixture (VMA)
Memodifikasi kohesi (biasanya digunakan untuk self-compacting concrete)
tanpa mengubah fluiditas secara signifikan.
o Retarder
Memperlambat pengikatan awal, digunakan untuk pengecoran jarak jauh dan
mass concrete yang perlu panas hidrasi rendah.
30. Pemilihan material II-8
Ketiga bahan tambahan diatas ataupun campuran
ketiganya harus memenuhi ASTM C494. Spesifikasi
bahan tambahan kimiawi untuk beton atau ASTM C1017.
Spesifikasi untuk bahan tambahan kimiawi untuk
menghasilkan beton dengan kelecakan yang tinggi.
o Accelerator
Mempercepat pengikatan dan pengerasan awal beton, digunakan untuk
pengecoran yang berhubungan dengan air/efisiensi waktu pemakaian
cetakan.
o Air Entraining
Menambah gelembung udara pada beton, dapat mengurangi bleeding,
mengurangi kebutuhan air dan mengurangi segregasi. Digunakan untuk
pengecoran dengan concrete pump. Harus memenuhi SNI 03-2496-1991.
Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung untuk beton.
Macam-macam aditif:
o Abu Terbang
Harus memenuhi ASTM C618. Spesifikasi untuk abu terbang dan
pozzolan alami murni atau terkalsinasi untuk digunakan sebagai bahan
tambahan mineral pada beton semen portland. Meningkatkan kohesi dan
mengurangi sensitivitas terhadap perubahan-perubahan kadar air, tetapi
harus dijaga agar kadarnya tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan pasta
menjadi terlalu kohesif sehingga dapat menghambat daya alir.
o Mineral filler
Misalnya batu kapur, dolomite, dll. Distribusi ukuran partikel, bentuk dan
daya serap air mempengaruhi kebutuhan air.
o Kerak Tungku Pijar yang diperhalus
Harus memenuhi ASTM C989. Spesifikasi untuk kerak tungku pijar yang
diperhalus untuk digunakan pada beton dan mortar. Mengurangi panas
hidrasi, tetapi setting time menjadi lebih lama, pemakaian aditif jenis ini
juga meningkatkan resiko segregasi.
o Silica Fume
Harus sesuai dengan ASTM C1240. Spesifikasi untuk silika fume untuk
digunakan pada beton dan mortar semen-hidrolis. Meningkatkan kohesi
dan daya tahan segregasi, serta mengurangi atau menghilangkan
bleeding tetapi jika terlalu banyak dapat menimbulkan percepatan
pembentukan kerak di permukaan beton, yang akan menghasilkan cold-
joint atau cacat permukaan.
o Aditif lainnya
Metakaolin, pozzolan alami, dan bahan pengisi halus lainnya dapat
digunakan, tetapi akibat-akibat yang ditimbulkan perlu dievaluasi secara
khusus dan hati-hati terhadap akibat jangka pendek dan panjang yang
timbul terhadap beton.
31. Pemilihan material II-9
2.5 SERAT
Baik serat metalik maupun polymer dapat digunakan.
Serat polymer dapat digunakan untuk membantu mencegah settlement
dan retak/crack akibat plastic shrinkage.
Serat besi maupun serat polymer struktural berukuran panjang digunakan
untuk memodifikasi daktilitas beton yang telah mengeras. Jumlah dan
ukuran panjangnya dipilih berdasarkan ukuran maksimum agregat dan
syarat struktural.
33. Perencanaan campuran beton III-1
3.1 TATA CARA PEMBUATAN RENCANA
CAMPURAN BETON NORMAL,
SNI T-15-1990-03
a. Penentuan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu
Yaitu kuat tekan beton dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu
hanya sebesar 5% saja.
b. Penetapan deviasi standar (sd)
Ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan
pencampuran betonnya.
Tabel 3.1 Nilai Deviasi Standar
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan Sd (Mpa)
Memuaskan 2.8
Sangat baik 3.5
Baik 4.2
Cukup 5.6
Jelek 7.0
Tanpa kendali 8.4
1). Jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa
pada masa yang lalu. Jumlah data hasil uji minimum 30 buah (satu data
hasil uji kuat tekan adalah hasil rata-rata dari uji tekan dua silinder yang
dibuat dari contoh beton yang sama dan diuji pada umur 28 hari atau
umur pengujian lain yang ditetapkan). Jika jumlah data uji kurang dari
30, maka dilakukan koreksi dengan suatu faktor pengali nilai deviasi
standar.
Tabel 3.2 Faktor Pengali Deviasi Standar
Jumlah Data 30 25 20 15 <15
Faktor Pengali 1.0 1.03 1.08 1.16 Tidak boleh
2). Jika pelaksana tidak mempunyai catatan hasil pengujian beton serupa
pada masa yang lalu/bila data hasil uji kurang dari 15 buah, maka nilai
margin langsung diambil sebesar 12 Mpa.
34. Perencanaan campuran beton III-2
c. Penghitungan nilai tambah (M)
o Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 Mpa, maka langsung ke
Langkah d
o Jika nilai tambah dihitung berdasarkan deviasi standar Sd, maka
dilakukan dengan rumus berikut:
M = k * Sd
Dengan: M = Nilai tambah, Mpa
k = 1.64
Sd = deviasi standar, MPa
d. Penetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan
fcr’ = fc’ + M
Dengan: fcr’ = Kuat tekan rata-rata, MPa
fc’ = Kuat tekan yang disyaratkan, MPa
M = Nilai tambah, Mpa
e. Penetapan jenis semen Portland
Lihat macam-macam semen pada Poin 2.1.b
f. Penetapan jenis agregat
Lihat poin 2.2 dan dipilih agregat alami atau batu pecah.
g. Tetapkan faktor air semen dengan salah satu dari dua cara berikut:
o Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder
beton yang direncanakan pada umur tertentu. Lihat Gambar 3.1
Gambar 3.1 Hubungan Faktor Air Semen dan Kuat Tekan Rata-Rata
Silinder Beton (Sebagai Perkiraan FAS)
35. Perencanaan campuran beton III-3
o Berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata yang
direncanakan pada umur tertentu. Lihat Tabel 3.3 dan Gambar 3.2
Langkahnya sebagai berikut:
• Tabel 3.3 Dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur
beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton
yang akan diperoleh jika dipakai faktor air semen 0.5.
Tabel 3.3 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan FAS 0.5
Umur (hari)Jenis
Semen
Jenis Agregat Kasar
3 7 28 91
Alami 17 23 33 40
I, II, V
Batu pecah 19 27 37 45
Alami 21 28 38 44
III
Batu pecah 25 33 44 48
• Gambar 3.2 Lukislah titik A pada Gambar 3.2, dengan FAS 0.5
sebagai absis dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 3.3
sebagai ordinat. Dari titik A dibuat grafik baru yang bentuknya sama
dengan dua grafik yang sudah ada didekatnya. Selanjutnya tarik garis
mendatar dari sumbu tegak di kiri pada kuat tekan rata-rata yang
dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut, lalu ditarik
kebawah untuk mendapatkan FAS yang dicari.
Gambar 3.2 Grafik Mencari Faktor Air-Semen
36. Perencanaan campuran beton III-4
h. Penetapan faktor air semen maksimum
Lihat Tabel 3.4 Jika FAS maksimum ini lebih rendah dari langkah g, maka
FAS maksimum ini yang digunakan.
Tabel 3.4 FAS Maksimum untuk Berbagai Pembetonan & Lingkungan
Khusus
Jenis Pembetonan FAS Maksimum
Beton didalam ruang bangunan:
a. Keadaan keliling non-korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan
oleh kondensasi atau uap korosi
0.60
0.52
Beton diluar ruang bangunan:
a.Tidak terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
b.Terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
0.55
0.60
Beton yang masuk kedalam tanah:
a.Mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti
b.Mendapat pengaruh sulfat dan alkali
dari tanah
0.55
Tabel 3.8
Beton yang selalu berhubungan dengan
air tawar/payau/laut
Tabel 3.9
i. Penetapkan nilai slump
Penetapan nilai slump dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan
pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan dan jenis strukturnya.
Misal: pengecoran dengan conncrete pump membutuhkan nilai slump
besar, pemadatan dengan vibrator dapat dilakukan dengan nilai slump
yang agak kecil. Lihat Tabel 3.5 sebagai pertimbangan.
Pengukuran Nilai Slump
37. Perencanaan campuran beton III-5
Tabel 3.5 Penetapan Nilai Slump
Pemakaian Beton Maks Min
Dinding, plat fondasi dan fondasi
telapak bertulang
12.5 5.0
Fondasi telapak tidak bertulang,
kaison dan struktur dibawah tanah
9.0 2.5
Pelat, balok, kolom dan dinding 15.0 7.5
Pengerasan jalan 7.5 5.0
Pembetonan masal 7.5 2.5
Tabel 3.6 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (Liter)
Slump (mm)Besar
Ukuran
Maksimum
Kerikil (mm)
Jenis
Batuan 0-10 10-30 30-60 60-180
10 Alami
Batu
pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 Alami
Batu
pecah
135
170
160
190
180
210
195
225
40 Alami
Batu
pecah
115
155
140
175
160
190
175
205
Catatan:
• Koreksi suhu diatas 20o
C, setiap kenaikan 5O
C harus ditambah air 5
liter per m3
adukan beton
• Kondisi permukaan: untuk permukaan agregat yang kasar harus
ditambah air ± 10 liter per m3
adukan beton
j. Penetapan besar butir agregat maksimum
Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai
terkecil dari ketentuan pada poin 2.2.c
k. Penetapan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton,
berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan slump yang
diinginkan. Lihat Tabel 3.6
Jika menggunakan agregat halus dan agregat kasar dari jenis yang
berbeda (alami dan pecahan), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus:
A = 0.67Ah + 0.33 Ak
Dengan: A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m3
)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
38. Perencanaan campuran beton III-6
l. Hitung berat semen yang diperlukan
Dihitung dengan membagi jumlah air dari Langkah k dengan FAS
yang diperoleh pada Langkah g dan h
m. Hitung kebutuhan semen minimum
Ditetapkan dengan Tabel 3.7-3.9. Kebutuhan semen minimum ini
ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan
khusus, misalnya: lingkungan korosif, air payau dan air laut.
Tabel 3.7 Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
Jenis Pembetonan
Semen
Minimum
(kg/m3
beton)
Beton didalam ruang bangunan:
a. Keadaan keliling non-korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
275
325
Beton diluar ruang bangunan:
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari
langsung
325
275
Beton yang masuk kedalam tanah:
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-
ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
325
Tabel 3.8
Beton yang selalu berhubungan dengan air
tawar/payau/laut
Tabel 3.9
39. Perencanaan campuran beton III-7
Tabel 3.8 Kebutuhan Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk Beton yang
Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung Sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3)
Dalam Tanah
Total
SO3
SO3
dalam
campuran
air:tanah
= 2:1
(g/lt)
SO3
dalam air
tanah
(g/lt)
Jenis Semen
Kandungan
semen minimum
(kg/m3
)
Ukuran Maks.
Agregat (mm)
40 20 10
Faktor
Air
Semen
(FAS)
Maksim
um
<0.2 <0.1 <0.3
Tipe I dengan atau
tanpa Pozzolan
(15-40%)
280 300 350
0.5
0.2-0.5 1.0-1.9 0.3-1.2
Tipe I tanpa
Pozzolan
Tipe I dengan
Pozzolan (15-40%)
Atau
Semen Portland
Pozzolan
Tipe II atau V
290
270
250
330
310
290
380
360
430
0.5
0.55
0.55
0.5-1.0 1.9-3.1 1.2-2.5
Tipe I dengan
Pozzolan (15-40%)
Atau
Semen Portland
Pozzolan
Tipe II atau V
340
290
380
330
430
380
0.45
0.5
1.0-2.0 3.1-5.6 2.5-5.0 Tipe II atau V 330 370 420 0.45
>2.0 >5.6 >5.0
Tipe II atau V dan
lapisan pelindung 330 370 420 0.45
40. Perencanaan campuran beton III-8
n. Penyesuaian kebutuhan semen
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari Langkah l ternyata lebih
sedikit daripada Langkah m, maka kebutuhan semen harus dipakai yang
minimum (yang nilainya lebih besar)
o. Penyesuaian jumlah air atau FAS
Jika jumlah semen ada perubahan akibat Langkah n, maka nilai faktor air
semen berubah. Dalam hal ini dilakukan dua cara berikut:
• Cara pertama, faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi
jumlah air dengan jumlah semen minimum
• Cara kedua, jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen
minimum dengan faktor air semen
Catatan: Cara pertama akan menurunkan faktor air semen, sedangkan
cara kedua akan menaikkan jumlah air yang diperlukan
p. Penentuan daerah gradasi agregat halus
Klasifikasikan daerah gradasi agregat dengan menggunakan Tabel 3.10.
q. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar
Diperlukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik. Pada
langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat
agregat campuran. Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar
butir maksimum agregat kasar, nilai slump, FAS dan daerah gradasi
agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan Gambar 3.3-3.5 dapat
diperoleh persentase berat agregat halus terhadap berat agregat
campuran
Tabel 3.9 Kebutuhan Semen Minimum dan FAS Maksimum untuk Beton
Bertulang/Prategang Kedap Air
Berhubungan
dengan:
FAS
Maksimum
Tipe Semen
Kandungan semen
minimum
Ukuran Maksimum
Agregat (mm)
40 20
Air tawar 0.50 Semua tipe I-V 280 300
Air payau
0.45
0.50
Tipe I + Pozzolan
(15-40%)
Atau Semen Portland
Pozzolan
Tipe II atau V
340 380
290 330
Air laut 0.45 Tipe II atau V 330 370
41. Perencanaan campuran beton III-9
Tabel 3.10 Batas Gradasi Pasir
Persen Berat Butir yang Lewat AyakanLubang
Ayakan
(mm)
1 2 3 4
10.00 100 100 100 100
4.80 90-100 90-100 90-100 95-100
2.40 60-95 75-100 85-100 95-100
1.20 30-70 55-90 75-100 90-100
0.60 15-34 35-59 60-79 80-100
0.30 5-20 8-30 12-40 15-50
0.15 0-10 0-10 0-10 0-15
Gambar 3.3 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat
Keseluruhan untuk ukuran Butir Maksimum 10 mm
Gambar 3.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat
Keseluruhan untuk ukuran Butir Maksimum 20 mm
42. Perencanaan campuran beton III-10
Gambar 3.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat
Keseluruhan untuk kuran Butir Maksimum 40 mm
r. Berat jenis agregat campuran
Bj camp = P/100*bj ag hls + K/100*bj ag ksr
Dengan: Bj camp = Berat jenis agregat campuran
Bj ag hls = Berat jenis agregat halus
Bj ag ksr = Berat jenis agregat kasar
P = Persentase agregat halus terhadap agregat
campuran
K = Persentase agregat kasar terhadap agregat
campuran
Berat jenis agregat halus dan kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan
laboratorium, namun jika tidak ada dapat diambil sebesar 2.60 untuk
agregat tak dipecah dan 2.70 untuk agregat pecahan
s. Penentuan berat jenis beton
Menggunakan data berat jenis agregat campuran dari Langkah r dan
kebutuhan air tiap meter kubik betonnya, maka dengan grafik pada
Gambar 3.6 dapat diperkirakan berat jenis betonnya. Caranya:
• Dari berat jenis agregat campuran pada langkah q dibuat garis
kurva berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis kurva yang
paling dekat dengan garis kurva pada Gambar 3.6.
• Kebutuhan air yang diperoleh pada Langkah k dimasukkan dalam
Gambar 3.6 dan dari nilai ini ditarik garis vertikal keatas sampai
mencapai kurva yang dibuat pada langkah pertama
• Dari titik potong ini, tarik garis horisontal kekiri sehingga diperoleh
nilai berat jenis beton
43. Perencanaan campuran beton III-11
t. Kebutuhan agregat campuran
Dihitung dengan cara mengurangi berat beton per meter kubik dikurangi
kebutuhan air dan semen
u. Hitung berat agregat halus yang dibutuhkan, berdasarkan hasil Langkah
q dan r. Kebutuhan agregat halus diperoleh dengan cara mengalikan
kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya
v. Hitung berat agregat kasar yang diperlukan, berdasarkan hasil Langkah r
dan s. Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi
kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering muka, sehingga di lapangan yang pada umumnya
keadaan agregatnya tidak jenuh kering muka, harus dilakukan koreksi
terhadap kebutuhan bahannya. Koreksi harus dilakukan minimum satu kali
per hari.
Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus berikut:
Air = A-[(Ah-A1)/100]xB-[(Ak-A2)/100]xC
Agregat halus = B+[Ah-A1)/100]xB
Agregat kasar = C+[(Ak-A2)/100]xC
Dengan:
A = Jumlah kebutuhan air (liter/m3
)
B = Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3
)
C = Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3
)
Ah = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air pada agregat halus jenuh kering-muka (%)
A2 = Kadar air pada agregat kasar jenuh kering-muka (%)
Gambar 3.6 Grafik Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat
Campuran dan Berat Beton
44. Perencanaan campuran beton III-12
Untuk mempermudah dapat mempergunakan formulir isian di bawah ini:
Tabel 3.11 Formulir Perancangan Adukan Beton
45. Perencanaan campuran beton III-13
3.2 Tata Cara Perancangan Proporsi Campuran
beton Normal SNI 03-2847-2002 Poin 7.3
14
Gambar 3.7 Diagram Air Perancangan Proporsi Campuran Berdasarkan
SNI 03-2847-2002
46. Perencanaan campuran beton III-14
Tabel 3.12 Faktor Modifikasi untuk Deviasi Standar Jika Jumlah
Pengujian Kurang Dari 30 Contoh
Jumlah Pengujian
Faktor Modifikasi untuk Deviasi
Standar
<15 contoh Gunakan Tabel 15
15 contoh 1.16
20 contoh 1.08
25 contoh 1.03
30 contoh atau lebih 1.00
Catatan: Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada diantara nilai-nilai
diatas
Kuat tekan rata-rata perlu f’cr ditentukan sebagai dasar pemilihan proporsi
campuran beton harus diambil sebagai nilai terbesar dari persamaan 1 atau 2
dibawah ini:
f’cr = f’c + 1.34 S......................................(1)
f’cr = f’c + 2.33 S -3.5...............................(2)
Tabel 3.13 Kuat Tekan Rata-Rata Perlu Jika Data Tidak Tersedia Untuk
Menetapkan Deviasi Standar
Persyaratan Kuat Tekan, f’c
MPa
Kuat Tekan Rata-Rata Perlu, f’cr
MPa
Kurang dari 21 f’c + 7.0
21-35 f’c + 8.5
Lebih dari 35 f’c + 10.0
47. Perencanaan campuran beton III-15
Pasal 7.3(3(2)) SNI 03-2847-2002, menyebutkan tentang pembuatan proporsi
campuran beton yang diperoleh dari campuran percobaan yang dapat digunakan
jika batas-batas ini dipenuhi:
o Kombinasi bahan yang digunakan harus sama dengan yang digunakan pada
pekerjaan yang akan dilakukan.
o Campuran percobaan yang memiliki proporsi campuran dan konsistensi yang
diperlukan untuk pekerjaan yang akan dilakukan harus dibuat menggunakan
sekurang-kurangnya tiga jenis rasio air-semen yang berbeda-beda untuk
menghasilkan suatu kisaran kuat tekan beton yang mencakup kuat rata-rata
perlu f’cr
o Campuran uji harus direncanakan untuk menghasilkan kelecakan dengan
kisaran ±20 mm dari nilai maksimum yang diizinkan, dan untuk beton dengan
bahan tambahan penambah udara, kisaran kandungan udaranya dibatasi
±0.5% dari kandungan udara maksimum yang diizinkan
o Untuk setiap rasio air-semen, sekurang-kurangnya harus dibuat tiga buah
contoh silinder uji untuk masing-masing umur uji dan dirawat sesuai dengan
SNI 03-2492-1991. Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
Laboratorium. Silinder harus diuji pada umur 28 hari atau pada umur uji yang
ditetapkan untuk penentuan f’c
o Dari hasil uji silinder tersebut harus diplot kurva yang memperlihatkan
hubungan antara rasio air-semen atau kadar semen terhadap kuat tekan
pada umur uji yang ditetapkan
o Rasio air-semen maksimum atau kadar semen minimum untuk beton yang
akan digunakan pada pekerjaan yang akan dilakukan harus seperti yang
diperlihatkan pada kurva untuk menghasilkan kuat rata-rata yang sesuai
dengan syarat-syarat diatas, kecuali bila rasio air semen yang lebih rendah
atau kuat tekan yang lebih tinggi disyaratkan sesuai Pasal 6 SNI 03-2847-
2002.
Pasal 6 SNI 03-2847-2002. Persyaratan Keawetan Beton
6.1 Rasio air-semen
Rasio air semen yang disyaratkan pada Tabel 3.14 dan Tabel 3.15 harus
dihitung menggunakan berat semen, sesuai dengan ASTM C150, ASTM
C595 M atau ASTM C845 ditambah dengan berat abu terbang dan
pozzolan lainnya sesuai dengan ASTM C618, kerak sesuai dengan ASTM
C989 dan silica fume sesuai dengan ASTM C1240 bilamana digunakan.
48. Perencanaan campuran beton III-16
6.2 Pengaruh lingkungan
Tabel 3.14 Persyaratan Beton untuk Lingkungan Khusus
Kondisi Lingkungan
Rasio air-
semen
maksimum1
f’c
minimum2
MPa
Beton dengan permeabilitas rendah
yang terkena pengaruh lingkungan air
0.50 28
Untuk perlindungan tulangan terhadap
korosi pada beton yang terpengaruh
lingkungan yang mengandung klorida
dari garam atau air laut
0.40 35
Catatan:
1. Dihitung terhadap berat dan berlaku untuk beton normal
2. Untuk beton berat normal dan beton berat ringan
Struktur Pelabuhan,: Salah Satu Contoh Beton dalam Pengaruh Air Laut
6.3 Pengaruh lingkungan yang mengandung sulfat
o Beton yang dipengaruhi oleh lingkungan yang mengandung sulfat
yang terdapat dalam larutan atau tanah harus memenuhi pada
Tabel 3.15, atau harus terbuat dari semen tahan sulfat dan
mempunyai rasio air-semen maksimum dan kuat tekan minimum
sesuai dengan Tabel 3.15
49. Perencanaan campuran beton III-17
Tabel 3.15 Persyaratan untuk Beton yang Dipengaruhi oleh Lingkungan
Yang Mengandung Sulfat
Papara
n
Lingku-
ngan
Sulfat
Sulfat
(SO4
)
Dalam
Tanah
yang
Dapat
Larut
Dalam Air
Persen
terhadap
berat
Sulfat
(SO4
)
Dalam Air
Mikron
gram per
gram
Jenis Semen
Rasio Air-
Semen
Maksimum
dalam
Berat
(Beton
Berat
Normal)
f’c
minimum
(Beton
berat
normal
dan
ringan)
MPa
Ringan 0.00-0.10 0-150 - - -
Sedan
g
0.10-0.20 150-1500
II,IP(MS),
IS(MS),P(MS)
,
I(PM)(MS),
I(SM)(MS)*
0.5 28
Berat 0.20-2.00
1500-
1000
V
0.45 31
Sangat
berat
>2.00 >10000 V+Pozzolan 0.45 31
Catatan:
*Semen campuran sesuai ketentuan ASTM C595
50. Perencanaan campuran beton III-18
6.4 Perlindungan tulangan terhadap korosi
o Tulangan didalam beton harus diberikan perlindungan terhadap korosi,
maka konsentrasi ion klorida maksimum yang dapat larut dalam air
pada beton keras umur 28-42 hari tidak boleh melebihi batasan pada
Tabel 3.15. Bila dilakukan pengujian untuk menentukan kandungan ion
klorida yang dapat larut dalam air, prosedur uji harus sesuai ASTM
C1218
o Persyaratan nilai rasio air-semen dan kuat tekan beton pada Tabel 3.14
dan persyaratan tebal selimut beton pada pasal 9.7 SNI 03-2847-2002
harus dipenuhi apabila beton akan berada pada lingkungan yang
mengandung klorida yang berasal dari air garam, air laut atau cipratan
dari sumber garam tersebut. Untuk tendon kabel prategang tanpa
lekatan dapat dilihat ketentuannya pada Pasal 20.16 SNI 03-2847-2002.
Pasal 7.4 SNI 03-2847-2002. Menyebutkan tentang perancangan campuran
tanpa berdasarkan data lapangan atau campuran percobaan.
o Jika data hasil uji pekerjaan beton sebelumnya tidak tersedia, maka
proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan percobaan atau
informasi lainnya, bilaman hal tersebut disetujui oleh pengawas lapangan.
Kuat tekan rata-rata perlu, f’cr beton yang dihasilkan dengan bahan yang
mirip dengan yang akan digunakan harus sekurang-kurangnya 8.5 Mpa
lebih besar daripada f’c yang disyaratkan. Alternatif ini tidak boleh
digunakan untuk beton dengan kuat tekan yang disyaratkan lebih besar
dari 28 Mpa.
o Campuran beton yang dirancang menurut butir ini harus memenuhi
persyaratan keawetan pada Pasal 6 (diatas) dan kriteria pengujian kuat
tekan pada Pasal 7.6 SNI 03-2847-2002
52. Pelaksanaan IV-1
4.1 PENCAMPURAN/MIXING
a. Site-Mix
1. Standar pencampuran ini hanya untuk beton normal (dengan berat jenis
2200 kg/m3
-2500 kg/m3
) dan tidak menggunakan bahan tambahan.
Pencampuran dengan bahan tambahan diatur oleh petunjuk
penggunaan bahan tambahan yang digunakan.
2. Alat pencampur yang digunakan harus mempunyai alat pemutar
dengan mesin, baik mollen, winget, pan mixer atau batching plant, yang
dibagi dalam dua golongan, yaitu:
• Golongan 1: Mesin pencampur dengan blade berputar sendiri,
contoh: pan mixer dan batching plant
• Golongan 2: Mesin pencampur dan blade berputar bersamaan,
contoh: mollen dan winget
Pencampuran
a. Semua bahan beton harus diaduk secara seksama hingga campuran
seragam dan harus dituangkan seluruhnya sebelum pencampur diisi
kembali.
b. Outlet mixer jangan sampai menimbulkan segregasi waktu beton
dituang.
c. Beton siap pakai harus dicampur dan diantarkan sesuai persyaratan
SNI 03-4433-1997. Spesifikasi beton siap pakai atau ASTM C685.
Spesifikasi untuk beton yang dibuat melalui penakaran volume dan
pencampuran menerus.
53. Pelaksanaan IV-2
d. Adukan beton yang dicampur di lapangan harus dibuat sebagai
berikut:
1) Urutan pemasukan material kedalam mesin pencampur harus
dimulai dengan agregat kasar, agregat halus kemudian semen.
Setelah semen dimasukkan, putar mesin pengaduk selama 1/2
menit kemudian baru dimasukkan air (air dan bahan tambahan,
bila tidak terdapat ketentuan lain tentang penggunaan bahan
tambahan). Kemudian lakukan pengadukan sesuai waktu yang
ditentukan.
2) Mesin pencampur harus diputar dengan kecepatan yang
disarankan oleh pabrik pembuat. Jika tidak ada, dapat
menggunakan pendekatan pada Tabel 4.1
3) Pencampuran harus dilakukan secara terus-menerus selama
sekurang-kurangnya 1,5 menit (lihat Tabel 4.1) setelah semua
bahan berada dalam wadah pencampur, kecuali bila dapat
diperlihatkan bahwa waktu yang lebih singkat dapat memenuhi
persyaratan uji keseragaman campuran SNI 03-4433-1997.
Spesifikasi beton siap pakai.
4) Pengolahan, penakaran dan pencampuran bahan harus
memenuhi aturan yang berlaku pada SNI 03-4433-1997.
Spesifikasi beton siap pakai.
5) Catatan rinci harus disimpan dengan data-data yang meliputi:
o Jumlah adukan yang dihasilkan
o Proporsi bahan yang digunakan
o Perkiraan lokasi pengecoran pada struktur
o Tanggal serta waktu pencampuran dan pengecoran
Tabel 4.1 Standar Waktu Minimum Pemutaran Alat Pencampur Beton
Jenis Mesin
Pencampur
Kapasitas Maksimum
(m3
)
Lama Pencampuran
Minimum (menit)
<1.0 1.5
1.0-2.5 2.0
2.5-3.0 2.5
3.0-5.0 3.0
Blade berputar sendiri
5.0-7.0 3.5
Blade berputar
bersamaan dengan
mesin
0.5 3.0
e. Toleransi berat pencampuran bahan beton:
o Semen dan air +/-2%
o Pasir +/-3%
o Agregat kasar +/-5%
o Air +/-2%
o Aditif +/-5%
54. Pelaksanaan IV-3
b. Ready-Mix
Penggunaan Beton pra-campur/ready-mix terutama digunakan untuk
pengecoran jumlah besar yang biasanya melayani proyek-proyek pada
skala besar atau melayani proyek-proyek di perkotaan. Penggunaan beton
pra-campur mengeliminasi waktu mixing oleh kontraktor, karena beton tiba
di lapangan dalam keadaan siap-tuang, yang perlu mendapat fokus
perhatian pada beton ini adalah kualitas beton dan penanganan di
lapangan.
1. Kontrol Kualitas
Dalam melakukan kontrol kualitas beton ready-mix, hal yang
penting adalah melakukan kontrol volume semen pada mix-design sebab
komponen semen merupakan komponen yang paling mahal dari
komposisi ready-mix.
Pada pengecoran dengan volume besar, kemungkinan terjadi
adanya kesalahan dalam keseragaman mutu yang disebabkan karena
kurang cermatnya operator instalasi berhubung banyaknya pengiriman di
berbagai tempat dengan mutu atau spesifikasi yang berbeda.
Dalam melakukan kontrol workabilitas beton sebelum dituang,
maka prosedur berikut dapat dilakukan:
a. Pastikan bahwa beton telah tercampur secara merata di dalam truk
mixer
b. Ambilah contoh bahan uji secukupnya
c. Lakukan uji slump pada contoh bahan uji tersebut
d. Bilamana hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka
muatan harus diterima. Tetapi bila hasilnya diluar batas, ambilah
kembali contoh bahan uji dari truk yang sama untuk dilakukan test
slump lagi
e. Bila tidak memenuhi, maka beton harus ditolak
2. Penanganan Beton Pra Campur di Lapangan
a. Site yang dilalui dan tempat parkir truk mixer harus kuat dan
mampu menahan muatan penuh dari truk pencampur yang
beratnya sekitar 24 ton, dan jelas bahwa jalanan ini harus lebih
kuat daripada yang diperlukan untuk lalu lintas biasa di lapangan.
Sehingga akan lebih ekonomis untuk membuat jalan masuk yang
memadai di awal pekerjaan, daripada pekerjaan ”tambal sulam”
permukaan tanah yang lemah. Disarankan untuk keadaan umum,
memberi perkerasan inti yang sangat padat setebal 200 mm atau
yang ekuivalen
b. Truk yang berjalan dekat sisi galian harus diperhatikan. Galian perlu
ditopang dengan baik untuk mencegah runtuhnya sisi galian akibat
berat kendaraan.
55. Pelaksanaan IV-4
4.2 PENGANGKUTAN
a. Semua peralatan untuk pengangkutan harus bersih.
b. Tidak boleh terjadi segregasi dan hilangnya plastisitas campuran
selama proses pengangkutan.
c. Diusahakan tidak timbul laitance/kelembapan tinggi diatas beton segar.
d. Waktu keluar dari batching sampai penuangan selesai tidak boleh lebih
dari 1,5 jam atau waktu total sampai dengan pengecoran selesai tidak
lebih dari tiga jam dan nilai slump masih memenuhi syarat
56. Pelaksanaan IV-5
4.3 PERSIAPAN LOKASI
a. Persiapkan site dengan baik, termasuk pada joint bekisting, pastikan
bahwa penempatan tulangan sudah benar (jika ada), pastikan
bekisting sudah rata, kuat dan tersangga dengan benar.
b. Semua sampah, kotoran dan genangan air harus dihilangkan dari
cetakan yang akan diisi beton.
c. Cetakan harus dilapisi zat pelumas permukaan sehingga mudah
dibongkar.
d. Bila ada bagian yang menggunakan batu bata, bagian dinding bata
pengisi yang akan bersentuhan dengan beton segar harus dalam
kondisi basah.
e. Tulangan harus benar-benar bersih dari lapisan yang mengganggu.
f. Sebelum beton dicor, air harus dibuang dari tempat pengecoran,
kecuali bila digunakan tremie.
g. Semua kotoran dan bagian permukaan yang dapat lepas atau yang
kualitasnya kurang baik harus dibersihkan sebelum pengecoran
lanjutan dilakukan pada permukaan beton yang telah mengeras.
h. Pengecoran diatas beton lama/batuan harus dibersihkan, dikasari,
dibasahi dan dilapisi dengan mortar/semen yang dibuat dengan
menggunakan air dan semen yang sama dengan yang dicor dan nilai
slump 15 cm terlebih dahulu, setebal 4-10 cm untuk mencegah lubang-
lubang dan menciptakan ikatan yang rapat. Atau gunakan bonding
agent.
i. Penundaan pengecoran ketika beton sudah siap di cor menyebabkan
penurunan kualitas akhir. Pastikan semua kegiatan diatas sudah
terlaksana sebelum beton siap dicor.
57. Pelaksanaan IV-6
4.4 PERALATAN PENGECORAN
a. Agitator Truck
• Agitator truck biasanya dipakai untuk mengirim beton ready-mix,
dengan drum yang berputar untuk mencegah beton mengalami setting,
berbeda dengan truck mixer yang mencampur beton sekaligus
mengangkutnya. Spesifikasi mixer dapat dilihat pada Poin 4.1 (diatas)
• Kontraktor harus mengecek nilai slump dari tiap batch individual untuk
mengetahui keseragaman konsistensi beton. Bila test ini
mengindikasikan adanya variasi nilai slump melebihi 50 mm, agitator
disarankan untuk tidak digunakan sampai kondisi tersebut diperbaiki
• Agitator harus terawat baik, dan tidak ada akumulasi beton keras dan
mortar didalamnya, blade dan setiap bagiannya harus diganti bila telah
aus sebesar 25 mm dari design pabriknya
• Beton harus sampai di site dan penuangan harus diselesaikan dalam
waktu 1.5 jam setelah air dimasukkan dalam campuran semen dan
agregat.
Dibawah ini diuraikan kapasitas dan spesifikasi rata-rata dari beberapa
agitator truck di pasaran:
Kapasitas geometris drum : 8-14 m3
Kapasitas pencampuran : 5-8 m3
Kecepatan putar drum : 0-18 rpm
Tekanan water system : 2bar
Volume water tank : 400-600 liter
Berat agitator truck kosong : 2800-3200 kg
Kecepatan maksimum : 60 km/jam
Satuan panjang: mm
58. Pelaksanaan IV-7
b. Concrete Pump
• Concrete pump diperlengkapi dengan pipa yang panjangnya tergantung
jangkauan horisontalnya
• Ukuran maksimum agregat yang dapat dipompa hingga 63 mm (tetapi
tergantung juga pada spesifikasi pabrik)
• Diperlengkapi agitator pada feeding hopper-nya untuk mencegah beton
mengalami setting dan segregasi di lubang penyerapan
• Biasanya diperlengkapi dengan 3-5 section untuk Z-boom
Spesifikasi rata-rata alat:
Temperatur pengecoran optimal : -20 s.d +40 O
C
Jangkauan vertikal : 16-58 m
Jangkauan horizontal : 13-53 m
c. Tremie
Kedalaman jangkauan : 8-42 m
Tinggi alat dalam keadaan terlipat : 4.1-15.4 m
• Metode pengecoran beton didalam air melalui pipa atau tabung, tremie dapat
rigid maupun fleksibel
Output : 48-154 m3
/jam
• Beton dialirkan secara gravitasional dengan mesin pengaduk beton yang
mengalirkan beton melalui bagian atas pipa atau dengan disambungkan secara
langsung melalui concrete pump
Tekanan dalam pipa : 71-130 bar
• Pengecoran dengan tremie bertujuan menghasilkan penuangan menerus yang
monolitik dibawah air tanpa menyebabkan turbulensi
Diameter pipa : 200x1400 – 280x2100 mm
Stroke : 18-34 per
menit
59. Pelaksanaan IV-8
d. Placing Boom
• Berupa tower yang terdiri dari substruktur turbular, kolom vertikal dan
boom/lengan yang dapat mengeluarkan aliran beton segar ke formwork
struktur
• Adanya instalasi alat untuk climbing dengan sistem hidrolis yang
dioperasikan dengan kabel remote control
• Placing boom dapat ditambah tingginya seiring dengan naiknya struktur
bangunan dan dapat berdiri hingga 100 ft (30.48 m) tanpa diikat pada
apapun
• Pergerakan angular pada boom joint-nya besar, sehingga dapat
menjangkau berbagai lokasi yang relatif luas
• Diperlukan 40 ft container untuk pengangkutan boom
Syarat pengecoran dengan tremie:
• Diameter minimum 250 mm
• Penetrasi tremie sekitar 3-4 inchi atau 8-10 cm
• Kadar semen minimum 7 sack tiap kubik yard/0.76 m3
• Slump berkisar 6-9 in
• Penuangan beton dan maneuver tremie harus dilakukan secara hati-
hati
• Pengantaran/ pengangkutan beton harus tiba ditempat tujuan dalam
jumlah yang cukup dan tepat waktu
Spesifikasi rata-rata alat:
Jangkauan horizontal : 16-50 m
Berat alat : 4050-9650 kg
Jumlah section dalam satu lengan : 4-5 buah
60. Pelaksanaan IV-9
e. Internal Vibrator
Pemilihan vibrator agar menghasilkan beton berkualitas adalah:
• Pilihlah vibrator terbesar dari kelasnya yang sesuai untuk jenis pekerjaan
• Hal penting yang perlu diperhatikan: udara terperangkap bergerak keatas
dalam campuran mulai 1-3 inch per detik (1 inch, pada nilai slump 0, 3
inch pada nilai slump 4-5 inch)
Spesifikasi umum rata-rata dari beberapa vibrator, antara lain:
Diameter head : 38-65 mm
Panjang vibrator : 345-490 mm
Berat : 2.2-9.2 kg
Protective hose : 4-5 m
Berat pengoperasian : 10.5-22.5 kg
Diameter pemadatan efektif
(tergantung konsistensi beton) : 50-120 cm
Getaran : 11000-14000 VPM
Lihat juga Bab VI Pengetahuan Beton Pracetak, Subbab Pemadatan. Pada Bab
tersebut diuraikan beberapa macam peralatan pemadatan yang dipakai pada
produksi beton pracetak, seperti: meja getar dan external vibrator.
Benar Salah
½ dari radius penggetaran
Internal Vibrator dengan Generator
61. Pelaksanaan IV-10
Vibrator tanpa Generator
4.5 PENGECORAN
Cara pengecoran dan pemadatan yang baik, akan menghasilkan ikatan yang
kuat antara pasta semen dan agregat serta akan mengisi bekisting secara
sempurna. Kedua faktor tersebut diatas berperan penting dalam memberikan
kekuatan dan tampilan terbaik pada beton yang dihasilkan.
Beton yang Tidak Boleh Digunakan
a. Beton yang telah mengeras sebagian/terkontaminasi bahan lain.
b. Beton yang ditambah air lagi atau beton yang telah dicampur ulang
setelah pengikatan awal, kecuali bila disetujui pengawas lapangan.
Pedoman Umum
a. Kontrol temperature-Jika memungkinkan, hindari pengecoran pada
cuaca yang panas, kering dengan kelembapan rendah atau cuaca
yang terlalu dingin dan berangin keras. Jika cuaca diprediksi akan
panas, kering atau berangin, maka subgrade/bekisting tempat beton
akan diletakkan harus dibasahi agar lembab.
Pastikan setiap langkah pekerjaan telah dipersiapkan dengan baik,
karena pada kondisi cuaca seperti diatas, tidak tersedia banyak waktu
untuk pengecoran, pemadatan, finishing dan perawatan beton.
62. Pelaksanaan IV-11
b. Segregasi-Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya
untuk menghindari terjadinya segregasi akibat penanganan kembali
atau akibat pengaliran.
c. Kontinu-Setelah dimulainya pengecoran, maka pengecoran tersebut
harus dilakukan secara menerus hingga mengisi secara penuh panel
atau penampang sampai batasnya atau sambungan yang ditetapkan
dan hindarkan terjadinya cold-joint.
d. Kontrol posisi-Kecepatan pengecoran harus sedemikian hingga agar
beton tetap dalam keadaan plastis dan dengan mudah dapat mengisi
ruang diantara tulangan, seluruh celah dan masuk hingga ke sudut
cetakan tetapi tidak menimbulkan pergerakan besi, bekisting serta
embedded material.
e. Kecepatan pengecoran-Untuk menghindari tekanan yang berlebihan
pada bekisting pada proyek-proyek besar, kecepatan pengecoran tidak
lebih dari 1,2 m vertikal tiap jamnya kecuali untuk kolom. Untuk
mencegah retak-retak, interval antara pengecoran slab, balok, dan
girder dengan pengecoran kolom dan dinding yang mendukungnya
minimal 4 jam, tetapi yang terbaik adalah 24 jam.
Cold-joint
f. Siar Pelaksanaan-Jika diperlukan siar pelaksanaan, maka sambungan
harus dibuat sesuai Subbab 8.4 SNI 03-2847-2002
g. Pengecoran berlapis-setiap lapisnya dibatasi maksimal setebal 50 cm
dengan satu kali operasi (ketebalannya tergantung dari tipe konstruksi,
ukuran bekisting dan jumlah tulangan) dan harus dipadatkan terlebih
dahulu sebelum pengecoran lapisan selanjutnya untuk mencegah
terjadinya lubang-lubang (sarang lebah). Lapisan selanjutnya segera
harus dituang sebelum lapisan sebelumnya mengalami pengikatan
awal.
63. Pelaksanaan IV-12
Hindarkan terjadinya over vibrate saat pemadatan lapisan, karena akan
menyebabkan segregasi dan permukaan yang lemah.
h. Tinggi jatuh maksimum-Jika menggunakan concrete pump, pengecoran
langsung dari mixer truck, menggunakan cerobong ataupun kereta
dorong, pastikan bahwa beton segar dituang secara vertikal dengan
ketinggian maksimum pengecoran adalah 1,5 m untuk mencegah
terjadinya lubang-lubang pada beton yang dihasilkan.
Teknik Pengecoran (lihat Gambar 4.1)
a. Pengecoran dinding
o Pengecoran dimulai dari ujung bergerak ke tengah untuk mencegah
air berkumpul pada sudut dan tepi bekisting.
o Berikan kelebihan cor setinggi sekitar 5 cm dari bekisting dan
pindahkan kelebihan tersebut sebelum beton mengeras agar didapat
permukaan yang rata dan bersih.
o Sebelum pengecoran selanjutnya, berikan lapisan mortar seperti pada
poin 4.3.h
b. Site datar
o Pengecoran dimulai dari sudut bekisting paling jauh dan bergerak ke
arah suplai beton, dimana beton dicampur atau dikirim (mixer truck).
o Jangan mengecor pada titik-titik yang berbeda dan mengeruk titik-titik
tersebut secara horisontal untuk meratakan dan menggabungkan agar
mengisi bekisting pada posisi akhirnya, hal ini dapat menyebabkan
segregasi.
c. Site miring/dengan slope tertentu
o Pengecoran dimulai dari titik terendah, bergerak naik ke arah yang
lebih tinggi sehingga berat beton cor-coran di titik yang lebih tinggi
akan memadatkan beton yang telah dicor sebelumnya. Penggunaan
campuran yang lebih kental lebih dianjurkan.
o Jika area pengecoran luas dan kemiringannya curam serta akses
terbatas, concrete pump adalah solusi paling praktis untuk
menghemat waktu, energi dan kenyamanan
64. Pelaksanaan IV-13
Benar Salah
4. Pengecoran Beton pada Site Miring
Benar Salah
2. Pengecoran Beton pada Bagian Atas
Bekisting Dinding
Benar Salah
1. Pengecoran Beton pada Bagian Bawah
Bekisting Dinding
Benar Salah
3. Pengecoran Beton pada Site Datar
Gambar 4.1 Teknik Pengecoran
65. Pelaksanaan IV-14
Pengecoran pada temperatur udara tinggi:
Jika temperatur harian >35o
Celcius , maka diusahakan pengecoran
dilakukan pada malam hari, atau dilakukan upaya khusus pada proses
pencampuran, seperti :
Pendinginan material dengan siraman air
Melindungi semua material dan lokasi pengecoran dari sinar matahari,
misalnya dengan menggunakan tenda
Mengecat tangki penyimpan air dengan warna putih (tidak menyerap
panas)
Mendinginkan air pencampur beton, atau mencampur dengan es atau
air chiller
Menyemprot acuan/bekisting dengan air
Melindungi beton selama pengangkutan dan pengecoran terhadap sinar
matahari
66. Pelaksanaan IV-15
4.6 PEMADATAN/COMPACTING
Pemadatan dilakukan pada semua pembetonan kecuali beton yang
dicor didalam air. Pemadatan mengeliminasi lubang-lubang dan
membuat agregat halus mengisi cetakan dan membentuk permukaan
yang halus, sehingga beton dapat mencapai kekuatannya,
durabilitasnya dan homogenitasnya.
Kapan Pemadatan Dapat Dimulai?
Segera setelah beton dituangkan dan beton masih dalam kondisi plastis
(workable)
Pedoman Umum
a. Pemadatan dapat dilakukan secara manual (menggunakan sekop,
tongkat atau tamper) maupun mekanis (menggunakan vibrator), tapi
yang terbaik adalah secara mekanis. Peralatan pemadatan harus
dapat mencapai dasar cetakan dan cukup kecil agar dapat masuk
ke celah-celah tulangan.
b. Pemadatan tidak menimbulkan pergerakan besi, bekisting dan
embedded material.
c. Pemadatan tidak boleh menimbulkan ruang kosong akibat gaya
gravitasi.
Teknik Pemadatan
a. Pemadatan manual
o Masukkan alat pemadat kedalam bekisting, pada lapisan yang
baru saja dituangkan dan beberapa inchi hingga lapisan
dibawahnya.
o Gerakkan alat pemadat hingga agregat kasar menghilang dan
masuk kedalam beton.
Ujung pipa:
sambungan
dan rata
Gambar 4.2 Pemadatan Manual
67. Pelaksanaan IV-16
Hindarkan hal-hal berikut ini untuk mencegah segregasi:
o Jangan menggunakan vibrator bila adukan dapat dipadatkan dengan
mudah dengan hanya menggunakan pemadatan manual
o Jangan menggunakan vibrator untuk beton dengan nilai slump lebih dari
5 inchi.
o Jangan menggunakan vibrator untuk meratakan beton didalam bekisting
b. Pemadatan mekanis (Internal Vibrator)
o Masukkan alat pemadat hingga kedalaman kira-kira 45 cm. Untuk
beton air entrained selama 5-10 detik dan untuk beton non-air
entrained selama 10-15 detik. Lamanya pemadatan tersebut
tergantung pada nilai slump-nya.
o Padatkan secara merata dengan membuat sejumlah kecil area
pemadatan yang overlap dan jika memungkinkan, biarkan vibrator
berdiri secara vertikal dan biarkan turun dengan sendirinya akibat
gravitasi kedalam beton.
o Vibrator tidak hanya bergerak pada lapisan yang baru saja dicor,
tetapi juga menembus hingga >10cm kedalam lapisan dibawahnya
(yang sudah terlebih dahulu dicor) untuk menjamin terbentuknya
ikatan yang baik antar lapisan.
o Pemadatan yang layak telah tercapai jika lapisan tipis mortar muncul
kepermukaan disekitar diseluruh bekisting dan agregat kasar
menghilang kedalam beton atau pasta semen mulai nampak
disekitar tongkat vibrator dan gelembung udara beton naik ±30 detik.
o Tariklah vibrator secara vertikal dengan kecepatan yang sama saat
turun kedalam adukan beton secara gravitasional.
Tabel 4.2 Getaran Minimum dengan
Internal Vibrator
Diameter Getaran Minimal
(RPM)
> 80mm 8.000
< 80 mm 12.000
Sebelum Pemadatan Setelah Pemadatan
Gambar 4.3 Pemadatan Mekanis
68. Pelaksanaan IV-17
4.7 FINISHING
Proses finishing dilakukan untuk memperoleh permukaan beton dengan
efek-efek tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kasus tertentu,
finishing dapat hanya berupa koreksi terhadap cacat permukaan, mengisi
lubang-lubang atau membersihkan permukaan. Beton yang tidak
memerlukan finishing permukaan, kadangkala hanya membutuhkan
screeding untuk memperbaiki kontur.
Macam Finishing:
a. Screeding
b. Hand Tamping
c. Floating
d. Edging
e. Trowelling
f. Brooming
g. Grinding
h. Sack-Rubbed Finish
i. Exposed Aggregate Finish
Kapan Finishing Dapat Dimulai?
Saat beton (yang telah dipadatkan sebelumnya) dapat menyangga beban
satu orang yang berdiri diatasnya dengan hanya meninggalkan sedikit
bekas pada permukaannya.
a. SCREEDING
Dilakukan untuk memperoleh elevasi/ketinggian yang diinginkan pada
pengecoran slab, trotoar atau jalan.
a. Screeding Manual
Menggunakan sebuah alat yang disebut screed, dengan bagian
bawah alat datar dan rata untuk menghasilkan permukaan yang
rata atau lengkung untuk menghasilkan permukaan lengkung.
Teknik sceed yang baik:
o Gerakkan screed maju dan mundur melintang dipermukaan
beton seperti gerakan menggergaji
o Dalam satu gerakan, gerakkan screed maju sekitar 1 inchi
disepanjang bekisting
o Jika screed ‘mencongkel’ permukaan beton, (yang mungkin
terjadi pada beton air entrained karena sifatnya yang lengket)
kurangilah kecepatan maju screeding atau lapisi bagian bawah
screed dengan logam
o Lakukan kembali screeding untuk kedua kali untuk membuang
permukaan beton yang bergelombang akibat screeding
sebelumnya
69. Pelaksanaan IV-18
b. Screeding Mekanis
Umumnya digunakan untuk pekerjaan perkerasan jalan raya, dek
jembatan dan slab. Alat ini memiliki vibrator dan dapat digunakan
untuk beton kuat tekan tinggi dan memiliki nilai slump rendah.
Keuntungan menggunakan screeding mekanis ini adalah
menghasilkan beton yang kuat dengan kepadatan yang lebih besar,
finishing yang lebih rapi, mengurangi perawatan (mengeliminasi
perlunya floating dan hand tamping) dan menghemat waktu dengan
kecepatan operasi yang tinggi. Alat ini terdiri dari beam dan mesin
berbahan bakar bensin, atau motor listrik dan penggetar mekanis
yang dipasang ditengah beam. Kebanyakan alat jenis ini cukup
berat, maka dilengkapi dengan roda untuk membantu
memindahkan, tetapi terdapat pula screed mekanis yang ringan dan
dapat diangkat oleh dua orang pekerja. Kecepatan mengoperasikan
tergantung secara langsung oleh nilai slump, makin besar nilai
slump adukan, makin besar kecepatannya.Teknik screeding
dengan alat ini adalah:
o Tidak boleh ada gerakan menyilang dari beam
o Tuangkan beton pada jarak 4-6 m didepan screed dan pastikan
beton yang cukup telah siap didepan screed dengan ketinggian
dibawah screed beam
o Screed kemudian dioperasikan oleh dua pekerja pada kedua
ujungnya
o Jika pada permukaan beton muncul rongga atau lubang setelah
screed melewati lapisan itu, maka lubang tersebut harus segera
diisi dengan beton segar dan screed kemudian diangkat dan
dipindahkan kebelakang untuk pass kedua kali
Screeding yang optimal dilakukan oleh 3 orang (tidak termasuk
operator vibrator), dua dari pekerja mengoperasikan screed
sedangkan pekerja ketiga membuang kelebihan beton dari bagian
depan screed. Kecepatan screeding yang dihasilkan dengan cara
ini adalah 200 ft2
/jam
70. Pelaksanaan IV-19
Gambar 4.4 Alat Screed Mekanis
Bila saat screeding, terjadi bleeding, jangan menggunakan
pasir/semen untuk menyerap kelebihan air akibat bleeding karena
akan melemahkan permukaan yang telah mengeras, pindahkan
genangan air dengan menarik pipa selang diatas permukaan beton
atau saat mix desain gunakan bahan aditif air entraining.
b. HAND TAMPING
Dilakukan setelah screeding. Digunakan untuk memadatkan beton
menjadi sebuah massa yang padat dan membuat agregat kasar
dengan ukuran partikel besar turun kebawah permukaan, sehingga
memungkinkan finishing permukaan dapat dilakukan sesuai
keinginan. Alat ini hanya digunakan untuk beton dengan nilai
slump rendah. Setelah hand tamping dilakukan, dapat langsung
dilanjutkan dengan floating.
Dapat digunakan untuk:
Pinggiran kolam, driveways, patio, entry dan courtyard
71. Pelaksanaan IV-20
Gambar 4.5 Alat Hand Tamping
c. FLOATING
Jika menginginkan permukaan beton yang lebih halus daripada yang
diperoleh dengan screeding, maka permukaan harus dihaluskan dengan
raskam (float) kayu atau aluminium magnesium. Setelah beton sebagian
mengeras, floating dapat dilakukan untuk kedua kalinya agar didapat
permukaan yang lebih halus.
Kapan Floating Dapat Dilakukan?
Segera setelah kilau air menghilang dari permukaan beton,
untuk mencegah retak dan pengelupasan beton
Raskam Kayu & Magnesium Alat Float Bertangkai
Gambar 4.6 Floating
72. Pelaksanaan IV-21
Hindarkan floating yang berlebihan pada beton yang masih plastis, karena
akan membuat air dan pasta semen yang berlebihan naik ke permukaan
karena material ini membentuk lapisan tipis yang akan cepat aus dan
mengelupas saat penggunaan.
d. EDGING
Semua tepi dari slab yang tidak berbatasan dengan struktur lainnya
harus dihaluskan dengan sebuah edger. Alat ini membuat bagian tepi
beton menjadi lengkung dan tidak tajam. Proses ini membuat beton
lebih rapi dan mencegah pecahnya tepi beton.
Gambar 4.7 Edger
Kapan Edging Dapat Dilakukan?
Dimulai saat kilau air mulai menghilang dari permukaan.
e. TROWELLING
Trowelling dimulai setelah kilau air menghilang dari permukaan beton
setelah proses floating dan beton telah cukup keras.
Trowelling yang terlalu awal cenderung mengurangi keawetan beton,
sebaliknya, trowelling yang tertunda mengakibatkan permukaan terlalu
keras untuk dapat dikerjakan dengan baik.
Titik-titik air harus dihindari, jika titik-titik air muncul, pekerjaan finishing
tidak boleh dilanjutkan hingga air terserap lebih dulu, menguap atau
dibersihkan.
73. Pelaksanaan IV-22
a. Trowel Baja
o Gerakkan trowel dengan gerakan lengkung dan permukaan
trowel berhadapan secara datar dengan beton
o Lakukan trowelling untuk kedua kalinya setelah beton cukup
keras sehingga tidak ada mortar yang menempel pada trowel
dan suara berdering dihasilkan saat trowel melewati permukaan
beton
o Pada trowelling yang kedua kali, trowel harus sedikit dimiringkan
sedikit dan gunakan tekanan yang kuat untuk beton yang sudah
padat sepenuhnya
Gambar 4.8 Trowel Baja
b. Trowel Mekanis
Digunakan untuk flat slab dengan kekakuan yang konsisten. Alat ini
dilengkapi dengan seperangkat float blade diantara steel blade-nya,
jadi floating dapat sekaligus dilakukan. Beton harus diatur sedemikian
rupa agar dapat menahan berat mesin dan operator. Meskipun
operasi alat ini lebih cepat daripada proses manual, tetapi tidak
semua tipe konstruksi dapat menggunakannya dan harus mengacu
pada pedoman operasi dan perawatan alat yang dibuat oleh
pabriknya.
74. Pelaksanaan IV-23
f. BROOMING
Permukaan yang tidak licin pada beberapa lantai dan trotoar dapat
diperoleh dengan proses ini sebelum beton mengeras sepenuhnya.
Dilakukan setelah floating.
Hasil Brooming Motif Geometris
Hasil Brooming Motif Persegi
Untuk menciptakan pola lengkung, berombak, herringbone
bahkan lingkaran
o Jika tidak menginginkan alur yang besar, dapat menggunakan
sikat halus setelah satu kali trowelling
o Jika alur yang besar/kasar diinginkan, dapat menggunakan sapu
kaku yang terbuat dari kawat baja/serat kasar.
o Untuk lantai beton jalan (parkiran misalnya), arah alur yang
dihasilkan harus pada sudut yang benar terhadap arah lalu lintas
Hasil Brooming motif Lengkung
75. Pelaksanaan IV-24
g. GRINDING
Bila proses ini diinginkan untuk lantai beton, harus dimulai setelah
permukaan mengeras secara cukup untuk mencegah tercabutnya
partikel agregat.
o Selama proses grinding, lantai harus tetap basah dan dilanjutkan
dengan menyikat dan membilas dengan air
o Setelah permukaan selesai dikerjakan, lubang-lubang dan cacat
ditutup dengan grouting encer berupa campuran satu bagian grain-
carborundum grit no. 80 dan satu bagian portland semen. Bahan ini
diratakan di permukaan dan diratakan pada lubang-lubang itu
dengan sendok semen. Kemudian digosok-gosokkan ke permukaan
beton dengan mesin grinding. Saat beton grouting telah mengeras
selama 17 hari, beton di-grinding untuk kedua kalinya agar lapisan
yang tidak diinginkan hilang dan memberikan sentuhan akhir.
o Material yang tersisa diatas beton kemudian dibuang dengan
penyiraman air secara keseluruhan.
h. SACK RUBBED FINISHING
(untuk Lantai Beton)
Finishing dengan cara ini kadang diperlukan jika penampilan lantai beton
yang terbentuk jauh dari yang diharapkan. Dilakukan setelah perbaikan-
perbaikan dan perbaikan cacat-cacat mayor telah terselesaikan. Jika
menggunakan cetakan atau bekisting dari plywood, polyfilm atau cetakan
lain yang sudah membentuk permukaan beton agar halus, maka tidak
perlu dilakukan rubbing lagi.
o Rubbing yang pertama dilakukan dengan agregat kasar batu
Carborundum segera setelah beton mengeras sehingga agregat tidak
akan tertarik keluar
o Beton kemudian dirawat hingga rubbing akhir dilakukan
o Batu Carborundum yang lebih halus kemudian digunakan untuk rubbing
akhir
o Beton harus tetap lembab saat proses rubbing dilakukan
o Mortar yang digunakan dalam proses ini dan tertinggal dipermukaan
harus tetap dijaga kelembapannya hingga 1-2 hari setelah beton
disiapkan untuk dirawat
o Lapisan mortar harus tetap pada ketebalan minimumnya untuk
menghindari kemungkinan mengelupas dan mengotori tampilan
permukaan beton.
76. Pelaksanaan IV-25
i. EXPOSED AGGREGATE FINISHING
Finishing yang berupa agregat yang diekspos menghasilkan permukaan
yang tidak licin dan biasanya digunakan untuk keperluan arsitektural
• Biarkan beton hingga cukup keras agar dapat mendukung material
finishing
• Agregat diekspos dengan cara menambahkan retarder diatas
permukaan beton lalu permukaan beton tersebut disikat dan dibilas
dengan air
Karena timing yang tepat sangat penting, buatlah beberapa pengujian
untuk menentukan waktu yang tepat untuk mengekspos agregat
4.7 PERAWATAN
Merawat kelembapan yang cukup didalam beton untuk jangka waktu
tertentu selama umur awalnya agar kekuatannya dapat dicapai secara
perlahan-lahan namun efektif.
Gambar 4.9 Perbandingan Kekuatan Beton (Dipelihara dan Tidak)
77. Pelaksanaan IV-26
Curing Concrete Slab Menggunakan Karung Goni
Basah
Dengan curing, kekuatan beton pada 28 hari dapat mencapai 4000 psi
sedangkan beton yang tidak mengalami curing hanya mencapai kekuatan
tidak lebih dari 2000 psi (www.kuhlman-corp.com).
Keuntungan
a. Kekuatan yang dihasilkan lebih besar dari beton yang tidak dirawat
b. Sifat porousnya akan lebih kecil daripada beton yang tidak dirawat,
sehingga lebih tahan terhadap penetrasi air dan garam.
c. Lebih awet terhadap retak dan pengelupasan.
Lamanya waktu perawatan beton tergantung dari tipe semen yang
digunakan, proporsi campuran, kekuatan yang direncanakan, ukuran dan
bentuk massa beton, cuaca dan kondisi lingkungan. Slab dan dek jembatan
yang terekspos terhadap cuaca dan serangan kimia biasanya
membutuhkan waktu perawatan yang lebih lama. Gambar 4.9 menunjukkan
bagaimana perawatan mempengaruhi kuat tekan beton.
78. Pelaksanaan IV-27
Gambar 4.10 Perawatan dengan Karung Goni yang Dibasahi
Gambar 4.11 Perawatan dengan Lapisan Waterproof
Metode Dasar Curing
a. Metode yang memberikan kelembapan tambahan
Cara perawatan yang termasuk dalam metode ini adalah:
o Penyiraman
o Penutupan dengan penutup yang dibasahi, seperti: jerami, tanah,
karung goni, cotton mat dan bahan penahan kelembapan lainnya
Kedua metode ini memberikan tambahan kelembapan selama
pengerasan awal beton dan mendinginkan melalui melalui penguapan
yang sangat penting untuk pengecoran saat cuaca panas. Perawatan
beton yang paling baik adalah dengan menyiram beton secara kontinu
sedangkan membungkus permukaan dengan penutup yang basah
adalah yang paling banyak digunakan. Caranya:
o Bungkuslah beton dengan penutup yang dibasahi sesegera mungkin
setelah beton cukup keras untuk mencegah rusaknya permukaan
o Biarkan dan jagalah kelembapannya selama masa perawatan
o Jika memungkinkan untuk membanjirinya dengan air dapat dilakukan
dengan membuat tanggul dari tanah disekeliling beton atau
merendam beton secara keseluruhan didalam air.
Cara ini dapat dilihat pada Gambar 4.10
79. Pelaksanaan IV-28
b. Metode yang mencegah hilangnya kelembapan/surface sealing
Metode ini terdiri dari beberapa cara:
o Melapisi dengan lapisan waterproof/plastik film, dapat digunakan
untuk merawat beton struktural dan permukaan horisontal yang
memiliki bentuk relatif sederhana. Lapisan yang digunakan harus
cukup besar untuk menutup permukaan dan tepi-tepi beton.
Caranya:
• Basahi permukaan sebelum ditutup dengan semprotan air yang
halus
• Bebanilah tepi-tepi bagian bawah lapisan untuk menutup secara
keseluruhan
• Biarkan di tempat selama masa perawatan
Bagaimanapun juga, beberapa jenis lapisan tipis ini dapat
menghitamkan beton yang telah mengeras, terutama jika permukaan
di-finishing menggunakan trowel baja.
o Melapisi dengan bahan cair pembentuk membran (liquid membran
forming compounds)
Sesuai tidak hanya untuk perawatan beton segar tetapi juga untuk
perawatan beton setelah pelepasan cetakan. Cara pemberian
lapisan ini adalah dengan menggunakan sprayer, atau
menggunakan kuas pada beton yang telah mengeras tetapi jangan
menggunakan kuas pada beton yang belum mengeras karena akan
merusakkan permukaan, membuat beton rentan terhadap penetrasi
bahan pelapis tersebut dan membuat lapisan tidak menyelubungi
beton secara menyeluruh. Jika selama 3 jam awal pemberian
lapisan ini terjadi hujan deras di lapangan, permukaan harus
disemprot kembali. Perawatan dengan cara ini dapat melindungi
beton untuk jangka waktu yang lama bahkan saat beton sudah
digunakan.
Karena curing compound ini dapat mencegah terbentuknya ikatan
antara beton keras dan beton segar, maka jangan digunakan jika
ingin ikatan tersebut terbentuk.
80. Pelaksanaan IV-29
Tabel 4.3 Metode Curing
Metode Keuntungan Kerugian
Penyiraman air
atau penutupan
dengan goni
basah
Hasil yang sempurna jika
dapat menjaga
pengairan secara
konstan
Memungkinkan
mengering saat jeda
penyiraman, kesulitan
penerapan pada dinding
vertikal, volume air yang
dibutuhkan besar
Penutupan
dengan jerami
Berperan sebagai
insulator saat musim
dingin
Dapat mengering,
terbang tertiup angin
atau terbakar
Moist
earth/ditutup
dengan tanah
basah
Murah tapi berantakan
dan kotor
Meninggalkan noda
pada beton, dapat
mengering dan kesulitan
pembersihan
Dibiarkan saja
pada permukaan
yang datar
Hasil yang sempurna,
menjaga suhu yang
seragam
Tidak bisa dilakukan
pada cuaca yang dingin
atau terlalu panas
Curing
compound
Mudah dan murah Penutupan yang tidak
sempuna menyebabkan
pengeringan, film dapat
sobek maupun
meninggalkan noda
sebelum proses
perawatan selesai dan
dapat menyebabkan
suhu didalam beton
menjadi terlalu panas
Lapisan
Waterproof
Perlindungan sempurna
dan mencegah
pengeringan
Mahal, harus tetap
dalam bentuk gulungan
dan permasalahan
penyimpanan serta
pemakaian
Plastik film Kedap air absolut,
perlindungan sempurna,
ringan dan mudah
dipakai baik pada
struktur dengan bentuk
sederhana maupun rumit
Harus diberi warna
untuk perlindungan
panas, memerlukan
perawatan khusus, jika
sobek harus ditambal
dan harus dibebani
untuk mencegah agar
tidak tertiup angin
81. Pelaksanaan IV-30
Bahkan dalam kasus-kasus tertentu (misal: keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan, tuntutan waktu, dll), beberapa metode diatas dapat
digabungkan menjadi satu untuk memperoleh efektifitas yang lebih tinggi.
Sebagai contoh: Proyek WIKA di PLTU Cilacap, beton dirawat menggunakan
tiga lapisan. Lapisan pertama adalah plastik, kemudian dilapisi styrofoam dan
terakhir ditutup dengan pasir basah. (lihat gambar dibawah ini)
Pedoman Umum Curing Beton
a. Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat pada suhu diatas 10
o
C dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya 7 hari setelah
pengecoran kecuali jika dirawat sesuai Poin c.
b. Beton kuat awal tinggi harus dirawat pada suhu diatas 10 o
C dan dalam
kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 3 hari pertama kecuali
jika dirawat sesuai Poin c.
c. Perawatan dipercepat
o Percepatan waktu perawatan harus memberikan kuat tekan beton
pada tahap pembebanan yang ditinjau sekurang-kurangnya sama
dengan kuat rencana perlu pada tahap pembebanan tersebut.
o Proses perawatan harus sedemikian hingga agar beton yang
dihasilkan mempunyai tingkat keawetan paling tidak sama dengan
yang dihasilkan dengan metode perawatan pada Poin a dan b.
o Bila diperlukan pengawas lapangan, dapat dilakukan penambahan uji
kuat tekan beton dengan merawat benda uji di lapangan sesuai
dengan Subbab 7.6(4) SK SNI 03-2847-2002 untuk menjamin bahwa
proses perawatan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan
82. Pelaksanaan IV-31
4.8 EVALUASI & PENGENDALIAN MUTU
BETON
Tujuan: mengontrol tingkat kekuatan & variabilitas mutu beton yg
dihasilkan dari suatu produksi beton dalam periode tertentu secara rutin
Gambar 4.12 Diagram Proses Pengendalian
Pelaksanaan
PENGUJIAN
Selama proses
Membandingkan
Dengan rencana
Modifikasi atas
perencanaan
Rencana
Melaksanakan
tindakan perbaikan
Variabilitas:
suatu besaran yang menyatakan rata-rata penyimpangan mutu beton
dari sejumlah benda uji (data test) dibandingkan dengan rata-rata mutu
beton yang bisa dicapai dan dinyatakan sebagai DEVIASI (lihat
Gambar 4.13)
Hal-hal yang menyebabkan deviasi adalah perbedaan-perbedaan pada:
Karakteristik masing-masing bahan dasar
Praktek penimbangan, proporsi campuran, pembuatan benda uji,
peralatan pengadukan, pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan
perawatan
Pembuatan, pengujian, dan perlakuan terhadap benda uji
Deviasi tinggi menunjukkan kurangnya tingkat pengendalian kualitas
material, pelaksanaan pekerjaan dan pengujian
83. Pelaksanaan IV-32
Gambar 4.13 Variabilitas
`
a. PENGUJIAN KUALITAS BETON
Pengujian beton segar:
1. Konsistensi
2. Kadar udara
Pengujian beton keras:
1. Destruktif
a. uji kuat tekan
b. uji lentur
c. uji tarik
2. Non-destruktif
a. hammer test
b. uji beban langsung
c. pulse velocity crack recorder (UPV = Ultrasonic Pulse
Velocity)
84. Pelaksanaan IV-33
Benda uji yang dipakai untuk penentuan kuat tekan beton menurut PBI
1971 adalah benda uji kubus bersisi 15 cm ( ± 0.06 ) cm pada umur 28 hari.
Sedangkan pemakaian benda uji kubus bersisi 20 MENURUT PB ’89 :
Menurut PB’89 benda uji yang disyaratkan untuk pengujian mutu beton
adalah benda uji silinder dengan ukuran 15 x 30 cm, sedangkan pemakaian
benda uji kubus ukuran 15 x 15 x 15 cm masih diperkenankan dengan
korelasi tegangan yang dihasilkan adalah :
fc’ = { 0,76 + 0,2 log ( fck/15) } fck
dimana : fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa
fck = kuat tekan beton, MPa didapat dari benda uji kubus dengan
sisi 150 mm = 15 cm
contoh : untuk benda uji kubus dengan mutu 500 kg/cm2, akan sama
dengan mutu 432 kg/cm2 ( benda uji silinder )
BENTUK DAN UKURAN BENDA UJI
cm atau dengan benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm,
diperkenankan dengan korelasi tegangan yang dihasilkan adalah :
Tabel 4.4 Perbandingan Kuat Tekan Beton Uji
Benda uji Perbandingan kekuatan tekan
Kubus 15 x 15 x 15 cm 1,00
Kubus 20 x 20 x 20 cm 0,95
Silinder 15 x 30 cm 0,83
contoh : untuk benda uji kubus dengan mutu 500 kg/cm2, akan sama
dengan mutu 415 kg/cm2 ( benda uji silinder )
85. Pelaksanaan IV-34
MENURUT PBI 1971 :
SAMPLING BENDA UJI
Untuk mendapatkan hasil pengujian kuat tekan beton maka ditentukan
jumlah benda uji ( sampling ) yang bisa mewakili.
Jumlah benda uji ( sesuai PBI 1971 ) yang dianggap bisa mewakili untuk
memberikan hasil pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada table berikut:
No. Volume
Beton
Jumlah Benda Uji Catatan
1 Lebih dari
atau sama
dengan 60
m3
Untuk masing-masing mutu beton
harus dibuat 1 buah benda uji
setiap 5 m3 beton
( 1 buah / 5 m3 / mutu beton )
Pada saat permulaan
proyek
Untuk waktu selanjutnya
maka masing-masing
mutu beton harus dibuat
1 buah benda uji setiap
5 m3 beton dengan
minimum 1 benda uji
tiap hari
( 1 buah / 5 m3 / mutu
beton / hari )
2 Kurang dari
60 m3
Minimal harus terkumpul 20 buah
benda uji per mutu beton s/d
proyek selesai
Bila benda uji kurang dari 20
buah, maka sesuaikan nilai k
Unutk keperluan
evaluasi mutu beton
Evaluasi sesuai pasal
sub bab 1.d.
Tabel 4.5 Sampling Benda Uji
Jumlah benda uji untuk setiap sampling disesuaikan dengan spesifikasi atau
persyaratan dalam kontrak atau kebutuhan tertentu terkait untuk tahapan waktu
pengujian (7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari atau 56 hari)
Disarankan untuk mempunyai cadangan benda uji yang dapat dimanfaatkan
untuk pengujian pada umur 56 hari, apabila ditemui kejadian pada pengujian
umur 28 hari tidak memenuhi syarat
86. Pelaksanaan IV-35
TESTING / PENGUJIAN – ASTM C-39
- Pengujian kuat tekan beton harus dilakukan dengan menggunakan mesin
yang mempunyai kapasitas beban cukup serta mempunyai rangka yang
kaku. Disamping itu mesin uji tekan juga harus dalam kondisi terkalibrasi.
- Kedua sisi permukaan benda uji harus dalam kondisi rata. Bila tidak rata,
harus dilakukan chipping dengan material mortar semen atau belerang.
- Kecepatan penekanan diatur pada posisi 20 – 50 psi/s ( 0.14 to 0.34
MPa/detik ).
- Benda uji harus ditekan sampai pecah ( failure ) bukan sampai kualitas
tertentu.
- Nilai kuat tekan benda uji adalah :
fc’ ( σb ) = P / A
dimana :
fc’ ( σb ) = nilai kuat tekan benda uji
P = beban yang dapat dipikul hingga runtuh
A = luas penampang yang menerima beban
- Catat bentuk keruntuhan benda uji :
cone cone & split cone & shear shear columnar
catatan : hasil pelaksanaan yang benar adalah bentuk cone. Bentuk selain
itu mengindikasikan ada penyimpangan pada benda uji atau mesin tekannya
EVALUASI HASIL UJI TEKAN
1. BERDASARKAN PBI 1971 :
a. Jumlah benda uji kubus minimal 20 buah
b. σbk ≥ σbm – k.SD, dimana nilai k = 1,68 untuk jumlah benda uji kubus 20
buah dengan prosentase kegagalan 5%
dimana :
σbk = kuat tekan beton karakteristik yang disyaratkan
σbm = kuat tekan beton rata-rata yang dicapai
k = faktor pengali deviasi, sangat tergantung kepada jumah benda uji
dan tingkat kepercayaan
SD = standar deviasi yang terjadi dari sekumpulan hasil tes benda uji
pada umur dan periode tertentu.
87. Pelaksanaan IV-36
n
Σ (σ’bm - σb )
SD = 1
n - 1
Dimana :
n = jumlah benda uji
σb = nilai kuat tekan masing-masing benda uji
c. Jumlah benda uji dengan nilai kuat tekan ( σ’b ) < σ’bk maksimum 1 buah
d. Nilai rata-rata dari 4 buah benda uji berurutan ≥ σ’bk + 0,82.SD
e. σbmax - σbmin dari 4 buah benda uji berturut-turut kurang dari 4.3 SD
BERDASARKAN PB 1989 / ACI 318 / ASTM C-39 :
- Benda uji direkomendasikan berbentuk silinder 15 x 30 cm
- Satu data terdiri dari nilai rata-rata 2 buah benda uji silinder
- Nilai rata-rata dari 3 buah data yang berurutan tidak boleh lebih kecil dari f’c
- fc ≥ fc’ - 500 Psi
b. LANGKAH PEMERIKSAAN MUTU BETON DI LAPANGAN
MUTU BETON < σbk
CHECK MUTU PRODUK
DENGAN HAMMER
σb > 80% σbk
Ditentukan bersama dengan konsultan, misal:
- Uji Beban Langsung
Check mutu produk dengan core drill
(bila memungkinkan)
OK
Yes
Yes
DITERIMA
No
Gambar 4.14 Diagram Pemeriksaan Mutu Beton di
Lapangan
88. Pelaksanaan IV-37
System quality control dan program quality assurance dapat pula
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak terpadu, seperti: CONAD
system yang dikembangkan oleh Ken W. Day, seorang ahli teknologi
beton dari Australia. Perangkat lunak ini dapat mempercepat deteksi
problem dan cara mengatasinya. CONAD system terdiri dari enam buah
paket program dan fungsinya masing-masing adalah:
a. QUSUM QC
o Dapat mendeteksi problem dengan lebih cepat berdasarkan hasil
tes kuat tekan beton pada umur muda
o Memberikan peringatan dan informasi sebanyak mungkin mengenai
sifat perubahan yang terjadi sehingga dapat segera dicari
penyelesaiannya dan proses produksi dapat berlanjut
b. BATCH ANAL
Dapat menampilkan grafik yang komprehensif setiap error dari setiap
material dari setiap truk mixer dalam 1 hari
c. MIXTUNE MIX CONTROL
Dapat menunjukkan dengan tepat sifat material apa yang
menyebabkan perubahan performance beton dan sistem akan
melakukan penyesuaian proporsi campuran sedemikian hingga agar
performance beton kembali ke keadaan semula. Jika material yang
sama hendak dipakai untuk performance yang berbeda, sistem akan
melakukan perubahan proporsi campuran sesuai permintaan (baik
kekuatan, slump, kohesi dan lain-lain)
d. NEW QC
Mengintegrasi data-data yang disimpan dan dianalisis dengan ketiga
program diatas
e. MIXEVAL
Dapat menyeleksi campuran-campuran mana yang paling efisien untuk
dibuat
f. ERLIEST
Berdasarkan temperatur yang terekam dapat menampilkan “equivalent
age” specimen yang dites untuk memprediksi kuat tekan pada umur
yang dikehendaki
90. Retak dan perbaikan cacat beton V-1
5.1 RETAK/CRACK
Suatu kondisi dimana keadaan monolit dari suatu
struktur/penampang beton tidak monolit lagi
Mekanisme Terjadinya Retak:
• Berdasarkan kapasitas kekuatan tarik
• Berdasarkan kapasitas regangan tarik
Tiga tipe utama retak intrinsik:
a. Retak akibat early thermal contraction
b. Retak akibat long term drying shrinkage
c. Retak plastic
Tabel 5.1 Jenis dan Tipe Retak
Struktural
Kelebihan beban secara tiba-tiba
Rangkak
Beban rencana
Plastis
Kerusakan akibat pembekuan
Susut plastis
Penurunan plastis
Sebelum
Pengerasan
Pergerakan
Selama
Masa
Konstruksi
Pergerakan formwork
Pergerakan lapisan tanah dibawahnya
Fisik
Aggragate yang dapat menyusut
Drying shrinkage
Crazing
Plastis
Berkaratnya tulangan
Reaksi Alkali-Agregate
Cement carbonationSesudah
Pengerasan
Suhu
Siklus beku-cair
Pengaruh eksternal dari musim
Variasi suhu
Early thermal contraction:
• External restraint
• Perbedaan suhu internal
91. Retak dan perbaikan cacat beton V-2
a. Retak Akibat Early Thermal Contraction
Timbul karena adanya perbedaan temperatur yang cukup besar antara
dua sisi penampang beton. Terjadi 1 hari s/d 2-3 minggu setelah selesai
pengecoran dan pemadatan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan temperature beton:
• Temperatur awal material
• Temperatur udara sekitar
• Dimensi potongan (penampang)
• Curing / perawatan
• Waktu pelepasan bekisting
• Bahan / jenis bekisting
• Admixture
• Kadar semen
• Tipe semen
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Early Thermal
Contraction Crack:
• Type agregat
• Penulangan
• Terdapatnya konsentrasi tegangan yang tinggi
• Tinggi pada penampang
• Ada tidaknya movement joint untuk mengakomodasi external
restraints
• Perbedaan temperatur antara penampang luar beton dengan bagian
dalamnya
b. Retak Akibat Long Term Drying Shrinkage
Timbul karena penyusutan volume penampang akibat hilangnya air
campuran, baik secara kimia maupun fisika pada proses pengerasan
beton. Terjadi setelah beberapa minggu s/d beberapa bulan setelah
pengecoran
92. Retak dan perbaikan cacat beton V-3
Cara Mengurangi efek drying shrinkage:
• Mengurangi kadar air campuran
• Menerapkan curing
• Menghilangkan external restraints sedapat mungkin dengan menyediakan
movement joint
Tabel 21. Batasan Lebar Retak (ACI 224R-19)
Tabel 5.2 Batasan Lebar retak (ACI 224R-19)
Kondisi Terekspos
Lebar Retak yang
Ditoleransi (mm)
Udara kering atau
membran pelindung 0.41
Kelembapan, udara yang
lembab, tanah 0.30
Bahan kimia yang dapat
melunturkan permukaan
0.18
Air laut, penyemprotan
dengan air laut dan
kekeringan
0.15
Struktur penahan air
0.10
Struktur Beton Yang Retak Dapat Dikategorikan Gagal Bila :
• Secara estetika tidak dapat diterima
• Struktur menjadi tidak kedap air
• Berpengaruh terhadap keawetan struktur
• Berpengaruh terhadap kekuatan struktur
93. Retak dan perbaikan cacat beton V-4
Batasan Retak:
Sesuai CP 110, lebar retak maksimum 0,3 mm (segi
estetika)
Sesuai BS 537, lebar retak dibatasi (segi kekedapan air):
• 0,1 mm untuk lokasi basah dan kering silih berganti
• 0,2 mm untuk lokasi lain
Kontribusi retak terhadap durability beton
Memungkinkan bahan/unsur berbahaya memasuki bagian dalam beton
sehingga terjadi reaksi yang merugikan
Lebar retak < 0,2 mm akan menjadi kedap air, kecuali :
• Tekanan air yang tinggi
• pH airnya terlalu rendah
• Retaknya terlalu dalam dan tembus
• Bila retakannya masih bertambah besar
Kontribusi retak terhadap kekuatan struktur:
• Berkurangnya penampang beton yang masih mampu
menahan beban
• Berkurangnya daya lekat / lekatan antara beton dan tulangan
(dalam kasus plastic settlement crack)
• Berkurangnya kemampuan struktur beton secara keseluruhan
akibat reaksi berantai dari perlemahan beton dan tulangan
94. Retak dan perbaikan cacat beton V-5
c. Retak Plastis
Adalah retak yang terjadi pada beton saat beton itu masih dalam
proses pengikatan (plastis) dan terjadi karena fenomena bleeding yang
berbeda. Terjadi setelah 1-8 jam setelah selesai pengecoran dan
pemadatan.
JENIS RETAK PLASTIS:
1. Plastic settlement crack
terjadi pada potongan yg tebal & dalam
2. Plastic shrinkage crack.
terjadi pada permukaan slab/lantai
BLEEDING
Naiknya air campuran beton ke permukaan saat dan segera setelah
selesai pemadatan.
FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP BLEEDING:
• Kadar udara campuran
• Kandungan material halus
• Rate of evaporation
• Kadar air campuran
• Penggunaan retarder
• Temperatur
• Ketebalan potongan
Aci manual (part 1)
95. Retak dan perbaikan cacat beton V-6
c.1 Plastic Settlement Crack
Terjadi karena adanya perbedaan tahanan penurunan material beton
antara posisi yang bebas (unrestraint) dengan posisi yang tertahan
(restraint) yang didukung oleh tingkat bleeding dan settlement yang
relatif tinggi.
Retak
plastis
Penampang
Struktur
Retak
plastis
Retak
plastis
Gambar 5.1 Contoh Plastic Settlement Crack1
Crack surface concrete
steel
void
Gambar 5.2 Contoh Plastic Settlement Crack2
96. Retak dan perbaikan cacat beton V-7
Mengurangi tingkat bleeding dan settlement:
• mengurangi kadar air campuran/memperkecil slump
• menambah additive :
o AEA
o Plasticizer
Mengurangi efek restraint:
• Mempertebal cover
• Memperkecil ukuran tulangan
retak
retak Penampang
struktur betonPenampang
struktur beton
Penampang
struktur beton
Gambar 5.3 Contoh Plastic Settlement Crack3
Pencegahan terjadinya Plastic Settlement Crack:
• mengurangi tingkat bleeding dan settlement
• mengurangi efek restraint
• menerapkan teknik “ re-vibration”
Re-vibration:
Melaksanakan pemadatan ulang dengan cara
vibrasi/penggetaran segera setelah beton membentuk dan
masih dalam tahap setting time awal