Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat -Biofilter - Perencanaan TeknisJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - MCK Umum - Perencanaan TeknisJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat -Biofilter - Perencanaan TeknisJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - MCK Umum - Perencanaan TeknisJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengolahan Air Limbah secara BiologisJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Dokumen ini adalah Katalog Pilihan Informasi untuk Sanitasi Berbasis Masyarakat sistem komunal yang disusun oleh BORDA, BaliFokus, BEST dan LPTP tahun 2003 untuk memberi informasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah yang terlibat dalam Program SANIMAS bahwa dalam setiap level pelayanan ada beberapa pilihan yang dapat diterapkan sesuai kebutuhan, sikon dan kesepakatan stakeholders. Copy right BORDA Partner Network. Untuk informasi lebih lanjut hubungi balifokus@balifokus.asia
Bangunan Pengolah Air Limbah secara AerobikJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Sistem Pengolahan Air Limbah secara BiologisJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Dokumen ini adalah Katalog Pilihan Informasi untuk Sanitasi Berbasis Masyarakat sistem komunal yang disusun oleh BORDA, BaliFokus, BEST dan LPTP tahun 2003 untuk memberi informasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah yang terlibat dalam Program SANIMAS bahwa dalam setiap level pelayanan ada beberapa pilihan yang dapat diterapkan sesuai kebutuhan, sikon dan kesepakatan stakeholders. Copy right BORDA Partner Network. Untuk informasi lebih lanjut hubungi balifokus@balifokus.asia
Bangunan Pengolah Air Limbah secara AerobikJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Mengelola air tambak dimulai dari air pertama kali masuk pada kolam budidaya, yaitu treatment pond (tandon), kanal sub inlet, kanal distribusi dan culture pond (tambak budidaya). Oleh karena itu perlu diperhatikan kualitas air yang digunakan untuk budidaya, baik secara fisik, kimia maupun microbiologi. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan karena akan menciptakan lingkungan yang nyaman untuk udang tumbuh dan berkembang. Parameter kualitas air suatu perairan tidaklah tetap sepanjang waktu, namun sangat dinamis dimana selalu terjadi perubahan akibat perubahan lingkungan, cuaca dan proses-proses biologis di dalamnya seperti proses fotosintesis, respirasi dan ekskresi hasil metabolism. Namun parameter kualitas air dapat dikendalikan agar selalu berada pada kisaran yang bisa ditoleransi oleh udang dan memberikan pertumbuhan yang baik. Kondisi yang nyaman (baik) akan meminimalkan proses perubahan pakan menjadi energi, sehingga pakan yang dimakan akan lebih banyak dikonversi menjadi daging. Dalam pengelolaan air perlu dilakukan pengukuran kualitas air kolam dan sumber secara berkala dan rutin karena akan menjadi dasar dalam melakukan pengelolaan air agar tetap berada pada kondisi optimal.
Berdasarkan hasil praktikum mengenai produktivitas primer yang telah dilakukan di danau UNESA Ketintang, dapat diketahui bahwa:
1. Nilai kadar fotosintesis perairan sebesar 0,596 mg/L
2. Nilai kadar respirasi perairan sebesar 0,542 mg/L
3. Nilai kadar produktivitas primer perairan sebesar 0,054 mg/L
4. Nilai kadar produktivitas total perairan sebesar 1,138 mg/L
Jadi, laju fotosintesis pada perairan lebih tinggi daripada laju respirasi pada perairan.
Telah dilakukan penelitian pada bulan November - Januari 2018 dikawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Luas hutan Mangrove di kawasan HLAK mencapai luasan 44,76 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Biodiversitas Gastropoda sebagai Bioindikator kualitas perairan di kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan secara Random Sampling, dimana lokasi terdiri dari 3 stasiun pengamatan. Pengamatan tiap stasiun dilakukan dengan menggunakan metode transek dengan ukuran 10 x 10 m. Analisis data yang dilakukan meliputi keanekaragaman dan Bioindikator kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman. Hasil penelitian pada 3 Stasiun ditemukan 4 jenis Mollusca yang mewakili 2 famili dari kelas Gastropoda, yakni Cassidula aurisfelis, Ellobium aurismidae, Pythia Sp, dan Littoraria Scabra. Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner (H’). Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner dengan hasil berkisar antara 0,37 – 0,54 masuk dalam kategori rendah. Kualitas perairan dengan menggunakan indeks keanekaragaman menunjukan bahwa kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) memiliki kualitas air sangat tercemar yang mana sumber pengaruhnya berasal dari limbah sampah.
Makalah Desalinasi - Perkembangan Teknologi Desalinasi Air Laut (By. Putri Wi...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Desalinasi (3 SKS), Nama : Putri Widyawati Nur Adimah, NIM : 1310190008, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2022
Parameter pencemaran dan perubahan lingkungan akibat pencemaranYos F. da-Lopes
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya pencemaran lingkungan, serta mengetahui tingkat pencemaran itu. Contoh parameter-parameter yang digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan adalah Parameter Kimia, Parameter Biokimia, Parameter Fisik, Parameter Biologi.
Graduate school is known to be much more intensive than undergraduate work, so it is important that students develop good time management skills. We know that in graduate study, there are so many assignments, project work, appointment with professor or instructor. Therefore, the application of Higher Levels of Thinking (HOTs) are more important than Lower level of thinking (LOTs). HOTS require that we apply the facts that we learn. These skills are commonly defined based on Bloom's Taxonomy, which examines and categorizes different levels of thinking and HOTS include with: analysis, evaluation and creation
In order to promote HOTS, graduate students must not only have a basic knowledge and comprehension of concepts but be able to apply what they are learning through an activities.
Critical reading involves presenting a reasoned argument that evaluates and analyses what you have read. Being critical, therefore - in an academic sense - means advancing your understanding, not not to find fault, but also want to assess the strength of the evidence and the argument.
Group projects can help students develop a host of skills that are increasingly important in the professional world. Positive group experiences have been shown to contribute to student learning, improve the communication skills, discussion, solve the problem and support the succesfull study, especially in the graduate study
The new skills and knowledge that you gain from your graduate education can improve your ability to do your best in work and obtained a better position, means that you will have more opportunities to improve your career
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks
We investigated the effects of fish protein hydrolysate (FPH) on zootechnical performance and immune response of the Asian Seabass Lates calcarifer Bloch. Experimental fish were fed with 3 diets: a local commercial diet (control), coated or not, with 2 and 3% FPH (w/w). Twelve thousand Asian Seabass juveniles (5.88±0.56 g) were divided into three groups and two replicates reared in nursery tanks (2000 L). The remaining fish were then used for grow-out experiment in floating net cages (1m x 1 m x 3 m). Zootechnical performances were assessed at both stages with following indicators: total weight gain (TWG), % relative weight gain (% RWG), % specific growth rate (% SGR), final weight (g) and final length (cm). At the end of each trial period, fish immune status was assessed through blood sampling and the measurement of Neutrophile (%), Monocyte (%), Lymphocyte (%), Macrophage (105 cell/mL), Leukocyte (103 cell/mL) and Phagocytes activity (%). At the end of the nursery trial, an immersion bacterial challenge with Vibrio parahaemolyticus (105 cells mL-1) was implemented. The results showed that dietary FPH supplementation significantly influenced the growth and immune status of Asian Seabass when compared to the control group. Fish fed FPH supplemented diet yielded higher growth rates and survival rates than non supplemented group. Fish phagocytic activity and resistance to a bacterial challenge were also improved by dietary FPH supplementation. These results may be related to the significant changes observed in fish leukocyte profiles, when fed FPH supplemented diets. Altogether, these results show the positive contribution of FPH to the sustainability of Asian seabass farming.
Nervous Necrosis Virus (NVV) and Iridovirus infection is known to cause mass mortality in marine aquaculture fish species. Monitoring activity which become one of main responsibilities of Batam Mariculture Development Center was carried out to detect the occurrence of NNV and Iridovirus in mariculture production units. Sampling was performed by using purposive sampling method and analyzed both in field and laboratory. Furthermore, water quality were also collected to gain the quality profile and interview was performed to gain prime information about the application of health management practices. Based on polymerase chain reaction followed by Insulated isothermal PCR analysis method, we investigated the occurrence of positive NNV in tiger grouper Epinephelus fuscoguttaus cultured in Batam and positive indication of Iridovirus in humpback grouper Cromileptes altivelis cultured in Teluk Mandeh and Asian Sea bass Lates calcarifer in Kota Baru-South Borneo. Water quality analysis showed that the environmental quality still appropiriate for mariculture activities and not become a trigger for the emergence of NNV and Iridovirus disease outbreaks. Although the origin of NNV and Iridovirus are difficult to trace, evidence showed that some infection may have been contributed by the importation of fish fingerlings from other regions. Currently, effective treatment for NNV and Iridovirus still need further study hence strict biosecurity application need to be carried out in order to control the spread of virus in the fish stocks.
Kota Batam merupakan wilayah kepulauan yang memiliki beberapa tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Bila selama ini, Batam cukup dikenal dengan wisata alam ke Jembatan Barelang (baca: Jembatan Raja Haji Fisabilillah) atau menyusuri sejarah perjuangan para pengungsi Vietnam yang terdampar di pulau Galang, maka kini Batam layak untuk direkomendasikan sebagai daerah dengan wisata pantai yang cukup indah dan salah satunya adalah di kawasan wisata pantai Nongsa.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di sentra produksi ikan lele Pancur Tower, Kelurahan Sungai Beduk, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 22 April 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan lele. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 7,2 – 7,5, salinitas 0 ‰ dan Nitrit < <0.1 /><0.1 mg/L. Meanwhile Ammonia (NH3) ranged from 0,03 – 2,88 mg/L, Posphate (PO4) 0,355 mg/L, temperature ranged from 30,5 – 31,3 ⁰C and turbidity 16,27 – 39,85 NTU become a limited factor in order to support the production. The microbiology test showed that fish are free from bacteria infection, but positively infected by Dactylogyrus sp. The distribution of Aeromonas vaccine and the application of filterisation system are urgently needed in order to increase the production
Key words: Pancur Tower, Water quality, Dactylogyrus sp, Vaccine, Filterisation System
Konsep Blue Economy yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli sangat menarik untuk dipahami dan diterapkan, khususnya oleh Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki karakteristik sebagai wilayah kepulauan dengan potensi kelautan yang cukup besar namun minim lahan untuk pertanian. Implementasi Blue economy dapat menjadi solusi bagi Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat serta mewujudkan penguatan ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas di bidang kelautan. Secara garis besar, konsep ini menawarkan paradigma pembangunan sektor kelautan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggungjawab dan berkelanjutan melalui penerapan industri yang bersifat tanpa limbah (Zero waste) dan efisien. Penerapan konsep Blue economy ini semakin menggema sejak disepakati oleh 21 Negara Asia Pasifik sebagai fokus kerjasama kemitraan negara APEC yang tertuang dalam Deklarasi Xianmen melalui Pertemuan Tingkat Menteri Kelautan APEC Keempat (The 4th APEC Ocean-related Ministerial Meeting/AOMM4). Dalam pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bahwa penerapan konsep Blue economy akan lebih difokuskan kepada 3 bidang kerjasama, diantaranya: (1) Konservasi ekosistem laut dan pesisir, (2) keamanan pangan dan perdagangan, serta (3) pengembangan ilmu kelautan dan inovasi teknologi.
Model implementasi Blue Economy yang meliputi promosi Good Ocean Governance, pengembangan wilayah Blue Economy, dan model investasi Blue Economy menuju penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien telah berhasil diimplementasikan di beberapa negara, seperti: China, Korea Selatan dan Kanada dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja secara berkelanjutan. Penerapan konsep ini di Indonesia juga dapat dilihat melalui pilot project Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) di kawasan industry laut Nusa-penida Bali. Hasil yang diperoleh dari implementasi konsep ini dinilai sangat baik karena mampu mengintegrasikan berbagai sektor produksi dan limbah yang dihasilkan, seperti kotoran dari unit produksi sapi, babi dan aktivitas budidaya ikan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi rumput laut.
Penyakit ikan saat ini telah menjelma menjadi salah satu faktor pembatas dalam keberlanjutan usaha budidaya perikanan. Tindakan pengendalian dan penangulangan penyakit yang tepat dapat membantu meminimalisir tingkat kerugian ekonomi dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan budidaya
Untuk mendukung keberhasilan produksi budidaya ikan laut, selain pengendalian hama dan penyakit ikan, kesehatan lingkungan juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dikelola dengan baik. Saat ini, kecenderungan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya ikan laut tidak hanya disebabkan oleh kegiatan budidaya itu sendiri, namun juga dapat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan industri, pertambangan hingga aktivitas rumah tangga. Pada kajian ini, objek penelitian lebih difokuskan kepada hasil keputusan Mahkamah Agung terhadap dua gugatan Class action masyarakat akibat penambangan bauksit yang tidak bertanggung jawab di Pulau Bintan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati faktor-faktor pendukung keberhasilan gugatan perdata class action akibat aktifitas pertambangan. Data dianalisis dengan studi pengamatan langsung dan pencermatan dokumen dengan membandingkan hasil keputusan dua gugatan class action yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya ikan di Pulau Bintan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor analisa parameter air laut pada laboratorium yang sudah terakreditasi dan kelengkapan administrasi usaha budidaya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keberhasilan gugatan perdata class action. Hasil penelitian juga menunjukkan dampak penurunan produksi dan peningkatan angka pengangguran akibat menurunnya aktivitas produksi di dua lokasi yang terkena dampak cemaran limbah. Namun demikian, kondisi ini memberikan pemahaman positif di kalangan pembudidaya tentang tahapan audit lingkungan yang harus dilakukan berdasarkan standard dan acuan mutu yang memilki kekuatan hukum di muka pengadilan.
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di wilayah Pulau Nguan, Kelurahan Galang Baru, Kotamadya Batam. Pengamatan dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 di dua lokasi budidaya yang fokus pada pengembangan usaha budidaya ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pH berada pada kisaran 8,01 – 8,03, salinitas 33 ‰, Nitrit < <0.1 /><0,009 /><0,033 mg/L dan suhu berada pada kisaran 30,1 – 30,2 ⁰C. Sementara kedalaman dan kekeruhan menjadi faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi produksi. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa ikan budidaya bebas dari infeksi parasit dan virus, namun positif terinfeksi oleh bakteri Vibrio spp. Adanya upaya untuk penerapan biosekuriti dan teknologi budidaya di kedua lokasi pemantauan menjadikan Pulau Nguan sangat berpotensi sebagai sentra produksi budidaya ikan laut di Kota Batam
Kata kunci: Pulau Nguan, Kualitas Air, Mikrobiologi, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Kita tentu berharap, dalam skala daerah, Provinsi Kepri juga ikut turut andil dalam mewujudkan peningkatan produksi untuk penyediaan bahan baku pangan baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal ini menjadi sangat vital mengingat di tahun 2015, Kepri menjadi salah satu “pintu gerbang” pelaksanaan AFTA yang pastinya akan menghadirkan persaingan ketat di pasar lokal. Kita berharap di tahun 2015, yang juga manjadi tahun pergantian Kepala Daerah, akan menghasilkan pemimpin dengan visi visi dan pengetahuan kemaritiman yang kuat serta berani menjadikan sektor perikanan budidaya sebagai pondasi pembangunan ekonomi. Bila ini mampu diwujudkan, tentu kasus impor lele Malaysia yang dianggap lebih murah tidak akan terjadi lagi dan produk perikanan budidaya kita mampu menjadi raja dan dikonsumsi di negeri sendiri***
Kegiatan pemantauan ini bertujuan untuk menilai kondisi kualitas perairan, penyakit dan kelayakan usaha budidaya di Desa Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang, Batam. Pengamatan dilakukan pada bulan Februari 2015 di tiga lokasi budidaya dan dua diantaranya adalah unit produksi ikan laut. Pengambilan sampel air dilakukan dengan metoda gabungan tempat (integrated) berdasarkan SNI No.6989.57:2008 untuk parameter pH, salinitas, suhu, kedalaman, ammonia (NH3), nitrit (NO2), posfat (PO4) dan kekeruhan. Metoda pemantauan juga dilakukan dengan metoda wawancara untuk mendapatkan informasi terkini tentang pengelolaan budidaya ikan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kedalaman air memiliki level yang rendah untuk budidaya ikan laut dan kekeruhan cukup tinggi untuk media persiapan produksi. Untuk budidaya ikan laut, pH berada pada kisaran 7,67-7,69, suhu 29,2⁰C, salinitas 30 ‰ dan kekeruhan 2,28-2,65 NTU. Sementara untuk media persiapan air tawar, pH 7,25, suhu 29,8⁰C, salinitas 0 ‰ dan kekeruhan 22,6 NTU. Secara umum, untuk seluruh lokasi parameter NO2, NH3 dan PO4 berada di bawah limit deteksi. Tidak adanya aplikasi biosekuriti, penerapan cara budidaya ikan yang baik serta terlalu bergantungnya masyarakat terhadap bantuan benih dan berbagai sarana produksi menjadikan aktivitas budidaya perikanan di Desa Tanjung Banon menjadi tidak berkelanjutan
Kata kunci: Tanjung Banon, Kualitas Air, Biosekuriti, Cara Budidaya Ikan yang Baik
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas suplementasi protein hidrolisis pada pakan terhadap respons
kekebalan tubuh dan performa pertumbuhan ikan kakap putih Lates calcarifer. Penelitian dilakukan di dua fase
pemeliharaan, yakni fase pendederan dan perbesaran dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Penelitian ini
menggunakan tiga perlakuan dan masing–masing perlakuan memiliki tiga ulangan, dengan deskripsi perlakuan
adalah kontrol, aplikasi 3% dan 2% protein hidrolisis. Uji tantang dilakukan dengan menggunakan Vibrio
parahaemolyticus pada konsentrasi 105 sel/mL dengan metode perendaman. Hasil analisa respons kekebalan
tubuh menunjukkan bahwa neutrofil, leukosit, dan monosit pada kelompok ikan yang mendapatkan aplikasi
protein hidrolisis meningkat secara nyata dibandingkan kontrol (p<0,05).><0,05).><0,05)><0,05).
Kata kunci: kakap putih, protein hidrolisis, pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh
Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu ”lokasi” sebagai akibat dari fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh pemerintah daerah
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
Alternative strategies for minimizing the detrimental effects of bacterial infection and prevention of diseases in aquaculture are necessary since the ongoing efficacy of antibiotics is proving to be unsustainable. One of the most promising approach is the use of aqua herbal conditioners to stimulate the immune system of fish to allow them to fight off infections. In this study, the protective effect of aqua herbal conditioners produced from, mainly, mangrove and neem plant extracts in marine fish, was tested on Asian Seabass Lates calcarifer and Silver Pompano Trachinotus blochii at 8-10 g of weight size. Challenge tests were performed by immersion with two pathogenic bacteria: Vibrio harveyi and Vibrio parahaemolyticus, at a concentration of 105 cells ml-1 for 60 minutes after 12 h, 24 h and 36 h conditioning treatment. The experimental trial show that after 72 h, commercially available aqua herbal conditioners (AquaHerb) was able to significantly increase the percentage survival of L. calcarifer and T. blochii and reduces their susceptibilityto the V.harveyi and V.parahaemolyticus. Significantly higher leukocytesnumber, monocyte, neutrophil andphagocyticindexwere detected in all conditioning group for Silver Pompano and Asian Seabass. These results suggest that the combination of herbal extracts together with other trace elements contained in AquaHerb were able to act as immunostimulants and appear to improve the immune status and disease resistance of Asian Seabass and Silver Pompano.
Kelompok II Diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) Angkatan 2014, terdiri dari: (1). Romi Novriadi, S.Pd.Kim., M.Sc (2) Corina Siringoringo, S.St.Pi. (3) Niezha Eka Putri, S.Si. (4) Dody Yunianto, S.Si. (5) Awal Junaid, S.Pi. (6) Indra Purwanto, S.Pi (7) Oxye Mitchel S.Pi dan (8) M. Arwin, S.Pi
More from Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia (20)
Presentasi kelompok II diklat Pengendali Hama dan Penyakit Ikan (PHPI) kunjun...
Sistem biofilter kombinasi_lumpur_aktif_dan_rumput_laut_sebagai_sarana_perbaikan_pasokan_air_pada_ba
1. SISTEM BIOFILTER KOMBINASI LUMPUR AKTIF DAN
RUMPUT LAUT SEBAGAI SARANA PERBAIKAN
PASOKAN AIR PADA BAK PEMELIHARAAN IKAN
MAKALAH
Oleh :
ROMI NOVRIADI (PHPI Pelaksana Lanjutan)
ANTIN SRI LESTARI (Calon Perekayasa)
MUH KADARI (Perekayasa Madya)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM
2010
2. KOMBINASI BIOFILTER LUMPUR AKTIF DAN RUMPUT LAUT SEBAGAI
SARANA PERBAIKAN PASOKAN AIR PADA BAK PEMELIHARAAN IKAN
Oleh :
Romi Novriadi, Antin Sri Lestari dan Muh Kadari
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan pengelolaan kualitas air secara biologis adalah untuk
menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada
batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba
dan/atau tanaman. Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut,
mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik sebagai nutrien
bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Proses
biotransformasi terjadi dalam berbagai macam cara sesuai dengan
mikroorganisme yang berperan didalamnya, misalnya jenis mikroba autotrof
atau heterotrof.
Salah satu teknik biofiltrasi yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
kualitas air optimal bagi media pemeliharaan ikan adalah dengan melakukan
kombinasi antara Lumpur aktif dan Rumput Laut. Penggunaan Lumpur aktif
karena kemampuan mikroba yang hidup pada media substrat lumpur dapat
menguraikan unsur-unsur organik khususnya yang bersifat toksik seperti NH3
dan NO2. sementara penggunaan Rumput laut karena memiliki sifat
absorben, dan juga dapat mengubah karbondioksida menjadi oksigen terlarut
dalam air, sehingga diharapkan selain menghasilkan air yang jernih juga
memiliki kesegaran tersendiri bagi ikan.
Hasil percobaan yang dilakukan berdasarkan dana DIPA Tahun 2009
ini menunjukkan bahwa Sistem Biofiltrasi Kombinasi Lumpur aktif dan Rumput
laut ini cukup efektif dalam menghasilkan kualitas air yang optimal bagi media
hidup ikan. Konsentrasi NH3 dapat direduksi hingga 80%, dan NO2 dapat
direduksi hingga 20-60%. Untuk parameter Kekeruhan dan TDS, dengan
sistem Biofilter kombinasi ini dapat mereduksi tingkat kekeruhan air hingga
75-98% serta mengurangi Jumlah Padatan terlarut total sebanyak 15-73%.
Sementara rumput laut memiliki peranan cukup efektif dalam meningkatkan
kadar oksigen terlarut hingga 24%.
Kata Kunci : Biofilter Kombinasi, Lumpur Aktif, Rumput Laut, Kualitas Air
3. THE COMBINATION OF SEAWEED AND ACTIVE SLUDGE BIOFILTER AS
A WATER TREATMENT SUPPLY FACILITIES ON THE FISH REARING
TANK
By:
Romi Novriadi, Antin Sri Lestari and Muh Kadari
Mariculture Centre Development of Batam
Jl. Raya Barelang, 3rd Bridges, Setokok-Batam Island
PO BOX 60 Sekupang, Batam - 29422
E-mail: Romi_bbl@yahoo.co.id
ABSTRACT
Biologically, the objectives of Water quality management are to reduce
the soluble components, particularly organic compounds until the safety limits
of the environment by utilizing microorganisms and / or plants. In order to set
aside the dissolved organic matter, the microorganisms will use the organic
materials as nutrients for growth into new cells and carbon dioxide.
Biotransformation process occurs in a variety of ways according to the
microorganisms involved in it, for example the autotrof or heterotrophic
microbes type.
One of the biofiltration techniques that can be done to produce the
optimal water quality for fish rearing media is by doing a combination of active
sludge and Seaweed as a biofilter. The usage of activated sludge because of
the ability of microbes that live on the sludge substrates can decomposed
organic elements, particularly the toxic as NH3 and NO2. while the usage of
seaweed because of its absorbent properties, and also can change the
carbon dioxide into dissolved oxygen in water, so it is expected other than to
produce clear water also has its own freshness for fish.
Results of the experiments conducted by the Year 2009 funds shows
that the Combination of this biofiltration system Seaweed and active sludge is
quite effective to produce the optimal water quality for fish rearing media. NH3
concentration can be reduced up to 80%, and NO2 can be reduced up to 20-
60%. For the parameters of turbidity and TDS, with this combination Biofilter
systems can reduce water turbidity levels up to 75-98% and reduce the
amount of total dissolved solids as much as 15-73%. While seaweed has a
role to be effective in increasing dissolved oxygen levels up to 24%.
Keywords: Biofilter Combination, Sludge, Sea Grass, Water Quality
4. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peningkatan penggunaan daerah pesisir laut sebagai lahan budidaya
perikanan diduga kuat menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan
bagi penyediaan air yang berkualitas bagi habitat hidup ikan budidaya.
Penebangan hutan-hutan mangrove untuk lahan budidaya ikan dalam
karamba jaring apung maupun tancap secara tidak bijak juga dapat
menstimulir terjadinya pencemaran ini, karena sistem Buffer pada perairan
pesisir menjadi terganggu. Keadaan ini juga diperparah dengan managemen
penggunaan jenis pakan ikan dan cara pemberian yang tidak tepat. apalagi
jika dalam praktek budidaya yang diterapkan terdapat penggunaan zat-zat
kimia maupun zat-zat aktif yang terkandung dalam obat-obatan, misalnya
untuk pengendalian hama dan penyakit ikan.
Didalam penyediaan air yang berkualitas, tata letak dan lahan juga perlu
diperhatikan. Menurut Romi.N, (2008) hal ini berkaitan dengan limbah organik
yang dihasilkan memiliki hubungan komplementer dengan jumlah bakteri di
perairan. Jika air limbah ini digunakan kembali untuk media pemeliharaan
tanpa melalui sistem filterisasi, maka akan menjadi hambatan tersendiri bagi
pertumbuhan ikan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sepanjang
tahun 2009, Keberadaan bakteri di media pemeliharaan tidak jauh berbeda
dengan keberadaan bakteri di perairan yang ada disekitar tempat
pengambilan air. Oleh karena itu sangat penting dilakukan proses
penyaringan untuk perbaikan kualitas air media pemeliharaan.
Menurut Anonim. 2002, proses pengolahan air limbah budidaya
perikanan dapat dilakukan secara biologias aerobik, dimana pengolahan air
limbah secara biologis aerobik adalah dengan memanfaatkan aktifitas
mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air
limbah hasil budidaya ikan, menjadi zat anorganik yang stabil dan tidak
memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan disekitarnya. Mikroba
aerob ini sebenarnya sudah terdapat di alam dan dapat diperoleh dengan
sangat mudah. Pengolahan air limbah perikanan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan alami, dimana salah satunya adalah Rumput laut,
karena menurut Dedi sofian, 2006, Rumput laut mampu menetralisir air yang
mengandung limbah perikanan. Sebab secara alami rumput laut berfungsi
sebagai penyaring karbon dioksida, yang diserap dan berubah menjadi
oksigen. Sehingga dengan banyaknya oksigen yang terkandung di bawah air,
maka akan memberikan kesegaran bagi ikan dan biota laut lainnya
Oleh karena itu, pada perekayasaan ini penulis mencoba untuk
membuat sebuah sistem penyaringan air yang sederhana, ekonomis, aplikatif
namun cukup efektif untuk menghasilkan kualitas air yang optimal bagi media
pemeliharaan ikan, melalui sebuah sistem filterisasi kombinasi lumpur aktif
dan rumput laut. Sistem yang sederhana ini dapat diaplikasikan oleh para
pembudidaya ikan.
5. I.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
beberapa permasalahan yang diambil pada perekayasaan ini adalah :
1. Berapa persen efektifitas Biofilter kombinasi lumpur aktif dan rumput laut
ini dalam mereduksi unsur-unsur toksik seperti NH3 dan NO2 ?
2. Berapa persen efektifitas Biofilter kombinasi lumpur aktif dan rumput laut
ini dalam mereduksi kekeruhan dan jumlah total padatan terlarut ?
3. Bagaimana relevansi fungsi Lumpur aktif sebagai penyaring karbon
dioksida, yang diserap dan diubah menjadi oksigen dengan konsentrasi
Oksigen terlarut dalam media air pemeliharaan ikan?
I.3 Hipotesis
Diduga bahwa akumulasi kegiatan budidaya perikanan telah
menyebabkan degradasi kualitas lingkungan perairan sehingga diperlukan
sebuah sistem filterisasi untuk meningkatkan dan mempertahankan
optimalisasi kualitas perairan.
I.4 Tujuan
Perekayasaan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan Rumput laut ini
sebagai sarana pasokan air berkualitas bagi media pemeliharaan ikan.
2. Mengetahui pengaruh Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan Rumput laut ini
dalam mereduksi unsur-unsur toksik seperti Ammonia dan Nitrit serta
mengurangi tingkat kekeruhan dan jumlah padatan terlarut dalam air
3. Menghasilkan teknologi aplikatif yang efektif dan ekonomis bagi
masyarakat pembudidaya ikan.
6. BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Waktu dan Tempat
Perekayasaan dengan judul : Sistem Biofilter Kombinasi Lumpur Aktif
dan Rumput laut Sebagai Sarana Pasokan Air Pada Bak Pemeliharaan
Ikan ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Batam, dimulai dari tanggal
1 November 2009 s/d 31 Desember 2009.
III.2 Alat dan bahan
III.2.1Alat
Bak Pemeliharaan Ikan (2 Buah) Drat luar dan dalam 2”
Bak Kultur Lumpur Aktif Statif dan Klem
Bak Sedimentasi dan Media hidup Beaker glass
Lumpur Aktif
DO meter model Oxyguard Erlenmeyer
HACH DR/890 Kolorimeter Cawan Petri
HANNA C203 Ion Spektrometer Oven
Nephelometer Turbidity Unit Inkubator
HANNA TDS Meter Jarum Ose
Lampu UV Hot plate
COD meter Corong
Elbow 2” Botol sampel
Stop kran 2” Peralatan pemeliharaan Ikan
III.2.2Bahan
Bakteri pengurai pH Buffer 7.00
Lumpur Aktif (MLSS) pH Buffer 4.00
Rumput laut pH Buffer 10.00
Batu karang Posphat Low Range
Molase Free chlorine reagen for HANNA
Ikan Uji Kakap Putih (Lates calcarifer) NaOH 0,1 N
Sponge HCl 0,1 N
Ammonia salycilate reagen KCl 0,2 N
Ammonia cyanurate reagen CH3COOH 0,5 N
NitraVer reagen Indikator Phenolphtalein
NitriVer reagen Indikator Metil Orange
Free chlorine reagen H2SO4 4 N
PCA (Plate Count Agar) HNO3 4 N
7. III.2.3 Prosedur Percobaan
a. Tahapan Pembuatan Bak Biofilter
Pemotongan bahan yang digunakan: pada tahapan ini Pipa PVC yang
digunakan dipotong sesuai dengan kebutuhan sistem biofilter.
(a) (b) (c)
Gambar 1. Pemotongan bahan. (a) penyiapan tabung oksigen yang
diperuntukkan untuk bak lumpur aktif, (b) Sistem air dan aerasi yang
disiapkan, dan (c) pemotongan bak untuk lumpur aktif.
Pemasangan : Bak kultur bakteri dengan substrat karang dan lumpur
aktif dipasang pada Drum yang diposisikan bersebelahan dengan drum
bak pertama dari sistem biofilter, bak Pertama merupakan bak
sedimentasi yang berisikan Rumput laut, dan bak kedua dan ketiga
merupakan bak media pemeliharaan ikan uji.
Bak sedimentasi
+rumput laut
Drum Lumpur aktif +
Batu Karang
Bak Ikan Uji
Bak Ikan Uji
8. Rancangan Sistem Biofilter Kombinasi diilustrasikan sebagai berikut :
Bak Sedimentasi + Bak Ikan Uji Bak Ikan Uji
Rumput Laut
b. Inokulasi bakteri
Sumber bakteri pengurai dapat diperoleh dari alam. Bakteri ini tersedia
dalam jumlah cukup banyak di tempat-tempat terjadinya proses penguraian
unsur-unsur buangan. Antara lain Keramba Jaring Apung (KJA). Busukan
sisa-sisa pakan diurai oleh bakteri yang terdapat pada lumpur dasar KJA.
Bakteri diambil dengan mengangkat 1 Kg lumpur dari dasar KJA kemudian
diencerkan dengan 1 liter air laut. Bakteri ini kemudian ditambahkan kedalam
masing-masing kompartemen drum biofilter. Penambahan lumpur ini
dilakukan sambil air terus mengalir, sehingga jenis bakteri terseleksi secara
alami. Proses ini dibiarkan terus berjalan hingga filter dapat dinyatakan siap
untuk digunakan (Set up). Pada tiap 3 hari inokulasi dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan jumlah bakteri yang dihasilkan.
c. Penyiapan Lumpur aktif
Drum yang diperuntukkan untuk lumpur aktif,
kemudian diisikan kedalamnya lumpur sebagai
substrat dan bakteri inokulais yang telah
dinyatakan siap untuk digunakan. Pertumbuhan
mikroorganisme akan berjalan baik apabila
tersedia nutrisi yang cukup, yaitu nitrogen dan
phosphor yang berperan dalam sintesa sel
sebanding dengan bahan organik yang
biodegrable yang terdapat dalam air buangan.
Sebagai makanan disediakan substrat buatan
terdiri dari glukosa (gula), dalam hal ini dilakukan dengan pemberian molase.
Pekerjaan ini dimulai dengan memberikan air limbah dalam jumlah
yang kecil, dan apabila mikroorganisme telah tumbuh, secara bertahap,
jumlah air limbah diperbesar perbandingannya terhadap substrat buatan,
sampai pada akhirnya hanya tinggal semata-mata air limbah. Untuk
mengetahui ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme ini, dilakukan dengan
pengamatan oksigen terlarutnya (DO). Pada saat pemberian air limbah, DO
akan turun. Setelah beberapa waktu diaerasi, DO akan berangsur-angsur
naik, dan suatu saat akan kembali seperti DO semula menandai proses
asimilasi telah selesai dan mikroorganisme telah tumbuh.
9. d. Penyiapan bak Rumput Laut
Jenis rumput laut yang digunakan adalah E. Cottoni dan dimasukkan
kedalam bak pertama yang sekaligus merupakan bak sedimentasi pada
proses pengeluaran air supernatan pada pngolahan lumpur aktif.
Pemasangan rumput laut dilakukan secara long line mengelilingi bak dengan
panjang tali 150 cm.
e. Pemasangan lampu UV
Pemasangan lampu UV bertujuan untuk mereduksi bakteri yang masuk
ke media pemeliharaan setelah melalui proses lumpur aktif yang banyak
melibatkan mikroorganisme aktif sebagai komponen utamanya. Pemasangan
lumpur aktif dilakukan tepat pada saluran dimana air masuk ke media
pemeliharaan.
f. Penyiapan Ikan Uji
Pemeliharaan Ikan uji pada perbandingan sistem dilakukan dengan
menggunakan sistem air mengalir langsung (flow through) sebagai kontrol
dan sistem dengan menggunakan air hasil penyaringan Biofilter kombinasi,
untuk melihat dan mengevaluasi kinerja sistem Biofilter kombinasi lumpur aktif
dan rumput laut bila dibandingkan dengan tanpa melewati sistem filterisasi .
Pakan komersial untuk ikan uji diberikan sebanyak 3 kali sehari, pagi
siang dan sore secara adlibithum. Untuk membuang sisa kotoran larva, pakan
dan kotoran lain didasar bak dilakukan penyifonan setiap sore hari setelah
selesai pemberian pakan. Pemeliharaan ikan uji dilakukan selama 30 hari.
g. Uji efektivitas filter
Untuk mengetahui kemampuan sistem biofilter kombinasi antara
lumpur aktif dan rumput laut ini dilakukan uji efektivitas sistem filtrasi. Air yang
digunakan adalah air yang diperuntukkan untuk media pemeliharaan ikan.
Pengamatan kemudian dilakukan dengan membandingkan kualitas air yang
dihasilkan antara air yang melewati sistem biofilter kombinasi ini dengan air
kontrol. Parameter yang diamati antara lain : NH3, NO2, NO3, kekeruhan, BOD
dan COD. Pengamatan dilakukan selama satu bulan dari tanggal 25
November 2009 hingga 28 Desember 2009.
10. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
1. Grafik Pertumbuhan Inokulasi Bakteri (Disertai penambahan molase)
Grafik Pertumbuhan Bakteri Inokulasi
1200
1000
Jumlah Bakteri (TBU)
800
Grafik Pertumbuhan
600
Bakteri Inokulasi
400
200
0
1 2 3 4
Sampling Ke-
Catatan : Jumlah Bakteri dikalikan dengan 102 sel CFU/ml
2. Hasil Analisa Kekeruhan dan TDS
HASIL UJI
TANGGAL TEST RESULT
ANALISA Setelah Filter Air Kontrol
Kekeruhan TDS Kekeruhan TDS
(NTU) (mg/l) (NTU) (mg/l)
08 November 0,49 31.2 0.49 31,5
15 November 0,15 27,9 0,42 32,3
22 November 0,02 8,4 0.38 31,4
29 November 0,01 8.4 0,51 30,2
05 Desember 0,02 9,1 0,56 30,3
11 Desember 0,02 8,7 0,59 30,6
16 Desember 0,01 8,3 0,54 32,8
22 Desember 0,02 8,4 0,43 32,1
Grafik Perbandingan Analisa Kekeruhan Grafik Perbandingan Total Dissolved Solid
35
Konsentrasi Kekeruhan (NTU)
0.7
Konsentrasi TDS (mg/l)
0.6 30
0.5 25
0.4 Air Sistem 20 TDS air sistem
0.3 Air Kontrol 15 TDS air kontrol
0.2 10
0.1 5
0 0
8-Nov 15- 22- 29- 05 11 16 22 8-Nov 15- 22- 29- 05 11 16 22
Nov Nov Nov Des Des Des Des Nov Nov Nov Des Des Des Des
Tanggal Sampling Tanggal Sampling
11. Hasil Analisa Kadar Ammonia dan Nitrit pada air input media pemeliharaan
HASIL UJI
TANGGAL TEST RESULT
ANALISA Setelah Filter Air Kontrol
NH3 NO2 NH3 NO2
(mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
08 November 0.13 0,07 0,13 0,07
15 November 0.08 0,06 0,11 0,06
22 November 0,01 0,06 0,11 0,06
29 November -- 0,05 0,09 0,06
05 Desember 0,01 0,04 0,11 0,05
11 Desember -- 0,01 0,14 0,06
16 Desember -- 0,01 0,09 0,07
22 Desember -- 0,01 0,12 0,07
Grafik Perbandingan Konsentrasi Grafik Perbandingan Nitrit
Ammonia
0.08
Konsentrasi Nitrit (mg/l)
Konsentrasi NH3 (mg/l)
0.16 0.07
0.14 0.06
0.12 0.05
0.1 Air sistem
Air melalui sistem 0.04
0.08 Air kontrol
Air Kontrol 0.03
0.06
0.02
0.04
0.01
0.02
0 0
8-Nov
15-Nov
22-Nov
29-Nov
05 Des
11 Des
16 Des
22 Des
15 ov
22 ov
29 ov
05 ov
11 es
16 es
22 es
s
De
8-N
-N
-N
-N
D
D
D
Tanggal Sampling Tanggal Sampling
Hasil Analisa Konsentrasi Oksigen Terlarut pada media pemeliharaan ikan
Hasil Analisa Grafik Perbandingan Oksigen Terlarut
Tanggal Oksigen Terlarut
Analisa (mg/l) 8
Konsentrasi Oksigen
7
Melalui Kontrol
Terlarut (mg/l)
6
Air melalui
sistem 5
sistem
10 November 5,0 5,1 4
Kontrol
3
14 November 5,7 4,9
2
23 November 6,4 5,4 1
27 November 6,9 5,0 0
04 Desember 6,5 5,2
8-Nov
15-Nov
22-Nov
29-Nov
05 Des
11 Des
16 Des
22 Des
10 Desember 6,7 5,3
18 Desember 6,9 4,7 Tanggal Sampling
24 Desember 6,8 4,9
12. Hasil Analisa Perbandingan Jumlah Total Bakteri Umum sebelum melewati
UV dan sesudah melewati UV (media pemeliharaan).
Perbandingan TBU sebelum dan sesudah UV
300
Jumlah TBU (x100)
250
200
TBU Sebelum UV
150
TBU setelah UV
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sampling Ke-
IV.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan diketahui bahwa bakteri yang diinokulasikan
dalam media substrat lumpur aktif terus mengalami perkembangan. Pada
sampling hari keempat, jumlah bakteri total yang dihasilkan adalah 9,7x106
CFU/ml. Jumlah ini sementara dapat digunakan sebagai indikator bahwa
kondisi filter siap digunakan.
Keadaan ini juga berkorelasi dengan adanya pengurangan pada
konsentrasi NH3 dan NO2 yang dianalisa. Konsentrasi unsur NH3 yang
dihasilkan pada air hasil sistem filterisasi berada pada rentang : 0,01 – 0,13
mg/l, sementara pada air kontrol, konsentrasi NH3 adalah :0,09 – 0,14 mg/l.
Hal ini berarti terjadi pengurangan hingga 80%. Turunnya kadar ammonia
hingga sepertiganya ini, kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pemecahan
unsur amonia menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas yang tumbuh pada
media lumpur pada sistem filtrasi.
Sementara untuk NO2, konsentrasi yang dihasilkan pada air dengan
sistem filterisasi ini juga turun walaupun hanya sedikit, yakni berada pada
rentang : 0,01 – 0,07 mg/l, dibandingkan dengan air kontrol, yang memiliki
konsentrasi NO2 0,05 - 0,07 mg/l. Nitrit dalam sistem penyaringan biologis
akan diubah oleh bakteri Nitrobacter menjadi Nitrat, selanjutnya dalam kondisi
anaerob akan diubah menjadi Nitrogen (Coklin dan Chang, 1983).
Untuk parameter kekeruhan dan Total Dissolved Solid pada air yang
dihasilkan terjadi reduksi yang cukup signifikan. Hal ini kemungkinan karena
kombinasi Biofilter antara sistem lumpur aktif dengan rumput laut yang
digunakan. Konsentrasi kekeruhan pada air dengan sistem Biofilter kombinasi
yang dihasilkan adalah : 0,01 – 0,15 mg/l, sementara pada air kontrol
konsentrasi kekeruhan yang dimiliki adalah :0,38-0,59 mg/l. Hal ini berarti
13. terjadi reduksi antara 75 – 98%. Dan Jumlah TDS pada air dengan sistem
biofilter kombinasi adalah 8,3 – 27,9 mg/l sementara pada air kontrol : 30,2 –
32,8 mg/l. Reduksi nilai TDS yang dihasilkan adalah sebanyak 15-73%.
Berkaitan dengan keberadaan rumput laut sebagai bahan filter dalam
bak sedimentasi, dimana Rumput laut secara alami berfungsi sebagai
penyaring karbon dioksida, yang diserap dan diubah menjadi oksigen. Maka
dilakukan pengukuran Konsentrasi Oksigen terlarut pada media pemeliharaan
dengan sistem kombinasi Biofilter yang dibandingkan dengan media
pemeliharaan ikan kontrol. Hasil analisa menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan yang cukup baik untuk optimalisasi kualitas air media
pemeliharaan, dimana kadar DO yang ada pada bak ikan uji dengan sistem
filterisasi adalah 5,0 – 6,9 mg/l, sementara pada media ikan kontrol
konsentrasi DO yang dihasilkan adalah : 4,7 – 5,3 mg/l.
Filter dengan kombinasi lumpur aktif dan rumput laut ini dapat
dioperasionalkan selama 6 (enam) bulan. Dan setelah itu bahan-bahan filter
yang digunakan sebaiknya dibersihkan. Beberapa keuntungan penggunaan
sistem Biofilter kombinasi ini antara lain adalah :
1. Menjamin diperolehnya kualitas air yang baik untuk media pemeliharaan
ikan.
2. Ekonomis, Efisien dan Efektif dalam menghasilkan air yang berkualitas.
3. Mudah diaplikasikan oleh para pembudidaya ikan.
14. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Sistem Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan rumput laut ini cukup efektif
dalam mereduksi unsur-unsur toksik seperti NH3 dan NO2, dimana kadar
ammonia berkurang hingga 80% , sementara untuk kadar NO2 terjadi
pengurangan hingga 20-60%.
2. Sistem Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan rumput laut ini cukup efektif
dalam meningkatkan kejernihan air, karena dapat mereduksi tingkat
kekeruhan hingga 75 – 98%., dan mengurangi jumlah padatan terlarut
total sebanyak 15-73%.
3. Rumput laut sebagai filter yang ditempatkan di bak sedimentasi melalui
fungsinya dapat berperan aktif dalam meningkatkan konsentrasi oksigen
terlarut hingga 24%.
4. Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan rumput laut cukup ekonomis, efisien,
efektif dan dapat diterapkan langsung oleh para pembudidaya ikan.
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan kajian lanjutan tentang efektivitas rumput laut dalam
mengabsorpsi kandungan logam berat terlarut dalam air.
2. Pengamatan tentang efektivitas Biofilter kombinasi Lumpur aktif dan
Rumput laut ini perlu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Agar dapat diketahui dampak dan manfaat yang pasti dari sistem ini.
15. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Limbah. http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah.
Anonim.Pencemaran.http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTA
N/info_5_1_0604/isi_5.htm
Anonim, 2008, Laporan Bulanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Balai
Budidaya Laut Batam, Kepulauan Riau.
Anonim. 2008. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).http://www.lenn-
biz.com/?q=ipal
Anonim. 2002. Membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah.
http://www.korantempo.com/news/
Bapedal 1995. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri
Penyamakan Kulit.. Jakarta.
Bishalf, W. 1993. Abwasser Technik. B. G. Teuber, Stuttgart. Koesoebiono.
1984. Industri Tapioka Penanganan Limbah Cair dan Padat. Makalah
pada Lokakarya Pemanfaatan Limbah Industri Tapioka, Bogor, 19-20
Juli 1984.
Gaudy, A.Fand Gaudy, E. T, Microbiology for Environmental Scientist and
Engineers, Mc. Graw Hill,1980.
Hutagalung, Michael. 2007. Teknologi Pengolahan Sampah.
http://www.majarikanayakan.com/2007/12/teknologi-pengolahan-
sampah
Loehr, R.C. 1974. Agricultural Waste Management. Academic Press, New
York
Metcalf and Eddy. 1991. Waste Water Engineering. P ed. McGraw-Mll, Inc.
New York
Novriadi, R, 2009, Optimalisasi Kualitas Air Melalui Sistem Filterisasi
Cartridge Anion Kation dan Lampu UV Terintegrasi, Balai Budidaya Laut
Batam, Kepulauan Riau.
Nathanson, J. A. 1997. Basic Environmental Technology 2nd ed. Prentica
Hall, Ohio.
Rydin,S. 1996. Research Needs for the European Lether Industry. European
Workshop on Environmental Technology. Copenhagen, 13-15
November 1996.
Subagyo, Ir, MSc. 2008. Biological Unit Process. Materi Kuliah Pengolahan
Air Limbah Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta.
Sudrajat Y, dan Gunawan B, 2002, Sistem Bakteriofiltrasi Sebagai Sarana
Pasokan Air Pada Penampungan Ikan Hidup, Buletin Teknik Pertanian,
Volume VII, Jakarta
Webster, T.S, ad Devinny, J.S. 1996. Biofiltrasi of Odors, Toxic and Volatile
Organic Compounds from Publicity Owned Treatment Works, Env.
Progress, Vol. 15, No. 3, P. 141-147.
Wenas, R.I.F, Sunaryo, dan Styasmi, S. 2002. Comperative Study on
Characteristics of Tannery, "Kerupuk Kulit", "Tahu-Tempe" and Tapioca
Waste Water and the Altemative of Treatment. Environmental
Technology. Ad. Manag. Seminar, Bandung, January 9-10, 2003 p. Pos
5-1 - pos 5-8.