SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
A. Pengertian Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam
hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang
memperhatikan bahasa dan menanggapinya sebagai suatu hal yang biasa, seperti
bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa
dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Hal ini senada dengan
apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun dan
Amsal Bachtiar, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya
berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest
menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan
simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo
sapiens, sebab dalam kegiatan berfikir manusia mempergunakan simbol.
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah
manusia layak disebut sebagai makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala
yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis
dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai
kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir sebagai
secara sistematis dan teratur.
Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir
seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein
yang menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Banyak ahli bahasa telah memberikan uraiannya tentang pengertian bahasa. Sudah
barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara menyampaikannya. Bloch and Trager
mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa “a language is a
system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates”
(bahasa adalah suatu system simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi).
Senada dengan definisi diatas, Joseph Broam mengatakan sebagaimana yang
dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa a language is a structured system of
arbitrary vocal symbols by means of which members of social group interact
(Bahasa adalah suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer
yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok social sebagai alat
bergaul satu sama lain).
B. Unsur Bahasa
Batasan-batasan diatas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah
paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya:
1. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang
menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang
dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau
sesuatu yang bersifat alamiah, seperti yang terdapat antara awan hitam dan turunnya
hujan, ataupun antara tingginya panas badan dan kemungkinannya terjadi infeksi. Jika
dikatakan bahwa bahasa adalah suatu system simbol-simbol, hal tersebut mengandung
makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek
ataupun kejadian dalam dunia praktis.
2. Simbol-simbol Vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang
urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh
dengan system pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut
haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk
memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari lainnya.
3. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan
yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan
lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk
mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris menyebutnya
horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison. Semua kata
ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi social yakni sejenis
persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama
anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
4. Suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati
nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di
dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya
saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri
fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi).
5. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul
satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli social
menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut
mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku
social sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya. Fungsi
bahasa memang sangat penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota
masyarakat dapat mengadakan interaksi social. Telaah pola-pola interaksi ini
merupakan bagian dari ilmu sosiologi.
C. Fungsi Bahasa
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama, yakni, pertama, sebagai
sarana komunikasi antar manusia dan, kedua, sebagai sarana budaya yang
mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang
pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif dan fungsi yang kedua sebagai
fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan suatu bahasa haruslah memperhatikan
kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam
pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakannya bahasa harus terus
tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.
Sebagai alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni,
pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi
perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga, berkonotasi pikiran
(penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat
diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif, afektif, dan penalaran.
Perkembangan bahasa pada dasarnya adalah pertumbuhan ketiga fungsi
komunikatif tersebut agar mampu mencerminkan perasaan, sikap dan pikiran suatu
kelompok masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut. Kalau kita ambil sebagai
contoh dua unsur dari kebudayaan suatu bangsa umpamnya seni dan ilmu, maka secara
teoritis dapat dikatakan, bahwa kemajuan di bidang seni terkait dengan perkembangan
bahasa dalam fungsi emotif dan afektif, sedangkan di bidang keilmuan terkait dengan
perkembangan bahasa dalam fungsi penalaran. Tentu saja pembagian ini tidaklah
bersifat kategoris yang mutlak, melainkan lebih bersifat pengkotakan yang bersifat
gradasi yaitu seni juga dipengaruhi fungsi penalaran bahasa, dan sebaliknya, ilmu akan
menjadi steril tanpa diperkaya perkembangan fungsi emotif dan afektif dari bahasa.
Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sektor sektor lain
yang juga tumbuh dan berkembang. Sekiranya bahasa berkembangan terisolasikan dari
perkembangan sektor-sektor lain maka bahasan mungkin bersifat tidak berfungsi dan
bahkan kotra produktif. Sekiranya pada satu pihak terdapat upaya untuk lebih
memasyarakatkan ilmu di kalangan masyarakat luas dan kaum muda, sedangkan
kalangan ilmuwan “asyik sendiri” membentuk terminologi ilmiah yang tepat, cermat
dan eksak dilihat dari kaca mata fungsi penalaran bahasa; tanpa memperdulikan apakah
kata-kata baru mampu berkomunikasi dengan kalangan non-keilmuan maka tentu saja
hal ini menimbulkan kesenjangan dari upaya tadi. Bahasa selalu berkembang menjadi
esoterik dan asing bagi dunia di luar bidang keilmuan.
D. Kontroversi dalam pemaknaan dan penggunaan istilah dalam sektor keilmuan.
Sekiranya para pemikir di bidang pendidikan dengan sungguh sungguh ingin
menghapus batas antara PASPAL dan SOSBUD, yang merupakan tembok Berlin antara
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, maka kalangan ilmuwan yang mengadopsi kata
“sains” untuk padanan kata “ilmu” secara sadar atau tidak sadar malah memperlebar
jurang perbedaan ini. Di negara asalnya pun kata science mempunyai konotasi
(meskipun tidak formal) dengan natural science dan technology. Dengan demikian
maka adopsi kata sains ini meskipun mungkin memperkaya perbendaharaan Bahasa
Indonesia namun kontraproduktif terhadap upaya meningkatkan kemampuan penalaran
bangsa kita dengan menghilangkan batas antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
Belum lagi pembentukan padanan “taat asas” untuk “konsisten” yang ditinjau dari
filsafat ilmu adalah tidak benar dan sebaiknya tidak usah dilahirkan. Para pemikir di
bidang filsafat ilmu sangat menyesalkan bahwa manusia sudah terlanjur
mempergunakan kata “hukum” (law) dalam terminologi keilmuan yang berkonotasi
moral. Pembentukan kata “taat asas” untuk padanan konsisten jatuh pada perangkap
yang sama.
E. Perbedaan antara knowledge dengan science.
Knowledge umum diartikan dengan istilah pengetahuan, sedangkan science
sering diartikan ilmu pengetahuan. Namun dalam penggunaannya mempunyai beberapa
kelemahan yakni pertama adalah knowledge merupakan terminologi generik dan
science adalah anggota (species) dari kelompok tersebut. Adalah kurang layak kalau
pengetahuan merupakan teminologi generik dan ilmu pengetahuan merupakan anggota
yang termasuk ke dalamnya. Kelemahan lain adalah kata sifat dari science yakni
scientific yang sekiranya secara konsekwen kita mempergunakan untuk ilmu adalah
pengetahuan ilmiah. Kedua terminologi ini akan menyesatkan dan kurang nyaman
untuk dipergunakan. Kelemahan ketiga adalah tidak konsekuensinya memeprgunakan
terminologi ilmu pengetahuan untuk science di mana biologi disebut ilmu hayat
sedangkan fisika adalah ilmu pengetahuan alam.
Alternatif kedua didasarkan kepada asumsi bahwa ilmu pengetahuan pada
dasarnya adalah dua kata benda yakni ilmu dan pengetahuan. Rangkaian dua kata
semacam iuni adalah lumrah dalam bahasa Indonesia seperti emas, perak atau intan
berlian Dengan demikian kita tinggal menetapkan mana yang sinonim dengan science
dan mana yang sinonim dengan knowledge. Dalam hal ini maka yang lebih tepat
kiranya adalah penggunaan kata pengetahuan untuk knowledge dan ilmu untuk science.
Dengan demikian maka social science kita terjemahkan dengan ilmu-ilmu sosial dan
natural science dengan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini termasuk humaniora
(seni, filsafat, bahasa dan sebagainya) termasuk ke dalam pengetahuan yang merupakan
terminologi generik. Kata sifat dari ilmu adalah ilmiah atau keilmuan; metode yang
dipergunakan dalam kegiatan ilmiah (keilmuan) adalah metode ilmiah. Ahli dalam
bidang keilmuan adalah ilmuan.
F. Adopsi bahasa yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
Akhir-akhir ini, mungkin sebagai jalan keluar dari kebingungan semantik yang
melanda terminologi ilmu pengetahuan, diperkenalkan kata “sains” yang dalam
beberapa hal telah secara sah dipergunakan (umpamanya dalam gelar Magister Sains).
Sains ini adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni science. Saya kira
adopsi ini tidak perlu sebab pembentukan kata sifat dengan kata dasar sains ini adalah
agak janggal dalam struktur bahasa Indonesia. Scientific, sekiranya sains adalah
sinonim dengan science, adalah ke-sain-an atau saintifik(?). Scientist adalah sainswan
atau sintis(sic)!
Keberatan kedua adalah bahwa terminologi science dalam bahasa asalnya
penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science seperti teknik, economics,
sering dikonotasikan bukan science, namun social studies, termasuk ke dalamnya
social sciences lainnya. Dengan demikian maka terminologi science sering dikaitkan
dengan teknologi. Hal ini, meskipun tidak disengaja dan mungkin tidak disadari,
menimbulkan jurang antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Sederhananya adalah
bahwa ilmu-ilmu kata science; atau paling tidak, preferensi utama penggunaan kata
science adalah untuk ilmu-ilmu alam.
G. Perbedaan Pengetahuan dan Pra Ilmiah.
Di dalam filsafat ilmu perlu dibedakan antara pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan pra ilmiah. Pengetahuan ilmiah telah teruji secara lebih sitematik
sedangkan pengetahuan pra ilmiah tidak memiliki sifat kajian ilmu. Pengetahuan yang
diperoleh akan melalui tahapan pencarian kebenaran dengan cara membuktikan
kebenaran hasil-hasil pemahaman serta dugaan-dugaan matematik. Sedangkan
mengenai kebenaran hipotesa-hipotesa empirik, orang mencoba untuk mengambil
keputusan dengan jalan mengadakan observasi-observasi atau eksperimen-eksperiman
secara cermat.
Ilmu bersifat intersubyektif. Di dalam ilmu orang perlu mengetahui apa yang
dimaksudkan oleh orang lain, khususnya dalam arti orang perlu saling mengetahui apa
yang dimaksudkan oleh pernyataan-pernyataan serta pemberitahuan-pemberitahuan
yang dikemukakan oleh masing-masing pihak. Dugaan-dugaan yang dipunyai oleh A
hendaknya dapat dikaji oleh B. Dan hsil kajian tersebut, hendaknya dapat dievaluasi
baik oleh C maupun oleh A dan B. Syarat-syarat seperti ni menimbulkan harapan akan
adanya peristilahan yang dirumuskan sejelas mungkin, yang dapat diterima secara
umum.
Cara yang paling tepat untuk menetapkan pemakaian suatu istilah ialah dengan
menggunakan definisi eksplisit. Dalam definisi seperti ini ditetapkan suatu istilah atau
suatu gabungan istilah dipakai dalam makna tertentu. Sekaligus dalam hal ini orang
perlu membedakan dua hal.
a. Stipulatif
Definisi-definisi stipulatif secara khusus dipakai sebagai contoh bagi istilah-
istilah ilmiah yang baru diperkenalkan. Definisi ini menetapkan pemakaian suatu istilah
untuk masa depan, masing-masing mengandung usul ke arah pemakaian tersebut. Masa
depan ini dapat bersifat terbatas (sebuah ceramah, tulisan, buku), tetapi mungkin juga
terjadi bahwa defiisi tadi diambil alih oleh orang-orang lain dan secara demikian
lambat laun dapat timbul pemakaian istilah yang seragam, yang diberlakukan.
b. Deskriptif
Definisi deskriptif mengacu pada istilah-istilah yang sudah lazim dipakai.
Definisi ini bersangkutan dengan menunjukkan arti apakah yang telah dipunyai oleh
sesuatu istilah atau gabungan istilah tertentu. Kamus-kamus banyak memuat definisi-
definisi deskriptif; usaha merumuskan definisi-definisi deskriptif merupakan salah satu
kesibukan para penyelidik ilmu bahawa. Orang-orang berusaha untuk mencari serta
menemukan ukuran-ukuran yang menjadi dasar pemakaian istilah-istilah tersebut.
Perbedaan yang menonjol antara definisi stipulatif dengan definisi deskriptif
ialah, dalam hal yang ke dua dapat dipertanyakkan benar tidaknya definisi yang
bersangkutan, sedangkan dalam hal yang pertama tidak demikian. Sebuah definisi
deskriptif benar atau tidak benar, tergantung pada apakah definisi tadi mencatat secara
tepat arti yang sedang diberikan kepadanya (pemakaian kata yang sedang berlaku).
Sebaliknya, sebuah definisi stipulatif, dapat bersifat menguntungkan atau tidak
menguntungkan, bersifat melingkar atau tidak melingkar, namun tidaklah meungkin
menyifatkannya sebagai benar atau tidak benar.
Definisi deskriptif perlu secara tegas-tegas dibedakan dengan apa yang disebut
definisi-definisi hakiki. Di dalam definisi ini, orang mencoba untuk mencakup ciri-ciri
hakiki hal-hal tertentu. “Terlepas dari bagaimana tepatnya arti yang diberikan kepada
istilah ‘bangsa’, namun bangsa dalam arti kata yang sebenarnya ialah …..” – cara
berpikir yang demikian ini secara diam-diam menunjukkan sifat “mengarah” kepada
suatu definisi hakiki. Atau “Demokrasi telah tampil dalam pelbagai bentuk, namun
demokrasi yang sejati barulah tampil bila ….” Juga definisi-definisi semacam ini
berdalih benar, tetapi tidak ada metode-metode ilmiah yang dpat digunakan untuk
menetapkan kebenarannya. Dalam hal ini orang mendasarkan diri pada daya tahu yang
bersifat adi-indrawi yang tidak lagi diakui dalam ilmu. Jadi definisi-definisi hakiki
(atau definisi-definisi real, sebagaimana dahulu orang lebih sukan menamakannya)
tidak lagi berperanan dalam ilmu modern. Sebaliknya, dalam sejumlah filsafat, definsi-
definisi tadi masih tetap dipakai.
Definisi stipulatif dan definisi deskriptif terdiri dari (1) sebuah istilah yang
ditetapkan (ditentukan atau ditunjukkan) artinya yaitu apa yang disebut definiendum;
(2) perumusan yang diberikan, yaitu apa yang dinamakan definiens; (3) juga sejumlah
kata penghubung di antara kedua hal tadi (yang dimaksudkan dengan ….ialah …. Atau
kata-kata semacam itu). Sebuah definisi hanya akan membantu kita selanjutnya, bila
tidak terdapat kesalahpahaman mengenai arti yang dikandung oleh kata-kata yang
tercantum dalam definiens, baik karena sebelumnya sudah didefinisikan, maupun
karena tanpa didefinisikan arti yang dikandungnya memang sudah jelas.
Agar mendapatkan pemahaman yang baik mengenai pembentukan pengertian
ilmiah, kiranya perlu diingat bahwa kedua corak definisi yang pokok tersebut sama
sekali tidak selamanya terjadi dalam bentuk yang murni. Sejak semula mungkin sudah
tidak jelas, apakah maksud penyusunan definisi memberikan laporan mengenai
pemakaian kata yang sudah ada, ataukah tidak demikian halnya. Tetapi yang lebih
penting secara mendasar ialah, ada sekelompok besar serta teramat penting, hasil
penentuan pengertian yang mempersatukan unsur-unsur definisi stipulatif dengan
unsur-unsur definisi deskriptif. Inilah apa yang dinamakan eksplikasi pengertian atau
secara singkat desebut eksplikasi-eksplikasi.
c. Definisi Operasional
Definisi-definisi operasional pertama kalimnya mengalami perkembangan pesat
dalam ilmu-ilmu dalam yang eksak. Kebutuhan akan ukuran-ukuran yang dapat
ditangani secara intersubyektif, menyebabkan definisi-definisi ini untuk pertama
kalinya berhasil baik dalam ilmu-ilmu tersebut. Sifat apakah yang dipunyai oleh
ukuran-ukuran ini, masih dapat tergantung pada macam pengertian yang bersangkutan.
Dalam hal pengertian-pengertian klasifikasi, haruslah diperoleh jawaban yang
memberikan kepastian atas pertanyaan apakah suatu benda tertentu memenuhi atau
tidak memenuhi pengertian yang bersangkutan. Apakah benda ini terbuat dari perak?
Apakah benda ini bersifat magnetik? Sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan semacam
ini mendasari klasifikasi-klasifikasi, baik misalnya, didasarkan atas unsur yang
menyusun benda (perak, emas, tembaga, timah, besi, dsb.), maupun didasarkan atas
ciri-ciri tertentu yang dipunyai oleh benda (magnetik atau tidak magnetik, dapat larut
atau tidak dapat larut, dan sebagainya).
H. Karakteristik Bahasa Ilmiah
Untuk dpat berfikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun
langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujun yang
akan digapai akan terwujud. Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan
ini dibantu oleh sarana berupa bahasa, logika matematika, dan statistika.
Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu
pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti
menggunakan pola berfikir induktif dan deduktif dlam mendapatkan pengetahuan.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan
ilmiah secara baik.
Dengan demikian, jika hal tersebut dikaitkan dengan berfikir ilmiah, sarana
ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang penetahuan untuk mengembangkan materi
pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berfikir ini juga mempunyai metode
tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dlam mendapatkan pengetahuan. Ini
disebabkan sarana ini adalah alat bantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilu
itu sendiri.
Bahasa sabagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berfikir
ilmiah di mana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jlan pikiran tersebut pada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan
logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berfikir ilmiah ini sangat
berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berfikir belum
tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan
benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu
tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berfikir. Ketika bahasa
disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga,
yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian
informasi berupa pengetahuan. Untuk mencapai komunikasi ilmiah, maka bahasa yang
digunakan harus terbebas dari unsur emotif.
Disamping itu bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti jika si
pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa “X” misalnya, si
pendengar juga harus menerima “X” juga. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi
kesalahan informasi, di mana suatu informasi berbeda maka proses berfikirnya juga
akan berbeda.
I. Kesimpulan
Dengan terjadinya hal-hal di atas, dewasa ini orang tidak lagi sering mempertanyakan
serta menanggapi masalah kesatuan ilmu dalam hubungannya dengan suatu bahasa
kesatuan. Namun yang masih tetap hangat dibicarakan ialah, masalah kesatuan hakiki
dalam hal tujuan serta metode. Pendirian yang menyetujui kesatuan ilmu dengan
demikian dapat dipertahankan, antara lain dengan mengacu kepada kecenderungan
umum ke arah usaha menciptakan khasanah kata-kata yang cermat, dapat diandalkan,
dan bermakna-tunggal.
Daftar Pustaka
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rajagrafindo, Persada, 2007
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cet. XIII, Jakarta:
Sinar Harapan, 1984.
Rasjidi, M, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Beerling, et al, Pengantar Filsafat Ilmu, Terjemahan Soejono Soemargono, cet. III,
Yogya: PT. Tiara Wacana, 1990

More Related Content

What's hot

Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikUchy Fahrel
 
Bahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemBahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemEster Emilia
 
hubungan bahasa dan pikiran
hubungan bahasa dan pikiranhubungan bahasa dan pikiran
hubungan bahasa dan pikiranheniwahyuarini95
 
Komunikasi NonVerbal
Komunikasi NonVerbalKomunikasi NonVerbal
Komunikasi NonVerbalErwin Rasyid
 
Tugas pembidangan linguistik kelas c
Tugas pembidangan linguistik kelas cTugas pembidangan linguistik kelas c
Tugas pembidangan linguistik kelas cDarwis Maulana
 
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arab
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arabPengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arab
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arabUniversiti Kebangsaan Malaysia
 
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)Watak Bulat
 
Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal Erwin Rasyid
 
Performansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi ChomskyPerformansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi Chomskykholid harras
 
pengantar linguistik
pengantar linguistikpengantar linguistik
pengantar linguistikfitri norlida
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiaNUR DIANA
 
bahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranbahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranWardathul Jannah
 
Linguistik pembentangan
Linguistik pembentanganLinguistik pembentangan
Linguistik pembentanganWatak Bulat
 

What's hot (20)

Bahasa indonesia 1
Bahasa indonesia 1Bahasa indonesia 1
Bahasa indonesia 1
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistik
 
Teks 1 hakikat bahasa
Teks  1 hakikat bahasaTeks  1 hakikat bahasa
Teks 1 hakikat bahasa
 
Bahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistemBahasa sebagai sistem
Bahasa sebagai sistem
 
Makalah filsafat
Makalah filsafatMakalah filsafat
Makalah filsafat
 
hubungan bahasa dan pikiran
hubungan bahasa dan pikiranhubungan bahasa dan pikiran
hubungan bahasa dan pikiran
 
Komunikasi NonVerbal
Komunikasi NonVerbalKomunikasi NonVerbal
Komunikasi NonVerbal
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Sifat bahasa
Sifat bahasaSifat bahasa
Sifat bahasa
 
Tugas pembidangan linguistik kelas c
Tugas pembidangan linguistik kelas cTugas pembidangan linguistik kelas c
Tugas pembidangan linguistik kelas c
 
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arab
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arabPengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arab
Pengaruh psikolinguistik terhadap suprasegmental dalam pertuturan bahasa arab
 
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)
Definisi bahasa dan linguistik (atikah md noor)
 
Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal
 
Bbm3201 minggu02
Bbm3201 minggu02Bbm3201 minggu02
Bbm3201 minggu02
 
Performansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi ChomskyPerformansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi Chomsky
 
pengantar linguistik
pengantar linguistikpengantar linguistik
pengantar linguistik
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesia
 
bahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiranbahasa, budaya dan pemikiran
bahasa, budaya dan pemikiran
 
Linguistik pembentangan
Linguistik pembentanganLinguistik pembentangan
Linguistik pembentangan
 
Pengertian bahasa
Pengertian bahasaPengertian bahasa
Pengertian bahasa
 

Similar to Pengertian Bahasa dan Fungsinya

UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAMETA GUNAWAN
 
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptxQurrotaAyuNeina
 
Hakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxHakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxDivaSafitri7
 
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptx
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptxBahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptx
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptxwebotrenet
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Imam Suwandi
 
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxBAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxPGMIIIQ2020
 
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxssuserc83cb6
 
HAKIKAT BAHASA.pptx
HAKIKAT BAHASA.pptxHAKIKAT BAHASA.pptx
HAKIKAT BAHASA.pptxAbdiJustin
 
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikKelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikRicky Subagya
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuElyn Eveline
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasapramithasari27
 
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasa
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasaKedudukan dan fungsi serta unsur bahasa
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasaRiski Hp
 
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxayyuubi
 
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistikPengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistikkholid harras
 

Similar to Pengertian Bahasa dan Fungsinya (20)

UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
 
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx
3. objek kajian, pengertian, dan fungsi bahasa.pptx
 
Hakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxHakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docx
 
Konsepsi Bahasa
Konsepsi BahasaKonsepsi Bahasa
Konsepsi Bahasa
 
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptx
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptxBahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptx
Bahasa dan fungsi bahasa 1,2.pptx
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Komunikasi Verbal
Komunikasi VerbalKomunikasi Verbal
Komunikasi Verbal
 
Hakikat, Fungsi dan Keunikan Bahasa
Hakikat, Fungsi dan Keunikan BahasaHakikat, Fungsi dan Keunikan Bahasa
Hakikat, Fungsi dan Keunikan Bahasa
 
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptxBAHASA DAN PIKIRAN.pptx
BAHASA DAN PIKIRAN.pptx
 
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docxENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
ENNIE 2101201021 Linguistik Morofologi.docx
 
HAKIKAT BAHASA.pptx
HAKIKAT BAHASA.pptxHAKIKAT BAHASA.pptx
HAKIKAT BAHASA.pptx
 
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori PsikolinguistikKelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
Kelompok 1 Psikolinguistik - Teori Psikolinguistik
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayu
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasa
 
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasa
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasaKedudukan dan fungsi serta unsur bahasa
Kedudukan dan fungsi serta unsur bahasa
 
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
 
Bahasa manusia 2017
Bahasa manusia 2017Bahasa manusia 2017
Bahasa manusia 2017
 
Persentsi Pertekom
Persentsi PertekomPersentsi Pertekom
Persentsi Pertekom
 
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistikPengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
 
Materi sesi 1.pptx
Materi sesi 1.pptxMateri sesi 1.pptx
Materi sesi 1.pptx
 

Recently uploaded

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 

Pengertian Bahasa dan Fungsinya

  • 1. A. Pengertian Bahasa Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menanggapinya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun dan Amsal Bachtiar, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan simbol. Secara generik istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berfikir manusia mempergunakan simbol. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah manusia layak disebut sebagai makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku”. Banyak ahli bahasa telah memberikan uraiannya tentang pengertian bahasa. Sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara menyampaikannya. Bloch and Trager mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa “a language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates” (bahasa adalah suatu system simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi). Senada dengan definisi diatas, Joseph Broam mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Amsal Bachtiar, bahwa a language is a structured system of arbitrary vocal symbols by means of which members of social group interact
  • 2. (Bahasa adalah suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain). B. Unsur Bahasa Batasan-batasan diatas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya: 1. Simbol-simbol Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat alamiah, seperti yang terdapat antara awan hitam dan turunnya hujan, ataupun antara tingginya panas badan dan kemungkinannya terjadi infeksi. Jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu system simbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis. 2. Simbol-simbol Vokal Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan system pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari lainnya. 3. Simbol-simbol vokal arbitrer Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison. Semua kata ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi social yakni sejenis
  • 3. persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu. 4. Suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer. Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi). 5. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli social menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku social sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya. Fungsi bahasa memang sangat penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota masyarakat dapat mengadakan interaksi social. Telaah pola-pola interaksi ini merupakan bagian dari ilmu sosiologi. C. Fungsi Bahasa Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama, yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia dan, kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif. Pengembangan suatu bahasa haruslah memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakannya bahasa harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman. Sebagai alat komunikasi pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yakni, pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga, berkonotasi pikiran
  • 4. (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif, afektif, dan penalaran. Perkembangan bahasa pada dasarnya adalah pertumbuhan ketiga fungsi komunikatif tersebut agar mampu mencerminkan perasaan, sikap dan pikiran suatu kelompok masyarakat yang mempergunakan bahasa tersebut. Kalau kita ambil sebagai contoh dua unsur dari kebudayaan suatu bangsa umpamnya seni dan ilmu, maka secara teoritis dapat dikatakan, bahwa kemajuan di bidang seni terkait dengan perkembangan bahasa dalam fungsi emotif dan afektif, sedangkan di bidang keilmuan terkait dengan perkembangan bahasa dalam fungsi penalaran. Tentu saja pembagian ini tidaklah bersifat kategoris yang mutlak, melainkan lebih bersifat pengkotakan yang bersifat gradasi yaitu seni juga dipengaruhi fungsi penalaran bahasa, dan sebaliknya, ilmu akan menjadi steril tanpa diperkaya perkembangan fungsi emotif dan afektif dari bahasa. Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sektor sektor lain yang juga tumbuh dan berkembang. Sekiranya bahasa berkembangan terisolasikan dari perkembangan sektor-sektor lain maka bahasan mungkin bersifat tidak berfungsi dan bahkan kotra produktif. Sekiranya pada satu pihak terdapat upaya untuk lebih memasyarakatkan ilmu di kalangan masyarakat luas dan kaum muda, sedangkan kalangan ilmuwan “asyik sendiri” membentuk terminologi ilmiah yang tepat, cermat dan eksak dilihat dari kaca mata fungsi penalaran bahasa; tanpa memperdulikan apakah kata-kata baru mampu berkomunikasi dengan kalangan non-keilmuan maka tentu saja hal ini menimbulkan kesenjangan dari upaya tadi. Bahasa selalu berkembang menjadi esoterik dan asing bagi dunia di luar bidang keilmuan. D. Kontroversi dalam pemaknaan dan penggunaan istilah dalam sektor keilmuan. Sekiranya para pemikir di bidang pendidikan dengan sungguh sungguh ingin menghapus batas antara PASPAL dan SOSBUD, yang merupakan tembok Berlin antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, maka kalangan ilmuwan yang mengadopsi kata “sains” untuk padanan kata “ilmu” secara sadar atau tidak sadar malah memperlebar jurang perbedaan ini. Di negara asalnya pun kata science mempunyai konotasi (meskipun tidak formal) dengan natural science dan technology. Dengan demikian maka adopsi kata sains ini meskipun mungkin memperkaya perbendaharaan Bahasa Indonesia namun kontraproduktif terhadap upaya meningkatkan kemampuan penalaran
  • 5. bangsa kita dengan menghilangkan batas antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Belum lagi pembentukan padanan “taat asas” untuk “konsisten” yang ditinjau dari filsafat ilmu adalah tidak benar dan sebaiknya tidak usah dilahirkan. Para pemikir di bidang filsafat ilmu sangat menyesalkan bahwa manusia sudah terlanjur mempergunakan kata “hukum” (law) dalam terminologi keilmuan yang berkonotasi moral. Pembentukan kata “taat asas” untuk padanan konsisten jatuh pada perangkap yang sama. E. Perbedaan antara knowledge dengan science. Knowledge umum diartikan dengan istilah pengetahuan, sedangkan science sering diartikan ilmu pengetahuan. Namun dalam penggunaannya mempunyai beberapa kelemahan yakni pertama adalah knowledge merupakan terminologi generik dan science adalah anggota (species) dari kelompok tersebut. Adalah kurang layak kalau pengetahuan merupakan teminologi generik dan ilmu pengetahuan merupakan anggota yang termasuk ke dalamnya. Kelemahan lain adalah kata sifat dari science yakni scientific yang sekiranya secara konsekwen kita mempergunakan untuk ilmu adalah pengetahuan ilmiah. Kedua terminologi ini akan menyesatkan dan kurang nyaman untuk dipergunakan. Kelemahan ketiga adalah tidak konsekuensinya memeprgunakan terminologi ilmu pengetahuan untuk science di mana biologi disebut ilmu hayat sedangkan fisika adalah ilmu pengetahuan alam. Alternatif kedua didasarkan kepada asumsi bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah dua kata benda yakni ilmu dan pengetahuan. Rangkaian dua kata semacam iuni adalah lumrah dalam bahasa Indonesia seperti emas, perak atau intan berlian Dengan demikian kita tinggal menetapkan mana yang sinonim dengan science dan mana yang sinonim dengan knowledge. Dalam hal ini maka yang lebih tepat kiranya adalah penggunaan kata pengetahuan untuk knowledge dan ilmu untuk science. Dengan demikian maka social science kita terjemahkan dengan ilmu-ilmu sosial dan natural science dengan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini termasuk humaniora (seni, filsafat, bahasa dan sebagainya) termasuk ke dalam pengetahuan yang merupakan terminologi generik. Kata sifat dari ilmu adalah ilmiah atau keilmuan; metode yang dipergunakan dalam kegiatan ilmiah (keilmuan) adalah metode ilmiah. Ahli dalam bidang keilmuan adalah ilmuan.
  • 6. F. Adopsi bahasa yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Akhir-akhir ini, mungkin sebagai jalan keluar dari kebingungan semantik yang melanda terminologi ilmu pengetahuan, diperkenalkan kata “sains” yang dalam beberapa hal telah secara sah dipergunakan (umpamanya dalam gelar Magister Sains). Sains ini adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni science. Saya kira adopsi ini tidak perlu sebab pembentukan kata sifat dengan kata dasar sains ini adalah agak janggal dalam struktur bahasa Indonesia. Scientific, sekiranya sains adalah sinonim dengan science, adalah ke-sain-an atau saintifik(?). Scientist adalah sainswan atau sintis(sic)! Keberatan kedua adalah bahwa terminologi science dalam bahasa asalnya penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science seperti teknik, economics, sering dikonotasikan bukan science, namun social studies, termasuk ke dalamnya social sciences lainnya. Dengan demikian maka terminologi science sering dikaitkan dengan teknologi. Hal ini, meskipun tidak disengaja dan mungkin tidak disadari, menimbulkan jurang antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Sederhananya adalah bahwa ilmu-ilmu kata science; atau paling tidak, preferensi utama penggunaan kata science adalah untuk ilmu-ilmu alam. G. Perbedaan Pengetahuan dan Pra Ilmiah. Di dalam filsafat ilmu perlu dibedakan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan pra ilmiah. Pengetahuan ilmiah telah teruji secara lebih sitematik sedangkan pengetahuan pra ilmiah tidak memiliki sifat kajian ilmu. Pengetahuan yang diperoleh akan melalui tahapan pencarian kebenaran dengan cara membuktikan kebenaran hasil-hasil pemahaman serta dugaan-dugaan matematik. Sedangkan mengenai kebenaran hipotesa-hipotesa empirik, orang mencoba untuk mengambil keputusan dengan jalan mengadakan observasi-observasi atau eksperimen-eksperiman secara cermat. Ilmu bersifat intersubyektif. Di dalam ilmu orang perlu mengetahui apa yang dimaksudkan oleh orang lain, khususnya dalam arti orang perlu saling mengetahui apa yang dimaksudkan oleh pernyataan-pernyataan serta pemberitahuan-pemberitahuan yang dikemukakan oleh masing-masing pihak. Dugaan-dugaan yang dipunyai oleh A hendaknya dapat dikaji oleh B. Dan hsil kajian tersebut, hendaknya dapat dievaluasi
  • 7. baik oleh C maupun oleh A dan B. Syarat-syarat seperti ni menimbulkan harapan akan adanya peristilahan yang dirumuskan sejelas mungkin, yang dapat diterima secara umum. Cara yang paling tepat untuk menetapkan pemakaian suatu istilah ialah dengan menggunakan definisi eksplisit. Dalam definisi seperti ini ditetapkan suatu istilah atau suatu gabungan istilah dipakai dalam makna tertentu. Sekaligus dalam hal ini orang perlu membedakan dua hal. a. Stipulatif Definisi-definisi stipulatif secara khusus dipakai sebagai contoh bagi istilah- istilah ilmiah yang baru diperkenalkan. Definisi ini menetapkan pemakaian suatu istilah untuk masa depan, masing-masing mengandung usul ke arah pemakaian tersebut. Masa depan ini dapat bersifat terbatas (sebuah ceramah, tulisan, buku), tetapi mungkin juga terjadi bahwa defiisi tadi diambil alih oleh orang-orang lain dan secara demikian lambat laun dapat timbul pemakaian istilah yang seragam, yang diberlakukan. b. Deskriptif Definisi deskriptif mengacu pada istilah-istilah yang sudah lazim dipakai. Definisi ini bersangkutan dengan menunjukkan arti apakah yang telah dipunyai oleh sesuatu istilah atau gabungan istilah tertentu. Kamus-kamus banyak memuat definisi- definisi deskriptif; usaha merumuskan definisi-definisi deskriptif merupakan salah satu kesibukan para penyelidik ilmu bahawa. Orang-orang berusaha untuk mencari serta menemukan ukuran-ukuran yang menjadi dasar pemakaian istilah-istilah tersebut. Perbedaan yang menonjol antara definisi stipulatif dengan definisi deskriptif ialah, dalam hal yang ke dua dapat dipertanyakkan benar tidaknya definisi yang bersangkutan, sedangkan dalam hal yang pertama tidak demikian. Sebuah definisi deskriptif benar atau tidak benar, tergantung pada apakah definisi tadi mencatat secara tepat arti yang sedang diberikan kepadanya (pemakaian kata yang sedang berlaku). Sebaliknya, sebuah definisi stipulatif, dapat bersifat menguntungkan atau tidak menguntungkan, bersifat melingkar atau tidak melingkar, namun tidaklah meungkin menyifatkannya sebagai benar atau tidak benar.
  • 8. Definisi deskriptif perlu secara tegas-tegas dibedakan dengan apa yang disebut definisi-definisi hakiki. Di dalam definisi ini, orang mencoba untuk mencakup ciri-ciri hakiki hal-hal tertentu. “Terlepas dari bagaimana tepatnya arti yang diberikan kepada istilah ‘bangsa’, namun bangsa dalam arti kata yang sebenarnya ialah …..” – cara berpikir yang demikian ini secara diam-diam menunjukkan sifat “mengarah” kepada suatu definisi hakiki. Atau “Demokrasi telah tampil dalam pelbagai bentuk, namun demokrasi yang sejati barulah tampil bila ….” Juga definisi-definisi semacam ini berdalih benar, tetapi tidak ada metode-metode ilmiah yang dpat digunakan untuk menetapkan kebenarannya. Dalam hal ini orang mendasarkan diri pada daya tahu yang bersifat adi-indrawi yang tidak lagi diakui dalam ilmu. Jadi definisi-definisi hakiki (atau definisi-definisi real, sebagaimana dahulu orang lebih sukan menamakannya) tidak lagi berperanan dalam ilmu modern. Sebaliknya, dalam sejumlah filsafat, definsi- definisi tadi masih tetap dipakai. Definisi stipulatif dan definisi deskriptif terdiri dari (1) sebuah istilah yang ditetapkan (ditentukan atau ditunjukkan) artinya yaitu apa yang disebut definiendum; (2) perumusan yang diberikan, yaitu apa yang dinamakan definiens; (3) juga sejumlah kata penghubung di antara kedua hal tadi (yang dimaksudkan dengan ….ialah …. Atau kata-kata semacam itu). Sebuah definisi hanya akan membantu kita selanjutnya, bila tidak terdapat kesalahpahaman mengenai arti yang dikandung oleh kata-kata yang tercantum dalam definiens, baik karena sebelumnya sudah didefinisikan, maupun karena tanpa didefinisikan arti yang dikandungnya memang sudah jelas. Agar mendapatkan pemahaman yang baik mengenai pembentukan pengertian ilmiah, kiranya perlu diingat bahwa kedua corak definisi yang pokok tersebut sama sekali tidak selamanya terjadi dalam bentuk yang murni. Sejak semula mungkin sudah tidak jelas, apakah maksud penyusunan definisi memberikan laporan mengenai pemakaian kata yang sudah ada, ataukah tidak demikian halnya. Tetapi yang lebih penting secara mendasar ialah, ada sekelompok besar serta teramat penting, hasil penentuan pengertian yang mempersatukan unsur-unsur definisi stipulatif dengan unsur-unsur definisi deskriptif. Inilah apa yang dinamakan eksplikasi pengertian atau secara singkat desebut eksplikasi-eksplikasi.
  • 9. c. Definisi Operasional Definisi-definisi operasional pertama kalimnya mengalami perkembangan pesat dalam ilmu-ilmu dalam yang eksak. Kebutuhan akan ukuran-ukuran yang dapat ditangani secara intersubyektif, menyebabkan definisi-definisi ini untuk pertama kalinya berhasil baik dalam ilmu-ilmu tersebut. Sifat apakah yang dipunyai oleh ukuran-ukuran ini, masih dapat tergantung pada macam pengertian yang bersangkutan. Dalam hal pengertian-pengertian klasifikasi, haruslah diperoleh jawaban yang memberikan kepastian atas pertanyaan apakah suatu benda tertentu memenuhi atau tidak memenuhi pengertian yang bersangkutan. Apakah benda ini terbuat dari perak? Apakah benda ini bersifat magnetik? Sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan semacam ini mendasari klasifikasi-klasifikasi, baik misalnya, didasarkan atas unsur yang menyusun benda (perak, emas, tembaga, timah, besi, dsb.), maupun didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipunyai oleh benda (magnetik atau tidak magnetik, dapat larut atau tidak dapat larut, dan sebagainya). H. Karakteristik Bahasa Ilmiah Untuk dpat berfikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujun yang akan digapai akan terwujud. Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana berupa bahasa, logika matematika, dan statistika. Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berfikir induktif dan deduktif dlam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Dengan demikian, jika hal tersebut dikaitkan dengan berfikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang penetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berfikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dlam mendapatkan pengetahuan. Ini disebabkan sarana ini adalah alat bantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilu itu sendiri.
  • 10. Bahasa sabagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berfikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jlan pikiran tersebut pada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berfikir ilmiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berfikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berfikir. Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Untuk mencapai komunikasi ilmiah, maka bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsur emotif. Disamping itu bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti jika si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa “X” misalnya, si pendengar juga harus menerima “X” juga. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi kesalahan informasi, di mana suatu informasi berbeda maka proses berfikirnya juga akan berbeda. I. Kesimpulan Dengan terjadinya hal-hal di atas, dewasa ini orang tidak lagi sering mempertanyakan serta menanggapi masalah kesatuan ilmu dalam hubungannya dengan suatu bahasa kesatuan. Namun yang masih tetap hangat dibicarakan ialah, masalah kesatuan hakiki dalam hal tujuan serta metode. Pendirian yang menyetujui kesatuan ilmu dengan demikian dapat dipertahankan, antara lain dengan mengacu kepada kecenderungan umum ke arah usaha menciptakan khasanah kata-kata yang cermat, dapat diandalkan, dan bermakna-tunggal.
  • 11. Daftar Pustaka Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rajagrafindo, Persada, 2007 Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, cet. XIII, Jakarta: Sinar Harapan, 1984. Rasjidi, M, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Beerling, et al, Pengantar Filsafat Ilmu, Terjemahan Soejono Soemargono, cet. III, Yogya: PT. Tiara Wacana, 1990