1. BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ORANG LAIN
َ
Berbagai prasangka buruk terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati kita. Sebagian besarnya,
tuduhan itu tidak dibangun di atas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal tuduh
kepada saudaranya.
Buruk sangka kepada orang lain atau yang dalam bahasa Arabnya disebut su`u zhan mungkin biasa
atau bahkan sering hinggap di hati kita. Yang parahnya, terkadang persangkaan kita tiada berdasar dan
tidak beralasan.
Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan
suuzhan tersebut bersemayam di dalam hati. Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya
kepada orang lain.
Padahal su`u zhan kepada sesame kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti merupakan perkara yang
terlarang. Demikian jelas ayatnya dalam Al-Qur`anil Karim, Allah Subhanahu wa Ta’alaَ berfirman:
َ
“Wahaiَorang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena
sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakanَ dosa.”َ(QSَAl-Hujurat: 12).
Dalamَayatَdiَatas,َAllahَSubhanahuَ waَTa’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari
prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka.
Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke
arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia.
Bila ia mendapatkan qarinah yang kuat maka timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang
tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada.
Yang seperti ini tidak apa-apa.
Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah zhan yang diperingatkan
oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang paling
dusta.
Abu Hurairah radhiyallahuَ ‘anhuَpernahَ menyampaikanَ sebuah haditsَRasulullahَ Shallallahuَ ‘alaihiَwaَ
sallam yangَberbunyi:ْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta.
Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka.
Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk
menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan.
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya,
jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya.
Takwaَ ituَdiَsini,َtakwaَituَdisini.”َBeliauَmengisyaratkanَ (menunjuk)َ keَarah dadanya.َ “Cukuplahَ
seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap
muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke
tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihatَkeَhati-hatiَdanَamalanَ kalian.”َ(HR.َِ
Al-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482).
2. Kepada seorang muslim yang secara zahir baik agamanya serta menjaga kehormatannya, tidaklah
pantas kita berzhan buruk. Bila sampai pada kita berita yang “miring”َ tentangnyaَ makaَtidakَadaَyang
sepantasnya kita lakukan kecuali tetap berbaik sangka kepadanya.
Karena itu, tatkala terjadi peristiwa Ifk di masa Nubuwwah, di mana orang-orang munafik menyebarkan
fitnah berupa berita dustaَbahwaَ istriَRasulullahَ Shallallahuَ ‘alaihiَwasallamَ yangَmulia,َshalihah,َ danَ
thahirah (suci dariَperbuatanَ nista)َAisyahَradhiyallahuَ ‘anha berzina,َwal’iyadzubillah,َ denganَ sahabatَ
yang muliaَShafwanَ ibnuَMu’aththalَradhiyallahuَ ‘anhu, AllahَSubhanahuَ waَTa’alaَ mengingatkanَ
kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap berprasangka baik dan tidak ikut-ikutan dengan
munafikin menyebarkan kedustaan tersebut. Dalam Tanzil-Nya, Dia Subhanahu waَTa’alaَ berfirman:
َ
“Mengapaَ diَwaktuَkalianَmendengarَ berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak
bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, ‘Iniَadalahَ sebuahَ
beritaَbohongَ ygَnyata’.”َ(QS An-Nur 12)
Dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta’alaَ mencelaَorang-orang Badui yg takut berperang
ketika mereka diajak untuk keluar bersama pasukan mujahidin yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihiَwaَsallam.َOrang-orang Badui ini dihinggapi dengan zhan yang jelek.
“Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah)َ akanَmengatakan,َ ‘Hartaَdanَkeluarga
kami telah menyibukkan kami, maka mohonkanlah ampunanَ untukَkami.’َMerekaَmengucapkan
dengan lidah mereka apa yang tidak ada di dalam hatiَmereka.َKatakanlah,َ“Makaَsiapakahَgerangan
yang dapat menghalangi-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudaratan bagi kalian
atau jika Dia menghendaki manfaat bagi kalian. Bahkan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan. Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan orang2 yg beriman sekali-kali tidak akan
kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan setan telah menjadikan kalian memandang
baik dalam hati kalian persangkaan tersebut. Dan kalian telah menyangka dengan sangkaan yang
buruk,َkalianَpunَmenjadiَ kaumَyangَbinasa.”.َ(QS Al-Fath: 11-12).
Semoga bermanfaat...