1. WANITA ATAU PUN ISTERI MUSLIM<br />1.Memakai pakain atau pun menutup aurat secara syar’i (berpakaian yang tidak ketat, tipis dan membentuk lekuk tubuh)<br />Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang tidak pernah kulihat: (beliau menyebut salah satunya) wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak masuk surga dan tidak pula mendapatkan baunya. “ (HR. Muslim: 2128)<br />Makna berpakaian tapi telanjang yaitu memakai pakaian yang sempit, tipis atau pendek sehingga terlihat lekuk tubuhnya. Dan ada lagi penjelasan dari beberapa ulama tentang ini (lihat: Syarh Riyadhushshalihin)<br />2. Tidak memakai wewangian<br />“Wanita mana saja yang memakai wewangian, kemudian melewati sekelompok orang agar mereka mencium wanginya, maka dia adalah pezina. “ (HR. Ahmad dan Abu Daud: 230 semisal dengannya)<br />Ketika seorang wanita memakai wangian lalu tercium aromanya oleh lelaki, maka, sedikit-banyak, akan mengantarkan lelaki itu menuju kerusakan akhlak dan agamanya, karena itu Nabi kita melarang hal tersebut dan menyebutkan ancaman yang akan diterima pelakunya.<br />Hadits di atas berisi larangan untuk memakai wangian yang dapat tercium oleh lelaki, bukan anjuran untuk beraroma tidak sedap agar lelaki jauh darinya. Karena itu, wanita digalakan memakai minyak wangi yang dibolehkan untuk wanita, sebagaimana disebutkan oleh Nabi kita dalam suatu hadits, adalah minyak wangi yang warnanya lebih dominan dibandingkan dengan aromanya.<br />3.Berjalan pelan agar tidak terdengar suara alas kakinya (langkahnya)<br />“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan “ (An-Nuur: 31)<br />Termasuk kebiasaan wanita di masa jahiliyyah dulu, mereka memakai perhiasan di kaki mereka. Tatkala mereka ingin mencari perhatian dari lawan jenis, mereka menghentakkan kaki mereka supaya terdengar gemerincing suara perhiasan yang ada di balik gamis mereka. Allah pun melarang muslimah dari meniru perbuatan tersebut.<br />Kalau menghentakkan kaki agar terdengar suara perhiasan di dalamnya terlarang, lantas bagaimana kalau “membuat” suara dengan sepatu pula misalnya? Tak ada perbedaan antara keduanya. Sebab dalam syariat dikenal kaidah Saddu Adz-Dzara’i (menutup segala pintu menuju kerusakan). Segala sesuatu yang menghantarkan kepada kerusakan dan fitnah harus ditutup dan dilarang. Ketika seorang wanita berjalan memakai sepatu sehingga terdengar suaranya oleh kaum Adam, sebagaimana gemerincing suara perhiasan di kaki- memancing perhatian mereka, dan itu tentu lah bolih mengarah kepada kerusakan yang lebih lanjut.<br />4. Berbicara dengan lawan jenis seperlunya saja, tanpa mendayu-dayu atau menghaluskan suara.<br />“Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya , dan ucapkanlah perkataan yang baik,”(Al-Ahzab: 32)<br />Maksud tunduk dalam ayat artinya berbicara dengan gaya atau cara yang bisa menimbulkan fitnah pada lawan jenis, entah itu dengan mendayu-dayu atau melembutkan suara dan semisalnya. Tapi jangan disalah pahami dari ayat di atas, berarti wanita harus berbicara kasar kepada lawan jenis. Bukan itu yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Yang diinginkan dalam ayat di atas, hendaknya wanita itu berbicara dengan tegas tatkala menghadapi lawan jenis .<br />Mungkin inilah yang tidak atau belum disadari sebagian kita dan itu pernah saya rasakan sendiri tatkala menerima telepon dari seorang. Entah dosa apa saya ini, ketika saya mengangkat telepon darinya, tiba-tiba ia “memarah-marahi” saya (ia berbicara sangat keras) seperti seorang ibu yang memarahi anaknya karena memecahkan piring.<br />Dan masih terkait pula dengan masalah di atas, ada lagi kesalahpahaman sebagian daripada kita dalam menyikapi lawan jenis. Yaitu, tatkala ada orang lain (lawan jenis tentunya) berbicara kepada salah seorang dari mereka karena ada suatu hajat/kebutuhan yang ingin ditanyakan atau diselesaikan, ia memilih diam 100 % . Tak muncul dari mulutnya, jangankan satu huruf pun, nafas pun mungkin tak keluar. Ini tentunya termasuk berlebihan dalam bersikap.<br />Kalau mereka (mengaku) menyandarkan perbuatan mereka pada Al-Quran, lantas kenapa dalam ayat di atas Allah tidak melarang sekalian para muslimah untuk berbicara dengan lawan jenis? Kalau mereka menyandarkan perbuatan mereka pada As-Sunnah, kenapa Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak menegur para wanita di zamannya tentang hal itu? Bukankah di zaman beliau ada para wanita yang berbincang dengan beliau? Ada di antara mereka yang bertanya tentang perkara agama. Ada yang mengadukan permasalahan rumah tangganya dan ada pula yang datang untuk menawarkan diri untuk dinikahi. Jadi yang diperintahkan bagi seorang muslimah tatkala berbicara dengan lawan jenis bukan seperti satpam tatkala menegur maling, dan bukan pula seperti anak kecil yang bermanja-manja cari perhatian, akan tetapi yang diperintahkan adalah tegas, apa adanya dan tak perlu dibuat-buat,<br />5. Izin kepada suami (bila telah menikah)dan kalau keluarnya untuk perjalanan jauh, harus didampingi suami atau mahram.<br />“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengizinkan seorang masuk ke rumah suaminya sedangkan ia tidak menyukainya dan janganlah ia keluar dari rumahnya sedangkan suaminya tak menyukai (keluarnya ia)..” (HR. Baihaqi: 7/293)<br />“Janganlah seorang wanita melakukan safar (perjalanan jauh)-beliau mengucapkan tiga kali-melainkan bersama mahramnya. “ (HR. Bukhari: 1087 dan Muslim: 1383)<br />6. Menundukkan pandangan dan menghindar dari berbaur dengan para pria<br />“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka. “(An-Nur: 31) Sebagaimana kaum Adam diperintahkan menundukkan pandangan, maka demikian pula kaum Hawa. Dan tatkala mereka diperintahkan untuk menundukkan pandangan, maka apakah mungkin itu terlaksana dengan adanya perbauran antara mereka? Di segala arah: kiri, kanan, depan, belakang terdapat lawan jenis? zaman sekarang kan di mana-mana campur: di mall, pasar, jalanan? Kalau begitu, “Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian” (At-Taghaabun: 16) Hindari semampunya dan jangan malah menikmatinya!<br />Maraji’ :<br />1.Aladillaturradhiyyah limatniddurorilbahiyyah karya Muhammad Shubhi Hasan Hallaq<br />2. Nashiihati linnisa’ karya Ummu Abdillah Al-Wadii’yyah<br />3. Dan lain-lain<br />