Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Tahan amarahmu maka Allah akan memujimu. Dokumen tersebut membahas tentang keutamaan menahan amarah dan bahaya dari kemarahan, serta pujiannya Allah bagi yang mampu menahan amarah walaupun mampu melampiaskannya.
1. FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 11
TIM PENULIS: Mahladi (Pemimpin Redaksi Kelompok Media Hidayatullah),
Hamim Thohari (Ketua Dewan Syura Hidayatullah), Deka Kurniawan (Redak-
tur Suara Hidayatullah), Sholih Hasyim (Pengurus Pimpinan Pusat Hidayatullah).
Penanggungjawab rubrik: Deka Kurniawan. Fotografer: Muh. Abdus Syakur
Cabang iman ke-22
S
ebuah media pernah melansir hasil
riset tentang dampak meningkatnya
kemacetan di daerah Jakarta dan
sekitarnya. Ternyata, kemacetan
membuat masyarakat mudah
tersinggung, gampang marah, dan stres.
Ini sekadar satu saja dari sekian banyak
pemicu lahirnya manusia-manusia pemarah di
negeri ini. Penyebab lain, keadaan ekonomi yang
kian sulit, meningkatnya angka kriminalitas dan
kekerasan, serta persaingan kerja yang amat
tinggi.
Dengan kondisi seperti itu rasanya sulit bagi
kita hidup di kota yang hiruk pikuk ini tanpa
marah. Wajar pula bila Allah memuji siapa
saja yang berhasil melewati semua keruwetan
hidup tersebut tanpa marah. Rasulullah
mengabarkan pujian Allah ini dalam Hadits di
atas.
Pujian dari Allah seharusnya amat
membahagiakan manusia. Pujian dari sesama
manusia saja kerap membuat lupa diri.
Bayangkanlah bagaimana perasaan kita jika saat
ini Kepala Negara memuji kita? Bagaimana pula
rasanya bila orang yang kita sayangi memuji kita?
Betapa berbunga-bunganya hati kita.
Pujian dari Sang Maha Pencipta seharusnya
membuat kita lebih berbunga-bunga. Tapi
mengapa kita tak pernah berusaha mendapatkan
pujian itu dengan sekuat kemampuan untuk
menaham amarah? Ini semua terpulang kepada
seberapa besar iman kita.
Wallahu a’lam.
KAJIAN UTAMA
Tahan
Amarahmu
Maka Allah
Memujimu
“Barangsiapa menahan amarahnya
padahal dia mampu melampiaskannya
maka Allah akan membanggakannya
pada hari kiamat di hadapan semua
manusia.” (Riwayat Abu Dawud,
Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Rasulullah bersabda, “Iman
itu ada 70 cabang lebih atau
60 cabang lebih. Yang paling
utama adalah ucapan la
ilaha illallah, dan yang pa
ling rendah adalah menying
kirkan rintangan (kotoran)
dari tengah jalan, sedang
rasa malu itu (juga) salah
satu cabang dari iman”.
(Riwayat Muslim)
Iman, dengan 70 cabangnya,
adalah pondasi dari bangu
nan peradaban Islam. Suara
Hidayatullah akan mengupas
cabang-cabang iman ini
untuk mengantarkan kita
kepada cita-cita tegaknya
kembali peradabaN MADINAH!
11
2. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com12
M
arah dalam bahasa Arab disebut al-
ghadhab, kebalikan dari kata ar-
ridha (kerelaan). Jika ditelusuri dari
akar katanya, istilah ini merupakan
bentukan dari kata kerja ghadhiba –
yaghdhabu – ghadhban.
Dalam surat al-Fatihah, kata ghadhab digunakan
dengan ungkapan lain, yakni ghairil maghdhubi ‘alaihim
(bukan orang-orang yang dimurkai), dan ditujukan bagi
orang-orang Yahudi.
Ibnu Qudamah mendefinisikan bahwa pada hakekat
nya al-ghadhab atau kemarahan adalah darah di dalam
hati yang mendidih karena mencari pelampiasan. Ketika
seseorang marah, maka api amarahnya berkobar dan
membuat darah di hatinya mendidih, lalu menyebar ke
seluruh nadi dan naik ke seluruh badan, sebagaimana air
yang naik ketika mendidih.
Karena itu, orang yang sedang marah, wajah, mata, dan
rautmukanyaterlihatmemerah.Semuaitumencerminkan
merah darah yang tersembunyi di baliknya, seperti kaca
bening yang memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
Darah mulai turun jika amarahnya tumpah kepada orang
lain dan diapun merasa tenang kembali.
Marah = Dosa
Al-Qur`an menggunakan kata al-ghadhab sebagai
suatu dosa, kecuali mereka yang segera mengikuti
kemarahannya dengan pemberian maaf. Allah
berfirman:
^_`abcdef
g
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa
besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah
mereka memberi maaf. (Asy-Syura [42]: 37)
Kemarahan secara umum adalah perbuatan yang
tercela dan hina, karena ia datang dari setan, makhluk
yang diciptakan dari api.
Sifat api itu panas membara, membakar, menyala,
bergerak-gerak, dan meliuk-liuk. Itulah karakter setan
yang bahan bakunya api.
Allah menyebutkan hal ini dalam al-Qur`an:
-./012
... Engkau ciptakan saya dari api sedang Engkau
ciptakan dia dari tanah. (Al-A’raf [7]: 12)
Sementara manusia telah dilebihkan oleh Allah
dengan bahan baku tanah. Tanah bersifat diam dan
tenang. Karena itu, meskipun marah merupakan bagian
dari sifat manusia, tapi pemicunya adalah setan. Itulah
sebabnya para ulama banyak mewanti-wanti kita untuk
tidak memperturutkan marah.
Ibnu Qudamah meriwayatkan bahwa Dzulqarnain
pernah bertemu dengan malaikat, lalu dia berkata,
“Ajarilah aku suatu ilmu yang dapat menambah iman dan
keyakinanku!”
Malaikat itu menjawab, “Janganlah engkau suka
marah, karena setan itu lebih mudah menguasai diri anak
Adam tatkala sedang marah. Usirlah amarah dengan
menahan diri dan dinginkanlah ia secara pelan-pelan.
Janganlah engkau tergesa-gesa, sebab jika engkau tergesa-
gesa, tentu engkau akan salah menempatkan diri. Jadilah
engkau orang yang luwes dan lemah lembut kepada
orang yang dekat dan kepada orang yang jauh, dan jangan
menjadi orang yang keras lagi suka membangkang.”
Buruk dan Membahayakan
Karena berasal dari setan, maka marah pada dasarnya
kajian utama
Hati-hati, Marah Membawa Petaka!
3. FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 13
mengerjakan perbuatan itu. (Al-Maidah [5]: 91)
Setan tak pernah putus asa menghasut manusia,
menyulut permusuhan, dan mengobarkan api pertikaian.
Setan menyebarkan racun ke dalam jiwa manusia sehingga
kejernihan berfikirnya terkontaminasi dan kecerdasan
akalnya tumpul.
Seperti racun, ia menyebar dan mengalir melalui
aliran darah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
setan merasuki keturunan Adam seperti aliran darah.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bahaya Lisan Pemarah
Orang yang sedang marah seringkali tidak mampu
mengendalikan diri. Salah satu organ tubuh yang paling
mudah hilang kendali adalah lisan.
Orang yang marah lisannya mudah melontarkan
ucapan yang diharamkan syariat, mulai dari menghina,
mencela, melempar tuduhan yang keji, dan melaknat.
Orang yang sedang marah seringkali tidak bisa
mengontrol sumpahnya. Kadang mereka bersumpah
atas nama selain Allah , bersumpah terhadap sesuatu
yang tidak mungkin terlaksana, dan bersumpah terhadap
sesuatu yang dilarang agama.
Di sisi lain, seluruh perkataan dan ucapan manusia
menjadisahdanharusdipertangungjawabkankendatidalam
keadaan marah. Jika seorang suami menceraikan isterinya,
sekalipun dalam keadaan marah, maka cerainya menjadi sah.
Begitu pula orangtua yang mendoakan kejelekan bagi
anaknya, hartanya, bahkan dirinya sendiri, bertepatan
dengan waktu-waktu dan momentum dikabulkannya doa,
maka doanya pun akan terkabul. Na’udzubillah!
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Muslim
dari Imran bin Husein, diceritakan bahwa pada sebuah
peperangan di Buwath, ada seorang laki-laki Anshar
yang melaknat unta yang ditungganginya sendiri karena
unta itu berjalan lamban. “Berjalanlah, semoga Allah me
laknatmu,” katanya.
Mendengar ucapan tersebut Rasulullah bertanya,
“Siapa yang melaknat untanya?”
Laki-laki itu menjawab, “Saya, ya Rasulullah”.
Beliau bersabda lagi, “Turunlah kamu dari unta itu.
Kamu jangan menyertai kami dengan sesuatu yang
dilaknat. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi diri
kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi anak-
anak kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi
harta kalian. Tidaklah kalian berada di suatu waktu, jika
di waktu tersebut permintaan diajukan, melainkan Allah
mengabulkannya bagi kalian.”
Berhati-hatilah terhadap segala yang keluar dari lisan,
meskipun terucap dalam keadaan penuh kesadaran,
setengah sadar, atau dalam keadaan dikuasai emosi.
Kendalikan ucapan yang mengundang bahaya bagi diri
maupun orang lain.
Wallahu a’lamu bis Shawab.
merupakan sifat yang buruk, akhlak yang rendah, virus
yang mematikan, dan penyakit yang berbahaya. Kecuali
kemarahan yang disebabkan oleh sesuatu yang benar dan
dilakukan secara benar serta terkendali. Kemarahan se
perti ini tentu ada sisi baiknya.
Sebagian manusia ada yang lambat marahnya dan
cepat padam kembali. Sebagian lagi ada yang
cepat marah dan cepat reda kembali. Namun
ada pula sebagian yang cepat marah dan
lambat mereda.
Baik yang pertama, kedua, dan ketiga
sama-sama tercela. Yang terbaik adalah mereka
yang mampu mengendalikan diri, menahan
amarahnya, dan bahkan suka memaafkan
orang lain.
Sifat mudah marah merupakan
perbuatan tercela dan sangat membahayakan
bagi orang lain dan bagi diri sendiri.
Kemarahan yang cepat dan meledak-ledak
harus dihindari, karena perangai itu tidak
membawa keberuntungan apapun kecuali
penyesalan, perpecahan, rusaknya hubungan
persaudaraan, putusnya tali silaturahim dan
persahabatan.
Kekeluargaan, persahabatan, dan
kekerabatan yang dibangun bertahun-
tahun bisa rusak dalam sekejap dengan
masuknya setan melalui kemarahan. Allah
mengingatkan dalam firman-Nya:
PQRSTUVWXYZ[
]^_`a
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendak
lah mereka mengucapkan perbuatan yang lebih baik.
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di
antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagi menusia. (Al-Israa [17]: 53)
Kemarahan yang dahsyat juga bisa menimbulkan rasa
dengki, hasut, kesombongan. Di sinilah pintu masuknya
setan.Lewatmarah,peluangsetanmasuk,mempengaruhi,
bahkan mengendalikan nafsu manusia, menjadi terbuka
lebar. Inilah momen yang ditunggu-tunggu setan. Ia
sangat senang jika manusia dibakar amarah.
Tentang besarnya pengaruh setan ini, Allah kembali
menegaskan dalam firman-Nya:
123456789:
;<=>?@ABCDE
Sesungguhnya setan itu bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
khamar dan berjudi, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu dari
5. FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 15
menahan kemarahannya.
Marah yang Terpuji
Marah yang terpuji adalah marah yang bisa diken-
dalikan oleh pelakunya secara santun. Marah yang ter-
puji juga bersumber dari Allah , seperti marah terhadap
musuh-musuh-Nya dari golongan Yahudi, orang-orang
kafir dan munafik.
Ummul mukminin ‘Aisyah RA berkata, “Rasulullah
tidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi be-
liau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah , maka
beliau akan marah dengan pelanggaran tersebut karena
Allah .” (Riwayat Bukhari No. 3367; dan Muslim nomor
2327)
‘Aisyah juga berkata, “Sungguh akhlak Rasulullah
adalah al-Qur’an.” Dalam riwayat lain ada tambahan, “…
Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-
Qur’an dan ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an.”
(Thabarani dalam al-Mu’jamul ausath No. 72).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata, “Wajib bagi
seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya
terbatas pada apa yang dihalalkan oleh Allah baginya,
yang ini bisa termasuk niat baik yang akan mendapat
ganjaran pahala. Dan wajib baginya untuk menjadikan
kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam
agama yang dirasakan oleh dirinya atau orang lain, serta
dalam rangka menghukum/mencela orang-orang yang
menentang Allah dan rasul-Nya.”
Wallahu a’lamu bis Shawab.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
(al-Maaidah [5]: 8)
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menukil ucapan se-
orang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat
ini. Beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang
ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumus-
kannya ke dalam kesalahan. Dan ketika dia senang maka
kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari
kebenaran.”
Pernah suatu ketika ada seorang Sahabat datang ke-
pada Rasulullah untuk meminta nasehat yang ringkas
dan menghimpun semua sifat baik. Lalu Rasulullah
menasehatinya untuk selalu menahan marah.
Tapi Sahabat itu masih penasaran dan mengulang per-
mintaan nasehatnya berkali-kali. Rasulullah lagi-lagi mem-
berikan jawaban yang sama, “Janganlah engkau marah!”
Itu semua menunjukkan bahwa melampiaskan ke-
marahan adalah sumber segala keburukan dan menahan-
nya adalah penghimpun segala kebaikan.
Demikian pula Imam Ahmad bin Hambal dan Imam
Ishak bin Rahuyah, ketika menjelaskan makna akhlak
yang baik, mereka berdua mengatakan, “(Yaitu) mening-
galkan (menahan) kemarahan.”
Larangan Rasulullah dalam Hadits di atas (jangan
marah), berarti perintah untuk melakukan sebab yang
akan melahirkan akhlak yang baik yaitu: sifat lemah
lembut, dermawan, malu, merendahkan diri, sabar, tidak
menyakiti orang lain, memaafkan, ramah dan sifat-sifat
baik lainnya yang akan muncul ketika seseorang berusaha
6. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com16
R
asulullah , sebagaimana dikutip dalam
tulisan sebelumnya, bersabda bahwa orang
yang kuat bukanlah orang yang selalu
mengalahkan lawannya dalam perkelahian,
melainkan orang yang mampu mengendalikan
dirinya ketika marah.
Lalu bagaimana mewujudkan pribadi yang kuat
sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim ini? Berikut kiat-kiatnya:
1. Berlindung kepada Allah dari godaan setan
yang terlaknat.
Sulaiman bin Shard menceritakan bahwa pada suatu
hari ia duduk bersama Rasulullah . Di hadapan mereka
ada dua orang yang saling mencela. Salah satu dari kedua
orang tersebut telah memerah wajahnya dan sudah tegang
urat lehernya.
Rasulullah kemudian berkata, “Aku mengetahui
satu kalimat yang seandainya dia ucapkan niscaya akan
hilanglah gejolak yang ada pada dirinya. Jika ia membaca,
‘Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,’
niscaya hilanglah amarahnya.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
2. Diam, jangan berbicara!
Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang di
antara kalian marah maka hendaklah dia diam.” (Riwayat
Imam Ahmad)
kajian utama
Kiat Meredam Amarah
3. Duduk dan berbaringlah
Jika Anda sedang marah, maka duduklah. Jika gejolak
emosi itu masih terasa maka berbaringlah. Lalu, jangan
biarkan seluruh anggota tubuh bergerak kecuali mata.
Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang
diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka
hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila
masih belum mereda maka hendaklah dia berbaring,”
(Riwayat Abu Daud)
4. Berwudhu.
Rasulullah bersabda, “Marah itu adalah bara api
maka padamkanlah dia dengan berwudlu,” (Riwayat Al
Baihaqi).
5. Laksanakanlah shalat.
Perintah shalat untuk meredam amarah ini dijelaskan
dalam sebuah atsar, “Penghapus setiap perselisihan
adalah dua rakaat (shalat sunnah.” (silsilah Hadits
Shahihah)
6. Menjaga wasiat Rasulullah .
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari
seorang lelaki meminta wasiat kepada Nabi . Nabi
berkata, “Janganlah marah!” .
Beliau kemudian mengulangi wasiat itu berkali-kali
dengan mengatakan, “Janganlah marah!”