Dokumen tersebut membahas tentang struktur undang-undang di Indonesia yang terdiri dari kepala surat, judul, pembukaan, konsideran, ketentuan umum, ketentuan khusus, ketentuan tambahan, ketentuan peralihan, ketentuan penutup, penandatangan, penjelasan dan lampiran. Struktur ini bertujuan untuk mengatur bentuk formal penulisan undang-undang secara sistematis.
2. Struktur Naskah
1. Kepala Surat
Kepala surat adalah bentuk formal penulisan atau format kertas
pengesahan suatu undang-undang.
UU RI selama ini mempunyai kepala surat yang didahului oleh
lambang bintang diantara lingkaran padi dan kapas disertai dengan
kata-kata Presiden Indonesia. Dengan kepala surat itu, berarti
lembaga yang menerbitkan UU RI adalah Presiden. Dasar hukumnya
Pasal 20 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yakni Presiden mengesahkan
RUU yang telah disetujui bersama menjadi UU”. Artinya format kepala
surat Presiden yang digunakan adalah status hukum Presiden selaku
instansi yang mengesahkan UU secara resmi.
Jika dilihat lembaga yang membentuknya, pasca Perubahan Pertama
UUD NRI Tahun 1945 adalah DPR RI dasar hukumnya Pasal 20 ayat
(1) yang menyatakan “DPR memegang kekuasaan membentuk UU”
mengenai format kepala surat UU RI dari Presiden atau DPR sama-
sama dibenarkan. Dalam praktik ketatanegaran disebut dengan
kelaziman atau konvensi ketatanegaraan
3.
4. Kerangka dan Judul Undang-Undang
- Judul
- Pembukaan
- Batang tubuh
- Penutup
- Penjelasan dan
- Lampiran
5. Setiap UU harus dirumuskan dengan judul
tertentu. Dalam rumusannya dimuat
keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengesahan, penetapan atau pengundangan
dan nama resmi UU yang bersangkuta.
Dua jenis judul UU yaitu:
1. Judul panjang (long title)
2. Judul pendek (short title)
Indonesia menggunana judul pendek
6.
7.
8. Judul UU dinilai penting oleh para ahli karena:
1. Menggambarkan keseluruhan isi norma atau
UU yang diatur di dalamnya beserta batas-
batasnya
2. Berfungsi sebagai pedoman dalam
memberikan makna atas teks UU
Dengan demikian, substansi yang diatur
dalam UU hanya norma yang tercakup daam
lingkup pengertian yang tergambar dalam
judul UU yang berangkutan
9. 2. Pembukaan
Judul dan pamjamh judul seringkali dipakai
pula sebagai pengganti pembukaan
(preambule). Jika naskah UUD atau piagam
biasanya dimulai dengan pembukaan, maka
naskah UU biasa dirumuskan tanpa
pembukaan.
Dalam praktik di Indonesia pembukaan
dianggap telah digantikan oleh fungsi
konsideran “menimbang”, dalam konsideran
menimbang itulah uraian filosofis dan
sosiologis dimuat.
10.
11. Praktik ketatanegaraan di berbagai negara
biasanya pembukaan digunakan dalam bidang
legislatif, yaitu:
1. Apabila materi pokok UU tergolong penting
secara konstitusional atau dari segi
internasional dianggap penting
2. Apabila UU yang bersangkutan bersifat
formal atau seremonial untuk menandai
sesuatu peristiwa atau kejadian-kejadian
khusus dan bersejarah
12. 3. Apabila UU yang bersangkutan bersifat privat
untuk mengatasi kompleksitas permasalahan
yang bersifat lokal
4. Apabila tujuan pembentukan UU itu
dimaksudkan untuk meratifikasi atau
memberikan persetujuan atas suatu
persetujuan perjanjian
13. 3. Konsideran
Konsideran yang ada dalam setiap UU berkaitan
dengan lima landasan pokok bagi norma-norma
yang terkandung di dalam UU tersebut bagi subjek-
subjek hukum yang diatur oleh UU itu.
Perumusan konsideran dapat dibagi dalam tiga
kelompok yaitu Menimbang, Mengingat dan
Memperhatikan.
Dalam kelaziman praktik pembentukan perUU di
Indonesia yakni menimbang dan mengingat
dianggap suatu yang mutlak sedangkan
memperhatikan bersifat fakultatif sesuai kebutuhan
14. Dalam konsideran “Menimbang” yang perlu
dimuat adalah :
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Sosiologis
3. Landasan Politis
Konsideran “Mengingat” berisi landasan
yuridis – normatif. Untuk konsideran
“Memperhatikan” memuat landasan yang
bersifat administratif
15. Kelima landasan tersebut adalah
1. Filosofis
2. Sosiologis
3. Politis
4. Yuridis
5. Administratif
16. Landasan Filosofis
UU selalu mengandung norma-norma hukum
yang diidealkan oleh suatu masyarakat. Oleh
karena itu, cita-cita filosofis yang terkandung
dalam UU itu hendaklah mencerminkan cita-
cita filosofis yang dianut masyarakat.
Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai
falsafah negara haruslah tercermin dalam
pertimbangan filosofis yang terkandung dalam
setiap UU.
17. Landasan Sosiologis
Setiap norma hukum yang dituangkan dalam
UU haruslah mencerminkan tuntutan
kebutuhan masyarakat sendiri akan norma
hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran
hukum masyarakat. Oleh karena itu dalam
konsideran harus dirumuskan pertimbangan
yang bersifat empiris sehingga sesuatu
gagasan normatif yang dituangkan dalam UU
benar-benar didasarkan atas kenyataan yang
hidup dalam kesadaran bermasyarakat.
18. Landasan Politis
Konsideran harus ada sistem rujukan
konstitusional ,emurut cita dan norma dasar
yang terkandung dalam UUD sebagai sumber
kebijakan pokok atau sumber politik hukum
yang melandasi pembentukan UU yang
bersangkutan. UU adalah media untuk
menuangkan kebijakan operasional, tetapi
kebijakan itu harus bersumber dari ide, cita
dan kebijakan politik yang terkandung dalam
konstitusi
19. Landasan Yuridis
Landasan yuridis dalam perumusan setiap UU
haruslah ditempatkan pada bagian
“Mengingat” yang harus disusun rinci dan
tepat sebagai berikut:
1. Ketentuan UUD yang dijadikan rujukan,
termasuk penyebutan pasal dan ayat atau
bagian tertentu dari UUD 1945 harus
ditentukan secara tepat
2. UU lain yang dijadikan rujukan dalam
membentuk UU yang harus jelas disebutkan
nomor, judul dan tahun lembaran negara dan
tambahan lembaran negara
20. Perumusan UU
1. Judul dan Kepala Surat
Perumusan naskah UU selalu dimulai dengan
judul dan kepala surat Presiden RI, Nomor
dan Judul UU dengan perkataan “Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Dimuat pula
konsideran UU dilanjutkan dengan perkataan
“Dengan persetujuan bersama DPR RI dan
Presiden RI menetapkan: UU RI tentang ..”
21. 2. Ketentuan Umum
Sesuai dengan kelaziman UU selalu didahului
dengan ketentuan umum yang berisi pengertian
atau istilah-istilah yang dipakai dalam UU yang
bersangkutan.
Fungsi ketentuan umum sebagai alat
perlengkapan bagi perancang UU dalam
menjalankan tugasnya. Dengan mendefinisikan
berbagai kata dan istilah tehnis yang dianggap
penting dalam UU, perancang dapat menyusun
rumusan UU secara sederhana da mudah
dimengerti
22. 2. Ketentuan Umum
Sesuai dengan kelaziman UU selalu didahului
dengan ketentuan umum yang berisi pengertian
atau istilah-istilah yang dipakai dalam UU yang
bersangkutan.
Fungsi ketentuan umum sebagai alat
perlengkapan bagi perancang UU dalam
menjalankan tugasnya. Dengan mendefinisikan
berbagai kata dan istilah tehnis yang dianggap
penting dalam UU, perancang dapat menyusun
rumusan UU secara sederhana da mudah
dimengerti
23. 3. Ketentuan Khusus
Pada prinsipnya, ketentuan khusus merupakan
suatu kualifikasi tertentu terhadap norma hukum
yang bersifat umum yang terdapat dalam subbab
setiap UU. Empat macam kegunaannya yakni:
a. Untuk menentukan ketentuan tertentu
b. Untuk mengubah keseluruhan konsep atau
maksud norma yang terkandung dalam suatu
subbab dengan menekankan kondisi mandatori
tertentu yang harus dipenuhi sehingga ketentuan
UU dapat dijalankan
24. c. Ketentuan khusus dapat dicantumkan
sedemikian rupa dalam bagian UU sebagai
bagian integral yang tidak dapat dipidahkan
dari UU, sehingga menentukannada dan
warna keseluruhan materi UU itu sendiri
d. Ketentuan khusus itu hanya dapat digunakan
untuk tambahan yang bersifat piliham
terhadap materi bagian dengan tujuan untuk
merapkan objek sesungguhnya dari ketentuan
UU yang bersangkutan
25. 4. Ketentuan Tambahan
Ketentuan yang berisi tambahan norma
terhadap substansi pokok yang hendak diatur
dalam UU. Biasanya, ketentuan tambahan
ditempatkan dalam bab yang tersendiri
sebelum ketentuan penutup atau bahkan
sebelum ketentuan peralihan. Dinamakan
ketentuan tambahan karena isinya memang
bukan substansi yang bersifat utama atau
pokok melainkan hal-hal yang seharusnya
menjadi materi UU lain.
26. 5. Ketentuan Peralihan
Ketentuan yang berisi norma peralihan yang
berfungsi mengatasi kemungkinan terjadinya
kekosongan hukum sebagai akibat peralihan
normatif dari ketentuan lama ke ketentuan
baru. Ketentuan peralihan ini memuat
penyesuaian perUU yang sudah ada pada
saat perUU yang baru mulai berlaku agar
perUU tersebut dapat berjalan lancar dan tidak
menimbulkan masalah hukum.
27. 6. Ketentuan Penutup
Ketentuan yang berkenaan dengan
pernyataan mulai berlakunya UU atau mulai
pelaksanaan suatu ketentuan UU. Ketentuan
penutup biasanya memuat:
a. Penunjukan organ atau lembaga tertentu
yang akan melaksanakan perUU yang
bersangkutan
b. Nama singkat perUU
c. Status PerUU yang sudah ada sebelum dan
d. Saat mulai berlakukanya perUU
28. 7. Penutup
Penutup merupakan bagian akhir dari UU yang
memuat sebagai berikut:
a. Rumusan perintah pengundangan dan
penempatan perUU dalam Lembaran Negara RI,
Berita Negara RI, Lembaran Daerah atau Berita
Daerah
b. Tanda tangan pengesahan atau penetapan
PerUU yang bersangkutanoleh Presiden RI atau
pejabat terkait lainnya
c. Pengundangan perUU tersebut dengan
pemberian nomor
29. Penandatangan pengesahan atau penetapan
memuat:
a. Tempat dan tanggal pengesahan atau
penetapan
b. Nama jabatan
c. Tanda tangan pejabat
d. Nama lengkap pejabat yang
menandatangani, tanpa gelar dam pangkat
30. 8. Penjelasan
Penjelasan UU merupakan kebiasaan negara yang menganut
civil law. Tradisi yang berasal dari Belanda. Tujuan dari
penjelasan yaitu:
a. Menjelaskan pengertian dan maksud dari suatu ketentuan
b. Apabila terdapat ketidakjelasan atau kekaburan dalam suatu
UU, maka penjelasan dimaksudkan untuk memperjelas
sehingga ketentuan yang dimaksud konsisten dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh peraturan yang bersangkutan
c. Menyediakan tambahan uraian pendukung terhadap tujuan
utama dari UU agar keberadaannya semakin bermakna dan
berguna
d. Apabila terdapat perbedaan yang relevan dengan maksud
penjelasan untuk menekan kesalahan dan mengedepankan
objek UU, penjelasan dapat membantu pengadilan dalam
melakukan penafsiran
31. 9. Lampiran
UU dapat dilengkapi dengan lampiran.
Lampiran bagian yang tak terpisahkan dengan
naskah UU. Dalam hal UU memrlukan
lampiran, maka harus dinyatakan dengan
tegas daam batang tubuh disertai pernyataan
yang mengaskan bahwa lampiran tersebut
merupakan bagian dari suatu UU.