Dokumen tersebut menjelaskan tentang pengertian peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia serta tata urutan dan proses pembuatannya. Terdapat berbagai jenis peraturan perundang-undangan seperti UUD, Ketetapan MPR, UU, PP, Perpres, Perda Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota yang memiliki proses pembentukan masing-masing.
Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam :
UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ”UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah) dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).
Sistem pemerintahan Indonesia materi pembelajaran PKn kelas VI diPublikasikan guna mempermudahkan paru guru dan siswa dalam peroses kegiatan pembelajaran semoga bermanfaat.hubungi saya di amran.jaya@yahoo.com
Merupakan karya dari Kelompok 2 PPKn, Kelas X MIPA 6, SMA Negeri 1 Surakarta, dibawah bimbingan Ibu Dra. Ninik Praptini, Presentasi ini berisi tentang lebaga-lembaga negara yang ada di Indonesia.
Sistem pemerintahan Indonesia materi pembelajaran PKn kelas VI diPublikasikan guna mempermudahkan paru guru dan siswa dalam peroses kegiatan pembelajaran semoga bermanfaat.hubungi saya di amran.jaya@yahoo.com
Merupakan karya dari Kelompok 2 PPKn, Kelas X MIPA 6, SMA Negeri 1 Surakarta, dibawah bimbingan Ibu Dra. Ninik Praptini, Presentasi ini berisi tentang lebaga-lembaga negara yang ada di Indonesia.
Power point (tugas individu) Disiplin....... untuk kelas 2 sekolah dasar....uswaroy
Saya siti uswatun rabi'ah dari fkip semester 3. dengan ini mempersembahkan tugas saya tentang DISIPLIN........ Dengan melihat power point saya ini semoga dapat menambah wawasan kita tentang apa itu disiplin, macam-macamnya, ciri-cirinya, fktor yang menyebabkan orang tidak disiplin, serta cara mengatasinya. Tidak lupa pula say mencantumkan sedikit tentang evaluasi dan kesimpulan dari materi pembelajaran itu. Semoga bermanfaat :)
Materi presentasi kedisiplinan ini adalah materi presentasi yang pernah saya bawakan pada saat menjadi pembicara pada Latihan Dasar Kepemimpinan di salah satu institusi pendidikan.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasana, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
2. Pengertian Peraturan Perundang-
undangan Nasional
UU No. 12 Tahun 2011 “Peraturan perundang-
undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwewenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.”
3. Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan di Indonesia
Dasar peraturan perundang-undangan selalu
peraturan perundang-undangan.
Hanya peraturan perundang-undangan tertentu
saja yang dapat dijadikan landasan yudiris.
Peraturan perundang-undangan yang masih
berlaku hanya dapat dihapus atau dicabut oleh
peraturan perundang-undangan yang sederajat
atau lebih tinggi,
Peratuan perundang undangan yang baru
mengesampingkan yang lama.
4. Peratuan perundang-undangan yang lebih tinggi
mengeyampingkan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah.
Peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus mengenyampingakan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum.
Setiap jenis peraturan perundang-undangan
memiliki materi yang berbeda.
5. Sesuai pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011
peraturan perundang-undangan terdiri
atas
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan MPR
UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
Peraturan Daerah Kota/Kabupaten (Perda
Kota/Kabupaten)
6. Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menurut pasal
5
Kejelasan Tujuan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
setiap jenis peraturan perundang-undangan
harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat
pembentuk yang berwewenang. Jika tidak,
peraturan perundang-undangan tersebut
dibatalkan.
Kesesuaian antar jenis, hirarki dan materi muatan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan
yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan
7. Dapat dilaksanakan harus memperhitungkan
efektivitas peraturan perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat secara filosofis,
sosiologis, dan yudiris.
Kejelasan rumusan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan sistematikan, pilihan kata
atau istilah serta bahasa hukum yang jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
makna ganda.
Keterbukaan dalam pembentukan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapanm dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
8. Asas-asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menurut pasal
6
Pengayoman harus berfungsi memberikan
perlindungan untuk menciptakan ketentraman
masyarakat.
Kemanusiaan harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan HAM serta harkat dan martabat
warga Indonesia secara proposional.
Kekeluargaan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat daam pengambilan
keputusan.
Kenusantaraan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat
di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasar pada UUD 1945 dan
9. Bhinneka Tunggal Ika harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah serta serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keadilan harus mencerminkan keadilan secara
proposional bagi setiap warga negara.
Kesamaan kedudukan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakab berdasarkan latar belakang antara
lain, SARA, gender, atau status sosial.
Ketertiban dan kepastian hukum harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan, antara kepentingan individum masyarakat,
dan kepentingan bangsa dan negara.
10. Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan di Inodnesia
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara historis UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 disusun oleh BPUPKI dan
ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945.
MPR berwewenang mengubah dan
menetapkan UUD sesuai pasal 3 ayat (1). Sudah
dilakukan perubahan sebanyak 4x.
11. Tata cara perubahan UUD 1945, antara lain
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
MPR dan disampaikan secara tertulis serta
alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh
sekurang-kurangnya 50%+1 anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat
dilakukan perubahan
12. Kesepakatan dasar dalam mengubah UUD Negara
Repbulik Indonesia Tahun 1945:
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara
Repbulik Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Republik Kesatuan
Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintah presidensial.
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang memuat hal-ha bersifat normatif (bukan)
akan dimasukkan ke pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum,
menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan
pasal sebelumnya. Tujuannya untuk kepentingan
bukti sejarah.
13. Ketetapan MPR
Tingkat I: Pembahasan oleh badan pekerja Majelis(BP
MPR) menghasilkan Rancangan
Ketetapan/keputusan majelis sebagai bahan
pembicaraan Tingkat II.
Tingkat II:pembahasan olehRapat paripurna majelis yg
didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan
dgn pemandangan umun fraksi-fraksi.
Tingkat III: Pembahasan oleh komisi/panitia Ad Hoc
Majelis terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I
& II,Pembahasan tingkat III merupakan Rancanan
Ketetapan /keputusan Majelis.
Tingkat IV: Pengambilan putusan oleh rapat paripurna
Majelis setelah mendengar Laporan Pimpinan
Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dgn
kata terakhir dari fraksi.
14. UU dam Peraturan Pemerintah Pengganti UU
usulan oleh DPR
DPR mengajukan RUU secara tertulis kepada Presiden
Presiden menugasi mentri terkai untuk membahas RUU bersama
DPR.
RUU disetujui DPR dan Presiden. Presiden mengesahkan menjadi
Undang-undang.
15. diusulkan oleh Presiden
Presiden mengajukan RUU kepada Pimipinan DPR, memuat
mentri terkait untuk membahas bersama DPR.
DPR bersama Pemerintah membahas RUU dari Presiden.
RUU disetujui DRP dan Presiden. Presiden mengesahkan menjadi
UU.
16. diusulkan DPD
DPD mengajukan RRU kepada DPR secara tertulis.
DPD membahas RRU dari DPD melalui alat kelengkapan DPR.
DPR mengajukan RUU secara tertulis kepada Presiden.
Presiden menugasi mentri terkait untuk mebahas RUU bersama
DPR.
RUU distujui DPR dan Presdien. Presiden mengesahkan menjadi
UU.
17. Peraturan Pemerintah
Tahap perencanaan rancangan PP disiapkan oleh
kementiran/lembaga nonkementrian sesuai dengan bidang
tugasnya.
Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia
antakementrian/lembaga nonkementrian.
Taha[ penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan Presiden
kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara.
18. Peraturan Presiden
Pemebentuk panitia antarkementrian/lembaga nonkementrian oleh
pengusul.
Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan pemerintahan di bidang hukum.
Pengesahan dan penetapan oleh Presdien.
19. Peraturan Daerah Provinsi
diusulkan oleh DPRD Provinsi
DPRD Provinsi mengajukan rancangan Perda kepada Gubernur
secara tertulis.
DPRD Provinsi membahas rancangan Perda Provinsi bersama
Gubernur.
Disetujui bersama. Gubernur mengesahkan menjadi Perda
Provinsi.
20. diusulkan oleh Gubernur
Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD Provinsi
secara tertulis.
DPRD Provinsi membahas rancangan Perda bersama Gubernur.
Rancangan Perda disetujui bersama, kemudian disahkan
Gubernur menjadi Perda Provinsi.
21. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota
DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada
Walikota/Bupati.
DPRD Kabupaten/Kota membahan rancangan Perda bersama
Walikota/Bupati.
Disetujui bersama, kemudia disahkan Walikota/Bupati sebagai Perda
Kabupaten/Kota.
22. diusulkan oleh Walikota/Bupati
Bupati/Walikota mengajukan rancangan Perda secara tertulis kepada
DPRD Kota/Provinsi.
DPRD Kota/Kabupaten membahas rancangan Perda bersama
Walikota/Bupati.
Disetujui bersama, lalu disahkan oleh Walikota/Bupati.