Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Muhammad Rafi Kambara
Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receivables)
Disusun oleh: Muhammad Rafi Kambara
Kas (Cash)
• Kas merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan
• Kas merupakan aktiva lancar yang paling likuid, merupakan media pertukaran standar dan dasar pengukuran serta akuntansi untuk semua pos-pos lainnya.
• Instrumen Keuangan- Suatu kontrak yang menambah nilai aset atau liabilitas keuangan.
Piutang (Receivable)
Klaim atas uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.
Piutang dagang (trade receivables) jumlah yang terutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal.
Piutang Non-Dagang (Non-trade Receivables)
1. Uang muka kepada karyawan dan staf.
2. Uang muka kepada anak perusahaan.
3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian dan kerusakan.
4. Deposito sebagai jaminan penyediaan jasa atau pembayaran.
5. Piutang deviden dan bunga.
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Muhammad Rafi Kambara
Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receivables)
Disusun oleh: Muhammad Rafi Kambara
Kas (Cash)
• Kas merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan
• Kas merupakan aktiva lancar yang paling likuid, merupakan media pertukaran standar dan dasar pengukuran serta akuntansi untuk semua pos-pos lainnya.
• Instrumen Keuangan- Suatu kontrak yang menambah nilai aset atau liabilitas keuangan.
Piutang (Receivable)
Klaim atas uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.
Piutang dagang (trade receivables) jumlah yang terutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal.
Piutang Non-Dagang (Non-trade Receivables)
1. Uang muka kepada karyawan dan staf.
2. Uang muka kepada anak perusahaan.
3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian dan kerusakan.
4. Deposito sebagai jaminan penyediaan jasa atau pembayaran.
5. Piutang deviden dan bunga.
12 SI-PI, Yohana Premavari, Hapzi Ali, Siklus Proses Bisnis Review Atas Prose...yohana premavari
12 SI-PI, Yohana Premavari, Hapzi Ali, Siklus Proses Bisnis Review Atas Proses Bisnis Utama Dalam Perusahaan Manufaktur, Universitas Mercu Buana, 2017.PDF
1. Pembelian dan pengeluaran kas. 2. Produksi. 3. Penjualan dan penerimaan kas. 4. Mengidentifikasi major threat dalam aktivitas bisnis di atas dan mengevaluasi kecukupan pengendalian internal. Siklus proses bisnis pendukung: manajemen sumber daya manusia dan siklus penggajian.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
12 SI-PI, Yohana Premavari, Hapzi Ali, Siklus Proses Bisnis Review Atas Prose...yohana premavari
12 SI-PI, Yohana Premavari, Hapzi Ali, Siklus Proses Bisnis Review Atas Proses Bisnis Utama Dalam Perusahaan Manufaktur, Universitas Mercu Buana, 2017.PDF
1. Pembelian dan pengeluaran kas. 2. Produksi. 3. Penjualan dan penerimaan kas. 4. Mengidentifikasi major threat dalam aktivitas bisnis di atas dan mengevaluasi kecukupan pengendalian internal. Siklus proses bisnis pendukung: manajemen sumber daya manusia dan siklus penggajian.
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses auditDian Rahmah
1. Konsep Materialitas dan Penerapan Materialitas Terhadap Proses Audit
2. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
3. Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut.
Konsep risiko audit berkaitan dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
4. MENGAPA KONSEP MATERIALITAS PENTING dalam AUDIT atas LAPORAN KEUANGAN ??
5. Dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini : (1) Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi. (2) Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. (3) Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
6. Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor: (1) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. (2) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
7. Pertimbangan Awal tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
- Pertimbangan Kuantitatif : Berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.
- Pertimbangan Kualitatif : Berkaitan dengan penyebab salah saji.
8. Materialitas dibagi menjadi 2 golongan : (1) Materialitas pada tingkat laporan keuangan. (2) Materialitas pada tingkat saldo akun.
9. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas :
Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.
10. Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.
11. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
12. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
13. Hubungan Antara Materialitas Dengan Bukti Audit
Banyak ahli mengungkapkan definisi Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu, yaitu perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993). Defenisi yang lain menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai startegi usaha dan berorientasi pada kepuasaan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.
Materi ini disampaikan oleh Dr. Zakiyah dalam Lokakarya Nasional Sistem Penjaminan Mutu Internal tanggal 17 Januari 2013 di Universitas Brawijaya melalui video presentation yang dapat disimak melalui link http://www.youtube.com/watch?v=imWyAy61Y8Q
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Pengawasan Usaha Pembudidayaan Ikan Pasca UU Cipta Kerja
benchmarking.ppt
1. PATOK DUGA (BENCHMARKING)
Definisi dan dasar pemikiran perlunya patok
duga
Evolusi konsep dan jenis-jenis patok duga
Patok duga sebagai instrumen perbaikan dan
peran manajemen didalamnya
Prasyarat, aturan main, dan kode etik patok
duga
2. DEFINISI PATOK DUGA
(BENCHMARKING) :
1. Gregory H. Watson : Bencmarking sebagai
pencarian secara berkesinambungan dan
penerapan secara nyata praktik-praktik yang
lebih baik yang mengarah pada kinerja
kompetitif unggul.
2. David Kearns (CEO dari Xerox)
Benchmarking adalah suatu proses
pengukuran terus-menerus atas produk, jasa
dan tata cara kita terhadap pesaing kita yang
terkuat atau badan usaha lain yang dikenal
sebagai yang terbaik
3. PENGERTIAN (2)
3. IBM : Benchmarking merupakan suatu proses terus-
menerus untuk menganalisis tata cara terbaik di dunia
dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan
tujuan dengan prestasi dunia
4. Teddy Pawitra : Bencmarking sebagai suatu proses
belajar yang berlangsung secara sisitematis dan terus-
menerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau
pesaing yang paling unggul
5. Goetsch dan Davis : Benchmarking sebagai proses
pembanding dan pengukuran operasi atau proses
internal organisasi terhadap mereka yang trbaik dalam
kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri
4. MAKNA PENGERTIAN TERSEBUT :
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa
benchmarking membutuhkan kesiapan
“Fisik” dan “Mental”.
Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan
sumber daya manusia dan teknologi yang
matang untuk melakukan benchmarking
secara akurat.
Sedangkan secara “Mental” Adalah
bahwa pihak manajemen perusahaan harus
bersiap diri bila setelah dibandingkan
dengan pesaing, ternyata mereka
menemukan kesenjangan yang cukup
tinggi.
5. BENCHMARKING ≠ ANALISIS
PERSAINGAN
Benchmarking
Melihat pada proses
Memeriksa bagaimana
sesuatu
Dapat membandingkan dengan
industri lainnya
Penelitian membagi hasil untuk
manfaat bersama
Dapat tidak kompetitif
Membagi
informasi Kemitraan
Kerjasama/ Interdependen
Dipergunakan untuk mencapai
tujuan perbaikan
Tujuan berupa pengetahuan
proses
Fokus pada kebutuhan
pelanggan
Analisis Persaingan
Melihat pada hasil
Memeriksa apa yang telah
terjadi dan dikerjakan
Perbandingan di dalam industri
Penelitian tanpa membagi hasil
Selalu kompetitif
Rahasia
Tersendiri
Mandiri
Dipergunakn untuk memeriksa
persaingan
Tujuan berupa pengetahuan
tentang industri
Fokus pada kebutuhan
perusahaan
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG
PERUSAHAAN MELAKUKAN BENCHMARKING
ADALAH :
Komitmen terhadap TQM
Fokus pada pelanggan
Product to market time
Waktu siklus pemanufakturan
Laba
7. MANFAAT YANG DIPEROLEH PERUSAHAAN DARI
BENCHMARKING ADALAH (ROSS, 1994 PP.239-240)
1. Perubahan Budaya
Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru
yang realisitis berperan meyakinkan setiap orang dalam organisasi
akan kredibilitas target
2. Perbaikan Kinerja
Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam
kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki
3. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia
Memberikan dasar bagi pelatihan
Karyawan menyadari adanya gap antara yang
mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan
karyawan lain diperusahaan lain.
Keterlibatan karyawan dalam memecahkan
permasalahan sehingga karyawan mengalami
peningkatan kemampuan dan keterampilan
8. EVOLUSI KONSEP BENCHMARKING
Menurut Watson (dalam Widayanto, 1994), konsep
benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya
lima generasi, yaitu :
1. Reverse Engineering
Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteistik
produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk
sejenis dari pesaing.
2. Competitive Benchmarking
Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik
produk, juga melakukan benchmarking terhadap proses
yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah
produk unggul
9. 3. Process Benchmarking
Memiliki lingkup yang lebih luas dengan anggapan
dasar bahwa beberap proses bisnis perusahaan
terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan
perusahaan yang akan melakukan benchmarking
4. Strategic Benchmarking
Merupakan suatu proses yang sistematis untuk
mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis
dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan
mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan
oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam
aliansi bisnis
Membahas tentang hal-hal yang berkitan dengan arah
strategis jangka panjang
5. lobal Benchmarking
Mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan
tambahan bahwa cakupan geografisnya sudah
mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra
global maupun pesaing global.
10. JENIS – JENIS BENCHMARKING
Benchmarking Internal : Pendekatan ini dilakukan
dengan membandingkan operasi suatu bagian dengan
bagian internal lainnya dalam suatu organisasi
Benchmarking kompetitif : Pedekatan ini dilakukan
dengan mengadakan perbandingan dengan berbagai
pesaing
Benchmarking Fungsional :Pendekatan ini dilakukan
dengan mengadakan perbandingan fungsi atau proses
dari perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai
industri
Benchmarking Generik : Melakukan perbandingan
dengan proses bisnis fundamental yang cenderung sama
di setiap industri.
11. EMPAT CARA YANG DIGUNAKAN DALAM MELAKUKAN
BENCHMARKING, ADALAH :
1. Riset in-house
Melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan
sendiri maupun informasi yang ada di publik
2. Riset Pihak Ketiga
Membiayai kegiatan benchmarking yang akan dilakukan oleh
perusahaan surveyor
3. Pertukaran Langsung
Pertukaran informasi secara langsung dapat dilakukan melalui
kuesioner, survei melalui telepon, dll
4. Kunjungan Langsung
Melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking (cara ini
dianggap yang paling efektif )
12. PROSES BENCHMARKING TERDIRI
ATAS LIMA TAHAP YAITU: (KARLOF DAN
OSTBLOM, 1993, PP80-83).
(1) Keputusan mengenai apa yang
akan di benchmarking;
(2) Identifikasi mitra benchmarking;
(3) Pengumpulan informasi;
(4) Analisis; dan
(5) Implementasi
13. KEMUDIAN OLEH GOETSCH DAN DAVIS (1994,
PP.416-423) DIPERINCI MEJADI 14 LANGKAH,
YAITU :
1. Komitmen manajemen
2. Basis pada proses perusahaan itu sendiri
3. Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan
dan kelemahan proses perusahaan
4. Pemilihan proses yang akan di benchmarking
5. Pembentukan tim benchmarking
6. Penelitian terhadap obyek yang terbaik di
kelasnya (best-in-class)
14. 7. Pemilihan calon mitra benchmarking best-
in-class
8. Mencapai kesepakatan dengan mitra
benchmarking
9. Pengumpulan data
10. Analisis data dan penentuan gap
11. Perencanaan tindakan untuk mengurangi
kesejangan yang ada atau bahkan
mengunggulinya
12. Implementasi perubahan
13. Pemantauan
14. Meperbarui benchmarking; melanjutkan
siklus tersebut.
15. PRASYARAT BENCHMARKING :
1. Kemauan dan Komitmen
2. Keterkaitan Tujuan Strategik
3. Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk
Perbaikan
4. Keterbukaan Terhadap Ide-Ide
5. Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada
6. Proses Terdokumentasi, karena :
a. Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses
harus
memiliki pemahaman yang sama terhadap
proses yang bersangkutan
b Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna
dalam pengukuran peningkatan kinerja setelah
dilaksanakannya benchmarking
c Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses
yang dimiliki suatu organisasi
7. Ketrampilan Analisis Proses
8. Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim
16. HABATAN – HAMBATAN
TERHADAP KESUKSESAN BENCHMARKING :
1. Fokus Internal
Organisasi terlalu berfokus internal dan megabaikan kenyatan
bahwa proses yang terbaik dalam kelasnya dapat
menghasilkan efisiensi yang jauh lebih tinggi, maka visi
organisasi menjadi sempit.
2. Tujuan Benchmarking Terlalu Luas
Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifik dan
berorientasi pada bagaimana (proses), bukan pada apa
(hasil)
3. Skedul Yang Tidak Realistis
Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan
proses keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan
skedul yang terlampau lama juga tidak baik, karena mungkin
ada yang salah dalam pelaksanaannnya.
4. Komposisi Tim Yang Kurang Tepat
Perlu pelibatan terhadap orang-orang yang berhubungan dan
menjalankan proses organisasi sehari-hari dalam
pelaksanaan benchmarking
17. HAMBATAN… (2)
5. Bersedia Menerima “OK-in-Class”
Seringkali organisasi bersedia memilih mitra yang bukan terbaik dalam
kelasnya.
Hal ini dikarenakan :
Yang terbaik di kelasnya tidak berminat untuk berpartisipasi
Riset mengidentifikasi mitra yang keliru
Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya memilih mitra
yang lokasinya dekat
6. Penekanan Yang Tidak Tepat
Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan dan jumlah data. Padahal
aspek yang paling penting adalah poses itu sendiri.
7. Kekurangpekaan Terhadap Mitra
Mitra Benchmarking memberikan akses untuk mengamati prosesnya dan
juga menyediakan waktu dan personilnya kuncinya untuk membantu proses
benchmaking kepada organisasi sehingga mereka harus dihormati dan
dihargai
8. Dukungan Manajemen Puncak Yang Terbatas
Dukungan total dari manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai
benchmarking, membantu tahap persiapan dan menjamin tercapainya
manfaat yang dijanjikan.