Dokumen tersebut membahas hasil penelitian tentang kualitas pelayanan apotek terhadap tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang. Penelitian menemukan bahwa lebih dari setengah pasien merasa kurang puas dengan pelayanan, terutama pada aspek kehandalan, responsivitas, dan empati petugas. Diperlukan perbaikan pelayanan untuk meningkatkan kepuasan pasien.
Sosialisasi KMK Juknis imntegrasi Layanan Primer .pptx
ARTIKEL
1. 1
*Mahasiswa Peminatan AKK FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Baiturrahmah
**Dosen FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Baiturrahmah
***Dosen FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Baiturrahmah
Kualitas Pelayanan Apotek terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan
Tosi Rahmaddian*, Hary Budiman**, Sevilla Ukhtil Huvaid***
Abstract
Satisfaction is a situation where the needs, wishes and expectations of the patients can be met
through the given products. The issues in pharmacy service include, the length of time for a drug
preparation, less complete labeling drug, uncomplete information about a drug, a long queue, and lacking
human resources. This research aimed to know pharmacys service quality to coard outpatient satisfaction
rate in Public Health Centre at Lubuk Buaya Padang City. This research used were cross sectional design.
The research conducted in May to July 2015. The population of this research were all outpatients who
received service of the pharmacy used non-probability sampling methods in accidental sampling obtained
sample amounts to 67 people.The data processed through univariate analysis and bivariate with chi square
test. The research result obtained more than half (50.7%) outpatient stating less satisfied, (52.2%) stating
good tangibles, (55.2) stating less good reliability, (53, 7%) stating less good responsiveness, (50.7%)
stating good assurance, (55.2%) stating less good empathy, There were a significant relationship between
the available tangibles, the reliability of the officer, the officer’s responsiveness, assurance and empathy
officer with a level of satisfaction of outpatients clinics in the Lubuk Buaya Padang City in 2015. Expected
head of the clinics to fix all the aspects that cause outpatient feel uncomfortable over the line, carrying out
educational activites and additional training for officers in the pharmacy, the need for the addition of a
personnel officer for pharmacists, more sprightly in serving more patients, spend some time in giving a
description of the drug, better give a sense of wanting to help with full attention to patients who have
problems, and for the next researcher to have more deeply to the clerk at the pharmacy about problems at the
pharmacy.
Keywords : Satisfaction, service quality, outpatients
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan adalah upaya
untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,
yaitu hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan. Pada dasarnya pelayanan kesehatan
yang layak dalam batas pelayanan minimal
merupakan tanggung jawab atau akuntabilitas
yang harus diselenggarakan oleh daerah.
Penetapan standar pelayanan minimal bidang
kesehatan mengacu pada kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan, yaitu
terbangunnya komitmen antara pemerintah,
legislatif, masyarakat dan stakeholder lainnya
guna kesinambungan pembangunan kesehatan
dan terlindunginya kesehatan masyarakat, serta
terwujudnya komitmen nasional dan global
dalam program kesehatan (Kemenkes RI,
2013).
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
pelayanan kesehatan yang dapat memberikan
kepuasan bagi setiap pemakai jasa pelayanan
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta penyelenggarannya sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan yang
telah ditetapkan (Azwar, 2007).
Kepuasan adalah suatu keadaan dimana
kebutuhan, keinginan dan harapan pasien dapat
dipenuhi melalui produk yang diberikan.
Kepuasan pasien dalam menilai kualitas atau
pelayanan yang baik dan merupakan
pengukuran penting yang mendasar bagi mutu
pelayanan (Hafizurrachman, 2004).
Puskesmas adalah salah satu organisasi
pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah
organisasi jasa pelayanan umum. Oleh
karenanya, puskesmas sebagai pelayanan
masyarakat perlu memiliki karakter mutu
pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien.
Pelayanan bermutu adalah suatu pelayanan
yang memenuhi standar kualitas yang terdiri
dari lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu
bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability),
daya tanggap (responsiveness), jaminan
(assurance) dan empati (empathy) (Supranto,
2006).
2. 2
Selain diharapkan memberikan pelayanan
medis yang bermutu. Jaminan mutu (quality
assurance) dalam pengelolaan dan pelayanan
obat di apotek puskesmas merupakan suatu hal
yang perlu dilakukan, karena obat yang
diinventariskan di puskesmas menyerap dana
yang cukup besar, yaitu 40-50% dari anggaran
pembangunan kesehatan di masing-masing
kabupaten/ kota.
Selaku penyedia jasa, Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang dituntut memberikan
pelayanan yang baik agar kepuasan pasien
dapat tercapai. Berdasarkan data dari Laporan
Tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun
2014, Puskesmas Lubuk Buaya merupakan
puskesmas yang memiliki total jumlah
kunjungan pasien rawat jalan terbanyak se-kota
Padang yaitu sebanyak 12% yang terdiri dari
kunjungan rawat jalan umum sebanyak 10,1%,
kunjungan rawat jalan Askes sebanyak 1,1%,
dan kunjungan rawat jalan Jamkesmas/ Kesda
sebanyak 0,8%.
Masalah pelayanan yang terdapat di apotek
Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang
ditemukan pada saat proses pelayanan obat,
yaitu pasien harus menunggu lama karena
lamanya waktu penyiapan obat yang
disebabkan oleh banyaknya jumlah resep obat
pasien yang diterima petugas (rata-rata 9 menit
17 detik), pelabelan obat yang kurang lengkap
dan sewaktu penyerahan obat tidak
diberikannya atau tidak lengkapnya informasi
tentang obat yang diberikan kepada pasien,
serta antrean yang panjang dan lama seringkali
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien,
maka akan menjadi suatu masalah yang serius
bagi pihak puskesmas karena dapat
mempengaruhi kepuasan pasien rawat jalan
dalam memperoleh layanan kesehatan.
Selain itu, masalah lain di apotek juga
terdapat pada Sumber Daya Manusia (SDM)
yang kurang yaitu hanya terdiri dari 3 (tiga)
asisten apoteker. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas diantaranya disebut
bahwa penyelengaraan pelayanan kefarmasian
di puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh
1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai
penanggung jawab dan rasio untuk menentukan
jumlah apoteker di puskesmas adalah 1 (satu)
apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Jika permasalahan pelayanan obat di
apotek tidak diatasi sesegera mungkin, maka
akan menimbulkan persepsi negatif dari
masyarakat terhadap kualitas pelayanan
puskesmas yang nantinya akan berdampak
buruk terhadap kelanjutan kegiatan puskesmas
itu sendiri. Dampak yang ditimbukan dari
buruknya kualitas pelayanan yang diberikan,
yaitu hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap kredibilitas puskesmas, menurunnya
keinginan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan di puskesmas dan
menyulitkan masyarakat untuk memperoleh
kualitas pelayanan yang diharapkan, serta
terjadinya kesenjangan antara masyarakat
dengan pihak penyedia layanan kesehatan.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dengan
rancangan deskriptif melalui pendekatan
kuantitatif yang pengumpulan datanya
dilakukan secara cross sectional. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kualitas
pelayanan apotek sedangkan variabel dependen
adalah kepuasan pasien rawat jalan. Penelitian
ini dilaksanakan di Puskesmas Lubuk Buaya
Kota Padang. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Mei 2015 sampai Juli 2015.
Populasi penelitian ini adalah semua
pasien rawat jalan yang mendapatkan pelayanan
apotek di Puskesmas Lubuk Buaya Kota
Padang. Sampel penelitian menggunakan
metode non-probability sampling secara
accidental sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 67 orang. Data diperoleh melalui
wawancara kepada pasien rawat jalan setelah
mendapatkan pelayanan apotek. Analisis
univariat disajikan dalam bentuk tabel-tabel
distribusi frekuensi dan persentase dan analisis
bivariat dengan menggunakan uji Chi Square
dengan derajat kepercayaan 95% dengan p ≤
0,05.
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan penelitian kualitas
pelayanan apotek terhadap tingkat kepuasan
pasien rawat jalan dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
3. 3
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Variabel Kategori f %
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia ( ≥ 46 tahun)
Laki-Laki
Perempuan
Belum Sekolah
Lulusan SD/ Sederajat
Lulusan SMP/ Sederajat
Lulusan SMA/ Sederajat
Lulusan Perguruan Tinggi
Belum Bekerja
Pelajar/ Mahasisiwa
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Swasta
Wirausaha
(Petani)
(Ibu Rumah Tangga)
14
23
30
40
27
7
11
19
14
16
3
13
9
4
21
13
4
20,9
34,3
44,8
59,7
40,3
10,4
16,4
28,4
20,9
23,9
4,5
19,4
13,4
6,0
31,3
19,4
6,0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa pasien rawat jalan yang berumur
lansia (44,8%), jenis kelamin laki-laki
(59,7%), pendidikan lulusan SMP/ sederajat
(28,4%) dan pekerjaan wirausaha (31,3%)
merupakan karakteristik responden terbanyak
yang mendapatkan pelayanan apotek di
Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang.
Tabel 2. Analisis Univariat Variabel Penelitian
Variabel Kategori f %
Tingkat Kepuasan
Bukti Fisik
Kehandalan
Daya Tanggap
Jaminan
Empati
Puas
Kurang Puas
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
33
34
35
32
30
37
31
36
34
33
30
37
49,3
50,7
52,2
47,8
44,8
55,2
46,3
53,7
50,7
49,3
44,8
55,2
1. Tingkat Kepuasan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh (50,7%) pasien
rawat jalan menyatakan kurang puas terhadap
pelayanan yang diberikan petugas di apotek
kepada pasien rawat jalan di Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang. Hal ini sama
dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh
Martha Venny (2013) di Balai Kesehatan
Mata Masyarakat Sumatera Barat yaitu
diperoleh 53,2% pasien menyatakan kurang
puas terhadap pelayanan yang diberikan
petugas.
Kepuasan pasien rawat jalan dalam
penelitian ini diukur berdasarkan
perbandingan antara persepsi yang dirasakan
pasien rawat jalan terhadap pelayanan apotek
yang diberikan petugas di apotek dengan
harapan pasien terhadap pelayanan tersebut.
Untuk itu, kualitas pelayanan apotek perlu
ditingkatkan lagi terutama dari segi bukti
fisik yang tersedia, dari segi kehandalan
4. 4
petugas, dari segi daya tanggap petugas, dari
segi jaminan petugas, dan dari segi empati
petugas, supaya kepuasan pasien rawat jalan
terhadap pelayanan apotek yang diberikan
semakin memuaskan dan memenuhi harapan
pasien rawat jalan.
2. Bukti Fisik
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh (52,2%) pasien
rawat jalan menyatakan bukti fisik yang
tersedia di apotek baik dalam memberikan
pelayanan. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat yaitu diperoleh
56,5% pasien menyatakan bukti fisik yang
tersedia kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan skor
servqual, diketahui bahwa atribut bukti fisik
dengan kesenjangan tertinggi terdapat pada
“Pasien Merasa Nyaman Selama Menunggu
Pemberian Obat” yaitu -3,05. Oleh sebab itu,
pihak Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang
diharapkan untuk membenahi segala aspek
yang menyebabkan pasien rawat jalan merasa
tidak nyaman selama antrean, baik itu dari
segi fisik (belum tersedia kipas angin dan
AC, serta televisi yang tidak dinyalakan/
dihidupkan) maupun non-fisik (antrean yang
terlalu panjang dengan pelayanan yang
lamban dari petugas di apotek) sehingga
kenyamanan pasien rawat jalan selama
menunggu pemberian obat dapat terjaga
dengan baik.
Ruang tunggu apotek merupakan
fasilitas yang harus dijaga kenyamanannya,
karena hal ini cukup berperan penting dalam
pelayanan apotek. Suasana ruang tunggu
yang nyaman diharapkan pasien rawat jalan
merasa betah selama menunggu pemberian
obat. Terciptanya suasana yang nyaman juga
cukup berpengaruh terhadap waktu
menunggu obat, jika suasana ruang tunggu
nyaman maka waktu menunggu obat pasien
rawat jalan akan terasa tidak lama.
Sebaliknya jika suasana ruang tunggu tidak
nyaman maka pasien rawat jalan merasa
tidak betah dan merasa lebih lama berada di
ruang tunggu obat tersebut.
3. Kehandalan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh (55,2%) pasien
rawat jalan menyatakan kehandalan petugas
di apotek kurang baik dalam memberikan
pelayanan. Hal ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat yaitu diperoleh
58,1% pasien menyatakan kehandalan
petugas kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan skor
servqual, diketahui bahwa atribut kehandalan
dengan kesenjangan tertinggi terdapat pada
“Kecepatan Petugas Apotek dalam
Memberikan Pelayanan Obat” yaitu -3,08.
Oleh sebab itu, diharapkan kepada petugas di
apotek untuk lebih sigap dalam melayani
pasien apalagi dilihat dari jumlah kunjungan
pasien rawat jalan perharinya yaitu rata-rata
sebanyak 414 orang dibandingkan dengan
jumlah petugas di apotek yang kurang (3
asisten apoteker), hal ini menyebabkan beban
kerja petugas semakin berat dalam
memberikan pelayanan apotek. Untuk itu,
perlu adanya penambahan tenaga apoteker
dikarenakan setiap puskesmas diwajibkan
memiliki minimal 1 (satu) apoteker sebagai
penanggungjawab.
Pelayanan pengambilan obat diharapkan
dapat terlaksana dalam waktu yang tidak
terlalu lama karena bagi siapapun waktu itu
sangat berharga. Kondisi pasien rawat jalan
yang sakit menyebabkan perasaan pasien
tidak nyaman. Perlu diperhatikan bahwa
proses pengerjaan resep membutuhkan
waktu, apalagi obat dalam bentuk racikan
akan lebih membutuhkan ketelitian dan
kesabaran sehingga butuh waktu yang lebih
lama.
4. Daya Tanggap
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh 53,7% pasien rawat
jalan menyatakan daya tanggap petugas di
apotek kurang baik dalam memberikan
pelayanan. Hal ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat yaitu diperoleh
5. 5
51,6% pasien menyatakan daya tanggap
petugas kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan skor
servqual, diketahui bahwa atribut daya
tanggap dengan kesenjangan tertinggi
terdapat pada “Pasien Mendapatkan
Informasi yang Jelas Tentang Obat yang
Diterima” yaitu -2,03. Oleh sebab itu,
diharapkan kepada petugas di apotek untuk
lebih meluangkan waktu kepada pasien rawat
jalan dalam memberikan penjelasan tentang
obat yang diberikan dengan memberikan
keterangan yang lengkap seperti kapan obat
harus dikonsumsi, sampai jangka waktu
berapa lama obat tersebut harus dikonsumsi,
apa efek samping obat tersebut dan
sebagainya, sehingga pasien rawat jalan
dapat merasa aman tanpa keraguan ketika
menerima obat tersebut.
Informasi tentang obat merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pelayanan apotek. Informasi obat biasanya
diberitahukan kepada pasien rawat jalan saat
penyerahan obat. Informasi obat akan
mempengaruhi pasien rawat jalan dalam
menggunakan obat. Kenyataan kesalahan
penggunaan obat akibat ketidakjelasan
informasi cara pemakaian obat masih sering
terjadi dan hal seperti ini sebaiknya harus
dihindari agar tidak timbul masalah dalam
pelayanan apotek.
5. Jaminan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh (50,7%) pasien
rawat jalan menyatakan jaminan petugas di
apotek baik dalam memberikan pelayanan.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang
ditemukan oleh Martha Venny (2013) di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sumatera
Barat yaitu diperoleh 56,5% pasien
menyatakan jaminan petugas kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan skor
servqual, diketahui bahwa atribut jaminan
dengan kesenjangan tertinggi terdapat pada
“Kepahaman Pasien Tentang Informasi
Obat” yaitu -2,14. Oleh sebab itu, diharapkan
kepada petugas di apotek untuk tidak tergesa-
gesa dalam memberikan informasi tentang
obat yang diberikan supaya pasien rawat
jalan dapat memahami lebih jelas mengenai
obat tersebut.
Kepahaman pasien rawat jalan dengan
informasi yang diberikan oleh petugas di
apotek akan mempengaruhi tingkat
keberhasilan dalam memberikan pelayanan.
Hal ini penting karena kepahaman pasien
rawat jalan mengenai informasi segala
sesuatu yang telah dijelaskan oleh petugas di
apotek akan sangat mempengaruhi kepatuhan
dan keteraturan pasien rawat jalan dalam
meminum obat sesuai dengan aturannya.
6. Empati
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
bahwa lebih dari separuh 55,2% pasien rawat
jalan menyatakan empati petugas di apotek
kurang baik dalam memberikan pelayanan.
Hal ini sama dengan hasil penelitian yang
ditemukan oleh Martha Venny (2013) di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sumatera
Barat yaitu diperoleh 59,7% pasien
menyatakan empati petugas kurang baik.
Berdasarkan hasil perhitungan skor
servqual, diketahui bahwa atribut empati
dengan kesenjangan tertinggi terdapat pada
“Keterbukaan Petugas Apotek Terhadap
Keluhan Pasien” yaitu -1,56. Oleh sebab itu,
diharapkan kepada petugas di apotek untuk
lebih memberikan rasa ingin membantu
dengan penuh perhatian terhadap pasien-
pasien yang memiliki masalah, menjawab
dengan baik dan menjelaskan segala
pertanyaan yang diajukan pasien rawat jalan
dengan jujur sehingga pasien rawat jalan
merasa senang terhadap keterbukaan petugas
dalam memberikan pelayanan apotek.
Keluhan-keluhan yang berasal dari
pasien rawat jalan harus diperhatikan dan
ditanggapi oleh petugas di apotek, hal ini
dapat menjadi masukan yang positif untuk
membantu dalam meningkatkan kualitas
pelayanan apotek. Pasien rawat jalan akan
merasa dihargai dan dihormati karena mereka
mempunyai hak untuk mengutarakan segala
sesuatu yang dirasakan yang berhubungan
dengan pelayanan apotek sehingga kualitas
pelayanan apotek diharapkan akan semakin
baik dan memuaskan bagi pasien rawat jalan.
6. 6
Tabel 3. Analisis Bivariat Variabel Penelitian
Variabel
Tingkat Kepuasan
Jumlah
P-valueKurang Puas Puas
f % f % f %
Bukti Fisik
Baik
Kurang Baik
Kehandalan
Baik
Kurang Baik
Daya Tanggap
Baik
Kurang Baik
Jaminan
Baik
Kurang Baik
Empati
Baik
Kurang Baik
13
21
10
24
4
30
8
26
7
27
37,1
65,5
33,3
64,9
15,7
83,3
23,5
78,8
23,3
73,0
22
11
20
13
27
6
26
7
23
10
62,9
34,4
66,7
35,1
87,1
17,7
76,5
21,2
76,7
27,0
35
32
30
37
31
36
34
33
30
37
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
0,037
0,020
0,0001
0,0001
0,0001
1. Hubungan Bukti Fisik yang tersedia di
Apotek dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Jalan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pasien rawat jalan yang
menyatakan kurang puas lebih tinggi pada
bukti fisik yang kurang baik (65,6%)
dibandingkan dengan yang baik (37,1%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value =
0,037, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara bukti
fisik yang tersedia dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan.
Penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara bukti fisik dengan
tingkat kepuasan pasien.
Bukti fisik yaitu sarana dan fasilitas fisik
yang dapat langsung dirasakan oleh pasien.
Dalam pelayanan apotek adalah kecukupan
tempat duduk di ruang tunggu apotek,
kebersihan ruang tunggu, kenyamanan ruang
tunggu dengan kipas angin dan AC, serta
ketersediaan televisi (Muninjaya, 2011).
Pada dasarnya, bukti fisik yang baik
akan memberikan kekuatan yang besar dalam
mempengaruhi persepsi pasiennya bahwa
mereka mempunyai kualitas pelayanan yang
baik. Semakin baik kualitas bukti fisik yang
tersedia akan semakin besar harapan pasien
rawat jalan terhadap pelayanan yang
diberikan.
2. Hubungan Kehandalan Petugas di
Apotek dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Jalan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pasien rawat jalan yang
menyatakan kurang puas lebih tinggi pada
kehandalan yang kurang baik (64,9%)
dibandingkan dengan yang baik (33,3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value =
0,020, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara
kehandalan petugas dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan.
Penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara kehandalan
dengan tingkat kepuasan pasien.
Menurut David Garm (1987) dalam
Azwar (2007) kehandalan berkaitan dengan
bagaimana kualitas pelayanan diberikan
secara fisik dan berhasil dalam periode waktu
tertentu di bawah kondisi tertentu.
7. 7
Kehandalan petugas di apotek dalam
melayani pasien rawat jalan sangat
diperlukan, dikarenakan hal ini cukup
penting dan pada dasarnya petugas di apotek
yang memiliki kehandalan yang baik akan
mempermudah petugas dalam melaksanakan
tugasnya. Sehingga pasien rawat jalan akan
merasa senang terhadap pelayanan yang
diberikan.
3. Hubungan Daya Tanggap Petugas di
Apotek dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Jalan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pasien rawat jalan yang
menyatakan kurang puas lebih tinggi pada
daya tanggap yang kurang baik (83,3%)
dibandingkan dengan yang baik (15,7%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value =
0,0001, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara daya
tanggap petugas dengan tingkat kepuasan
pasien rawat jalan.
Penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara daya tanggap
dengan tingkat kepuasan pasien.
Menurut Irawan (2002) daya tanggap
berhubungan dengan cepat tanggap, waktu
tunggu mendengarkan keluhan dan informasi
yang jelas. Daya tanggap adalah dimensi
mutu yang dinamis, harapan pasien terhadap
kecepatan pelayanan dapat dipastikan akan
berubah dengan kecenderungan naik dari
waktu ke waktu.
Pelayanan yang responsif atau yang
tanggap sangat dipengaruhi oleh sikap front –
line staff, salah satunya adalah kesigapan dan
ketulusan petugas di apotek dalam wujud
pertanyaan/ permintaan pasien rawat jalan.
Cara berkomunikasi dan sikap petugas di
apotek dalam memberikan pelayanan akan
berdampak pada persepsi pasien rawat jalan
terhadap pelayanan apotek yang diberikan
petugas. Semakin bagus komunikasi antara
petugas di apotek dan pasien rawat jalan,
serta diiringi dengan sikap yang baik maka
akan semakin positif persepsi pasien rawat
jalan terhadap pelayanan apotek tersebut.
4. Hubungan Jaminan Petugas di
Apotek dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Jalan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pasien rawat jalan yang
menyatakan kurang puas lebih tinggi pada
jaminan yang kurang baik (78,8%)
dibandingkan dengan yang baik (23,5%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value =
0,0001, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan signifikan jaminan
petugas dengan tingkat kepuasan pasien
rawat jalan.
Penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara jaminan dengan
tingkat kepuasan pasien.
Menurut Irawan (2002) Jaminan
merupakan dimensi kualitas yang
berhubungan dengan kemampuan dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan
pasien yang terdiri dari keramahan,
kompetensi, reputasi dan keamanan.
Kemampuan petugas di apotek
berkomunikasi dengan baik sangat penting
dan berpengaruh terhadap kepercayaan
pasien rawat jalan. Untuk itu sikap ramah,
sopan dan meyakinkan akan berpengaruh
pada keyakinan pasien rawat jalan terhadap
jaminan pelayanan apotek tersebut.
5. Hubungan Empati Petugas di Apotek
dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Rawat Jalan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa pasien yang menyatakan
kurang puas lebih tinggi pada empati yang
kurang baik (73,0%) dibandingkan dengan
yang baik (23,3%). Hasil uji statistik
diperoleh nilai p value = 0,0001, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara empati petugas dengan
tingkat kepuasan pasien rawat jalan.
8. 8
Penelitian ini sama dengan hasil
penelitian yang ditemukan oleh Martha
Venny (2013) di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Sumatera Barat. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ditemukan
hubungan signifikan antara empati dengan
tingkat kepuasan pasien.
Menurut Bustami (2011) empati yaitu
memberikan perhatian tulus dan bersifat
individu/ pribadi yang diberikan kepada
pasien dengan berupaya memahami
keinginan dari pasien tersebut.
Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai
suatu sikap pasien yakni berapa derajat
kesukaan dan ketidaksukaannya terhadap
pelayanan yang pernah dirasakan. Oleh sebab
itu, perilaku petugas di apotek dalam
melayani pasien rawat jalan akan berbanding
lurus dengan kepuasan yang dirasakan.
Semakin berempati petugas di apotek
terhadap pasien rawat jalan, maka akan
semakin puas pasien rawat jalan terhadap
pelayanan apotek yang diberikan.
Tabel 4. Perhitungan Kesenjangan Persepsi dan Harapan
Atribut-atribut Gap Atribut-atribut Gap
1. Ruang tunggu terlihat bersih dan
Rapi
-0,15 14. Petugas apotek mampu
memberikan penyelesaian/ solusi
terhadap keluhan pasien
-0,89
2. Petugas apotekberpakaian bersih
dan rapi
0,15 15. Petugas apotek melakukan
tindakan secara tepat dan cepat
-1,51
3. Apotekmemiliki papan nama yang
jelas dan benar
-2,06 16. Petugas apotek mempunyai
pengetahuan dan keterampilan
yang baik dalam memberikan
pelayanan
-0,61
4. Pasien merasa nyaman selama
menunggu pemberian obat
-3,04 17. Kepahaman pasien tentang
informasi obat
-2,14
5. Tempat penyerahan obat yang
Memadai
-0,36 18. Petugas apotek melayani dengan
sikap meyakinkan sehingga
pasien merasa aman
-1,49
6. Kecepatan petugas apotekdalam
memberikan pelayanan obat
-3,08 19. Obat yang diterima terjamin
kualitas dan keasliannya
-0,91
7. Kejelasan tulisan aturan pakai obat -1,73 20. Petugas apotek bersifat cekatan
dan menghargai pasien
-1,39
8. Petugas apotekmelayani dengan
ramah dan tersenyum
-1,08 21. Petugas apotek cepat merespon
keluhan pasien
-1,52
9. Kemasan obat yang diterima dalam
keadaan baik dan utuh
0,13 22. Pelayanan yang diberikan sama
terhadap semua pasien tanpa
memandang status sosial
-1,1
10. Prosedur pelayanan apotek tidak
berbelit-belit
-0,73 23. Keterbukaan petugas apotek
terhadap keluhan pasien
-1,56
11. Petugas apotek cepat tanggap
terhadap keluhan pasien
-1,27 24. Petugas apotek memberikan
kesempatan kepada pasien untuk
bertanya
-1,31
12. Terjadinya komunikasi yang baik
antara petugas apotekdan pasien
-1,28 25. Petugas apotek dalam melayani
bersikap sopan dan ramah
-1,42
13. Pasien mendapatkan informasi
yang jelas tentang obat yang
diterima
-2,03
9. 9
Kesenjangan pada atribut-atribut
persepsi dan harapan digunakan untuk
menentukan baik atau kurang baik suatu
kualitas pelayanan apotek berdasarkan
perhitungan melalui pertanyaan-pertanyaan
yang tersedia. Kesenjangan pada atribut-atribut persepsi dan har
Hasil perhitungan diketahui bahwa
terdapat kesenjangan antara persepsi dan
harapan pasien rawat jalan di Puskesmas
Lubuk buaya Kota Padang yang berkisar
antara 0,15 sampai -3,08 dengan kesenjangan
tertinggi terdapat pada atribut “Kecepatan
Petugas Apotek dalam Memberikan
Pelayanan Obat” yaitu gap = -3,08.
Dilihat berdasarkan kesenjangan
tertinggi pada masing-masing dimensi
kualitas pelayanan, atribut yang
pelaksanaannya belum sesuaidengan harapan
pasien antara lain pada atribut bukti fisik
(Pasien merasa nyaman selama menunggu
pemberian obat), pada atribut kehandalan
(Kecepatan petugas apotek dalam
memberikan pelayanan obat), pada atribut
daya tanggap (Pasien mendapatkan informasi
yang jelas tentang obat yang diterima), pada
atribut jaminan (Kepahaman pasien tentang
informasi obat), dan pada atribut empati
(Keterbukaan petugas apotek terhadap
keluhan pasien).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Lebih dari separuh responden menyatakan
kurang puas terhadap pelayanan yang
diberikan petugas di apotek kepada pasien
rawat jalan di Puskesmas Lubuk Buaya
Kota Padang.
2. Lebih dari separuh responden menyatakan
bukti fisik yang tersedia di apotek baik
dalam memberikan pelayanan kepada
pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang.
3. Lebih dari separuh responden menyatakan
kehandalan petugas di apotek kurang baik
dalam memberikan pelayanan kepada
pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang.
4. Lebih dari separuh responden menyatakan
daya tanggap petugas di apotek kurang
baik dalam memberikan pelayanan kepada
pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang.
5. Lebih dari separuh responden menyatakan
jaminan petugas di apotek baik dalam
memberikan pelayanan kepada pasien
rawat jalan di Puskesmas Lubuk Buaya
Kota Padang.
6. Lebih dari separuh responden menyatakan
empati petugas di apotek kurang baik
dalam memberikan pelayanan kepada
pasien rawat jalan di Puskesmas Lubuk
Buaya Kota Padang.
7. Terdapat hubungan signifikan antara bukti
fisik yang tersedia di apotek dengan
tingkat kepuasan pasien rawat jalan di
Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang.
8. Terdapat hubungan signifikan antara
kehandalan petugas di apotek dengan
tingkat kepuasan pasien rawat jalan di
Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang.
9. Terdapat hubungan signifikan antara daya
tanggap petugas di apotek dengan tingkat
kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang.
10.Terdapat hubungan signifikan antara
jaminan petugas di apotek dengan tingkat
kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang.
11.Terdapat hubungan signifikan antara
empati petugas di apotek dengan tingkat
kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang.
Saran
Diharapkan pihak puskesmas untuk
membenahi segala aspek yang menyebabkan
pasien rawat jalan merasa tidak nyaman
selama antrean, baik itu dari segi maupun
non-fisik sehingga kenyamanan pasien rawat
jalan selama menunggu pemberian obat dapat
terjaga dengan baik dan diharapkan untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan dan
pelatihan tambahan bagi petugas kesehatan
khususnya bagi petugas di apotek supaya
petugas lebih terampil dan sigap dalam
memberikan pelayanan kepada pasien rawat
jalan.
Pimpinan puskesmas perlu mengajukan
proposal kepada Dinas Kesehatan Kota
Padang untuk penambahan tenaga kesehatan
khususnya tenaga apoteker dikarenakan
10. 10
setiap puskesmas diwajibkan memiliki
minimal 1 (satu) apoteker sebagai
penanggungjawab.
Diharapkan petugas untuk lebih sigap
dalam melayani pasien apalagi dilihat dari
jumlah kunjungan pasien rawat jalan
perharinya yaitu rata-rata sebanyak 414 orang
dibandingkan dengan jumlah petugas yang
kurang (3 asisten apoteker), hal ini
menyebabkan beban kerja petugas semakin
berat dalam memberikan pelayanan apotek
dan diharapkan untuk lebih meluangkan
waktu kepada pasien rawat jalan dalam
memberikan penjelasan tentang obat yang
diberikan dengan memberikan keterangan
yang lengkap, serta diharapkan untuk lebih
memberikan rasa ingin membantu dengan
penuh perhatian terhadap pasien-pasien yang
memiliki masalah, menjawab dengan baik
dan menjelaskan segala pertanyaan yang
diajukan pasien rawat jalan dengan jujur
sehingga pasien rawat jalan merasa senang
terhadap keterbukaan petugas dalam
memberikan pelayanan apotek.
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk
menggali informasi lebih mendalam kepada
petugas di apotek mengenai permasalahan
yang terdapat di apotek tersebut dalam
memberikan pelayanan.
Daftar Pustaka
Azwar,Azrul. 2007. Pengantar Administrasi
Kesehatan Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Bina Rupa Aksara.
Bustami. 2011. Penjaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan &
Akseptabilitasnya. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2013.
Laporan Tahunan Tahun 2013 Edisi
2014. Padang.
Hafizurrahman. 2004. Pengukuran Kepuasan
Suatu Institusi Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handi, Irawan. 2002. Prinsip Kepuasan
Pelanggan. Jakarta : Penerbit
Elex Media Komputindo.
Imbalo. 2007. Jaminan Mutu Layanan
Kesehatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes RI. 2013. Petunjuk TeknisStandar
Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/ Kota.
Jakarta.
Muninjaya. 2011. Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta.
Permenkes RI, 2014. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta.
Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang. 2014.
Laporan Tahunan Tahun 2014.
Padang.
Supranto. 2006. Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan untuk
Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta.
Venny, Martha. 2013. Hubungan Mutu
Pelayanan dengan Tingkat Kepuasan
Pasien di Ruang Rawat Inap BKMM
Sumatera Barat.