Dokumen tersebut membahas tentang aritmia dan fibrilasi atrial. Secara singkat, aritmia adalah gangguan irama jantung yang disebabkan oleh gangguan pembentukan atau penghantaran impuls listrik pada jantung. Aritmia diklasifikasikan berdasarkan asal impuls, ritme, dan kecepatan kamar jantung. Fibrilasi atrial adalah salah satu jenis aritmia dimana impuls listrik pada atrium tidak teratur.
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
Aritmia dan AF.pptx
1. Arrhythmias and Atrial fibrillation
Oleh :
dr. Iffah Munawarah
Pembimbing:
Dr. dr. T. Heriansyah, Sp. JP (K) – FIHA, FESC, FAsCC
BAGIAN JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH UNIVERSITAS
SYIAH KUALA RSUD DR ZAINOEL ABIDIN
BANDAACEH
2022
2. Aritmia adalah setiap irama yang bukan irama sinus normal dengan konduksi AV yang normal.
Perubahan mekanisme perjalanan impuls atau konduksi listrik kantung yang menyebabkan gangguan
irama denyut jantung. Bentuk dari aritmia sendiri berdasarkan: 5
Takikardia , jika denyut jantung > 100x/mnt
Bradikardia , jika denyut jantung < 60x/mnt
Aritmia?
- Pacemaker ( nodus SA) menghasilkan irama yang abnormal
- Adanya gangguan pada jalur konduksi normal
- Adanya pacemaker selain nodus SA yang mengambil alih. 5,12
Etiologi Aritmia
3. 01 Rate
Takikardia : 3 atau lebih impuls yang berasal
dari pacemaker yang sama , menghasilkan
denyut yang terlalu cepat >100x/mnt
Bradikardia : 3 atau lebih impuls yang berasal
dari pacemaker yang sama, menghasilkan
denyut yang terlalu lambat < 60x/mnt.
03 Asal Impuls
Supraventricular
Ventricular
Pacemaker
04
Konduksi Impuls
Atrioventricular
Ventrico-atrial
Block
Klasifikasi Aritmia
06
02 Ritme
05
Ventricular Rate
Aritmia juga dapat disebabkan oleh
terganggunya pembentukan impuls atau
akibat gangguan penghantaran impuls.
Reguler
Irregular
4. Takikardia Sinus
Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : > 100-150x/mnt
iii. Gelombang P : gelombang P diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Normal
v. Gelombang QRS : Normal
Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya pembentukan impuls :
Gambar 1. Sinus Takikardia
5. Sinus Bradikardia
Kriteria
•Irama : Teratur
•Frekuensi : <60x/mnt
•Gelombang P : Gelombang P diikuti gelombang QRS
•Interval PR : Normal
•Gelombang QRS : Normal
Gambar 2 . Sinus Bradikardia
6. Aritmia Sinus
Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur
ii. Frekuensi : 60-100x/mnt
iii. Gelombang P : Normal, gelombang P diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Normal
v. Gelombang QRS : Normal
Gambar 3 . Aritmia Sinus
7. Kriteria : ( terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS dan T )
i. Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
ii. Frekuensi : Biasanya 60x/mnt
iii. Gelombang P : Normal, gelombang P diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Normal
v. Gelombang QRS : Normal
vi. Hilangnya gelombang P, QRS , T tidak menyebabkan kelipatan jarak antara R-R’
Sinus Arrest
Gambar 4. Sinus Arrest
8. Kriteria :
Irama : Tidak Teratur, karena ada gelombang yang timbul lebih dini
Frekuensi : tergantung irama dasar
Gelombang P : Bentuknya berbeda dari gelombang P
Interval PR : Normal, namun bisa memendek
Gelombang QRS : Normal
Atrial Ekstrasistol (AES/PAB/PAC)
Gambar 5. Atrial Ekstrasistol
9. Kriteria :
Irama : Teratur
Frekuensi : 150-250x/mnt
Gelombang P : Sukar karena Bersatu dengan gelombang T, dan gelombang P terlihat kecil
Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
Gelombang QRS : Normal
Supraventriel Takikardia (SVT)
Gambar 6. Supraventrikel Takikardia
10. Kriteria :
Irama : Teratur atau bisa tidak teratur
Frekuensi : Bervariasi
Gelombang P : Bentuknya seperti gigi gergaji, gelombang P timbul teratur dan dapat dihitung,
P-QRS 2: 1 , 3 :1, atau 4 :1
Interval PR : tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : Normal
Atrial Flutter
Gambar 7. Atrial Flutter
11. Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur
ii. Frekuensi : Bervariasi
iii.Gelombang P : Tidak dapat diidentifikasi
iv. Interval PR : Tidak dapat dihitung
v. Gelombang QRS : Normal
Atrial Fibrilasi
Gambar 8. Atrial Fibrilasi
12. Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : 40-60x/mnt
iii.Gelombang P : Terbalik didepan atau menghilang
iv. Interval PR : Kurang dari 0,12 detik atau tidak ada
v. Gelombang QRS : Normal
Irama Junctional
Gambar 9. Irama Junctional
13. Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur, ada gelombang timbul lebih dini
ii. Frekuensi : Tergantung irama dasarnya
iii.Gelombang P : Tidak normal, sesuai dengan letak asal impuls
iv. Interval PR : Memendek atau tidak ada
v. Gelombang QRS : Normal
Ekstrasistol Junctional (JES)
Gambar 10. Ekstrasistol Junctional (JES)
14. Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : 100x/mnt
iii.Gelombang P : Terbalik di depan, belakang atau mengilang
iv. Interval PR : < 0,12 detik atau tidak ada
v. Gelombang QRS : Normal
Takikardia Junctional (JT)
Gambar 11. Takikardia Junctional (JT)
15. Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : 20-40x/mnt
iii.Gelombang P : Tidak terlihat
iv. Interval PR : Tidak ada
v. Gelombang QRS : > 0,12 detik
Irama Idioventricular
Gambar 12. Irama Idoventrikular (IVR)
16. Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : > 100-150x/mnt
iii.Gelombang P : gelombang P diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Normal
v. Gelombang QRS : Normal
Ventrikel Ekstrasistol / Premature Ventricular Beat / Premature Ventricular
Contraction ( VES/PVB/PVC)
Terdapat 5 Bentuk Ekstrasistol Ventrikel yaitu :
Gambar 13. Ventrikel Ekstrasistol > 6x/mnt
18. Ventrikel Ekstrasistol / Premature Ventricular Beat / Premature Ventricular
Contraction ( VES/PVB/PVC)
Gambar 16. Ventrikel Ekstrasistol Konsekutif
Gambar 17. Ventrikel Ekstrasistol R on T
19. Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : 100x/mnt
iii. Gelombang P : Tidak Terlihat
iv. Interval PR : Tidak Ada
v. Gelombang QRS : > 0,12 detik
Ventrikel Takikardia
Gambar 18. VT Monomorfik
21. Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur
ii. Frekuensi : Tidak dapat dihitung
iii. Gelombang P : Tidak Ada
iv. Interval PR : Tidak Ada
v. Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak teratur
Ventrikel Fibrilasi
Gambar 21. Ventrikel Fibrilasi Coarse
Gambar 22. Ventrikel Fibrilasi Fine
22. Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya penghantaran impuls :
a. Sinoatrial Blok ( SA Blok): Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS, T
Kriteria:
i. Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
ii. Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti gelombang QRS
iii. Interval PR : Normal
Gambar 23. SA Blok
23. Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya penghantaran impuls :
b. AV Block Derajat 1
Kriteria :
i. Irama : Teratur
ii. Frekuensi : 60-100x/mnt
iii. Gelombang P : Normal, gelombang P diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Memanjang 0,20 detik
v. Gelombang QRS : Normal
Gambar 24. AV Blok derajat I
24. Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya penghantaran impuls :
c. AV Block Derajat II
Tipe Mobitz 1
Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur
ii. Frekuensi : 60-100x/mnt atau < 60x/mnt
iii. Gelombang P : Normal, ada satu gelombang P yang tidak diikuti gelombang QRS dalam 1 siklus
iv. Interval PR : Makin lama makin panjang sampai ada gelombang P yang tidak diikut
gelombang QRS, kemudian siklus berulang
i. Gelombang QRS : Normal
Gambar 25. AV Blok Derajat 2 Mobitz 1
25. Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya penghantaran impuls :
c. AV Block Derajat II
Tipe Mobitz 2
Kriteria :
i. Irama : Tidak Teratur
ii. Frekuensi : 60x/mnt
iii. Gelombang P : Normal, ada satu atau lebih gelombang P yang tidak diikuti gelombang QRS
iv. Interval PR : Normal / memanjang secara konstan kemudian ada blok
v. Gelombang QRS : Normal
Gambar 26. AV Blok Derajat 2 Mobitz 2
26. Klasifikasi Aritmia berdasarkan terganggunya penghantaran impuls :
d. AV Block Derajat 3 ( Total AVB)
Kriteria :
Irama : Teratur
Frekuensi : < 60x/mnt
Gelombang P : Normal, gelombang P dan gelombang QRS berdiri sendiri-sendiri
sehingga gelombag P kadang diikuti, kadang tidak
Interval PR : Berubah ubah / tidak ada
Gelombang QRS : Normal > 0,12 detik
Gambar 27. AV Blok Derajat 3
27. Disritmia : target perubahan sekunder pada channel ion jantung serta reseptor adrenergic.
Potensial aksi dibagi menjadi 5 fase yaitu fase 0-4 :7,11,10
a. Fase 0 periode awal potensial aksi terjadi konduksi pada jaringan jantung. Pada atrium dan
ventrikel impuls jantung berasal dari ion channel natrium, sedangkan fase 0 pada sinoatrial (SA)
node dan atrioventricular (AV) node impuls jantung diperankan oleh ion channel kasium.
b. Fase 1-4 periode repolarisasi
- Plateu diperankan oleh ion channel kalsium ( Fase 2)
- Akhir repolarisasi diperankan oleh ion channel kalium ( Fase 3)
- Saat terjadi fase 4 , nodal cells mengalami depolarisasi spontan saat atrium dan ventrikel
mengalami hiperpolarisasi.
Patofisiologi
28. Patofisiologi
Aksi Potensial Jantung. Angka pada kurva menunjukkan
lima fase potensial aksi. Fase 0 sebagai fase depolarisasi.
Fase 1-3 sebagai fase repolarisasi. Fase 4 sebagai fase
istirahat.
29. 1) Meningkatnya automatisasi saat terjadi pengurangan potensial aksi ataupun
meningkatkan fase depolarisasi
2) Aktivitas yang mencetusnya terjadinya depolarisasi pada fase 4 saat terjadi
potensial aksi
3) Circus movement atau re-entry
Re-entry ini dapat terjadi apabila :
Adanya 2 jalur konduksi
Adanya blockage yang tidak terarah dari salah satu pathway sehingga mencegah
progresifitas konduksi impuls namun menimbulkan adanya konduksi retrograde
Pengurangan kecepatan konduks impuls sehingga memberikan waktu untuk
konduksi impuls lain mengalami depolarisasi
Mekanisme terjadinya aritmia dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
30. 1) Meningkatnya automatisasi saat terjadi pengurangan potensial aksi ataupun
meningkatkan fase depolarisasi
2) Aktivitas yang mencetusnya terjadinya depolarisasi pada fase 4 saat terjadi
potensial aksi
3) Circus movement atau re-entry
Re-entry ini dapat terjadi apabila :
Adanya 2 jalur konduksi
Adanya blockage yang tidak terarah dari salah satu pathway sehingga mencegah
progresifitas konduksi impuls namun menimbulkan adanya konduksi retrograde
Pengurangan kecepatan konduks impuls sehingga memberikan waktu untuk
konduksi impuls lain mengalami depolarisasi
Mekanisme terjadinya aritmia dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
31. Class I
MEDICINE
Class IA : Quinidine, Procainamide
Class IB : Lidocaine, Mexitiline
Class IC : Flecainide, Propafenone
Class II
MEDICINE
Golongan obat class II mempunyai mekanisme berikatan
dengan reseptor adrenergic sehingga memberikan stimulasi
pada sistem saraf simpatis pada elektrofisiologi jantung.(β-
blockers).
Class III
MEDICINE
Golongan obat class III berperan dalam memblock channel
ion kalium dan meningkatkan periode refrakter.
Class IV
( Diltiazem & Verapamil). Golongan obat class IV berperan
dalam memblock channel ion kalsium dan menyebabkan
depolarisasi primer via channel ion kalsium pada area SA
dan AV node.
Tatalaksana Aritmia
32. Digitalis
Glycosides &
Vagomimetic
Drugs
Farmakodinamik : membatasi konduksi jantung melalui AV node dengan memberikan efek
positif inotropic pada ventrikel jantung.
Indikasi : Infant Wolff-Parkinson-White-Syndrome, SVT
Kontra- Indikasi : Wolff-Parkinson-White-Syndrome pada usia > 65 thn
Adenosine
Farmakodinamik : Berikatan dengan adenosine receptor yang berlokasi pada myosit atrium,
SA node dan AV node melalui G-protein. Stimulasi hiperpolarisasi
membrane potensial, menurunkan fase 4 depolarisasi
Indikasi : SVT ( AV node)
Kontra- Indikasi : Riwayat asma, PPOK
Dosis : 6mg bolus diikut flush 20cc NaCl 0,9% dengan tangan ditinggikan
Magnesium
Sulfat
Indikasi : Torsades de Pointes
Farmakodinamik : menghambat channel ion kalsium pada atrium dan ventrikel
setelah fase depolarisasi
Dosis : 1-2gr IV/IO diencerkan dalam 10 mL D5% atau NaCl 0,9% ,
diberikan secara bolus 5-20 menit
Efek Samping : hiporefleksi
Tatalaksana Aritmia Lainnya
33. Algoritma penatalaksanaan aritmia diutamakan pada pasien
tanpa nadi yang tidak tertangani dengan tindakan RJP, termasuk
setelah diberikan shock pertama dari AED. Algoritma ini terdiri
dari dua jalur :12
a. Irama shockable (VT tanpa nadi/VF)
b. Irama non-shockable ( asystole/PEA)
Gambar 34. Algoritma Takikardia
35. Atrial Fibrilasi
Fibrilasi atrium (FA) adalah takiaritmia supraventrikular yang
khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi
mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium.
36. Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut13,14 :
1
2
3
EKG permukaan menunjukkan pola
interval RR yang ireguler
Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas
pada EKG permukaan. Kadang- kadang
dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler
pada, paling sering pada sadapan V1.
Interval antara dua gelombang aktivasi
atrium tersebut biasanya bervariasi,
umumnya kecepatannya melebihi 450x/
menit.
37. Klasifikasi secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima
jenis menurut waktu presentasi dan durasinya, yaitu : 14
FA yang pertama kali terdiagnosis : pasien yang
pertama kali datang dengan manifestasi klinis
FA, tanpa memandang durasi atau berat
ringannya gejala yang muncul.
1 2
FA paroksismal : adalah FA yang
mengalami terminasi spontan dalam
48 jam, namun dapat berlanjut
hingga 7 hari.
3
FA persisten adalah FA dengan episode
menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA
yang memerlukan kardioversi dengan
obat atau listrik.
FA persisten lama (long standing
persistent) adalah FA yang bertahan hingga
≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih
akan diterapkan.
4 5
FA permanen merupakan FA yang ditetapkan
sebagai permanen oleh dokter (dan pasien)
sehingga strategi kendali irama sudah tidak
digunakan lagi. Apabila strategi kendali irama
masih digunakan maka FA masuk ke kategori
FA persisten lama.
38. Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka
FA dapat dibedakan menjadi: 14,15
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/ menit
Gambar 36. Atrial Fibrilasi Rapid
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/menit
Gambar 37. Atrial Fibrilasi Normo
39. Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka
FA dapat dibedakan menjadi: 14,15
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/menit
Gambar 38. Atrial Fibrilasi Slow
40.
41. Triggers AF ;
Iskemia atrium
Peradangan
Alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang
Stres hemodinamik
Gangguan neurologis dan endokrin
Usia lanjut
Faktor genetik
42. 1 2
Pemeriksaan fisis selalu dimulai dengan
pemeriksaan jalan nafas (Airway),
pernafasan (Breathing) dan sirkulasi
(Circulation) dan tanda-tanda vital, untuk
mengarahkan tindak lanjut terhadap FA19
3
Lab, EKG, Foto Thorax, Ekokardiografi transtorakal
(ETT), Ekokardiografi transesofageal (ETE) , Computed
tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging
(MRI)
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan Diagnosis AF
44. Skor Simtom yang disebut skor EHRA (European Heart Rhythym Association). Skor yang dapat digunakan
untuk menilai perkembangan gejala selama penanganan AF. Hanya memperhitungkan derajat gejala yang
benar-benar disebabkan oleh AF.
45. Gambar 44. Manajemen terapi pada pasien dengan fibrilasi atrium Menurut ESC 202021
53. Gambar 54. Tujuan Observasi Lanjutan Pasca Kardioversi Pada Fibrilasi Atrium
54. Aritmia masalah dengan laju atau irama detak jantung. Selama aritmia, jantung bisa berdetak terlalu cepat,
terlalu lambat, atau dengan ritme yang tidak teratur. Kebanyakan aritmia tidak berbahaya, namun
beberapa bisa menjadi serius atau bahkan mengancam nyawa. Selama aritmia, jantung mungkin tidak
dapat memompa cukup darah ke tubuh. Kekurangan aliran darah bisa merusak otak, jantung, dan organ
lainnya.
Atrial fibrillation (AF) adalah tipe yang paling umum dari aritmia. Melibatkan kontraksi atrium yang sangat
cepat dan tidak teratur.
Tata laksana umum pada pasien AF mempunyai 5 tujuan yaitu pencegahan kejadian tromboemboli,
mengatasi simtom terkait AF, tata laksana optimal terhadap penyakit kardiovaskular yang menyertai,
mengontrol laju jantung, dan memperbaiki gangguan irama.
Kesimpulan
55. 1. Karpawich, P. P. (2015). Atrial Arrhythmias in Adults with Repaired Congenital Heart Disease. Journal of Clinical Trials in Cardiology, 2(3), 1–5.
https://doi.org/10.15226/2374-6882/2/3/00129
2. Luz, E.J. da S., Schwartz, W.R., Cámara-Chávez, G. and Menotti, D. (2016). ECG-based heartbeat classification for arrhythmia detection: A survey. Computer
Methods and Programs in Biomedicine, 127, pp.144–164.
3. Lei, M., Wu, L., Terrar, D. A., & Huang, C. L.-H. . (2018). Modernized Classification of Cardiac Antiarrhythmic Drugs. Circulation, 138(17), 1879–1896.
https://doi.org/10.1161/circulationaha.118.035455
4. Fischbach, P. S. (2017). Pharmacology of Antiarrhythmic Agents. In Developments in Cardiovascular Medicine (pp. 267–288). Springer US.
5. DIAGNOSIS dan TERAPI ARITMIA oleh INTERNIS. (n.d.). [online] Available at:
https://www.papdi.or.id/pdfs/701/FINAL%202%20DIAGNOSIS%20%20ARITMIA%20Oleh%20Internis%20.pdf.
6. Overview of Arrhythmias. (n.d.). MSD Manual Professional Edition. Retrieved April 26, 2022, from https://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-
disorders/arrhythmias-and-conduction-disorders/overview-of-arrhythmias
7. Lorentz, M. N., & Vianna, B. S. B. (2011). Cardiac Dysrhythmias and Anesthesia. Brazilian Journal of Anesthesiology, 61(6), 798–813.
https://doi.org/10.1016/s0034-7094(11)70090-3
8. Kwon, C.H. and Kim, S.-H. (2017). Intraoperative management of critical arrhythmia. Korean Journal of Anesthesiology, 70(2), p.120.
9. Tagney, J. (2008). Pharmacology in arrhythmia care’ Antiarrhythmic Drugs. A practical guide (2nd edn) Richard N Fogoros ISBN: 9781405163514 Blackwell
Futura, 2017 192 pages, £36.99. British Journal of Cardiac Nursing, 3(11), pp.539–540.
10. Lorentz, M.N. and Vianna, B.S.B. (2011). Disritmias cardíacas e anestesia. Revista Brasileira de Anestesiologia, 61(6), pp.805–813.
Daftar Pustaka
56. 11. Papelbaum, B. (2020). Synopsis of Most Relevant Articles on Cardiac Arrhythmias. Journal of Cardiac Arrhythmias, 32(4), pp.291–294.
12. Updated AHA Basic and Advanced Cardiac Life Support guidance with COVID-19 considerations. (2022). 52(3), pp.33–34.
13. Anggrahini NS. Laki-laki usia 59 Dengan Atrial Fibrilasi: Laporan Kasus. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. ISSN: 2721-2882
14. Nesheiwat Z, Goyal A, Jagtap M. Atrial Fibrillation. [Updated 2021 Nov 28]. In: StatPearls [Internet]. Cited on 20 April 2022.
15. Gutierrez C. Diagnosis and Treatment of Atrial Fibrillation. AAFP/.2016; 94(6)
16. A Report of the American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and Heart Rythm Society. ACC/AHA/ESC
Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation : Executive Summary. Journal of the American College of Cardiology. 2014;64(21)
17. Defaye P, Dournaux F, Mouton E. Prevalence of supraventricular arrhythmias from the automated analysis of data stored in the DDD pacemakers of 617
patients: the AIDA study. The AIDA Multicenter Study Group. Automatic Interpretation for Diagnosis Assistance. Pacing and clinical electrophysiology : PACE.
1998;21:250-5. 32.
18. Lilly, L.S. 2011. Pathophysiology of Heart Disease – A Collaborative Project of Medical Students and Faculty 5th ed. Lippincott & Wilkins.
19.Atrial Fibrillation Clinical Presentation. 2013. (Accessed Feb 9, 2022, at http://emedicine. medscape.com/article/151066-clinical.)
20.Van den Bos EJ, Constantinescu AA, van Domburg RT, Akin S, Jordaens LJ, Kofflard MJ. Minor elevations in troponin I are associated with mortality and adverse
cardiac events in patients with atrial fibrillation. European heart journal 2011;32:611- 7.
21.Kotalczyk A. Corrigendum to: 2020 ESC Guidelines for the diagnosis and management of atrial fibrillation developed in collaboration with the European
Association of Cardio-Thoracic Surgery (EACTS).
22.Hindricks G, Potpara T, Dagres N, Arbelo E, Bax JJ, Blomström-Lundqvist C, et al. 2020 ESC Guidelines for the diagnosis and management of atrial fibrillation
developed in collaboration with the European Association for Cardio-Thoracic Surgery (EACTS).
Daftar Pustaka