SlideShare a Scribd company logo
78
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
Abstract
This study set out in the social life of the
people of Indonesia. This issue is all about
gossip as social control. If all this gossip to talk
bad about as far as is known, then the Foster
(2004) explains that one function of gossip is to
influence people. One form that seems extreme
is social control. The existence of social control
are expected to achieve harmony in social life.
In the current study focused on
adolescents. In the adolescent phase of this
development has wider social life and diverse.
Patterns of friendship that extends also part of
one's youth. Another important point is very
sensitive to adolescents evaluative information
against him. Thus gossip as a tool for social
control could be the entrance to evaluate the
adolescents in their everyday lives.
Researchers take a sample of
approximately 250 adolescents randomly
sampling with this type of random sampling.
The proportion of men and women equally, the
median age was 18.58 years (SD = 1.79). In this
study used self-report measure of modality.
Subtest function measurement using gossip as
a tool to influence others from scale measuring
GFQ (questionnaire Gossip Foster), composed
by Eric foster (2004). As a result, 55.2 per cent
of participants of the important functions of
gossip influence others. However, if both sexes
were compared results were not found
substantial differences (though the average
higher for women). Using these results can be
APAKAH GOSIP BISA MENJADI KONTROL SOSIAL ?
Eko A Meinarno
Sunu Bagaskara
Mely Putri Kurniati Rosalina
expected that most gossip, but does not control
or at least influence other people. It could, the
supervisory functions should be something
concrete, not just talk about word of mouth.
Keywords : gossip, adolescents, social
control, GFQ (questionnaire Gossip Foster)
1
2
Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
Staf Pengajar di Fakultas PsikologiYARSI
Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
1
2
3
3
Salah satu bentuk komunikasi yang
mungkin dianggap tidak menyenangkan
adalah gosip. Dikategorikan sebagai bentuk
komunikasi yang tidak menyenangkan karena
pada umumnya gosip telah dianggap sebagai
omongan-omongan tak menyenangkan
terhadap orang lain. Omongan itu umumnya
terkait aib atau keburukan pihak lain. Tidak
mengherankan jika dampak dari gosip
dianggap berbahaya pada diri orang yang
d i b i c a r a k a n s a m p a i p i h a k y a n g
menyebarkannya. Bahkan pada keyakinan
agama, membicarakan aib orang lain atau
gosip adalah tingkah laku yang diharamkan.
Sedemikian rupa kekhawatiran terhadap
gosip justru menimbulkan pertanyaan
tersendiri, apakah memang gosip semata
hanya bentuk komunikasi buruk atau ada
bentuk lainnya? Apakah gosip sebatas yang
buruk-buruk saja sehingga dikategorikan
haram? Secara umum masyarakat lebih
senang untuk mendengar hal-hal buruk dari
orang lain daripada berita-berita yang bagus.
Hal ini didasari bahwa ketika membicarakan
yang buruk kita mengetahui bahwa ada pihak-
79
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
pihak yang melanggar norma sosial, sehingga
informasi ini menarik. Sementara itu, informasi
yang sekedar menyampaikan bahwa orang-
orang patuh pada norma dianggap biasa-biasa
saja (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004).
Memasukkan isu gosip dalam psikologi
tidaklah mudah, Pertama, gosip jelas sebuah
komunikasi sehingga akan lebih mudah
ditemukan dalam kajian komunikasi. Kedua,
dalam sejarah justru antropologi yang pertama
kali mencatatkan penelitian awal tentang gosip.
Namun bukan berarti ilmuwan psikologi tidak
bisa berkontribusi terhadap tema gosip.
Pertama, komunikasi yang khas dilakukan
manusia adalah bagian dari kajian psikologi.
Tak ketinggalan bahwa komunikasi adalah
bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan
manusia misalnya, A Maslow menuliskan lima
tingkatan kebutuhan cukup mendasar. Kedua,
kgosip yang merupakan manivestasi hubungan
interpersonal yang umumnya terjadi dalam
komunitas (jika tidak dikatakan kelompok
kecil). Dengan kedua acuan tadi maka ilmuwan
psikologi bisa memasuki tema gosip dan bisa
menelitinya.,
Sebelum masuk lebih dalam dalam
pembahasan psikologi, penulis memberikan
batasan terhadap gosip terlebih dahulu.
Definisi yang secara umum dipakai untuk gosip
khususnya secara psikologis adalah
membicarakan pihak ketiga tanpa
kehadirannya (tentunya dengan terlebih dulu
ada dua pihak) (Stirling, 1956 dalam Foster,
2004; Besnier, 2009). Gosip merupakan
pertukaran informasi (bisa positif maupun
negatif) dalam bentuk evaluatif (positif atau
negatif) terhadap pihak ketiga yang tak hadir
dari kejadian pertukaran informasi tadi (Foster,
2004). Tentunya dengan definisi tadi perlu
dipertegas dengan tiga hal utama yang
membedakannya, yaitu (a) pihak yang
dibicarakan tidak hadir dalam percakapan yang
sedang berlangsung; (b) isi dari komunikasi
tersebut utamanya adalah evaluasi atau
penilaian terhadap orang atau pihak yang
dibicarakan, baik itu yang bersifat negatif
maupun yang positif; dan (c) pentingnya faktor
situasional dalam percakapan (Foster, 2004).
Oleh karena keunikan inilah maka
peneilitian tentang gosip dari waktu ke waktu
meningkat. Penelitian awal gosip telah
dilakukan oleh banyak peneliti (Besnier, 1989;
Eder dan Enke, 1991; Gilmore, 1978; Hannerz,
1967; Haviland, 1977; Loudon, 1961; Roy,
1958; Szwed, 1966; Yerkovich, 1977.
Kesemunya dalam Foster, 2004; Besnier,
2009). Berdasar berbagai temuan tadi
tampaknya bisa diasumsikan bahwa gosip
penting bagi kehidupan sosial. Bahkan
Baumeister, Zhang dan Vohs (2004)
menegaskan bahwa gosip bisa memberikan
informasi yang berharga.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
gosip terkait dengan kehidupan sosial. Gosip
secara prinsip memiliki fungsi melebihi tataran
hubungan antarpribadi, dengan demikian
tentunya gosip juga mempunyai fungsi-fungsi
yang berguna bagi masyarakat. Ada cukup
banyak fungsi-fungsi itu, tapi Foster secara
garis besar membaginya ke dalam empat
fungsi utama (Foster, 2004). Pertama gosip
berfungsi sebagai sumber informasi. Sebagai
sebuah mekanisme pertukaran informasi,
gosip seringkali dianggap sebagai alat yang
efisien dan ekslusif dalam mengumpulkan dan
menyebarkan informasi. Melalui gosip,
seseorang akan mendapatkan gambaran
umum mengenai lingkungan sosialnya
(Hannerz, dalam Foster 2004). Dalam
pembahasan pertukaran sosial di bidang
psikologi, gosip digambarkan sebagai sejenis
“mata uang” yang diperjualbelikan dan dinilai
berdasarkan waktu, manfaat, dan tingkat
kesulitan dalam mendapatkannya. Rosnow
80
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
dan Fine (dalam Foster, 2004) melihat bahwa
sifat transaksional gosip tampak serupa
dengan pola pertukaran ekonomi.
Kedua, sebagai hiburan. Gosip juga
memiliki fungsi sebagai hiburan. Sejumlah
peneliti mengungkapkan bahwa masyarakat
bergosip untuk mendapatkan kesenangan
belaka, bukan untuk tujuan tertentu lainnya.
Kesenangan inilah yang membuat orang-orang
sangat nyaman terlibat dalam percakapan
yang mengandung gosip. Dalam penelitiannya
pada masyarakat pedesaan Spanyol,
Gilmore(1978) menemukan masyarakat
pedesaan sangat menikmati gosip karena
gosip merupakan sumber utama dari hiburan
yang bisa mereka dapatkan. Fungsi hiburan ini
lah yang kemudian mendorong berbagai media
massa banyak mengangkat tema gosip
sebagai porsi utama dari tayangan atau artikel
mereka.
Ketiga, gosip sebagai pertemanan. Fungsi
lain dari gosip adalah merekatkan tali
persahabatan dan ikatan dalam kelompok yang
lebih luas. Melalui gosip, akan tercipta
pertukaran informasi yang kemudian menjadi
norma bersama, lalu menciptakan batasan
yang jelas antara ingroup dan outgroup.
Pertukaran informasi yang tadinya bersifat
privat antara satu orang dengan orang lain
pada tingkat kelompok berkembang menjadi
pengetahuan, norma, dan ikatan kepercayaan
kelompok. Pertukaran gosip merupakan tanda
bahwa telah terjalin lingkaran kepercayaan
antara penggosip dengan pendengar. Bila
pertukaran ini terus terjadi, maka kerekatan
dalam persahabatan dan kelompok akan
meningkat.
Dan fungsi terakhir, gosip sebagai alat
untuk mempengaruhi. Terakhir, fungsi gosip
menurut Foster (2004) adalah sebagai alat
untuk menyebarkan pengaruh di dalam
masyarakat. Gosip biasa digunakan sebagai
hukuman sosial bagi orang-orang yang
melanggar norma dan ketentuan masyarakat
setempat. Melalui gosip, anggota masyarakat
juga dapat memahami peran dan tingkah laku
apa yang diharapkan darinya oleh masyarakat.
Sebagai alat untuk mempengaruhi yang
bersifat evaluatif khususnya ketika
membicarakan moral (Besnier, 2009).
Baumesiter, Zhang dan Vohs (2004) juga
menyimpulkan bahwa gosip juga memberi
pendidikan kepada para pelaku atau
pendengarnya tentang norma-norma sosial
yang diharapkan tetap tegak di masyarakat.
Bagaimana di Indonesia? Kajian ini masih
minim jika tidak dikatakan tidak ada sama
sekali. Besar kemungkinan gosip menjadi tidak
cukup diperhatikan karena di mata masyarakat
(dan mungkin peneliti sosial), gosip telah dinilai
buruk. Hal ini tidak bisa disalahkan, karena
pada salah satu fungsi gosip yang diajukan
oleh Foster (2004) adalah sebagai pengaruh
yang dalam pengejawantahannya adalah
upaya kontrol sosial.sebuah temuan
Malinowski (1926 dalam Kottak, 2006) tentang
gosip pada masyarakat kepulauan Trobriand
cukup menegangkan. Ketika tersebar gosip
bahwa seorang ayah berhubungan badan
dengan anak perempuannya (inses), si ayah
tidak dihukum. Ia tetap dibiarkan hidup dengan
situasi sosial biasa. Namun gosip yang
menyebar tanpa diduga telah membuatnya
tertekan sehingga pada satu hari si ayah
ditemukan tewas bunuh diri. Karakter
Indonesia yang sering dikategorikan sebagai
negara yang kolektivis menjadikan tema gosip
menjadi pas. Gosip bahkan bisa menjadi
senjata sosial yang ampuh terhadap individu.
Namun kenyataan di lapangan justru
berbeda, untuk kasus inses tetap dibutuhkan
hukuman sebagaimana yang terjadi di Austria
(Meinarno, Widianto dan Halida, 2011). Begitu
pula dalam kajian psikologi, bahwa proses
81
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
belajar dibutuhkan contoh nyata dengan
penguatan positif atau negative (Baumeister,
Zhang dan Vohs, 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara khusus ditujukan
kepada remaja. Istilah remaja berasal dari
bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh
atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolescence mempunyai arti yang lebih luas
lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Definisi remaja menurut Santrock (2007) dapat
diartikan sebagai masa perkembangan transisi
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
dan sosial-emosional.
D a r i s u d u t u s i a M a r a t ( 2 0 0 5 )
mengemukakan bahwa batasan usia bagi
remaja adalah 12 hingga 21 tahun. Pembagian
secara spesifiknya yaitu: usia 12-15 tahun
merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun
merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-
21 tahun merupakan masa remaja akhir.
Remaja juga membutuhkan hubungan
antarpribadi yang baik. Salah satu bentuknya
adalah kebutuhan afiliasi. Di dalam kegiatan ini
terdapat proses bertukar informasi yang
wujudnya bisa yang positif (untuk
meningkatkan self esteem) atau bisa juga yang
negatif yang sifatnya untuk evaluasi diri atau
kelompoknya berbanding kelompok lain.
Tingkah laku ini wajar karena ada
kecenderungan bagi remaja untuk
menyesuaikan tingkah laku mereka pada
tingkat individual hingga kelompok. Pada
kelompok teman ini, terjadi proses belajar
ketrampilan dan strategi sosial (Halimah,
1998).
Dengan melihat bahwa kebutuhan
berkomunikasi amat tinggi dan salah satu
bentuknya adalah gosip maka penelitian ini
sengaja dilakukan terhadap remaja. Seperti
dijelakan juga bahwa bergosip membuka
peluang untuk belajar tentang hal-hal normatif
(Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Secara
khusus, Mettetal (1982, dalam Foster, 2004)
dalam pengamatannya menemukan bahwa
pada remaja terjadi aktivitas gosip, hanya saja
semakin muda usia remaja itu maka yang lebih
dibicarakan adalah hal-hal yang negatif.
Metode Penelitian
Penelitian ini hendak mengungkap, apakah
fungsi gosip sebagai pengaruh (atau kontrol
sosial) terbukti. Pendekatan penelitian ini
adalah kuantitatif. Untuk itu, penulis
menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang
telah dibuat dan dikembangkan oleh Foster
(2004). Sebutan alat itu adalah Gossip Foster
Questinaire atau GFQ.
Penulis menerjemahkan alat tersebut dari
bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Bentuk
alat ini berupa skala tipe likert. Dengan
demikian para partisipan mengisi derajat
kesetujuan dari pernyataan-pernyataan yang
ada. GFQ ini terdiri dari sembilan butir
pernyataan. Salah satu bentuk butir
pernyataan itu adalah “jika seseorang
melakukan hal yang tidak pantas, saya pikir
orang lain harus mengetahuinya sehingga
orang tersebut menjadi lebih mungkin untuk
tidak mengulanginya lagi”.
Pada awal penelitian ini, diharapkan bisa
terjaring 400 remaja dengan setting
universitas. Penyebaran dilakukan secara acak
(random sampling dengan jenis accidental
sampling). Waktu penyebaran dilakukan pada
Dari 400 kuesioner yang disebar dengan
bantuan mahasiswa, yang kembali dan bisa
diolah adalah 250 kuesioner. Saat penyebaran
kuesioner, penulis tidak secara terbuka
menyebutkan bahwa penelitian ini adalah
tentang gosip. Hal ini jelas untuk menghindari
bias dan perasaan khususnya perasaan negatif
terhadap gosip.
82
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
Sebagai pengayaan, penelitian ini juga
dilakukan wawancara dan diskusi kelompok
terarah (focus group discussion). Wawancara
dilakukan pada satu remaja perempuan dan
diskusi dilakukan terhadap sekelompok remaja
lelaki. Bahan pertanyaan untuk wawancara dan
FGD, tidak sama dengan yang terdapat dalam
kuesioner. Walau demikian tetap satu ide,
misalnya: “menurut Anda, sejauh apa gosip
dibutuhkan untuk menegakkan norma-norma
sosial?”. Diharapkan dengan wawancara dan
FGD ini bisa mendapat tambahan data yang
lebih lengkap dan bisa memberi nuansa baru
dari hasil yang berupa data kuantitatif.
Hasil Penelitian
Dari penelitian ini terungkap beberapa data.
Hasil demografik menunjukkan 125 orang
perempuan dan 125 lelaki. Rerata usia adalah
18,58 tahun (SD = 1,79). Dengan demikian
para partisipan masih masuk kategori remaja,
secara khusus fase remaja akhir. Mereka
semua berlatar belakang pendidikan akhir
SMA/sederajat dan sekarang tengah kuliah.
Penelitian dilakukan medio November 2010.
Begitu pula dengan partisipan yang
diwawancara, remaja perempuan usia 21
tahun. Partisipan FGD adalah lima remaja
lelaki yang juga tengah kuliah.
Hasil penelitian dalam kuantitatif
menunjukkan 55,2% partisipan mempunyai
nilai tinggi pada fungsi gosip untuk
mempengaruhi orang lain. Sebuah angka yang
memang tidak terlalu jauh berbeda dengan
persentase bernilai rendah.
Pengolahan kedua dari data penelitian ini
adalah membandingkan nilai dari kedua jenis
kelamin. Setelah diolah maka hasilnya tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan (walau
rerata nilainya lebih tinggi pada perempuan).
Gejala ini cukup menarik. Jika dilihat sekedar
tingginya angka maka stereotip remaja
perempuan lebih suka bergosip dengan fungsi
untuk kontrol sosial adalah benar.
Seperti dipaparkan pada bagian metode
penelitian, bahwa penelitian ini juga
menggunakan wawancara dan FGD untuk
mendapatkan data secara kualitatif. Dari
pertanyaan tentang gosip terkait control sosial,
terungkap sebuah pernyataan dari partisipan
perempuan (21 tahun) seakan mempertegas
fungsi gosip ini:
“……….. Jadi kaya, dan juga menurut gue
kaya norma..apa ya..si norma sosial ini tuh
emang dihasilkan dari gossip menurut gua.
Jadi kaya selaen lo gosipin orang,
sebenernya lo tuh juga buat norma baru.
Mana yang boleh dan mana yang ga boleh.
Udah gitu. Kaya gitu.”
Sebagian lainnya juga menyatakan bahwa
gosip dapat mereka gunakan sebagai alat
untuk menjatuhkan orang lain yang tidak
mereka sukai, dalam hal ini dapat dikaitkan
dengan fungsi gosip sebagai alat untuk
mempengaruhi orang lain. Hasil dari
wawancara dengan seorang partisipan
perempuan adalah sebagai berikut:
“Iya, karena.. karna gw sebel aja ama tuh
orang, jadi ya udah gosipin aja.”
Pernyataan remaja perempuan ini
mengindikasikan bahwa gosip digunakan
untuk “serangan” terhadap orang yang
dipandang bertentangan dengan norma
(setidaknya norma versi dirinya).
Berdasarkan hasil FGD remaja laki-laki,
fungsi gosip terkait pengaruh atau kontrol
sosial dilihat sebagaimana yang mereka
ungkapkan berikut ini:
“Yaa bener juga sih, dari gossip itu bisa
membuat image seseorang misalkan dia
kan di ekonomi terkenal cacatnya tuh, suka
lari-lari gak jelas hehehehe! Bisa ditangkap
public kalo dia cacatnya kaya gitu.. ya bisa
membentuk image.”
83
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
“….kalo saya sih sama, kurang lebih sih
sama ngomong2 gitu, jadi gosip itu kalo
dalam kehidupan bermasyarakat jadi kita
kaya bisa dapet gambaran gitu kalo
misalkan ke daerah itu jadi kita bisa lebih
tau juga kalo masyarakat disini itu tingkah
lakunya seperti apa jadi kita kalo di tempat
ini ga boleh seperti ini, jadi kita harus ee
mengurangi hal yang tidak disukai di
masyarakat.”
Kedua cuplikan di atas dari remaja lelaki
menegaskan bahwa gosip memang bisa
digunakan untuk membangun citra (positif-
negatif). Dengan demikian individu harus
pandai-pandai berperilaku dalam kehidupan
sosialnya. Citra diri yang buruk akan membuat
dirinya sulit bergerak dalam masyarakatnya.
Setidaknya perilaku sehari-hari kita memang
sedianya adalah perilaku yang pas dengan
masyarakatnya. Dengan gosip yang beredar,
seseorang yang baru menjadi anggotanya atau
yang memang belum tahu menjadi tahu hal-hal
apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Berperilaku yang disukai atau dikehendaki
warga bisa mengurangi konflik antara individu
dan masyarakat. Dampak selanjutnya adalah
citra diri positif, yang bisa diterima oleh
masyarakat.
Diskusi
Dari hasil penelitian ini ternyata gosip dapat
dianggap sebagai alat kontrol sosial,
s e b a g a i m a n a y a n g d i p e r k i r a k a n
sebelummnya. Tentunya hasil ini tetap perlu
dikaji dan diperhatikan. Hasil perhitungan
statistik deskriptif dari penelitian ini tampaknya
gosip berkontribusi (walau tidak besar) besar
untuk bisa mengontrol atau setidaknya
mempengaruhi orang lain.
Gosip yang berfungsi sebagai kontrol sosial
akan sulit mana kala remaja lebih banyak
menghabiskan waktu bersama teman sebaya
(peer group) yang mana lebih menekankan
kebersamaan dan tak ingin menyakiti hati
orang dalam kelompoknya. Gosip umumnya
muncul dari kelompok lain kepada kelompok
lainnya, sehingga sebuah gosip yang ditujukan
pada anggota teman sebaya belum tentu
sampai pada individu tadi. Ini dikarenakan
secara alami, teman-temannya akan
“melindungi” individu tadi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh
Baumeister, Zhang dan Vohs (2004),
menempatkan gosip sebagai alat untuk belajar
kebudayaan. Individu bisa belajar kebudayaan
sekitar dirinya melalui gosip, sebagaimana ia
berfungsi sebagai kontrol sosial. Remaja
khususnya yang memiliki kelompok tampaknya
paham atas hal ini. Dengan demikian gosip di
kalangan remaja takkan mudah hilang. Mereka
butuh untuk control atas perilaku diri, kelompok
sampai kepada kelompok lainnya agar bisa
diterima di kalangan remaja itu sendiri.
Namun bagaimana hasilnya tidak terlalu
tinggi? Padahal gosip juga salah satu cara
belajar peraturan sosial yang ada (Baumeister,
Zhang dan Vohs, 2004). Beberapa sudut
pandang bisa menjelaskan hal ini. Peneliti
memperkirakan bahwa untuk remaja, kontrol
sosial yang paling efektif adalah sesuatu yang
konkrit, bukan sekedar omongan dari mulut ke
mulut. Sesuatu yang nyata pada umumnya
adalah sesuatu yang terlihat dan mudah
dipahami, seperti tingkah laku. Dengan
demikian, walau gosip bisa berfungsi sebagai
kontrol sosial, setidaknya untuk mencapai taraf
mempengaruhi tetap dibutuhkan tingkah laku
yang menunjukkan fungsi itu.
Mengapa mesti perempuan lebih tinggi
daripada lelaki? Pertanyaan klasik ini sering
muncul dalam penelitian tentang gosip. Dalam
penelitian ini, sesungguhnya tidak terdapat
perbedaan signifikan pada masing-masing
84
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
kelompok jenis kelamin. Hanya saja angka
pada kelompok remaja perempuan lebih tinggi.
Kecenderungan ini telah diketahui sejak
penelitian-penelitian awal tentang gosip.
Mungkin ini terkait dengan temuan Baumeister,
Zhang dan Vohs (2004) yang menyebutkan
bahwa tema gosip para lelaki adalah para
pesaohor (selebritas) dan politisi. Pola ini
dikatakan sebagai wajar karena lelaki yang
lebih berorientasi sosial dan kebudayaan. Di
pihak remaja perempuan, tema gosip yang
sering muncul adalah para anggota keluarga
dan teman-teman dekatnya. Sangat mungkin
dalam penelitian ini, para remaja lelaki merasa
“tidak” bergosip, sedangkan para perempuan
justru menegaskan aktivitas gosip.
Bahwasanya gosip menjadi “senjata” sosial
yang khususnya dilakukan oleh para
perempuan cukup sinambung dengan
penelitian-penelitian psikologi. Kajian psikologi
untuk agresivitas (Pidada dkk, 2002; Feldman,
2009) juga menunjukkan bahwa perempuan
lebih menggunakan pola pasif agresif.
Bentuknya yang paling umum adalah dengan
bergosip. Dengan demikian hasil penelitian ini
dapat dikatakan sejalan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya.
Lantas menngapa mesti para perempuan?
Para perempuan sebagai pihak yang sering kali
dianggap pasif dan lebih tunduk kepada aturan
akan menggunakan gosip lebih kuat. Rasa
ikatan emosional yang kuat pada remaja
perempuan membuat mereka lebih taat pada
aturan yang ada. Mereka cenderung
menghindari hukuman-hukuman, sehingga
mereka cepat mempelajari sesuatu yang
dianggap melanggar norma (Baumeister,
Zhang dan Vohs, 2004).
Saran
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat
gambaran gosip yang salah satu fungsinya
adalah untuk menjadi kontrol sosial. Masih
banyak hal mesti dibenahi. Salah satunya
adalah partisipan yang dalam dipilih untuk
bagian penelitian kualitatif dari penelitian ini
sekiranya harus lebih berusia remaja.
Sebagai penelitian awal masih banyak
membutuhkan masukan-masukan yang bisa
menambah kuat hasil yang didapat saat ini.
Penulis menyadari kelemahan-kelemahan
kontrol atas variabel-variael penelitian masih
terbuka. Dengan demikian, kritik dari penelitian
ini bisa mewujud dalam bentuk penelitian yang
sekaligus mengoreksi kesalahan yang ada.
Malahan bisa member solusi atas hal-hal yang
tak terjawab dalam penelitian ini.
Penelitian ini masih terbuka untuk
dievaluasi secara luas. Dari sudut kebudayaan,
perlu diingat bahwa gosip dikatakan haram
oleh kelompok agama tertentu. Padahal gosip
adalah hal lumrah dan bahkan memiliki fungsi
untuk penegakan norma. Hal yang saling
bertentangan ini tentunya bisa menjadi kajian
baru bagi penelitian tentang gosip di Indonesia.
85
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ?
Daftar Pustaka
Besnier, N. (2009). Gossip and the everyday
production of politics. Honolulu: University
of Hawai’I Press.
Bloom, P. (2004). Postcript to the Special Issue
on Gossip. Peer Reviewed Journal, Vol
8(2), 138-140.
Eder, Donna., Enke, JL. (1991). The Structure
of Gossip: Opportunities and Constraints on
Collective Expression among Adolescents.
American Sociological Review, Vol. 56, No.
4, pp. 494-508.
Feldman, RS (2009). Understanding
Psychology. Boston: McGraw Hill.
Foster, E.K. (2004). Research on Gosip:
Taxonomy, Methods, and Future Directions.
Review of General Psychology. Vol. 8, No.
2, 78–99.
French, DC., Jansen, EA., Pidada, S. (2002).
United States and Indonesian children's
and adolescent's report of relational
aggression by disliked peers. Child
Development, July/August 2002, Vol. 73,
number 4, pp 1143-1150.
Furlong, N. E., Lovelace, E. A., Lovelace, K. L.
(2000). Research Method and Statistic: An
Integrated Approach. Orlando : Harcourt
College Publisher.
Gilmore, David. (1978). Varieties of gosip in a
Spanish rural community. Ethnology, Vol.
17, No. 1, (Jan.), pp. 89-99.
Gravetter, FJ., Forzano, LB. (2009). Research
Methods for The Behavioral Sciences. 3rd
Edition. USA: Wadsworth Cengage
Learning.
Halimah, S. (1998). Remaja dan peer group:
Suatu kajian kasus mengenai kehidupan
keluarga di perkotaan. Tesis. Program Studi
Antropologi Program Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Kottak, Phillip C. (2006). Anthropology: The
exploration of Human Diversity. McGraw
Hill. Boston.
Louis, M.,Rrosenblum, L. A. (1975). Friendship
and Peer Relation. New Jersey: John Willey
& Sons
Mar’at, Samsunuwiyati. (2005). Psikologi
Perkembangan. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Maulida, N. (2008). Pengaruh Peer Group
Terhadap Kesadaran Beragama Pada
Anggota Pengajian Remaja Masjid Syarif,
Saripanmakamhaji Pada Tahun 2008.
Surakarta. Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
McAndrew, F. T., Bell, E. K., & Garcia, C. M.
(2007). Who do we tell, and whom do we tell
on? Gossip as a strategy for status
enhancement. Journal of Applied Social
Psychology, 37, 1562-1577.
Meinarno, EA., Widianto, B., Halida, R. (2011).
Manusia dalam Kebudayaan dan
Masyarakat. Jakarta. Salemba Humanika.
Santrock, John W. (2007). Adolescence. 11th
ed. Boston: McGraw Hill.
Sarwono, S Wirawan. (2009). Pengantar
Psikologi Umum. Jakarta. Rajawali Press.
Suriani (1989). Pengaruh jaringan sosial
terhadap pola kelakuan remaja kelas sosial
bawah: Suatu studi kasus siswa SMAdi DKI
Jakarta. Fakultas Pascasarjana Universitas
Indonesia.Tidak dipublikasikan.
Wert, Sarah R., Salovey, Peter. (2004).
Introduction to the Special Issue on Gosip.
Review of General Psychology, Vol. 8, No.
2, 76–77.

More Related Content

What's hot

Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikmankoma2013
 
Stimulus Organism Response Theory
Stimulus Organism Response TheoryStimulus Organism Response Theory
Stimulus Organism Response Theorymankoma2013
 
Uses and gratifications theory
Uses and gratifications theoryUses and gratifications theory
Uses and gratifications theoryRonzzy Kevin
 
Teori Model jarum suntik
Teori Model jarum suntikTeori Model jarum suntik
Teori Model jarum suntik
Ratih Aini
 
Spiral of Silence Theory
Spiral of Silence TheorySpiral of Silence Theory
Spiral of Silence Theorymankoma2013
 
uses and gratification theory
uses and gratification theoryuses and gratification theory
uses and gratification theory
Faiz Sujudi
 
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas PasundanTeori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
NidaKhairunnisa4
 
Cultivation Theory
Cultivation TheoryCultivation Theory
Cultivation Theory
Tivani28
 
Teori Disonasi Kognitif
Teori Disonasi KognitifTeori Disonasi Kognitif
Teori Disonasi Kognitifmankoma2013
 
Hypodermic needle
Hypodermic needleHypodermic needle
Hypodermic needle
Ines Pratiwi
 
Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik
Ratih Aini
 
Two Step Flow Communication Theory
Two Step Flow Communication TheoryTwo Step Flow Communication Theory
Two Step Flow Communication Theory
mankoma2012
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting mankoma2013
 
Two Step Flow Theory
Two Step Flow TheoryTwo Step Flow Theory
Two Step Flow Theory
Salma Aina
 
Spiral of Silence Theory
Spiral of Silence TheorySpiral of Silence Theory
Spiral of Silence Theorymankoma2012
 
Spiral of silence theory
Spiral of silence theorySpiral of silence theory
Spiral of silence theoryRonzzy Kevin
 
Labelling Theory from Maifa Lionora
Labelling Theory from Maifa LionoraLabelling Theory from Maifa Lionora
Labelling Theory from Maifa LionoraFaiz Sujudi
 
komunikasi politik sbg bidang studi baru
komunikasi politik sbg bidang studi barukomunikasi politik sbg bidang studi baru
komunikasi politik sbg bidang studi baru
iwan setiawan
 
Komunikasi Politik
Komunikasi PolitikKomunikasi Politik
Komunikasi Politik
University of Andalas
 
Faiz sujudi image restoration theory
Faiz sujudi   image restoration theoryFaiz sujudi   image restoration theory
Faiz sujudi image restoration theoryFaiz Sujudi
 

What's hot (20)

Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermik
 
Stimulus Organism Response Theory
Stimulus Organism Response TheoryStimulus Organism Response Theory
Stimulus Organism Response Theory
 
Uses and gratifications theory
Uses and gratifications theoryUses and gratifications theory
Uses and gratifications theory
 
Teori Model jarum suntik
Teori Model jarum suntikTeori Model jarum suntik
Teori Model jarum suntik
 
Spiral of Silence Theory
Spiral of Silence TheorySpiral of Silence Theory
Spiral of Silence Theory
 
uses and gratification theory
uses and gratification theoryuses and gratification theory
uses and gratification theory
 
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas PasundanTeori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
 
Cultivation Theory
Cultivation TheoryCultivation Theory
Cultivation Theory
 
Teori Disonasi Kognitif
Teori Disonasi KognitifTeori Disonasi Kognitif
Teori Disonasi Kognitif
 
Hypodermic needle
Hypodermic needleHypodermic needle
Hypodermic needle
 
Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik Teori Jarum Suntik
Teori Jarum Suntik
 
Two Step Flow Communication Theory
Two Step Flow Communication TheoryTwo Step Flow Communication Theory
Two Step Flow Communication Theory
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting
 
Two Step Flow Theory
Two Step Flow TheoryTwo Step Flow Theory
Two Step Flow Theory
 
Spiral of Silence Theory
Spiral of Silence TheorySpiral of Silence Theory
Spiral of Silence Theory
 
Spiral of silence theory
Spiral of silence theorySpiral of silence theory
Spiral of silence theory
 
Labelling Theory from Maifa Lionora
Labelling Theory from Maifa LionoraLabelling Theory from Maifa Lionora
Labelling Theory from Maifa Lionora
 
komunikasi politik sbg bidang studi baru
komunikasi politik sbg bidang studi barukomunikasi politik sbg bidang studi baru
komunikasi politik sbg bidang studi baru
 
Komunikasi Politik
Komunikasi PolitikKomunikasi Politik
Komunikasi Politik
 
Faiz sujudi image restoration theory
Faiz sujudi   image restoration theoryFaiz sujudi   image restoration theory
Faiz sujudi image restoration theory
 

Similar to Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial

KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docxKONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
novalindalinda2
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docxANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
fullyali
 
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
Gyrezz
 
1 ruang lingkup psi sosial
1 ruang lingkup psi sosial1 ruang lingkup psi sosial
1 ruang lingkup psi sosial
Anggi Septiyani
 
Psikologi Ips 7
Psikologi Ips 7Psikologi Ips 7
Psikologi Ips 7
putrioktaviana2
 
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaPenganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
fitriwindasari3
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiBahRum Subagia
 
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasi
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasiHakikat komunikasi dan ontologi komunikasi
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasimawan fadlli
 
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIRKONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
AhmadHasyimi2
 
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docxKONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
DivaAdisty1
 
Univa All Islami 202241031 Antropologi Komunikasi
Univa All Islami 202241031  Antropologi KomunikasiUniva All Islami 202241031  Antropologi Komunikasi
Univa All Islami 202241031 Antropologi Komunikasi
univaallislami
 
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docxBODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
ShellamithaPinkanTor
 
Psikologi sosial.xps2. powerpoint
Psikologi sosial.xps2. powerpointPsikologi sosial.xps2. powerpoint
Psikologi sosial.xps2. powerpoint
frahmawati528
 
Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi Antar PribadiKomunikasi Antar Pribadi
Komunikasi Antar Pribadi
QulubSidiq
 
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN     PERTEMANAN     Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN     PERTEMANAN
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
QulubSidiq
 
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN        KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
ArrafiShafaat
 
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptxtb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
AYUNALURITA
 
K 2 interaksi sosial
K   2 interaksi sosialK   2 interaksi sosial
K 2 interaksi sosial
esterida
 

Similar to Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial (20)

KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docxKONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
KONFLIK YANG DI TIMBULKAN AKIBAT PERBEDAAN CARA BELAJAR MENGAJARKAN (2)-1.docx
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docxANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
ANTROPOLOGI MUHAMMAD FULLY ALI 202241030.docx
 
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
ANALISIS PERANAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTAR MAHASI...
 
1 ruang lingkup psi sosial
1 ruang lingkup psi sosial1 ruang lingkup psi sosial
1 ruang lingkup psi sosial
 
Psikologi Ips 7
Psikologi Ips 7Psikologi Ips 7
Psikologi Ips 7
 
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaPenganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Penganatar psikososial aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
 
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasi
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasiHakikat komunikasi dan ontologi komunikasi
Hakikat komunikasi dan ontologi komunikasi
 
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIRKONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
KONFLIK YANG TERJADI KARENA PERBEDAAN POLA PIKIR
 
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docxKONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
KONFLIK DALAM SEBUAH DIVISI AKIBAT ADANYA MISKOMUNIKASI.docx
 
Univa All Islami 202241031 Antropologi Komunikasi
Univa All Islami 202241031  Antropologi KomunikasiUniva All Islami 202241031  Antropologi Komunikasi
Univa All Islami 202241031 Antropologi Komunikasi
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docxBODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
BODY SHAMING SEBAGAI PENCETUS KONFLIK DI KALANGAN REMAJA.docx
 
Psikologi sosial.xps2. powerpoint
Psikologi sosial.xps2. powerpointPsikologi sosial.xps2. powerpoint
Psikologi sosial.xps2. powerpoint
 
Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi Antar PribadiKomunikasi Antar Pribadi
Komunikasi Antar Pribadi
 
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN     PERTEMANAN     Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN     PERTEMANAN
Jurnal KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
 
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN        KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN PERTEMANAN
 
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptxtb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
tb1_Sosiologi Komunikasi_Ayu Nalurita_44120110009.pptx
 
K 2 interaksi sosial
K   2 interaksi sosialK   2 interaksi sosial
K 2 interaksi sosial
 

Recently uploaded

0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
Indah106914
 
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptxmateri sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
srihardiyanty17
 
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMKModul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
WinaldiSatria
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
jaya35ml2
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
DinaSetiawan2
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
JokoPramono34
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
nimah111
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
irvansupriadi44
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
andikuswandi67
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
setiatinambunan
 

Recently uploaded (20)

0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
 
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptxmateri sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
 
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMKModul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
Komunitas Belajar dalam Sekolah.Mari Melakukan Identifikasi! Apakah kombel Ib...
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdfppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
ppt landasan pendidikan pai 9 revisi.pdf
 

Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial

  • 1. 78 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? Abstract This study set out in the social life of the people of Indonesia. This issue is all about gossip as social control. If all this gossip to talk bad about as far as is known, then the Foster (2004) explains that one function of gossip is to influence people. One form that seems extreme is social control. The existence of social control are expected to achieve harmony in social life. In the current study focused on adolescents. In the adolescent phase of this development has wider social life and diverse. Patterns of friendship that extends also part of one's youth. Another important point is very sensitive to adolescents evaluative information against him. Thus gossip as a tool for social control could be the entrance to evaluate the adolescents in their everyday lives. Researchers take a sample of approximately 250 adolescents randomly sampling with this type of random sampling. The proportion of men and women equally, the median age was 18.58 years (SD = 1.79). In this study used self-report measure of modality. Subtest function measurement using gossip as a tool to influence others from scale measuring GFQ (questionnaire Gossip Foster), composed by Eric foster (2004). As a result, 55.2 per cent of participants of the important functions of gossip influence others. However, if both sexes were compared results were not found substantial differences (though the average higher for women). Using these results can be APAKAH GOSIP BISA MENJADI KONTROL SOSIAL ? Eko A Meinarno Sunu Bagaskara Mely Putri Kurniati Rosalina expected that most gossip, but does not control or at least influence other people. It could, the supervisory functions should be something concrete, not just talk about word of mouth. Keywords : gossip, adolescents, social control, GFQ (questionnaire Gossip Foster) 1 2 Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Staf Pengajar di Fakultas PsikologiYARSI Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 1 2 3 3 Salah satu bentuk komunikasi yang mungkin dianggap tidak menyenangkan adalah gosip. Dikategorikan sebagai bentuk komunikasi yang tidak menyenangkan karena pada umumnya gosip telah dianggap sebagai omongan-omongan tak menyenangkan terhadap orang lain. Omongan itu umumnya terkait aib atau keburukan pihak lain. Tidak mengherankan jika dampak dari gosip dianggap berbahaya pada diri orang yang d i b i c a r a k a n s a m p a i p i h a k y a n g menyebarkannya. Bahkan pada keyakinan agama, membicarakan aib orang lain atau gosip adalah tingkah laku yang diharamkan. Sedemikian rupa kekhawatiran terhadap gosip justru menimbulkan pertanyaan tersendiri, apakah memang gosip semata hanya bentuk komunikasi buruk atau ada bentuk lainnya? Apakah gosip sebatas yang buruk-buruk saja sehingga dikategorikan haram? Secara umum masyarakat lebih senang untuk mendengar hal-hal buruk dari orang lain daripada berita-berita yang bagus. Hal ini didasari bahwa ketika membicarakan yang buruk kita mengetahui bahwa ada pihak-
  • 2. 79 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? pihak yang melanggar norma sosial, sehingga informasi ini menarik. Sementara itu, informasi yang sekedar menyampaikan bahwa orang- orang patuh pada norma dianggap biasa-biasa saja (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Memasukkan isu gosip dalam psikologi tidaklah mudah, Pertama, gosip jelas sebuah komunikasi sehingga akan lebih mudah ditemukan dalam kajian komunikasi. Kedua, dalam sejarah justru antropologi yang pertama kali mencatatkan penelitian awal tentang gosip. Namun bukan berarti ilmuwan psikologi tidak bisa berkontribusi terhadap tema gosip. Pertama, komunikasi yang khas dilakukan manusia adalah bagian dari kajian psikologi. Tak ketinggalan bahwa komunikasi adalah bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia misalnya, A Maslow menuliskan lima tingkatan kebutuhan cukup mendasar. Kedua, kgosip yang merupakan manivestasi hubungan interpersonal yang umumnya terjadi dalam komunitas (jika tidak dikatakan kelompok kecil). Dengan kedua acuan tadi maka ilmuwan psikologi bisa memasuki tema gosip dan bisa menelitinya., Sebelum masuk lebih dalam dalam pembahasan psikologi, penulis memberikan batasan terhadap gosip terlebih dahulu. Definisi yang secara umum dipakai untuk gosip khususnya secara psikologis adalah membicarakan pihak ketiga tanpa kehadirannya (tentunya dengan terlebih dulu ada dua pihak) (Stirling, 1956 dalam Foster, 2004; Besnier, 2009). Gosip merupakan pertukaran informasi (bisa positif maupun negatif) dalam bentuk evaluatif (positif atau negatif) terhadap pihak ketiga yang tak hadir dari kejadian pertukaran informasi tadi (Foster, 2004). Tentunya dengan definisi tadi perlu dipertegas dengan tiga hal utama yang membedakannya, yaitu (a) pihak yang dibicarakan tidak hadir dalam percakapan yang sedang berlangsung; (b) isi dari komunikasi tersebut utamanya adalah evaluasi atau penilaian terhadap orang atau pihak yang dibicarakan, baik itu yang bersifat negatif maupun yang positif; dan (c) pentingnya faktor situasional dalam percakapan (Foster, 2004). Oleh karena keunikan inilah maka peneilitian tentang gosip dari waktu ke waktu meningkat. Penelitian awal gosip telah dilakukan oleh banyak peneliti (Besnier, 1989; Eder dan Enke, 1991; Gilmore, 1978; Hannerz, 1967; Haviland, 1977; Loudon, 1961; Roy, 1958; Szwed, 1966; Yerkovich, 1977. Kesemunya dalam Foster, 2004; Besnier, 2009). Berdasar berbagai temuan tadi tampaknya bisa diasumsikan bahwa gosip penting bagi kehidupan sosial. Bahkan Baumeister, Zhang dan Vohs (2004) menegaskan bahwa gosip bisa memberikan informasi yang berharga. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gosip terkait dengan kehidupan sosial. Gosip secara prinsip memiliki fungsi melebihi tataran hubungan antarpribadi, dengan demikian tentunya gosip juga mempunyai fungsi-fungsi yang berguna bagi masyarakat. Ada cukup banyak fungsi-fungsi itu, tapi Foster secara garis besar membaginya ke dalam empat fungsi utama (Foster, 2004). Pertama gosip berfungsi sebagai sumber informasi. Sebagai sebuah mekanisme pertukaran informasi, gosip seringkali dianggap sebagai alat yang efisien dan ekslusif dalam mengumpulkan dan menyebarkan informasi. Melalui gosip, seseorang akan mendapatkan gambaran umum mengenai lingkungan sosialnya (Hannerz, dalam Foster 2004). Dalam pembahasan pertukaran sosial di bidang psikologi, gosip digambarkan sebagai sejenis “mata uang” yang diperjualbelikan dan dinilai berdasarkan waktu, manfaat, dan tingkat kesulitan dalam mendapatkannya. Rosnow
  • 3. 80 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? dan Fine (dalam Foster, 2004) melihat bahwa sifat transaksional gosip tampak serupa dengan pola pertukaran ekonomi. Kedua, sebagai hiburan. Gosip juga memiliki fungsi sebagai hiburan. Sejumlah peneliti mengungkapkan bahwa masyarakat bergosip untuk mendapatkan kesenangan belaka, bukan untuk tujuan tertentu lainnya. Kesenangan inilah yang membuat orang-orang sangat nyaman terlibat dalam percakapan yang mengandung gosip. Dalam penelitiannya pada masyarakat pedesaan Spanyol, Gilmore(1978) menemukan masyarakat pedesaan sangat menikmati gosip karena gosip merupakan sumber utama dari hiburan yang bisa mereka dapatkan. Fungsi hiburan ini lah yang kemudian mendorong berbagai media massa banyak mengangkat tema gosip sebagai porsi utama dari tayangan atau artikel mereka. Ketiga, gosip sebagai pertemanan. Fungsi lain dari gosip adalah merekatkan tali persahabatan dan ikatan dalam kelompok yang lebih luas. Melalui gosip, akan tercipta pertukaran informasi yang kemudian menjadi norma bersama, lalu menciptakan batasan yang jelas antara ingroup dan outgroup. Pertukaran informasi yang tadinya bersifat privat antara satu orang dengan orang lain pada tingkat kelompok berkembang menjadi pengetahuan, norma, dan ikatan kepercayaan kelompok. Pertukaran gosip merupakan tanda bahwa telah terjalin lingkaran kepercayaan antara penggosip dengan pendengar. Bila pertukaran ini terus terjadi, maka kerekatan dalam persahabatan dan kelompok akan meningkat. Dan fungsi terakhir, gosip sebagai alat untuk mempengaruhi. Terakhir, fungsi gosip menurut Foster (2004) adalah sebagai alat untuk menyebarkan pengaruh di dalam masyarakat. Gosip biasa digunakan sebagai hukuman sosial bagi orang-orang yang melanggar norma dan ketentuan masyarakat setempat. Melalui gosip, anggota masyarakat juga dapat memahami peran dan tingkah laku apa yang diharapkan darinya oleh masyarakat. Sebagai alat untuk mempengaruhi yang bersifat evaluatif khususnya ketika membicarakan moral (Besnier, 2009). Baumesiter, Zhang dan Vohs (2004) juga menyimpulkan bahwa gosip juga memberi pendidikan kepada para pelaku atau pendengarnya tentang norma-norma sosial yang diharapkan tetap tegak di masyarakat. Bagaimana di Indonesia? Kajian ini masih minim jika tidak dikatakan tidak ada sama sekali. Besar kemungkinan gosip menjadi tidak cukup diperhatikan karena di mata masyarakat (dan mungkin peneliti sosial), gosip telah dinilai buruk. Hal ini tidak bisa disalahkan, karena pada salah satu fungsi gosip yang diajukan oleh Foster (2004) adalah sebagai pengaruh yang dalam pengejawantahannya adalah upaya kontrol sosial.sebuah temuan Malinowski (1926 dalam Kottak, 2006) tentang gosip pada masyarakat kepulauan Trobriand cukup menegangkan. Ketika tersebar gosip bahwa seorang ayah berhubungan badan dengan anak perempuannya (inses), si ayah tidak dihukum. Ia tetap dibiarkan hidup dengan situasi sosial biasa. Namun gosip yang menyebar tanpa diduga telah membuatnya tertekan sehingga pada satu hari si ayah ditemukan tewas bunuh diri. Karakter Indonesia yang sering dikategorikan sebagai negara yang kolektivis menjadikan tema gosip menjadi pas. Gosip bahkan bisa menjadi senjata sosial yang ampuh terhadap individu. Namun kenyataan di lapangan justru berbeda, untuk kasus inses tetap dibutuhkan hukuman sebagaimana yang terjadi di Austria (Meinarno, Widianto dan Halida, 2011). Begitu pula dalam kajian psikologi, bahwa proses
  • 4. 81 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? belajar dibutuhkan contoh nyata dengan penguatan positif atau negative (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Tujuan Penelitian Penelitian ini secara khusus ditujukan kepada remaja. Istilah remaja berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Definisi remaja menurut Santrock (2007) dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. D a r i s u d u t u s i a M a r a t ( 2 0 0 5 ) mengemukakan bahwa batasan usia bagi remaja adalah 12 hingga 21 tahun. Pembagian secara spesifiknya yaitu: usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18- 21 tahun merupakan masa remaja akhir. Remaja juga membutuhkan hubungan antarpribadi yang baik. Salah satu bentuknya adalah kebutuhan afiliasi. Di dalam kegiatan ini terdapat proses bertukar informasi yang wujudnya bisa yang positif (untuk meningkatkan self esteem) atau bisa juga yang negatif yang sifatnya untuk evaluasi diri atau kelompoknya berbanding kelompok lain. Tingkah laku ini wajar karena ada kecenderungan bagi remaja untuk menyesuaikan tingkah laku mereka pada tingkat individual hingga kelompok. Pada kelompok teman ini, terjadi proses belajar ketrampilan dan strategi sosial (Halimah, 1998). Dengan melihat bahwa kebutuhan berkomunikasi amat tinggi dan salah satu bentuknya adalah gosip maka penelitian ini sengaja dilakukan terhadap remaja. Seperti dijelakan juga bahwa bergosip membuka peluang untuk belajar tentang hal-hal normatif (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Secara khusus, Mettetal (1982, dalam Foster, 2004) dalam pengamatannya menemukan bahwa pada remaja terjadi aktivitas gosip, hanya saja semakin muda usia remaja itu maka yang lebih dibicarakan adalah hal-hal yang negatif. Metode Penelitian Penelitian ini hendak mengungkap, apakah fungsi gosip sebagai pengaruh (atau kontrol sosial) terbukti. Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Untuk itu, penulis menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang telah dibuat dan dikembangkan oleh Foster (2004). Sebutan alat itu adalah Gossip Foster Questinaire atau GFQ. Penulis menerjemahkan alat tersebut dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Bentuk alat ini berupa skala tipe likert. Dengan demikian para partisipan mengisi derajat kesetujuan dari pernyataan-pernyataan yang ada. GFQ ini terdiri dari sembilan butir pernyataan. Salah satu bentuk butir pernyataan itu adalah “jika seseorang melakukan hal yang tidak pantas, saya pikir orang lain harus mengetahuinya sehingga orang tersebut menjadi lebih mungkin untuk tidak mengulanginya lagi”. Pada awal penelitian ini, diharapkan bisa terjaring 400 remaja dengan setting universitas. Penyebaran dilakukan secara acak (random sampling dengan jenis accidental sampling). Waktu penyebaran dilakukan pada Dari 400 kuesioner yang disebar dengan bantuan mahasiswa, yang kembali dan bisa diolah adalah 250 kuesioner. Saat penyebaran kuesioner, penulis tidak secara terbuka menyebutkan bahwa penelitian ini adalah tentang gosip. Hal ini jelas untuk menghindari bias dan perasaan khususnya perasaan negatif terhadap gosip.
  • 5. 82 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? Sebagai pengayaan, penelitian ini juga dilakukan wawancara dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Wawancara dilakukan pada satu remaja perempuan dan diskusi dilakukan terhadap sekelompok remaja lelaki. Bahan pertanyaan untuk wawancara dan FGD, tidak sama dengan yang terdapat dalam kuesioner. Walau demikian tetap satu ide, misalnya: “menurut Anda, sejauh apa gosip dibutuhkan untuk menegakkan norma-norma sosial?”. Diharapkan dengan wawancara dan FGD ini bisa mendapat tambahan data yang lebih lengkap dan bisa memberi nuansa baru dari hasil yang berupa data kuantitatif. Hasil Penelitian Dari penelitian ini terungkap beberapa data. Hasil demografik menunjukkan 125 orang perempuan dan 125 lelaki. Rerata usia adalah 18,58 tahun (SD = 1,79). Dengan demikian para partisipan masih masuk kategori remaja, secara khusus fase remaja akhir. Mereka semua berlatar belakang pendidikan akhir SMA/sederajat dan sekarang tengah kuliah. Penelitian dilakukan medio November 2010. Begitu pula dengan partisipan yang diwawancara, remaja perempuan usia 21 tahun. Partisipan FGD adalah lima remaja lelaki yang juga tengah kuliah. Hasil penelitian dalam kuantitatif menunjukkan 55,2% partisipan mempunyai nilai tinggi pada fungsi gosip untuk mempengaruhi orang lain. Sebuah angka yang memang tidak terlalu jauh berbeda dengan persentase bernilai rendah. Pengolahan kedua dari data penelitian ini adalah membandingkan nilai dari kedua jenis kelamin. Setelah diolah maka hasilnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (walau rerata nilainya lebih tinggi pada perempuan). Gejala ini cukup menarik. Jika dilihat sekedar tingginya angka maka stereotip remaja perempuan lebih suka bergosip dengan fungsi untuk kontrol sosial adalah benar. Seperti dipaparkan pada bagian metode penelitian, bahwa penelitian ini juga menggunakan wawancara dan FGD untuk mendapatkan data secara kualitatif. Dari pertanyaan tentang gosip terkait control sosial, terungkap sebuah pernyataan dari partisipan perempuan (21 tahun) seakan mempertegas fungsi gosip ini: “……….. Jadi kaya, dan juga menurut gue kaya norma..apa ya..si norma sosial ini tuh emang dihasilkan dari gossip menurut gua. Jadi kaya selaen lo gosipin orang, sebenernya lo tuh juga buat norma baru. Mana yang boleh dan mana yang ga boleh. Udah gitu. Kaya gitu.” Sebagian lainnya juga menyatakan bahwa gosip dapat mereka gunakan sebagai alat untuk menjatuhkan orang lain yang tidak mereka sukai, dalam hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi gosip sebagai alat untuk mempengaruhi orang lain. Hasil dari wawancara dengan seorang partisipan perempuan adalah sebagai berikut: “Iya, karena.. karna gw sebel aja ama tuh orang, jadi ya udah gosipin aja.” Pernyataan remaja perempuan ini mengindikasikan bahwa gosip digunakan untuk “serangan” terhadap orang yang dipandang bertentangan dengan norma (setidaknya norma versi dirinya). Berdasarkan hasil FGD remaja laki-laki, fungsi gosip terkait pengaruh atau kontrol sosial dilihat sebagaimana yang mereka ungkapkan berikut ini: “Yaa bener juga sih, dari gossip itu bisa membuat image seseorang misalkan dia kan di ekonomi terkenal cacatnya tuh, suka lari-lari gak jelas hehehehe! Bisa ditangkap public kalo dia cacatnya kaya gitu.. ya bisa membentuk image.”
  • 6. 83 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? “….kalo saya sih sama, kurang lebih sih sama ngomong2 gitu, jadi gosip itu kalo dalam kehidupan bermasyarakat jadi kita kaya bisa dapet gambaran gitu kalo misalkan ke daerah itu jadi kita bisa lebih tau juga kalo masyarakat disini itu tingkah lakunya seperti apa jadi kita kalo di tempat ini ga boleh seperti ini, jadi kita harus ee mengurangi hal yang tidak disukai di masyarakat.” Kedua cuplikan di atas dari remaja lelaki menegaskan bahwa gosip memang bisa digunakan untuk membangun citra (positif- negatif). Dengan demikian individu harus pandai-pandai berperilaku dalam kehidupan sosialnya. Citra diri yang buruk akan membuat dirinya sulit bergerak dalam masyarakatnya. Setidaknya perilaku sehari-hari kita memang sedianya adalah perilaku yang pas dengan masyarakatnya. Dengan gosip yang beredar, seseorang yang baru menjadi anggotanya atau yang memang belum tahu menjadi tahu hal-hal apa yang diharapkan oleh masyarakat. Berperilaku yang disukai atau dikehendaki warga bisa mengurangi konflik antara individu dan masyarakat. Dampak selanjutnya adalah citra diri positif, yang bisa diterima oleh masyarakat. Diskusi Dari hasil penelitian ini ternyata gosip dapat dianggap sebagai alat kontrol sosial, s e b a g a i m a n a y a n g d i p e r k i r a k a n sebelummnya. Tentunya hasil ini tetap perlu dikaji dan diperhatikan. Hasil perhitungan statistik deskriptif dari penelitian ini tampaknya gosip berkontribusi (walau tidak besar) besar untuk bisa mengontrol atau setidaknya mempengaruhi orang lain. Gosip yang berfungsi sebagai kontrol sosial akan sulit mana kala remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya (peer group) yang mana lebih menekankan kebersamaan dan tak ingin menyakiti hati orang dalam kelompoknya. Gosip umumnya muncul dari kelompok lain kepada kelompok lainnya, sehingga sebuah gosip yang ditujukan pada anggota teman sebaya belum tentu sampai pada individu tadi. Ini dikarenakan secara alami, teman-temannya akan “melindungi” individu tadi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Baumeister, Zhang dan Vohs (2004), menempatkan gosip sebagai alat untuk belajar kebudayaan. Individu bisa belajar kebudayaan sekitar dirinya melalui gosip, sebagaimana ia berfungsi sebagai kontrol sosial. Remaja khususnya yang memiliki kelompok tampaknya paham atas hal ini. Dengan demikian gosip di kalangan remaja takkan mudah hilang. Mereka butuh untuk control atas perilaku diri, kelompok sampai kepada kelompok lainnya agar bisa diterima di kalangan remaja itu sendiri. Namun bagaimana hasilnya tidak terlalu tinggi? Padahal gosip juga salah satu cara belajar peraturan sosial yang ada (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Beberapa sudut pandang bisa menjelaskan hal ini. Peneliti memperkirakan bahwa untuk remaja, kontrol sosial yang paling efektif adalah sesuatu yang konkrit, bukan sekedar omongan dari mulut ke mulut. Sesuatu yang nyata pada umumnya adalah sesuatu yang terlihat dan mudah dipahami, seperti tingkah laku. Dengan demikian, walau gosip bisa berfungsi sebagai kontrol sosial, setidaknya untuk mencapai taraf mempengaruhi tetap dibutuhkan tingkah laku yang menunjukkan fungsi itu. Mengapa mesti perempuan lebih tinggi daripada lelaki? Pertanyaan klasik ini sering muncul dalam penelitian tentang gosip. Dalam penelitian ini, sesungguhnya tidak terdapat perbedaan signifikan pada masing-masing
  • 7. 84 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? kelompok jenis kelamin. Hanya saja angka pada kelompok remaja perempuan lebih tinggi. Kecenderungan ini telah diketahui sejak penelitian-penelitian awal tentang gosip. Mungkin ini terkait dengan temuan Baumeister, Zhang dan Vohs (2004) yang menyebutkan bahwa tema gosip para lelaki adalah para pesaohor (selebritas) dan politisi. Pola ini dikatakan sebagai wajar karena lelaki yang lebih berorientasi sosial dan kebudayaan. Di pihak remaja perempuan, tema gosip yang sering muncul adalah para anggota keluarga dan teman-teman dekatnya. Sangat mungkin dalam penelitian ini, para remaja lelaki merasa “tidak” bergosip, sedangkan para perempuan justru menegaskan aktivitas gosip. Bahwasanya gosip menjadi “senjata” sosial yang khususnya dilakukan oleh para perempuan cukup sinambung dengan penelitian-penelitian psikologi. Kajian psikologi untuk agresivitas (Pidada dkk, 2002; Feldman, 2009) juga menunjukkan bahwa perempuan lebih menggunakan pola pasif agresif. Bentuknya yang paling umum adalah dengan bergosip. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat dikatakan sejalan dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Lantas menngapa mesti para perempuan? Para perempuan sebagai pihak yang sering kali dianggap pasif dan lebih tunduk kepada aturan akan menggunakan gosip lebih kuat. Rasa ikatan emosional yang kuat pada remaja perempuan membuat mereka lebih taat pada aturan yang ada. Mereka cenderung menghindari hukuman-hukuman, sehingga mereka cepat mempelajari sesuatu yang dianggap melanggar norma (Baumeister, Zhang dan Vohs, 2004). Saran Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat gambaran gosip yang salah satu fungsinya adalah untuk menjadi kontrol sosial. Masih banyak hal mesti dibenahi. Salah satunya adalah partisipan yang dalam dipilih untuk bagian penelitian kualitatif dari penelitian ini sekiranya harus lebih berusia remaja. Sebagai penelitian awal masih banyak membutuhkan masukan-masukan yang bisa menambah kuat hasil yang didapat saat ini. Penulis menyadari kelemahan-kelemahan kontrol atas variabel-variael penelitian masih terbuka. Dengan demikian, kritik dari penelitian ini bisa mewujud dalam bentuk penelitian yang sekaligus mengoreksi kesalahan yang ada. Malahan bisa member solusi atas hal-hal yang tak terjawab dalam penelitian ini. Penelitian ini masih terbuka untuk dievaluasi secara luas. Dari sudut kebudayaan, perlu diingat bahwa gosip dikatakan haram oleh kelompok agama tertentu. Padahal gosip adalah hal lumrah dan bahkan memiliki fungsi untuk penegakan norma. Hal yang saling bertentangan ini tentunya bisa menjadi kajian baru bagi penelitian tentang gosip di Indonesia.
  • 8. 85 Jurnal Psikologi Pitutur Volume I, No 2, Juni 2011 Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial ? Daftar Pustaka Besnier, N. (2009). Gossip and the everyday production of politics. Honolulu: University of Hawai’I Press. Bloom, P. (2004). Postcript to the Special Issue on Gossip. Peer Reviewed Journal, Vol 8(2), 138-140. Eder, Donna., Enke, JL. (1991). The Structure of Gossip: Opportunities and Constraints on Collective Expression among Adolescents. American Sociological Review, Vol. 56, No. 4, pp. 494-508. Feldman, RS (2009). Understanding Psychology. Boston: McGraw Hill. Foster, E.K. (2004). Research on Gosip: Taxonomy, Methods, and Future Directions. Review of General Psychology. Vol. 8, No. 2, 78–99. French, DC., Jansen, EA., Pidada, S. (2002). United States and Indonesian children's and adolescent's report of relational aggression by disliked peers. Child Development, July/August 2002, Vol. 73, number 4, pp 1143-1150. Furlong, N. E., Lovelace, E. A., Lovelace, K. L. (2000). Research Method and Statistic: An Integrated Approach. Orlando : Harcourt College Publisher. Gilmore, David. (1978). Varieties of gosip in a Spanish rural community. Ethnology, Vol. 17, No. 1, (Jan.), pp. 89-99. Gravetter, FJ., Forzano, LB. (2009). Research Methods for The Behavioral Sciences. 3rd Edition. USA: Wadsworth Cengage Learning. Halimah, S. (1998). Remaja dan peer group: Suatu kajian kasus mengenai kehidupan keluarga di perkotaan. Tesis. Program Studi Antropologi Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Kottak, Phillip C. (2006). Anthropology: The exploration of Human Diversity. McGraw Hill. Boston. Louis, M.,Rrosenblum, L. A. (1975). Friendship and Peer Relation. New Jersey: John Willey & Sons Mar’at, Samsunuwiyati. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Maulida, N. (2008). Pengaruh Peer Group Terhadap Kesadaran Beragama Pada Anggota Pengajian Remaja Masjid Syarif, Saripanmakamhaji Pada Tahun 2008. Surakarta. Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. McAndrew, F. T., Bell, E. K., & Garcia, C. M. (2007). Who do we tell, and whom do we tell on? Gossip as a strategy for status enhancement. Journal of Applied Social Psychology, 37, 1562-1577. Meinarno, EA., Widianto, B., Halida, R. (2011). Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta. Salemba Humanika. Santrock, John W. (2007). Adolescence. 11th ed. Boston: McGraw Hill. Sarwono, S Wirawan. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta. Rajawali Press. Suriani (1989). Pengaruh jaringan sosial terhadap pola kelakuan remaja kelas sosial bawah: Suatu studi kasus siswa SMAdi DKI Jakarta. Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia.Tidak dipublikasikan. Wert, Sarah R., Salovey, Peter. (2004). Introduction to the Special Issue on Gosip. Review of General Psychology, Vol. 8, No. 2, 76–77.