presentasi tentang sastra indonesia angkatan 45 yang muncul dan berkembang setelah era angkatan 30. Angkatan ini juga tumbuh sebagai terusan setelah angkatan 30 dengan berbagai ciri dari karya sastra serta karakteristik yang identik dengan angkatan tersebut.
2. Pembentukan Angkatan 45
• Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kelahirannya, yakni masa penduduk Jepang dan
masa revolusi Indonesia.
• Latar belakang perubahan politik yang sangat mendadak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945)
menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45. Kehadiran Angkatan 45 serta karya sastra Angkatan 45
meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, karena angkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati
diri ke-Indonesiaan.
• Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada “Volkslectuur”, lembaga kesustraan kolonial Belanda,
dan Angkatan Pujangga Baru dinilai menghianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat, maka
Angkatan 45 adalah reaksi penolakan terhadap ankatan-angkatan tersebut.
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 2
3. Pembentukan
• Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan oleh Rosihan Anwar pertama kali pada lembar kebudayaan
“Gelanggang”.
• Angkatan 1945 memperoleh saluran resmi melalui penerbitan majalah kebudayaan Gema Suasana,
Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh dewan redaksi yang terdiri dari Asrul Sani, Chairil Anwar, Mochtar
Apin, Riva‟I Apin dan Baharudin.
• Majalah ini dicetak dan diterbitkan oleh percetakan Belanda Opbouw (Pembangun). Dalam konfrotasi
dengan Belanda, mereka kemudian pindah ke “Gelanggang”, sebuah suplemen kebudayaan dari jurnal
mingguan, siasat yang muncul pertama kali pada Februari 1948 dengan redaktur Chairil Anwar dan Ida
Nasution. Disuplemen inilah mereka kemudian menerbitkan kredo Angkatan 45, yang dikenal luas dengan
nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 3
4. SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan
orang-banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesia-an kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok
ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata-
ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan
lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia
ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia yang
kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi
tidak betulnya pemeriksaan ukuran-nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikianlah kami berpendapat bahwa revolusi
di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu aseli; yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara mencari, membahas dan menelaah
kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara
masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Februari 1950
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 4
5. Pendapat
• Pujangga Baru menentang adanya Angkatan 45 dan menganggap bahwa tak ada yang disebut
Angkatan 45. (Armijn Pane)
• Angkatan 45 merupakan sambungan dari Pujangga Baru (STA)
• Memang berbeda Angkatan „45 dengan Angkatan Pujangga Baru, tetapi ada garis penghubung,
misalnya Armijn Pane dengan Belenggu-nya. (puncak-puncak kesusastraan Indonesia) (Teew)
• Pujangga Baru masih terikat oleh zamannya, yaitu zaman penjajahan, sedangkan Angkatan 45 dalam
soal kebudayaan tidak membedakan antara Barat dan Timur, tetapi yang penting hakikat manusia.
Perjuangan Pujangga Baru baru mencapai kepastian dan ilmu pengetahuan (Sitor Situmorang)
• Angkatan Pujangga Baru banyak ilmu pengetahuannya tetapi tidak banyak mempunyai
penghidupan (pengalaman). Angkatan 45 kurang dalam ilmu pengetahuan (karena perang) tetapi sadar
akan kehidupan (Pramoodya Ananta Toer)
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 5
6. Estetika
Karya sastra Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan
karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik. Karena lahir dalam lingkungan
yang keras dan memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih terbuka, pengaruh unsur sastra asing
lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya, isinya bercorak realis dan naturalis, meninggalkan corak
romantis, sastrawan periode lebih individualisme, dinamis dan kritis, adanya penghematan kata dalam karya,
lebih ekspresif dan spontan, terlihat sinisme dan sarkasme, didominasi puisi dan prosa berkurang.
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 6
7. Estetika
• Pada karya sastra puisi , ciri struktur estetiknya yaitu, pertama, puisinya bebas, tidak terikat pada
pembagian bait, jumlah baris dan persajakan. Kedua, gaya alirannya ekspresionisme dan realisme.
Ketiga, pilihan kata (diksi) untuk mencerminkan pengalaman batin yang dalam dan untuk intensitas arti.
Keempat, bahasa kiasannya dominan metafora dan simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu
sehingga multitafsir. Kelima, gaya sajaknya prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik,
hubungan baris-baris dan kalimat-kalimat implisit. Kelima, gaya pernyataan pikiranya berkembang yang
nantinya menjadi gaya sloganis. Keenam, gaya ironi dan sinisme menonjol.
• Pada karya sastra prosa, ciri stuktur estetiknya adalah banyak alur sorot balik, walaupun ada juga alur
lurus, digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada penokohan analisis fisik tidak dipentingkan, yang
ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung melainkan dengan cara dramatik
melalui arus kesadaran dan percakapan antar tokoh, banyak menggunakan gaya ironi dan sinisme,
gaya realisme dan naturalisme, menggambarkan kehidupan sewajarnya secara mimetik.
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 7
8. Karakter karya
• Bercorak lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang romantik- idealistic
• Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya mewarnai karya sastrawan Angkatan ‟45.
• Bahasanya lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
• Sastrawannya lebih berjiwa patriotik.
• Bergaya ekspresi dan revolusioner (H.B.Yassin).
• Bertujuan universal nasionalis.
• Bersifat praktis.
• Sikap sastrawannya “tidak berteriak tetapi melaksanakan” .
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 8
9. Sastrawan
• Chairil Anwar
• Idrus
• Asrul Sani
• Sitor Situmorang
• Muhammad Ali
• Toto Sudarto Bachtiar
• Rivai Apin
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 9
10. Sastrawan dan karyanya
• Chairil Anwar
Kerikil Tajam; puisi (1949)
Deru Campur Debu; puisi (1949)
• Asrul Sani
Laut Membisu; terjemahan karya Jean Bruller (1949)
• Rivai Apin
Tiga Menguak Takdir; puisi (bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, 1950)
• Idrus
Dokter Bisma; drama (1945)
Jibaku Aceh; drama (1945)
Kejahatan Membalas Dendam; drama (1945)
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma; cerpen (1948)
Keluarga Surono; drama (1948)
Acoka; terjemahan drama karya G. Gonggrijp (1948)
Keju; terjemahan novel karya Willem Elsschot (1948)
Kereta Api Baja 1496; terjemahan novel karya Vsevolod Iwanov (1948)
Aki; novel (1949)
Perempuan dan Kebangsaan; novel (1949)
Perkenalan; terjemahan cerpen karya Anton Chekhov, Guy de Maupassant,
Jaroslav Hasek, dan Luigi Pirandello (1949)
• Utuy Tatang Sontani
Tambera; novel (1948)
Suling; drama (1948)
Bunga Rumah Makan; drama (1948)
Selusin Dongeng; terjemahan karya Jean de La Fontaine (1949)
• Achdiat K. Mihardja
Atheis; novel (1949)
• Bakri Siregar
Tanda Bahagia; cerpen (1944)
Tugu Putih; drama (1950)
• Siti Rukiah
Kejatuhan dan Hati; roman (1950)
Tandus; kumpulan cerpen (1952)
• Pramoedya Ananta Toer
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Cerita dari Blora (1952)
Gadis Pantai (1962-65)
Tetralogi Buru
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 10
11. Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 11
12. 1 0 / 2 4 / 2 0 2 3 S A M P L E F O O T E R T E X T 12