Dokumen tersebut membahas tentang anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik fisik, intelektual, atau emosional di luar standar normal dan membutuhkan layanan pendidikan khusus. Dokumen juga menjelaskan berbagai definisi dan istilah terkait anak berkebutuhan khusus serta masalah kesehatan gigi yang sering dihadapi.
2. Pengertian
• Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan
sebagai individu-individu yang mempunyai
karakteristik yang berbeda dari individu
lainnya yang dipandang normal oleh
masyarakat pada umumnya. Secara lebih
khusus anaK berkebutuhan khusus
• menunjukkan karakteristik fisik, intelektual,
dan emosional yang lebih rendah atau lebih
tinggi dari anak normal sebayanya atau berada
di luar standar normal yang berlaku di
masyarakat.
3. • Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidak mampuan mental,
emosi , atau fisik
• memerlukan penanganan dari tenaga profesional
terlatih.
• berbeda pada perbedaan ciri mental,kemampuan
sensori, fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial
dan emoional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal
tersebut.
4. • Istilah anak berkebutuhan khusus == children
with special need yang telah digunakan secara
luas di dunia internasional.
• WHO merumuskan beberapa istilah yang
digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan
khusus, yaitu:
a.) Impairement : merupakan suatu keadaan atau
kondisi dimana individu mengalami kehilangan
atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi
struktur Anatomi secara umum pada tingkat organ
tubuh.
• Contoh seorang yang mengalami amputasi satu
kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki
5. B) Disability : merupakan suatu keadaan dimana
individu menjadi “kurang mampu” melakukan
kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan
impairement, seperti kecacatan pada organ
tubuh.
Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia akan
merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk
mobilitas
6. C) Handicaped: suatu keadaan dimana individu
mengalami ketidak mampuan dalam
bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan.
Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan
dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh
orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan
mengalami masalah mobilitas sehingga dia
memerlukan kursi roda (Purwanti,2012).
7.
8. • ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS memiliki
BERAGAM karakteristik atau hambatan khusus
membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk
mengoptimalkan potensinya (Hallahan,
Kauffman, Pullen, 2009)
• Siswa yang bermasalah dalam atau gagal di
sekolah umum:
anak berkesulitan belajar spesifik (disleksia,
diskalkulia,digrafia) gangguan pemusatan
perhatian: siswa tersebut menurut guru sulit
ditangani (akademik, perilaku):
• siswa terpapar penyebab gagalnya pembelajaran
: masalah sosial-ekonomi, budaya
9. • Masalah gigi yang biasanya muncul pada anak
berkebutuhan khusus seperti karies (lubang)
gigi, gigi berdarah, dan gigi berjejalan
(crowding).
• Anak dengan kebutuhan khusus memiliki
tingkat kesehatan dan kebersihan mulut yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan anak
normal. Tingkat pengetahuan tentang
menjaga kesehatan gigi dan mulut yang
rendah pada anak berkebutuhan khusus,
khususnya tunanetra mendukung tingginya
angka karies, kalkulus, dan debris.
10. • Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi
saliva dapat ditingkatkan
melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda, yaitu:
1) Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi
Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor di
dalam rongga mulut merespons adanya makanan. Saat
diaktifkan, resepto. reseptor tersebut memulai impuls
di serabut saraf afferen yang membawa informasi ke
pusat saliva di medula spinalis. Pusat saliva kemudian
mengirim impuls melalui saraf otonomi ekstrinsik ke
kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.
Gerakan gigi juga mendorong sekresi saliva walaupun
tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi
terhadap baroreseptor yang terdapat di mulut.
11. 2) Refleks saliva didapat, atau terkondisi.
• Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva
dihasilkan tanpa rangsangan oral.
Hanya dengan berpikir, melihat, membaui,
atau mendengar suatu makanan yang
lezat dapat memicu pengeluaran saliva
melalui refleks ini.