Sediaan parenteral merupakan sediaan yang dimaksudkan untuk pemberian secara injeksi, infus, atau implan dalam tubuh. Sediaan ini harus steril dan bebas partikel besar untuk menjamin keamanan dan efektivitas pemberian. Faktor fisikokimia, fisiologi, dan formulasi sediaan mempengaruhi bioavailabilitas obat yang diberikan secara parenteral.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai penyakit asma, termasuk definisi, penyebab, gejala, klasifikasi, patogenesis, dan penggolongan obat-obatan untuk asma berdasarkan mekanisme kerjanya.
Dokumen tersebut membahas tentang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan penjelasannya. Dokumen tersebut mengatur tentang asas, tujuan, sumber daya, tanggung jawab pemerintah, tenaga kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai undang-undang tersebut.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan terapi obat yang meliputi identifikasi masalah penggunaan obat pasien, evaluasi efektivitas dan keamanan terapi obat, serta rekomendasi perubahan terapi jika diperlukan untuk mencapai hasil terapi yang optimal.
Antibiotika merupakan golongan obat yang banyak digunakan terutama di negara-negara yang masih memiliki permasalahan penyakit karena infeksius bakteri. Materi ini menjelaskan tentang pengertian antibiotika dan golongan-golongannya. Termasuk faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih antibiotika.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai penyakit asma, termasuk definisi, penyebab, gejala, klasifikasi, patogenesis, dan penggolongan obat-obatan untuk asma berdasarkan mekanisme kerjanya.
Dokumen tersebut membahas tentang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan penjelasannya. Dokumen tersebut mengatur tentang asas, tujuan, sumber daya, tanggung jawab pemerintah, tenaga kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai undang-undang tersebut.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pemantauan terapi obat yang meliputi identifikasi masalah penggunaan obat pasien, evaluasi efektivitas dan keamanan terapi obat, serta rekomendasi perubahan terapi jika diperlukan untuk mencapai hasil terapi yang optimal.
Antibiotika merupakan golongan obat yang banyak digunakan terutama di negara-negara yang masih memiliki permasalahan penyakit karena infeksius bakteri. Materi ini menjelaskan tentang pengertian antibiotika dan golongan-golongannya. Termasuk faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih antibiotika.
Hipersensitivitas atau alergi adalah reaksi imun yang berlebihan terhadap antigen (alergen) yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Terdapat empat tipe hipersensitivitas yang berbeda berdasarkan mekanisme dan waktu respon imunnya. Tipe I (anafilaksis) disebabkan oleh antibodi IgE dan terjadi dalam hitungan menit, tipe II disebabkan antibodi dan menyebabkan lisis sel dalam hitungan jam, tipe III disebabkan kompleks
Dokumen tersebut membahas tentang anestesi umum dan lokal. Anestesi lokal diberikan secara lokal untuk menghambat hantaran impuls saraf dengan kadar obat yang cukup. Ada dua golongan anestesi lokal yaitu golongan ester dan golongan amida. Anestesi lokal bekerja dengan cara memblok konduksi aksi potensial saraf. Beberapa contoh anestesi lokal adalah lidokain, bupivakain, prokain
Dokumen tersebut membahas tentang reaksi alergi dan hipersensitivitas. Ia menjelaskan definisi umum reaksi alergi, contoh alergen penyebabnya, gejala umum, dan jenis-jenis hipersensitivitas yang terbagi atas 4 tipe yang diperantarai oleh antibodi atau sel.
Kedua kasus menunjukkan pelanggaran standar pelayanan kefarmasian di apotek. Kasus 1 menunjukkan bahwa apotek dioperasikan tanpa kehadiran apoteker secara langsung dan menjual obat-obatan keras tanpa resep. Kasus 2 menunjukkan bahwa apoteker hanya hadir di akhir jam kerja sehingga pasien tidak mendapatkan informasi obat yang memadai. Kedua kasus melanggar peraturan tentang tanggung jawab apoteker atas pelayanan
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling yang dilakukan oleh apoteker, termasuk tujuan, sasaran, jenis informasi yang diberikan kepada berbagai pihak, dan dasar hukum yang mengatur PIO dan konseling di Indonesia.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang simplisia semen (biji) yang meliputi pengertian, contoh, ciri-ciri, waktu panen, penyimpanan, dan cara penggunaannya. Contoh simplisia semen yang dijelaskan adalah arecae semen, cucurbitae semen, foenigraeci semen, myristicae semen, dan nigellae sativae semen.
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan beyond use date (BUD) pada sediaan farmasi. BUD didefinisikan sebagai batas waktu penggunaan sediaan setelah dipersiapkan atau kemasan dibuka. BUD ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti sifat obat, jenis wadah, suhu penyimpanan, dan keamanan mikrobiologi. BUD berbeda dengan expiration date yang ditetapkan produsen untuk produk yang belum dibuka
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan kefarmasian di apotek, termasuk pengertian resep, bagian-bagian resep, copy resep, satuan obat cair dan padat, serta cara mencegah kesalahan dalam memberikan obat kepada pasien."
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang pertimbangan penggunaan obat pada pediatrik. Beberapa poin kuncinya adalah: (1) Anak bukan miniatur dewasa dan memiliki perbedaan farmakokinetik, (2) Dosis obat harus diperhitungkan berdasarkan usia dan berat badan, (3) Bentuk sediaan dan cara pemberian obat juga perlu dipertimbangkan.
Kasus pelanggaran kode etik apoteker di apotekAstriedAmalia
Dokumen tersebut membahas tentang kasus pelanggaran kode etik apoteker di apotek. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa apoteker harus mematuhi standar pelayanan kefarmasian dan kode etik apoteker Indonesia dalam memberikan obat kepada pasien. Jika apoteker lalai, maka dapat dikenai sanksi atau bahkan dijadikan tersangka karena melanggar undang-undang.
Rute pemberian obat melalui hidung (intranasal) dapat memberikan efek sistemik maupun lokal. Secara sistemik, selaput lendir hidung yang memiliki kemampuan menyerap obat yang baik. Secara lokal, tetes hidung digunakan untuk menciutkan mukosa hidung yang bengkak menggunakan efedrin, xilometazolin, vasopresin, dan kortikosteroida.
Hipersensitivitas atau alergi adalah reaksi imun yang berlebihan terhadap antigen (alergen) yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Terdapat empat tipe hipersensitivitas yang berbeda berdasarkan mekanisme dan waktu respon imunnya. Tipe I (anafilaksis) disebabkan oleh antibodi IgE dan terjadi dalam hitungan menit, tipe II disebabkan antibodi dan menyebabkan lisis sel dalam hitungan jam, tipe III disebabkan kompleks
Dokumen tersebut membahas tentang anestesi umum dan lokal. Anestesi lokal diberikan secara lokal untuk menghambat hantaran impuls saraf dengan kadar obat yang cukup. Ada dua golongan anestesi lokal yaitu golongan ester dan golongan amida. Anestesi lokal bekerja dengan cara memblok konduksi aksi potensial saraf. Beberapa contoh anestesi lokal adalah lidokain, bupivakain, prokain
Dokumen tersebut membahas tentang reaksi alergi dan hipersensitivitas. Ia menjelaskan definisi umum reaksi alergi, contoh alergen penyebabnya, gejala umum, dan jenis-jenis hipersensitivitas yang terbagi atas 4 tipe yang diperantarai oleh antibodi atau sel.
Kedua kasus menunjukkan pelanggaran standar pelayanan kefarmasian di apotek. Kasus 1 menunjukkan bahwa apotek dioperasikan tanpa kehadiran apoteker secara langsung dan menjual obat-obatan keras tanpa resep. Kasus 2 menunjukkan bahwa apoteker hanya hadir di akhir jam kerja sehingga pasien tidak mendapatkan informasi obat yang memadai. Kedua kasus melanggar peraturan tentang tanggung jawab apoteker atas pelayanan
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan informasi obat (PIO) dan konseling yang dilakukan oleh apoteker, termasuk tujuan, sasaran, jenis informasi yang diberikan kepada berbagai pihak, dan dasar hukum yang mengatur PIO dan konseling di Indonesia.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang simplisia semen (biji) yang meliputi pengertian, contoh, ciri-ciri, waktu panen, penyimpanan, dan cara penggunaannya. Contoh simplisia semen yang dijelaskan adalah arecae semen, cucurbitae semen, foenigraeci semen, myristicae semen, dan nigellae sativae semen.
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan beyond use date (BUD) pada sediaan farmasi. BUD didefinisikan sebagai batas waktu penggunaan sediaan setelah dipersiapkan atau kemasan dibuka. BUD ditentukan berdasarkan faktor-faktor seperti sifat obat, jenis wadah, suhu penyimpanan, dan keamanan mikrobiologi. BUD berbeda dengan expiration date yang ditetapkan produsen untuk produk yang belum dibuka
Dokumen tersebut membahas tentang pelayanan kefarmasian di apotek, termasuk pengertian resep, bagian-bagian resep, copy resep, satuan obat cair dan padat, serta cara mencegah kesalahan dalam memberikan obat kepada pasien."
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang pertimbangan penggunaan obat pada pediatrik. Beberapa poin kuncinya adalah: (1) Anak bukan miniatur dewasa dan memiliki perbedaan farmakokinetik, (2) Dosis obat harus diperhitungkan berdasarkan usia dan berat badan, (3) Bentuk sediaan dan cara pemberian obat juga perlu dipertimbangkan.
Kasus pelanggaran kode etik apoteker di apotekAstriedAmalia
Dokumen tersebut membahas tentang kasus pelanggaran kode etik apoteker di apotek. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa apoteker harus mematuhi standar pelayanan kefarmasian dan kode etik apoteker Indonesia dalam memberikan obat kepada pasien. Jika apoteker lalai, maka dapat dikenai sanksi atau bahkan dijadikan tersangka karena melanggar undang-undang.
Rute pemberian obat melalui hidung (intranasal) dapat memberikan efek sistemik maupun lokal. Secara sistemik, selaput lendir hidung yang memiliki kemampuan menyerap obat yang baik. Secara lokal, tetes hidung digunakan untuk menciutkan mukosa hidung yang bengkak menggunakan efedrin, xilometazolin, vasopresin, dan kortikosteroida.
Laporan praktikum mengenai absorpsi dan ekskresi obat melalui saliva dan urin. Mahasiswa melakukan uji klinik dengan memberikan kapsul KI kepada probandus dan mengukur kadar KI dalam saliva dan urin setiap 15 menit selama 90 menit. Hasil menunjukkan puncak kadar KI tereliminasi melalui saliva dan urin terjadi pada menit ke-75.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui onset kerja strychnine pada tikus melalui berbagai jalur pemberian, yaitu oral, subkutan, dan intraperitoneal. Strychnine diberikan pada tikus dengan dosis 10 mg/kg dan diukur waktu onset konvulsi dan kematian. Hasilnya menunjukkan onset konvulsi dan kematian tercepat melalui jalur intraperitoneal, diikuti subkutan, sedangkan paling lambat melalui oral.
Dokumen tersebut membahas tentang injeksi sebagai salah satu bentuk sediaan steril dan definisinya. Juga membahas tentang berbagai rute injeksi, komposisi, syarat, dan wadah injeksi. Secara ringkas, dokumen tersebut memberikan informasi mengenai definisi, jenis, dan aspek farmasi dari injeksi sebagai salah satu cara administrasi obat parenteral.
Dokumen tersebut membahas tentang injeksi sebagai salah satu bentuk sediaan steril dan definisinya. Juga membahas tentang berbagai rute injeksi, komposisi, syarat-syarat, dan wadah injeksi. Secara ringkas, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang disuntikkan melalui kulit atau membran untuk memasuki tubuh. Terdapat berbagai rute injeksi seperti intravena, intramuskular, dan sub
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang perbandingan mula kerja, puncak efek, dan lama kerja obat analgetik antalgin dan xylomidon pada pemberian peroral dan intraperitoneal pada tikus. Parameter yang diukur meliputi respon nyeri tikus terhadap rangsangan tekanan, serta waktu tercapainya efek analgetik maksimal."
Makalah ini membahas tentang pemberian obat melalui injeksi subkutan dan intravena. Injeksi subkutan berarti menyuntikkan obat kedalam jaringan subkulit, sedangkan injeksi intravena berarti menyuntikkan obat langsung ke pembuluh darah vena. Makalah ini menjelaskan prosedur, indikasi, dan kontraindikasi dari kedua cara pemberian obat tersebut."
Dokumen tersebut membahas tentang cara-cara pemberian obat dan faktor yang
mempengaruhinya. Terdapat berbagai cara pemberian obat seperti oral, subkutan, intraperitoneal,
intramuskuler, per-rektal, inhalasi, dan intravena, dengan kecepatan absorpsi yang berbeda-beda.
Dokumen juga menjelaskan praktikum tentang pemberian obat pada hewan coba untuk mengetahui
pengaruh berbagai rute pemberian terhadap
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai pemberian obat melalui selang intravena, termasuk definisi, jenis-jenis pemberian (infus kontinu, intermiten, bolus), hal-hal yang perlu dipertimbangkan, reaksi tubuh, dan efek sampingnya. Pemberian obat secara intravena merupakan cara yang paling cepat dan pasti, namun jika dilakukan terlalu cepat dapat menyebabkan toksisitas, sedangkan terlalu lambat dapat
Makalah ini menguji efek antiinflamasi dari Na-diklofenak dan infus rimpang temu putih dengan metode volume udem menggunakan tikus. Tikus diberi larutan karagenin untuk menginduksi inflamasi, kemudian diberi obat uji dan diukur volume udemnya. Hasilnya menunjukkan Na-diklofenak dan semua dosis infus rimpang temu putih dapat menghambat pembentukan udem dengan efektivitas
Dokumen tersebut membahas tentang evaluasi ketersediaan hayati sediaan inhalasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati sediaan inhalasi seperti stabilitas partikel aerosol, daerah depo, laju penyerapan, dan bahan tambahan. Evaluasi dapat menggunakan subjek hewan atau manusia, dengan mempertimbangkan jumlah aerosol yang dihirup dan terserap.
Makalah ini membahas tentang teknik pemberian obat secara injeksi secara umum, termasuk definisi injeksi, tujuan, indikasi, peralatan yang digunakan, proses pemberian, jenis-jenis injeksi, hal-hal yang perlu diperhatikan, dan cara mencegah infeksi.
Similar to 346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx (20)
2. SEDIAAN PARENTERAL
Sediaan steril yg dimaksudkan untuk pemberian
secara injeksi, infus, atau implan dalam tubuh.
Contoh rute iv, sc, & im
3. Larutan IV dpt diberikan sbg:
- IV bolus (diinjeksikan semua sekaligus).
- Infus IV lambat (drip) melalui suatu vena
ke dalam plasma.
4. KEUNTUNGAN RUTE PEMBERIAN
PARENTERAL
1. Memberikan efek yg cepat.
2. Tidak melalui First Pass Effect.
3. Dapat diberikan pd pasien tidak sadar, atau tdk dapat dgn
cara pemberian lain / per oral.
4. Kadar obat dalam darah hasilnya lebih bisa diramalkan.
5. Dapat untuk obat yg rusak bila diberikan secara per oral
(ketidakstabilan obat dlm sal. cerna atau peruraian obat oleh
enzim pencernaan dlm usus.
contoh:
- Insulin diberikan sc / im (protein drug).
- Eritropoetin & hormon pertumbuhan (somatrophin)
diberikan im.
(Shargel Leon, et alll, Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, edisi kelima, alih bahasa AUP, Surabaya, 2012,
chapter 13).
5. KERUGIAN RUTE PEMBERIAN
PARENTERAL
1. Susah dikeluarkan apabila sudah masuk ke dalam
tubuh, terutama jika tjd kasus toksisitas.
2. Harga relatif lebih mahal.
8. 1. STERIL
Bebas dari mikroorganisme, a.l:
pyrogen/bakteri.
Efek farmakologis yg ditimbulkan jika ada
kontaminasi pyrogen/bakteri, a.l: fever, malaise,
headache
KARAKTERISTIK SEDIAAN
PARENTERAL
9. 2. BEBAS DARI PARTIKEL YG BERUKURAN
BESAR (FREE FROM PARTICULATE MATTER)
yi: partikel yg melayang (mobile), tidak larut dlm
sediaan parenteral.
Idealnya sediaan parenteral jernih dan tidak
tdk ada partikel yg dpt dilihat dgn mata telanjang.
KARAKETRISTIK SEDIAAN
PARENTERAL
10. Standar USP, perhitungan partikel dilakukan dgn
:
electronic liquid-borne particle counter with light-
obscuration sensor
Pada sediaan volume kecil (<100ml)
tidak lebih dari 1000 partikel perkontainer dgn
diameter 10 µm dan/atau diameter 25 µm.
Pada sediaan volume besar
tidak lebih 50 partikel per-ml dengan diameter 10
µm dan/atau diameter 25 µm.
KARAKETRISTIK SEDIAAN
PARENTERAL
11. 3. STABIL SECARA FISIKA DAN KIMIA DALAM
KURUN PERIODE TERTENTU
Hal ini menentukan bahwa sediaan steril akan
berada dalam bentuk cair atau serbuk
KARAKETRISTIK SEDIAAN
PARENTERAL
12. JENIS RUTE PEMBERIAN PARENTERAL
Intra Vena (IV bolus dan IV drip)
Intra Muskular
Sub kutan
Intra Dermal
Epidural
Intra arterial
Intra cardiac
dll
13. FISIOLOGI-ANATOMI
1. INTRA VENA
Biasanya vena di daerah Antecubital (dibagian
depan siku).
- Pembuluh darah Vena : besar, di permukaan, dan
mudah dilihat.
Cara memasukan jarum:
- Ujung yg miring hadap ke atas & ujung yg tajam
hadap ke vena.
- Dengan teknik aseptis.
14. Bahaya:
- Terbentuknya trombus (gumpalan darah)
akibat rangsangan jarum pd dinding vena
terutama bila cairan obat mengiritasi.
- Trombus embolus Emboli
- Embolisme penyumbatan pembuluh darah
oleh embolus (zat asing) yg terbawa mll aliran
darah.
Bisa untuk volume besar/kecil.
Volume tetesan : 2 – 3 ml/menit.
FISIOLOGI –ANATOMI
INTRA VENA
15. 2. INTRA MUSKULAR
Efek tidak secepat IV, biasanya lebih lambat.
Absorbsi larutan > suspensi & sediaan air >
minyak.
Pada otot rangka.
Dibentuk oleh otot bergaris & mempunyai
vaskularisasi yg sangat byk (setiap 20 mm3 otot
terdiri atas 200 otot bergaris dan 700 kapiler
darah).
FISIOLOGI –ANATOMI
16. Aliran darah tergantung pd posisi anatomik otot di
tempat penyuntikan distribusi obat mjd lbh
sempurna bila aliran darah bertambah besar.
Contoh: kadar Lidokain dlm plasma setelah
penyuntikan i.m di otot lengan lbh tinggi
dibandingkan bila penyuntikan di otot kaki.
Jumlah serabut saraf pada jaringan muskuler
lebih sedikit dibanding jaringan s.c
penyuntikan i.m kurang terasa sakit dibandingkan
penyuntikan s.c.
Biasanya di otot gluteus maksimus (pantat), otot
deltoid (lengan atas).
FISIOLOGI –ANATOMI
INTRA MUSKULAR
17. Pada bayi, otot di gluteus blm berkembang dgn
baik i.m di otot deltoid, otot midlateral (di
paha).
Kerusakan akibat i.m: hematoma, emboli,
terkelupasnya kulit, kerusakan saraf.
Volume penyuntikan umumnya 5 ml (di gluteal), 2
ml (di deltoid).
FISIOLOGI –ANATOMI
INTRA MUSKULAR
18. 3. SUB KUTAN (SC)
Di bawah permukaan kulit.
Umumnya di jaringan interstitial dgn struktur yg
kendor atau berlapis (lengan bawah, paha, atau
pantat).
Membentuk suatu berkas serabut kolagen dan
serabut elastik yg mengandung byk Elastin.
Obat yg mengiritasi, larutan suspensi kental
sebaiknya tidak dengan sc menimbulkan sakit,
lecet, abses.
Aliran darah di jaringan SC rendah (sekitar 1
ml/100gram jaringan/menit)
Volume suntikan jarang > 2 ml.
FISIOLOGI –ANATOMI
20. 1. FAKTOR FISIKOKIMIA
Laju disolusi.
Koefisien partisi dan kelarutan dalam lemak.
Interaksi obat (zat aktif) dan bahan tambahan
lain dalam sediaan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
21. LAJU DISOLUSI
Particle Size
(µm)
Average Blood
Level
(units/ml)
150 – 250 1,37
105 – 150 1,24
58 – 105 1,54
35 - 38 1,64
< 35 2,40
1 – 2 2,14
(Turco salvatore, M.S.Pharm.D, Sterile Dosage Form: Their Preparation and
Clinical Application, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, USA,
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
FAKTOR FISIKOKIMIA
22. 2. FAKTOR FISIOLOGI
TERUTAMA DALAM PROSES ABSORBSI OBAT
Aliran Darah dari area yg disuntikan kecepatan
absorbsi.
Pengaruh suatu obat terhadap obat lainnya
(interaksi obat).
Contoh: obat yg menyebabkan vasokontriksi /
vasodilatasi.
Pada Odontologi:
bius lokal yg diberikan bersama Nor-adrenalin
(Vasokontriktor) membatasi absorbsi dan
memperpanjang efek pd tempat penyuntikan.
Sebaliknya Vasodilator Metakolin meningkatkan
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
23. Gerakan, meningkatkan dan mempercepat absorbsi
z.a yg disebabkan oleh peningkatan pengaliran
darah setempat.
Tempat injeksi (terutama i.m).
Contoh:
Konsentrasi puncak Cephradine setelah injeksi i.m
dgn berbagai injection site.
Injection site Males Females
Gluteus maximus 11,1 4,3
Deltoid muscle 11,7 10,2
Vastus lateralis 9,8 9,4
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
FAKTOR FISIOLOGI
24. Laju penyerapan z.a yg disuntikkan secara s.c
tergantung pd:
permeabilitas kapiler darah.
aliran darah dr area yg disuntikkan.
kepadatan jaringan di tempat penyuntikan dan di
sisi lain tergantung laju pelepasan z.a sediaan.
Mekanisme Difusi Pasif menentukan proses
penyerapan molekul yg larut-lemak (sampai BM
3.000) dan yg intensitasnya merupakan fungsi dari
koefisien partisi lemak-air.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
2. FAKTOR FISIOLOGI
25. Difusi z.a yg lajunya tergantung pada kepadatan
jaringan di tempat penyuntikan (sangat heterogen
dan sulit ditentukan) diatasi dgn menambahkan
suatu hyaluronidase (senyawa penghidrolisis z.a ke
dlm larutan injeksi).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BIOAVAILABILITAS
2. FAKTOR FISIOLOGI
27. PENGARUH PEMBAWA THD KETERSEDIAAN
HAYATI SEDIAAN PARENTERAL
1. LARUTAN DALAM AIR (Aqueous Solution)
Penambahan bhn makromolekul larut air ke dalam
larutan dgn pelarut air, memperlama waktu-aksi zat
aktif.
contoh:
Polivinilpirolidon memperlama aksi Insulin dan
Gonadotropin korionat.
Gelatin dan karboksimetilsellulosa
Makromolekul meningkatkan kekentalan cairan
menghambat laju difusi z.a ke cairan interstitial, dgn
cara :
- membentuk kompleks yg sukar larut / sukar
diserap.
- menghambat metabolisme senyawa oleh enzim
28. 2. SUSPENSI DALAM AIR (Aqueous Suspension)
penyuntikan suspensi dlm air dpt memperlama
aksi obat (tergantung ukuran partikel) makin
besar diameter partikel (sampai 100 µm), waktu-
aksi obat makin panjang.
Partikel berukuran yg lebih besar menyulitkan
penyuntikan dan menimbulkan rasa sakit.
29. 2. SUSPENSI DALAM AIR (Aqueous Suspension)
penambahan makromolekul yg larut air ke dlm
suspensi dpt meningkatkan stabilitas sediaan
akan menambah/memperlama waktu-aksi.
contoh:
metilsellulosa, Na-karboksimetilsellulosa, Na-
alginat, gelatin dan dekstran --> meningkatkan
kekentalan sediaan.
peningkatan kekentalan sediaan untuk
memudahkan penyuntikan flakon hrs dikocok, krn
suspensi mjd lebih cair ketika flakon dikocok.
30. 3. LARUTAN DAN SUSPENSI DALAM MINYAK
(Oleaginous solution and Oleaginous suspension)
pelepasan z.a dari larutan dan suspensi dlm
pembawa minyak lebih sulit dibandingkan dgn
pembawa air.
Kekentalan larutan sediaan bertambah dgn adanya
makromolekul.
contoh:
Aluminium stearat pd penisillin.
Aluminium oleat.
Aluminium monopalmitat.
Kalsium dan magnesium stearat
Aluminium aralkilfosfat.
Metilsellulose.
pektin
31. PENGENDAPAN ZAT AKTIF PADA TEMPAT
PENYUNTIKAN
dikarenakan:
a. pengaruh perbedaan pH antara pembawa dgn
cairan biologik.
b. Pengaruh pengenceran sediaan oleh cairan
interstitial.
Pengendapan memperpanjang aksi zat aktif.
contoh: anestesi lokal.
32. TABLET SUSUK / IMPLAN
diletakkan di bawah kulit setelah dilakukan
pembedahan.
Tablet dapat melepaskan z.a yg dikandungnya
dlm waktu lama krn luas permukaan yg dibedah
sgt terbatas.
Laju absorbsi tergantung pd:
Sifat fisiko-kimia z.a
Karakteristik cairan biologik di area penanaman
tablet.
33. Bila z.a sangat sukar larut, absorbsi ditentukan oleh
laju pelarutan bahan padat dlm cairan biologik yg
dipengaruhi oleh:
tebal lapisan difusi yg mengelilingi tablet-
susuk (dipengaruhi gerakan tubuh dan debit
darah di tempat penyusukan, dan pengurutan
area ini akan mempermudah pelepasan/pelarutan
z.a dan meningkatkan laju absorbsi).
TABLET
SUSUK/IMPLAN
34. Setelah penanaman tablet susuk, jaringan ikat akan
membentuk kapsul yg menyelubungi tablet.
Laju pelepasan z.a akan semakin lambat bila kapsul
jaringan semakin tebal.
Suhu tubuh berperan juga pd laju pelepasan z.a
Difusi tjd lebih cepat bila suhu tubuh tinggi
kekentalan cairan berkurang (kekentalan meningkat
bila suhu tubuh turun).
TABLET
SUSUK/IMPLAN
35. EVALUASI BIOFARMASETIK
OBAT YG DIBERIKAN PARENTERAL
Tujuan :
1. menentukan waktu aksi yg diharapkan (fungsi dr
karakteristik farmakokinetik senyawa dan
tujuan pengobatan),
2. mempertimbangkan faktor yg berpengaruh yaitu;
pemilihan bahan pembawa dan ketercampuran
fisiko-kimia bahan tambahan dgn molekul z.a.
3. kontrol in vivo peningkatan kadar dlm darah pd
hewan dan dilanjutkan dgn pengujian pd
manusia.
36. EVALUASI
1. Uji Stabilitas Fisiko-kimia
a.l:
Penampilan fisik spt: warna, bau, rasa,
konsistensi
Viskositas, homogenitas
Perubahan kandungan zat
Diuji pd rangkaian kondisi spesifik tertentu (suhu,
pH, intensitas cahaya, dan konsentrasi obat pd
selang waktu tertentu)
2. Uji Mikrobiologi
3. Uji Invivo
Editor's Notes
Absorbsi obat setelah injeksi sc lebih lambat dibanding injeksi iv.
Kondisi patofisiologis spt luka bakar akan meningkatkan penembusan obat melintasi kulit dibandingkan dgn kulit utuh normal.
Anestesi lokal ukuran partikel tdk dpt dikendalikan dan campuran pelarut organik sering menyebabkan terjadinya peradangan.