Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Maluku, Papua dan Papua Barat, 13 Mei 2015
Peraturan Menteri Nomor P.34/MENLHK/Setjen/KUM.1/5/2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan.
Hanya 8% dari Kawasan Hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten yang memiliki kepastian hukum. Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Kehutanan dan Perkebunan untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Saat ini, krisis energi di Kalimantan Timur adalah hal yang tak terelakkan. Tingkat ketergantungan terhadap energi fosil masih tinggi ( (bahan bakar minyak 71%, batubara 2%, dan sumber lainnya 27%). Sedangkan rencana pemanfaatan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) belum berjalan efektif.
Disisi lain, cadangan energi fosil di Kalimantan Timur menurun, dan belum bisa diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan infrastruktur energi yang tersedia juga harus diakui telah membatasi akses masyarakat terhadap energi. Ikhtiar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memenuhi kebutuhan energi kerap mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan, bahkan pada derajat tertentu hal dapat memicu konflik di tengah masyarakat.
Situasi ini kemudian diperparah oleh kondisi dimana peruntukkan lahan untuk tanaman pangan dalam RTRW Kalimantan Timur hanya 412.096 hektar. Alokasi tersebut sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan luasan perkebunan lahan sawit 3.465.629 hektar, luas tambang 5.200.000 hektar, HTI seluas 1.600.000 hektar, dan HPH 4.900.000 hektar. Tidak dapat dipungkiri, hal ini akan membuat asa untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Kalimantan Timur semakin jauh dari harapan.
Koalisi Publish What You Pay Indonesia menyusun kertas posisi, sebagai penyikapan atas krisis energi di Kalimantan Timur.
Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan dan Iuran Usaha Pemanfaatan Hutan
NOMOR : P.8/PSKL/SET/KUM.1/9/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMANFAATAN HUTAN DAN RENCANA KERJA TAHUNAN IZIN PEMANFAATAN HUTAN PERHUTANAN SOSIAL
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Minerba untuk wilayah Maluku, Papua dan Papua Barat, 13 Mei 2015
Peraturan Menteri Nomor P.34/MENLHK/Setjen/KUM.1/5/2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Miskinnya Rakyat dan Kayanya Hutan.
Hanya 8% dari Kawasan Hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten yang memiliki kepastian hukum. Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor Kehutanan dan Perkebunan untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Saat ini, krisis energi di Kalimantan Timur adalah hal yang tak terelakkan. Tingkat ketergantungan terhadap energi fosil masih tinggi ( (bahan bakar minyak 71%, batubara 2%, dan sumber lainnya 27%). Sedangkan rencana pemanfaatan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) belum berjalan efektif.
Disisi lain, cadangan energi fosil di Kalimantan Timur menurun, dan belum bisa diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan infrastruktur energi yang tersedia juga harus diakui telah membatasi akses masyarakat terhadap energi. Ikhtiar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memenuhi kebutuhan energi kerap mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan, bahkan pada derajat tertentu hal dapat memicu konflik di tengah masyarakat.
Situasi ini kemudian diperparah oleh kondisi dimana peruntukkan lahan untuk tanaman pangan dalam RTRW Kalimantan Timur hanya 412.096 hektar. Alokasi tersebut sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan luasan perkebunan lahan sawit 3.465.629 hektar, luas tambang 5.200.000 hektar, HTI seluas 1.600.000 hektar, dan HPH 4.900.000 hektar. Tidak dapat dipungkiri, hal ini akan membuat asa untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Kalimantan Timur semakin jauh dari harapan.
Koalisi Publish What You Pay Indonesia menyusun kertas posisi, sebagai penyikapan atas krisis energi di Kalimantan Timur.
Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan dan Iuran Usaha Pemanfaatan Hutan
NOMOR : P.8/PSKL/SET/KUM.1/9/2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMANFAATAN HUTAN DAN RENCANA KERJA TAHUNAN IZIN PEMANFAATAN HUTAN PERHUTANAN SOSIAL
Keynote speech menteri pertanian dalam seminar keadulatan panganZain Corps
Terkait dengan upaya pengendalian alih fungsi lahan Data BPN (Badan Pertanahan Nasional) menunjukan bahwa saat ini ada 585 dokumen hukum tentang lahan. Beberapa diantara peraturan itu bertentangan satu sama lainnya, sehingga sulit untuk diterapkan. Pengaturan tentang pelarangan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian, utamanya sawah, telah dikeluarkan beberapa peraturan sejak akhir tahun 80-an. Diantaranya :
1. Pelarangan pembangunan kawasan industri dengan Alih Fungsi Lahan Pertanian (Keppres No.53/1989).
2. Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi tanah basah dan pengairan beririgasi bagi kawasan industri (Keppres No.33/1990).
3. Pencegahan pengunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian melalui penyusunan RTRW (SE MNA/KBPN 401-1851/ 1994),
4. Izin lokasi tdk boleh mengalihfungsikan sawah irigasi teknis (SE MNA/KBPN 401-2261/1994).
Terakhir kita telah menghasilkan UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Undang-undang ini menggunakan pendekatan kawasan dan lebih bersifat upaya pencegahan terjadinya alih fungsi lahan, melalui pendekatan insentif dan non insentif. Sebagai turunan dari undang-undang ini telah disusun beberapa peraturan pemerintah, diantaranya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Presentasi oleh Mas Achmad Santosa, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mengenai Revisi PERMENTAN No. 26 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Perkebunan. Diselenggarakan oleh ELSAM, Sawit Watch, SPKS, dan PILNET di Jakarta, 29 Mei 2013.
1. Mendorong Keterbukaan Perizinan dan Masukan bagi Perda Pertambangan di Provinsi NTB
2. Mengakses Informasi Izin Pertambangan: Aksi Jamhur yang Menginspirasi
3. Tantangan Keterbukaan Beneficial Ownership bagi Negara Anggota OGP
4. Urgensi Kebijakan Satu Data di Provinsi NTB
5. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Pengawasan Pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam edisi ini :
Memperkenalkan mita kita
Keterbukaan Informasi Publik
Keberhasilan baru-baru ini
Dukungan melalui pendidikan
Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
Pemantauan dan Pelaporan Pelanggara Daerah-daerah baru
Penelitian SETAPAK
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
"Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di Area Peruntukan Lain (APL)" Presentasi Ninil Jannah dalam Workshop Mitra/Stakeholders Kunci PT.SMART - than 2016
Brief "Korsup KPK dan Penataan IUP Sektor Minerba" memotret bagaimana perjalanan Korsup KPK yang dimulai sejak tahun 2014. Awalnya, Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) ini meliputi sektor Kelautan, Perikanan, Pertambangan, serta Kehutanan, dan Perkebunan. Namun melihat peliknya peta persoalan dan urgensi penataan secara menyeluruh, Korsup Pertambangan diperluas cakupannya tidak hanya pada sektor Minerba, namun meluas pada sektor migas, kelistrikan, Energi Baru dan Terbarukan.
Rekomendasi yang didorong adalah: Pertama, Segera dilakukan penertiban atas IUP Non-CnC dan IUP yang masih berada di kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung. Kedua, Segera diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Moratorium Izin Tambang. Ketiga, Segera dilakukan revitalisasi dan pengembangan database perizinan yang terintegrasi dengan kebijakan satu peta secara nasional. Keempat, segera dikembangkan perbaikan mekanisme perizinan sektor pertambangan minerba secara nasional di pusat dan daerah.
Similar to MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN DAN TANTANGAN (20)
Bahan Doa dan Percakapan Rohani "God Meets You Where You Are" yang diselenggarakan oleh Rumah Retret Panti Semedi - Klaten tanggal 17 & 19 April 2020.
Untuk mengetahui kegiatan daring terbaru RR Panti Semedi dapat dilihat di akun Instagram @pantisemediklaten
POKOK - POKOK PIKIRAN INISIATOR PANSUS MONITORING DAN EVALUASI PERIZINAN HGU, IU-PERKEBUNAN, HTI, HPHTI, IUPHTI, HPH, HTR, IZIN USAHA PERTAMBANGAN IZIN INDUSTRI, IZININ LINGKUNGAN ( AMDAL, UPL-UKL ) DALAM UPAYA MEMAKSIMALKAN PENERIMAAN PAJAK SERTA PENERTIBAN PERIZINAN DAN WAJIB PAJAK. SE-PROVINSI RIAU DALAM RANGKA MENDUKUNG MARATORIUM LAHAN, HUTAN DAN PERIZINAN.
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adatseptianm
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat : Kiat praktis bagi pendamping hukum rakyat, masyarakat sipil, dan pemimpin masyarakat adat.
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN DAN TANTANGAN
1. 22 January 2015
William Sabandar
Deputi Operasi
Badan Pengelola REDD+
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN
HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:
KESEMPATAN DAN TANTANGAN
2. Blusukan Asap Presiden Jokowi, 27 Nov 2014
1
“Moratorium ijin perkebunan sampai detik
ini masih terus,…, kelihatannya akan kita
teruskan. Moratorium ijin yang akan
berakhir Mei 2015, akan kita teruskan.”
Presiden Jokowi, November 2014
“Kita akan (melakukan) perlindungan
menyeluruh gambut. … Ini bisa
diaplikasikan, ini bisa dipermanenkan.
Supaya apa yang dilakukan masyarakat
ditindaklanjuti pemerintah. Gambut
sepanjang tahun harus basah. Kalau
basah tidak mudah terbakar atau dibakar.
Kuncinya di situ.
Presiden Jokowi, November 2014
3. 2
Tangkap pelaku yang menyuruh
masyarakat bakar hutan dan rusak
hutan. Tangkap semua. Selama ini
ada pembiaran. Korporasi harus
ditegaskan. Dengan korporasi harus
tegas. Jangan ada toleransi lagi. Masa
kita biarkan bisnis berpesta menjarah
sumber daya alam Indonesia kita diam
saja. Tegas dalam pemeberian izin,
tidak ada toleransi, lakukan
penegakan hukum,”
Presiden Jokowi, November 2014
Blusukan Asap Presiden Jokowi, 27 Nov 2014
4. 3
• Ministries/institutions have
multiple and different concepts on
degraded/abandoned land.
Masyarakat Sungai Tohor Menyekat Kanal
Dari bantuan Presiden Jokowi sebesar
Rp. 300 juta, masyarakat sudah
membuat 10 sekat kanal parit gambut
dari 11 yang ditargetkan di Sungai
Tohor.
10 sekat kanal yang dibuat menghabiskan
dana sekitar Rp150 juta. Sisa dana Rp 150
juta akan dialokasikan untuk
pembangunan sekat kanal permanen dari
semen, diperkirakan akan menghabiskan
Rp180 juta. Dengan demikian masih ada
kekurangan Rp30 juta yang diperlukan.
Namun warga siap untuk mencari
kekurangan dana secara mandiri.
Penggunaan dana ini pun diawasi oleh
tokoh masyarakat dan pemerintah desa
dan kecamatan secara transparan.
5. 4
• Sebagian besar areal konsesi PT LUM merupakan tanah gambut dengan
kedalaman > 2 meter.
• Kalau ijin HTI PT LUM dicabut, masyarakat sudah mempersiapkan inisiatif untuk
merestorasi bekas lahan konsesi menjadi Hutan Desa.
#BlusukanAsap: tuntutan masyarakat agar
Pemerintah mencabut ijin HTI PT LUM
6. 5 AGENDA MUSIM SEMI
1. Efektifkan pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut
2. Perkuat Moratorium hutan dan lahan gambut lewat gerakan
Satu Peta
3. Lembagakan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat
adat
4. Perbaiki tata kelola perijinan lahan dan efektifkan resolusi
konflik
5. Efektifkan penegakan dan pembaruan hukum dibidang
reforma agraria dan pengelolaan SDA
5
7. Agenda 1: Pencegahan Karhutla
1. Penanganan Sungai Tohor: penutupan kanal untuk menjaga agar gambut tetap basah
2. Penetapan wilayah gambut sebagai kawasan lindung dalam RTRW
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang konsesi
4. Memastikan perusahaan melaksanakan tata kelola air untuk memastikan gambut tetap
basah dalam rangka mencegah karhutla
5. Pelaksanaan evaluasi terhadap luas konsesi perusahaan yang terbakar kawasannya
6. Peningkatan kapasitas pemda dalam penyelesaian konflik diwilayah konsesi
7. Membangun sistem monitoring karhutla terintegrasi di provinsi dan kabupaten
8. Penyusunan peraturan kepala daerah terkait pencegahan karhutla
9. Penguatan sistem kelembagaan untuk pembinaan dan pengawasan bagi pemegang
konsesi
10. Penegakan hukum administrasi terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan
rekomendasi audit kepatuhan
11. Optimalisasi sistem koordinasi pencegahan karhutla
12. Pemberdayaan masyarakat peduli api
13. Penyedian sarana dan prasarana PLTB bagi masyarakat
14. Penyediaan anggaran pencegahan yang memadai dalam APBD
15. Akses terhadap dana dalam kegiatan pencegahan karhutla
6
Mengembangkan Aksi 2015 Riau dari Rekomendasi Audit Kepatuhan
8. Karhutla Monitoring System (KMS)
KMS meliputi aspek manusia, proses, dan teknologi
terkini untuk memastikan sistem dapat
diimplementasikan dan dieksekusi dengan baik di
lapangan.
Manfaat/Tujuan KMS:
Pencegahan – menyediakan analisa untuk memprediksi
potensi kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
Pengendalian – menyebarkan data dan informasi paling
dekat waktu (near-real-time) kepada pemangku
kepentingan tertentu untuk pengendalian api
Penegakan Hukum – menyediakan data dan informasi
berbasis fakta atas pelanggaran karhutla untuk
ditindaklanjuti secara hukum
Implementasi KMS:
KMS sudah di ujicoba – di lapangan untuk pencegahan
karhutla dan pemadaman dini dan awal serta audit
kepatuhan hukum
Monitoring – menyebarkan informasi harian untuk
monitoring dan evaluasi pencegahan dan aksi cepat di
lapangan
Komunikasi Data Harian – menyediakan data dan
informasi terkini yang mudah diakses oleh banyak pihak
dan mudah dilakukan analisis berbasiskan spasial
Pada rapat yang dipimpin Wapres Budiono 23 September 2014: Riau mendapat pujian keberhasilan pencegahan dan
pemadaman kebakaran hutan. Peran Polda Riau sangat besar
10. Agenda 2: Perkuat Moratorium Hutan dan
Lahan Gambut
1. Perhatian khusus pada lahan gambut. Peta gambut harus definitif dengan
skala 1:50.000
2. Dorong pengukuhan kawasan hutan mencapai 100%.
3. Lakukan review perijinan secara proaktif melibatkan pemerintah daerah
4. Lakukan monitoring, verifikasi dan penegakan hukum secara efektif
5. Integrasikan peta indikatif atau definitif kawasan hutan dan gambut dengan
RTRW
9
11. Agenda 2: Mendorong Gerakan Satu Peta (One Map)
10
Baseline Data & Cadastral Map
• Satu Referensi
• Satu Standard
• Satu Database
• Satu Geoportal
12. Agenda 3: Melembagakan Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
1. Mengembangkan kapasitas serta membuka ruang partisipasi MHA yang
aktif dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pemerintahan,
termasuk namun tidak terbatas pada program REDD+;
2. Mendorong percepatan terwujudnya sinkronisasi dan harmonisasi
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan
pengakuan MHA termasuk namun tidak terbatas pada kriteria penetapan
keberadaan, mekanisme pengakuan dan kriteria penetapan pemetaan MHA;
3. Mendorong terwujudnya peraturan perundang-undangan yang menjadi
landasan hukum bagi perlindungan dan pengakuan MHA, termasuk namun
tidak terbatas pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan
Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) dan RUU Pertanahan
melalui partisipasi aktif pemerintah dalam proses penyusunan kedua RUU
dimaksud;
4. Mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan pendataan keberadaan
MHA beserta wilayahnya melalui proses inventarisasi dan penetapan dengan
Peraturan Daerah;
11
13. Agenda 3: Melembagakan Pengakuan dan
Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
5. Menginventarisir dan mengupayakan penyelesaian berbagai konflik
yang terkait dengan keberadaan MHA sekaligus dapat mengantisipasi
potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin kepastian hukum atas
perlindungan hak setiap warga negara;
6. Melaksanakan pemetaan dan penataan terhadap penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang terintegrasi dan berkeadilan
dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat termasuk MHA;
7. Memperkuat kapasitas kelembagaan dan kewenangan berbagai pihak
termasuk pihak yang bertanggungjawab dan bertugas untuk melakukan
pengakuan dan perlindungan MHA di pusat dan daerah;
8. Mendukung pelaksanaan program REDD+ sebagai salah satu upaya
untuk mengembangkan partisipasi MHA secara hakiki dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12
14. 13
Sistem/Satu Informasi
Perizinan (SIP)
•Pembangunan infrastruktur
SIP
•Pengumpulan dan digitalisasi
dokumen
•Perbaikan pengarsipan
•Sosialisasi SIP
•Penerbitan kebijakan
implementasi SIP
Audit Perizinan
•Pembentukan Pedoman
Audit Legalitas Izin
•Pelaksanaan Audit Legalitas
Izin (dokumen dan lapangan)
•Evaluasi Sistem Perizinan
•Penyusunan Rekomendasi
(perbaikan kebijakan dan
penertiban izin)
Tindak Lanjut
Rekomendasi
• Penertiban izin yang
bermasalah
• Penyelesaian
konflik/tumpang tindih
lahan
• Perbaikan kebijakan dan
harmonisasi peraturan
OUTCOME
•Data izin yang lengkap & mutakhir, serta dapat diakses pusat dan daerah (termasuk satu peta izin)
•Sistem perizinan online yang memperbaiki tata kelola perizinan dan terintegrasi (mengadopsi
Keterbukaan Informasi Perizinan)
•Iklim investasi yang baik (memberikan kepastian hukum dan bebas konflik)
•Peraturan hukum yang harmonis antara pusat dan daerah, serta mendukung tata kelola perizinan
•Emisi GRK turun, ekonomi tumbuh & kesejahteraan rakyat meningkat
Catatan:
Untuk tahap awal, program dilakukan terhadap Perizinan Bidang Pertambangan dan Perkebunan
Agenda 4: Perbaiki Tata Kelola Perijinan Lahan
15. Agenda 4: Satu Informasi Perizinan
14
Bekerjasama dengan BKPM dalam mengembangkan SIP
16. Agenda 5: Peta Jalan Pembaruan Hukum
Prioritas legislasi yang harus diperkuat atau direvisi
adalah :
• Memperkuat legeslasi terkait pengakuan dan perlindungan
Masyarakat Hukum Adat
• Penguatan regulasi terkait perlndungan lahan gambut,
termasuk standar lingkungan hidup dan KLHS;
• Memperkuat peraturan menteri kehutanan terkait klaim
dan verifikasi dalam proses pengukuhan
• Peraturan Presiden atau MoU mengenai sistem perizinan
terpadu
• Optimalisasi UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan;
• Revie proses HGU
Penguatan Prosedur dan mekanisme untuk memperkuat
atau merevisi legeslasi
• Pembangunan sistem database legeslasi yang terintegrasi
khususnya berkaitan dengan sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Proses Saat Ini
15
17. Agenda 5: Peta Jalan Pembaruan Hukum
terkait Tata Kelola Hutan dan Lahan Gambut
16
Bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM dalam mengembangkan Peta
Jalan Pembaruan Peraturan SDA-LH dan Database Peraturan:
18. Agenda 5: Penguatan Peraturan Perlindungan
Lahan Gambut
17
• PP 71/2014 yang terbit September 2014 merupakan
peraturan satu-satunya yang mengatur mekanisme
perlindungan dan pengelolaan lahan gambut secara
komprehensif;
• Badan Pengelola REDD+ telah menyelenggarakan
diskusi dengan para pakar, Kementerian dan Lembaga
Terkait, serta perwakilan masyarakat sipil mengenai
efektivitas PP 71/2014 dalam upaya perlindungan lahan
gambut.
• Poin hasil diskusi tersebut adalah perlu adanya upaya
cepat untuk mengimplementasikan PP 71/2014.
Dalam kelebihan dan kekurangan PP ini, efektivitas
perlindungan gambut dapat direalisasikan melalui
penyusunan peraturan pelaksana yang scientific
based dan patisipatif.
19. Agenda 5: Fasilitasi Pemberantasan
Kejahatan Terorganisir di Hutan dan Lahan
18
Praktik Korupsi ditengarai masih banyak mewarnai
proses peradilan
Lemahnya kondisi penegakan hukum, antara lain
karena kurangnya kapasitas dan integritas penegak
hukum.
Belum dioptimalkannya pengawasan dan penaatan
hukum sebagai tulang punggung penegakan hukum
administrasi
1
2
3
Pertautan kepentingan politik dan bisnis yang
berpotensi untuk menghambat penegakan hukum yang
efektif
4
Terdapat indikasi praktik kejahatan terorganisir
dalam pemanfaatan hutan dan lahan:
20. 22 January 2015
William Sabandar
Deputi Operasi
Badan Pengelola REDD+
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN
HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:
KESEMPATAN DAN TANTANGAN