Teori elite menyatakan bahwa kebijakan publik dibuat untuk kepentingan kelompok elit yang berkuasa dan tidak mencerminkan kebutuhan rakyat biasa. Teori kelompok menekankan bahwa kebijakan merupakan hasil pertarungan antar kelompok kepentingan. Teori institusionalisme fokus pada peran lembaga dalam proses kebijakan.
Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Suplemen Materi “Agenda Setting dan Perumusan Kebijakan”
Diklat Analisis Kebijakan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta, 4-5 Maret 2013
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
keterlibatan aktif warga negara adalah sebuah keniscayaan, ini adalah bentuk nyata sebuah negara demokratis yang melibatkan partisipasi seseorang dalam keputusan-keputusan politik sesuai norma, domain dan hirarkinya.
Kebijakan publik merupakan segala hal yang ini menunjukkan
diputuskan oleh pemerintah. Definisi
bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang merupakan sebuah aturan dari pemerintah yang harus di ikuti oleh siapapun tanpa terkecuali, kebijakan tersebut diberlakukan agar terciptanya suatu peraturan yang dapat membuat masyarakat ikut patuh terhadap kebijakan yang sudah dibuat. Buku ini disusun guna memfasilitasi agar mahasiswa lebih mampu memahami mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan implementasi kebijakan publik.
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi
keterlibatan aktif warga negara adalah sebuah keniscayaan, ini adalah bentuk nyata sebuah negara demokratis yang melibatkan partisipasi seseorang dalam keputusan-keputusan politik sesuai norma, domain dan hirarkinya.
Kebijakan publik merupakan segala hal yang ini menunjukkan
diputuskan oleh pemerintah. Definisi
bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang merupakan sebuah aturan dari pemerintah yang harus di ikuti oleh siapapun tanpa terkecuali, kebijakan tersebut diberlakukan agar terciptanya suatu peraturan yang dapat membuat masyarakat ikut patuh terhadap kebijakan yang sudah dibuat. Buku ini disusun guna memfasilitasi agar mahasiswa lebih mampu memahami mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan implementasi kebijakan publik.
Kebijakan public dan administrasi negara memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Kebijakan public atau public policy merupakan salah satu bidang kajian yang menjadi pokok perhatian administrasi negara.. Bidang kajian ini amat penting bagi administrasi negara, karena selain ia menentukan arah umum yang harus ditempuh untuk mengatasi isu-isu masyarakat, iapun dapat dipergunakan untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan. Selain itu dapat pula dipergunakan untuk mengetahui betapa luas dan besarnya organisasi pemerintahan
Secara konseptual, kebijakan public ( public policy ) itu dipelajari oleh 2 ilmu disiplin yaitu ilmu politik dan ilmu administrasi publik. Masing-masing disiplin ilmu tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap Kebijakan Publik. Hal ini dikarenakan masing-masing disiplin ilmu itu memiliki Locus dan Focus yang berbeda. Locus ilmu administrasi negara adalah organisasi dan manajemen, sedangkan focus ilmu adminiatrasi negara adalah efektifitas dan efisiensi
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptxnuzzayineffendi52
**Budaya Populer (Pop Culture)**
Budaya populer adalah serangkaian praktik, kepercayaan, dan objek yang dominan dalam masyarakat pada waktu tertentu. Ini mencakup berbagai aspek seperti musik, film, fashion, teknologi, dan media sosial yang dinikmati oleh banyak orang. Budaya populer sering dipengaruhi oleh selebriti, tren media, dan perkembangan teknologi, serta cepat berubah sesuai dengan preferensi publik. Contoh budaya populer meliputi fenomena seperti K-pop, serial TV seperti "Game of Thrones," dan aplikasi seperti TikTok. Budaya populer seringkali mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang diterima secara luas dalam masyarakat, tetapi juga bisa menjadi tempat bagi inovasi dan perubahan sosial.
**Budaya Massa (Mass Culture)**
Budaya massa adalah budaya yang diproduksi dan didistribusikan secara massal kepada publik oleh industri media dan hiburan. Ini mencakup produk-produk seperti film Hollywood, musik pop, acara TV, dan iklan yang dirancang untuk menjangkau audiens yang luas. Budaya massa sering kali diproduksi dengan tujuan komersial dan cenderung mengikuti formula yang dapat diterima secara luas untuk memaksimalkan daya tarik dan keuntungan. Karakteristik utama dari budaya massa adalah homogenisasi konten, di mana produk budaya yang dihasilkan cenderung seragam dan dapat diterima oleh berbagai kelompok masyarakat. Budaya massa seringkali dikritik karena dianggap mengurangi keragaman budaya dan mempromosikan konsumerisme.
Meskipun keduanya saling berkaitan, perbedaan utama antara budaya populer dan budaya massa terletak pada bagaimana budaya tersebut diproduksi, didistribusikan, dan diterima oleh publik. Budaya populer lebih bersifat dinamis dan reflektif terhadap tren yang muncul dari masyarakat itu sendiri, sementara budaya massa lebih bersifat terorganisir dan diproduksi untuk konsumsi massal.
Disusun oleh :
Kelas 6D-MKP
Hera Aprilia (11012100601)
Ade Muhita (11012100614)
Nurhalifah (11012100012)
Meutiah Rizkiah. F (11012100313)
Wananda PM (11012100324)
Teori ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas
Matakuliah : KEPEMIMPINAN
Dosen : Dr. Angrian Permana, S.Pd.,MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2. Teori, Aliran dan Jenis Kebijakan Publik
1. Elite theory
2. Group theory
3. Institutionalism theory
4. Political system theory
3. 1. Elite Theory
• Elite Theory bersifat top-down, tidak bottom-up
• Kebijakan publik dibuat tidak berdasar kepada tuntutan,
dukungan atau partisipasi rakyat.
• Keterlibatan publik (public involvement) baik proses
perumusan maupun implementasinya di abaikan (Prof.
Solichin Abdul Wahab, 2008).
4. Thomas Dye dan Harmon Ziegler (1970)
• Warga negara terbagi dalam kelompok kecil yang
berkuasa disebut ruling elite dan kelompok lain disebut
non elite.
• Ruling elite berasal dari golongan menengah ke atas,
dan non elite biasanya kelompok besar, tidak berdaya,
dan tergantung pada kemauan ruling elite.
5. • Perpindahan status dari non elite ke ruling elite sangat
terbatas.
• Keterbatasan ini sengaja dilakukan untuk menjaga
stabilitas dan kelangsungan hidup ruling elite.
• Hanya mereka yang bisa menerima basic elite
consensus yang dapat diterima ruling elite.
6. • Kebijakan publik dibuat untuk kepentingan ruling elite,
dan tidak mencerminkan kebutuhan keinginan rakyat
banyak (non elite).
• Perubahan kebijakan publik hanya bersifat inkremental
atau berkembang sedikit demi sedikit secara teratur,
tidak revolusioner.
• Ruling elite lebih banyak mempengaruhi non elite dari
pada sebaliknya.
7. • Elite theory pada umumnya menentang keras terhadap
pandangan yang menyatakan bahwa kekuasaan di
dalam masyarakat itu harus terdistribusi secara merata.
• Elite theory membenarkan adanya sekelompok kecil
masyarakat yang mempunyai kemampuan lebih dalam
mengendalikan atau memerintah kelompok besar di
dalam masyarakat.
8. • Elite theory berdasarkan pada asumsi bahwa sistem
pemerintahan negara yang bersangkutan belum didukung
oleh budaya politik yg demokratis, atau mungkin secara
formal sistem pemerintahannya sudah demokratis tetapi
dalam realitas belum berfungsi dengan efektif.
• Berdasarkan nilai dan preferensi mereka, rakyat banyak
(massa) tidak mempunyai akses baik dalam formulasi
maupun implementasi kebijakan.
Keterangan:
Preferensi = hak untuk didahulukan dan diutamakan daripada
yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan, kesukaan.
9. • Tokoh-tokoh elite theory antara lain: Vilfredo Pareto,
Gaetano Mosca, dan Robert Michels.
• Sebelumnya teori yang disebut Elite theory classic. Teori
ini didasarkan pada dua pemikiran:
– Pertama, bahwa kekuasaan terletak pada posisi
otoritas di lembaga-lembaga ekonomi dan politik yang
dianggap penting.
– Kedua, perbedaan psikologis dan kemampuan yang
berbeda, yaitu mereka yang memiliki sumber daya
pribadi (pintar, cerdas, terampil, kompeten), dan
mereka yang tidak memilikinya, bahkan ada elite
yang tidak mampu mengatur dirinya sendiri.
10. • Posisi elite ditentukan oleh keunggulan psikologis dan
intelektual yang bersangkutan. Oleh karena itu elite yang
satu bisa diganti dengan elite yang lain, dan pada
kenyataannya tidak ada kelompok elite, karena pada
umumnya ketika mereka mendapat posisi tinggi, yang
terjadi justru sebaliknya (Vilfredo Pareto).
• Posisi elite ditentukan oleh karakteristik sosiologis, yang
bersangkutan memiliki keunggulan intelektual, moral,
material yang sangat berpengaruh. Elit merupakan
minoritas terorganisasi dan bahwa massa merupakan
mayoritas yang tidak terorganisir (Gaetano Mosca)
11. • Posisi elite ditentukan oleh organisasi sosial dan politik yang
dijalankan oleh beberapa individu, kuncinya adalah
pembagian kerja. Organisasi yang elitis memiliki tiga prinsip
dasar yaitu pemimpin, staf khusus dan fasilitas (Robert
Michels).
• Posisi elite dilihat dari perspektif kekuatan sosiologis pada
sistem kekuasaan. Ada tiga kelompok kekuatan yaitu politik,
ekonomi, dan militer (C. Wright Mills, 1956).
• Posisi elite dilihat dari perspektif siapa orang yang sedang
mempunyai kekuasaan menjalankan fungsi struktur negara,
dan mempunyai jaringan kepada politisi, pengusaha, tokoh
yang berpengaruh (Floyd Hunter, 1953)
12. Beberapa contoh Elite Theory
• Kebijakan yang dilakukan untuk merevisi UU KPK.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa revisi UU
tersebut cenderung akan melemahkan KPK baik dalam
proses penyelidikikan kasus, maupun dalam
pemberantasan korupsi secara umum.
• Pada masa orde lama adanya kebijakan dekrit presiden
5 Juli 1959. Pada masa itu presiden mengatakan bahwa
negara menggunakan sistem demokrasi terpimpin, dan
kekuasaan negara menjurus kepada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah).
13. • Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah
penjualan sebagian atau semua saham sebuah
perusahaan milik negara / pemerintah kepada umum,
baik melalui penjualan langsung ke perusahaan swasta
nasional, perusahaan asing, maupun melalui bursa efek.
• Secara politis kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena pada kenyataannya BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing.
14. 2. Group Theory
• Adalah teori yang menganggap kebijakan publik sebagai
produk dari perjuangan kelompok. Kebijakan publik
merupakan titik equilibrium dalam suatu perjuangan
antar kelompok.
• Penekanan pada bagaimana peranan political interests
group dalam proses formulasi dan implementasi
kebijakan.
15. • Intinya adalah interaksi yang terjadi di dalam kelompok
akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan
tersebut adalah yang terbaik.
• Individu di dalam kelompok kepentingan berinteraksi
secara formal maupun informal, secara langsung atau
melalui media massa menyampaikan tuntutan/gagasan
kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan
publik yang diperlukan.
16. • Banyak tuntutan yang saling bersaing di antara
kelompok-kelompok kepentingan yang berpengaruh.
• Hasil persaingan antara kelompok kepentingan tersebut
pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai
dalam pertarungan antar kelompok tadi.
• Agar pertarungan ini tidak bersifat merusak, maka
sistem politik berkewajiban untuk mengarahkan
persaingan kelompok tersebut.
17. Peranan sistem politik pada model ini adalah usaha untuk
memanage konflik yang muncul akibat adanya perbedaan
tuntutan melalui:
1. Merumuskan aturan main antarkelompok kepentingan.
2. Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan.
3. Memungkinkan terbentuknya kompromi di dalam kebijakan
publik (yang akan dibuat).
4. Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.
Menurut teori ini dalam melakukan formulasi kebijakan,
beberapa kelompok kepentingan berusaha mempengaruhi isi
dan bentuk kebijakan secara interaktif (Wibawa, 1994).
18. • Kelompok kepentingan yang berpengaruh diharapkan
dapat mempengaruhi perubahan pembuatan kebijakan
yang lebih baik.
• Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah
anggota, kemampuan finansial, kekuatan organisasi,
kepemimpinan, hubungan yang erat dangan para
pembuat keputusan, kohesi intern para anggota, dsb.
19. • Teori kelompok dapat digunakan untuk menganalisis
proses pembuatan kebijakan, menelaah kelompok-
kelompok apakah yang saling berkompetisi untuk
mempengaruhi pembuatan kebijakan, dan siapakah
yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap keputusan
yang dibuat.
• Pada tingkat implementasi, kompetisi antar kelompok
juga merupakan salah satu faktor yang menentukan
efektifitas kebijakan dalam mencapai tujuan.
20. Contoh Group Theory
• Kebijakan untuk memberikan hak istimewa kepada
daerah-daerah terntentu. Contohnya seperti : Aceh,
Papua, Yogyakarta.
• Kebijakan pemberlakuan kembali kuota 30 persen
perempuan dalam pemilihan legislatif. Kuota itu
tercantum dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
• Kebijakan untuk memperoleh hak pemekaran daerah
apa bila sudah memenuhi syarat dan kriteria yang
berlaku.
21. Daftar Pustaka
1. Analisis Kebijakan. Nugroho, Rian. 2006. PT Elex
Media Komputindo: Jakarta.
2. Kebijakan Publik yang Membumi. Drs. Hessel Nogi S.
Tangkilisan, Msi. 2003.
3. Lukman Offset & YPAPI: Yogyakarta
4. DR. Joko Widodo, M.S. Analisis Kebijakan Publik,
Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik.