SlideShare a Scribd company logo
1 of 113
Download to read offline
BDE – 05 = PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN
Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi
Kode : INA.5212.113.01.05.07 Judul : Merencanakan Pondasi Jembatan
PELATIHAN
AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN
(BRIDGE DESIGN ENGINEER)
2007
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
i
KATA PENGANTAR
Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi
dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui
pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi
proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu
mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja.
Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan
Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan
pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang
diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja
tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar
kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di
bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam
Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan
pelaksanaannya.
Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya
dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari
standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan dengan menyusun Standar Latih
Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.
Modul / Materi Pelatihan BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan
unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan” dengan elemen-elemen kompetensi
terdiri dari :
1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah.
2. Memilih jenis pondasi jembatan
3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih.
Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
ii
Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi
dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis
kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan
dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/
keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing
elemen kompetensinya.
Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai
upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,
sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan setiap jabatan kerja.
Di sisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,
sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami
mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.
Jakarta, Oktober 2007
KEPALA PUSAT PEMBINAAN
KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE
NIP. : 110016435
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
iii
PRAKATA
Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan
Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan pondasi
jembatan. Ada 3 hal yang dicakup dalam modul ini yaitu analisis data geologi teknik dan
penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan
sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih.
Hasil analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah akan memberikan masukan bagi
Ahli Perencanaan Teknis Jembatan untuk mempelajari faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada
pada struktur sekunder yang berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint)
atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi
jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi-
kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan
bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya.
Setelah rencana penempatan trase jalan, abutment dan pilar jembatan ditentukan, sebelum
membuat desain pondasi jembatan, Ahli Perencanaan Teknis Jembatan harus terlebih
dahulu memilih jenis pondasi jembatan. Tergantung pada kondisi tanah pondasi, Ahli
Perencanaan Teknis Jembatan akan menetapkan pilihan pondasi, apakah pondasi
langsung, pondasi sumuran atau pondasi tiang pancang. Perencanaan pondasi baru dapat
dibuat jika jenis pondasi jembatan telah ditentukan.
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,
sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.
Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS
JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan; mudah-mudahan modul ini dapat
bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Oktober 2007
Penyusun
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
PRAKATA ............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
SPESIFIKASI PELATIHAN ................................................................................... vi
A. Tujuan Pelatihan ............................................................................................. vi
B. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... vi
PANDUAN PEMBELAJARAN .............................................................................. vii
A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ....................................................................... vii
B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................. vii
C. Proses Pembelajaran .................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1-1
1.1. UMUM ............................................................................................... 1-1
1.2. RINGKASAN MODUL ....................................................................... 1-2
1.3. BATASAN / RENTANG VARIABEL .................................................. 1-3
1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ..................... 1-4
1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ............ 1-4
1.4. PANDUAN PENILAIAN ..................................................................... 1-4
1.4.1. Acuan Penilaian ................................................................. 1-5
1.4.2. Kualifikasi Penilai ............................................................... 1-5
1.4.3. Penilaian Mandiri ............................................................... 1-7
1.5. SUMBER DAYA PEMBELAJARAN ................................................... 1-8
BAB 2 ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN
TANAH .............................................................................................. 2-1
2.1. Umum ................................................................................................ 2-1
2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik .......................... 2-1
2.2.1. Struktur Lipatan .................................................................. 2-5
2.2.2. Struktur Kekar ..................................................................... 2-8
2.2.3. Struktur Sesar ..................................................................... 2-9
2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng .......................... 2-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
v
2.3 Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar….. 2-11
2.3.1. Pengertian Kapasitas Dukung Tanah 2-12
2.3.2. Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi 2-12
2.3.3. Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof 2-16
2.4 Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar ........................... 2-19
2.4.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement) 2-20
2.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) 2-22
RANGKUMAN ................................................................................... 2-25
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 2-27
BAB 3 PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN .................................... 3-1
3.1 Umum ............................................................................................... 3-1
3.2 Penentuan Kedalaman Tanah Keras ................................................ 3-1
3.3 Penggunaan Data Daya Dukung Tanah dan Geologi Teknik ……… 3-6
3.3.1. Daya Dukung Pondasi Dangkal ......................................... 3-6
3.3.2. Daya Dukung Pondasi Dalam ............................................ 3-9
3.4 Penetapan Jenis Pondasi ................................................................. 3-12
3.4.1. Pondasi Dangkal ................................................................ 3-12
3.4.2. Pondasi Dalam ................................................................... 3-16
RANGKUMAN ................................................................................... 3-23
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 3-24
BAB 4 PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN SESUAI DENGAN
JENIS YANG DIPILIH ......................................................................
4-1
4.1 Umum …………………………………………………………………….. 4-1
4.2. Penerapan Kriteria Desain Pondasi .................................................. 4-1
4.2.1. Kriteria Desain Pondasi Sumuran ...................................... 4-2
4.2.2. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang
Pracetak/Tiang Pancang Beton Prategang Pracetak……... 4-2
4.2.3. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Baja Struktur /
Tiang Pancang Pipa Baja …………………………………… 4-5
4.2.4. Kriteria Desain Pondasi Tiang Bor Beton .......................... 4-6
4.3 Penerapan Ketentuan Pembebanan Jembatan ……………………… 4-6
4.4 Perhitungan Perencanaan Pondasi Jembatan .................................. 4-8
4.4..1. Perhitungan Perencanaan Pondasi Tiang Pancang
Kelompok ........................................................................... 4-8
4.4.2. Perhitungan Perencanaan Pondasi Sumuran ……………. 4-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
vi
RANGKUMAN ................................................................................... 4-38
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 4-39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI
DAFTAR PUSTAKA
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
vii
SPESIFIKASI PELATIHAN
A. Tujuan Pelatihan
• Tujuan Umum Pelatihan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :
Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar
perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.
• Tujuan Khusus Pelatihan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).
2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.
3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan
atas jembatan.
4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.
5. Merencanakan pondasi jembatan.
6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan.
7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.
B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian
Seri / Judul Modul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan
unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan”.
• Tujuan Pembelajaran
Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta mampu merencanakan pondasi
jembatan.
• Kriteria Penilaian
1. Kemampuan dalam menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan
tanah.
2. Kemampuan dalam memilih jenis pondasi jembatan.
3. Kemampuan dalam merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis
pondasi yang telah dipilih.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
vii
PANDUAN PEMBELAJARAN
A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur
• Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of
Trainer) atau sejenisnya.
• Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.
• Konsisten mengacu SKKNI dan SLK
• Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang
relevan dengan metodologi yang tepat.
B. Penjelasan Singkat Modul
Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:
No. Kode Judul Modul
1. BDE – 01
UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen
Lingkungan
2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis
3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan
6. BDE – 06
Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengamat Jembatan
7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan
Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:
• Seri / Judul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan
• Deksripsi Modul : Perencanaan Pondasi Jembatan merupakan salah satu
modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis
Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja dalam melakukan perencanaan pondasi jembatan mencakup
analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi
jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
viii
C. Proses Pembelajaran
Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung
1. Ceramah Pembukaan :
• Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.
• Merangsang motivasi peserta
dengan pertanyaan atau pengalaman
melakukan koordinasi pengumpulan
dan penggunaan data teknis.
Waktu : 5 menit.
• Mengikuti penjelasan
• Mengajukan pertanyaan
apabila kurang jelas. OHT – 1
2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.
• Modul ini merepresentasikan unit
kompetensi.
• Umum
• Ringkasan Modul
• Koordinasi
• Batasan/Rentang Variabel
• Panduan Penilaian
• Panduan Pembelajaran
Waktu : 20 menit.
• Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun
dan aktif.
• Mencatat hal-hal penting.
• Mengajukan pertanyaan
bila perlu.
OHT – 2
3. Penjelasan Bab 2 : Analisis data geologi
teknik dan penyelidikan tanah
• Umum
• Stabilitas tanah berdasarkan data
geologi teknik
• Analisis kapasitas dukung tanah di
bawah abutment dan pilar
• Penurunan pondasi di bawah
abutment dan pilar.
Waktu : 75 menit.
• Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun
dan aktif.
• Mencatat hal-hal penting.
• Mengajukan pertanyaan
bila perlu.
OHT – 3
4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan jenis
pondasi jembatan
• Umum
• Penentuan kedalaman tanah keras.
• Penggunaan data daya dukung
• Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun
dan aktif.
• Mencatat hal-hal penting.
• Mengajukan pertanyaan
OHT – 4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
ix
tanah dan geologi teknik
• Penetapan jenis pondasi
Waktu : 55 menit.
bila perlu.
5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan
pondasi jembatan sesuai dengan jenis
yang dipilih.
• Umum
• Penerapan kriteria desain pondasi
jembatan
• Penerapan ketentuan pembebanan
jembatan.
• Perhitungan perencanaan dimensi
pondasi jembatan
Waktu : 105 menit.
• Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun
dan aktif.
• Mencatat hal-hal penting.
• Mengajukan pertanyaan
bila perlu. OHT – 5
6. Rangkuman dan Penutup.
• Rangkuman
• Tanya jawab.
• Penutup.
Waktu : 10 menit.
• Mengikuti penjelasan
instruktur dengan tekun
dan aktif.
• Mencatat hal-hal penting.
• Mengajukan pertanyaan
bila perlu.
OHT – 8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Modul BDE-05 : Perencanaan Pondasi Jembatan merepresentasikan salah satu unit
kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge
Design Engineer).
Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-
unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi
tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang
direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.
Adapun unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam
Perencanaan Teknis Jembatan adalah :
No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi
I. Kompetensi Umum
1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa
Konstruksi (UUJK).
II. Kompetensi Inti
1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan
penggunaan data teknis.
2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau
menerapkan standar-standar perencanaan teknis
jembatan.
3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.
4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.
5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan.
6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.
III. Kompetensi Pilihan -
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-2
1.2. Ringkasan Modul
Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada
judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan
uraian sebagai berikut :
a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:
KODE UNIT : INA.5212.113.01.05.07
JUDUL UNIT : Merencanakan pondasi jembatan.
DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk
merencanakan pondasi jembatan.
Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-05 Perencanaan Pondasi
Jembatan.
b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:
1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan
sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Analisis Data Geologi Teknik dan
Penyelidikan Tanah.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:
1.1 Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai
dengan persyaratan teknis yang ditentukan.
1.2 Daya dukung tanah di bawah abutment dianalisis sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
1.3 Daya dukung tanah di bawah pilar dianalisis sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
1.4 Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai
dengan persyaratan teknis yang ditentukan.
2. Memilih jenis pondasi jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul
berjudul : Bab 3 Pemilihan Jenis Pondasi Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-3
2.1 Kedalaman tanah keras ditentukan sebagai bahan masukan dalam
memilih tipe pondasi jembatan.
2.2 Data daya dukung tanah dan geologi teknik digunakan untuk
memilih jenis pondasi jembatan.
2.3 Jenis pondasi jembatan ditetapkan sesuai dengan persyaratan teknis
yang ditentukan.
3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah
dipilih, direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan
pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:
3.1 Kriteria desain pondasi jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan
teknis yang berlaku.
3.2 Ketentuan pembebanan jembatan untuk perencanaan pondasi
diterapkan.
3.3 Dimensi pondasi jembatan dihitung dan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan
elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah
dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).
Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian,
diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung
terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang
hasilnya jelas, lugas dan terukur.
1.3. Batasan / Rentang Variabel
Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja
diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi
lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin
digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan
dan produk jasa yang dihasilkan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-4
1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi
Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:
1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;
2. Tersedia tenaga ahli yang mampu mengaplikasikan kriteria perencanaan
dan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya, mampu
menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, mampu memilih
jenis pondasi jembatan dan mampu merencanakan pondasi jembatan
sesuai dengan jenis pondasi yang dipilih;
3. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu
komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai
dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi
yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.
1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan
Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:
1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang
tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi
kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu
pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap
mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.
2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah
mantap.
3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya
kompetensi minimal yang dipersyaratkan.
4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan
batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.
1.4. Panduan Penilaian
Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan
mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan
kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk
kerja yang meliputi :
• Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang
dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.
• Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode
apa pengujian seharusnya dilakukan.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-5
• Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan
kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.
1.4.1. Acuan Penilaian
Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI
adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk
mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:
1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data geologi teknik dan
penyelidikan tanah, metode pemilihan jenis pondasi jembatan dan
metode perencanaan pondasi jembatan;
2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan
perencanaan pondasi jembatan;
3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam
menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan
perencanaan pondasi jembatan;
b. Konteks Penilaian
1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang
menyangkut pengetahuan teori
2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja/ perilaku.
3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai
pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji
Kompetensi (MUK).
c. Aspek Penting Penilaian
1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan
ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang
diperlukan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan;
2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah
dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam
melaskukan perencanaan pondasi jembatan;
1.4.2. Kualifikasi Penilai
a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai
assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-6
penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat
assesor.
b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang
akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan
lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :
1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang
ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang
dinilai.
2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang
diperlukan dalam proses penilaian.
c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis
substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang
memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga,
industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :
1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang
relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/
kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.
2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu
orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.
3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman
subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang
kompeten menurut standar penilai.
4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya
penyediaan dana lebih besar (mahal)
Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan
sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK)
perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses
tersebut.
Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai
dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk
membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar
kompetensi.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-7
KOMPETENSI ASESOR
1.4.3. Penilaian Mandiri
Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas
kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi
pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun
praktek.
Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/
Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja),
dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk
mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.
Bentuk pelatihan mandiri antara lain:
a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:
Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk
mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan
”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator
Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK
(Kriteria Unjuk Kerja)
b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan
Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta
pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:
1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat
dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.
Memiliki
Kompetensi
bidang
Substansi
Memiliki
Kompetensi
Assessment
Kompeten ?
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
1-8
2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten
mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria
Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator
Kinerja/Keberhasilan).
3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang
sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya
yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.
4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.
1.5. Sumber Daya Pembelajaran
Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Sumber daya pembelajaran teori :
- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.
- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.
- Materi pembelajaran.
b. Sumber daya pembelajaran praktek :
- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer
atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.
- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta
pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.
c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan
betul-betul kompeten.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-1
BAB 2
ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN
PENYELIDIKAN TANAH
2.1. Umum
Bab ini menjelaskan analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah yang dikaji
dari laporan pengumpulan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah yang
dibuat oleh tenaga ahli geologi dan tenaga ahli geoteknik. Analisis ini mempunyai 3
cakupan yaitu analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan
berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana
pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis
penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan
tanah.
Dari data geologi teknik dapat dipelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada
struktur sekunder, berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau
sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi
jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan
kondisi-kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan,
pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya. Jika
data geologi teknik menunjukkan ketidakmantapan lokasi jembatan, maka rencana
trase jembatan harus dipindah untuk mendapatkan lokasi yang stabil. Jika lokasi
yang stabil untuk penempatan jembatan sudah dapat ditentukan, langkah
selanjutnya adalah menentukan jumlah dan lokasi titik-titik bor dan titik-titik sondir
untuk mendapatkan data-data teknis yang diperlukan guna menghitung daya dukung
tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar jembatan. Selanjutnya
data properties tanah yang diperoleh dari pengujian laboratorium digunakan untuk
memperkirakan berapa penurunan pondasi yang akan terjadi, untuk melengkapi
desain pondasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi atau bahkan kegagalan bangunan di
kemudian hari jika jembatan telah selesai dibangun dan digunakan untuk melayani
arus lalu lintas.
2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik
Pada tahap survai pendahuluan, telah dilakukan pemetaan topografi berupa peta
situasi yang digunakan untuk menarik garis sumbu trase rencana jembatan dengan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-2
mempertimbangkan batasan-batasan geometrik yang ditentukan sesuai dengan
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Jembatan merupakan bagian dari
jalan oleh karena itu penempatan jembatan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan
geometrik yang berlaku untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna
jalan. Setelah garis sumbu trase jembatan ditentukan, pertimbangan teknis
berikutnya yang harus ditetapkan adalah dimana harus diletakkan abutment
jembatan kiri-kanan dan pilar-pilar jembatan (jika panjang jembatan memerlukan
adanya pilar), dengan melihat faktor-faktor fungsi jembatan sebagai perlintasan. Jika
jembatan berfungsi melintasi sungai, maka design flood sungai dan ketentuan
tentang clearance menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan panjang
jembatan, artinya dari sini baru dapat ditentukan lokasi-lokasi abutment dan pilar-
pilar yang diperlukan. Jika jembatan melintasi jalan raya atau jalan kereta api, maka
faktor utama yang harus dijadikan pertimbangan adalah clearance berdasarkan
ketentuan untuk masing-masing fasilitas prasarana yang dilintasi tersebut.
Kemudian pada tahap selanjutnya ahli perencana jembatan perlu melakukan
pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan
tersebut akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi
teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat.
Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang
dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup:
− Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;
− Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau
batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan
teknik sipil di daerah tersebut;
− Penampang geologi teknik pada rencana bangunan;
− Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul
oleh sebab kondisi geologi teknik.
Laporan geologi teknik pada umumnya dilampiri dengan peta geologi teknik, bisa
merupakan peta serbaguna, peta umum, peta berskala sedang atau peta
serbaguna, peta pelengkap, peta berskala kecil, atau peta serbaguna, peta
pelengkap, peta berskala besar. Peta geologi teknik biasanya dilengkapi dengan
lambang-lambang geologi dilengkapi dengan warna-warna atau notasi lambang
yang berbeda dengan pengelompokan sebagai berikut:
− Lambang-lambang batuan sedimen.
− Lambang-lambang tanah
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-3
− Lambang-lambang batuan beku
− Lambang-lambang batuan metamorf
− Lambang-lambang perlapisan
− Lambang-lambang batas
− Lambang-lambang foliasi, belahan dan unsur berbidang
− Lambang-lambang kekar
− Lambang-lambang sesar
− Lambang-lambang lipatan
− Lambang-lambang lineasi
− Lambang-lambang geomorfologi umum
− Lambang-lambang geomorfologi gerakan tanah
− Lambang-lambang hidrogeologi
− Lambang-lambang penyelidikan tempat proyek
− Lambang-lambang geologi ekonomi, pertambangan
− Lambang-lambang stratigrafi, palentologi, sedimentologi.
Tidak mudah untuk memahami makna dari lambang-lambang tersebut di atas. Oleh
karena itu disarankan agar bridge design engineer berkonsultasi dengan ahli
geologi teknik sebelum memutuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat.
Selanjutnya lihat gambar tersebut di bawah:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-4
Gambar 2-1 Peta Geologi Teknik
Diambil dari sumber : Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik Lapangan , SK SNI T-17-1991-03
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-5
Dari laporan geologi teknik tersebut yang perlu kita cermati adalah informasi tentang
struktur batuan. Jika kita mempelajari kedudukan batuan sedimen di pegunungan-
pegunungan atau dari penampang pemboran, maka sering kedudukan sedimen-
sedimen itu tampak telah terganggu, artinya tidak lagi sejajar seperti kedudukan
semula. Akan tetapi sedimen-sedimen itu telah miring letaknya, tidak tegak lurus
atau telah terlipat. Sering sedimen-sedimen itu telah nampak patah dan bergeser
melalui bidang-bidang tertentu yang disebut bidang sesar. Perubahan kedudukan
sedimen-sdimen itu disebabkan karena deformasi tektonik.
Ilmu yang mempelajari perubahan perubahan dari kedudukan mendatar batuan-
batuan endapan tersebut disebut geologi struktur atau geologi tektonik. Berdasarkan
cara pembentukannya ada 2 macam struktur, yaitu struktur primer dan struktur
sekunder. Struktur primer berhubungan dengan pembentukan batuan misalnya
perlapisan batuan, struktur aliran pada lava, rekahan akibat pendinginan/
pengerutan, struktur ini disebut juga non tektonik. Struktur sekunder, sebagai akibat
dari pada gerak-gerak di dalam kerak bumi yang menimpa batuan.
Pada dasarnya ada 2 gaya yang bekerja yaitu yang sifatnya tarik (tensional) dan
tekan (compressional). Yang berpengaruh terhadap bangunan teknik sipil adalah
jenis struktur sekunder, berwujud sebagai:
− Lipatan (fold)
− Rekahan/kekar (fractur/joint)
− Sesar (fault)
Lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan dengan demikian adalah lokasi yang
tidak melewati daerah lipatan, rekahan/kekar atau sesar. Untuk mengetahui ciri-ciri
lebih khusus apa yang dimaksud dengan lipatan, rekahan/kekar dan sesar, berikut
ini diuraikan secara lebih rinci pengertian struktur sekunder tersebut:
2.2.1. Struktur Lipatan
A. Definisi
Untuk dapat menganalisis lipatan ini lebih mudah, beberapa istilah yang
lebih umum yang dapat digunakan untuk diskripsi didefinisikan sebagai
berikut:
− Bidang sumbu (axial plane)
Bidang yang membagi lipatan sesimetris mungkin, bidang ini bisa
tegak lurus, horizontal atau lengkung.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-6
− Sumbu lipatan (axial of fold)
Perpotongan bidang sumbu dengan lapisan permukaan dari suatu
lipatan atau garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi / terendah
suatu lipatan.
− Sumbu antiklin
Garis yang menghubungkan titik tertinggi dari antiklin.
− Sumbu sinklin
Garis yang menghubungkan titik terendah dari siklin.
− Sayap (limb of flank)
Bagian lipatan yang terletak pada kedua sisi sumbu lipatan.
− Jurus (strike)
Garis perpotongan antara bidang lapisan dengan bidang horizontal.
Lapisan horizontal tidak mempunyai kemiringan dan jurus. Jurus
biasanya diukur dalam derajat sebelah timur atau barat dari utara
magnetis.
− Kemiringan
Besarnya sudut (dalam derajat) antara bidang lapisan yang miring
dengan bidang mendatar, yang diukur pada suatu bidang yang tegak
lurus pada arah jurus.
Lihat Gambar 2-2 tersebut di bawah:
Gambar 2-2 Struktur Lipatan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-7
B. Jenis-jenis Lipatan
Terminologi yang cukup terinci telah berkembang untuk menggambarkan
aspek-aspek geometris dari lipatan. Istilah umumnya didasarkan pada
bentuk potongan yang tegak lurus terhadap jurus dari bidang lipatan.
Istilah lainnya ditentukan terhadap sumbu lipatan.
Untuk mengetahui macam suatu lipatan perlu memperhatikan potongan
melintang yang tegak lurus terhadap bidang sumbunya.
Bermacam-macam lipatan dapat sangat berpengaruh terhadap stabilitas
bangunan besar atau kecil. Perubahan arah kemiringan secara
mendadak dari suatu lapisan dekat pondasi bangunan dapat
menyebabkan kondisi yang tidak stabil, hal ini tidak segera teramati oleh
pengamatan secara sepintas. Pada semua daerah yang mengalami
deformasi, penyelidikan yang teliti harus dilakukan.
Beberapa istilah yang umum digunakan untuk lipatan-lipatan didefinisikan
di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 2-3:
− Antiklin
Suatu lipatan yang cembung ke atas
− Sinklin
Suatu lipatan yang cekung ke atas
− Lipatan simetris
Suatu lipatan yang simetris terhadap bidang sumbu
− Lipatan asimetris
Suatu lipatan yang tidak simetris terhadap bidang sumbu, kedua
syapnya miring ke arah yang berlawanan pada sudut yang
berlaianan/berbeda.
− Lipatan menggantung
Suatu lipatan dimana bidang sumbunya miring/condong, kedua sayap
miring ke arah yang sama biasanya dengan sudut yang berbeda.
− Lipatan rebah
Suatu lipatan dimana bidang sumbu hampir mendatar.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-8
− Lipatan isoklin
Suatu lipatan yang sama, dimana kedua sayapnya miring dengan
sudut yang sama ke arah yang sama.
− Monoklin
Suatu kemiringan yang setempat lebih curam pada lapisan yang
relatif mendatar.
− Struktur teras
Daerah dimana kemiringan lapisan-lapisan pada tempat tertentu
mempunyai posisi datar.
Gambar 2-3 Jenis-jenis Lipatan
2.2.2. Struktur Kekar
Kekar adalah rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan
atau tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja di dalam bumi,
dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-9
Berdasarkan hal tersebut di atas kekar dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a. Kekar tarik (tension joint) yang disebabkan oleh akibat tarikan.
b. Kekar geser (shear joint) yaitu kekar yang terjadi akibat tekanan.
Kadang-kadang kedua jenis kekar ini sulit dibedakan di lapangan. Umumnya
kekar tarik permukaannya tidak rata, arahnya tidak beraturan dan selalu
terbuka, sedang kekar geser lurus-lurus bidangnya licin dan tertutup.
2.2.3. Struktur Sesar
Sesar adalah rekahan-rekahan di dalam kulit bumi yang kemudian
mengalami pergeseran satu terhadap lainnya. Pergeseran yang terjadi dapat
berkisar antara beberapa cm sampai beberapa km. Istilah yang umum
dipergunakan untuk deskripsi sesar didefinisikan dan ditunjukkan oleh
gambar di bawah ini:
Gambar 2-4 Sesar
a. Bidang sesar (fault surface)
Pada beberapa sesar dapat rata seperti bidang tetapi pada umumnya
tidaklah demikian melainkan merupakan daerah sesar (fault zone).
b. Atap dan kaki (hanging wall & foot wall)
Bagian di atas bidang sesar disebut atap, bagian bawah bidang sesar
disebut kaki.
c. Gingsir (hade)
Inklinasi bidang sesar terhadap vertikal.
A. Macam-macam sesar
Sesar terjadi pada segala jenis batuan, tetapi yang sering kita jumpai
pada batuan sedimen. Penamaan sesar pada batuan sedimen
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-10
dinyatakan menurut kedudukan patahan (sesar) terhadap kedudukan
bidang pelapisan:
1. Sesar jurus (strike fault) : jurus sesar searah jurus lapisan.
2. Sesar lapisan (bedding fault) : jurus sesar sejajar kemiringan bidang
lapisan.
3. Sesar kemiringan (dip fault) : jurus sesar sejajar arah kemiringan
bidang perlapisan.
4. Sesar diagonal (oblique fault) : jurus sesar menyudut dengan arah
bidang perlapisan.
5. Sesar memanjang (longitudinal fault) : jurus sesar umumnya paralel
dengan struktur regional.
6. Sesar melintang (transversal fault) : jurus sesar memotong struktur
regional dengan sudut minimal 50o
.
Berdasarkan pergerakannya, secara relatif dibedakan:
1. Sesar normal atau sesar turun, atap bergerak relatif terhadap kaki.
2. Sesar naik, yaitu kaki bergerak relatif ke bawah terhadap atap.
3. Sesar mendatar (strike slip fault), yaitu mempunyai pergeseran
kurang lebih sejajar jurus besar.
B. Tanda-tanda adanya sesar
Tanda-tanda adanya sesar secara garis besar dapat dikenal dalam 3
tahap yaitu pertama dikenal dari peta topografi, kedua dari foto udara dan
ketiga pengamatan di lapangan.
Tanda-tanda tersebut antara lain adalah :
1. Adanyan gawir sesar - dari peta topografi, terlihat garis kontour rapat
dan lurus.
2. Adanya bentuk-bentuk segitiga pada gawir sesar (triangular fault)
akibat erosi, selain itu dijumpai pula kipas aluvial yang umumnya
menunjukkann adanya sesar normal.
3. Pergeseran dari sungai-sungai kecil.
4. Breksiasi.
5. Kontak antara batuan yang berbeda usia.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-11
2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng
Struktur batuan sangat berpengaruh terhadap kemantapan pondasi pada
lereng alam dan lereng galian. Ketidakmantapan dapat timbul di bawah
kondisi-kondisi antara lain sebagai berikut:
a. Jika bidang perlapisan miring ke arah lereng galian atau lereng alam.
b. Bila pelapukan sepanjang bidang perlapisan dan bidang kekar
menghasilkan kekar lempung.
c. Bila bidang sesar merupakan bidang geser dalam suatu formasi batuan.
d. Bila pelapukan sebagian formasi batuan menyebabkan penurunan
kekuatan geser.
e. Bila air masuk ke dalam batuan karena perubahan medan pada waktu
pelaksanaan pembangunan.
f. Bila penggalian pada batuan serpih yang peka terhadap cuaca dan
terdapat di daerah dengan curah hujan tahunan tinggi, akan
mengakibatkan disintegrasi yang cepat dan menyebabkan batuan serpih
mudah sekali pecah dan luruh terkena air.
Pertimbangan yang seksama dalam mengevaluasi formasi batuan akan sangat
membantu dalam mengambil keputusan terhadap stabilitas pondasi pada lokasi-
lokasi tertentu. Namun oleh karena stabilitas pondasi jembatan merupakan syarat
mutlak yang harus dipenuhi dalam perencanaan jembatan, maka disarankan agar
setelah memahami problema-problema geologi teknik, bridge design engineer tetap
harus melakukan konsultasi dengan ahli geologi dan ahli geoteknik, agar ada
jaminan lokasi rencana pembangunan jembatan benar-benar berada di daerah yang
stabil.
2.3. Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar
Untuk dapat merencanakan pondasi jembatan, setelah beban-beban yang bekerja
diketahui (beban primer, beban sekunder dan beban khusus menurut SKBI
1.3.2.28.1987 atau aksi tetap, aksi transient, aksi lingkungan dan aksi lainnya
menurut BMS7-C2-Bridge Design Code 1992), maka pertama-tama yang perlu
dipertimbangkan adalah rekomendasi hasil penyelidikan tanah yang dibuat oleh ahli
geoteknik untuk mengetahui kapasitas dukung tanah di bawah abutment maupun
pilar. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu diperlukan pondasi dangkal atau
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-12
mungkin pondasi dalam. Fokus kita dalam Sub Bab ini adalah mengetahui berapa
kapasitas dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar,
sebelum kita melangkah lebih lanjut (pada Bab lain) untuk menentukan pondasi
jembatan. Prinsip perencanaan pondasi dalam hal ini adalah menjamin bahwa
tegangan yang timbul di dalam tanah sebagai akibat pembebanan jembatan masih
[ tegangan ijin dibagi faktor keamanan. Hal ini berlaku juga untuk untuk konstruksi
pondasi yaitu tegangan yang timbul pada beton atau baja (material pondasi) [
tegangan ijin dibagi faktor keamanan.
2.3.1 Pengertian Kapasitas Dukung Tanah
Kapasitas dukung tanah menyatakan gaya geser tanah di sepanjang bidang
gesernya untuk melawan penurunan akibat pembebanan. Persamaan
kapasitas dukung tanah pada umumnya dinyatakan dengan persamaan
Mohr – Coulomb sebagai berikut:
τ = c + s tg w
dimana
τ = tahanan geser tanah
c = kohesi tanah
s = tegangan normal
w = sudut geser dalam tanah
Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan pondasi yaitu kriteria
stabilitas dan kriteria penurunan. Kriteria stabilitas memberikan gambaran
bahwa tanah tidak runtuh meskipun kapasitas dukungnya dilampaui karena
dalam perencanaan pondasi ada safety faktor = 3 untuk daya dukung tanah
yang diijinkan. Kriteria penurunan memberikan gambaran bahwa meski
terjadi differential settlement (penurunan tak seragam), tidak akan terjadi
kerusakan pada struktur.
2.3.2 Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi
Teori Terzaghi, diturunkan dari persamaan Mohr – Coulomb tersebut di atas,
digunakan untuk pondasi dangkal, menghasilkan sebuah rumus daya dukung
sebagai berikut:
qu = c.Nc + g.D.Nq + ½g.B.Ng
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-13
dimana:
qu = kapasitas dukung ultimate untuk pondasi memanjang ........ kN/m2.
c = kohesi tanah penyangga pondasi ......... kN/m2.
g = berat isi tanah ........ kN/m3.
D = kedalaman pondasi ....... m
B = lebar pondasi ......... m
Nc , Nq , Ng = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut
geser dalam (w) tanah dari Terzaghi.
Selanjutnya lihat gambar-gambar berikut:
Gambar 2-5 Model Keruntuhan menurut Teori Terzaghi
Gambar 2-6 Hubungan antara Nc , Nq , Ng dan w
Dalam persamaan di atas, qu = beban total maksimum per satuan luas,
terjadi sesaat ketika pondasi pondasi akan mengalami keruntuhan geser.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-14
Dalam hal ini beban total terdiri dari beban-beban struktur, pelat pondasi dan
tanah urug di atasnya. Keruntuhan geser seperti dimaksud disebut
keruntuhan geser umum dengan ciri-ciri volume bahan dan kuat gesernya
tidak berubah oleh adanya keruntuhan.
Selain keruntuhan geser umum, dikenal juga keruntuhan geser lokal yang
terjadi pada tanah yang mengalami regangan yang besar sebelum tercapai
keruntuhan geser. Terzaghi memberikan koreksi empiris terhadap faktor-
faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang
digunakan untuk penghitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan
geser lokal.
Tabel 2-1 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Terzaghi
wo Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
Nc Nq Ng Nc Nq Ng
0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0
5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2
10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5
15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9
20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7
25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2
30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7
34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0
35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1
40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8
45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7
48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4
50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1
Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002
Rumus Terzaghi di atas tidak memperhitungkan kekuatan geser tanah yang
terletak di atas dasar pondasi. Oleh karena itu teori tersebut hanya cocok
untuk pondasi dangkal dengan D [ B. Jika teori Terzaghi digunakan untuk
pondasi dalam maka daya dukung yang diperolehnya akan lebih rendah dari
pada nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk pondasi dalam kesalahan
perhitungan menjadi besar. Selain itu perlu diingat bahwa daya dukung tanah
yang dipelajari di atas hanya berlaku untuk menghitung daya dukung ultimit
pondasi memanjang. Untuk bentuk-bentuk yang lain, Terzaghi memberikan
koreksi-koreksi sebagai berikut:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-15
Pondasi bujur sangkar :
qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,40. g.B.Ng
Pondasi lingkaran:
qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. g.B.Ng
Pondasi empat persegi panjang:
qu = c.Nc (1+ 0,3B/L) + po.Nq + 0,50. g.B.Ng.(1-0.2B/L)
dimana:
qu = daya dukung batas (ultimate bearing capacity) ........ kN/m2.
c = kohesi tanah penyangga pondasi ......... kN/m2.
po = D. g = tekanan overburden pada dasar pondasi ....... kN/m2.
g = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air
tanah........ kN/m3.
D = kedalaman pondasi ....... m
B = lebar atau diameter pondasi ......... m
L = panjang pondasi ...... m
Nc , Nq , Ng = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut
geser dalam (w) tanah dari Terzaghi.
Teori Terzaghi telah banyak digunakan untuk menghitung daya dukung pada
tanah granular dan tanah-tanah yang mempunyai kohesi (c) dan sudut geser
dalam (w), karena persamaan daya dukung batasnya memberikan hasil yang
sangat hati-hati. Hal ini sangat berguna untuk memperhitungkan risiko yang
terjadi karena sulitnya mendapatkan contoh tanah undisturbe pada jenis
tanah tersebut.
Gambar 2-7 Pondasi Dalam
(D > 5B)
D
B
fx
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-16
Untuk pondasi dalam yang berbentuk sumuran dengan D > 5B, Terzaghi
menyarankan penggunaan rumus sebagai berikut:
Pu’ = Pu + Ps = qu.Ap + p.B.fx.D
dimana :
Pu’ = beban ultimate total untuk pondasi dalam (kN)
Pu = beban ultimate total untuk pondasi dangkal (kN)
Ps = tahanan gesek pada dinding pondasi (kN)
qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. g.B.Ng jika berbentuk lingkaran (kN/m2)
Ap = luas dasar pondasi (m2)
B = diameter pondasi (m)
fx = faktor gesekan (lihat tabel 2-2)
D = kedalaman pondasi (m)
Tabel 2-2 Faktor Gesekan Dinding fx (Terzaghi)
Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002
2.3.3 Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof
Teori lain tentang kapasitas dukung tanah diberikan oleh Meyerhof,
dimaksudkan baik untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Cara
keruntuhan kapasitas dukung yang dipakai oleh Meyerhof dalam
mengembangkan teorinya adalah seperti terlihat dalam Gambar 2-8.
Jenis Tanah fx (kg/cm2
)
Lanau dan lempung lunak 0.07 – 0.30
Lempung sangat kaku 0.49 – 1.95
Pasir tak padat 0.12 – 0.37
Pasir padat 0.34 – 0.68
Kerikil padat 0.49 – 0.96
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-17
Gambar 2-8 Keruntuhan Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof
Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002
Persamaan kapasitas dukung Meyerhof:
qu = sc.dc.ic.c.Nc + sq.dq.iq.po.Nq + sg.dg.0.5B’.g.Ng
dimana:
qu = kapasitas dukung ultimate
Nc, Nq, Ng = faktor kapasitas dukung untuk pondasi memanjang
sc, sq, sg = faktor bentuk pondasi
dc, dq, dg = faktor kedalaman pondasi
ic, iq, ig = faktor kemiringan beban
B = lebar pondasi efektif
Po = Df.g = tekanan overburden pada dasar pondasi
Df = kedalaman pondasi
g = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air
tanah
Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof adalah :
Nc = (Nq-1) ctg w
Nq = tg2
(45o + w/2).e(ptgw)
Ng = (Nq-1)tg(1.4w)
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-18
Tabel 2-3 Faktor Kapasitas Dukung Meyerhof
w
o
Nc Nq Ng w
o
Nc Nq Ng
1 5.14 1 0 26 22.25 11.85 8.00
2 5.38 1.09 0.00 27 23.94 13.20 9.46
3 5.63 1.20 0.01 28 25.80 14.72 11.19
4 6.19 1.43 0.04 29 27.86 16.44 13.24
5 6.49 1.57 0.07 30 30.14 18.40 15.67
6 6.81 1.72 0.11 31 32.67 20.63 18.56
7 7.16 1.88 0.15 32 35.49 23.18 22.02
8 7.53 2.06 0.21 33 38.64 26.09 26.17
9 7.92 2.25 0.28 34 42.16 29.44 31.15
10 8.34 2.47 0.37 35 46.12 33.30 37.15
11 8.80 2.71 0.47 36 50.59 37.75 44.43
12 9.28 2.97 0.60 37 55.63 42.92 53.27
13 9.81 3.26 0.74 38 61.35 48.93 64.07
14 10.37 3.59 0.92 39 67.87 55.96 77.33
15 10.98 3.94 1.13 40 75.31 64.20 93.69
16 11.63 4.34 1.37 41 83.86 73.90 113.99
17 12.34 4.77 1.66 42 93.71 85.37 139.32
18 13.10 5.26 2.00 43 105.11 99.01 171.14
19 13.93 5.80 2.40 44 118.37 115.31 211.41
20 14.83 6.40 2.87 45 133.87 134.87 262.74
21 15.81 7.07 3.42 46 152.10 158.50 328.73
22 16.88 7.82 4.07 47 173.64 187.21 414.33
23 18.05 8.66 4.82 48 199.26 222.30 526.45
24 19.32 9.60 5.72 49 229.92 265.50 674.92
25 20.72 10.66 6.77 50 266.88 319.06 873.86
Tabel 2-4 Faktor Bentuk Pondasi – Meyerhof
Faktor Bentuk Nilai Keterangan
sc 1 + 0.2(B/L)tg2
(45+w/2) Untuk sembarang w
sq = sg
1 + 0.1(B/L)tg2
(45+w/2)
1
Untuk w / 10o
Untuk w = 0
Tabel 2-5 Faktor Kedalaman Pondasi – Meyerhof
Faktor Kedalaman Nilai Keterangan
dc 1 + 0.2(D/B)tg (45+w/2) Untuk sembarang w
dq = dg
1 + 0.1(D/B)tg (45+w/2)
1
Untuk w / 10o
Untuk w = 0
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-19
Tabel 2-6 Faktor Kemiringan Beban – Meyerhof
Faktor Kemiringan
Beban
Nilai Keterangan
ic = iq
2
90
1 





−
o
δ
Untuk sembarang w
ig
2
1 





−
ϕ
δ o
1
Untuk w / 10o
Untuk w = 0
Catatan : d = sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal.
2.4. Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar
Penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir (granular material) pada
umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
− Penurunan segera (immediate settlement), yaitu penurunan yang terjadi pada
saat “beban kerja” mulai bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari.
Analisis immediate settlement digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk
“silts” dan “clays” dengan derajat kejenuhan (perbandingan antara isi air pori
dengan isi pori) [ 90% dan tanah berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas
yang tinggi (> 10-3
m/sec)
− Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yaitu penurunan yang terjadi
dengan berjalannya waktu, bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan.
Sebagai gambaran umum, consolidation settlement pada kebanyakan proyek
terjadi dalam kurun waktu 3 – 10 tahun. Analisis consolidation settlement
digunakan untuk tanah berbutir halus baik yang dalam kondisi jenuh (saturated)
maupun yang hampir jenuh. Ada 2 hal yang perlu diperhitungkan dalam
consolidation settlement ini yaitu besarnya penurunan (DH) dan lama waktu
terjadinya penurunan.
Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung penurunan pondasi pada
kedua jenis penurunan pondasi tersebut adalah sebagai berikut:
dH
H
H
∫ ∈
=
∆
0
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-20
dimana e = strain = Dq/Es; Dq = f(H, variasi jenis tanah); H = perkiraan kedalaman
perubahan “stress” yang diakibatkan oleh beban pondasi.
∑
+
∆
=
=∈
∆
i
H
Hi si
E
qi
H
H (i dari 1 s/d n)
Bagian kanan dari persamaan di atas menunjukkan bahwa tanah terdiri dari n lapis
(layers) dengan ketebalan Hi , “stresses” dan “properties” dari masing-masing lapis.
Total penurunan pondasi dengan demikian sama dengan jumlah penurunan yang
terjadi pada: lapis 1 + lapis 2 + lapis 3 + ........... + lapis n.
Es yang digunakan dalam persamaan di atas adalah “constrained modulus” yang
diperoleh dari test konsolidasi sebagai 1/mv atau dari test triaxial, dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
)
2
1
)(
1
(
).
1
(
1 ,
µ
µ
µ
−
+
−
=
= tr
s
v
s
E
m
E
Es,str = nilai triaxial
m = Poisson’s Ratio = ratio antara regangan lateral terhadap regangan vertikal.
2.4.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)
Persamaan penurunan segera dari pondasi yang terletak di permukaan
tanah yang homogen, elastis, isotropis, pada media semi tak terhingga
dinyatakan sebagai berikut:
F
s
o I
I
I
E
B
q
H 







−
−
+
−
=
∆ 2
1
2
'
1
2
1
1
.
.
µ
µ
µ
dimana
DH = immediate settlement
qo = tekanan pada dasar pondasi
B’ = lebar pondasi
Es = modulus elastis
m = Poisson’s Ratio
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-21
I1, I2, IF = Faktor pengaruh, tergantung pada panjang/lebar pondasi L’/B’,
ketebalan lapis tanah H, Poisson’s Ratio m, dan kedalaman pondasi
dihitung dari permukaan tanah asli.








+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
=
1
1
.
1
(
ln
)
1
1
(
).
1
1
(
ln
.
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
N
M
M
N
M
M
N
M
M
N
M
M
M
I
π








+
+
= −
1
tan
2 2
2
1
2
N
M
N
M
N
I
π
............ (tan-1
dalam radian)
dimana:
M = L’/B’
N = H/B’
B’ = B/2 untuk titik tengah pondasi.
B’ = B untuk pojok pondasi.
L’ = L/2 untuk titik tengah pondasi.
L’ = L untuk pojok pondasi.
IF dapat dihitung secara grafis dengan menggunakan grafik berikut:
Gambar 2-9 Menentukan IF
Sumber: Foundation Analysis and Design, Joseph E. Bowles – 1997
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-22
2.4.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Persamaan penurunan konsolidasi (primer) pada tanah berbutir halus adalah
sebagai berikut:
H
H
p
m
H
e
e
e
H
e
e
H v
o
o
o
=∈
∆
=
+
−
=
+
∆
=
∆ )
(
1
1
1
DH = Consolidation Settlement
De = perubahan angka pori akibat pembebanan
eo = angka pori awal
e1 = angka pori pada saat berakhirnya konsolidasi
H = tebal lapisan tanah yang ditinjau
mv = modulus tertahan
Dp = pertambahan tegangan
e = regangan.
Teori penurunan konsolidasi (Terzaghi) diketengahkan dengan membuat
asumsi-asumsi sebagai berikut:
− Tanah yang ada di dalam lapisan yang terkonsolidasi adalah homogen.
− Tanah sepenuhnya jenuh (S = 100%)
− Air dan butiran tanah tidak dapat ditekan.
− Terdapat hubungan yang linear antara tekanan yang bekerja dan
perubahan volume.
− Konsolidasi merupakan konsolidasi satu dimensi sehingga tidak terdapat
aliran air atau pergerakan tanah lateral.
− Hukum Darcy berlaku (v = ki)
− Properties tanah konstan.
Jika penurunan konsolidasi diperhitungkan berdasarkan indeks pemampatan
(Cc) dan indeks pemampatan kembali (Cr) maka Cc dan Cr diperoleh dari
grafik e-logp’ dengan :
)
'
/
'
log( 1
2
2
1
p
p
e
e
Cc
−
= pada bagian linear kurva pembebanan
)
'
/
'
log( 4
3
3
4
p
p
e
e
Cr
−
= pada kurva pelepasan beban
Dengan e1, e2, e3, e4 dan p1, p2, p3, dan p4 adalah titik-titik yang ditunjukkan
pada Gambar 2-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-23
Gambar 2-10 Kurva Hubungan e – log p’
Jika teori dan persamaan penurunan konsolidasi di atas digunakan untuk
tanah lempung, maka perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
− Apakah tanah berada pada kondisi konsolidasi normal atau pra
konsolidasi.
− Perkirakan ”in situ void ratio eo” dan upayakan mencapai idex tekanan
yang cukup untuk mendapatkan lapis lempung yang mencukupi.
− Perkirakan pertambahan tegangan rata-rata Dq dalam lapisan tanah
yang ditinjau dengan ketebalan H.
Catatan
(1) p1’ = po’ + Dp
(2) Cc dan Cr pada gambar adalah kurva yang telah dikoreksi (kurva lapangan)
Gambar 2-11 Hubungan perubahan angka pori e
(a) Lempung normally consolidated
(b) dan (c) lempung over consolidated
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-24
Untuk lempung terkonsolidasi normal yaitu jika po’ = pc’ maka perubahan
angka pori (De) akibat konsolidasi dinyatakan oleh :
'
'
log
o
o
c
p
p
p
C
e
∆
+
=
∆ (Gambar 2-10 a)
Untuk lempung yang terkonsolidai berlebihan (overconsolidated), yaitu jika
pc’ > po’, perubahan angka pori (De) dipertimbangkan dalam 2 kondisi
sebagai berikut:
Jika p1’ < pc’ (Gambar 2-10 b),
'
'
log
'
log 1
o
o
r
o
r
p
p
p
C
p
p
C
e
∆
+
=
=
∆
dengan p1’ = po’ + Dp
Jika po’ < pc’ < p1’ (Gambar 2-10 c)
'
'
log
'
'
log
c
o
c
o
c
r
p
p
p
C
p
p
C
e
∆
+
+
=
∆
dengan pc’ adalah tekanan prakonsolidasi.
Langkah-langkah perhitungan konsolidasi dilakukan sebagai berikut:
− Lapisan tanah yang penurunan konsolidasinya akan dihihitung terlebih
dahulu dibagi menjadi n lapisan.
− Tegangan efektif awal po’ pada tiap tengah-tengah lapisan dihitung.
− Tambahan tegangan pada tiap tengah-tengah lapisan (Dpi) yang bekerja
dihitung.
− Dei untuk tiap-tiap lapisan dihitung.
− Total penurunan konsolidasi primer pada seluruh lapisan dengan
menggunakan persamaan tersebut di bawah:
1 1 1
i n i n
i
i i
i i o
e
H H H
e
= =
= =
∆
∆ = ∆ =
+
∑ ∑
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-25
RANGKUMAN
a. Bab 2 modul Perencanaan Pondasi Jembatan ini menguraikan analisis kestabilan tanah
di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya
dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data
penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar
berdasarkan data penyelidikan tanah.
b. Analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan dimaksudkan untuk
melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar
jembatan akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik
sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Aspek geologi teknik dipelajari
dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan
geologi teknik ini mencakup:
− Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan;
− Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau
batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik
sipil di daerah tersebut;
− Penampang geologi teknik pada rencana bangunan;
− Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh
sebab kondisi geologi teknik.
c. Analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar
menguraikan garis besar teori mekanika tanah yang pada umumnya digunakan untuk
membuat analisis daya dukung tanah. Ada 2 metode yang diketengahkan dalam uraian
dimaksud yaitu kapasitas dukung tanah menurut Terzaghi yang pada umumnya
digunakan untuk pondasi dangkal dan kapasitas dukung tanah menurut Meyerhof yang
pada umumnya digunakan untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam.
d. Analisis penurunan pondasi menjelaskan bahwa penurunan pondasi mencakup 2 jenis
penurunan yaitu penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan konsolidasi
(consolidation settlement):
− Immediate settlement yaitu penurunan yang terjadi pada saat “beban kerja” mulai
bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari. Analisis immediate settlement
digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk “silts” dan “clays” dengan derajat
kejenuhan (perbandingan antara isi air pori dengan isi pori) [ 90% dan tanah
berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas yang tinggi (> 10-3
m/sec).
− Consolidation settlement, yaitu penurunan yang terjadi dengan berjalannya waktu,
bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan. Sebagai gambaran umum,
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-26
consolidation settlement pada kebanyakan proyek terjadi dalam kurun waktu 3 – 10
tahun. Analisis consolidation settlement digunakan untuk tanah berbutir halus baik
yang dalam kondisi jenuh (saturated) maupun yang hampir jenuh.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
2-27
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI
Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur
Kode/ Judul Unit Kompetensi :
INA.5212.113.01.05.07 : Merencanakan pondasi jembatan
Soal :
No.
Elemen Kompetensi /
KUK (Kriteria Unjuk
Kerja)
Pertanyaan
Jawaban:
Ya Tdk
Apabila ”Ya”
sebutkan butir-
butir kemampuan
anda
1. Menganalisis data
geologi teknik dan
penyelidikan tanah.
1.1. Kestabilan tanah
berdasarkan data
geologi teknik
dianalisis sesuai
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan
1.1. Apakah anda mampu
menganalisis
kestabilan tanah
berdasarkan data
geologi teknik dalam
rangka perencanaan
teknis jembatan?
a. .........................
b. .........................
c. .........................
dst.
1.2. Daya dukung tanah
di bawah abutment
dan pilar dianalisis
sesuai dengan
persyaratan teknis
yang ditentukan.
1.2. Apakah anda mampu
menganalisis daya
dukung tanah di
bawah abutment dan
pilar dianalisis sesuai
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan?
a. .........................
b. .........................
c. .........................
dst.
1.3. Penurunan pondasi
di bawah abutment
dan pilar dianalisis
sesuai dengan
persyaratan teknis
yang ditentukan
1.3. Apakah anda mampu
menghitung
penurunan pondasi
di bawah abutment
dan pilar sesuai
dengan persyaratan
teknis yang
ditentukan?
a. .........................
b. .........................
c. .........................
dst.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-1
BAB 3
PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN
3.1. Umum
Bab ini menjelaskan pemilihan jenis pondasi jembatan, mencakup penentuan
kedalaman tanah keras, penggunaan data daya dukung tanah dan geologi teknik
dan penetapan jenis pondasi jembatan.
Penentuan kedalaman tanah keras dimaksudkan untuk mempertimbangkan apakah
akan dibuat pondasi dangkal (0-8.00 m) ataukah pondasi dalam (> 8.00 m). Jika
lokasi tanah keras terletak pada kedalaman 0-8.00 meter, ada 2 pilihan yang dapat
diambil yaitu dipilih pondasi langsung jika letak kedalaman tanah keras [ 4.00 m,
atau pondasi sumuran jika letak kedalaman tanah keras antara 4-8.00 m. Jika letak
tanah keras > 8.00 m pondasi yang lazim digunakan adalah pondasi tiang pancang
atau tiang bor.
Penggunaan data daya dukung tanah dan geologi teknik dimaksudkan untuk
memastikan bahwa beban-beban yang bekerja pada jembatan pada akhirnya akan
dipikul oleh tanah pondasi yang kapasitas dukungnya mencukupi. Jadi dari sisi
konstruksi bahan yang digunakan sebagai konstruksi pondasi (tiang pancang, tiang
bor, sumuran, pondasi langsung) mampu memikul kombinasi beban-beban yang
bekerja, sedangkan di sisi lain tanah pondasi tidak mengalami keruntuhan dalam
memikul beban-beban yang bekerja pada jembatan.
Penetapan pondasi jembatan dimaksudkan untuk menetapkan tipe dan jenis
pondasi yang paling sesuai dengan persyaratan-persyaratan perencanaan. Jika
dipilih pondasi tiang pancang, agar jelas, apakah pilihan ini merupakan point bearing
piles, atau friction piles, ataukah kombinasi dari keduanya. Jika dipilih pondasi
sumuran, apakah diameter sumuran yang dipilih masih memberikan ruang gerak
bagi pelaksana di lapangan, dan sebagainya.
3.2. Penentuan Kedalaman Tanah Keras
Untuk mengetahui kedalaman tanah keras, data lapangan yang harus tersedia
adalah data sondir dan data bor. Dalam memilih rancangan pondasi jembatan,
diperlukan data-data lapangan yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan
bor-log akhir. Test sondir dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-2
perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan tanah terhadap selimut
bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan konus dan bikonus ke
dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan ke dalam suatu grafik yang
menunjukkan hubungan antara kedalaman ujung konus (m) dengan tekanan konus
(kg/cm2
) dan antara kedalaman ujung konus (m) dengan hambatan pelekat (kg/cm).
Sedangkan bor log merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang
menggambarkan lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang
diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus dipertimbangkan
untuk perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan merupakan catatan-catatan
berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan bor-log akhir dibuat berdasarkan bor-
log lapangan dan hasil-hasil pengujian laboratorium.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang diperoleh
dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus memberikan informasi
yang tepat dan akurat guna kepentingan perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti
bahwa letak titik sondir dan bor harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan
evaluasi data tanah yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang
properties tanah yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan.
Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada rencana letak
bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh karena itu penting diketahui
sampai seberapa jauh dapat diadakan penggeseran, relokasi, pengurangan atau
penambahan titik penyelidikan. Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan
masuk kelokasi.
Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh)
− Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu) abutment
kiri, dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, pertanyaannya sekarang
adalah berapa banyak titik sondir dan titik bor diperlukan untuk dapat
menyiapkan perencanaan pondasi jembatan tersebut dan dimana titik-titik sondir
dan bor tersebut harus diletakkan? Jawabannya adalah sebagai berikut:
• Diperlukan penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik
sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan. Dalam hal ini
sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as jembatan dan 6 titik sondir
berada di sebelah kanan as jembatan.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-3
• Diperlukan penyelidikan tanah untuk 1 titik bor di abutmen kiri, 4 titik bor di
dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-titik bor
tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan.
Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 3-1:
Gambar 3-1 Penempatan Titik-titik Sondir dan Bor
Pada gambar di atas terdapat 12 titik sondir dan 4 titik bor yang tentu akan
memberikan variasi-variasi data tergantung pada kondisi tanah pondasi dan
ketelitian pengambilan datanya. Sebelum kita menentukan lokasi kedalaman tanah
keras, ada suatu logika berpikir yang tidak boleh diabaikan yaitu:
− Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah abutment sebelah kiri hanya
didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan
pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi abutment sebelah kiri.
Dasar Abutment Dasar Pilar
As Jembatan
Titik Sondir
Titik Bor
S
S
S
S
S
S
S S
S
S S
S
S
B B
B
B
B
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-4
− Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah abutment sebelah kanan
hanya didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh
berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi abutment
sebelah kanan.
− Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah pilar sebelah kiri hanya
didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan
pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi pilar sebelah kiri.
− Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah pilar sebelah kanan hanya
didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan
pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi pilar sebelah kanan.
Kita ambil contoh abutment sebelah kiri, disini akan tersedia 2 data sondir dan 1
data bor. Terlebih dahulu harus diperiksa kesesuaian hasil sondir dengan jenis
tanah yang diperoleh dari hasil pekerjaan bor pada titik bor yang telah ditentukan.
Hasil sondir yang tidak sesuai dengan hasil bor perlu ditanyakan kepada ahli
geoteknik, misalnya diambil kesimpulan kedua data sondir tersebut masih
memenuhi syarat, maka selanjutnya kedua data sondir tersebut dievaluasi lebih
lanjut. Dari 2 data sondir kita harus memilih salah satu yaitu yang memberikan
dampak paling buruk bagi perhitungan pondasi. Artinya data sondir yang kita pilih
tersebut adalah data sondir yang menginformasikan lokasi tanah keras lebih dalam
dibandingkan dengan data sondir yang satu lagi, dan atau jumlah hambatan pelekat
pada kedalaman yang dipilih untuk perhitungan pondasi lebih rendah dibandingkan
dengan jumlah hambatan pelekat pada data sondir yang satu lagi.
Demikian dengan metode yang sama dilakukan pemilihan data sondir untuk pilar
kiri, pilar kanan dan abutment kanan. Jika hal ini telah dilakukan, maka kita
mempunyai data-data yang siap dianalisis untuk memastikan lokasi kedalaman
tanah keras, yaitu: 1 sondir dan 1 bor untuk abutment kiri, 1 sondir dan 1 bor untuk
pilar kiri, 1 sondir dan 1 bor untuk pilar kanan dan 1 sondir dan 1 bor untuk abutment
kanan.
Data sondir berisi informasi tentang:
− Besarnya tekanan konus (kg/cm2
) pada kedalaman-kedalaman tertentu (m)
dihitung dari tinggi permukaan tanah asli.
− Besarnya jumlah hambatan pelekat (tekanan kleef) pada kedalaman-kedalaman
tertentu (m) dihitung dari tinggi permukaan tanah asli.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-5
Data bor, berisi jenis dan tebal lapisan-lapisan tanah, mulai dari lapis permukaan
tanah asli sampai dengan kedalaman berakhirnya pemboran. Kedalaman pemboran
pada umumnya melebihi kedalaman titik sondir.
Gambar 3-2 Contoh Hasil Sondir dan Bor
Pada data sondir dapat diperhatikan bentuk grafik yang menggambarkan hubungan
antara tekanan konus dan kedalaman ujung konus. Dari grafik tersebut dapat dicari,
pada tekanan konus = 150 kg/cm2
, berapa kedalaman ujung konus pada tekanan
ini? Titik yang menunjukkan tekanan konus = 150 kg/cm2
inilah yang disebut
kedalaman tanah keras, pada Gambar 3-2 titik tersebut berada pada kedalaman 24
m di bawah permukaan tanah asli.
Batasan-batasan kedalaman tanah keras yang lazim digunakan dalam perencanaan
pondasi adalah sebagai berikut:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-6
− Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman [ 4 m dari permukaan tanah
asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dangkal, pada umumnya cukup
dengan pondasi langsung.
− Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman 4-8 m dari permukaan tanah
asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dangkal, pada umumnya digunakan
pondasi sumuran.
− Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman > 8 m dari permukaan tanah
asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dalam, pada umumnya dipilih
pondasi tiang pancang.
Perkiraan kedalaman tanah keras berdasarkan data sondir merupakan indikasi awal
tentang jenis pondasi yang dapat kita pertimbangkan. Perhitungan lebih rinci
nantinya akan didasarkan atas berbagai informasi tentang tanah pondasi baik yang
diperoleh berdasarkan hasil sondir maupun hasil pengujian laboratorium, termasuk
data-data yang berkaitan dengan kekuatan bahan pondasi jembatan.
3.3. Penggunaan Data Daya Dukung Tanah dan Geologi Teknik
Dari data geologi teknik, yang perlu diketahui adalah kepastian apakah lokasi
penempatan jembatan berada pada daerah yang stabil, artinya tidak melewati
daerah lipatan, rekahan/ kekar atau sesar. Kemudian pertimbangan yang seksama
dalam mengevaluasi formasi batuan juga akan sangat membantu dalam mengambil
keputusan terhadap stabilitas pondasi pada lokasi-lokasi tertentu. Jika dari
pertimbangan berdasarkan geologi teknik sudah dapat diambil kesimpulan tentang
penempatan lokasi jembatan, maka tahap berikutnya adalah menghitung data daya
dukung tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium atas titik-titik bor yang
diperoleh dari lapangan.
3.3.1 Daya Dukung Pondasi Dangkal
Yang dimaksudkan dengan pondasi dangkal adalah pondasi langsung
(kedalaman tanah keras < 4.00 m) dan pondasi sumuran (kedalaman tanah
keras 4-8 m).
Pada pondasi langsung yang harus dihitung terlebih dahulu adalah daya
dukung ijin tanah di dasar abutmen jembatan yang didapat dari analisis daya
dukung pondasi dangkal pada elevasi dasar dari abutmen jembatan. Daya
dukung ijin tanah di dasar abutmen jembatan yang sering dijumpai pada
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-7
perhitungan pondasi langsung adalah sekitar 200 kPa atau sama dengan 20
t/m2
= 2.0 kg/cm2
.
Pada pondasi langsung tipe gravitasi (pasangan batu kali), beban-beban
yang bekerja pada jembatan diteruskan ke dasar pondasi langsung. Jika
daya dukung ijin tanah di dasar pondasi = 200 kPa maka tegangan
maksimum yang terjadi pada dasar pondasi harus < 200 kPa, selain itu
abutment jembatan harus memenuhi persyaratan kestabilan terhadap guling
dan kestabilan terhadap geser dengan faktor keamanan tertentu (misalnya
2.2) jika beban-beban kerja dan kombinasinya diberlakukan.
Pada pondasi sumuran, beban-beban yang bekerja pada jembatan
diteruskan ke dasar pondasi sumuran. Daya dukung ijin tanah di dasar
sumuran yang sering dijumpai pada perhitungan pondasi sumuran dengan
kedalaman 8 m adalah sekitar 1000 kPa atau sama dengan 100 t/m2
= 10.0
kg/cm2
. Jika daya dukung ijin tanah di dasar pondasi sumuran = 1000 kPa
maka tegangan maksimum yang terjadi pada dasar pondasi sumuran harus
< 1000 kPa, selain itu pondasi sumuran harus memenuhi persyaratan
kestabilan terhadap guling dan kestabilan terhadap geser dengan faktor
keamanan tertentu (misalnya 2.2), tidak terjadi tegangan tarik pada dasar
sumuran serta memenuhi persyaratan-persyaratan penurunan jika beban-
beban kerja dan kombinasinya diberlakukan.
Pada penjelasan di atas diambil contoh daya dukung tanah pada kedalaman
4 m dan 8 m. Pertanyaannya sekarang, bagaimana mendapatkan daya
dukung tanah pada kedalaman-kedalaman dimaksud atau secara umum
kedalaman tanah pada pondasi dangkal?. Untuk menghitung daya dukung
tanah pada pondasi dangkal, gunakan persamaan Terzaghi. Berikut ini
diberikan contoh perhitungan daya dukung pondasi dangkal.
Soal:
Hitunglah daya dukung tanah pondasi berbentuk bujur sangkar dengan sisi =
B, jika diketahui kedalaman pondasi D = 1.20 m, safety factor (SF) = 3 untuk
mendapatkan tegangan ijin qa , dengan data-data tanah yang diperoleh dari
”undrained U triaxial test” adalah : g = 17.30 kN/m3
, w = 20o
, c = 20 kPa.
Jawaban:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-8
Pada data laboratorium terdapat w = 20o
, jadi berarti tanah tidak jenuh.
Pondasi berbentuk bujur sangkar, maka persamaan yang dipakai yang
diturunkan dari persamaan Terzaghi adalah:
qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,40. g.B.Ng ....... (lihat Bab 2 Sub Bab 2.3
halaman 2-14)
Dari Tabel 2-1 (Bab2) dengan w = 20o
, diperoleh Nc = 17.7, Nq = 7.4 dan Ng
= 5.0.
qu = 1.3 x 20 x 17.7 + 1.20 x 17.30 x 7.40 + 0.40 x 17.30 x B x 5
= (613.8 + 34.6 B) kPa.
qa = qu / SF = (613.8 + 34.6 B)/3 kPa = (205 + 11.5 B) kPa.
Untuk menyelesaikaan perhitungan di atas, Joseph E. Bowles dalam
bukunya “Foundationn Analysis and Design” menyarankan penggunaan
faktor reduksi rg sebagai berikut:
1 0.25log
B
r
k
γ
 
= −  
 
...... dimana B / 2 m dan k = 2
Untuk memudahkan perhitungan, persamaan tersebut dapat ditabelkan
sebagai berikut:
B= 2m 2.5 m 3 m 3.5 m 4 m 5 m 10 m 20 m 100 m
rg = 1 0.97 0.95 0.93 0.92 0.90 0.82 0.75 0.57
Dari qa = (205 + 11.5 B) kPa, perkirakan B mempunyai nilai antara 1.5 – 3.0
m dan pada nilai B = 3.0 m, rg = 0.95.
qa = (205 + 11.5 B) kPa = 205 + 11.5 x 1.5 = 220 kPa.
qa = (205 + 11.5 B) kPa = 205 + 11.5 x 0.95 x 3 = 240 kPa.
B
D = 1.20 m
Permukaan tanah asli
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-9
Dari hasil perhitungan di atas, nilai qa yang direkomendasikan adalah antara
200 – 220 kPa (bandingkan dengan data dukung ijin tanah di dasar pondasi
langsung yaitu = 200 kPa). Dengan contoh perhitungan ini jelas bahwa untuk
menentukan daya dukung ijin tanah pada perencanaan pondasi langsung
tidak digunakan data sondir, akan tetapi properties tanah yang diperoleh dari
pengujian laboratorium meskipun pada awalnya lokasi penempatan dasar
pondasi langsung diperoleh dari data sondir.
3.3.2 Daya Dukung Pondasi Dalam
Yang dimaksudkan dengan pondasi dalam adalah pondasi yang diletakkan
pada tanah keras dengan kedalaman > 8.00 m dihitung mulai dari elevasi
tanah asli. Jenis pondasi yang lazim digunakan untuk pondasi dalam adalah
pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor. Pondasi tiang pancang pada
umumnya diperhitungkan dengan menggunakan data tekanan konus
(kg/cm2
) dan jumlah hambatan pelekat (kg/cm2
) yang diperoleh dari hasil
sondir. Tekanan konus dan jumlah hambatan pelekat mewakili daya dukung
tanah dalam memikul beban-beban yang bekerja pada jembatan, prinsipnya
tegangan ijin tanah (yang direpresentasikan oleh tekanan konus dan jumlah
hambatan pelekat) pada area pondasi (luas tanah pada ujung tiang pancang
dan luas tanah pada sekeliling tiang pancang yang “mengcreate” hambatan
pelekat pada saat pemancangan tiang) dibagi dengan safety factor (SF
biasanya diambil = 3) masih lebih besar dibandingkan dengan tegangan
yang harus dipikul oleh tanah akibat beban-beban yang bekerja pada
jembatan. Selain itu daya dukung pondasi dalam juga dapat dihitung dengan
persamaan Meyerhof yang data properties tanahnya diperoleh dari hasil
pengujian laboratorium atas data-data titik bor yang data lapangannya
diambil pada waktu pelaksanaan pekerjaan sondir dan bor. Contoh yang
diberikan di sini adalah perhitungan daya dukung yang didasarkan atas data
sondir.
Daya dukung tanah berdasarkan data sondir
Dengan data sondir pada Gambar 3-2, direncanakan pondasi tiang pancang
ukuran 35 x 35 cm2, dipancang secara individual pada kedalaman 23 m dari
permukaan tanah asli. Beban maksimum yang boleh terjadi pada tiang
pancang tersebut = daya dukung tanah terhadap 1 tiang pancang berasal
dari tekanan konus pada kedalaman 23 m + hambatan pelekat pada tiang di
seluruh panjang tiang. Lihat persamaan tersebut di bawah:
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-10
. .
3 5
tp konus tp hamb plkt
tp
A p O p
Q
−
= +
dimana:
Qtp = beban maksimum pada tiang jika ditinjau terhadap daya dukung tanah.
Atp = luas potongan melintang tiang pancang.
pkonus = tekanan konus berdasarkan data sondir pada kedalaman tiang
pancang akan diletakkan sesuai perencanaan.
Otp = keliling potongan tiang pancang.
phamb-plkt = jumlah hambatan pelekat pada kedalaman sesuai dengan ujung
tiang pancang direncanakan akan diletakkan sesuai perencanaan
Dari Titik
Bor
Gambar 3-3 Ujung Tiang Pancang
Diposisikan Pada Kedalaman 23 m
55 kg/cm2
610 kg/cm2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-11
Jika data-data yang terdapat pada hasil sondir dimasukkan, maka akan
diperoleh beban maksimum yang dapat diberikan pada tiang pancang tanpa
mengakibatkan keruntuhan tanah pondasi sebagai berikut:
35.35.55 4.35.610
39.538 39.6
3 5
tp
Q kg ton
= + = =
Jika diketahui bahwa tiang pancang berukuran 35 x 35 cm2
tersebut
mempunyai penulangan sebanyak 8 f 25 mm, maka Atiang = 35x35 +
nx8xpx(2.5/2)2
= 35x35 + 15x8xpx(2.5/2)2
= 1.814 cm2
.
Ambil tegangan ijin beton yang relatif rendah misalnya 50 kg/cm2
, maka
berdasarkan kekuatan bahan beton, Qtp = 50 x 1.814 kg = 90.700 kg = 90.70
ton, jauh di atas 39.6 ton yang diperhitungkan terhadap daya dukung tanah.
Dari angka 90.70 ton tersebut berat sendiri tiang beton = 0.35 x 0.35 x 23 x
2.5 ton = 7.04 ton. Jadi kalau tiang pancang beton tersebut dipancang
sampai kedalaman 23 m, agar tiang tersebut tidak mengakibatkan
keruntuhan tanah pondasi, maksimum beban sentris yang dapat diletakkan
di atas tiang pancang = 39.6 ton – 7.04 ton = 32.56 ton.
Perhitungan tiang pancang pada prinsipnya mengenal adanya point bearing
piles, friction piles atau kombinasi dari keduanya. Dalam perhitungan tiang
pancang yang sebenarnya, jarang sekali kita dapatkan tiang pancang yang
berdiri sendiri sebagai single pile, akan tetapi yang sering kita jumpai adalah
perhitungan tiang pancang dalam bentuk piles group. Piles group ini
menganggap kelompok tiang sebagai satu kesatuan, namun mempunyai
karakteristik yang berbeda antara point bearing piles dengan friction piles.
Pada point bearing piles kemampuan tiang dalam kelompok tiang sama
dengan kemampuan tiang secara individual. Sedangkan pada friction piles,
daya dukung kelompok tiang diperhitungkan sebagai berikut:
1
. . ( ). .
3 3
t
klp c klp
Q
Q N A B L l
τ τ
 
= = + +
 
dimana:
Qklp = daya dukung yang diijinkan pada kelompok tiang
Qt = daya dukung keseimbangan pada kelompok tiang
3 = safety factor.
τ = kekuatan geser tanah
Nc = faktor daya dukung
Aklp = luas kelompok tiang = B x L
B = lebar kelompok tiang
L = panjang kelompok tiang
l = kedalaman tiang pancang
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-12
3.4. Penetapan Jenis Pondasi
Pertimbangan pertama dalam menetapkan jenis pondasi adalah mengetahui dimana
letak tanah keras di bawah abutment dan pilar. Dari letak kedalaman tanah keras
tersebut dapat ditetapkan apakah akan dipilih pondasi dangkal (sampai dengan
kedalaman 8.00 m) ataukah pondasi dalam (> 8.00 m). Berikut ini diberikan jenis-
jenis pondasi baik pondasi dangkal mauopun pondasi dalam yang dicakup di dalam
Spesifikasi Umum Tahun 2007, Divisi 7 Struktur. Uraian yang dicakup dalam
penjelasan ini diambil dari Divisi 7, diharapkan bagi ahli perencanaan teknis
jembatan untuk memahaminya dengan seksama agar dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan jenis-jenis pondasi jembatan. Desain
pondasi disarankan mengacu pqada ketentuan teknis yang diatur dalam Spesifikasi
agar perencana tidak perlu membuat Spesifikasi Khusus karena desainnya di luar
cakupan Spesifikasi yang ada.
3.4.1 Pondasi Dangkal
A. Pondasi Langsung
Pondasi langsung pada umumnya digunakan untuk abutment tipe
gravitasi. Abutment jembatan tipe gravitasi ini diasumsikan terbuat dari
pasangan batu dan dudukan struktur atas jembatan terbuat dari beton
struktural.
Lihat sketsa berikut:
Gambar 3-4 Abutment Tipe Gravitasi – Pondasi Langsung
Batu Kali
Beton Struktural
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-13
Persyaratan-persyaratan tentang beton struktur dan pasangan batu kali
mengacu pada Spesifikasi.
B. Pondasi Sumuran
Gambar 3-5 Contoh Pondasi Sumuran Pada Jembatan 2 x 2 Lajur
(Catatan: Hanya diambil potongan untuk 1 jembatan di sebelah kiri)
Pondasi Sumuran
Pilar Jembatan
Gelagar Bangunan
Atas Jembatan
Pondasi Sumuran
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-14
Dinding sumuran dibuat dari beton bertulang. Pekerjaan beton dan baja
tulangan harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi.
Kecuali jika ditunjukkan lain dalam Gambar, maka mutu beton adalah fc’=
20 MPa atau K-250 dan mutu baja BJ24. Kecuali jika ditunjukkan lain
dalam Gambar, maka bahan pengisi fondasi sumuran adalah beton
siklop yang harus memenuhi ketentuan dalam Spesifiikasi.
Fondasi sumuran harus dibuat memenuhi ketentuan dimensi dan
fungsinya, dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan yang
diberikan.
Unit beton pracetak harus dicor pada landasan pengecoran yang
sebagaimana mestinya. Cetakan harus memenuhi garis dan elevasi
yang tepat dan terbuat dari logam. Cetakan harus kedap air dan tidak
boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Unit beton
pracetak yang telah selesai dikerjakan harus bebas dari segregasi,
keropos, atau cacat lainnya dan harus memenuhi dimensi yang
disyaratkan. Unit beton pracetak tidak boleh digeser sebelum 7 hari
setelah pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat
tekan beton telah mencapai 70 persen dari kuat tekan beton rancangan
dalam 28 hari. Unit beton pracetak tidak boleh diangkut atau dipasang
sampai beton tersebut mengeras paling sedikit 14 hari setelah
pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan kuat tekan mencapai
85% dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari.
Beton pracetak yang pertama dibuat harus ditempatkan sebagai unit
yang terbawah. Bilamana beton pracetak yang pertama dibuat telah
diturunkan, beton pracetak berikutnya harus dipasang di atasnya dan
disambung sebagimana mestinya dengan adukan semen untuk
memperoleh kekakuan dan stabilitas yang diperlukan. Penurunan dapat
dilanjutkan 24 jam setelah penyambungan selesai dikerjakan.
Cetakan untuk dinding sumuran yang dicor di tempat harus memenuhi
garis dan elevasi yang tepat, kedap air dan tidak boleh dibuka paling
sedikit 3 hari setelah pengecoran. Beton harus dicor dan dirawat sesuai
dengan ketentuan dari Spesifikasi ini. Penurunan tidak boleh dimulai
paling sedikit 7 hari setelah pengecoran atau sampai pengujian
menunjukkan bahwa kuat tekan beton mencapai 70% dari kuat tekan
rancangan dalam 28 hari.
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-15
Beton siklop yang diisikan pada Fondasi Sumuran sesuai dengan
ketentuan dalam Spesifikasi.
Bilamana penggalian dan penurunan fondasi sumuran dilaksanakan,
perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini :
− Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi
undang-undang keselamatan kerja, dan sebagainya.
− Penggalian hanya boleh dilanjutkan bilamana penurunan telah
dilaksanakan dengan tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan
kondisi tanah. Gangguan, pergeseran dan gonjangan pada dinding
sumuran harus dihindarkan selama penggalian.
− Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya
sendiri, dengan menggunakan beban tambahan (superimposed
loads), dan mengurangi ketahanan geser (frictional resistance), dan
Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat
penurunan dinding sumuran, maka disarankan untuk melakukan
upaya untuk mengurangi geseran antara dinding luar sumuran
dengan tanah disekelilingnya.sebagainya.
Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus
diberikan untuk hal-hal berikut ini :
− Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan
cara tremi atau pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat
fluktuasi muka air dalam sumuran;
− Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah
pengecoran beton untuk sumbat dasar sumuran.
Sumuran harus diisi dengan beton siklop fc’ 15 MPa atau K-175 sampai
elevasi satu meter di bawah fondasi telapak. Sisa satu meter tersebut
harus diisi dengan beton fc’ 20 MPa atau K-250, atau sebagaimana yang
ditunjukkan dalam Gambar.
Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus
mampu menahan gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air
selama proses penurunan dinding sumuran, dan harus ditarik setelah
pelaksanaan sumuran selesai dikerjakan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-16
Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari
sisi dasar fondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus
dilaksanakan dengan menggunakan alat pemecah bertekanan
(pneumatic breakers). Peledakan tidak boleh digunakan dalam setiap
pembongkaran ini. Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam
fondasi telapak harus mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter
tulangan.
Dalam melaksanakan pembuatan fondasi sumuran, standar keselamatan
yang tinggi harus digunakan untuk para pekerja dengan ketat mematuhi
undang-undang dan peraturan yang berkaitan.
3.4.2 Pondasi Dalam
A. Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang Pracetak / Tiang Pancang
Beton Prategang Pracetak
Gambar 3-6 Contoh Pondasi Tiang Pancang
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-17
Tiang pancang harus dirancang, dicor dan dirawat untuk memperoleh
kekuatan yang diperlukan sehingga tahan terhadap pengangkutan,
penanganan, dan tekanan akibat pemancangan tanpa kerusakan. Tiang
pancang segi empat harus mempunyai sudut-sudut yang ditumpulkan.
Pipa pancang berongga (hollow piles) harus digunakan bilamana panjang
tiang yang diperlukan melebihi dari biasanya.
Baja tulangan harus disediakan untuk menahan tegangan yang terjadi
akibat pengangkatan, penyusunan dan pengangkutan tiang pancang
maupun tegangan yang terjadi akibat pemancangan dan beban-beban
yang didukung. Selimut beton tidak boleh kurang dari 40 mm dan
bilamana tiang pancang terekspos terhadap air laut atau pengaruh korosi
lainnya, selimut beton tidak boleh kurang dari 75 mm.
Penyambungan tiang pancang harus dihindarkan bilamana
memungkinkan. Bilamana penyambungan tiang pancang tidak dapat
dihindarkan, Penyedia Jasa harus menyerahkan metode penyambungan
kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuan. Tidak ada
pekerjaan penyambungan tiang pancang sampai metode penyambungan
disetujui secara tertulis dari Direksi Pekerjaan.
Perpanjangan tiang pancang beton pracetak dilaksanakan dengan
penyambungan tumpang tindih (overlap) baja tulangan. Beton pada
kepala tiang pancang akan dipotong hingga baja tulangan yang tertinggal
mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
Perpanjangan tiang pancang beton harus dilaksanakan dengan
menggunakan baja tulangan yang sama (mutu dan diameternya) seperti
pada tiang pancang yang akan diperpanjang. Baja spiral harus dibuat
dengan tumpang tindih sepanjang 2 kali lingkaran penuh dan baja
tulangan memanjang harus mempunyai tumpang tindih minimum 40 kali
diameter. Bilamana perpanjangan melebihi 1,50 m, acuan harus dibuat
sedemikian hingga tinggi jatuh pengecoran beton tak melebihi 1,50 m.
Sebelum pengecoran beton, kepala tiang pancang harus dibersihkan dari
semua bahan lepas atau pecahan dan kotoran lain, dibasahi sampai
merata dan diberi adukan semen yang tipis. Mutu beton yang digunakan
sekurang-kurangnya harus beton dengan fc’= 35 MPa atau K-400.
Semen yang digunakan harus dari mutu yang sama dengan yang dipakai
pada tiang pancang yang akan disambung, kecuali diperintahkan lain
oleh Direksi Pekerjaan. Acuan tidak boleh dibuka sekurang-kurangnya 7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-18
hari setelah pengecoran. Perpanjangan tiang pancang harus dirawat dan
dilindungi dengan cara yang sama seperti tiang pancang yang akan
disambung. Bilamana tiang pancang akan diperpanjang setelah operasi
pemancangan, kepala tiang pancang direncanakan tertanam dalam pur
(pile cap), maka perpanjangan baja tulangan yang diperlukan harus
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Bilamana tidak disebutkan
dalam Gambar, maka panjang tumpang tindih baja tulangan harus 40 kali
diameter untuk tulangan memanjang, kecuali diperintahkan lain oleh
Direksi Pekerjaan.
Tiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang datar atau
mempunyai sumbu yang sama (co-axial), jika dipancang masuk ke dalam
atau menembus jenis tanah seperti batu, kerikil kasar, tanah liat dengan
berangkal, dan tanah jenis lainnya yang mungkin dapat merusak ujung
tiang pancang beton. Sepatu tersebut dapat terbuat dari baja atau besi
tuang. Untuk tanah liat atau pasir yang seragam, sepatu tersebut dapat
ditiadakan. Luas ujung sepatu harus sedemikian rupa sehingga tegangan
dalam beton pada bagian tiang pancang ini masih dalam batas yang
aman seperti yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Tiang pancang dibuat dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari
Spesifikasi. Waktu yang diijinkan untuk memindahkan tiang pancang
harus ditentukan dari hasil uji empat buah benda uji yang telah dibuat
dari campuran yang sama dan dirawat dengan cara yang sama seperti
tiang pancang tersebut. Tiang pancang tersebut dapat dipindahkan
bilamana pengujian kuat tekan pada keempat benda uji menunjukkan
kekuatan yang lebih besar dari tegangan yang terjadi pada tiang pancang
pada saat dipindahkan, ditambah dampak dinamis yang diperkirakan dan
dikalikan dengan faktor keamanan, semuanya harus berdasarkan
persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Ruas tiang pancang yang akan
terekspos untuk pemancangan yaitu tiang-tiang rangka pendukung, harus
diselesaikan. Tidak ada tiang pancang yang akan dipancang sebelum
berumur paling sedikit 28 hari atau telah mencapai kekuatan minimum
yang disyaratkan. Acuan samping dapat dibuka 24 jam setelah
pengecoran beton, tetapi seluruh tiang pancang tidak boleh digeser
dalam waktu 7 hari setelah pengecoran beton, atau lebih lama
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Perawatan
harus dilaksanakan selama 7 hari setelah dicor dengan mempertahankan
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan
3-19
tiang pancang dalam kondisi basah selama jangka waktu tersebut.
Selama operasi pengangkatan, tiang pancang harus didukung pada titik
seperempat panjangnya atau sebagaimana yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Bilamana tiang pancang tersebut akan dibuat 1,5 m
lebih panjang dari pada panjang yang disebutkan dalam Gambar, Direksi
Pekerjaan akan memerintahkan menggunakan baja tulangan dengan
diameter yang lebih besar dan/atau memakai tiang pancang dengan
ukuran yang lebih besar dari yang ditunjukkan dalam Gambar. Setiap
tiang harus ditandai dengan tanggal pengecoran dan panjang, ditulis
dengan jelas di dekat kepala tiang pancang. Penyedia Jasa dapat
menggunakan semen yang cepat mengeras untuk membuat tiang
pancang bila disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Penyedia Jasa harus
memberitahu secara tertulis kepada Direksi Pekerjaan atas penggunaan
jenis dan pabrik pembuat semen yang diusulkan. Semen yang demikian
tidak boleh digunakan sebelum disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Periode
dan ketentuan perlindungan sebelum pemancangan harus sebagaimana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Beton harus dikupas sampai pada elevasi yang sedemikian sehingga
beton yang tertinggal akan masuk ke dalam pur (pile cap) sedalam 50
mm sampai 100 mm atau sebagaimana ditunjukkan di dalam Gambar.
Untuk tiang pancang beton bertulang, baja tulangan yang tertinggal
setelah pengupasan harus cukup panjang sehingga dapat diikat ke dalam
pile cap dengan baik seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Untuk
tiang pancang beton prategang, panjang kawat prategang yang tertinggal
setelah pengupasan harus dimasukkan ke dalam pile cap paling sedikit
600 mm. Penjangkaran ini harus dilengkapi, jika perlu, dengan baja
tulangan yang di cor ke dalam bagian atas tiang pancang. Sebagai
alternatif, pengikatan dapat dihasilkan dengan baja tulangan lunak yang
di cor ke dalam bagian atas dari tiang pancang pada saat pembuatan.
Pengupasan tiang pancang beton harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mencegah terjadinya pecah atau kerusakan lainnya pada sisa tiang
pancang. Setiap beton yang retak atau cacat harus dipotong dan
diperbaiki dengan beton baru yang direkatkan sebagaimana mestinya
dengan beton yang lama. Sisa bahan potongan tiang pancang, yang
menurut pendapat Direksi Pekerjaan, tidak perlu diamankan, harus
dibuang sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan.
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf
12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf

More Related Content

Similar to 12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf

CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdf
CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdfCMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdf
CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdfssuser422c48
 
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdf
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdfCMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdf
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdfssuser422c48
 
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdf
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdfCMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdf
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdfssuser422c48
 
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdf
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdfCMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdf
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdfssuser422c48
 
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docx
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docxb7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docx
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docxariesnad
 
SKKNI_2021-124 (SDA).pdf
SKKNI_2021-124 (SDA).pdfSKKNI_2021-124 (SDA).pdf
SKKNI_2021-124 (SDA).pdfdessymayasary
 
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdf
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdfCMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdf
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdfssuser422c48
 
2007 01-uujk, smk3
2007 01-uujk, smk32007 01-uujk, smk3
2007 01-uujk, smk3ahmad fuadi
 
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdf
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdfCMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdf
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdfssuser422c48
 
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdf
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdfPerencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdf
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdfHenokPangkurei2
 
2006 12-teknik pelaporan
2006 12-teknik pelaporan2006 12-teknik pelaporan
2006 12-teknik pelaporanahmad fuadi
 
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdfKangZain3
 
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdfCMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdfssuser422c48
 
Perencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikPerencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikEko Supriyadi
 
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-4126261
 
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfSKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfyuliyuliani25
 
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfSKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfarwanengineering
 
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdf
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdfCMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdf
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdfssuser422c48
 
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdfMSUBHAN13
 

Similar to 12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf (20)

CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdf
CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdfCMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdf
CMB-06 Sistem Manajemen Biaya.pdf
 
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdf
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdfCMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdf
CMB-10 Sistem Manajemen Pengadaan.pdf
 
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdf
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdfCMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdf
CMB-03 Sistem Manajemen Keuangan.pdf
 
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdf
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdfCMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdf
CMB-12 Sistem Manajemen Klaim.pdf
 
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docx
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docxb7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docx
b7a0c_Modul_Pembongkaran1 bangunanas.docx
 
SKKNI_2021-124 (SDA).pdf
SKKNI_2021-124 (SDA).pdfSKKNI_2021-124 (SDA).pdf
SKKNI_2021-124 (SDA).pdf
 
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdf
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdfCMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdf
CMB-05 Sistem Manajemen Waktu.pdf
 
2007 01-uujk, smk3
2007 01-uujk, smk32007 01-uujk, smk3
2007 01-uujk, smk3
 
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdf
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdfCMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdf
CMB-11 Sistem Manajemen Risiko.pdf
 
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdf
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdfPerencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdf
Perencanaan_Jembatan_Rangka_Baja SAMBUNGAN BAUT.pdf
 
2006 12-teknik pelaporan
2006 12-teknik pelaporan2006 12-teknik pelaporan
2006 12-teknik pelaporan
 
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
2006-02-Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
 
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdfCMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
CMB-02 Sistem Manajemen Lingkungan.pdf
 
Perencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrikPerencanaan kontruksi panel_listrik
Perencanaan kontruksi panel_listrik
 
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41
365105692 panduan-erapor-smk-v3-0-5-11-2017-11-41
 
SKKNI 2015-109.pdf
SKKNI 2015-109.pdfSKKNI 2015-109.pdf
SKKNI 2015-109.pdf
 
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfSKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
 
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdfSKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
SKKNI 2015-108 Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung.pdf
 
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdf
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdfCMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdf
CMB-07 Sistem Manajemen Mutu.pdf
 
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf
2006-08-Sistem Manajemen SDM.pdf
 

Recently uploaded

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 

Recently uploaded (20)

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 

12. PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN.pdf

  • 1. BDE – 05 = PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.05.07 Judul : Merencanakan Pondasi Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
  • 2. Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan i KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja. Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya. Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan dengan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi. Modul / Materi Pelatihan BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan” dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari : 1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah. 2. Memilih jenis pondasi jembatan 3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih.
  • 3. Pelatihan Bridge Desain Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan ii Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/ keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya. Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja. Di sisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan. Jakarta, Oktober 2007 KEPALA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : 110016435
  • 4. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan iii PRAKATA Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan pondasi jembatan. Ada 3 hal yang dicakup dalam modul ini yaitu analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih. Hasil analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah akan memberikan masukan bagi Ahli Perencanaan Teknis Jembatan untuk mempelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada struktur sekunder yang berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi- kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya. Setelah rencana penempatan trase jalan, abutment dan pilar jembatan ditentukan, sebelum membuat desain pondasi jembatan, Ahli Perencanaan Teknis Jembatan harus terlebih dahulu memilih jenis pondasi jembatan. Tergantung pada kondisi tanah pondasi, Ahli Perencanaan Teknis Jembatan akan menetapkan pilihan pondasi, apakah pondasi langsung, pondasi sumuran atau pondasi tiang pancang. Perencanaan pondasi baru dapat dibuat jika jenis pondasi jembatan telah ditentukan. Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini. Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang berkaitan dengan perencanaan teknis jembatan; mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Jakarta, Oktober 2007 Penyusun
  • 5. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan iv DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................. i PRAKATA ............................................................................................................. iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv SPESIFIKASI PELATIHAN ................................................................................... vi A. Tujuan Pelatihan ............................................................................................. vi B. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... vi PANDUAN PEMBELAJARAN .............................................................................. vii A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ....................................................................... vii B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................. vii C. Proses Pembelajaran .................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1-1 1.1. UMUM ............................................................................................... 1-1 1.2. RINGKASAN MODUL ....................................................................... 1-2 1.3. BATASAN / RENTANG VARIABEL .................................................. 1-3 1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ..................... 1-4 1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ............ 1-4 1.4. PANDUAN PENILAIAN ..................................................................... 1-4 1.4.1. Acuan Penilaian ................................................................. 1-5 1.4.2. Kualifikasi Penilai ............................................................... 1-5 1.4.3. Penilaian Mandiri ............................................................... 1-7 1.5. SUMBER DAYA PEMBELAJARAN ................................................... 1-8 BAB 2 ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN TANAH .............................................................................................. 2-1 2.1. Umum ................................................................................................ 2-1 2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik .......................... 2-1 2.2.1. Struktur Lipatan .................................................................. 2-5 2.2.2. Struktur Kekar ..................................................................... 2-8 2.2.3. Struktur Sesar ..................................................................... 2-9 2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng .......................... 2-11
  • 6. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan v 2.3 Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar….. 2-11 2.3.1. Pengertian Kapasitas Dukung Tanah 2-12 2.3.2. Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi 2-12 2.3.3. Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof 2-16 2.4 Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar ........................... 2-19 2.4.1. Penurunan Segera (Immediate Settlement) 2-20 2.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) 2-22 RANGKUMAN ................................................................................... 2-25 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 2-27 BAB 3 PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN .................................... 3-1 3.1 Umum ............................................................................................... 3-1 3.2 Penentuan Kedalaman Tanah Keras ................................................ 3-1 3.3 Penggunaan Data Daya Dukung Tanah dan Geologi Teknik ……… 3-6 3.3.1. Daya Dukung Pondasi Dangkal ......................................... 3-6 3.3.2. Daya Dukung Pondasi Dalam ............................................ 3-9 3.4 Penetapan Jenis Pondasi ................................................................. 3-12 3.4.1. Pondasi Dangkal ................................................................ 3-12 3.4.2. Pondasi Dalam ................................................................... 3-16 RANGKUMAN ................................................................................... 3-23 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 3-24 BAB 4 PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN SESUAI DENGAN JENIS YANG DIPILIH ...................................................................... 4-1 4.1 Umum …………………………………………………………………….. 4-1 4.2. Penerapan Kriteria Desain Pondasi .................................................. 4-1 4.2.1. Kriteria Desain Pondasi Sumuran ...................................... 4-2 4.2.2. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang Pracetak/Tiang Pancang Beton Prategang Pracetak……... 4-2 4.2.3. Kriteria Desain Pondasi Tiang Pancang Baja Struktur / Tiang Pancang Pipa Baja …………………………………… 4-5 4.2.4. Kriteria Desain Pondasi Tiang Bor Beton .......................... 4-6 4.3 Penerapan Ketentuan Pembebanan Jembatan ……………………… 4-6 4.4 Perhitungan Perencanaan Pondasi Jembatan .................................. 4-8 4.4..1. Perhitungan Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Kelompok ........................................................................... 4-8 4.4.2. Perhitungan Perencanaan Pondasi Sumuran ……………. 4-25
  • 7. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan vi RANGKUMAN ................................................................................... 4-38 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ..................................................... 4-39 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI DAFTAR PUSTAKA
  • 8. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan vii SPESIFIKASI PELATIHAN A. Tujuan Pelatihan • Tujuan Umum Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu : Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku. • Tujuan Khusus Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK). 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis. 3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan atas jembatan. 4. Merencanakan bangunan bawah jembatan. 5. Merencanakan pondasi jembatan. 6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan. 7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan. B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian Seri / Judul Modul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi: “Merencanakan Pondasi Jembatan”. • Tujuan Pembelajaran Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta mampu merencanakan pondasi jembatan. • Kriteria Penilaian 1. Kemampuan dalam menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah. 2. Kemampuan dalam memilih jenis pondasi jembatan. 3. Kemampuan dalam merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih.
  • 9. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan vii PANDUAN PEMBELAJARAN A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur • Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya. • Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam. • Konsisten mengacu SKKNI dan SLK • Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat. B. Penjelasan Singkat Modul Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari: No. Kode Judul Modul 1. BDE – 01 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan 2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis 3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan 4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan 5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan 6. BDE – 06 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan 7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah: • Seri / Judul : BDE – 05 / Perencanaan Pondasi Jembatan • Deksripsi Modul : Perencanaan Pondasi Jembatan merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam melakukan perencanaan pondasi jembatan mencakup analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, pemilihan jenis pondasi jembatan, dan perencanaan pondasi jembatan.
  • 10. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan viii C. Proses Pembelajaran Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembukaan : • Menjelaskan Tujuan Pembelajaran. • Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis. Waktu : 5 menit. • Mengikuti penjelasan • Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas. OHT – 1 2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan. • Modul ini merepresentasikan unit kompetensi. • Umum • Ringkasan Modul • Koordinasi • Batasan/Rentang Variabel • Panduan Penilaian • Panduan Pembelajaran Waktu : 20 menit. • Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. • Mencatat hal-hal penting. • Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT – 2 3. Penjelasan Bab 2 : Analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah • Umum • Stabilitas tanah berdasarkan data geologi teknik • Analisis kapasitas dukung tanah di bawah abutment dan pilar • Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar. Waktu : 75 menit. • Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. • Mencatat hal-hal penting. • Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT – 3 4. Penjelasan Bab 3 : Pemilihan jenis pondasi jembatan • Umum • Penentuan kedalaman tanah keras. • Penggunaan data daya dukung • Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. • Mencatat hal-hal penting. • Mengajukan pertanyaan OHT – 4
  • 11. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan ix tanah dan geologi teknik • Penetapan jenis pondasi Waktu : 55 menit. bila perlu. 5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih. • Umum • Penerapan kriteria desain pondasi jembatan • Penerapan ketentuan pembebanan jembatan. • Perhitungan perencanaan dimensi pondasi jembatan Waktu : 105 menit. • Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. • Mencatat hal-hal penting. • Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT – 5 6. Rangkuman dan Penutup. • Rangkuman • Tanya jawab. • Penutup. Waktu : 10 menit. • Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. • Mencatat hal-hal penting. • Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT – 8
  • 12. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Modul BDE-05 : Perencanaan Pondasi Jembatan merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer). Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur- unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan. Adapun unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam Perencanaan Teknis Jembatan adalah : No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi I. Kompetensi Umum 1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK). II. Kompetensi Inti 1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis. 2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan/atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan. 3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan. 4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan. 5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan. 6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan. III. Kompetensi Pilihan -
  • 13. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-2 1.2. Ringkasan Modul Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut : a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya: KODE UNIT : INA.5212.113.01.05.07 JUDUL UNIT : Merencanakan pondasi jembatan. DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk merencanakan pondasi jembatan. Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-05 Perencanaan Pondasi Jembatan. b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari: 1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Analisis Data Geologi Teknik dan Penyelidikan Tanah. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 1.1 Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 1.2 Daya dukung tanah di bawah abutment dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 1.3 Daya dukung tanah di bawah pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 1.4 Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 2. Memilih jenis pondasi jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Pemilihan Jenis Pondasi Jembatan. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari:
  • 14. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-3 2.1 Kedalaman tanah keras ditentukan sebagai bahan masukan dalam memilih tipe pondasi jembatan. 2.2 Data daya dukung tanah dan geologi teknik digunakan untuk memilih jenis pondasi jembatan. 2.3 Jenis pondasi jembatan ditetapkan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 3. Merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang telah dipilih, direpresentasikan sebagai bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan pondasi jembatan sesuai dengan jenis yang dipilih. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 3.1 Kriteria desain pondasi jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 3.2 Ketentuan pembebanan jembatan untuk perencanaan pondasi diterapkan. 3.3 Dimensi pondasi jembatan dihitung dan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK). Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian, diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang hasilnya jelas, lugas dan terukur. 1.3. Batasan / Rentang Variabel Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk jasa yang dihasilkan
  • 15. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-4 1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah: 1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok; 2. Tersedia tenaga ahli yang mampu mengaplikasikan kriteria perencanaan dan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya, mampu menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, mampu memilih jenis pondasi jembatan dan mampu merencanakan pondasi jembatan sesuai dengan jenis pondasi yang dipilih; 3. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor. 1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah: 1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran. 2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap. 3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan. 4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi. 1.4. Panduan Penilaian Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi : • Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu. • Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan.
  • 16. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-5 • Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian. 1.4.1. Acuan Penilaian Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari: 1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah, metode pemilihan jenis pondasi jembatan dan metode perencanaan pondasi jembatan; 2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan pondasi jembatan; 3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan; b. Konteks Penilaian 1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori 2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja/ perilaku. 3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK). c. Aspek Penting Penilaian 1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang diperlukan untuk melakukan perencanaan pondasi jembatan; 2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam melaskukan perencanaan pondasi jembatan; 1.4.2. Kualifikasi Penilai a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan
  • 17. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-6 penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat assesor. b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk : 1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai. 2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian. c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk : 1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/ kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang. 2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan. 3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai. 4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya penyediaan dana lebih besar (mahal) Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses tersebut. Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar kompetensi.
  • 18. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-7 KOMPETENSI ASESOR 1.4.3. Penilaian Mandiri Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek. Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan. Bentuk pelatihan mandiri antara lain: a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu: Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan ”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap: 1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran. Memiliki Kompetensi bidang Substansi Memiliki Kompetensi Assessment Kompeten ?
  • 19. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 1-8 2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan). 3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat. 4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain. 1.5. Sumber Daya Pembelajaran Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber daya pembelajaran teori : - OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop. - Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya. - Materi pembelajaran. b. Sumber daya pembelajaran praktek : - PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer. - Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan. c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan betul-betul kompeten.
  • 20. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-1 BAB 2 ANALISIS DATA GEOLOGI TEKNIK DAN PENYELIDIKAN TANAH 2.1. Umum Bab ini menjelaskan analisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah yang dikaji dari laporan pengumpulan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah yang dibuat oleh tenaga ahli geologi dan tenaga ahli geoteknik. Analisis ini mempunyai 3 cakupan yaitu analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah. Dari data geologi teknik dapat dipelajari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan penempatan jembatan, yaitu apabila lokasi jembatan ada pada struktur sekunder, berwujud sebagai lipatan (fold), rekahan/kekar (fractur/joint) atau sesar (fault). Ketidakstabilan penempatan jembatan juga dapat terjadi jika lokasi jembatan berada pada struktur batuan lereng alam dan lereng galian dengan kondisi-kondisi tertentu antara lain berkaitan dengan kemiringan bidang perlapisan, pelapukan bidang perlapisan, masuknya air ke dalam batuan dan sebagainya. Jika data geologi teknik menunjukkan ketidakmantapan lokasi jembatan, maka rencana trase jembatan harus dipindah untuk mendapatkan lokasi yang stabil. Jika lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan sudah dapat ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah dan lokasi titik-titik bor dan titik-titik sondir untuk mendapatkan data-data teknis yang diperlukan guna menghitung daya dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar jembatan. Selanjutnya data properties tanah yang diperoleh dari pengujian laboratorium digunakan untuk memperkirakan berapa penurunan pondasi yang akan terjadi, untuk melengkapi desain pondasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan- kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi atau bahkan kegagalan bangunan di kemudian hari jika jembatan telah selesai dibangun dan digunakan untuk melayani arus lalu lintas. 2.2. Stabilitas Tanah Berdasarkan Data Geologi Teknik Pada tahap survai pendahuluan, telah dilakukan pemetaan topografi berupa peta situasi yang digunakan untuk menarik garis sumbu trase rencana jembatan dengan
  • 21. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-2 mempertimbangkan batasan-batasan geometrik yang ditentukan sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Jembatan merupakan bagian dari jalan oleh karena itu penempatan jembatan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan geometrik yang berlaku untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Setelah garis sumbu trase jembatan ditentukan, pertimbangan teknis berikutnya yang harus ditetapkan adalah dimana harus diletakkan abutment jembatan kiri-kanan dan pilar-pilar jembatan (jika panjang jembatan memerlukan adanya pilar), dengan melihat faktor-faktor fungsi jembatan sebagai perlintasan. Jika jembatan berfungsi melintasi sungai, maka design flood sungai dan ketentuan tentang clearance menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan panjang jembatan, artinya dari sini baru dapat ditentukan lokasi-lokasi abutment dan pilar- pilar yang diperlukan. Jika jembatan melintasi jalan raya atau jalan kereta api, maka faktor utama yang harus dijadikan pertimbangan adalah clearance berdasarkan ketentuan untuk masing-masing fasilitas prasarana yang dilintasi tersebut. Kemudian pada tahap selanjutnya ahli perencana jembatan perlu melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan tersebut akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup: − Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan; − Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik sipil di daerah tersebut; − Penampang geologi teknik pada rencana bangunan; − Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh sebab kondisi geologi teknik. Laporan geologi teknik pada umumnya dilampiri dengan peta geologi teknik, bisa merupakan peta serbaguna, peta umum, peta berskala sedang atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala kecil, atau peta serbaguna, peta pelengkap, peta berskala besar. Peta geologi teknik biasanya dilengkapi dengan lambang-lambang geologi dilengkapi dengan warna-warna atau notasi lambang yang berbeda dengan pengelompokan sebagai berikut: − Lambang-lambang batuan sedimen. − Lambang-lambang tanah
  • 22. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-3 − Lambang-lambang batuan beku − Lambang-lambang batuan metamorf − Lambang-lambang perlapisan − Lambang-lambang batas − Lambang-lambang foliasi, belahan dan unsur berbidang − Lambang-lambang kekar − Lambang-lambang sesar − Lambang-lambang lipatan − Lambang-lambang lineasi − Lambang-lambang geomorfologi umum − Lambang-lambang geomorfologi gerakan tanah − Lambang-lambang hidrogeologi − Lambang-lambang penyelidikan tempat proyek − Lambang-lambang geologi ekonomi, pertambangan − Lambang-lambang stratigrafi, palentologi, sedimentologi. Tidak mudah untuk memahami makna dari lambang-lambang tersebut di atas. Oleh karena itu disarankan agar bridge design engineer berkonsultasi dengan ahli geologi teknik sebelum memutuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Selanjutnya lihat gambar tersebut di bawah:
  • 23. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-4 Gambar 2-1 Peta Geologi Teknik Diambil dari sumber : Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik Lapangan , SK SNI T-17-1991-03
  • 24. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-5 Dari laporan geologi teknik tersebut yang perlu kita cermati adalah informasi tentang struktur batuan. Jika kita mempelajari kedudukan batuan sedimen di pegunungan- pegunungan atau dari penampang pemboran, maka sering kedudukan sedimen- sedimen itu tampak telah terganggu, artinya tidak lagi sejajar seperti kedudukan semula. Akan tetapi sedimen-sedimen itu telah miring letaknya, tidak tegak lurus atau telah terlipat. Sering sedimen-sedimen itu telah nampak patah dan bergeser melalui bidang-bidang tertentu yang disebut bidang sesar. Perubahan kedudukan sedimen-sdimen itu disebabkan karena deformasi tektonik. Ilmu yang mempelajari perubahan perubahan dari kedudukan mendatar batuan- batuan endapan tersebut disebut geologi struktur atau geologi tektonik. Berdasarkan cara pembentukannya ada 2 macam struktur, yaitu struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer berhubungan dengan pembentukan batuan misalnya perlapisan batuan, struktur aliran pada lava, rekahan akibat pendinginan/ pengerutan, struktur ini disebut juga non tektonik. Struktur sekunder, sebagai akibat dari pada gerak-gerak di dalam kerak bumi yang menimpa batuan. Pada dasarnya ada 2 gaya yang bekerja yaitu yang sifatnya tarik (tensional) dan tekan (compressional). Yang berpengaruh terhadap bangunan teknik sipil adalah jenis struktur sekunder, berwujud sebagai: − Lipatan (fold) − Rekahan/kekar (fractur/joint) − Sesar (fault) Lokasi yang stabil untuk penempatan jembatan dengan demikian adalah lokasi yang tidak melewati daerah lipatan, rekahan/kekar atau sesar. Untuk mengetahui ciri-ciri lebih khusus apa yang dimaksud dengan lipatan, rekahan/kekar dan sesar, berikut ini diuraikan secara lebih rinci pengertian struktur sekunder tersebut: 2.2.1. Struktur Lipatan A. Definisi Untuk dapat menganalisis lipatan ini lebih mudah, beberapa istilah yang lebih umum yang dapat digunakan untuk diskripsi didefinisikan sebagai berikut: − Bidang sumbu (axial plane) Bidang yang membagi lipatan sesimetris mungkin, bidang ini bisa tegak lurus, horizontal atau lengkung.
  • 25. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-6 − Sumbu lipatan (axial of fold) Perpotongan bidang sumbu dengan lapisan permukaan dari suatu lipatan atau garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi / terendah suatu lipatan. − Sumbu antiklin Garis yang menghubungkan titik tertinggi dari antiklin. − Sumbu sinklin Garis yang menghubungkan titik terendah dari siklin. − Sayap (limb of flank) Bagian lipatan yang terletak pada kedua sisi sumbu lipatan. − Jurus (strike) Garis perpotongan antara bidang lapisan dengan bidang horizontal. Lapisan horizontal tidak mempunyai kemiringan dan jurus. Jurus biasanya diukur dalam derajat sebelah timur atau barat dari utara magnetis. − Kemiringan Besarnya sudut (dalam derajat) antara bidang lapisan yang miring dengan bidang mendatar, yang diukur pada suatu bidang yang tegak lurus pada arah jurus. Lihat Gambar 2-2 tersebut di bawah: Gambar 2-2 Struktur Lipatan
  • 26. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-7 B. Jenis-jenis Lipatan Terminologi yang cukup terinci telah berkembang untuk menggambarkan aspek-aspek geometris dari lipatan. Istilah umumnya didasarkan pada bentuk potongan yang tegak lurus terhadap jurus dari bidang lipatan. Istilah lainnya ditentukan terhadap sumbu lipatan. Untuk mengetahui macam suatu lipatan perlu memperhatikan potongan melintang yang tegak lurus terhadap bidang sumbunya. Bermacam-macam lipatan dapat sangat berpengaruh terhadap stabilitas bangunan besar atau kecil. Perubahan arah kemiringan secara mendadak dari suatu lapisan dekat pondasi bangunan dapat menyebabkan kondisi yang tidak stabil, hal ini tidak segera teramati oleh pengamatan secara sepintas. Pada semua daerah yang mengalami deformasi, penyelidikan yang teliti harus dilakukan. Beberapa istilah yang umum digunakan untuk lipatan-lipatan didefinisikan di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 2-3: − Antiklin Suatu lipatan yang cembung ke atas − Sinklin Suatu lipatan yang cekung ke atas − Lipatan simetris Suatu lipatan yang simetris terhadap bidang sumbu − Lipatan asimetris Suatu lipatan yang tidak simetris terhadap bidang sumbu, kedua syapnya miring ke arah yang berlawanan pada sudut yang berlaianan/berbeda. − Lipatan menggantung Suatu lipatan dimana bidang sumbunya miring/condong, kedua sayap miring ke arah yang sama biasanya dengan sudut yang berbeda. − Lipatan rebah Suatu lipatan dimana bidang sumbu hampir mendatar.
  • 27. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-8 − Lipatan isoklin Suatu lipatan yang sama, dimana kedua sayapnya miring dengan sudut yang sama ke arah yang sama. − Monoklin Suatu kemiringan yang setempat lebih curam pada lapisan yang relatif mendatar. − Struktur teras Daerah dimana kemiringan lapisan-lapisan pada tempat tertentu mempunyai posisi datar. Gambar 2-3 Jenis-jenis Lipatan 2.2.2. Struktur Kekar Kekar adalah rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja di dalam bumi, dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.
  • 28. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-9 Berdasarkan hal tersebut di atas kekar dibedakan menjadi 2 macam yaitu: a. Kekar tarik (tension joint) yang disebabkan oleh akibat tarikan. b. Kekar geser (shear joint) yaitu kekar yang terjadi akibat tekanan. Kadang-kadang kedua jenis kekar ini sulit dibedakan di lapangan. Umumnya kekar tarik permukaannya tidak rata, arahnya tidak beraturan dan selalu terbuka, sedang kekar geser lurus-lurus bidangnya licin dan tertutup. 2.2.3. Struktur Sesar Sesar adalah rekahan-rekahan di dalam kulit bumi yang kemudian mengalami pergeseran satu terhadap lainnya. Pergeseran yang terjadi dapat berkisar antara beberapa cm sampai beberapa km. Istilah yang umum dipergunakan untuk deskripsi sesar didefinisikan dan ditunjukkan oleh gambar di bawah ini: Gambar 2-4 Sesar a. Bidang sesar (fault surface) Pada beberapa sesar dapat rata seperti bidang tetapi pada umumnya tidaklah demikian melainkan merupakan daerah sesar (fault zone). b. Atap dan kaki (hanging wall & foot wall) Bagian di atas bidang sesar disebut atap, bagian bawah bidang sesar disebut kaki. c. Gingsir (hade) Inklinasi bidang sesar terhadap vertikal. A. Macam-macam sesar Sesar terjadi pada segala jenis batuan, tetapi yang sering kita jumpai pada batuan sedimen. Penamaan sesar pada batuan sedimen
  • 29. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-10 dinyatakan menurut kedudukan patahan (sesar) terhadap kedudukan bidang pelapisan: 1. Sesar jurus (strike fault) : jurus sesar searah jurus lapisan. 2. Sesar lapisan (bedding fault) : jurus sesar sejajar kemiringan bidang lapisan. 3. Sesar kemiringan (dip fault) : jurus sesar sejajar arah kemiringan bidang perlapisan. 4. Sesar diagonal (oblique fault) : jurus sesar menyudut dengan arah bidang perlapisan. 5. Sesar memanjang (longitudinal fault) : jurus sesar umumnya paralel dengan struktur regional. 6. Sesar melintang (transversal fault) : jurus sesar memotong struktur regional dengan sudut minimal 50o . Berdasarkan pergerakannya, secara relatif dibedakan: 1. Sesar normal atau sesar turun, atap bergerak relatif terhadap kaki. 2. Sesar naik, yaitu kaki bergerak relatif ke bawah terhadap atap. 3. Sesar mendatar (strike slip fault), yaitu mempunyai pergeseran kurang lebih sejajar jurus besar. B. Tanda-tanda adanya sesar Tanda-tanda adanya sesar secara garis besar dapat dikenal dalam 3 tahap yaitu pertama dikenal dari peta topografi, kedua dari foto udara dan ketiga pengamatan di lapangan. Tanda-tanda tersebut antara lain adalah : 1. Adanyan gawir sesar - dari peta topografi, terlihat garis kontour rapat dan lurus. 2. Adanya bentuk-bentuk segitiga pada gawir sesar (triangular fault) akibat erosi, selain itu dijumpai pula kipas aluvial yang umumnya menunjukkann adanya sesar normal. 3. Pergeseran dari sungai-sungai kecil. 4. Breksiasi. 5. Kontak antara batuan yang berbeda usia.
  • 30. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-11 2.2.4. Struktur Batuan dan Kemantapan Lereng Struktur batuan sangat berpengaruh terhadap kemantapan pondasi pada lereng alam dan lereng galian. Ketidakmantapan dapat timbul di bawah kondisi-kondisi antara lain sebagai berikut: a. Jika bidang perlapisan miring ke arah lereng galian atau lereng alam. b. Bila pelapukan sepanjang bidang perlapisan dan bidang kekar menghasilkan kekar lempung. c. Bila bidang sesar merupakan bidang geser dalam suatu formasi batuan. d. Bila pelapukan sebagian formasi batuan menyebabkan penurunan kekuatan geser. e. Bila air masuk ke dalam batuan karena perubahan medan pada waktu pelaksanaan pembangunan. f. Bila penggalian pada batuan serpih yang peka terhadap cuaca dan terdapat di daerah dengan curah hujan tahunan tinggi, akan mengakibatkan disintegrasi yang cepat dan menyebabkan batuan serpih mudah sekali pecah dan luruh terkena air. Pertimbangan yang seksama dalam mengevaluasi formasi batuan akan sangat membantu dalam mengambil keputusan terhadap stabilitas pondasi pada lokasi- lokasi tertentu. Namun oleh karena stabilitas pondasi jembatan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam perencanaan jembatan, maka disarankan agar setelah memahami problema-problema geologi teknik, bridge design engineer tetap harus melakukan konsultasi dengan ahli geologi dan ahli geoteknik, agar ada jaminan lokasi rencana pembangunan jembatan benar-benar berada di daerah yang stabil. 2.3. Analisis Kapasitas Dukung Tanah Di Bawah Abutment dan Pilar Untuk dapat merencanakan pondasi jembatan, setelah beban-beban yang bekerja diketahui (beban primer, beban sekunder dan beban khusus menurut SKBI 1.3.2.28.1987 atau aksi tetap, aksi transient, aksi lingkungan dan aksi lainnya menurut BMS7-C2-Bridge Design Code 1992), maka pertama-tama yang perlu dipertimbangkan adalah rekomendasi hasil penyelidikan tanah yang dibuat oleh ahli geoteknik untuk mengetahui kapasitas dukung tanah di bawah abutment maupun pilar. Ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu diperlukan pondasi dangkal atau
  • 31. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-12 mungkin pondasi dalam. Fokus kita dalam Sub Bab ini adalah mengetahui berapa kapasitas dukung tanah baik yang berada di bawah abutment maupun pilar, sebelum kita melangkah lebih lanjut (pada Bab lain) untuk menentukan pondasi jembatan. Prinsip perencanaan pondasi dalam hal ini adalah menjamin bahwa tegangan yang timbul di dalam tanah sebagai akibat pembebanan jembatan masih [ tegangan ijin dibagi faktor keamanan. Hal ini berlaku juga untuk untuk konstruksi pondasi yaitu tegangan yang timbul pada beton atau baja (material pondasi) [ tegangan ijin dibagi faktor keamanan. 2.3.1 Pengertian Kapasitas Dukung Tanah Kapasitas dukung tanah menyatakan gaya geser tanah di sepanjang bidang gesernya untuk melawan penurunan akibat pembebanan. Persamaan kapasitas dukung tanah pada umumnya dinyatakan dengan persamaan Mohr – Coulomb sebagai berikut: τ = c + s tg w dimana τ = tahanan geser tanah c = kohesi tanah s = tegangan normal w = sudut geser dalam tanah Ada 2 kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan pondasi yaitu kriteria stabilitas dan kriteria penurunan. Kriteria stabilitas memberikan gambaran bahwa tanah tidak runtuh meskipun kapasitas dukungnya dilampaui karena dalam perencanaan pondasi ada safety faktor = 3 untuk daya dukung tanah yang diijinkan. Kriteria penurunan memberikan gambaran bahwa meski terjadi differential settlement (penurunan tak seragam), tidak akan terjadi kerusakan pada struktur. 2.3.2 Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi Teori Terzaghi, diturunkan dari persamaan Mohr – Coulomb tersebut di atas, digunakan untuk pondasi dangkal, menghasilkan sebuah rumus daya dukung sebagai berikut: qu = c.Nc + g.D.Nq + ½g.B.Ng
  • 32. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-13 dimana: qu = kapasitas dukung ultimate untuk pondasi memanjang ........ kN/m2. c = kohesi tanah penyangga pondasi ......... kN/m2. g = berat isi tanah ........ kN/m3. D = kedalaman pondasi ....... m B = lebar pondasi ......... m Nc , Nq , Ng = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut geser dalam (w) tanah dari Terzaghi. Selanjutnya lihat gambar-gambar berikut: Gambar 2-5 Model Keruntuhan menurut Teori Terzaghi Gambar 2-6 Hubungan antara Nc , Nq , Ng dan w Dalam persamaan di atas, qu = beban total maksimum per satuan luas, terjadi sesaat ketika pondasi pondasi akan mengalami keruntuhan geser.
  • 33. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-14 Dalam hal ini beban total terdiri dari beban-beban struktur, pelat pondasi dan tanah urug di atasnya. Keruntuhan geser seperti dimaksud disebut keruntuhan geser umum dengan ciri-ciri volume bahan dan kuat gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan. Selain keruntuhan geser umum, dikenal juga keruntuhan geser lokal yang terjadi pada tanah yang mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser. Terzaghi memberikan koreksi empiris terhadap faktor- faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang digunakan untuk penghitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser lokal. Tabel 2-1 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Terzaghi wo Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal Nc Nq Ng Nc Nq Ng 0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0 5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2 10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5 15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9 20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7 25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2 30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7 34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0 35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1 40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8 45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7 48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4 50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1 Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002 Rumus Terzaghi di atas tidak memperhitungkan kekuatan geser tanah yang terletak di atas dasar pondasi. Oleh karena itu teori tersebut hanya cocok untuk pondasi dangkal dengan D [ B. Jika teori Terzaghi digunakan untuk pondasi dalam maka daya dukung yang diperolehnya akan lebih rendah dari pada nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk pondasi dalam kesalahan perhitungan menjadi besar. Selain itu perlu diingat bahwa daya dukung tanah yang dipelajari di atas hanya berlaku untuk menghitung daya dukung ultimit pondasi memanjang. Untuk bentuk-bentuk yang lain, Terzaghi memberikan koreksi-koreksi sebagai berikut:
  • 34. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-15 Pondasi bujur sangkar : qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,40. g.B.Ng Pondasi lingkaran: qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. g.B.Ng Pondasi empat persegi panjang: qu = c.Nc (1+ 0,3B/L) + po.Nq + 0,50. g.B.Ng.(1-0.2B/L) dimana: qu = daya dukung batas (ultimate bearing capacity) ........ kN/m2. c = kohesi tanah penyangga pondasi ......... kN/m2. po = D. g = tekanan overburden pada dasar pondasi ....... kN/m2. g = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air tanah........ kN/m3. D = kedalaman pondasi ....... m B = lebar atau diameter pondasi ......... m L = panjang pondasi ...... m Nc , Nq , Ng = faktor daya dukung tanah yang merupakan fungsi dari sudut geser dalam (w) tanah dari Terzaghi. Teori Terzaghi telah banyak digunakan untuk menghitung daya dukung pada tanah granular dan tanah-tanah yang mempunyai kohesi (c) dan sudut geser dalam (w), karena persamaan daya dukung batasnya memberikan hasil yang sangat hati-hati. Hal ini sangat berguna untuk memperhitungkan risiko yang terjadi karena sulitnya mendapatkan contoh tanah undisturbe pada jenis tanah tersebut. Gambar 2-7 Pondasi Dalam (D > 5B) D B fx
  • 35. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-16 Untuk pondasi dalam yang berbentuk sumuran dengan D > 5B, Terzaghi menyarankan penggunaan rumus sebagai berikut: Pu’ = Pu + Ps = qu.Ap + p.B.fx.D dimana : Pu’ = beban ultimate total untuk pondasi dalam (kN) Pu = beban ultimate total untuk pondasi dangkal (kN) Ps = tahanan gesek pada dinding pondasi (kN) qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,30. g.B.Ng jika berbentuk lingkaran (kN/m2) Ap = luas dasar pondasi (m2) B = diameter pondasi (m) fx = faktor gesekan (lihat tabel 2-2) D = kedalaman pondasi (m) Tabel 2-2 Faktor Gesekan Dinding fx (Terzaghi) Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002 2.3.3 Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof Teori lain tentang kapasitas dukung tanah diberikan oleh Meyerhof, dimaksudkan baik untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam. Cara keruntuhan kapasitas dukung yang dipakai oleh Meyerhof dalam mengembangkan teorinya adalah seperti terlihat dalam Gambar 2-8. Jenis Tanah fx (kg/cm2 ) Lanau dan lempung lunak 0.07 – 0.30 Lempung sangat kaku 0.49 – 1.95 Pasir tak padat 0.12 – 0.37 Pasir padat 0.34 – 0.68 Kerikil padat 0.49 – 0.96
  • 36. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-17 Gambar 2-8 Keruntuhan Kapasitas Dukung Menurut Meyerhof Sumber : Teknik Fondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo - 2002 Persamaan kapasitas dukung Meyerhof: qu = sc.dc.ic.c.Nc + sq.dq.iq.po.Nq + sg.dg.0.5B’.g.Ng dimana: qu = kapasitas dukung ultimate Nc, Nq, Ng = faktor kapasitas dukung untuk pondasi memanjang sc, sq, sg = faktor bentuk pondasi dc, dq, dg = faktor kedalaman pondasi ic, iq, ig = faktor kemiringan beban B = lebar pondasi efektif Po = Df.g = tekanan overburden pada dasar pondasi Df = kedalaman pondasi g = berat isi tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan muka air tanah Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof adalah : Nc = (Nq-1) ctg w Nq = tg2 (45o + w/2).e(ptgw) Ng = (Nq-1)tg(1.4w)
  • 37. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-18 Tabel 2-3 Faktor Kapasitas Dukung Meyerhof w o Nc Nq Ng w o Nc Nq Ng 1 5.14 1 0 26 22.25 11.85 8.00 2 5.38 1.09 0.00 27 23.94 13.20 9.46 3 5.63 1.20 0.01 28 25.80 14.72 11.19 4 6.19 1.43 0.04 29 27.86 16.44 13.24 5 6.49 1.57 0.07 30 30.14 18.40 15.67 6 6.81 1.72 0.11 31 32.67 20.63 18.56 7 7.16 1.88 0.15 32 35.49 23.18 22.02 8 7.53 2.06 0.21 33 38.64 26.09 26.17 9 7.92 2.25 0.28 34 42.16 29.44 31.15 10 8.34 2.47 0.37 35 46.12 33.30 37.15 11 8.80 2.71 0.47 36 50.59 37.75 44.43 12 9.28 2.97 0.60 37 55.63 42.92 53.27 13 9.81 3.26 0.74 38 61.35 48.93 64.07 14 10.37 3.59 0.92 39 67.87 55.96 77.33 15 10.98 3.94 1.13 40 75.31 64.20 93.69 16 11.63 4.34 1.37 41 83.86 73.90 113.99 17 12.34 4.77 1.66 42 93.71 85.37 139.32 18 13.10 5.26 2.00 43 105.11 99.01 171.14 19 13.93 5.80 2.40 44 118.37 115.31 211.41 20 14.83 6.40 2.87 45 133.87 134.87 262.74 21 15.81 7.07 3.42 46 152.10 158.50 328.73 22 16.88 7.82 4.07 47 173.64 187.21 414.33 23 18.05 8.66 4.82 48 199.26 222.30 526.45 24 19.32 9.60 5.72 49 229.92 265.50 674.92 25 20.72 10.66 6.77 50 266.88 319.06 873.86 Tabel 2-4 Faktor Bentuk Pondasi – Meyerhof Faktor Bentuk Nilai Keterangan sc 1 + 0.2(B/L)tg2 (45+w/2) Untuk sembarang w sq = sg 1 + 0.1(B/L)tg2 (45+w/2) 1 Untuk w / 10o Untuk w = 0 Tabel 2-5 Faktor Kedalaman Pondasi – Meyerhof Faktor Kedalaman Nilai Keterangan dc 1 + 0.2(D/B)tg (45+w/2) Untuk sembarang w dq = dg 1 + 0.1(D/B)tg (45+w/2) 1 Untuk w / 10o Untuk w = 0
  • 38. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-19 Tabel 2-6 Faktor Kemiringan Beban – Meyerhof Faktor Kemiringan Beban Nilai Keterangan ic = iq 2 90 1       − o δ Untuk sembarang w ig 2 1       − ϕ δ o 1 Untuk w / 10o Untuk w = 0 Catatan : d = sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal. 2.4. Penurunan Pondasi Di Bawah Abutment dan Pilar Penurunan pondasi yang terletak pada tanah berbutir (granular material) pada umumnya diklasifikasikan sebagai berikut: − Penurunan segera (immediate settlement), yaitu penurunan yang terjadi pada saat “beban kerja” mulai bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari. Analisis immediate settlement digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk “silts” dan “clays” dengan derajat kejenuhan (perbandingan antara isi air pori dengan isi pori) [ 90% dan tanah berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas yang tinggi (> 10-3 m/sec) − Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yaitu penurunan yang terjadi dengan berjalannya waktu, bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan. Sebagai gambaran umum, consolidation settlement pada kebanyakan proyek terjadi dalam kurun waktu 3 – 10 tahun. Analisis consolidation settlement digunakan untuk tanah berbutir halus baik yang dalam kondisi jenuh (saturated) maupun yang hampir jenuh. Ada 2 hal yang perlu diperhitungkan dalam consolidation settlement ini yaitu besarnya penurunan (DH) dan lama waktu terjadinya penurunan. Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung penurunan pondasi pada kedua jenis penurunan pondasi tersebut adalah sebagai berikut: dH H H ∫ ∈ = ∆ 0
  • 39. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-20 dimana e = strain = Dq/Es; Dq = f(H, variasi jenis tanah); H = perkiraan kedalaman perubahan “stress” yang diakibatkan oleh beban pondasi. ∑ + ∆ = =∈ ∆ i H Hi si E qi H H (i dari 1 s/d n) Bagian kanan dari persamaan di atas menunjukkan bahwa tanah terdiri dari n lapis (layers) dengan ketebalan Hi , “stresses” dan “properties” dari masing-masing lapis. Total penurunan pondasi dengan demikian sama dengan jumlah penurunan yang terjadi pada: lapis 1 + lapis 2 + lapis 3 + ........... + lapis n. Es yang digunakan dalam persamaan di atas adalah “constrained modulus” yang diperoleh dari test konsolidasi sebagai 1/mv atau dari test triaxial, dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: ) 2 1 )( 1 ( ). 1 ( 1 , µ µ µ − + − = = tr s v s E m E Es,str = nilai triaxial m = Poisson’s Ratio = ratio antara regangan lateral terhadap regangan vertikal. 2.4.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement) Persamaan penurunan segera dari pondasi yang terletak di permukaan tanah yang homogen, elastis, isotropis, pada media semi tak terhingga dinyatakan sebagai berikut: F s o I I I E B q H         − − + − = ∆ 2 1 2 ' 1 2 1 1 . . µ µ µ dimana DH = immediate settlement qo = tekanan pada dasar pondasi B’ = lebar pondasi Es = modulus elastis m = Poisson’s Ratio
  • 40. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-21 I1, I2, IF = Faktor pengaruh, tergantung pada panjang/lebar pondasi L’/B’, ketebalan lapis tanah H, Poisson’s Ratio m, dan kedalaman pondasi dihitung dari permukaan tanah asli.         + + + + + + + + + + + + + = 1 1 . 1 ( ln ) 1 1 ( ). 1 1 ( ln . 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 N M M N M M N M M N M M M I π         + + = − 1 tan 2 2 2 1 2 N M N M N I π ............ (tan-1 dalam radian) dimana: M = L’/B’ N = H/B’ B’ = B/2 untuk titik tengah pondasi. B’ = B untuk pojok pondasi. L’ = L/2 untuk titik tengah pondasi. L’ = L untuk pojok pondasi. IF dapat dihitung secara grafis dengan menggunakan grafik berikut: Gambar 2-9 Menentukan IF Sumber: Foundation Analysis and Design, Joseph E. Bowles – 1997
  • 41. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-22 2.4.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) Persamaan penurunan konsolidasi (primer) pada tanah berbutir halus adalah sebagai berikut: H H p m H e e e H e e H v o o o =∈ ∆ = + − = + ∆ = ∆ ) ( 1 1 1 DH = Consolidation Settlement De = perubahan angka pori akibat pembebanan eo = angka pori awal e1 = angka pori pada saat berakhirnya konsolidasi H = tebal lapisan tanah yang ditinjau mv = modulus tertahan Dp = pertambahan tegangan e = regangan. Teori penurunan konsolidasi (Terzaghi) diketengahkan dengan membuat asumsi-asumsi sebagai berikut: − Tanah yang ada di dalam lapisan yang terkonsolidasi adalah homogen. − Tanah sepenuhnya jenuh (S = 100%) − Air dan butiran tanah tidak dapat ditekan. − Terdapat hubungan yang linear antara tekanan yang bekerja dan perubahan volume. − Konsolidasi merupakan konsolidasi satu dimensi sehingga tidak terdapat aliran air atau pergerakan tanah lateral. − Hukum Darcy berlaku (v = ki) − Properties tanah konstan. Jika penurunan konsolidasi diperhitungkan berdasarkan indeks pemampatan (Cc) dan indeks pemampatan kembali (Cr) maka Cc dan Cr diperoleh dari grafik e-logp’ dengan : ) ' / ' log( 1 2 2 1 p p e e Cc − = pada bagian linear kurva pembebanan ) ' / ' log( 4 3 3 4 p p e e Cr − = pada kurva pelepasan beban Dengan e1, e2, e3, e4 dan p1, p2, p3, dan p4 adalah titik-titik yang ditunjukkan pada Gambar 2-10
  • 42. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-23 Gambar 2-10 Kurva Hubungan e – log p’ Jika teori dan persamaan penurunan konsolidasi di atas digunakan untuk tanah lempung, maka perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: − Apakah tanah berada pada kondisi konsolidasi normal atau pra konsolidasi. − Perkirakan ”in situ void ratio eo” dan upayakan mencapai idex tekanan yang cukup untuk mendapatkan lapis lempung yang mencukupi. − Perkirakan pertambahan tegangan rata-rata Dq dalam lapisan tanah yang ditinjau dengan ketebalan H. Catatan (1) p1’ = po’ + Dp (2) Cc dan Cr pada gambar adalah kurva yang telah dikoreksi (kurva lapangan) Gambar 2-11 Hubungan perubahan angka pori e (a) Lempung normally consolidated (b) dan (c) lempung over consolidated
  • 43. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-24 Untuk lempung terkonsolidasi normal yaitu jika po’ = pc’ maka perubahan angka pori (De) akibat konsolidasi dinyatakan oleh : ' ' log o o c p p p C e ∆ + = ∆ (Gambar 2-10 a) Untuk lempung yang terkonsolidai berlebihan (overconsolidated), yaitu jika pc’ > po’, perubahan angka pori (De) dipertimbangkan dalam 2 kondisi sebagai berikut: Jika p1’ < pc’ (Gambar 2-10 b), ' ' log ' log 1 o o r o r p p p C p p C e ∆ + = = ∆ dengan p1’ = po’ + Dp Jika po’ < pc’ < p1’ (Gambar 2-10 c) ' ' log ' ' log c o c o c r p p p C p p C e ∆ + + = ∆ dengan pc’ adalah tekanan prakonsolidasi. Langkah-langkah perhitungan konsolidasi dilakukan sebagai berikut: − Lapisan tanah yang penurunan konsolidasinya akan dihihitung terlebih dahulu dibagi menjadi n lapisan. − Tegangan efektif awal po’ pada tiap tengah-tengah lapisan dihitung. − Tambahan tegangan pada tiap tengah-tengah lapisan (Dpi) yang bekerja dihitung. − Dei untuk tiap-tiap lapisan dihitung. − Total penurunan konsolidasi primer pada seluruh lapisan dengan menggunakan persamaan tersebut di bawah: 1 1 1 i n i n i i i i i o e H H H e = = = = ∆ ∆ = ∆ = + ∑ ∑
  • 44. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-25 RANGKUMAN a. Bab 2 modul Perencanaan Pondasi Jembatan ini menguraikan analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan berdasarkan data geologi teknik, analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah, dan analisis penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar berdasarkan data penyelidikan tanah. b. Analisis kestabilan tanah di lokasi rencana pembuatan jembatan dimaksudkan untuk melakukan pengecekan apakah penempatan trase jembatan, abutment dan pilar jembatan akan berada di atas tanah dasar yang stabil ditinjau dari aspek geologi teknik sebelum diputuskan bahwa lokasi jembatan sudah tepat. Aspek geologi teknik dipelajari dari hasil laporan pemetaan geologi teknik yang dibuat oleh ahli geologi teknik. Laporan geologi teknik ini mencakup: − Kondisi geologi regional dan geologi lokal dari daerah pemetaan; − Kondisi geologi teknik dari daerah pemetaan yang meliputi sifat fisik tanah atau batuan setempat dan masalah yang mungkin timbul sehubungan pekerjaan teknik sipil di daerah tersebut; − Penampang geologi teknik pada rencana bangunan; − Saran teknis berupa penanganan dan penanggulangan masalah yang timbul oleh sebab kondisi geologi teknik. c. Analisis daya dukung tanah di bawah rencana pembuatan abutment dan pilar menguraikan garis besar teori mekanika tanah yang pada umumnya digunakan untuk membuat analisis daya dukung tanah. Ada 2 metode yang diketengahkan dalam uraian dimaksud yaitu kapasitas dukung tanah menurut Terzaghi yang pada umumnya digunakan untuk pondasi dangkal dan kapasitas dukung tanah menurut Meyerhof yang pada umumnya digunakan untuk pondasi dangkal maupun pondasi dalam. d. Analisis penurunan pondasi menjelaskan bahwa penurunan pondasi mencakup 2 jenis penurunan yaitu penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan konsolidasi (consolidation settlement): − Immediate settlement yaitu penurunan yang terjadi pada saat “beban kerja” mulai bekerja, dalam rentang waktu kurang lebih 7 hari. Analisis immediate settlement digunakan untuk tanah berbutir halus termasuk “silts” dan “clays” dengan derajat kejenuhan (perbandingan antara isi air pori dengan isi pori) [ 90% dan tanah berbutir kasar dengan koefisien permeabilitas yang tinggi (> 10-3 m/sec). − Consolidation settlement, yaitu penurunan yang terjadi dengan berjalannya waktu, bisa dalam kurun waktu bulanan maupun tahunan. Sebagai gambaran umum,
  • 45. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-26 consolidation settlement pada kebanyakan proyek terjadi dalam kurun waktu 3 – 10 tahun. Analisis consolidation settlement digunakan untuk tanah berbutir halus baik yang dalam kondisi jenuh (saturated) maupun yang hampir jenuh.
  • 46. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 2-27 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur Kode/ Judul Unit Kompetensi : INA.5212.113.01.05.07 : Merencanakan pondasi jembatan Soal : No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk Kerja) Pertanyaan Jawaban: Ya Tdk Apabila ”Ya” sebutkan butir- butir kemampuan anda 1. Menganalisis data geologi teknik dan penyelidikan tanah. 1.1. Kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan 1.1. Apakah anda mampu menganalisis kestabilan tanah berdasarkan data geologi teknik dalam rangka perencanaan teknis jembatan? a. ......................... b. ......................... c. ......................... dst. 1.2. Daya dukung tanah di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 1.2. Apakah anda mampu menganalisis daya dukung tanah di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan? a. ......................... b. ......................... c. ......................... dst. 1.3. Penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar dianalisis sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan 1.3. Apakah anda mampu menghitung penurunan pondasi di bawah abutment dan pilar sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan? a. ......................... b. ......................... c. ......................... dst.
  • 47. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-1 BAB 3 PEMILIHAN JENIS PONDASI JEMBATAN 3.1. Umum Bab ini menjelaskan pemilihan jenis pondasi jembatan, mencakup penentuan kedalaman tanah keras, penggunaan data daya dukung tanah dan geologi teknik dan penetapan jenis pondasi jembatan. Penentuan kedalaman tanah keras dimaksudkan untuk mempertimbangkan apakah akan dibuat pondasi dangkal (0-8.00 m) ataukah pondasi dalam (> 8.00 m). Jika lokasi tanah keras terletak pada kedalaman 0-8.00 meter, ada 2 pilihan yang dapat diambil yaitu dipilih pondasi langsung jika letak kedalaman tanah keras [ 4.00 m, atau pondasi sumuran jika letak kedalaman tanah keras antara 4-8.00 m. Jika letak tanah keras > 8.00 m pondasi yang lazim digunakan adalah pondasi tiang pancang atau tiang bor. Penggunaan data daya dukung tanah dan geologi teknik dimaksudkan untuk memastikan bahwa beban-beban yang bekerja pada jembatan pada akhirnya akan dipikul oleh tanah pondasi yang kapasitas dukungnya mencukupi. Jadi dari sisi konstruksi bahan yang digunakan sebagai konstruksi pondasi (tiang pancang, tiang bor, sumuran, pondasi langsung) mampu memikul kombinasi beban-beban yang bekerja, sedangkan di sisi lain tanah pondasi tidak mengalami keruntuhan dalam memikul beban-beban yang bekerja pada jembatan. Penetapan pondasi jembatan dimaksudkan untuk menetapkan tipe dan jenis pondasi yang paling sesuai dengan persyaratan-persyaratan perencanaan. Jika dipilih pondasi tiang pancang, agar jelas, apakah pilihan ini merupakan point bearing piles, atau friction piles, ataukah kombinasi dari keduanya. Jika dipilih pondasi sumuran, apakah diameter sumuran yang dipilih masih memberikan ruang gerak bagi pelaksana di lapangan, dan sebagainya. 3.2. Penentuan Kedalaman Tanah Keras Untuk mengetahui kedalaman tanah keras, data lapangan yang harus tersedia adalah data sondir dan data bor. Dalam memilih rancangan pondasi jembatan, diperlukan data-data lapangan yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir. Test sondir dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang
  • 48. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-2 perlawanan tanah terhadap ujung konus dan lekatan tanah terhadap selimut bikonus. Data-data tersebut diperoleh dengan cara menekan konus dan bikonus ke dalam lapisan tanah yang diselidiki, digambarkan ke dalam suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara kedalaman ujung konus (m) dengan tekanan konus (kg/cm2 ) dan antara kedalaman ujung konus (m) dengan hambatan pelekat (kg/cm). Sedangkan bor log merupakan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan lapisan-lapisan tanah disertai dengan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menganalisa kondisi tanah/batuan yang harus dipertimbangkan untuk perencanaan pondasi jembatan. Bor-log lapangan merupakan catatan-catatan berdasarkan fakta-fakta lapangan sedangkan bor-log akhir dibuat berdasarkan bor- log lapangan dan hasil-hasil pengujian laboratorium. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa data-data yang diperoleh dari test sondir, bor-log lapangan dan bor-log akhir harus memberikan informasi yang tepat dan akurat guna kepentingan perhitungan pondasi jembatan. Ini berarti bahwa letak titik sondir dan bor harus sedemikian sehingga hasil pengolahan dan evaluasi data tanah yang dibuat dapat merepresentasikan informasi tentang properties tanah yang diperlukan dalam perhitungan pondasi jembatan. Letak titik sondir dan titik bor kadang-kadang tidak dapat tepat pada rencana letak bangunan mengingat situasi-lapangan yang sulit. Oleh karena itu penting diketahui sampai seberapa jauh dapat diadakan penggeseran, relokasi, pengurangan atau penambahan titik penyelidikan. Untuk pemboran mesin perlu juga ditinjau jalan masuk kelokasi. Jumlah dan letak titik sondir dan titik bor (contoh) − Jika jembatan dengan bangunan-bangunan atas diletakkan di 1 (satu) abutment kiri, dan 2 (dua) pilar dan 1 (satu) abutment kanan, pertanyaannya sekarang adalah berapa banyak titik sondir dan titik bor diperlukan untuk dapat menyiapkan perencanaan pondasi jembatan tersebut dan dimana titik-titik sondir dan bor tersebut harus diletakkan? Jawabannya adalah sebagai berikut: • Diperlukan penyelidikan tanah untuk 2 titik sondir di abutmen kiri, 8 titik sondir di dasar sungai/lembah, 2 titik sondir di abutmen kanan. Dalam hal ini sebanyak 6 titik sondir berada di sebelah kiri as jembatan dan 6 titik sondir berada di sebelah kanan as jembatan.
  • 49. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-3 • Diperlukan penyelidikan tanah untuk 1 titik bor di abutmen kiri, 4 titik bor di dasar sungai/lembah, 1 titik bor di abutmen kanan. Lokasi titik-titik bor tersebut berada kurang lebih tepat di bawah as jembatan. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 3-1: Gambar 3-1 Penempatan Titik-titik Sondir dan Bor Pada gambar di atas terdapat 12 titik sondir dan 4 titik bor yang tentu akan memberikan variasi-variasi data tergantung pada kondisi tanah pondasi dan ketelitian pengambilan datanya. Sebelum kita menentukan lokasi kedalaman tanah keras, ada suatu logika berpikir yang tidak boleh diabaikan yaitu: − Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah abutment sebelah kiri hanya didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi abutment sebelah kiri. Dasar Abutment Dasar Pilar As Jembatan Titik Sondir Titik Bor S S S S S S S S S S S S S B B B B B
  • 50. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-4 − Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah abutment sebelah kanan hanya didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi abutment sebelah kanan. − Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah pilar sebelah kiri hanya didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi pilar sebelah kiri. − Penentuan lokasi kedalaman tanah keras di bawah pilar sebelah kanan hanya didasarkan atas data-data sondir dan data bor yang diperoleh berdasarkan pelaksanaan pekerjaan sondir dan pekerjaan bor di lokasi pilar sebelah kanan. Kita ambil contoh abutment sebelah kiri, disini akan tersedia 2 data sondir dan 1 data bor. Terlebih dahulu harus diperiksa kesesuaian hasil sondir dengan jenis tanah yang diperoleh dari hasil pekerjaan bor pada titik bor yang telah ditentukan. Hasil sondir yang tidak sesuai dengan hasil bor perlu ditanyakan kepada ahli geoteknik, misalnya diambil kesimpulan kedua data sondir tersebut masih memenuhi syarat, maka selanjutnya kedua data sondir tersebut dievaluasi lebih lanjut. Dari 2 data sondir kita harus memilih salah satu yaitu yang memberikan dampak paling buruk bagi perhitungan pondasi. Artinya data sondir yang kita pilih tersebut adalah data sondir yang menginformasikan lokasi tanah keras lebih dalam dibandingkan dengan data sondir yang satu lagi, dan atau jumlah hambatan pelekat pada kedalaman yang dipilih untuk perhitungan pondasi lebih rendah dibandingkan dengan jumlah hambatan pelekat pada data sondir yang satu lagi. Demikian dengan metode yang sama dilakukan pemilihan data sondir untuk pilar kiri, pilar kanan dan abutment kanan. Jika hal ini telah dilakukan, maka kita mempunyai data-data yang siap dianalisis untuk memastikan lokasi kedalaman tanah keras, yaitu: 1 sondir dan 1 bor untuk abutment kiri, 1 sondir dan 1 bor untuk pilar kiri, 1 sondir dan 1 bor untuk pilar kanan dan 1 sondir dan 1 bor untuk abutment kanan. Data sondir berisi informasi tentang: − Besarnya tekanan konus (kg/cm2 ) pada kedalaman-kedalaman tertentu (m) dihitung dari tinggi permukaan tanah asli. − Besarnya jumlah hambatan pelekat (tekanan kleef) pada kedalaman-kedalaman tertentu (m) dihitung dari tinggi permukaan tanah asli.
  • 51. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-5 Data bor, berisi jenis dan tebal lapisan-lapisan tanah, mulai dari lapis permukaan tanah asli sampai dengan kedalaman berakhirnya pemboran. Kedalaman pemboran pada umumnya melebihi kedalaman titik sondir. Gambar 3-2 Contoh Hasil Sondir dan Bor Pada data sondir dapat diperhatikan bentuk grafik yang menggambarkan hubungan antara tekanan konus dan kedalaman ujung konus. Dari grafik tersebut dapat dicari, pada tekanan konus = 150 kg/cm2 , berapa kedalaman ujung konus pada tekanan ini? Titik yang menunjukkan tekanan konus = 150 kg/cm2 inilah yang disebut kedalaman tanah keras, pada Gambar 3-2 titik tersebut berada pada kedalaman 24 m di bawah permukaan tanah asli. Batasan-batasan kedalaman tanah keras yang lazim digunakan dalam perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:
  • 52. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-6 − Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman [ 4 m dari permukaan tanah asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dangkal, pada umumnya cukup dengan pondasi langsung. − Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman 4-8 m dari permukaan tanah asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dangkal, pada umumnya digunakan pondasi sumuran. − Jika lokasi tanah keras berada pada kedalaman > 8 m dari permukaan tanah asli, maka yang diperlukan adalah pondasi dalam, pada umumnya dipilih pondasi tiang pancang. Perkiraan kedalaman tanah keras berdasarkan data sondir merupakan indikasi awal tentang jenis pondasi yang dapat kita pertimbangkan. Perhitungan lebih rinci nantinya akan didasarkan atas berbagai informasi tentang tanah pondasi baik yang diperoleh berdasarkan hasil sondir maupun hasil pengujian laboratorium, termasuk data-data yang berkaitan dengan kekuatan bahan pondasi jembatan. 3.3. Penggunaan Data Daya Dukung Tanah dan Geologi Teknik Dari data geologi teknik, yang perlu diketahui adalah kepastian apakah lokasi penempatan jembatan berada pada daerah yang stabil, artinya tidak melewati daerah lipatan, rekahan/ kekar atau sesar. Kemudian pertimbangan yang seksama dalam mengevaluasi formasi batuan juga akan sangat membantu dalam mengambil keputusan terhadap stabilitas pondasi pada lokasi-lokasi tertentu. Jika dari pertimbangan berdasarkan geologi teknik sudah dapat diambil kesimpulan tentang penempatan lokasi jembatan, maka tahap berikutnya adalah menghitung data daya dukung tanah berdasarkan hasil pengujian laboratorium atas titik-titik bor yang diperoleh dari lapangan. 3.3.1 Daya Dukung Pondasi Dangkal Yang dimaksudkan dengan pondasi dangkal adalah pondasi langsung (kedalaman tanah keras < 4.00 m) dan pondasi sumuran (kedalaman tanah keras 4-8 m). Pada pondasi langsung yang harus dihitung terlebih dahulu adalah daya dukung ijin tanah di dasar abutmen jembatan yang didapat dari analisis daya dukung pondasi dangkal pada elevasi dasar dari abutmen jembatan. Daya dukung ijin tanah di dasar abutmen jembatan yang sering dijumpai pada
  • 53. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-7 perhitungan pondasi langsung adalah sekitar 200 kPa atau sama dengan 20 t/m2 = 2.0 kg/cm2 . Pada pondasi langsung tipe gravitasi (pasangan batu kali), beban-beban yang bekerja pada jembatan diteruskan ke dasar pondasi langsung. Jika daya dukung ijin tanah di dasar pondasi = 200 kPa maka tegangan maksimum yang terjadi pada dasar pondasi harus < 200 kPa, selain itu abutment jembatan harus memenuhi persyaratan kestabilan terhadap guling dan kestabilan terhadap geser dengan faktor keamanan tertentu (misalnya 2.2) jika beban-beban kerja dan kombinasinya diberlakukan. Pada pondasi sumuran, beban-beban yang bekerja pada jembatan diteruskan ke dasar pondasi sumuran. Daya dukung ijin tanah di dasar sumuran yang sering dijumpai pada perhitungan pondasi sumuran dengan kedalaman 8 m adalah sekitar 1000 kPa atau sama dengan 100 t/m2 = 10.0 kg/cm2 . Jika daya dukung ijin tanah di dasar pondasi sumuran = 1000 kPa maka tegangan maksimum yang terjadi pada dasar pondasi sumuran harus < 1000 kPa, selain itu pondasi sumuran harus memenuhi persyaratan kestabilan terhadap guling dan kestabilan terhadap geser dengan faktor keamanan tertentu (misalnya 2.2), tidak terjadi tegangan tarik pada dasar sumuran serta memenuhi persyaratan-persyaratan penurunan jika beban- beban kerja dan kombinasinya diberlakukan. Pada penjelasan di atas diambil contoh daya dukung tanah pada kedalaman 4 m dan 8 m. Pertanyaannya sekarang, bagaimana mendapatkan daya dukung tanah pada kedalaman-kedalaman dimaksud atau secara umum kedalaman tanah pada pondasi dangkal?. Untuk menghitung daya dukung tanah pada pondasi dangkal, gunakan persamaan Terzaghi. Berikut ini diberikan contoh perhitungan daya dukung pondasi dangkal. Soal: Hitunglah daya dukung tanah pondasi berbentuk bujur sangkar dengan sisi = B, jika diketahui kedalaman pondasi D = 1.20 m, safety factor (SF) = 3 untuk mendapatkan tegangan ijin qa , dengan data-data tanah yang diperoleh dari ”undrained U triaxial test” adalah : g = 17.30 kN/m3 , w = 20o , c = 20 kPa. Jawaban:
  • 54. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-8 Pada data laboratorium terdapat w = 20o , jadi berarti tanah tidak jenuh. Pondasi berbentuk bujur sangkar, maka persamaan yang dipakai yang diturunkan dari persamaan Terzaghi adalah: qu = 1,3.c.Nc + po.Nq + 0,40. g.B.Ng ....... (lihat Bab 2 Sub Bab 2.3 halaman 2-14) Dari Tabel 2-1 (Bab2) dengan w = 20o , diperoleh Nc = 17.7, Nq = 7.4 dan Ng = 5.0. qu = 1.3 x 20 x 17.7 + 1.20 x 17.30 x 7.40 + 0.40 x 17.30 x B x 5 = (613.8 + 34.6 B) kPa. qa = qu / SF = (613.8 + 34.6 B)/3 kPa = (205 + 11.5 B) kPa. Untuk menyelesaikaan perhitungan di atas, Joseph E. Bowles dalam bukunya “Foundationn Analysis and Design” menyarankan penggunaan faktor reduksi rg sebagai berikut: 1 0.25log B r k γ   = −     ...... dimana B / 2 m dan k = 2 Untuk memudahkan perhitungan, persamaan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut: B= 2m 2.5 m 3 m 3.5 m 4 m 5 m 10 m 20 m 100 m rg = 1 0.97 0.95 0.93 0.92 0.90 0.82 0.75 0.57 Dari qa = (205 + 11.5 B) kPa, perkirakan B mempunyai nilai antara 1.5 – 3.0 m dan pada nilai B = 3.0 m, rg = 0.95. qa = (205 + 11.5 B) kPa = 205 + 11.5 x 1.5 = 220 kPa. qa = (205 + 11.5 B) kPa = 205 + 11.5 x 0.95 x 3 = 240 kPa. B D = 1.20 m Permukaan tanah asli
  • 55. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-9 Dari hasil perhitungan di atas, nilai qa yang direkomendasikan adalah antara 200 – 220 kPa (bandingkan dengan data dukung ijin tanah di dasar pondasi langsung yaitu = 200 kPa). Dengan contoh perhitungan ini jelas bahwa untuk menentukan daya dukung ijin tanah pada perencanaan pondasi langsung tidak digunakan data sondir, akan tetapi properties tanah yang diperoleh dari pengujian laboratorium meskipun pada awalnya lokasi penempatan dasar pondasi langsung diperoleh dari data sondir. 3.3.2 Daya Dukung Pondasi Dalam Yang dimaksudkan dengan pondasi dalam adalah pondasi yang diletakkan pada tanah keras dengan kedalaman > 8.00 m dihitung mulai dari elevasi tanah asli. Jenis pondasi yang lazim digunakan untuk pondasi dalam adalah pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor. Pondasi tiang pancang pada umumnya diperhitungkan dengan menggunakan data tekanan konus (kg/cm2 ) dan jumlah hambatan pelekat (kg/cm2 ) yang diperoleh dari hasil sondir. Tekanan konus dan jumlah hambatan pelekat mewakili daya dukung tanah dalam memikul beban-beban yang bekerja pada jembatan, prinsipnya tegangan ijin tanah (yang direpresentasikan oleh tekanan konus dan jumlah hambatan pelekat) pada area pondasi (luas tanah pada ujung tiang pancang dan luas tanah pada sekeliling tiang pancang yang “mengcreate” hambatan pelekat pada saat pemancangan tiang) dibagi dengan safety factor (SF biasanya diambil = 3) masih lebih besar dibandingkan dengan tegangan yang harus dipikul oleh tanah akibat beban-beban yang bekerja pada jembatan. Selain itu daya dukung pondasi dalam juga dapat dihitung dengan persamaan Meyerhof yang data properties tanahnya diperoleh dari hasil pengujian laboratorium atas data-data titik bor yang data lapangannya diambil pada waktu pelaksanaan pekerjaan sondir dan bor. Contoh yang diberikan di sini adalah perhitungan daya dukung yang didasarkan atas data sondir. Daya dukung tanah berdasarkan data sondir Dengan data sondir pada Gambar 3-2, direncanakan pondasi tiang pancang ukuran 35 x 35 cm2, dipancang secara individual pada kedalaman 23 m dari permukaan tanah asli. Beban maksimum yang boleh terjadi pada tiang pancang tersebut = daya dukung tanah terhadap 1 tiang pancang berasal dari tekanan konus pada kedalaman 23 m + hambatan pelekat pada tiang di seluruh panjang tiang. Lihat persamaan tersebut di bawah:
  • 56. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-10 . . 3 5 tp konus tp hamb plkt tp A p O p Q − = + dimana: Qtp = beban maksimum pada tiang jika ditinjau terhadap daya dukung tanah. Atp = luas potongan melintang tiang pancang. pkonus = tekanan konus berdasarkan data sondir pada kedalaman tiang pancang akan diletakkan sesuai perencanaan. Otp = keliling potongan tiang pancang. phamb-plkt = jumlah hambatan pelekat pada kedalaman sesuai dengan ujung tiang pancang direncanakan akan diletakkan sesuai perencanaan Dari Titik Bor Gambar 3-3 Ujung Tiang Pancang Diposisikan Pada Kedalaman 23 m 55 kg/cm2 610 kg/cm2
  • 57. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-11 Jika data-data yang terdapat pada hasil sondir dimasukkan, maka akan diperoleh beban maksimum yang dapat diberikan pada tiang pancang tanpa mengakibatkan keruntuhan tanah pondasi sebagai berikut: 35.35.55 4.35.610 39.538 39.6 3 5 tp Q kg ton = + = = Jika diketahui bahwa tiang pancang berukuran 35 x 35 cm2 tersebut mempunyai penulangan sebanyak 8 f 25 mm, maka Atiang = 35x35 + nx8xpx(2.5/2)2 = 35x35 + 15x8xpx(2.5/2)2 = 1.814 cm2 . Ambil tegangan ijin beton yang relatif rendah misalnya 50 kg/cm2 , maka berdasarkan kekuatan bahan beton, Qtp = 50 x 1.814 kg = 90.700 kg = 90.70 ton, jauh di atas 39.6 ton yang diperhitungkan terhadap daya dukung tanah. Dari angka 90.70 ton tersebut berat sendiri tiang beton = 0.35 x 0.35 x 23 x 2.5 ton = 7.04 ton. Jadi kalau tiang pancang beton tersebut dipancang sampai kedalaman 23 m, agar tiang tersebut tidak mengakibatkan keruntuhan tanah pondasi, maksimum beban sentris yang dapat diletakkan di atas tiang pancang = 39.6 ton – 7.04 ton = 32.56 ton. Perhitungan tiang pancang pada prinsipnya mengenal adanya point bearing piles, friction piles atau kombinasi dari keduanya. Dalam perhitungan tiang pancang yang sebenarnya, jarang sekali kita dapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri sebagai single pile, akan tetapi yang sering kita jumpai adalah perhitungan tiang pancang dalam bentuk piles group. Piles group ini menganggap kelompok tiang sebagai satu kesatuan, namun mempunyai karakteristik yang berbeda antara point bearing piles dengan friction piles. Pada point bearing piles kemampuan tiang dalam kelompok tiang sama dengan kemampuan tiang secara individual. Sedangkan pada friction piles, daya dukung kelompok tiang diperhitungkan sebagai berikut: 1 . . ( ). . 3 3 t klp c klp Q Q N A B L l τ τ   = = + +   dimana: Qklp = daya dukung yang diijinkan pada kelompok tiang Qt = daya dukung keseimbangan pada kelompok tiang 3 = safety factor. τ = kekuatan geser tanah Nc = faktor daya dukung Aklp = luas kelompok tiang = B x L B = lebar kelompok tiang L = panjang kelompok tiang l = kedalaman tiang pancang
  • 58. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-12 3.4. Penetapan Jenis Pondasi Pertimbangan pertama dalam menetapkan jenis pondasi adalah mengetahui dimana letak tanah keras di bawah abutment dan pilar. Dari letak kedalaman tanah keras tersebut dapat ditetapkan apakah akan dipilih pondasi dangkal (sampai dengan kedalaman 8.00 m) ataukah pondasi dalam (> 8.00 m). Berikut ini diberikan jenis- jenis pondasi baik pondasi dangkal mauopun pondasi dalam yang dicakup di dalam Spesifikasi Umum Tahun 2007, Divisi 7 Struktur. Uraian yang dicakup dalam penjelasan ini diambil dari Divisi 7, diharapkan bagi ahli perencanaan teknis jembatan untuk memahaminya dengan seksama agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jenis-jenis pondasi jembatan. Desain pondasi disarankan mengacu pqada ketentuan teknis yang diatur dalam Spesifikasi agar perencana tidak perlu membuat Spesifikasi Khusus karena desainnya di luar cakupan Spesifikasi yang ada. 3.4.1 Pondasi Dangkal A. Pondasi Langsung Pondasi langsung pada umumnya digunakan untuk abutment tipe gravitasi. Abutment jembatan tipe gravitasi ini diasumsikan terbuat dari pasangan batu dan dudukan struktur atas jembatan terbuat dari beton struktural. Lihat sketsa berikut: Gambar 3-4 Abutment Tipe Gravitasi – Pondasi Langsung Batu Kali Beton Struktural
  • 59. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-13 Persyaratan-persyaratan tentang beton struktur dan pasangan batu kali mengacu pada Spesifikasi. B. Pondasi Sumuran Gambar 3-5 Contoh Pondasi Sumuran Pada Jembatan 2 x 2 Lajur (Catatan: Hanya diambil potongan untuk 1 jembatan di sebelah kiri) Pondasi Sumuran Pilar Jembatan Gelagar Bangunan Atas Jembatan Pondasi Sumuran
  • 60. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-14 Dinding sumuran dibuat dari beton bertulang. Pekerjaan beton dan baja tulangan harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi. Kecuali jika ditunjukkan lain dalam Gambar, maka mutu beton adalah fc’= 20 MPa atau K-250 dan mutu baja BJ24. Kecuali jika ditunjukkan lain dalam Gambar, maka bahan pengisi fondasi sumuran adalah beton siklop yang harus memenuhi ketentuan dalam Spesifiikasi. Fondasi sumuran harus dibuat memenuhi ketentuan dimensi dan fungsinya, dengan mempertimbangkan kondisi pelaksanaan yang diberikan. Unit beton pracetak harus dicor pada landasan pengecoran yang sebagaimana mestinya. Cetakan harus memenuhi garis dan elevasi yang tepat dan terbuat dari logam. Cetakan harus kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Unit beton pracetak yang telah selesai dikerjakan harus bebas dari segregasi, keropos, atau cacat lainnya dan harus memenuhi dimensi yang disyaratkan. Unit beton pracetak tidak boleh digeser sebelum 7 hari setelah pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton telah mencapai 70 persen dari kuat tekan beton rancangan dalam 28 hari. Unit beton pracetak tidak boleh diangkut atau dipasang sampai beton tersebut mengeras paling sedikit 14 hari setelah pengecoran, atau sampai pengujian menunjukkan kuat tekan mencapai 85% dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari. Beton pracetak yang pertama dibuat harus ditempatkan sebagai unit yang terbawah. Bilamana beton pracetak yang pertama dibuat telah diturunkan, beton pracetak berikutnya harus dipasang di atasnya dan disambung sebagimana mestinya dengan adukan semen untuk memperoleh kekakuan dan stabilitas yang diperlukan. Penurunan dapat dilanjutkan 24 jam setelah penyambungan selesai dikerjakan. Cetakan untuk dinding sumuran yang dicor di tempat harus memenuhi garis dan elevasi yang tepat, kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran. Beton harus dicor dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi ini. Penurunan tidak boleh dimulai paling sedikit 7 hari setelah pengecoran atau sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton mencapai 70% dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari.
  • 61. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-15 Beton siklop yang diisikan pada Fondasi Sumuran sesuai dengan ketentuan dalam Spesifikasi. Bilamana penggalian dan penurunan fondasi sumuran dilaksanakan, perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini : − Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi undang-undang keselamatan kerja, dan sebagainya. − Penggalian hanya boleh dilanjutkan bilamana penurunan telah dilaksanakan dengan tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan kondisi tanah. Gangguan, pergeseran dan gonjangan pada dinding sumuran harus dihindarkan selama penggalian. − Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya sendiri, dengan menggunakan beban tambahan (superimposed loads), dan mengurangi ketahanan geser (frictional resistance), dan Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat penurunan dinding sumuran, maka disarankan untuk melakukan upaya untuk mengurangi geseran antara dinding luar sumuran dengan tanah disekelilingnya.sebagainya. Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus diberikan untuk hal-hal berikut ini : − Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan cara tremi atau pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat fluktuasi muka air dalam sumuran; − Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah pengecoran beton untuk sumbat dasar sumuran. Sumuran harus diisi dengan beton siklop fc’ 15 MPa atau K-175 sampai elevasi satu meter di bawah fondasi telapak. Sisa satu meter tersebut harus diisi dengan beton fc’ 20 MPa atau K-250, atau sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar. Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus mampu menahan gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air selama proses penurunan dinding sumuran, dan harus ditarik setelah pelaksanaan sumuran selesai dikerjakan
  • 62. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-16 Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari sisi dasar fondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus dilaksanakan dengan menggunakan alat pemecah bertekanan (pneumatic breakers). Peledakan tidak boleh digunakan dalam setiap pembongkaran ini. Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam fondasi telapak harus mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan. Dalam melaksanakan pembuatan fondasi sumuran, standar keselamatan yang tinggi harus digunakan untuk para pekerja dengan ketat mematuhi undang-undang dan peraturan yang berkaitan. 3.4.2 Pondasi Dalam A. Pondasi Tiang Pancang Beton Bertulang Pracetak / Tiang Pancang Beton Prategang Pracetak Gambar 3-6 Contoh Pondasi Tiang Pancang
  • 63. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-17 Tiang pancang harus dirancang, dicor dan dirawat untuk memperoleh kekuatan yang diperlukan sehingga tahan terhadap pengangkutan, penanganan, dan tekanan akibat pemancangan tanpa kerusakan. Tiang pancang segi empat harus mempunyai sudut-sudut yang ditumpulkan. Pipa pancang berongga (hollow piles) harus digunakan bilamana panjang tiang yang diperlukan melebihi dari biasanya. Baja tulangan harus disediakan untuk menahan tegangan yang terjadi akibat pengangkatan, penyusunan dan pengangkutan tiang pancang maupun tegangan yang terjadi akibat pemancangan dan beban-beban yang didukung. Selimut beton tidak boleh kurang dari 40 mm dan bilamana tiang pancang terekspos terhadap air laut atau pengaruh korosi lainnya, selimut beton tidak boleh kurang dari 75 mm. Penyambungan tiang pancang harus dihindarkan bilamana memungkinkan. Bilamana penyambungan tiang pancang tidak dapat dihindarkan, Penyedia Jasa harus menyerahkan metode penyambungan kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuan. Tidak ada pekerjaan penyambungan tiang pancang sampai metode penyambungan disetujui secara tertulis dari Direksi Pekerjaan. Perpanjangan tiang pancang beton pracetak dilaksanakan dengan penyambungan tumpang tindih (overlap) baja tulangan. Beton pada kepala tiang pancang akan dipotong hingga baja tulangan yang tertinggal mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan. Perpanjangan tiang pancang beton harus dilaksanakan dengan menggunakan baja tulangan yang sama (mutu dan diameternya) seperti pada tiang pancang yang akan diperpanjang. Baja spiral harus dibuat dengan tumpang tindih sepanjang 2 kali lingkaran penuh dan baja tulangan memanjang harus mempunyai tumpang tindih minimum 40 kali diameter. Bilamana perpanjangan melebihi 1,50 m, acuan harus dibuat sedemikian hingga tinggi jatuh pengecoran beton tak melebihi 1,50 m. Sebelum pengecoran beton, kepala tiang pancang harus dibersihkan dari semua bahan lepas atau pecahan dan kotoran lain, dibasahi sampai merata dan diberi adukan semen yang tipis. Mutu beton yang digunakan sekurang-kurangnya harus beton dengan fc’= 35 MPa atau K-400. Semen yang digunakan harus dari mutu yang sama dengan yang dipakai pada tiang pancang yang akan disambung, kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan. Acuan tidak boleh dibuka sekurang-kurangnya 7
  • 64. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-18 hari setelah pengecoran. Perpanjangan tiang pancang harus dirawat dan dilindungi dengan cara yang sama seperti tiang pancang yang akan disambung. Bilamana tiang pancang akan diperpanjang setelah operasi pemancangan, kepala tiang pancang direncanakan tertanam dalam pur (pile cap), maka perpanjangan baja tulangan yang diperlukan harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Bilamana tidak disebutkan dalam Gambar, maka panjang tumpang tindih baja tulangan harus 40 kali diameter untuk tulangan memanjang, kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan. Tiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang datar atau mempunyai sumbu yang sama (co-axial), jika dipancang masuk ke dalam atau menembus jenis tanah seperti batu, kerikil kasar, tanah liat dengan berangkal, dan tanah jenis lainnya yang mungkin dapat merusak ujung tiang pancang beton. Sepatu tersebut dapat terbuat dari baja atau besi tuang. Untuk tanah liat atau pasir yang seragam, sepatu tersebut dapat ditiadakan. Luas ujung sepatu harus sedemikian rupa sehingga tegangan dalam beton pada bagian tiang pancang ini masih dalam batas yang aman seperti yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Tiang pancang dibuat dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi. Waktu yang diijinkan untuk memindahkan tiang pancang harus ditentukan dari hasil uji empat buah benda uji yang telah dibuat dari campuran yang sama dan dirawat dengan cara yang sama seperti tiang pancang tersebut. Tiang pancang tersebut dapat dipindahkan bilamana pengujian kuat tekan pada keempat benda uji menunjukkan kekuatan yang lebih besar dari tegangan yang terjadi pada tiang pancang pada saat dipindahkan, ditambah dampak dinamis yang diperkirakan dan dikalikan dengan faktor keamanan, semuanya harus berdasarkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Ruas tiang pancang yang akan terekspos untuk pemancangan yaitu tiang-tiang rangka pendukung, harus diselesaikan. Tidak ada tiang pancang yang akan dipancang sebelum berumur paling sedikit 28 hari atau telah mencapai kekuatan minimum yang disyaratkan. Acuan samping dapat dibuka 24 jam setelah pengecoran beton, tetapi seluruh tiang pancang tidak boleh digeser dalam waktu 7 hari setelah pengecoran beton, atau lebih lama sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Perawatan harus dilaksanakan selama 7 hari setelah dicor dengan mempertahankan
  • 65. Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Pondasi Jembatan 3-19 tiang pancang dalam kondisi basah selama jangka waktu tersebut. Selama operasi pengangkatan, tiang pancang harus didukung pada titik seperempat panjangnya atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana tiang pancang tersebut akan dibuat 1,5 m lebih panjang dari pada panjang yang disebutkan dalam Gambar, Direksi Pekerjaan akan memerintahkan menggunakan baja tulangan dengan diameter yang lebih besar dan/atau memakai tiang pancang dengan ukuran yang lebih besar dari yang ditunjukkan dalam Gambar. Setiap tiang harus ditandai dengan tanggal pengecoran dan panjang, ditulis dengan jelas di dekat kepala tiang pancang. Penyedia Jasa dapat menggunakan semen yang cepat mengeras untuk membuat tiang pancang bila disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Penyedia Jasa harus memberitahu secara tertulis kepada Direksi Pekerjaan atas penggunaan jenis dan pabrik pembuat semen yang diusulkan. Semen yang demikian tidak boleh digunakan sebelum disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Periode dan ketentuan perlindungan sebelum pemancangan harus sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Beton harus dikupas sampai pada elevasi yang sedemikian sehingga beton yang tertinggal akan masuk ke dalam pur (pile cap) sedalam 50 mm sampai 100 mm atau sebagaimana ditunjukkan di dalam Gambar. Untuk tiang pancang beton bertulang, baja tulangan yang tertinggal setelah pengupasan harus cukup panjang sehingga dapat diikat ke dalam pile cap dengan baik seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Untuk tiang pancang beton prategang, panjang kawat prategang yang tertinggal setelah pengupasan harus dimasukkan ke dalam pile cap paling sedikit 600 mm. Penjangkaran ini harus dilengkapi, jika perlu, dengan baja tulangan yang di cor ke dalam bagian atas tiang pancang. Sebagai alternatif, pengikatan dapat dihasilkan dengan baja tulangan lunak yang di cor ke dalam bagian atas dari tiang pancang pada saat pembuatan. Pengupasan tiang pancang beton harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya pecah atau kerusakan lainnya pada sisa tiang pancang. Setiap beton yang retak atau cacat harus dipotong dan diperbaiki dengan beton baru yang direkatkan sebagaimana mestinya dengan beton yang lama. Sisa bahan potongan tiang pancang, yang menurut pendapat Direksi Pekerjaan, tidak perlu diamankan, harus dibuang sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan.