Tipe hukum otonom berfokus pada penegakan aturan hukum secara ketat untuk mengawasi kekuasaan, namun penekanan berlebihan pada prosedur dan kepatuhan dapat menimbulkan legalisme dan mengabaikan keadilan substantif.
An overview of the basics of US copyright fair use for entrepreneurs, business people, and creative professionals. "What Is Fair Use?" includes the following:
A brief review of copyright.
Copyright law vs. the First Amendment.
How do you "claim" Fair Use?
The Four Factors of Fair Use.
Important Fair Use Cases.
The future of Fair Use.
For more information, please go to LizerbramLaw.com
Law, Science & Technology: Copyright & related rights (1 of 2)
- History & developments
- Legal sources
- Copyright harmonization
- Subject matter
- Concept of originality
- Exhaustion + case study
Slide 5: Push and pull relation between technology and copyright
Slide 6: 1450 Invention of printing press
Slide 8: Statute of Ann (1710)
Slide 12: Copyright US Constitution (1790)
Slide 13: The Pirate Publisher
Slide 15: 20th century, cassette, video tape, CDs, Napster, The Pirate Bay, Popcorn Time
Slide 22: The battle of copyright (free culture, corporate capitalism, public domain)
Slide 23: Legal sources (sauces)
Slide 25: Berne convention (1886)
Slide 28: Three step test
Slide 29: Universal Copyright Convention (1952)
Slide 30: Rome convention (1961)
Slide 32: TRIPS - Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (1994)
Slide 35: WIPO Internet Treaties (1996)
Slide 36: EU Copyright Law
Slide 39: Road to harmonization (Regulations, Directives, CJEU practice...)
(...)
Digital Copyright, Digital Agenda by EU Commission, Digital Single Market, Originality, CRM Directive, InfoSoc Directive, Directive 2001/29, Directive 2014/26/EU, UsedSoft, Painer, Football Dataco, SAS Institute, Google Adwords, Svensson, Links and copyright, Caching and copyright, ...
An overview of the basics of US copyright fair use for entrepreneurs, business people, and creative professionals. "What Is Fair Use?" includes the following:
A brief review of copyright.
Copyright law vs. the First Amendment.
How do you "claim" Fair Use?
The Four Factors of Fair Use.
Important Fair Use Cases.
The future of Fair Use.
For more information, please go to LizerbramLaw.com
Law, Science & Technology: Copyright & related rights (1 of 2)
- History & developments
- Legal sources
- Copyright harmonization
- Subject matter
- Concept of originality
- Exhaustion + case study
Slide 5: Push and pull relation between technology and copyright
Slide 6: 1450 Invention of printing press
Slide 8: Statute of Ann (1710)
Slide 12: Copyright US Constitution (1790)
Slide 13: The Pirate Publisher
Slide 15: 20th century, cassette, video tape, CDs, Napster, The Pirate Bay, Popcorn Time
Slide 22: The battle of copyright (free culture, corporate capitalism, public domain)
Slide 23: Legal sources (sauces)
Slide 25: Berne convention (1886)
Slide 28: Three step test
Slide 29: Universal Copyright Convention (1952)
Slide 30: Rome convention (1961)
Slide 32: TRIPS - Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (1994)
Slide 35: WIPO Internet Treaties (1996)
Slide 36: EU Copyright Law
Slide 39: Road to harmonization (Regulations, Directives, CJEU practice...)
(...)
Digital Copyright, Digital Agenda by EU Commission, Digital Single Market, Originality, CRM Directive, InfoSoc Directive, Directive 2001/29, Directive 2014/26/EU, UsedSoft, Painer, Football Dataco, SAS Institute, Google Adwords, Svensson, Links and copyright, Caching and copyright, ...
A trademark is a word, phrase, symbol or design, or a combination of words, phrases, symbols or designs, that identifies and distinguishes the source of the goods of one party from those of others
The trademark owner can be an individual, business organization, or any legal entity. A trademark may be located on a package, a label, a voucher, or on the product itself. For the sake of corporate identity, trademarks are often displayed on company buildings.
A trademark is a word, phrase, symbol or design, or a combination of words, phrases, symbols or designs, that identifies and distinguishes the source of the goods of one party from those of others
The trademark owner can be an individual, business organization, or any legal entity. A trademark may be located on a package, a label, a voucher, or on the product itself. For the sake of corporate identity, trademarks are often displayed on company buildings.
The culture of law is acceptance and resistance on a law event indicating each human behavior on legal problem and event brought in to community. The law can't be only seen from the yuridical perspective, but it must be seen by several perspective according to people and nation development either developed or developing countries. National development is an absolute requirement to improve people life, nation, and state.
Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pemilu.pdf
11. SESI 12.pptx
1. REVIEW SESI
11
KESADARAN
HUKUM DALAM
MASYARAKAT
A. Pengertian dan Proses Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum menurut Wignjoesoebroto ialah kesediaan masyarakat dalam
berperilaku sesuai dengan aturan hukum yang telah ditetapkan. Dalam kesadaran hukum
memiliki dua dimensi, yaitu kognitif dan afektif. Kognitif merupakan pengetahuan
tentang hukum yang mengatur perilaku tertentu baik dilarang maupun diperintahkan
sesuai dengan hukum yang telah ditentukan. Sedangkan afektif merupakan suatu bentuk
keinsyafan yang mengakui bahwa hukum memang harus dipatuhi.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum merupakan kepatuhan
terhadap hukum dari persoalan yang secara luas, diantaranya masalah pengetahuan,
pengakuan, serta penghargaan terhadap hukum.
B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesadaran Hukum
a. Pengetahuan tentang ketentuan hukum
b. Pengakuan terhadap ketentuan hukum
c. Penghargaan terhadap ketentuan hukum
d. Kepatuhan terhadap ketentuan hukum
C. Indikator Kesadaran Hukum
Indikator-indikator dari kesadaran hukum, sebenarnya merupakan petunjuk-petunjuk
yang relatif konkret tentang adanya kesadaran hukum tertentu. Dengan adanya
indikator-indikator tersebut, maka seseorang yang menaruh perhatian pada kesadaran
hukum, akan dapat mengetahui apa yang sesungguhnya merupakan kesadaran hukum
walaupun hanya mengenai hal-hal tertentu saja
4. TIPE HUKUM
REPRESIF
Adapun definisi represif menurut para ahli,
antara lain:
1. Collins Dictionary
Represif dalam kaitannya dengan kontkes
pemerintahan yaitu pemerintahan yang
membatasi kebebasan rakyat dan mengontrol
mereka dengan menggunakan kekerasan.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Represif mengacu pada bersifat represi artinya
menekan, mengekang, menahan, atau
menindas yang bersifat menyembuhkan.
5. TIPE HUKUM
REPRESIF
Nonet dan Selznick menyebutkan beberapa bentuk
dalam mana represi dapat memanifestasikan
dirinya, yaitu :
1. Ketidak mampuan pemerintah untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan umum;
2. Pemerintah yang melampaui batas;
3. Kebijakan umum yang berat sebelah, yang sering
kali dipercontohkan pembaruan kota-kota dan
kebijakan pengembangan ekonomi dalam mana
“program pemerintah” tidak mempunyai sarana
untuk memenuhi, ataupun memperhatikan,
lingkup kepentingan individual dan kelompok
yang dipengaruhinya.
6. TIPE HUKUM
REPRESIF
Ciri Represif/Karakteristik represif antara
lain;
1. Dipergunakan dalam upaya menindaklanjuti
terjadinya pelanggaran norma sosial, agar
menimbulkan efek jera buat para pelakunya.
2. Diterapkan sebagai langkah penindakkan
terhadap pelanggaran norma sosial yang
berlaku.
7. TIPE HUKUM
REPRESIF
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF
TINDAKAN REPRESIF
Setidaknya ada akibat positif dan negatif yang ditimbulkan dari
adanya perwujuatan untuk tindakan represif. Antara lain;
1. Pengendalian represif akan mampu menimbulkan efek
jera bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran dan
mencoba menjauhkan diri dari perilaku yang sama atau
tidak mengulang perilaku buruk yang sama.
2. Tindakan represif mempunyai sisi negatif bagi
masyarakat. Misalnya saja dalam hal ini ketakutan dan
dendam terhadap masyarakat yang memberikan sanksi.
Oleh karena itulah penting diapahami bahwa salah satu
ciri pengendalian sosial yang bersifat negatif yaitu tidak
munculnya efek jera bagi pelaku pelanggaran, justru
memunculkan permasalahan baru yang lebih besar.
Selain itu, pengendalian yang dilakukan belum tentu bisa
tersampaikan dengan baik. Ada bermacam-macam konflik
yang bisa saja muncul di masyarakat, akibat dari
penerapan bentuk pengendalian sosial yang kurang tepat.
8. TIPE HUKUM
REPRESIF
TUJUAN PENGENDALIAN SOSIAL
REPRESI
Setidaknya ada beberapa tujuan dilakukannya
pengendalian sosial secara represif, diantaranya yaitu:
1. Agar terjaga keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat.
2. Mencegah atau mengurangi kemungkinan
pelanggaran nilai dan norma sosial dalam
masyarakat.
3. Mengambangkan arti budaya malu pada masyarakat.
4. Menciptakan dan menegakkan hukum yang berlaku
dalam masyarakat.
5. Agar orang yang pernah melakukan pelanggaran
kembali patuh terhadap atauran yang berlaku.
6. Agar keserasian dan kenyamanan di dalam
masyarakat dapat tercipta.
9. TIPE HUKUM
REPRESIF
Tipe hukum menindas (represif) adalah hukum yang
mengabdi kepada kekuasaan yang represif.
Tipe hukum ini praktis tanpa legitimasi sama sekali.
Orang menaatinya karena dibayang-bayangi oleh
ketakutan terhadap penguasa yang keras dan kasar.
Sifat represif dari hukum itu semata-mata
bertujuan untuk memelihara stabilitas sosial.
Tipe hukum represif dapat dilihat dari adaptasi
yang pasif dan oportunistis dari institusi-institusi
hukum terhadap lingkungan sosial-politik. Kata
"adaptasi" menunjukkan hukum berada pada kondisi
subordinat (di bawah pengaruh) sistem sosial dan
politik.
10. TIPE HUKUM
REPRESIF
Bahkan, kekuatan orang-orang yang menjadi penguasa
politik dapat menembus semua pintu masuk ke dalam
"sistem" hukum.
Hukum dikendalikan oleh figur tokoh politik yang paling
berkuasa di negara itu.
Kriminalisasi adalah bentuk yang paling disukai oleh para
penguasa politik dalam mengontrol warga masyarakat agar
selalu menaati kehendak pemerintah. Di sinilah wajah
represif itu muncul. Hukum tampil dengan wajah
menakutkan dan tanpa kompromi.
Sebaliknya akses warga masyarakat untuk berpartisipasi
dalam hukum sangatlah sempit. Keberadaan dan
keberlakuan hukum tidak perlu harus memperhatikan
kepentingan warga yang diperintah. Pada tipe ini hukum
dan politik merupakan satu kesatuan di dalam sistem
pemerintahan
11. TIPE HUKUM
REPRESIF
Contoh Tindakan Represif
Tindakan represif bisa dilakukan dengan dua cara. Yang
kesemua contohnya bisa dilihat dalam kehidupan sehari-
hari. Antara lain;
1. PERSUASIF
Persuasif merupakan bentuk pengendalian sosial yang
dilakukan dengan cara membujuk atau mengarahkan individu.
Contoh-contoh tindakan persuasif, diantaranya yaitu:
1. Pemerintah memberikan himbauan dan pengarahan
melalui media TV, internet, dan spanduk agar masyarakat
menjaga kebersihan lingkungan.
2. Seorang dokter gigi menghimbau dan menasehati
pasiennya agar rajin membersihkan gigi.
3. Seorang guru menasehati muridnya untuk belajar dengan
giat dan mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu
agar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan.
12. TIPE HUKUM
REPRESIF
2. KOERSIF
Koersif merupakan bentuk pengendalian sosial yang
bersifat keras dan tegas. Atau bisa juga dikatakan bahwa
koersif merupakan tindakan pengendalian sosial dengan
cara kekerasan dan memberikan sanksi tegas.
Contoh-contoh tindakan koersif, diantaranya yaitu:
1. Polantas memberikan surat tilang kepada pengendara
yang melanggar aturan.
2. Satpol PP menangkap para pedagang kaki lima yang
berjualan di lokasi umum yang bukan diperuntukkan
untuk berjualan.
3. Guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak
mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) nya.
4. Seorang manajer memberhentikan salah seorang
karyawannya yang melakukan pelanggaran berat di
tempat kerja.
13. TIPE HUKUM
REPRESIF
KESIMPULAN
1. Tujuan utama: terciptanya ketertiban shg
tercipta kepatuhan tanpa syarat
2. Peraturannya keras & terperinci thd obyek
hukum dan sifat lunak thd pembuatnya.
3. Adanya kebebasan bertindak (diskresi) yg
meresap dan dilakukan sesuai kesempatan.
4. Hukum ini berada dalam kekuasaan politik.
5. Persetujuan = kepatuhan
6. dan kritik = ketidaksetiaan.
14. TIPE HUKUM
OTONOM
Hukum otonom lahir atas sebuah
reaksi dari hukum represif dan untuk
membatasi kesewenang-wenangan
penguasa.
Hukum otonom tidak
mempermasalahkan dominasi
kekuasaan dalam orde yang ada
maupun orde yang hendak dicapai.
Hukum otonom merupakan model
hukum “the rule of law”.
15. TIPE HUKUM
OTONOM
Konsep the rule of law merupakan reaksi
negara atas gagasan-gagasan keterbukaan
yang kerap datangnya dari masyarakat luas.
Atas nama hukum, desakan-desakan
demikian dapat diredam. Di sisi lain, dalam
tipe negara hukum otonom, tertib hukum juga
digunakan untuk menjinakkan perilaku
represif negara.
Jadi, tipe hukum otonom ini ingin menjadi
penengah bagi masyarakat dan penguasa
agar kedua kekuatan itu tidak saling tumpang
tindih atau berbenturan secara destruktif.
16. TIPE HUKUM
OTONOM
Untuk itulah, konsep the rule of
law mengedepankan penyelesaian masalah
melalui prosedur-prosedur tertentu. Keadilan
pun pada akhirnya cukup dilihat sebagai
keadilan prosedural di mana sesuatu akan
dianggap adil sepanjang sesuai dengan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Selain itu, pada tipe hukum otonom, hukum
sudah terpisah dari politik.
Hukum otonom berorientasi kepada
mengawasi kekuasaan represif. Dalam arti ini,
hukum otonom merupakan antitesa dari
hukum represif dalam cara yang sama seperti
“kekuasaan oleh hukum” yaitu hukum hanya
sebagai suatu sarana untuk memerintah
berhubungan dengan kekuasaan
berdasarkan hukum.
17. TIPE HUKUM
OTONOM
Hukum otonom memfokuskan
perhatiannya pada kondisi sosial empiris
dari kekuasaan berdasar hukum realitas-
realitas institusional dalam mana cita-cita
ini dijewantahkan yaitu potensi-potensi
khusus institusi-institusi ini untuk
memberikan sumbangan kepada
kepantasan dalam kehidupan sosial,
tetapi juga batasan-batasannya.
18. TIPE HUKUM
OTONOM
Sifa-sifat yang paling penting dari hukum
otonom adalah penekanan kepada aturan-
aturan hukum sebagai upaya utama untuk
mengawasi kekuasaan resmi dan swasta.
Selain itu, terdapat pengadilan yang dapay
didatangi secara bebas yang tidak dapat
dimanipulasi oleh kekuasaan politik dan
ekonomi serta bebas daripadanya dan
yang memiliki otoritas eksklusif untuk
mengadili pelanggar hukum baik oleh para
pejabat umum maupun oleh individu-
individu swasta.
19. TIPE HUKUM
OTONOM
Hukum otonom menunjukkan tiga kelemahan khas
yang sama sekali membatasi potensial hukum untuk
memberi sumbangan kepada keadilan sosial, yaitu
sebagai berikut:
1. Perhatian yang terlalu besar terhadap aturan-aturan
dan kepantasan prosedural mendorong suatu konsep
yang sempit tentang peranan hukum. Mematuhi
aturan-aturan dengan ketat dilihat sebagai suatu
tujuan tersendiri dan hukum menjadi terlepas dari
tujuan. Hasilnya adalah legalisme dan formalisme
birokrasi;
2. Keadilan prosedural dapat menjadi pengganti keadilan
substantif; serta
3. Penekanan atas kepatuhan terhadap hukum akan
melahirkan pandangan tentang hukum sebagai suatu
sarana kontrol sosial, ia mengembangkan suatu
mentalitas hukum dan tata tertib diantara rakyat dan ia
mendorong ahli-ahli hukum untuk mengadopsi suatu
sikap yang konservatif.
20. TIPE HUKUM
OTONOM
Kesimpulan Kelemahan
terlalu fokus pada aturan dan pentingnya
prosedur menimbulkan konsep sempit tentang
hukum, kekakuan hukum
Munculnya keadilan prosedural dan
menggantikan keadilan substantif
Penekanan kepatuhan akan hukum sehingga
Hukum sebagai sarana kontrol sosial
Kelemahan-kelemahan ini akan menghambat
realisasi kekuasaan secara benar berdasarkan
hukum yang dicita-citakan. Namun demikian,
hukum otonom mengandung suatu potensi untuk
perkembangan lebih lanjut dengan mana
kelemahan-kelemahan ini akan dapat diatasi.
21. TIPE HUKUM
OTONOM
Kesimpulan :
1. Keabsahan berdasarkan prosedur yang benar
2. Peraturan dibuat teliti dng ikatan penuh baik
thd objek hukum mapun pembuatnya
3. Diskresi dibatasi pd peraturan-peraturan
4. Penyerahan wewenang secara sempit sehingga
pemaksaan dpt dilakukan dng pembatasan hk
5. Partisipasi masy dibatasi prosedur yg mapan
6. Hk ini mengaharapkan dasar tingkahlaku yg
dipakai untuk menguji keabsahan PP
22. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Hukum responsif adalah model atau teori yang
digagas Nonet-Selznick di tengah kritik pedas Neo-
Marxis terhadap liberal legalism.
Seperti diketahui, legalisme liberal mengandaikan
hukum sebagai institusi mandiri dengan sistem
peraturan dan prosedur yang objektif, tidak
memihak, dan benar-benar otonom.
Ikon legalisme liberal adalah otonomi hukum.
Wujud paling nyata dari otonomi itu adalah rezim
rule of law.
Dengan karakternya yang otonom itu, diyakini
bahwa hukum dapat mengendalikan represi dan
menjaga integritasnya sendiri.
23. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Sifat responsif dapat diartikan sebagai
melayani kebutuhan dan kepentingan sosial
yang dialami dan ditemukan tidak oleh
pejabat melainkan oleh rakyat. Syarat untuk
mengemukakannya secara otentik
memerlukan upaya-upaya khusus yang akan
memungkinkan hal ini dilakukan. Dengan
demikian, diperlukan jalurjalur baru untuk
partisipasi.
24. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Sifat responsif mengandung arti suatu
komitmen kepada hukum di dalam
perspektif konsumen (vide Edmond Cahn,
“Hukum dalam perspektif Konsumen”).
Tetapi, di dalam konsep hukum responsif
terkandung lebih dari hanya sesuatu hasrat
bahwa hukum sistem hukum bisa dibuka
untuk tuntutantuntutan kerakyatan.
Keterbukaan saja akan mudah turun
derajatnya menjadi oportunisme.
25. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Tipe hukum responsif mempunyai ciri yang
menonjol, yakni:
a. Pergeseran penekanan dari aturan-aturan ke
prinsip-prinsip dan tujuan
b. Pentingnya watak kerakyatan (populis) baik
sebagai tujuan hukum maupun cara untuk
mencapainya
Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai
tersirat yang terdapat dalam peraturan dan
kebijakan. Dalam model hukum responsif ini,
mereka menyatakan ketidaksetujuan terhadap
doktrin yang dianggap mereka sebagai interpretasi
yang baku dan tidak fleksibel
26. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Tipe hukum responsif membedakan dirinya dari
hukum otonom di dalam penekananya pada
peranan tujuan di dalam hukum.
Pembuatan hukum dan penerapan hukum tidak lagi
merupakan tujuan sendiri, melainkan arti
pentingya merupakan akibat dari tujuan sosial yang
lebih besar yang dilayaninya.
Dilihat dari sisi ini, aturan-aturan hukum
kehilangan sedikit dari sifat keketatannya
Aturan-aturan ini sekarang dilihat sebagai cara-
cara khusus untuk mencapai tujuan yang lebih
umum, dan aturan yang banyak macamnya itu
diperluas atau mungkin malahan dibuang, apabila
dipandang lebih baik ditinjau dari segi tujuan yang
akan dicapai.
27. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Suatu institusi yang responsif mempertahankan
secara kuat hal-hal yang esensial bagi integritasnya
sembari tetap memperhatikan atau
memperhitungkan keberadaan kekuatan-kekuatan
baru di dalam lingkungannya.
Untuk melakukan ini, hukum responsif memperkuat
cara-cara di mana keterbukaan dan integritas dapat
saling menopang walaupun terdapat benturan di
antara keduanya.
Lembaga responsif ini menganggap tekanan-
tekanan sosial sebagai sumber pengetahuan dan
kesempatan untuk mengoreksi diri. Agar dapat
memperoleh sosok seperti ini, sebuah institusi
memerlukan panduan berupa tujuan
28. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Di antara ketiga tipe hukum, Nonet dan Selznick
berargumen bahwa hanya hukum responsif yang
menjanjikan tertib kelembagaan yang langgeng dan
stabil. Nonet melalui tipe hukum responsifnya
menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tak
dapat diganggu gugat.
Teori ini berpandangan bahwa hukum merupakan
cara mencapai tujuan. Sifat responsif dapat
diartikan sebagai melayani kebutuhan dan
kepentingan sosial yang dialami dan ditemukan,
tidak oleh pejabat melainkan oleh rakyat.
29. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Sifat responsif mengandung arti suatu komitmen
kepada hukum dalam perspektif konsumen.
Dua ciri yang paling menonjol dari konsep hukum
responsif adalah:
a. pergeseran penekanan dari aturan-aturan ke
prinsip-prinsip dan tujuan
b. pentingnya kerakyatan baik sebagai tujuan
hukum maupun cara untuk mencapainya.
30. TIPE HUKUM
RESPONSIF
Hukum responsif berorientasi pada hasil,
yaitu pada tujuan-tujuan yang akan dicapai
di luar hukum. Dalam hukum responsif,
tatanan hukum dinegosiasikan, bukan
dimenangkan melalui subordinasi atau
dipaksakan
31. KESIMPULAN
PERBEDAAN
KESIMPULAN
1. Peraturan berada dibawah azas hukum dan
kebijakan (policy) sesuai kewenangannya.
2. Tujuannya untuk mewujudkan keadilan yg
substantif
3. Diskresi diperluas tetapi harus dipertanggung
jawabkan sesuai tujuan
4. Sedapat mungkin menghindari pemaksaan.
5. Hubungan antar pihak dengan kesederajatan
dng moralitas perdata yg merupakan kekuatan
social
6. Ketidakpatuhan sbg bahan untuk
meningkatkan keabsahan shg ada pembelaan
yuridis
Represif Otonom Responsif
Tujuan Hukum Ketertiban Legitimasi Kompetensi
Legitimasi Demi
Kepentingan
Negara itu
sendiri
Menegakkan
Prosedur
Keadilan
Substantif
Peraturan Kasar dan
terperinci,
hanya mengikat
yang
dipderintah
Panjang lebar,
mengikat
Pembuat dan
Yang Diperintah
Tunduk kepada
Prinsip dan
Kebijaksanaan
32. KESIMPULAN
PERBEDAAN
Represif Otonom Responsif
Penalaran/
Reasoning
Sesuai
keperluan dan
partikularistik
(cepat dan
khusus)
Mengikatkan
diri pada
otoritas hokum,
mudah terjebak
pada
formalistic dan
legismen
Bertujuan;
perluasan
kompetensi
kognitif
Diskresi Sangat Umum,
merata,
oportunis
Dibatasi oleh
peraturan
Banyak sekali
dipakai, tetapi
demi tujuan
yang dapat
dipertanggung-
jawabkan
33. KESIMPULAN
PERBEDAAN
Represif Otonom Responsif
Pemaksaan Luas sekali,
pemabatasan
lemah (keluar
kendali)
Dikontrol oleh
hukum
Pencarian
alternative
positif,
misalnya
insentif,
system-system
swasembada.
Moralitas Moralitas
komunal,
moralitas
hokum,
moralitas
pemaksaan
(pengawasan)
Moralitas
kelembagaan,
sangat
memperhatikan
integritas
proses hukum
Moralitas rakya,
“moralitas
kerja sama”
34. KESIMPULAN
PERBEDAAN
Represif Otonom Responsif
Kaitan Politik Hukum tunduk
pada politik
dan kekuasaan
Hukum bebas
dari politik; ada
pemisahan
kekuasaan
Aspirasi-aspirasi
hokum dan
politik
berintegrasi;
pembauran
kekuasaan
Harapan Kepatuhan
tanpa syarat;
jika tidak taat
harus dihukum
sebagai
pembangkanga
n
Penyimpangan
aturan dapat
dibenarkan
secara hukum,
misalnya untuk
mengkaji
validitas
undang-undang
dan peraturan
Tidak taan
dilihat sebagai
kerugian
substantif;
dipandang
sebagai
pengajuan issu
tentang
legitimasi.
35. KESIMPULAN
PERBEDAAN
Represif Otonom Responsif
Partisipasi Tunduk dan
patuh; kritik
dianggap tidak
loyal
Kemungkinan
dibatasi oleh
prosedur yang
ada, terbuka
munculnya
kritik hukum
Kemungkinan
diperluas oleh
integrase
kepengacaraan
hokum dan
social (bantuan
hokum)
36. KESIMPULAN
PERBEDAAN
KESIMPULAN
1. Peraturan berada dibawah azas hukum dan
kebijakan (policy) sesuai kewenangannya.
2. Tujuannya untuk mewujudkan keadilan yg
substantif
3. Diskresi diperluas tetapi harus dipertanggung
jawabkan sesuai tujuan
4. Sedapat mungkin menghindari pemaksaan.
5. Hubungan antar pihak dengan kesederajatan
dng moralitas perdata yg merupakan kekuatan
social
6. Ketidakpatuhan sbg bahan untuk
meningkatkan keabsahan shg ada pembelaan
yuridis