1. ASKEP KEGAWATDARURATAN AKIBAT ASMA
Posted by nurse87 on 20 April 2012
Posted in: Uncategorized. Tagged: Keperawatan Gawat Darurat. 2 komentar
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini
menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan
kekambuhan.(Lewis, 2000, hal. 660).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi
konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi yang
mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
Jenis-jenis Asma :
a) Asma alergik
Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan
dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu,
iskemia dan rhinita alergik.
b) Asma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi
traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih
berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c) Asma gabungan
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun
bentuk idiopatik atau non alergik.
2. Klasifikasi Asma:
1. Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara
serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan
PEF diperkirakan lebih dari 80%.
1. Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih
dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
1. Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2
kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
1. Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi
serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
Penyebab / Faktor resiko serangan asma
1. Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena
kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang,
kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.
1. Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik
3. ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun.
Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronchial.
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari
faktor berikut ini.
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan
dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis
dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan
broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal
melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan.
Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi
untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran
CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun
4. sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat
lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran
gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot
pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang
menurun menyebabkan retensi CO2dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori
(pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi
jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke
pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini
juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
Tanda dan Gejala
- Batuk produktif
- Wheezing
- Dispnea
- Mengi
- Ekspirasi memanjang
- Barrel chest (dada tong)
- Orthopnea
- Berkeringat
- Tachypnea
- Tachycardia.
Pemeriksaan Diagnostik
5. a) Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas
akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi
asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi
mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit.
Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila
pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih
oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
b) Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi
berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis (
CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke
kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda
bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah
rendah.
c) Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang
objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai
dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat
nilai mutlak saat pemeriksaan.
d) Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau
komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan
pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu
hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini
akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
e) Elektrokardiografi
6. Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah
gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler,
tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
Penanganan Asma
1. Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris.
Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin.
Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
2. Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus
dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
3. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison,
dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
5. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator
dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
7. Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk
meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien
dengan produksi sputum yang banyak.
KAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
Pengkajian
a. Keluhan :
– Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
– Terjadi kesulitan ekspirasi / ekspirasi diperpanjang
– Batuk dengan sekret lengket
– Berkeringat dingin
– Terdengar suara mengi / wheezing keras
– Terjadi berulang, setiap ada pencetus
– Sering ada faktor genetik/familier
AIRWAY
7. Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan
nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit
yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien
c. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup
dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
8. Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien
untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat
sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan
dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit.
Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut
pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik
9. pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini
dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
5. Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta
, EGC, 2002
6. Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.
About these ads