Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang asma sebagai penyakit saluran pernapasan kronis yang serius, serta kasus pasien laki-laki berusia 42 tahun yang mengalami sesak nafas. Dokter mendiagnosis pasien dengan kemungkinan asma setelah pemeriksaan fisik menemukan tanda obstruksi saluran napas, dan menyarankan pasien untuk melakukan spirometri dan uji bronkodilator guna memastikan diagnosis serta member
1. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat
menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun
akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan),
sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti
dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara
yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan
dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti
perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya.
Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat keterlambatan
penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakatan bagaimana
menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World Health
Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga
kesehatan untuk
melakukan penatalaksanaan
asma
yang optimal
sehingga
menurunkan angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang
telah dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun
pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk
ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di
layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit
dengan fasiliti lengkap di pusat-pusat kota.
I.2 Skenario
NAFASKU BERBUNYI
Seorang laki-laki berusia 42 tahun datang ke praktek dokter keluarga dengan
keluhan sesak nafas. Pasien mempunyai kebiasaan merokok dengan indeks Brinkman
Nafasku Berbunyi
Page 1
2. ringan. Dari anamnesis dokter didapatkan bahwa sesak sudah dirasakan sejak 5 tahun
yang lalu terutama bila cuaca dingin. Dan ada riwayat atopi dalam keluarga.
Pemeriksaan fisik : kesadaran compos mentis. Keadaan umum lemah. Tekanan darah
130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/mnt, frekuensi nafas 36 x/mnt. demam subfebril,
auskultasi terdengar ekspirasi memanjang dan whizzing dikedua lapangan paru. Dokter
mencurigai adanya tanda-tanda obstruksi pada saluran nafas.
Kemudian dokter memberitahukan tentang kemungkinan diagnosis penyakitnya.
Untuk memastikan diagnosis, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan spirometri
dan uji bronkodilator untuk melihat derajat obstruksi bronkus dan ada tidaknya
reversibilitas obstruksi bronkus. Sementara untuk mengurangi sesak nafas dokter
memberikan bronkodilator dan obat lainnya dengan catatan bila tidak ada perbaikan maka
disarankan untuk dirujuk ke Dokter Spesialis. Dokter menganjurkan untuk berhenti
merokok agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah dan menghidari faktor-faktor
pencetus munculnya sesak.
Bagaimana saudara menjelaskan apa yang terjadi pada Pasien tersebut?
1.3 Terminologi
1.
Indeks Brinkman
Derajat Berat Merokok. IB = Jumlah rata-rata rokok yang terhisap sehari (batang) x
lama merokok (tahun).
Klasifikasi rokok berdasarkan IB
IB
Klasifikasi
0-199
Perokok Rimgan
200-599
Perokok Sedang
Perokok Berat
2.
Riwayat Atopi
Kelaninan dasar genetik yang memebentuk antibodi berupa Imunoglobulin (IgE)
spesifik bila berhadapan dengan alergen yang umum di jumpai (alergi).
3.
Kesadaran Compos Mentis
Kesadaran Compos Mentis adalah kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab pertanyaan tentang sekelilingnya.
Nafasku Berbunyi
Page 2
3. 4.
Spirometri
Tes fungsi paru untuk menapis penyakit paru. Indikasi lainnya untuk menentukan
kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai penyaikt saluran pernapasan
terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap rokok secara statis maupun
dinamis
5.
Uji Bronkodilator
Untuk mengevaluasi fungsi faal paru dengan menggunakan alat untuk mengukur
ventilasi dalam volume statik dan dinamis paru.
6.
Demam subfebril
Peningkatam suhu tubuh diatas 37,2o-38oC.
7.
Bronkodilator
Obat yang bekerja dengan cara melebarkan saluran napas dengan jalan
melemaskan otot-otot saluran nafas yang mengkerut.
1.4 Rumusan Masalah
1. Kenapa saat dingin sesak pasien makin bertambah ?
2. Apakah merokok ada hubungannya dengan keluhan pasien ?
3. Kenapa bisa respirasi ratenya meningkat dan terdengar wheezing?
4. Apa fungsi pemberian bronkodilator ?
5. Kenapa ekspirasinya memanjang ?
I.5 Learning Obyektif
1. Menjelaskan
beberapa
penyebab
munculnya
reaksi
alergi
pada
sistem
respiratorius.
2. Menjelaskan patofisiologi, gejala dan tanda dari asma bronchiale dan status
asmatikus (asma akut berat).
3. Menjelaskan diagnosis klinik dari asma bronchiale dan status asmatikus (asma
akut berat) berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan antara lain :
pemeriksaan spirometri dan uji bronkodilator.
Nafasku Berbunyi
Page 3
4. BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
a
b
Gbr. a. Anatomi Saluran Pernapasan, b. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan
oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia
dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida
ke lingkungan.
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
Nafasku Berbunyi
Page 4
5. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke selsel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan
dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
Tulang rusuk terangkat ke atas
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada
dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan
tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat
kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus,
hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar
kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19
cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air
raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih
sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida /
CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan
darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Nafasku Berbunyi
Page 5
6. Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan
mengeluarkan
udara
yang
mengandung
karbon
dioksida
dan
uap
air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas
terjadi pelepasan energy.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru
2. Alat – alat pernapasan pada manusia
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea)
dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap
benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut
pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk.Di sebelah belakang rongga hidung terhubung
dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.
Nafasku Berbunyi
Page 6
7. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir
yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya
pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan
berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk
dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga
menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi
oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam
rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok
(bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung
kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
4. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada
laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih
yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring.
Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar
masuknya udara.
Nafasku Berbunyi
Page 7
8. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun.
Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada
waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada
waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara
yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri
dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi
menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi
tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah,
melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke
dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru.
6. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3
lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
Nafasku Berbunyi
Page 8
9. langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk
disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus,
jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang
rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang
lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada
dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut
alveolus.
II.2
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa
disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang
dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan
biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara
yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml.
Udara ini dinamakan udara
komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara yang
dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer.
Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara
dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan
udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu
=4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada
waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan
dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus
Nafasku Berbunyi
Page 9
10. berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh
darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi
oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin
kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan
diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus
Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu
kita mengeluarkan napas. Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas
yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar.
II.3 Proses Pernafasan
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta
mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma
berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu,
otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot
tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada
berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot
tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam
paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang
bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan
ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya
pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada
terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan
volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot
antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (e kshalasi). (2)
Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan
melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan
mengecil (inhalasi).Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil,
tekanan besar/ekshalasi.
II. 4 Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia
1. Hidung
Nafasku Berbunyi
Page 10
11. Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung.
Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya
lendir yang dihasilkan oleh mukosa. Didalam hidung udara disaring dari bendabenda asing yang tidak berupa gas agar tidak masuk ke paru-paru. Selain itu udara
juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2. Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan
masuknya udara dsri ronggs hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis)
yang bertugas mengatur pergantian perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3. Laring
Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan,
yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin
stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian
dalam.
4. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan
tulang rawan yang berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding
trakea tersusun atas tiga lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir
yang berguna untuk menangkap dan mengembalikan benda-benda asing ke hulu
saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru bersama udara penafasan.
5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu
menuju ke paru-paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding
bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan
cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang menuju kekiri lebih mendatar dari
pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru kanan lebih
mudah terserang penyakit
6. Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya
lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara.
Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan
kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah
Nafasku Berbunyi
Page 11
12. permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus
inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan
perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk,
pada bagian bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan
himpunana dari bronkeulus, saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan
paru-paru terdapat cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru pada
saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan mengempisnya paru-paru
disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Paru-paru kanan
o berlobus tiga
o Bronkus kanan bercabang tiga
Paru-paru kiri
o berlobus dua
o Bronkuis kiri bercabang dua
o Posisinya lebih mendatar
Dibungkus oleh lapisanpleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas
II.5 Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
A. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk.
Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang
berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang
berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila
otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat
sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan
tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar
tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang
rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh
Nafasku Berbunyi
Page 12
13. meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran
udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’.
B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot
dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan
mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga
tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan
mengembangnya
paru-paru,
sehingga
udara
mengalir
masuk
ke
paru-
paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan
atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar
rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan
dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi)
dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.
Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc.
Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses
bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat
digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa.
Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang
setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.
Nafasku Berbunyi
Page 13
14. Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan
menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume
udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara
yang keluar masuk pare-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa,
inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan
(expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema
udara pernapasan berikut ini.
Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki
volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc.
Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara yang
mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
Volume udara pernapasan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut
spirometer.
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta
kondisi kesehatan.
Gas-gas dalam Udara Pernapasan
Persentase gas utama pernapasan dalam udara yang keluar masuk paru-paru :
Gas
Udara
sebelum
luar Udara
masuk alveoli (%)
paru-paru (%)
di Udara
yang
keluar dari paruparu (%)
Nitrogen (N2)
79,01
80,7
79,6
Oksigen (O2)
20,95
13,8
16,4
Karbon
0,04
5,5
4,0
dioksida
(CO2)
Pertukaran udara berlangsung di dalam avelous dan pembuluh darah yang
mengelilinginya. Gas oksigen dan karbon dioksida akan berdifusi melalui sel-sel
yang menyusun dinding avelous dan kapiler darah. Udara aveolus mengandung zat
oksigen yang lebih tinggi dan karbon dioksida lebih rendah dari pada gas di dalam
darah pembuluh kapiler. Oleh karena itu molekul cenderung berpindah dari
konsentrasi yang lebih tinggi ke rendah, maka oksigen berdifusi dari udara aveolus
Nafasku Berbunyi
Page 14
15. ke dalam darah, dan karbon dioksida akan berdifusi dari pembuluh darah ke avelous.
Pengangkutan CO₂ oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara yaitu : (1)
Karbondioksida larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat dengan enzim
anhydrase. (2) Karbondioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (3) Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO₂) melalui
proses berantai pertukaran klorida.
Frekuensi Pernafasan
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas disebut sebagai
frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan manusia setiap menitnya
sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya :
Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah frekuensi
pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang dibutuhkan.
Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta produksi
karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat
frekuensi pernapasannya, hal ini
berhubungan dengan penigkatan proses
metabolism yang terjadi dalam tubuh.
Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan
berbeda dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini
berhubungan erat dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai
tumpuan berat tubuh.
Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan
membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau santai, oleh
karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi. Gerakan dan
frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdapat di otak. Selain
itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh konsentrasi karbondioksida (CO₂)
dalam darah.
Nafasku Berbunyi
Page 15
16. BAB III
PEMBAHASAN
III.1 PEMBAHASAN MASALAH
1.
Kenapa saat dingin sesak pasien makin bertambah ?
Pada saat suhu dingin akan merangsang ujung saraf pada jalan nafas. Sehingga
terjadi pelepasan asetilkolin, pelapasan asetilkolin dapat secara langsung
mengakibatkan bronko kontriksi atau merangsang pelepasan mediator kimiawi
lain seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin, pada otot polos dan kelenjar
jalan nafas bronkospasme bengkak pada membran mukosa dan pembentukan
mukus menjadi banyak.
2.
Apakah merokok ada hubungannya dengan keluhan pasien ?
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan
dan jaringan paru-paru. Misalnya, sel mukosa membesar (disebut hipertrofi) dan
kelenjar mukus bertambah banyak (disebut hiperplasia). Dapat pula terjadi
radang ringan, penyempitan saluran pernapasan akibat bertambahnya sel sel dan
penumpikan lendir, dan kerusakan alveoli. Perubahan anatomi saluran
pernapasan menyebabkan fungsi paru-paru terganggu.
3.
Kenapa bisa respirasi ratenya meningkat dan terdengar wheezing?
Karena sebagai bentuk kompensasi tubuh untuk mempertahankan pasokan
oksigen yang masuk ke dalam jarungan dan karena adanya penyempitan pada
saluran pernapasan sehingga terdengar adanya suara whezzing.
4.
Apa fungsi pemberian bronkodilator ?
Fungsi dari pemberian bronkodilator yaitu untuk merelaksasikan otot-otot
pernapasan dengan cara melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan
otot-otot saluran nafas yang mengkerut.
5.
Kenapa ekspirasinya memanjang ?
Karena tekanan udara di luar lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan udara
yang berada didalam paru-paru.
Nafasku Berbunyi
Page 16
17. III.2 ASMA BRONCHIAL
A. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciriciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari
yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan
adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas,
yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri
patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran napas.
Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan, mengingat
patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala episodik berulang berupa batuk,
sesak napas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini
hari, yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat-obat antiinflamasi
berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid
merupakan obat antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam
penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi maupun
sistemik.
Nafasku Berbunyi
Page 17
18. Gbr. Mekanisme dasar kelainan asma
KLASIFIKASI ASMA
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan
yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), berdasarkan tingkat
keparahannya Asma dibagi menjadi 4 jenis :
Nafasku Berbunyi
Page 18
19. B. EPIDEMIOLOGI
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan
obstruksi paru 2/ 1000.
Nafasku Berbunyi
Page 19
20. Penelitian lain
Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma ,
bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang
digunakan dan sebagainya.
Asma pada anak
Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi
asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan hipereaktiviti bronkus
serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang
dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang kembali dengan
rata-rata umur 13,8 0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12
bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya mempunyai gejala
klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak
usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner
modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi
bronkus secara acak.
Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan,
didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun
2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta
Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC
(International Study of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan
spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara
acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma ) 8,9% dan
prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.
Asma pada dewasa
Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian
di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner
modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms
questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan
pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan
uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6
tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2%
dan perempuan 6,6%.
Nafasku Berbunyi
Page 20
21. C. ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam
reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat
yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan
alergi pada orang-orang yang peka. Alergen menyebabkan otot saluran nafas
menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir
yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi membengkak. Saluran nafas
pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita pada penderita
asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila penderita
mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik,
sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh
yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan
ini asma dapat kambuh.
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
atau sering disebut
sebagai faktor pencetus adalah:
Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan
asthma,
misalnya
debu
rumah,
tungau
debu
rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
Nafasku Berbunyi
Page 21
22. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale.
Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas.
Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang
akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol
dalam
darah.
Peningkatan
kortisol
dalam
darah
akan
mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk
melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk
inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Olah raga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma
karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah
raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olah raga.
Obat – obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
Nafasku Berbunyi
Page 22
23. Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal, serta bau yang tajam.
Lingkungan Kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah
lingkunagn kerja.
D. PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Inflamasi kronik dapat menjadi dasar utama terjadinya hiperresponsivitas
saluran napas pasien asma. Berbagai jenis sel terlibat dalam inflamasi kronik ini,
seperti limfosit T, epitel, eosinofil, dan sel mast. Inflamasi akut dapat
mencetuskan serangan asma. Pada proses inflamasi akut, dapat terjadi reaksi asma
tipe cepat (yang melibatkan IgE menempel pada sel mast) serta reaksi fase lambat
yang terutama melibatkan eosinofil dan makrofag.
Airway remodelling juga merupakan proses yang sangat penting. Perubahan
ini merupakan sekuel dari proses inflamasi kronik yang terjadi, sehingga terjadi
proses perbaikan dan pergantian sel-sel epitel yang menyebabkan penggantian
menjadi jaringan penyambung dan menjadi jaringan skar. Melalui proses
remodelling ini, akan terjadi hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
kelenjar mukus, penebalan membran retikular basal, peningkatan vaskularisasi,
peningkatan matriks ekstraselular, serta terjadi perubahan struktur parenkim.
Dengan demikian, proses remodelling ini dapat berimplikasi kepada kondisi klinis
pasien, berupa hiperreaktivitas bronkus sehingga dapat terjadi obstruksi saluran
napas. Selain itu, dengan memahami proses remodelling saluran napas ini,
Nafasku Berbunyi
Page 23
24. penatalaksanaan dapat berfokus kepada masalah ini, selain daripada mencegah
gejala bronkokonstriksi saja. Dasar molekular dari remodelling saluran napas ini
adalah dengan inflamasi kronik yang melibatkan aktivasi sel Th-2. Sel Th-2 ini
nanti akan menghasiklan sitokin proinflamasi yang berinteraksi dengan epitel
mediator serta sel-sel lain. Pada akhirnya proses ini dapat menimbulkan
perubahan struktur saluran napas.
Perlu diketahui pula bahwa pada umumnya seseorang telah memiliki
predisposisi asma yang ditinjau dari kerentanan genetiknya. Di atas dasar ini,
faktor lingkungan juga sangat berperan, baik sebagai faktor pencetus maupun
faktor yang dapat membuat seseorang semakin rentan terhadap asma. Sebagai
contoh, alergen dalam ruangan, alergen luar ruangan, asap rokok, polusi udara,
serta infeksi pernapasan. Sedangkan faktor pencetus asma dapat pula berupa
alergen, polusi, infeksi, olahraga, hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan,
ekspresi emosi, serta iritan saluran napas lainnya.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.
Nafasku Berbunyi
Page 24
25. Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama
IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF
berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule
protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan
protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan
leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4,
IL-5 dan GM-CSF.
Nafasku Berbunyi
Page 25
26. Gbr. Inflamasi dan remodeling pada asma
Gbr.
Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling
Nafasku Berbunyi
Page 26
27. Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada
orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses
inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin,
PDGF dan TGF- .
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan
sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah,
otot polos, kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
Penebalan membran reticular basal
Pembuluh darah meningkat
Nafasku Berbunyi
Page 27
28. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Gbr. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis
Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena
sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus
(longstanding inflammation).
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.
E. GEJALA KLINIS
Penilaian secara subyektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat
asma.
Gejala
klinik
bervariasi
mulai
dari
wheezing
ringan
sampai
bronkokonstriksi berat. Pada keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi
hiperventilasi. Namun, bila bertambah berat akan terjadi kelelahan yang
menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila terjadi gagal napas, ditandai
asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus,
ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral,
sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat reversible dan dapat ditoleransi.
Nafasku Berbunyi
Page 28
29. Namun, pada kehamilan sangat berbahaya akibat adanya penurunan kapasitas
residu.
Manifestasi klinis asma ditandai dengan dyspnea, kesesakan dada,
wheezing, dan batuk malam hari, di mana hanya menjadi tanda dalam beberapa
kasus. Pasien melaporkan gejala seperti gangguan tidur dan nyeri dada.
Batuk yang memicu spasme atau kesesakan dalam saluran pernapasan, atau
berlanjut terus, dapat berbahaya. Beberapa serangan dimulai dengan batuk yang
menjadi progresif lebih “sesak”, dan kemudian bunyi wheezing terjadi. Ada pula
yang berbeda, beberapa penderita asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk.
Beberapa yang lain tidak pernah wheezing tetapi hanya batuk selama serangan
asma terjadi.
Selama serangan asma, mucus cenderung menjadi kering dan sukar,
sebagian karena cepat, beratnya pernapasan umumnya terjadi saat serangan asma.
Mucus juga menjadi lebih kental karena sel-sel mati terkelupas.
Kontraksi otot bronkus menyebabkan saluran udara menyempit atau
konstriksi. Hal ini disebut brokokonstriksi yang memperbesar obstruksi yaitu
asma.
F. DIAGNOSA
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Nafasku Berbunyi
Page 29
30. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema
dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada
serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat
berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan
mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain
untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai
berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
obstruksi jalan napas
reversibiliti kelainan faal paru
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
Nafasku Berbunyi
Page 30
31. Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1
< 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi
bronkodilator
(uji
bronkodilator),
atau
setelah
pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/
oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter
(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/
dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE
dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
Nafasku Berbunyi
Page 31
32. Manfaat APE dalam diagnosis asma
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat
penyakit.
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru
lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat
obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan
nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui
nilai terbaik penderita yang bersangkutan.
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara :
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai
APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya
sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan
malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata
nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
(APE malam + APE pagi)
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE
pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).
Contoh :
Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan
didapatkan APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka
persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%.
Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai
variabiliti.
Nafasku Berbunyi
Page 32
33. Peran Pemeriksaan Lain untuk Diagnosis
Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai
sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat
menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu
berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada
penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan
jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Pengukuran Status Alergi
Komponen
alergi
pada
asma
dapat
diindentifikasi
melalui
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut
mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu
mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol
lingkungan dalam penatalaksanaan.
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat
untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif
palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik
dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam
diagnosis alergi/ atopi.
G. TATALAKSANA
Sebelum memulai tatalaksana farmakologi, kita terlebih dahulu harus
mengeksplorasi pengetahuan penderita asma tentang penyakit. Kemudian, pasien
diedukasi untuk mengenali progresivitas penyakit apakah membaik atau
memburuk, cara kerja obat, dan mengetahui kapan harus meminta pertolongan
Nafasku Berbunyi
Page 33
34. dokter. Asma dikategorikan terkontrol apabila tidak ada gejala asma atau
minimal, tidak ada gejala asma malam, tidak ada keterbatasan aktivitas,
pemakaian obat pelega minimal, fungsi paru normal atau mendekati normal (nilai
APE/ VEP1 normal), dan tanpa eksersebasi. Selain itu, penting pula bagi penderita
asma untuk menghindari faktor pencetus seperti alergen, makanan, perubahan
cuaca, infeksi saluran napas, zat kimia, bahan iritan aktivitas berlebihan, dan
emosi.
Pasien asma dapat meningkatkan kebugaran jasmani dengan berolahraga.
Olahraga yang teratur bertujuan untuk:
1.
Meningkatkan kemampuan otot bantu napas,
2.
Meningkatkan kebugaran jasmani,
3.
Menambah rasa percaya diri,
4.
Meningkatkan toleransi terhadap latihan.
Adapun olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang tidak mempunyai
intensitas tinggi seperti bersepeda, berenang, atau senam asma. Berdasarkan
penelitian di Indonesia, senam asma dapat mengurangi frekuensi serangan,
meringankan gejala, mengurangi pemakaian obat, dan meningkat VO2 maksimal.
Tujuan tatalaksana asma adalah untuk:
1.
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma sehingga kualitas hidup
dapat ditingkatkan,
2.
Mempertahankan kemampuan beraktivitas normal termasuk olahraga,
3.
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
4.
Mencegah eksaserbasi akut,
5.
Menghindari efek samping obat,
6.
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara yang ireversibel,
7.
Mencegah kematian karena asma.
Tahapan pengobatan asma dibagi menjadi lima tahapan yaitu:
Tahap 1. Gejala asma sangat jarang, faal paru normal, tidak ada riwayat
pengobatan dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi, maka pasien diberikan
obat pelega. Adapun yang direkomendasikan adalah agonis beta-2 kerja singkat
(SABA) inhalasi. Alternatif lainnya adalah SABA oral, kombinasi oral SABA dan
teofilin/aminofilin atau antikolinergik kerja singkat inhalasi Tahap 2 sampai
dengan 5, pengobatan pengontrol teratur jika perlu.
Nafasku Berbunyi
Page 34
35. Tahap 2. Ditemukan gejala asma dan eksaserbasi atau perburukan yang periodik,
dengan atau tanpa riwayat pengobatan kortikosteroid inhalasi sebelumnya, maka
diberikan pengontrol kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan pelega jika perlu.
Alternatif pengontrol lainnya adalah anti-leukotrien bagi pasien yang tidak tepat
menggunakan kortikosteroid inhalasi dan pasien dengan rhinitis alergika. Selain
itu, dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada pasien dengan gangguan
asma malam hari.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat metabolisme asam arakidonat,
mencegah migrasi sel inflamasi, dan meningkatkan sensitivitas reseptor beta.
Kortikosteroid yang diberikan secara inhalasi merupakan antiinflamasi paling
poten, tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa kandidiasis oral dan
disfonia. Uniknya, kombinasi tetap kortikosteroid inhalasi dan beta agonis dapat
meningkatkan sintesis reseptor, menurunkan desentisasi reseptor, dan efek
sinergi.
Tahap 3. Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2 selama
kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah lain seperti kepatuhan,
pencetus, dan lain-lain. Pasien diberikan pengontrol kombinasi inhalasi dosis
rendah dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut LABACS. Alternatif
lainnya sama dengan tahap 2. Jika tidak kunjung membaik, maka pasien dirujuk
ke spesialis asma.
Tahap 4. Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala pasien
sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol, kepatuhan pasien, komorbiditas,
dan pencetus. Pengobatan yang diberikan adalah LABACS dimana kortikosteroid
inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi. Pemberian kortikosteroid dosis
sedang dianjurkan melalui IDT (inhalasi dosis terukur) dan spacer untuk
meningkatkan penghantaran obat ke saluran napas
.
Tahap 5. Pasien yang belum terkontrol pada tahap 4, masuk ke tahap 5. Jika
pasien yang sudah terkontrol sebagian dan merasa nyaman dengan keadaannya,
pasien tahap 4 tidak perlu masuk ke tahap 5. Sama halnya dengan tahap
sebelumnya, perlu dilakukan penilaian mengenai kepatuhan, cara penggunaan
Nafasku Berbunyi
Page 35
36. obat, efek samping, komorditas, dan lain-lain. Obat yang diberikan adalah
LABACS dengan dosis kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dan jika perlu dapat
ditambahkan kortikosteroid oral dosis terendah. Kortikosteroid oral bekerja
sistemik sehingga diharapkan dapat mempercepat penyembuhan, mencegah
kekambuhan, memperpendek hari rawat, dan mencegah kematian.5Hal yang
penting diperhatikan pada tahap 5 adalah kepuasan pasien, efek samping, dan
keterjangkauan biaya.
Pemantauan Asma Terkontrol
Kontrol rutin dilakukan 1-3 bulan untuk menilai apakah pengobatan harus
ditambah atau dikurangi, serta untuk mengidentifikasi perburukan penyakit.
Pemberian pengontrol juga harus dipantau. Umumnya, pengontrol memberikan
perbaikan dalam waktu 3-4 bulan dan dalam waktu itu, dokter dapat
mempertimbangkan apakah dosisnya perlu ditambah. Dalam pemberian
pengontrol, harus diperhatiakn dua hal yaitu:
1. Penurunan dosis dilakukan secara perlahan-lahan (stepping down). Ketika
asma yang diderita pasien dalam keadaan terkontrol, makan pertahankan dosis
obat pengontrol tersebut selama 3-6 bulan. Selanjutnya, baru diturunkan
bertahap dengan tetap mempertahankan asma terkontrol. Sebagai contoh, dosis
kortikosteroid inhalasi dosis sedang-tinggi diturunkan 50% per 3 bulan hingga
sampai dosis terendah yang tetap mempertahankan asma terkontrol.
Selanjutnya, pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dosis terendah dapat
dilakukan sekali sehari. Pengontrol dapat dihentikan total apabila kondisi
terkontrol stabil dan pasien tidak mengalami gejala selama satu tahun
meskipun dengan dosis pengontrol terendah.
2. Peningkatan dosis dipertimbangkan jika kebetuhan pelega lebih dari 1-2x/ hari.
Peningkatan dosis yang dianjurkan ketika sedang perburukan adalah 4 kali
lipat dosis awal yang diberikan selama 1-2 minggu, selanjutnya kembali ke
dosis awalnya.
H. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Nafasku Berbunyi
Page 36
37. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan
mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir
(dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
7. Fraktur iga
Nafasku Berbunyi
Page 37
38. I.
PROGNOSIS
Angka mortalitas pasien asma sangat kecil. Sebagai contoh, di Amerika
Serikat, jumlah kematian karena asma kurang dari 6000 kematian pertahunnya
dari populasi 10.000.000 pasien. Informasi yang adekuat terhadap pasien
mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan prognosis yang baik, terutama
bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak. Jumlah anak
yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama
bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya
berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi
pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40% mengalami
perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan
stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru
yang ireversibel.
III.3 STATUS ASMATIKUS
A. DEFINISI
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak
membaik pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya,
gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan
terhadap alergen atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya,
pasien telah menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh
rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi
dan penggunaan beta-agonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi)
sampai hitungan menit.
Prevalensi dan severity kasus asma semakin meningkat, sejalan dengan
peningkatan kasus asma yang membutuhkan perawatan rumah sakit dan kematian
akibat status asmatikus. Status asmatikus biasanya lebih sering terjadi pada
kelompok dengan sosial ekonomi yang rendah, karena mereka jarang kontrol ke
dr. spesialis, yang meningkatkan resiko status asmatikus.
Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis, khususnya perawatan
dengan steroid sistemik, memiliki resiko kematian yang besar. Pasien dengan
kondisi penyerta (misal: penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada)
Nafasku Berbunyi
Page 38
39. memiliki resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian juga
perokok yang biasanya terkena PPOK.
B. EPIDEMIOLOGI
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok.
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas
tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab
kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan
menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan
terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
C. DIAGNOSIS
Gambaran klinis Status Asmatikus :
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
Nafasku Berbunyi
Page 39
40. Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi
lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
Merencanakan pengobatan asma akut
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafas, batuk, mengi ataupun
kombinasi dari gejal diatas. Derajat serangan dapat ringan sampai dengan berat
yang mengancam nyawa. Serangan bersifat akut.
Tujuan pengobatan asma untuk :
1.
Menghilangkan obstruksi dengan segera.
2.
Mengatasi hipoksia
3.
Mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin
4.
Mencegah serangan berikutnya
5.
Memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi pada awal
sebelum dibawa ke dokter.
Klasifikasi derajat beratnya asma
Pasien asma harus dirujuk bila
Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma
Nafasku Berbunyi
Page 40
41. Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi
Respon bronkodilator tidak segera
Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan kortikodteroid
Gejala asma semakin memburuk
D. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis status asmatikus
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi
lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
E. TATALAKSANA
Penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan
segera diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut
1. Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan
predictor index scoring system
Tanda-tanda fisik
Score 0
Score 1
Nadi
< 120 mmHg
>120 mmHg
Pernapasan
<30x/menit
>30x/menit
Pulsus paradoxus
<18 mmHg
>18 mmHg
PEFR
>120l/mnt
<120l/mnt
Sesak napas
Ringan
Berat
Retraksi
Tidak ada
Ada
Wheezing
Ringan
berat
Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit
Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya
Mengatasi Keadaan Gawat
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.
Nafasku Berbunyi
Page 41
42. b. Oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal prong.
c. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan
maintenance 20 mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
d. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam
subcutan atau I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna9)
e. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. )
bisa juga memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat
digunakan 160 mg methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari,
kortikosteroid diberikan sampai membaik secara klinis dan laboratoris.
Disamping parenteral diberikan juga Prednison peroral 3 x 10 mg per hari
sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.
f. Antibiotik bila jelas ada infeksi
Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin 2 x 1 g I.V. atau
golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya.
g. Menilai hasil tindakan dan terapi
Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan faal
paru, analisa gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta monitoring
EKG.
Pemeriksaan selama terapi
1. Pemeriksaan fisik lengkap
2. Pemeriksaan radiologi yaitu thoraks foto PA dan lateral
3. Pemeriksaan EKG
4. Pemeriksaan faal paru yaitu PEFR, FEV1, FVC
5. Analisa gas darah
6. Pemeriksaan elektrolit
7. Pemeriksaan darah lengkap , urine lengkap, feses lengkap
8. Pemeriksaan kimia darah
9. Pemeriksaan berat jenis plasma
10. Pemeriksaan sputum
11. Kadar aminofillin dalam darah ( 12 jam setelah terapi bolus )
Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :
Serangan asma akut berat
Nafasku Berbunyi
Page 42
43. Membutuhkan perawatan rumah sakit
Tidak respon dengan pengobatan/memburuk
Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll
Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:
Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah
Farmakologi :
AGONIS BETA ADRENERGIK
Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos bronkus
menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks intracelluler, menghasilkan
peningkatan produksi cyclic adenosine monophosphates (cAMP), hal ini
menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat degranulasi sel mast, dan
stimulasi mucociliary transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan
perbedaan action, duration of actions, dan efek samping.
Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5 ml dari
pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama sebagai terapi awal
dari asma. Adrenalin merupakan non selektif simpatomimetik yang dapat
menstimulus reseptor alfa, beta-1, beta-2. kerugiannya adalah stimulasi sistem
kardiovaskular, durasi aksi yang singkat, dan mempercepat terjadinya takifilaksis.
Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada pasien tua, pada pasien tua,
takikardia sebelum perawatan.
Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor. Menyebabkan
takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator. Isoproterenol biasanya
diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam, dalam bentuk solusio 1:1000 atau
1:200) bisa juga diberikan intravena pada pasien anak dan dewasa.
Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi awal adalah
adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000 sub kutan setiap 20 menit
selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan 0,5 ml isoproterenol dari pengenceran
1:200 nebuliser setiap 20 menit selama 3 kali pemberian. Ataupun biasa
menggunakan aerosol beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15 mg,
Nafasku Berbunyi
Page 43
44. terbutalin 1,5-2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap 15
sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan normal saline
sampai konsentrasi 2 tau 3 cc.
Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular (berupa takikardi,
palpitasi, aritmia dan hipertensi) dan cerebral (berupa gelisah, tremor, nausea
dizziness, dan nervous).
METHILXANTHINES
Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat berguna dalam
terapi asma akut. Mekanisme aksi dijelaskan dengan inhibitor cytoplasmic enzyme
phosphodiesterase yang mengkatalisis metabolisme cAMP. Efek utama theofilin
adalah relaksasi otot polos bronkhial . efek lain memperbaiki kontraksi diafragma,
meningkatkan
transport
mucociliar,
menghambat
pelepasan
mediator
hipersensitivitas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal.
Theofilin ataupun aminofilin pada akut asma dapat diberikan bolus
intravena kemudian dilanjutkan dalam drip. Konsentrasi dalam plasma harus
dipertahankan pada 10 sampai 20 ug/ml, toksikasi akan uncul bila konsentrasi
dalam plasma melebihi 20 ug/ml. tanda toksikasi meliputi CNS dan GI termasuk
gelisah, nyeri kepala, mual dan muntah, diare. Pada konsentrasi aminofilin yang
sangat tinggi pada plasam dapat menyebabkan aritmia, gangguan kesadaran dan
akhirnya meninggal.
Distribusi aminofilin sangat cepat melalui kompartemen extraceluler. Dosis
aminofilin 1 mg/kgBB menaikan konsentrasi dalam serum plasma sebesar 2
ug/ml. Sekitar 85% dari dosis theofilin di degradasi di hepar oleh Cytokrom P450
dan selebihnya diekresikan melalui urine. Hal yang dapat menurunkan
metabolisme adalah usia tua, congestive heart failure, dan gangguan fungsi hepar
sedangkan obat-obatan yang dapat menurunkan metabolisme aminofilin adalah
propranolol, erytromisin dan cimetidin. Yang meningkatkan metabolisme adalah
kebiasaan merokok, dan barbiturat.
KORTIKOSTEROID
Nafasku Berbunyi
Page 44
45. Kortikosteroid saat ini digunakan secara luas pada asma bila beta agonis
dan methyl xanthin telah tak mampu. Mekanisme aksi melibatkan efek anti
inflamasi, inhibisi asam arakhidonat meningkatkan efek beta agonis dan
menurunkan permeabilitas endotel vaskular sehingga mencegah terjadinya edema.
Dosis terapi kortikosteroid pada asma kontroversial dan sampai saat ini
belum ada kesepakatan. Fanta dkk 1 mendemonstrasikan bahwa kortikosteroid
infus (hydrocortison, bolus 2 mg/kg bb dilanjutkan drip 0,5 mg/kg jam infus)
bersama dengan penggunaan bolus aminofilin dan beta 2 agonis menghasilkan
perbaikan yang bermakna dengan pengukuran FEV1 dalam 12 jam perawatan.
Haskell dkk melakukan penelitian bahwa penggunaan Methylprednisolone
15 mg setiap 6 jam tidak menunjukkan keefektifan tetapi pasien yang mendapat
40mg menunjukkan perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan
pada pasien yang mendapat 125 mg mendapat perbaikan sejak hari pertama.
Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi adalah
hiperglikemia dan akut psikosis sehingga dihindarkan penggunaan pada penderita
diabetes mellitus, perdarahan GI track, presdisposisi untuk terjadinya infeksi.
Pada terapi jangka lama penggunaan kortikosteroid adalah meningkatkan
katabolisme, retensi garam dan air, cushing sindroma, osteoporosis dan pernah
dilaporkan adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur.
Olehkarena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini mulai
dikembangkan preparat inhaler ataupun nebuliser untuk menggantikan preparat
kortikosteroid sistemik.
ANTIKHOLINERGIK
Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek bronkodilator
yang
rendah.
Mekanisme
yang
disuga
kuat
adalah
inhibitor
vagal
bronkoconstriction. Pak dan rekan meneliti pada penderita kronik obstruksi
bahwa 0,025-0,05 mg/kg BB atropin inhalasi via nebuliser menghasilkan
perbaikan jalan nafas tetapi efek samping yang dihasilkan sangatlah besar berupa
: pengeringan membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan
gangguan buang air kencing. Oleh karena efek samping yang begitu besar saat ini
dikembangkan Ipatropin bromida nebuliser menggantikan atropin karena preparat
Ipatropin bromida mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Nafasku Berbunyi
Page 45
46. CHROMOLIN
Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk profilaksis asma.
Biasanya digunakan pada asma dengan faktor pencetusnya olahraga. Cromolin
tidak efektif pada serangan asma yang bersifat akut karena pada penggunaan
inhaler pernah dilaporkan terjadi bronkhokontriksi.
ANTIBIOTIK
Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut, karena antibiotik
tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi. Tetapi setelah serangan asma
apabila dijumpai sputum yang purulent haruslah diperiksa secara teliti karena bisa
jadi inducer dari serangan asma adalah adanya fokus infeksi saluran nafas.
ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS
Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek bronkodilator tetapi
efek samping adanya hipotensi sangatlah besar sehingga jarang digunakan pada
serangan akut.
IMUNOTERAPI
Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas atau asma
dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada orang dewasa penelitian
yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang signifikan. Imunoterapi tidak
mempunyai peranan dalam manajemen asma akut tetapi berperan untuk
mencegah reaksi anfilaksis.
Nafasku Berbunyi
Page 46
47. BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat-obat antiinflamasi berguna
untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid merupakan obat
antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini
dapat diberikan secara oral, inhalasi maupun sistemik.
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik
pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul
beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen
atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah
menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada,
sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi dan penggunaan betaagonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.
Nafasku Berbunyi
Page 47