Ketiga puisi tersebut menceritakan tentang:
1. Puisi pertama mendeskripsikan pelukis cahaya yang melukis pagi hari dengan berbagai warna di kanvas kecil
2. Puisi kedua menggambarkan kuburan sebagai tempat yang kesepian menantikan kedatangan pengunjung
3. Puisi ketiga merupakan ungkapan cinta seorang anak kepada sang ayah yang telah berjuang keras untuk keluarga
1. puisi citraan penglihatan
Kepada Para Pelukis Cahaya
Merah tergurat
berkas kuning mengalun
menuju putih tergambar pada latar biru
dan titik-titik hijau.
Pelukis cahaya hadirkan pagi
dalam bentang kanvas beberapa jengkal,
merangkum semesta yang terbangun dalam permainan warna.
Saat engkau tergetar
imaji berpacu dengan peluh penglihatan
kemudian terbentuk rona dan citraan kecerahan.
Dimanakah engkau sembunyikan malam
dengan kelamnya jika dalam benakmu
selalu terbayang cahaya
yang menghadirkan segala sesuatu tampak indah.
Pelukis cahaya
engkau pernah berkata padaku
“gelap adalah bayang dan kecerahan yang tertunda”
Karena aku melukis rona dan citraan yang telah tercerahkan
oleh cahaya.
Aku ingin membawa mereka
kepada kenyataan yang apa adanya,
tanpa selubung bayang.
Melukis cahaya adalah kejujuranku pada yang tampak dan menampakan watak, kepada yang
menggugah imajiku
2. demikian aku menyambut dengan keindahan daya ciptaku.
(Jogjakarta/Juni 2005/Katjh
puisi citraan Penciuman
Kuburan
seperti kuburan menanti peziarah
hingga angin sayup-sayup gerilya
mencari tangis di antara tabir kematian
dan kamboja mendayu-dayu harapkan
pejalan cium wanginya lalu berdiam
demikian engkau menunggu tamu
ziarahi ruang gelapmu. rindumu mengigil
memanggil setiap yang lewat. engkau terpasung
dalam kesempitan balok. terjepit mengigit pilu
engkau terkapar mendamba bau keringat peziarah
kuburan tetaplah kuburan.sepi meski peziarah
nyanyikan doa sedih 1000 oktaf dan engkau bacakan
surat-surat pengampunan keras-keras.hingga terdengar
malaikat yang bersarang di pucuk kamboja.dia pun bergetar
turun menyelip dalam tanah merah. bertamu di kamarmu
lalu ajukan tanya : " engkau kesepian malam ini?"
dan engkau tak lagi sepi.keramaian lenyapkan sunyi
sejuta malaikat bertamu ke kamar sempitmu
oh kau lihat diantara mereka ada serupa wajah burukmu
kau menjerit ketakutan.kau tutup seluruh indra dari
kenangan burukmu.oh jiwa tertawan kenangan-kenangan
hingga kau malu pandang rupa peziarah
Matahari Pembawa Surga
Dulu dia amat lah kekar
Tulangngya amat kokoh
Tidak ada pendekar dimuka bumi ini
Yang mampu menyaingi
Kerja kerasnya adalah sentuhan kasih sayang
Untuk aku ..
Tak pernah dia keluhkan betapa beratnya
3. Mendapatkan sesuap nasi..
Yang ku tahu betapa mudahnya mulutku memakan nasi
Matahariku …
Pelipur lara ku..
Keringatmu kucuran embun surga firdaus
Air mata mu gemircik hujan susu
Matahariku…
Muda tua mu pahlawan pembawa jasa
Kau pembawa jasa surga dalam hidup
Lihatlah..
Kau kini sudah Tua..
Dulu tulang mu adalah bongkahan baja beselimut emas
Kini Umur mu mencapai 60 tahun..
Tubuhmu yang dulu memopang ku
Kini terbungkus kerutan kulit
Benang- benang syaraf yang melilit
Menandakan betapa kerasnya
Jalan hidup yang kau perjuangkan
Tak pernah kau rasa lelah
Ku rasa di dunia ini tak kan
Ku temukan lagi
Laki-laki tulus dengan kesetiaan
Berani mati untuk ku..
Tak kan ada..
Iya tak kan ada…
Matahari ku
Bapak ku.
Matahari pembawa surga..
Terimakasih terdalamku…
Tetaplah jadi matahari ku
Sampai akhir cerita hidup ku
Sampai aku menutup mata
Sampai aku tiada bernafas..
Matahriku..
Kau saksi hidup ku
Bapak kau adalah
Matahari yang tak kenal padam
Karya Madaniyyah Mustika Islami