2. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan
Buku Antologi Puisi, Cerpen, dan Skenario Drama yang berjudul Mengajar Angan-
angan dengan baik. Penulis menyadari bahwa buku antologi ini dapat terselesaikan
berkat bantuan, fasilitas, semangat, serta dukungan yang diberikan oleh berbagai
pihak.
. Buku Antologi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan buku ini sangat diharapkan. Penulis juga
berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik di masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
Pati, 31 Oktober 2020
Eli Ernawati, S. Pd.
3. 3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. 1
KATA PENGANTAR............................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................... 10
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................... 13
1.3 Pembatasan Masalah .......................................................................... 14
1.4 Rumusan Masalah.............................................................................. 14
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................... 14
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................. 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
TINDAKAN
2.1 Kajian Pustaka .................................................................................. 16
2.2 Kerangka Berpikir............................................................................. 36
2.3 Hipotesis Tindakan ........................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN
4. 4
Tema: Tempat yang Berkesan
BSI Siang itu
Terik matahari mengguyur keadaan siang itu
Panas menusuk kulit
Terasa mendidih di atas ubun-ubun
Tak ada sentuhan hembusan nafas udara
Tapi tak ada hirau bagi penuntut ilmu
Mereka berjuang melawan ganasnya
sang surya
Mengeluh, …
hanya lirih
Apalah arti kulit hitam nan hangus
Dibanding impian yang ditabung dari
belum punya dosa
Cakrawala esok menanti dengan setia
Kehidupan bahagia menjadi cita-cita
Bukan hanya selama jantung berdetak
Tapi walau jiwa dan raga sudah terpisah
Di alam itu kebahagiaan ingin diraih jua
Perjuangan itu mereka rasakan
Di BSI tercinta
Demi gelar sarjana
5. 5
Selintas Kuta Dalam Benakku
Semilir angin, nyiur melambai-lambai
Nyanyian ombak menari-nari di anganku
Bertaburan pasir putih menghiasi kalbuku
Inginku berlari-lari mengejar awan yang kelabu
Indahnya panorama senja itu
Matahari tersenyum malu di balik peraduannya
Anganku terlintas …
Akankah aku dapat menikmati
panorama itu?
Tidak, itu semua hanya mimpi
Karena aku hanya bisa berkhayal bisa berada
di Kuta lagi
Mungkinkah aku akan kembali ke Kuta?
Mengukir kenangan selintas dalam hidupku
6. 6
Disakiti Namun Dirindukan
Tua tapi tak serenta umurmu
Muda tapi tak seperti perawakanmu
Bersih tapi tak selayak wajahmu
Namun, keberadaanmu memulai kehidupan ini
Insan bumi tak mengganggapmu lagi
Dulu kau dipuja, ditimang-timang, dan dikagumi
Sekarang,
Orang-orang hanya menjadikanmu objek kesenangan
Tak peduli kau disakiti atau dilukai
Namun, kau tetap tegar kokoh berdiri
Tak kurang dari naga
Engkau tetap memberikan suasana nyaman
Pada insan bumi
Sumber belerangmu menjadi teman kulit mereka
Angin dan udara masih menunjukkan keperawanannya
Tubuhmu dijaga pepohonan dan rerumputan
Sepi menenangkan jiwa
Semua yang kau miliki tak membuat orang
Lelah mendaki
Untuk menjenguk, merasakan kenikmatan yang
kau berikan
7. 7
Bumi Mina Taniku
Sejuknya suasana pagi menusuk relung jiwaku
Ketika mentari pagi datang menyapa
Sambutlah nuansa kehidupan yang mengajakmu
dalam canda,
Rentangkan tanganmu,
tuluskan batinmu,
tegakkan kepalamu,
biarkan sang surya bercengkrama di alam ini
Alam indah yang pernah aku singgahi
Bumi Mina Taniku …
Identitas kelahiranku
Sawah, ladangmu melahirakan petani ulung
Menghasilkan bahan kehidupan
Aku bangga menjadi bagianmu
Aku berjanji pada diriku
Akan kujaga nama baikmu
Kemanapun kuhentakkan kakiku
8. 8
Bumi Tempat Terindah
Pelangi itu indah, tapi tak terlalu indah
buat kehidupanku
Bintang itu indah, tapi hanya buat sementara
Cahya bulan juga indah, tapi hanya menemani malam
Surya pagi pun indah, tapi mengusik peristirahatan manusia
Tempat terindah yang tak ternilai harganya yaitu bumi
Di dalamnya terdapat kebahagian yang bisa kita peroleh,
dan menemani kita diwaktu susah ataupun senang
Dirimu adalah nafas kehidupan
Tempatku berpijak untuk menggapai segenggam harapan
Menemaniku sepanjang jalan hidupku
Kau tak pernah mengkhianati hidupku
Selalu setia disisiku
Walau aku menginjak-injakkan kakiku di atas tubuhmu
Sakitpun tak kau hiraukan
9. 9
Kursi Tanpa Nama
Langit cerah bermain dengan awan
Matahari merasa menang dari awan kelabu
Desir angin merasuk dalam kalbu
Hari itu menorehkan sejarah kau dan aku
Sebuah pertemuan mengawali sebuah cerita
Tentang kisah kau dan aku
Tumpukan papan kayu menjadi saksi bisu
Sederhana tapi bukti sejarah kau dan aku dimulai
Coklat lusuh warna kulitnya
Berkaki seperti manusia tapi papat menyangganya
Membisu dalam polah apapun
Tak ada suara dari jiwa dan raganya
Dia tak bernama
Tapi dia menemani pertemuan kau dan aku
Sebuah kursi
Walau dia akan hancur dimakan binatang
Tapi kesaksian atas kisah kita tak akan lekang dimakan waktu
10. 10
Sandaran Dalam Sejenak Hidupku
Di tengah-tengah kegalauanku tempat ini menjadi sandaran
Di sudut senyumku ruang ini menjadi saksi
Tak bernyawa, hanya diam dalam keheningan
Tapi dirimu tak pernah buatku menangis
Tak seperti mereka yang bernyawa dan bicara
Mereka yang mengukir luka-luka dalam hidupku
Menebarkan kerikil tajam dalam pijakan kakiku
Kau tetap diam melihat dan mendengar keluh kesahku
Memberikan tempatmu dalam sedu sedanku
Berjuta kenangan telah ku tabung disini
Meski hanya kotak tak berjiwa,
tak beraga,
tak berasa,
tak bercipta,
tak berkarsa
Tapi dirimu mengisi sebuah cerita
Sebuah kisah dalam sejenak hidupku
11. 11
Ku Tak Tahu dan yang Ku Tahu
Ku tidak tahu kapan kau dilahirkan ke dunia ini
Yang ku tahu kau sudah berdiri tegap saat aku dilahirkan
Ku tidak tahu kapan kau mengalami perubahan
Yang ku tahu kau adalah saksi pertumbuhan ragaku
Ku tidak penah tahu ataupun mendengar kau mengeluh
Yang ku tahu kau tetap setia mendampingi orang-orang terkasihku
Melewati berbagai kerikil kehidupan
Kau menyimpan sejuta memori kenangan orang-orang terkasihku
Kau adalah payung kehidupan bagi orang-orang terkasihku
Kau memang tak seindah istana raja
ataupun gedung loji milik penguasa itu
Namun dalam naluriku dan orang-orang terkasihku
Kau patut diberi penghargaan atas jasamu
Umurmu memang lebih tua dariku
Tapi semangatmu tetap terpancar di wajah jiwamu
Tetaplah seperti itu, jiwa yang selalu semangat
dan tak pernah lelah menemaniku dan orang-orang terkasihku
Berjalan menerjang waktu
Menjalani garis kehidupan
Bersama-sama kita lewati sampai tiba waktu itu
12. 12
Tema: Cinta
Do’a Untuk Ayah
Tegap badanmu menopang kewajiban
Kuat tanganmu tanpa lelah mencari nafkah
Kau bilang “buat keluarga dan anakku
akan aku lakukan apa saja”
Tak sekoin pamrihpun kau harapkan
Tulus dari palung jiwa
Pergi saat fajar menyingsing
Pulang saat mentari akan bersembunyi
Mengais rizki untuk sebuah keinginan
Sepercik harapan ingin membahagiakan keluarga
Ayah,
Kau memberi cahaya kehidupan bagi keluarga
Kau didik aku untuk menggapai mimpiku
Selalu mendongkrak semangatku disaat aku lengah
Memberiku seuntai ucapan disaat aku lalai
Dalam setiap sujudku hanya satu pintaku
Tuhan, jadikanlah aku anak yang berbakti
Bagi keluarga, nusa, bangsa dan agama
Itu adalah harapan ayah kepada anaknya
Hanya itu yang bisa aku lakukan
Untuk membalas cinta kasihmu
13. 13
Kurindu Ibuku
Setiap ku pejamkan mata, selalu terhias senyum riangmu
Setiap kali ku menutup telinga dari bisingnya gemuruh kota,
Kudegar canda tawamu
Setiap aku memandang awan kelabu di waktu senja,
Dadaku menjadi terasa sesak
Bagai rindunya seorang anak terhadap pelukan Ibunya
Ibu …
Setiap kali aku mendengar nyanyian burung-burung
Aku selalu terdiam dan sedih
Karena kesendirian dan kesunyianku
Aku selalu teringat belaian kasih sayangmu
Ibu …
Bayangmu akan selalu terlintas
Di setiap kekosonganku
Karena engkau cinta dan kasih sayangku seutuhnya
14. 14
Kutunggu Kehadiranmu
Saat aku berumur 8 tahun
Aku mengharap kehadiranmu
Aku terus berdo’a pada Tuhan
Agar mengirim engkau ke dunia ini
Alhamdulillah,
Kata yang terucap dari bibirku
Tuhan mendengar do’aku
Saat aku berumur 9 tahun engkau dilahirkan
ke dunia ini oleh wanita paling mulia
dalam hidupku
Seorang bayi laki-laki yang lucu dan mungil
Membuat hari-hariku tak kesepian lagi
Istanaku pun bertambah ramai
Penuh canda, tawa, tangisan, dan suara keributan
Dalam hati aku ingin selalu melindungimu
Walau terkadang kau membuatku marah
Walau kadang kita saling bertengkar
Tapi nuraniku mencintai dan menyayangimu
Aku berharap kau tumbuh menjadi anak yang berguna
Bagi keluarga, nusa, bangsa, dan agama kelak
Itu kasihku untukmu
Kasih sayang kakak kepada adiknya
15. 15
Diam
Dia diam
Diam
Diam
Dan diam
D
I
A
M
Diam
Kata tak pernah terucap
Kalimat tak pernah terdefinisikan
Tuhan
Dia kembali diam
Membisu
Tuhan
Dia begitu diam
Hinga
Tak kutemukan kunci untuk membuka
pintu hatinya
16. 16
Arti Jatuh Cinta
Sejak kamu hadir dalam hidupku
Aku begitu tak mengerti apa yang kurasa
Tetapi perlahan-lahan kupahami arti kehadiranmu
Kadang aku merasa rindu
Kadang aku merasa gelisah
Tapi aku tak percaya
Kau buat aku tak berdaya
Untuk ungkapkan apa yang aku rasa
Mungkinkah ini yang namanya jatuh cinta
Bahagia dan sedih ada karena cinta
Dunia ini hampa tanpa sebuah cinta
Hari penuh warna juga karena cinta
Cinta datang membawa bahagia
Dan pergi meninggalkan luka
Cinta sempurna hiasi dengan rasa setia dan percaya
Karena setia dan percaya cinta akan abadi
Selamanya …
17. 17
Nama Itu
Hati,
bibir,
dan otakku
Selalu menyebut nama itu
Sebuah nama bersangkar disana
Nama itu yang mengendalikan diriku
Membuatku
Tertawa,
tersenyum,
kecewa,
rindu,
merana,
dan menangis
Satu kata yang bisa ungkapkan
Cinta
Aku ingin mengungkapkan itu kepadamu
Aku ingin memilikimu
Aku ingin mencintai semua yang melekat pada dirimu
Senyum,
tawa,
canda,
celotehanmu
Membuat duniaku menjadi merekah
Seperti mawar yang mekar dengan tetesan embun pagi
Seperti pelangi yang tersenyum kepada awan
Seperti bulan yang menemani bintang menerangi malam
Nama itu membuatku tergila-gila
Nama yang biasa tapi memberi makna bagi hidupku
18. 18
Karena nama itu adalah namamu
Walau kau tak merasa seperti yang ku rasa
Namamu tak terganti dalam jiwaku
Namamu telah mendarah daging di tubuhku
Nama yang telah membuatku tergila-gila
19. 19
Salahkah?
Salahkah ?
Saat kau hadir, kutak sadar akan tergila
Salahkah ?
Pertemuan yang singkat tak membawa kesan apapun
Salahkah ?
Konflik asmaramu membuatku dekat denganmu
Hingga ku tak sadar telah ada getaran di dadaku
Seperti sihir yang menyedotku dalam dilema ini
Salahkah ?
Jika kekaguman menguasai naluriku
Ku tak peduli akan apapun
Hanya satu namamu yang menggerakkanku seperti boneka
Dan salahkah bila aku memilih hati di atas cinta dari tali persahabatan?
Kamu yang punya kuncinya
Salahkah aku ?
Bila aku seperti keledai yang tak pernah mencium
rumput saat kau berlari jauh sekali
Hingga ku tak bisa melihat bayangmu
20. 20
Mengapa dan Apa Jawabnya
Mengapa aku harus mengenalmu?
Mengapa aku harus bertemu denganmu?
Mengapa aku harus menjadi temanmu?
Mengapa aku harus melihat senyummu?
Mengapa aku harus menatap matamu?
Mengapa?
Mengapa ini harus terjadi padaku?
Aku bertanya padamu?
Kau tak menjawab
Aku bertanya pada diriku
Akupun tak tahu jawabnya
Aku bertanya pada orang-orang
Mereka hanya bingung dengan bibir yang mengatup
Lalu aku harus bertanya pada siapa?
Sebuah bisikan berhembus di telingaku
Jawabnya
Tanyakan pada hatimu!
Lalu aku bertanya pada hatiku
Mengapa aku jadi seperti ini?
Jawabnya
Karena aku jatuh cinta kepadamu
Mengapa aku jatuh cinta kepadamu?
Hatiku berteriak
Karena kamu punya yang aku ingini
Tapi mengapa kau hancurkan keinginan itu?
Tiada yang tahu jawabnya
Hanya sebuah pengandaian
Andai aku tak mengenalmu
21. 21
Andai aku tak bertemu denganmu
Andai aku tak berteman denganmu
Andai aku tak melihat senyummu
Andai aku tak menatap matamu
Aku takkan jatuh cinta kepadamu
Dan hatiku akan tetap damai
22. 22
Harapan Tak Terbalas
Kapan aku mulai mengagumimu?
Kapan aku bisa membelai rambutmu?
Kapan aku bisa mendekap hangat tubuhmu?
Kapan aku bisa merasakan hembusan nafasmu?
Kapan kau akan membalas rasa itu?
Aku hanya bisa bermimpi
Setiap kupejamkan mata ini
Aku lihat bayangmu dengan sejuta harapan untukku
Saat ku buka mataku
Kenyataan membuat air mataku jatuh
Kau menghapus semua harapan itu
Kau tak punya harapan sepertiku
Kau menorehkan luka di hatiku
Kau hanya menampakkan punggungmu
Dan kaupun pergi meninggalkanku
Tanpa peduli dengan diriku yang terjatuh mengejarmu
Semua hanya harapan kosong belaka
23. 23
Keyakinan Berbalik Jadi Penyesalan
Sejak pertemuan itu
Aku selalu mendewakanmu
Di mataku kau adalah yang terbaik dari yang terbaik
Kau membuatku yakin
Mencintaimu adalah indah
Kau meyakinkanku kau tak akan memanfaatkan cinaku ini
Kini kau tersenyum di atas tangisku
Kau berdiri di atas lukaku
Kau menari di atas kepedihanku
Kau jatuhkan aku dalam lubang penyesalan
Semua telah terjadi
Waktu tak bisa kuputar kembali
Berlalu, hilang seiring berjalannya waktu
Tapi lukaku masih membekas di hati
Kau tak mau mengobati luka itu
Hingga benih kebencian tumbuh di hatiku
Semakin lama semakin sakit kurasa
Biarlah karma yang akan membalas kekalahanku
24. 24
Semua Jadi Berbalik
Awalnya kau ulurkan tanganmu padaku
Mendekapku dalam hangat pelukanmu
Menyeka airmata yang tumpah dari pelupuk mataku
Menatap dalam-dalam bola mataku
yang diselimuti kesenduan
Kau datang bagai seorang pahlawan
yang akan menolongku dari jerat kehancuran
Kau genggam tangan ini seolah melindungiku dari bahaya
Memberiku setitik cahaya dalam hatiku
Aku masih buta akan kasihmu
Hati ini ingin menggapai cinta yang telah pergi
Kau lapangkan hatimu untuk
menemaniku dalam kalut jiwaku
Perlahan-lahan aku mulai membuka tangan ini
untuk menerima kasihmu
Tiba-tiba kau hempaskan uluran tanganku
Aku terjartuh lagi
Kehancuran kini menderaku kembali
Kau pergi dengan impianmu sendiri
Dan aku hanya terdiam dalam sepiku
25. 25
Cinta Sejati
Terbersit bayangan tampan wajahmu
Terbias cinta dan kasih putih
Seketika rindu merajam meluruhkan hati
Tak tertahankan ingin berjumpa
Menabur mimpi
Menuai harapan
Berharap kau jadi milikku selamanya
Tak dapat disangkal lagi
Engkau memang untukku
Biarlah badai melanda cinta kita
Berbekal percaya
Kita mampu lewati
Menuju kebahagiaan sejati
Yang selalu kita rindukan
Aku bersujud pada Yang Kuasa
Semoga engkau memang diciptakan untukku
Jika suratan takdir seperti itu siapa yang akan menyangkal
Cinta kita tak terpisahkan
Hanya maut yang akan memisahkan
26. 26
Cinta Pertama
Saat pertama kali aku melihatmu
Jantungku mulai berdegup kencang
Sejak saat itu
Malam-malamku penuh mimpi tentangmu
Setiap kali bersamamu
Serasa aku terbang melayang
Anganku membawamu turut serta
Menghadapi ribuan bintang di langit
Aku jatuh cinta kepadamu
Dan kaupun membalas cintaku
Aku mohon jangan lukai aku
Ini yang pertama buatku
Aku ingin yang paling indah
Walau nanti jika takdir menghendaki
kita akan berpisah jua
Kisah ini tak akan aku lupakan
Ku ukir dalam ruang hatiku yang paling dalam
27. 27
Cemburu Mengukir Luka
Katakan padanya aku cemburu
Melihat embun mengecup
Setiap tegur sapa mentari
Aku cemburu
Saat pena kusasai ego dan emosi
Saat bunyi keyboard arungi malam
Saat sunyi temani detikku
Aku cemburu
Cintaku terbagi!
Padanya kau berikan kasih sama sepertiku
Aku yang pertama tak terima
Tetapkan pilihanmu!
Meski awan menutup cahya bulan dan bintang
Tak ada lagi kicau burung
Dedaunan menjatuhkan diri
Aku lebih lega seperti itu
Relung hatiku kau ukir luka
Keyakinan cinta sejati akan kembali
Dan tak pernah tinggalkan aku
Yang bisa mengobati luka itu
28. 28
Bersamanya Kau buat Kesedihanku
Irama swastika spiritual bergelombang
Di keputihan salju
Sejumput asa menari
Riang di atas buih samudra
Aku lihat disana
Dirimu melambai dengan angin senyum
Di sekitarku nampak sesak
Parau dalam diam
Hitam pekat tanpa asap
Aku lihat dirimu tidak lagi sendiri
Kau telah bersamanya, menggandeng tangannya
sembari kau hempaskankan buih tanpa pantai
Di depan mukaku kau torehkan tangis
Sembilu menyayat dadaku
Merobek dan mematahkan hati ini
Kau tertawa bersamanya di atas kehinaanku
29. 29
Pengejaran yang Sia-sia
Aku yang memikirkan namun tak banyak berharap
Kau membuat waktuku tersita dengan angan tentangmu
Mencoba aku lupakan tapi ku tak bisa
Mengapa begini?
Mungkin, dirimu sebatas bayangan yang tak bisa ku kejar
Dirimu tak pernah menoleh menatap diriku
Dirimu mengejar impianmu sendiri
Membuatku terjatuh untuk kesekian kali
Tapi mengapa kaki ini tak berhenti jua?
Mungkinkah, kau kan berbalik mengejarku?
Pertanyaan yang selalu terngiang di telinga dan otakku
Tapi tak kutemukan jawabnya
Kau pun berlalu selintas melambaikan tangan
Menunduk dan kecewa
Pengejaranku berbuah sia-sia
Hati ini pilu, menangis dalam kesepian
30. 30
Inginku Tak Sejalan Dengan Inginmu
Terdiam dalam dimensiku
Merangkai hitam putih kepingan kenangan
Terjerat, sesak oleh himpitan kerinduan
Mengisi memenuhi relung jiwaku
Meyesakkan dada bersama hentakan nadiku
Inginku berlari melupakan ini semua
Menghapus tiap jejak langkahmu
Mencoba melawan hatiku yang masih inginimu
Mungkin mudah kuucapkan
Namun ku tak kuasa menghapus bayangmu
Karena ku telah jauh melangkah
Karena hatiku terlanjur memilihmu
Namun apalah dayaku
Jika ternyata kenyataan tak memihakku
Mungkin detik ini, ku harus lupakanmu
Menata kepingan hatiku kembali
Mencoba menatap mentari dengan tegar
Belajar untuk lepaskanmu
Membebaskanmu bersama angin malam
Agar kau memilih jalanmu sendiri
31. 31
Tema: Realita Sosial
Sisi Lain
Satu sisi berisi keturunan Adam
Mereka hidup bergelimang cahaya intan
Tapi hati mereka gelap, menjerit
Kurang, …
Istana, kereta kuda nan apik
Kasur kapas yang empuk dan lembut,
Baju berhias berlian
Tapi hati mereka kosong tak punya apa-apa
Jalan kotor layaknya got tega mereka lewati
Demi kenikmatan dunia yang membutakan naluri
Mereka seperti tikus yang tak punya rasa
Tak peduli sisi lain mereka
Sisi lain dari keturunan Adam
Hanya rumah kardus dan baju lusuh
Tapi hati mereka kaya, punya segalanya
Istana dan segala gemerlap isinya
Memilih jalan terhormat untuk hidup
Walau harus memerangi kekejaman alam
Untuk sebuah kekenyangan
Hanya satu harapan di genggaman
Semoga kepala negeri mendengar jeritan mereka
Menolong mereka dari keterpurukan
Hingga kekejaman hidup terhapus dari memori
32. 32
Nyanyian Bangkai Tikus
Seonggok bangkai tergolek
Tiada gerak
Tiada kata
Tuli
Bisu
Diam tercaci dan terludahi
Mencicit perih
Tercabik kuku orok
Bagai cacing kering terlindas bebatuan
Di tengah hutan
Di tengah binatang nista
Rumput pun tak mendongak
Tiada daya
Hanya melihat,
Tiada pertolongan
Aku seonggok bangkai
Mencicit dalam cacat
33. 33
Ketegaran Pengamen
Badanmu lusuh kotor bercampur debu
Dengan gitar di tangan kau telusuri lorong-lorong bus
Jalanan yang berasap penuh debu
Rumah demi rumah
Terminal demi terminal
Kau jelajahi gedung demi gedung
Menjajakan suara pada berbagai telinga
Menghibur mereka yang mengantuk
Walau kadang yang kau dapat hanya cacian
Semua itu kau terima dengan lapang dada
Demi sesuap nasi untuk memberi makan cacing-cacing di perutmu
Keringat yang mengucur dan langkah yang lelah
Tak kau pedulikan lagi
Walau sang surya menjukkan keganasannya
Walau rintik hujan membasahi tubuh
Kau tetap tegar menjalani hidup
34. 34
Impian yang Tak Terwujud
Sinar mataku selalu tertutup tetes airmata
Langka menemukan senyum di sudut bibirku
Wajahku sendu bagai langit mendung yang siap
menumpahkan hujan airmata
Hari-hari kujalani dengan elusan dada
Tak kudengar alunan musik yang menenangkan jiwa
Hanya suara jangkrik yang menghibur
Harapanku ada seorang pangeran menolongku dari keterpurukan
Merubah hidup sunyi menjadi keramaian
Pantaskah aku mendapatkannya?
Pangeran pasti mencari seorang putri raja
di negeri seberang sana
Bukan anak tikus seperti aku
Yang hidup di tempat sampah dan got
Yang terbiasa hidup kotor
Yang tak ada siapapun menghargai
Mereka lebih menghargai sampah daripada kaumku
Apalagi pangeran, itu hanya impian
yang tak bisa aku wujudkan
35. 35
Angan-angan Menjadikan Luka
Angan-angan selalu menghantui pikiran
Kehidupan ini pahit untuk dijalani
Selama ini yang aku dapat hanyalah luka
Luka yang sama di tempat yang sama
Tak tahu kapan luka itu dapat disembuhkan
Yang bisa menyembuhkan hanya dalam angan-angan
Inginku berlari mengejar angan-angan itu
Tapi masih terlalu jauh
Aku lelah
Airmataku menetes
Menangisi semua yang terjadi padaku
Hingga airmata ini kering
Lukaku tak kunjung sembuh
Kehidupanku masih terlalu pahit untuk dirasakan
Aku selalu bertanya kapan kehidupanku berubah menjadi manis?
36. 36
Ingin Bernasib Seperti Mereka
Sepi sendiri tiada yang menemani
Memutar otak untuk merubah nasib
Apa daya tangan ini terlalu kecil untuk melakukannnya
Ingin seperti mereka yang berbahagia
Yang tak pernah berpikir akan kekurangan
Semua yang mereka ingini dapat diwujudkan
Hanya menelan ludah melihat mereka bersenang-senang
Aku selalu bermimpi kehidupanku berubah
Itu hanya mimpi
Dan sampai detik ini juga mimpi-mimpi itu tak pernah jadi nyata
Ingin marah, tapi tak ada yang disalahkan
Menyesal, apa yang disesalkan?
Ini sudah menjadi garis takdir
Aku hanya bisa meratapi nasib ini
Menahan amarah setiap kata-kata dari bibir mereka menusuk hati
Itu sudah makanan sehari-hari
Hingga telinga ini kebal mendengarnya
Hanya kata sabar yang menguatkan hidup ini
37. 37
Kesedihan Kehilangan
Bulan tak lagi tersenyum
Memandang kalut wajahku
Yang tak lagi bersenyawa dalam tawa
Memikul hitam dalam keabu-abuan
Membeku darah
Membatu raga
Melapukkan jiwa
Jagad hanya tersenyum palsu
Lenyap!
Aku hina ragaku
Perihku melambai tangan
Tapi teman tak bersapa
Hanya mengoceh ledekan
Hilang aku oleh diam
Mengheningkan jiwa dalam ketiadaan
38. 38
Beginilah Diriku
Banjir membutir terhempas ke bumi
Sisa peradapan kini menyapa langit
Lumpur hitam mengering mendebu
Mengajak agin mengecup embun
Di ranting cemara,
aku selembar awan lepas bebas mengitari bumi
Bersayap gerimis pada sisa pelangi di sudut kegalauanku
Di dinding ruang kalbu
Aku bagai rainkarnasi tanpa mati
Tak seorang akan mengenal
Tak pula ada peduli
Aku tak berharga
Aku tak minta dilahirkan seperti ini
Nasib yang membawaku jadi begini
Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa
Ibu pun aku tak tahu
Langit dan bumi itulah temanku
39. 39
Bangsat
Kaum-kaum berteriak berkata dalam hati
Bangsat
Tak perlu kau percaya pada teman
Tak ada yang kau harapkan dari teman
Tak ada setia dalam teman
Kau lukai jiwa kita
Kau hancurkan ragaku
Kau tak pernah berbalas
Kau tak pernah perasa
Bangsat
Kau pecundang
Bangsat
Kau berbangkai
Muak aku melihatmu
Akan kuhapus namamu dalam daftarku
40. 40
Jalan Gelap
Terlalu berat hidup ini buat kujalani sendiri
Melangkah dalam bayang-bayang gelap
Sepi membisu membutakan hati
Matipun terasa perlahan-lahan
Raga terjatuh termakan tanah
Lintang membentang hati yang kesakitan
Bilik jantung tertulis pesan kematian
Tanpa mendongak pada teduh air yang keruh
Membasuh airmata dengan kasih peneduh
Jalanku telah jauh
Tak tahu arah yang akan ku tuju
Rasa ini ingin kembali menatap cahaya surya
Penyesalan tumbuh beranak pinak
Siapa yang peduli akan hidup ini ?
Memang inilah jalanku
Walau tak rela tapi aku harus terus berjalan
menelusuri lorong-lorong gelap
Menunggu kematian datang menjemput
41. 41
Patah dan Rontok Hari Minggu yang cerah, hari
yang indah untuk melepas kelelahan dari aktivitas kuliah. Kos-kosan sepi karena
banyak penghuni kos yang mudik alias pulang kampung. Aku tidak mudik soalnya
belum jatahnya untuk mudik. Habis sholat Subuh, aku kembali ke tempat tidur dan
menarik selimutku untuk melanjutkan mimpi-mimpi indahku yang sempat tertunda.
Jam 07.00 pagi tiba-tiba teman kos sebelah kamarku berteriak memanggil namaku.
Iya lupa, ternyata temanku itu tidak ikutan mudik. Namanya Riris, orangnya cantik,
kulitnya putih bersih, rambutnya panjang, lurus bondingan, badannya padat berisi,
dan tinggi kira-kira 155 cm. Dia berteriak kegirangan dan mengetuk pintu kamarku.
“Mbok, si Mbok, bukain pintunya dong! Ayo cepetan bangun!” Ya, si Mbok
itulah julukanku di kos, soalnya namaku sama dengan nama ibunya salah satu
temanku yaitu Lily. Apa boleh dikata, teman-teman suka menggodaku dengan
memanggilku seperti itu. Spontan aku kaget dan terbangun. Aku beranjak dari
tempat tidur dan membuka pintu kamarku. Dengan raut muka yang kusut dan
rambut yang masih acak-acakan, aku bertanya pada Riris. “Ya Allah, ada apa sich
Ris? Ini tu hari Minggu, please dech! Gangguin orang tidur aja! Ayo masuk ada apa
sich, kok kamu berenergi banget kayaknya?”“Aduh kamu tahu nggak Mbok, Adit
tadi telpon aku. Dia ngajakin aku ketemuan. Aku bingung banget nich.” “What
Adit? Adit yang mana?” “OMG! Pikun banget sich kamu Mbok.. Adit itu
temen chattingku yang pernah aku ceritain kemarin itu lho, yang fotonya pake
celana kotak-kotak.” Aku menjawab, “Oooh, yang itu.” sambil tiduran. “Mbok
kamu dengerin aku nggak sich? Aku serius nich.” “Iya-iya aku dengerin kamu.”
gerutuku. “Aku deg-degan nich Mbok.”. “Deg-degan kenapa sich Ris?
Masa gitu aja deg-degan?” “Kira-kira dimana tempat ketemuan yang asyik ya
Mbok?” “Ya Allah ribet amat sich Ris. Ketemu di kos-kosan aja kenapa,
nggak usah jauh-jauh. Kamu kasih tahu aja alamat kos kita!” “Gitu ya
Mbok?” “Kok kamu girang banget mau ketemu Adit, kamu kan udah punya
cowok. Hayo, kubilangin cowok kamu baru tau rasa.” “Yach, jangan dong
Mbok! Please...! Ntar aku beliin bakso dech!” “Yee..main suap nich
ceritanya? Kalau ketahuan KPK gimana? Hehehe… hmmm, oke lah!” “Ya
42. 42
udah Mbok, sana cepetan mandi jangan molor mulu! Kayak aku nich udah mandi,
makin cantik kan? Nggak kayak kamu, jam segini masih kayak Kunti. Hehehe...
aku mau telpon Adit dulu ah. Daaaaaaah!” Riris berlalu, keluar kamarku dan
menutup pintu dengan keras sekali. “Sorry ya Mbok, nggak sengaja! Hehehe…”
“Dasar genit!” dengan hati yang sedikit terpaksa aku beranjak dari tempat
tidur, keluar kamar, menyambar handuk dan masuk kamar mandi. Tak berapa lama
kemudian Riris berteriak lagi dan menggedor pintu kamar mandi. “Mbok, si
Mbok cepetan mandinya! Adit udah berangkat mau ke sini.” “Ih, dasar tante
girang. Sabar dikit napa sich Buk? Dari tadi suruh cepet-cepet mulu. Orang sabar
disayang Tuhan tau! Mau ketemu Adit aja girangnya minta ampun.”
“Biarin!” Jawab Riris sambil berlalu dan berkata, “Cepet dikit ya mandinya!
Hehehe…” “Uh….” Gerutuku dari dalam kamar mandi. Sepuluh menit
kemudian aku keluar dari kamar mandi. Kemudian aku bergegas ganti baju dan
mempercantik diri. Dandan belum selesai, Riris sudah berteriak lagi seperti orang
kesetanan dan membuka pintu kamarku. “ Mbok cepetan, ternyata Adit udah
nyampe di depan kost lho!” “Waduh Ris, gimana nich?” Aku pun jadi panik.
“Rambutku belum aku keringin nich, belum aku catok pula.” “Halah, nggak
usah pake ngeringin rambut atau catok segala dech! Udah gitu aja ntar Adit
kelamaan nunggu malah kabur dech!” Akhirnya aku hanya menyisir rambut saja,
mengenakan celana jeans dan kaos berwarna orange. “Ris, aku udah cantik
belum?” tanyaku pada Riris. “Udah-udah, kok sekarang gantian kamu yang jadi
genit sich Mbok?” “Biarin!” Kemudian kami berdua keluar kos-kosan
untuk menemui Adit. Adit tidak sendirian, dia bersama temannya. Aku dan Riris
berjabat tangan dengan mareka berdua dan memperkenalkan diri masing-masing.
Aku sempat kaget, ternyata yang namanya Adit memang tampan dan keren.
Temannya juga tidak kalah tampan dengannya. Dia bernama Bodi. Tahu begitu,
tadi aku dandan semaksimal mungkin. Kami berempat bercakap-cakap di teras kos-
kosan. Kami membicarakan banyak hal tentang diri masing-masing. Dari situlah
kami mengenal satu sama lain, dari keluarga, kepribadian kita, kuliah kita, hobi,
tanggal lahir, tukeran nomor Hp, sampai nama julukan segala kita bicarakan.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Adit mengajak kami untuk
43. 43
makan siang. Kami berempat makan siang di warung bakso. Setelah makan siang
selesai kami kembali ke kos-kosan. Adit dan Bodi pamit pulang karena kita sudah
cukup lama berbincang-bincang dan kita juga butuh istirahat serta menunaikan
ibadah sholat. Sehabis itu aku dan Riris kembali ke dalam kos dan kami masuk
kamar masing-masing untuk sholat dan istirahat. Malam harinya aku tidur di kamar
Riris karena Riris butuh teman untuk curhat. Riris bercerita banyak hal tentang Adit
dan Bodi. Riris mengetahui hal tersebut dari chatting. Ternyata yang namanya Bodi
sudah punya pacar dan pacarnya juga kuliah satu Universitas dengan kami. Kalau
Adit baru putus dengan pacarnya semester gasal kemarin. Dalam hatiku, “Wah
cuma Adit nich harapanku satu-satunya.” Tak ku sangka Riris juga tertarik dengan
Adit dan membuatku jadi sedikit kecewa. Kami bercerita panjang lebar sampai
tertidur. Tengah malam tiba-tiba terdengar suara alunan musik dari Hp. Itu adalah
bunyi Hp Riris, tanda sebuah telpon masuk. Riris bangun dan mengambil Hp-nya
kemudian menjawab telpon itu. Walaupun mataku terpejam, aku masih mendengar
percakapan Riris dengan seseorang di seberang sana. Dari nada bicaranya Riris
tampak senang. Setelah Riris selesai mengangkat telpon itu, dia membangunkan
tidurku. Aku membuka mata perlahan dan menatap wajah Riris. Riris menceritakan
tentang percakapannya di telpon tadi. Aku pun hanya melongo seperti orang idiot
setelah tahu bahwa yang meneleponnya adalah Adit. Jantungku hampir copot ketika
Riris mengatakan bahwa Adit mengungkapkan isi hatinya kalau dia menyukai Riris.
Aku terdiam lemas sambil tersenyum semanis-manisnya kepada Riris, padahal
hatiku kecewa.Sejak itu Riris resmi berpacaran dengan Adit. Mereka sering sms-an
dan saling telpon. Adit juga sering main ke kos-kosanku. Kurang lebih dua minggu
sudah hubungan mereka berjalan. Hari Sabtu Adit mengajak Riris jalan-jalan ke
Bandungan. Mereka sempat berpamitan kepadaku dan pada saat itu juga aku akan
mudik. Tiga hari kemudian saat aku kembali ke kos, Riris curhat kepadaku.
Ternyata dia putus dengan Adit. Aku tidak tahu ekspresi apa yang harus
kuperlihatkan kepada Riris. Jujur hatiku merasa senang mendengar dia putus
dengan Adit. Tapi di sisi lain Riris adalah temanku, dan aku harus ikut prihatin
dengan kejadian yang menimpanya. Kemudian aku menanyakan apa penyebab
putusnya hubungan cinta mereka, padahal baru dua minggu jadian. Dari cerita Riris,
44. 44
mereka putus karena saat mereka jalan berdua tiba-tiba Erwin pacar Riris telpon.
Kemudian Adit menanyakan siapa yang baru saja menelpon Riris. Riris sempat
berbohong kepada Adit bahwa yang menelpon adalah kakaknya, tapi Adit tidak
puas dengan jawaban Riris dan merebut Hp Riris dengan paksa. Setelah Adit
melihat panggilan masuknya, ternyata tertulis nama “Sayangku”. Adit menjadi
marah setelah tahu kalau dirinya dibohongi oleh Riris. Mereka berdua bertengkar
dan Adit memutuskan untuk kembali pulang. Sesampainya di kos, Adit langsung
minta putus dengan Riris. Itulah akhir dari cerita cinta mereka. Aku heran
terhadap Riris, dia sama sekali tidak menunjukkan wajah sedih setelah putus
dengan Adit. Dia merasa tidak menyesal sama sekali, baginya Erwin tetap nomor
satu. Minggu berikutnya, Riris memutuskan untuk pindah kos dengan alasan ingin
mencari suasana baru. Hal itu membuatku merasa mempunyai kesempatan untuk
mendekati Adit. Sejak itulah ganti kisahku dengan Adit dimulai. Aku
memberanikan diri sms Adit untuk menanyakan kabarnya. Akupun senang karena
Adit mau membalas sms-ku. Dia curhat kepadaku bahwa dia kecewa dengan sikap
Riris. Adit jadi ketagihan curhat tentang semua masalah yang dialaminya kepadaku.
Kita mulai sering sharing tanpa ada rasa sungkan satu sama lain. Hubunganku
dengannya semakin dekat seiring berjalannya waktu. Dia jadi sering main ke kosku,
bercanda bersamaku, tertawa, bercerita, bahkan Adit pernah mengajakku menonton
film di bioskop. Tak terasa pertemananku dengannya sudah berjalan lima bulan.
Aku semakin mengenal dirinya dan begitu juga sebaliknya. Rasa sayangku tumbuh
semakin lama semakin besar. Tetapi aku tidak tahu bagaimana perasaannya
kepadaku. Awal dari kehancuran kisahku dengan Adit adalah ketika teman
SMA-ku main ke kos untuk menjengukku. Saat itu aku memang sedang sakit.
Namanya Lia, kuliah di Akademi Kebidanan. Perawakannya tinggi, langsing,
rambutnya lurus dan panjang, kulitnya putih bersih, dan wajahnya memang cantik.
Cukup lama juga dia berada di kosku, sore harinya dia pamit pulang. Di luar
dugaan, saat itu Adit datang ke kosku untuk menengokku juga. Kukenalkan
temanku itu pada Adit. “Kenalin Dit, ini temanku! Dia kuliah di Akademi
Kebidanan.”Mereka saling berjabat tangan sambil menyebut nama masing-masing.
Kemudian aku minta tolong kepada Adit untuk mengantarkan Lia pulang ke
45. 45
kosnya. Adit menyanggupi permintaanku. Kira-kira 45 menit, Adit sudah kembali
ke kosku. Dia bertanya, “ Mbok, aku boleh nggak minta nomor Hp-nya Lia?”
“ Buat apa Dit kamu minta nomor Hp-nya Lia? Kenapa tadi saat
mengantarnya pulang kamu tidak minta langsung kepada orangnya?” “ Aku
kan baru kenal dengannya Mbok, jadi aku masih sungkan. Tadi aja aku nggak bicara
banyak dengannya. Dia juga hanya mengucapkan terima kasih ketika sampai di
kos-nya. Lia cantik ya Mbok?” “Iya dia memang cantik. Kamu suka
padanya?” “Sepertinya begitu sich Mbok. Kan aku kuliah di Akademi
Keperawatan, jadi nyambung kan Mbok kalau sama dia? Menurutmu gimana?”
Aku kecewa dengan pernyataan Adit barusan, dengan berat hati aku berkata,
“ Ya pantaslah kalau kamu dengannya. Secara kamu ganteng dan Lia juga cantik.
Jurusan kalian juga nyambung. Cocoklah!” “Gitu ya Mbok? Bolehkan Mbok
kalau aku PDKT dengannya?” “Ya, terserah kamu Dit! Aku sich hanya bisa
mendukung.” Dengan terpaksa, aku memberikan nomor Hp Lia kepada Adit.
Setelah itu Adit pamit pulang kepadaku. Semenjak itu Adit benar-benar PDKT
dengan Lia. Aku jadi terkena imbasnya karena perlahan-lahan Adit mulai menjauh
dariku. Dia jadi jarang sms ataupun memberi tahu kabarnya kepadaku, dan dia juga
jarang main ke kosku. Kalaupun dia sms aku, itu hanya sekadar dia menanyakan
tentang diri Lia. Hal itu membuatku jengkel karena yang dibicarakan hanyalah Lia,
Lia, dan Lia. Adit sudah berubah, tidak seperti dulu. Jujur aku merasa cemburu.
Perasaanku menjadi tidak karuan karena sikap Adit. Sampai suatu ketika aku sudah
tidak tahan lagi dengan keadaan itu, sehingga dengan penuh pertimbangan,
akhirnya aku memberanikan diri untuk memberi tahu Lia atas apa yang kurasakan
selama ini kepada Adit. Untungnya Lia mengerti dengan keadaanku dan dia
mendukungku jika aku jadian dengan Adit. Dia memberiku saran supaya aku
menyatakan perasaanku kepada Adit. Tapi aku tidak langsung menanggapi saran
Lia. Aku merasa tidak pantas jika menjadi pacar Adit. Menurutku Adit pantas
mendapatkan yang lebih baik dariku. Aku menyayanginya sepenuh hatiku hingga
aku tidak bisa melepasnya. Aku juga merasa tidak enak kalau harus menyatakan
perasaanku lebih dulu kepadanya. Menurutku itu merupakan hal yang tidak etis
karena aku ini perempuan. Tidak pantas seorang perempuan jika mendahului laki-
46. 46
laki. Namun kegundahan hatiku memaksaku untuk menerima saran Lia. Puncak
dari segala yang kutakutkan akhirnya tiba juga. Aku mengumpulkan keberanian
untuk mengatakan yang sejujurnya tentang perasaanku kepada Adit. Malam itu
menjadi saksi bisu tragedi antara aku dan Adit. Peristiwa itu akan selalu aku ingat
dan menjadi memori sejarah perjalanan cintaku. Kamis, 9 Oktober 2008, jam 19.30,
aku sms Adit untuk datang ke kosku. Setelah itu aku mendapat balasan sms darinya
kalau dia memenuhi permintaanku. Tiga puluh menit kemudian dia benar-benar
sampai dikosku. Dia sms aku kalau dia sudah berada di depan kosku dan
menyuruhku keluar untuk segera menemuinya. Tak berapa lama aku keluar kos
untuk menemuinya. Jantungku berdetak kencang serasa mau copot dari tempatnya.
Aku memasang senyum semanis-manisnya di depan Adit. Dia masih berada
di atas motornya. “Hey Mbok, ada apa kamu menyuruhku datang ke kosmu?
“Duduk dulu nanti aku ceritain ke kamu!”Adit turun dari motor dan berjalan
menuju kosku. Kemudian kami berdua duduk di teras kos. Akupun memulai
pembicaraan. Kutarik napas dalam-dalam. “Dit, aku mau ngomong sesuatu sama
kamu. Ini tentang perasaanku ke kamu.” “Perasaan apa Mbok? Aku jadi
bingung dech sama kamu.” “Tapi kamu janji dulu ya, kalau kamu nggak akan
marah sama aku setelah aku jujur padamu!” “Sebenarnya ada apa sich, kok pake
janji nggak akan marah segala?” “Udahlah, yang penting kamu janji dulu!
Baru setelah itu aku mau ngomong sama kamu.” “Iya-iya aku janji. Cepetan
ngomong!” “Nah gitu dong! Dengerin ya! Sebenarnya, sejak awal aku ketemu
kamu aku udah tertarik sama kamu. Tapi selalu kupendam karena kamu selalu dekat
dengan temanku. Aku berusaha mengalah dan menerima kenyataan. Aku juga takut
kalau pertemanan kita menjadi rusak karena egoku ini. Tapi semakin kamu dekat
denganku, aku semakin menyayangimu dan tak bisa melepasmu. Aku tahu Dit,
kalau aku ini bukan apa-apa. Aku tidak secantik Riris ataupun Lia. Aku tidak pantas
mendapatkanmu. Aku hanya cewek biasa-biasa saja sedangkan kamu begitu perfect
bagiku. Aku menyadari kamu lebih pantes dapetin yang lebih baik daripada aku.
Aku hanya ingin jujur padamu. Aku tidak ingin memendam perasaan ini lebih lama
lagi karena sangat menyiksaku setiap kali aku melihatmu tapi tidak bisa
memilikimu. Sekarang terserah kamu mau bagaimana! Keputusan ada di
47. 47
tanganmu.” Tak kusadari air mataku jatuh membasahi pipiku. Aku mengusapnya
perlahan. “Mbok, aku minta maaf padamu. Aku tidak tahu kalau selama ini
ternyata diam-diam kamu menyukaiku. Tapi aku hanya menganggapmu sebagai
seorang teman, tidak lebih. Kalaupun ada rasa sayang itu hanya sebatas rasa sayang
kepada seorang teman. Maafkan aku ya Mbok kalau aku tidak bisa mambalas
cintamu! Mendengar jawaban Adit, aku bagai ditampar petir di siang bolong.
Aku harus terlihat tegar di hadapan Adit. Kutarik napas dalam-dalam dan kuelus
dadaku. “Nggak apa-apa Dit, aku sudah memikirkan resikonya jauh-jauh hari.
Kamu berhak mencintai siapa saja. Sekarang aku bisa lega karena udah jujur sama
kamu. Kita tetap teman kan Dit? Hanya itu saja yang ingin kusampaikan kepadamu.
Kamu masih mau disini atau pulang?” “Sekali lagi sorry ya Mbok, tanpa
kusadari aku telah menyakiti perasaanmu. Kita tetap teman kok Mbok. Jangan
nangis lagi ya Mbok! Aku tidak bisa lama-lama disini karena ada acara lain.”
“Makasih ya Dit udah mau jadi temenku.” “Sama-sama Mbok, aku juga
berterima kasih sama kamu selama ini udah mau jadi tempat sampah buat aku. Aku
pamit dulu ya Mbok! Assalamu’alaikum!” “Wa’alaikumsalam! Jangan kapok
main kesini ya Dit!” Sambil berjalan Adit berkata “Iya, kamu tetap teman
terbaikku.” Tidak seperti yang dikatakan Adit waktu itu. Mungkin malam itu
adalah terakhir kalinya Adit main ke kosku. Dia tidak pernah membalas smsku lagi.
Dia semakin menjauh dariku hingga aku tidak bisa meraihnya lagi. Dia tidak mau
menjadi temanku lagi. Hatiku bertambah hancur, patah dan rontok menjadi
berkeping-keping. Mungkin itu adalah kata-kata yang pantas ditujukan kepadaku.
Aku menyesali perbuatanku. Aku terlalu menuruti egoku untuk memiliki Adit. Jika
saja aku tidak melakukan hal itu mungkin saat ini aku masih menjadi temannya.
Melihat wajahnya, senyumnya, tawanya, dan candanya. Sekarang semua itu hilang
bagai ditelan bumi. Penyesalanku tak ada gunanya, nasi telah menjadi bubur.
Ternyata yang bisa patah dan rontok tidak hanya rambut, tapi hatiku juga.
48. 48
Sebuah Keberanian
Seorang gadis berlari-lari kecil melintasi koridor sekolah. Dia tampak
kelelahan sekali, napasnya terengah-engah. Dia berlari menuju lapangan basket.
Gadis itu bernama Lirna. Gadis mungil yang centil, lucu, lincah, dan ceria.
Wajahnya yang baby face membuatnya terlihat imut dan lebih muda dari umurnya.
Hari itu merupakan hari yang penting untuk sahabat Lirna. Karena hari itu adalah
hari pertandingan basket antar sekolah sekabupaten. Sahabatnya Eka yang menjadi
kapten tim basket sekolahnya. Jika sekolahnya memenangkan pertandingan basket
itu, maka Eka akan mendapat kesempatan untuk meraih beasiswa. Sebagai sahabat,
Lirna harus ikut menjadi suporter di pertandingan itu. Kalau dia tidak datang di
pertandingan itu, Eka bisa marah kepadanya. Sore itu Lirna hampir lupa kalau hari
itu sahabatnya ada pertandingan. Dia ketiduran karena kelelahan seharian bermain
komputer di rumah. Maklum hari Minggu, tidak ada kegiatan yang dia kerjakan. Di
rumah dia tidak ada teman yang bisa diajak bermain paling-paling hanya Mbok
Nem pembantu rumahnya.Dia adalah anak tunggal dari keluarga yang
berkecukupan.
Sampai di lapangan basket, dia langsung mencari tempat duduk di kursi penonton.
Dia memilih duduk di pojok kanan atas agar bisa melihat pertandingan dengan jelas.
Ternyata pertandingan sudah setengah permainan. Pikiran Lirna jadi kacau karena
hal itu. Dia berpikir setelah pertandingan selesai nanti pasti dia kena semprot dari
Eka. Di samping kursinya, duduk sekelompok gadis-gadis centil dan kemayu yang
selalu mengelu-elukan Eka dan menjerit-jerit setiap kali Eka memasukkan bola ke
dalam ring. Di sekolah, Eka memang menjadi idola karena ketampanannya.
Badannya tinggi atletis, kulitnya putih bersih, aktif dalam kegiatan sekolah,
ditambah lagi dia adalah kapten tim basket sekolah yang menaikkan pamornya. Eka
terkenal playboy di sekolah. Dia sering bergonta-ganti pacar. Dia menggunakan
kelebihannya untuk menggaet para gadis. Lirna melirik gerombolan gadis-gadis itu
dengan pandangan yang sinis. Dia berbicara sendiri dengan lirih “Centil banget sih
49. 49
cewek-cewek ini. Nggak pernah liat cowok ganteng apa. Liat Eka aja sampai
segitunya. Biasa aja kali! Lebai deh! Nyebelin banget sih.”
Pertandingan berlangsung dengan tegang. Antara tim yang satu dengan
yang lain skornya saling mengejar. Lirna sendiri ikut menjadi tegang. Dalam
hatinya dia berdoa agar tim basket sekolahnya yang menang dan Eka bisa
mendapatkan beasiswa. Eka sangat menginginkan beasiwa itu karena dia ingin
hidup mandiri dan tidak ingin membebani keluarganya. Tak terasa pertandingan
berakhir ketika peluit sang wasit dibunyikan. Lirna bisa tersenyum lega saat itu
karena pertandingan dimenangkan oleh tim basket sekolahnya. Walaupun dengan
selisih skor yang sedikit. Tim basket sekolah lawan memang tak mudah untuk
dikalahkan, permainannya cukup bagus. Tapi yang membuat tim basket lawan
kalah yaitu karena para anggota tim tidak menjaga kekompakan dalam
permainannya. Lirna bersorak atas kemenangan sahabatnya itu.
Dia segera menghampiri Eka di tengah lapangan untuk mengucapkan
selamat pada Eka. Dari kejauhan Eka berlonjak-lonjak kegirangan bersama tim
basketnya atas kemenangan itu. Lirna memanggil Eka “Eka…Eka…Eka!”
Eka menoleh dan tersenyum melihat Lirna. Setelah Lirna berhadapan dengan Eka
dia mengulurkan tangan sambil berkata “Selamat ya Ka atas kemenanganmu! Aku
ikut senang atas kemenangan yang kamu raih.”
Eka tidak membalas uluran tangan Lirna. Lirna bingung dengan sikap Eka yang
seperti itu.
“Ka, kenapa kamu nggak membalas uluran tanganku ini?”
“Salah sendiri kamu datang terlambat di pertandinganku. Itu yang namanya
sahabat?”
“Sory deh Ka! Aku lupa kalau hari ini kamu ada pertandingan. Abis aku
kecapean sih, jadi ya aku ketiduran. Tapi kan aku udah berusaha datang di
pertandinganmu ini. Buktinya sekarang aku ada di hadapanmu.”
“Sory, sory. Nggak segampang itu kali. Tau nggak tadi aku celingak-
celinguk kayak orang gila nyariin kamu di kursi penonton sebelum pertandingan
dimulai. Aku nggak konsen saat pertandingan hampir dimulai gara-gara kamu
belum datang.”
50. 50
”Terus aku harus gimana dong agar kamu bisa maafin aku?”
“Ntar malam kamu harus mentraktirku makan steak untuk kemenanganku
ini! Oke!”
“Uuh, dasar perut karet! Makanan aja yang dipikirin.”
“Mau apa nggak? Kalau nggak mau ya udah. Aku nggak akan ngomong
sama kamu lagi.”
“Lho kok gitu sih! Iya iya aku traktir kamu makan steak nanti malam.”
“Nah gitu dong! Itu baru namanya temenku. Mau pulang bareng nggak?”
“Ayuk! Daripada naik taksi kan mahal.”
“Huuh, dasar! Dari dulu nggak pernah berubah, selalu aja perhitungan.”
“Biarin!”
“Ya udah kamu tunggu di sini dulu ya! Aku mau ngambil tasku di loker
dulu.”
“Sana cepetan! Jangan lama-lama ya! Soalnya ini dah sore nanti aku bisa
diomelin mama.”
Eka segera berlari menuju ruang ganti untuk mengambil tasnya di loker. Dia
tidak ingin membiarkan Lirna menunggu lama. Dia tahu betul bahwa Lirna anak
satu-satunya yang sangat dilindungi oleh keluarganya. Selanjutnya Eka
menghampiri Lirna kembali untuk mengajaknya pulang bersama. Mereka pulang
bersama naik motor. Eka mengantarkan Lirna sampai di depan rumahnya. Setelah
Lirna turun dari motor, Eka juga ikut turun dan memakirkan motornya.
“Lho, ngapain kamu Ka, pake turun segala? Kenapa nggak langsung pulang
aja?
“Emangnya aku nggak boleh main ke rumahmu?’
“Ya boleh sih, tapi inikan dah sore. Emangnya kamu nggak mandi dulu?”
“Ah, kalau soal mandi sih gampang.”
Mereka berdua berjalan menuju rumah Lirna. Lirna membukakan pintu
sambil mengucapakan salam. Dibalas ucapan salam dari dalam rumah. Ternyata itu
adalah mama Lirna. Eka langsung menyalami mama Lirna. Eka sudah akrab dengan
keluarga Lirna. Eka dan Lirna sudah berteman sejak kelas 2 SMP jadi Eka sudah
tidak asing lagi dalam keluarga itu. Eka langsung berbicara pada mama Eka.
51. 51
“Tante, boleh nggak kalau nanti malam aku mengajak Lirna keluar untuk
merayakan kemenangan tim basketku.”
Lirna kaget mendengar Eka berbicara seperti itu pada mamanya. Ternyata
Eka ingin masuk rumahnya karena alasan itu.
“Boleh kok Ka. Asal pulangnya jangan malam-malam. Lirna itu anak
perempuan nggak baik kalau pulang malam-malam. Tante percaya kalau Lirna
sama kamu. Ingat, jaga Lirna baik-baik ya! Yang sabar kalau menghadapi Lirna.
Kamu tahu sendiri Lirna itu anaknya manjanya setengah mati!”
Lirna mencubit pinggang mamanya. “Ah mama apa-apaan sih. Pasti gitu
deh kalau Eka kesini. Sebel!”
“Tu kan Ka, kamu liat sendiri kelakuannya barusan.”
“Beres tante! Eka akan pegang amanat tante baik-baik.”
Malam harinya sekitar jam 19.00, Eka menjemput Lirna di rumahnya. Lirna
juga sudah siap pergi dengan Eka. Dia berdandan semanis mungkin. Mereka berdua
pamit kepada orangtua Lirna. Kemudian mereka pergi ke sebuah restoran. Mereka
memesan meja untuk dua orang. Setelah memesan makanan, mereka berbicara
panjang lebar. Tertawa dan bercanda bersama. Setelah makanan ada di hadapan
mereka, mereka masih saja asyik berbicara.
Lirna mengenal Eka saat kelas dua SMP. Dulu Lirna anaknya pendiam dan
sulit untuk bergaul. Dia selalu terlihat sendiri di sekolah. Saat jam istirahat
berlangsung, Lirna selalu ke perpustakaan sekolah membaca buku-buku cerita.
Kalau tidak dia hanya berdiam diri di dalam kelas sambil menikmati bekalnya dari
rumah. Dia jarang sekali jajan di sekolah. Sepulang sekolah, seperti biasa Lirna
sedang menunggu jemputan di depan gerbang sekolah. Tidak seperti biasa, saat itu
jemputan Lirna datangnya terlambat. Sampai sekolah sepi, jemputan Lirna belum
datang juga. Tiba-tiba ada seekor anjing mengejarnya. Dia berlari ketakutan sambil
berteriak minta tolong. Tidak ada orang yang menolongnya karena saat itu memang
sudah tidak ada orang. Untungnya ada seorang anak lelaki yang keluar dari dalam
sekolah. Dia baru saja selesai mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mading di
sekolah. Dia kaget saat ada suara orang menjerit minta tolong. Dia mencari sumber
suara itu. Ternyata dia melihat ada seorang gadis sedang dikejar anjing. Dia
52. 52
langsung mengambil batu untuk menolong gadis itu. Dia langsung berlari mengejar
gadis dan anjing itu. Kemudian dia melemparkan batu itu kepada anjing untuk
mengusirnya.
“Pergi kamu dari sini!”
Anjing itu terjatuh kemudian anak laki-laki itu menyuruh anjing itu pergi.
Anjing itu berlari menjauhi Lirna. Anak laki-laki itu mendekati Lirna.
“Kamu tidak apa-apa? Kenapa jam segini kamu masih ada disini padahal
sekolah sudah sepi?”
“Aku nggak apa-apa. Aku menunggu jemputan, tapi nggak datang-datang.
Tiba-tiba ada seekor anjing dan dia malah mengejarku. Aku takut dan berlari
sekencang-kencangnya. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada yang
menolongku.” Lirna bercerita sambil terisak-isak karena ketakutan.
“Sudahlah jangan menangis! Ya mana mungkin ada yang menolongmu,
sekolah saja sudah sepi.”
“Terus kenapa kamu masih ada disini?”
“Hari ini aku mendapat tugas untuk memasang dan menata mading. Jadi aku
pulang terlambat. Kamu mau nggak tak anterin pulang? Daripada kamu nunggu
disini sendirian nanti dikejar anjing lagi lho.”
“Iya aku mau.”
Mereka berdua pulang bersama naik angkot. Di dalam angkot mereka
berbincang-bincang.
“Kenalkan, aku Eka anak kelas 2B. Kamu siapa?”
“Aku Lirna anak kelas 2A.”
“Berarti kelas kita sebelahan dong. Tapi aku kok jarang melihatmu, padahal
kelas kita bersebelahan. Bolehkan kalau nanti aku sering main ke kelasmu?”
“ Aku jarang keluar kelas. Kalau keluar paling-paling aku ke perpus. Kamu
boleh kok main ke kelasku.”
“Kenapa kamu nggak bersama teman-temanmu saja jajan di kantin
misalnya?”
“Aku nggak punya teman. Aku takut dan minder.”
53. 53
“Kenapa harus takut dan minder? Di mata Allah, semua makhluknya punya
derajat yang sama. Yang membedakan hanya amal dan perbuatannya. Kalau begitu
bolehkan jika aku berteman denganmu?”
“Makasih udah mau jadi temenku.”
Eka mengulurkan tangannya kepada Lirna dan Lirna membalas uluran
tangan itu.
“Mulai sekarang kita temen ya!”
Sejak itu Eka dan Lirna berteman. Lirna tidak lagi menunggu jemputan
setiap pulang sekolah. Dia selalu pulang bersama Eka. Pada awalnya mamanya
tidak mengijinkan dia pulang sendiri. Tapi dia meyakinkan mamanya setelah
kejadian dia dikejar anjing itu. Lirna juga mengenalkan Eka pada mamanya. Dia
bercerita pada mamanya bahwa Ekalah yang saat itu menolongnya. Eka minta ijin
pada mama Lirna supaya beliau tidak perlu repot-repot lagi menjemput Lirna
karena dia yang akan menemani Lirna pulang sekolah. Kebetulan rumah Eka searah
dengan rumah Lirna. Mama Lirna mengijinkan hal itu dan mempercayai Eka untuk
menjaga Lirna. Eka sering main di rumah Lirna. Mereka sering mengerjakan tugas
bareng. Di sekolah mereka juga selalu bermain bersama. Lirna tidak lagi menjadi
anak yang penakut. Dia sudah mempunyai teman. Ekalah yang selalu membantunya
untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Lirna menjadi anak yang tidak pendiam
lagi. Bahkan sebaliknya, dia tumbuh menjadi gadis yang cerewet dan centil . Semua
itu berkat dukungan Eka. Eka yang merubahnya seperti itu.
Diam-diam Lirna mengagumi Eka. Tetapi Eka adalah lelaki yang dikagumi
banyak gadis. Eka selalu curhat pada Lirna saat dia dekat dengan seorang gadis.
Alasan itu membuat Lirna selalu memendam perasaaannya. Dia selalu memaksakan
senyum mengembang di bibirnya setiap kali Eka bersemangat cerita tentang gadis
yang dekat dengannya. Eka memang siswa yang aktif. Dia sering mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Lirna selalu menolak ajakan Eka yang
mengajaknya menyibukkan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Lirna
hanya mau menemani Eka setiap kali Eka ada kegiatan. Dimanapun Eka berada
Lirna selalu mengikutinya. Bahkan saat Eka mojok dengan pacarnya di belaknag
sekolahpun ditungguinya. Terkadang Eka marah setiap Lirna membuntutinya terus.
54. 54
Lirna tidak peduli dengan omelan Eka. Dia merasa senang jika berada di dekat Eka
meski tidak memiliki Eka sebagai seorang pacar. Lirna selalu menuruti perintah
Eka. Bahkan Lirna sering dimanfaatkan Eka untuk mengerjakan PR-nya. Lirna
tidak bisa menolak permintaaan Eka. Karena dia merasa berhutang budi pada Eka.
Eka sudah membantunya keluar dari rasa ketakutan dan minder.
Suatu hari pada hari Minggu di rumah, Eka sendirian karena orangtuanya
berada di luar kota untuk urusan pekerjaaan. Dia mempunyai seorang kakak laki-
laki tetapi sudah kuliah sehingga jarang ada di rumah. Saat itu dia sedang sakit.
Pembantunya juga mendadak minta pulang kampung karena ada urusan keluarga.
Eka benar-benar sendirian dan tidak ada yang mengurusinya. Untung saja saat itu
Lirna datang ke rumahnya. Lirna yang mengurusinya saat itu. Lirna
membelikannya obat dan makanan. Lirna yang menyuapinya makan dan
membantunya minum obat. Eka baru sadar bahwa Lirna sangat perhatian padanya.
Padahal dia sering memarahi Lirna setiap Lirna selalu membuntutinya di sekolah.
Lama-lama Eka merasa malu jika Lirna membuntutinya terus. Dia sering diejek
teman-temannya bahwa dia selalu dikawal seorang bodyguard. Tapi sekarang lain
ceritanya. Eka baru tahu bahwa dia mempunyai sesuatu yang sangat berharga yaitu
perhatian Lirna.
Mulai saat itu Eka memberikan perhatian yang lebih kepada Lirna. Dia tidak lagi
memarahi Lirna setiap Lirna membuntutinya. Justru sebaliknya dia merasa senang
saat Lirna membuntutinya. Itu sudah menjadi kebiasaan. Rasanya ada yang hilang
dalam diri Eka jika Lirna tidak membuntutinya. Eka merasa ada yang menjaganya
setiap Lirna membuntutinya. Eka tidak mempedulikan lagi ocehan teman-
temannya. Eka merasa bingung dengan perasaannya pada Lirna. Dia mulai suka
memperhatikan Lirna. Benih-benih rasa sayang tumbuh di hati Eka. Tapi Eka tidak
berani mengungkapkan perasaan itu. Dia takut persahabatannnya akan berantakan
jika saja dia menyatakan perasaan cintanya pada Lirna. Dia memutuskan
memendam perasaan itu.
Dia melampiaskan kegundahan hatinya itu dengan berpacaran dengan gadis
lain. Tapi semua gadis-gadis yang pacaran dengannya tidak ada yang merasa betah.
55. 55
Karena Eka tidak pernah memberikan perhatiannya pada mereka. Eka selalu
mengutamakan Lirna.
Setelah mereka lulus SMP mereka memutuskan untuk melanjutkan ke SMA
yang sama. Hubungan mereka semakin dekat Kemana-mana selalu berdua.
Walaupun mereka berbeda kelas, hal itu tidak menjadi kendala. Lirna selalu
membonceng Eka setiap pulang sekolah. Gosip yang beredar bahwa mereka
berpacaran. Mereka tidak mempedulikan gosip itu. Eka merasa tersiksa dengan
sikapnya yang melampiaskan kegundahan hatinya kepada gadis-gadis lain. Dia
merasa telah membohongi dirinya sendiri. Dia juga semakin menyibukkan diri
dalam kegiatan sekolah untuk mengatasi kegundahan yang semakin merajalela di
hatinya. Dia menjadi lebih semangat kalau Lirna berada di dekatnya.
Malam itu di sebuah restoran Eka ingin mengungkapkan isi hatinya kepada Lirna.
Dia menyuruh Lirna mentraktirnya makan steak itu hanya alasan saja untuk mencari
waktu dan suasana yang tepat mengungkapkan isi hatinya kepada Lirna. Saat Lirna
sedang menikmati makanannya tiba-tiba Eka memegang tangannya. Lirna kaget
dengan perlakuan Eka. Jantungnya berdetak kencang serasa mau copot. Lirna
menghentikan makannya. Eka memandang wajahnya dalam-dalam.
“Lir, boleh nggak aku ngomong sesuatu kepadamu?”
“Boleh. Emangnya kamu mau ngomong apa pake minta ijin segala sama
aku?”
“Sebenarnya selama ini diam-diam aku menyukaimu. Entah sejak kapan
aku menyukaimu, aku tidak tau. Mungkin sejak kamu suka membuntutiku. Atau
mungkin sejak kamu merawatku saat aku sakit. Atau mungkin juga saat kamu selalu
menemaniku ketika aku sendiri, memberikan perhatianmu padaku, menjadi tempat
curhatku, aku tidak tau. Selama ini aku berpacaran dengan banyak gadis itu hanya
kedok belaka. Aku hanya ingin melampiaskan kegundahan hatiku pada mereka.
Tapi mereka tidak ada yang bisa menggantikan posisimu di hatiku. Kamulah yang
menempati ruang special di hatiku. Aku terlalu pengecut untuk mengungkapkan isi
hatiku padamu. Aku takut jika akan kehilanganmu. Aku takut kalau persahabatan
kita berantakan Lir.”
56. 56
Lirna menaruh jari telunjuknya di bibir Eka. “Ssst.... Kamu jangan ngomong lagi!
Kamu pikir ngapain selama ini aku membuntutimu, memberikan perhatian padamu,
menuruti semua perintahmu, sampai mengerjakan PR-mu segala? Kamu terlalu
picik Ka. Diam-diam aku sudah menyukaimu sejak kamu mengajari aku untuk
menjalani hidup ini penuh semangat. Kamu yang telah memusnahkan rasa
ketakutan dan keminderanku selama ini. Kamu yang mau mengerti sikap manjaku.
Aku berpikir selama ini kamu hanya menganggapku sebagai seorang sahabat nggak
lebih. Karena kamu selalu memilih gadis lain untuk menjadi kekasihmu.”
Lirna melepaskan jari telunjuknya dari bibir Eka. Eka berdiri, berjalan
mendekatinya dan memeluknya erat sekali. Lirna membalas pelukan itu. Mereka
tenggelam dengan suasana itu. Semua orang yang ada di restoran itu memandangi
mereka. Mereka merasa malu dan saling melepaskan pelukannya. Mereka kembali
ke mejanya masing-masing. Menghabiskan makanan yang telah mereka pesan.
Selanjutnya Eka mengantarkan Lirna pulang. Sebelum Lirna menuju pintu
rumahnya, Eka meraih tangannya dan mengecup pipi Lirna. Lirna hanya tersenyum
dengan tingkah Eka.
“Kenapa kamu tidak membalas kecupanku, sayang?”
Lirna membalas kecupan itu di pipi Eka. Dia tersipu malu dan berlari menuju pintu
rumahnya. Sebelum dia masuk, dia mengucapkan sesuatu pada Eka.
“Sudah sana cepetan pulang! Ini sudah malam nanti kamu dimarahi sama
mama.”
“Iya sayangku. Makasih untuk semuanya.”
Eka kembali menaiki motornya dan Lirna melambaikan tangannya.
Malam itu malam terindah bagi mereka. Mereka telah mengambil keputusan yang
terbaik. Mereka menemukan keberanian dalam diri mereka untuk seuatu yang patut
diperjuangkan.
Persahabatan Tidak Pernah Berakhir
57. 57
Malam sunyi menyelimuti sebuah kamar di kos-kosan. Langit gelap
tertutup awan kelabu. Tak ada sebutir bintang yang menerangi malam. Bulan
bersembunyi di balik awan mendung. Di kamar itu terdengar dua orang sedang
beradu argumen untuk sebuah kemenangan.
“Sek, kenapa kamu tega mengkhianatiku? Padahal aku sudah
menganggapmu seperti saudaraku sendiri.”
“Maafkan aku Ta, aku tak bermaksud seperti itu. Aku terpaksa melakukan
hal itu. Aku tak tega dengan Wawan. Dia lelaki yang baik, tak pantas jika kamu
memperlakukannya seperti itu. Aku hanya ingin membantumu keluar dari rasa
kebimbangan.”
“Membantu katamu? Tapi menurutku itu adalah sebuah kebodohan. Gara-
gara kamu buka mulut pada Wawan, aku hampir saja putus dengannya. Untung dia
mau memaafkanku tapi dengan syarat aku harus memutuskan Bagus. Aku berat
melakukan hal itu. Aku masih menyayangi Bagus. Aku merasa sendiri saat itu. Tak
ada yang membelaku. Keluargaku juga menyalahkanku. Mereka tidak mau tetangga
sampai tahu hubunganku dengan Bagus. Bahkan sahabat yang kuharapkan
membelaku malah dia sendiri yang mengobarkan api.”
“Aku sadar Ta aku memang salah. Sekarang terserah kamu mau berbuat apa
padaku? Aku terima. Asalkan satu pintaku, jangan pernah memutuskan
persahabatan kita!”
“Aku tidak tahu lagi Sek apa yang harus kulakukan. Aku bingung.”
Mereka terdiam dalam keheningan malam. Hujan turun membasahi bumi
ikut meramaikan suasana yang menjadi bagian keheningan malam itu. Mereka
terlelap dalam mimpi-mimpinya. Tak tahu apakah itu mimpi yang indah atau
sebaliknya.
Sekyna dan Tata bersahabat sejak mereka kelas 2 SMA. Hubungan mereka
bertambah akrab dari hari ke hari. Apalagi mereka sekarang kuliah di Universitas
yang sama dan tinggal dalam satu kamar kos-kosan.. Walaupun mereka berbeda
jurusan tetapi hal itu tak menjadi kendala kekompakan mereka. Mereka selalu
terlihat bersama dimanapun berada di luar jam kuliah mereka. Tata berasal dari
keluarga yang berada. Sedangkan Sekyna berasal dari keluarga yang pas-pasan.
58. 58
Tata mempunyai sikap yang cenderung egois, manja dan suka menang sendiri.
Sekyna orangnya sabar, suka mengalah dan bersifat keibuan. Mereka saling
mengisi kekurangan satu sama lain.
Setiap pulang ke kota asal, Sekyna sering menginap di rumah Tata.
Keluarga Tata sudah menganggap Sekyna seperti keluarga sendiri. Saat liburan
menjelang lebaran Sekyna menginap di rumah Tata. Saat itu Wawan pacar Tata
juga menginap disitu. Mereka sedang ada masalah. Di rumah Tata mereka berdua
bertengkar. Tata tidak suka jika Wawan dekat dengan Deki. Menurutnya Deki itu
orangnya kecentilan. Tapi Wawan mengelak hal itu dia hanya berteman dengan
Deki. Mana mungkin dia tertarik dengan Deki karena dia adalah pacar sahabatnya
sendiri. Sekyna tidak membela siapa-siapa. Dia tidak ingin terlalu mencampuri
hubungan mereka. Padahal Tata sendiri punya kesalahan yang lebih fatal. Sudah
tiga bulan Tata selingkuh dengan Bagus. Tata mengenal Bagus dari Mukri
temannya. Bagus tahu kalau Tata sudah punya pacar tetapi dia tidak peduli dengan
hal itu. Dia tetap mendekati Tata. Tata terpesona dengan sikap Bagus yang selalu
menuruti permintaannya dan selalu mengalah dengannya. Akhirnya mereka
menjalin hubungan terlarang itu di belakang Wawan. Ditambah lagi Tata merasa
jenuh dengan sikap Wawan yang pemarah dan over protectif kepadanya.
Tata selalu mencari-cari kesalahan Wawan agar Wawan memutuskannya. Tata
tidak mau kalau dia yang memutuskan Wawan agar orang beranggapan kalau yang
salah bukanlah dia melainkan Wawan. Dengan adanya Deki Tata punya alasan
untuk menyalahkan Wawan. Tetapi hal itu tidak berhasil karena Wawan dibela oleh
keluarga Tata. Keluarga Tata tahu bahwa Tata menjalin hubungan dengan Bagus.
Mereka menentang hubungan itu, terutama ibu Tata. Hal itu dilihat dari latar
belakang Bagus yang kurang jelas. Mereka lebih suka kalau Tata dengan Wawan.
Wawan berasal dari keluarga yang berada dan jelas latar belakangnya. Apalagi
Wawan dan Tata sudah berpacaran lebih dari tiga tahun. Apa kata orang nanti kalau
anak gadisnya mempunyai pacar lebih dari satu. Mau tidak mau Tata harus
menerima keadaan itu. Wawan juga sudah berjanji bahwa dia akan berusaha untuk
menjauhi Deki demi hubungannya dengan Tata kembali menjadi baik. Satu malam
Sekyna menginap di rumah Tata. Paginya Sekyna diantar Tata pulang. Setelah itu
59. 59
Sekyna tidak tahu lagi apa yang terjadi diantara Wawan dan Tata. Setelah tiga hari,
Sekyna mendapat sms dari Wawan. Isi sms itu adalah Wawan menanyakan pemilik
sebuah nomor Hp kepada Sekyna. Sekyna tidak membalas sms itu. Dia takut dan
bingung. Kalau seandainya dia jujur berarti dia sudah mengkhianati sahabatnya
sendiri. Tetapi di sisi lain dia juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dia telah
melakukan sebuah dosa. Dia berbohong kepada Wawan. Padahal selama ini Wawan
sudah bersikap baik kepadanya. Bahkan dia sudah dianggap seperti adiknya sendiri.
Sekyna tidak tega melihat Wawan dikibulin Tata selama ini. Dia juga kasihan
kepada Wawan karena Sekyna tahu kalau Wawan sangat mencintai Tata. Tidak
puas dengan sikap Sekyna yang tidak membalas smsnya, Wawan mendatangi
rumah Sekyna. Jam 10.00 pagi Wawan sampai di rumah Sekyna dan segera
mengetuk pintu rumahnya. Sekyna keluar membuka pintu rumahnya untuk melihat
siapa yang bertamu. Betapa terkejutnya Sekyna setelah tahu bahwa yang datang
adalah Wawan. Sekyna mempersilakan Wawan masuk dan duduk di ruang tamu.
Tanpa basa-basi lagi Wawan langsung membuka pembicaraan. “Langsung saja Sek.
Kenapa kamu tidak membalas sms-ku kemarin? Jawabanmu sangat penting
bagiku.” Sekyna terpaksa berbohong untuk melindungi Tata.
”Maaf Wan, aku tidak punya pulsa untuk membalas sms-mu!”
”Jangan bohong kamu! Terlihat dari sorot matamu kalau kamu tidak berkata
jujur. Aku paling tidak suka dibohongi. Jika kamu sayang pada Tata seharusnya
kamu berkata jujur karena ini menyangkut hubunganku dengannya!” Sekyna
menunduk, tak berani menatap wajah Wawan.
”Aku mohon kepadamu Sek, jawablah pertanyaanku ini!”
”Baiklah Wan, aku akan menjawab pertanyaanmu dengan jujur! Asalkan
kamu mau berjanji padaku kalau kamu tak akan memberi tahu Tata bahwa akulah
yang membuka rahasia ini! Aku takut kalau Tata membenciku dan tidak mau
berteman lagi denganku”.
”Baiklah aku berjanji padamu! Sekarang cepat katakan padaku! Nomor Hp
itu milik siapa?”
60. 60
”Nomor Hp itu adalah nomor Bagus, selingkuhan Tata. Sudah tiga bulan dia
menduakanmu. Tata merasa jenuh dengan semua sikapmu yang pemarah dan over
protectif padanya.”
“Kenapa kamu tidak jujur dari dulu? Kalau seandainya kamu mau jujur
padaku, mungkin aku akan memperbaiki sikap-sikapku pada Tata. Dengan begitu
mungkin Tata juga nggak akan selingkuh di belakangku.”
“Aku minta maaf Wan. Aku Tidak mau terlalu mencampuri hubungan
kalian. Itu urusan kalian berdua dan aku hanya menuruti perintah Tata. Aku sangat
menyayanginya.
”Kemarin aku dan Tata bertengkar lagi. Aku tidak sengaja menbaca sms di
Hp-nya. Aku kaget saat kulihat bahwa ada sms yang namanya ditulis dengan nama
”Cinta”, padahal itu bukan nomor Hp-ku. Aku menanyakan nomor itu pada Tata.
Kata Tata nomor itu adalah nomor gebetanmu Mario. Tapi aku tak percaya, mana
mungkin kalau itu gebetanmu kok sms-an sama dia. Aku marah dan memutuskan
untuk pulang ke rumahku sendiri. Sekarang aku harus gimana Sek?” ”Kamu
lelaki yang baik Wan, jadi janganlah kamu melakukan hal yang bodoh! Sebenarnya
Tata mencintaimu tapi dia tergoda dengan bujuk rayu Bagus. Bagus selalu
menunjukkan kedewasaannya pada Tata. Dia selalu menuruti permintaan Tata.”
”Aku juga sangat mencintai Tata, apalagi hubungan kami sudah lebih dari
tiga tahun. Sebelum kamu berteman dengannya, aku sudah lebih dulu berpacaran
dengannya. Aku nggak mungkin memutuskannya. Tapi aku juga harus tegas. Aku
harus menyuruhnya memilih antara aku atau Bagus.”
”Itu adalah keputusan yang terbaik Wan. Aku mendukung hubungan kalian.
Aku tak ingin jika Tata memilih hal yang salah. Keluarganya juga sangat
menentang hubungannya dengan Bagus. Tapi Tata ngotot. Keluarganya tidak
berani memberitahu hal itu padamu karena mereka takut kalau Tata ngambek.”
”Ya sudah Sek, terima kasih atas infonya. Doakan saja agar aku bisa
menyelesaikan masalah ini! Aku pamit dulu ya! Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati di jalan, Wan!”
“Ya Sek. Sekali lagi terima kasih.”
”Sama-sama.”
61. 61
Wawan pulang dari rumah Sekyna dan segera menuju rumah Tata. Dengan
wajah yang merah padam Wawan menemui Tata untuk menyelesaikan masalah itu.
”Ta, aku sudah tahu semua tentang rahasiamu. Sebenarnya nomor Hp itu
bukan nomornya Mario gebetan Sekyna kan? Selama ini aku sudah
mempercayaimu, tapi kenapa kamu tega mengkhianatiku ? Nomor Hp itu adalah
nomor Hp Bagus kan, selingkuhanmu ?” Tata tak berani menatap wajah Wawan.
Dia takut dengan ekspresi wajah Wawan. Dia bingung harus menjawab apa.
Jawaban jujur atau bohong.
“Ngaco kamu. Tahu darimana kamu kalau nomor itu adalah nomor Bagus?
Bagus itu siapa, aku nggak kenal sama dia?”
“Aku Tanya sama kamu apakah kamu masih mencintaiku?”
”Kenapa kamu menanyakan hal itu padaku? Ya jelaslah kalau aku masih
mencintaimu! Kalau nggak, kenapa sampai saat ini aku masih bertahan sama
kamu.”
”Kalau begitu demi hubungan kita, jawab dengan jujur! Nomor itu, nomor
Hp siapa?” Tata bingung dengan pertanyaan itu. Dia masih mencintai Wawan.
Kalau dia berbohong berarti dia telah mengkhianati cinta Wawan. Airmatanya
menetes membasahi pipi.
“Maafkan aku Wan, selama ini aku memang telah membohongimu! Aku
telah menduakanmu dengan Bagus. Bagus sangat baik padaku. Aku juga tertarik
padanya. Aku merasa jenuh dengan semua sikapmu yang pemarah dan over
protectif. Sekarang terserah kamu mau apa! Aku akan menerima keputusanmu!”
”Aku mencintaimu, aku nggak mau jika harus kehilanganmu. Tapi aku juga
nggak boleh egois. Kamu berhak mecintai siapa saja. Kamu nggak salah, akulah
yang salah. Aku nggak bisa ngertiin kamu. Kamu boleh memilih antara aku dan
Bagus. Jika kamu bahagia aku juga ikut bahagia.”
”Nggak, akulah yang seharusnya disalahkan atas masalah ini! Aku yang
memulai semuanya jadi aku juga yang harus mengakhiri semuanya. Aku memang
menyayangi Bagus tapi rasa sayangku pada Bagus tidak bisa mengalahkan rasa
sayangku sama kamu. Aku lebih memilihmu daripada Bagus. Kita sudah
berpacaran cukup lama. Sementara aku baru sebentar mengenal Bagus. Aku khilaf.
62. 62
Aku telah mengkhianati cintamu.” Mereka berdua berpelukan dan meneteskan air
mata.
”Sekarang aku mohon padamu! Jika kamu lebih memilih aku putuskan
Bagus sekarang juga! Dan jika kamu melakukan hal yang sama lagi aku nggak akan
memaafkanmu lagi. Begitu juga sebaliknya, jika aku melakukan hal yang sama
kamu boleh membenciku. Kita sama-sama salah. Kita mulai lagi dari awal dan
memperbaiki kesalahan masing-masing!” Wawan melepaskan pelukannya dan
mengambil Hp-nya. Dia menyuruh Tata untuk menelpon Bagus. Sebenarnya Tata
berat melakukan hal itu karena dia masih menyayangi Bagus. Demi hubungannya
dan Wawan kembali menjadi baik Tata rela melakukan hal itu. Tata memencet
nomor Hp Bagus. Setelah tersambung, Tata menuruti perintah Wawan yang
menyuruhnya memutuskan Bagus. Detik itu juga hubungan Tata dengan Bagus
berakhir. Selanjutnya Tata bertanya pada Wawan ”Wan, aku sudah menuruti semua
perintahmu demi hubungan kita. Sekarang giliranku untuk minta sesuatu padamu.
Siapa orangnya yang memberi tahumu semua hal tentang Bagus? Aku juga mau
kamu jawab dengan jujur. Aku tahu selama ini kamu tidak pernah berbohong
kepadaku.”
”Tapi kamu janji dulu padaku kalau kamu nggak akan marah sama
orangnya!”
”Aku janji padamu aku nggak akan marah sama orangnya.”
”Yang memberi tahuku adalah Sekyna. Kamu jangan menyalahkannya. Dia
menyayangimu makanya dia melakukan hal itu. Dia nggak ingin jika kamu memilih
hal yang salah.”
”Baiklah aku nggak akan marah padanya!”
Libur lebaran telah selesai. Setelah kejadian itu setiap kali Sekyna sms Tata,
sms itu tak pernah mendapat balasan. Bahkan Tata juga tidak bersilaturrahim ke
rumah Sekyna. Mereka kembali ke kampus tidak bersama-sama lagi. Padahal
biasanya mereka selalu terlihat kompak. Sekyna sampai di kos duluan. Dia punya
firasat buruk tentang hubungannya dengan Tata. Setelah Tata sampai di kos
ternyata dugaan Sekyna benar. Tata tidak menepati janjinya pada Wawan. Tak
sepatah katapun keluar dari mulut Tata untuk Sekyna. Sekyna sudah berbasa-basi
63. 63
memulai pembicaraan dengan Tata. Tapi reaksi Tata tetap sama. Hingga terjadilah
prahara itu. Sudah dua minggu Tata mendiamkan Sekyna. Sekyna meminta
pertanggungjawaban Wawan untuk mengembalikan hubungannya dengan Tata.
Sekyna juga meminta bantuan teman satu kosnya untuk memperbaiki hubungannya
dengan Tata.
Malam itu saat ada konser musik, semua anak kos menontonnya tak
terkecuali Tata dan Sekyna. Sekyna merasa kaget saat Tata menggandeng
tangannya. Di tempat konser tersebut mereka berdua terlihat kompak lagi. Mereka
bercanda dan tertawa bersama lagi. Mereka menonton konser itu sampai selesai
hingga jam 12.00 malam. Sesampainya di kos Tata memulai pembicaraan pada
Sekyna.
”Sek, aku minta maaf atas semua sikapku padamu selama ini! Aku memang
bodoh dan egois. Sekarang aku sadar, bahwa yang kamu lakukan memang benar.
Aku tidak terombang-ambing lagi dalam kebimbangan antara Wawan dan Bagus.
Ternyata yang mencintaiku dengan tulus memang Wawan. Aku mendapat kabar
dari Mukri, bahwa Bagus telah menggandeng cewek lain. Kamu memang sahabat
terbaikku Sek. Aku bersyukur punya sahabat sepertimu. Kamu selalu mengalah
denganku dan mengingatkanku jika aku berbuat kesalahan.”
”Sebelum kamu minta maaf sama aku, aku sudah memaafkanmu Ta. Aku
juga minta maaf padamu karena tak bisa menjaga rahasiamu.”
”Kamu nggak salah Sek. Kamu sudah melakukan hal yang benar. Sekarang
aku tidak terombang-ambing lagi dalam kebimbangan. Berkat kamu aku tidak
terjerumus pada rayuan Bagus yang buaya itu.”
”Kita sama-sama salah Ta. Kita mulai lagi dari awal. Sekarang kita perbaiki
semua kesalahan kita. Biarpun ada kata mantan pacar, kuharap nggak akan ada kata
mantan sahabat diantara kita.”
Mereka berdua saling mengkaitkan jari kelingkingnya tanda sebuah
kesepakatan. Mereka berdua kembali tertawa bersama lagi dan berteriak ”Sahabat
untuk selamanya dan nggak akan pernah berakhir. Yeee...!”
64. 64
Cinta yang Kembali
Kehidupan keluarga Wahyudit sangat menderita. Nyonya Wahyudit tidak
ingin terus hidup menderita sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan
rumah. Dia mengajak putrinya Rere untuk ikut dengannya. Tapi Rere menolak
ajakan ibunya. Dia ingin bersama ayahnya. Setelah Nyonya Wahyudit pergi dari
rumah, satu bulan kemudian, Tuan Wahyudit juga memutuskan untuk
meninggalkan rumah dan pindah ke Jakarta. Di perjalanan dia bertemu dengan
seorang kakek. Kakek itu sedang dihajar oleh perampok. Tuan Wahyudit segera
menolong kakek itu. Dia melawan perampok itu. Karena dia jago silat akhirnya
perampok itu bisa dikalahkan. Melihat kakek itu terluka, Tuan Wahyudit segera
65. 65
membawa kakek itu ke rumah sakit. Kakek itu banyak mengeluarkan darah
sehingga Tuan Wahyudit mendonorkan darahnya pada kakek itu. Tapi nyawa
kakek itu tidak bisa tertolong lagi. Kakek itu ternyata adalah seorang jutawan.
Tetapi dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Dia hanya tinggal bersama para
pembantunya. Dulu kakek itu punya satu anak laki-laki, tapi anak laki-lakinya
meninggal bersama menantu dan cucunya pada sebuah kecelakaan. Tidak
disangka kakek itu menyerahkan seluruh kekayaannya kepada Tuan Wahyudit.
Kekayaan yang sekarang didapatkannya sedikit dapat membuatnya melupakan
kejadian buruk yang dialaminya. Tidak hanya Tuan Wahtyudit, Rere juga dapat
merasakan betapa bahagianya jadi orang kaya .
Setelah 10 tahun memimpin perusahaan yang diberikan kakek itu,
perusahaan itu maju pesat. Tapi tidak begitu dengan Rere. Dia merasa kesepian
karena tidak ada yang mau berteman dengannya. Hari pertama masuk sekolah
Rere sudah merasa gelisah. Banyak anak-anak yang membicarakannya, tidak
terkecuali Anita dan pengikutnya.
”Teman-teman, coba lihat siapa yang datang? Orang kaya datang nich!
Wow takut aku kalau dia menyuap Kepala sekolah untuk mengeluarkan kita
semua!”
Tanpa takut Rere mendekati Anita dan para pengikutnya sambil berkata
”Kalian memang benar aku akan menyuap Kepala Sekolah untuk mengeluarkan
kalian semua dari sekolah ini jika kalian tidak mau diam!”
”Benarkah? Coba saja kau lakukan!”
Rere merasa sedang dipermalukan oleh Anita. Tentu saja Anita merasa
senang, karena dia punya teman yang bisa diganggu setiap saat. Sepulang sekolah
Rere melihat seorang anak kecil yang menangis. Kemudian Rere mendekatinya.
Ternyata anak itu menangis karena jepit rambutnya jatuh ke lubang parit. Rere
membantu anak itu untuk mengambil jepit rambut anak itu dan menceburkan
dirinya ke dalam parit yang kotor. Pengawal Rere yang melihat itu langsung
mendekat dan menyuruh Rere naik. Tapi Rere ingin membantu anak itu sendiri.
Didit melihat ini sangat lucu dan aneh. Bagaimana mungkin seorang putri jutawan
peduli pada anak kecil yang tidak dikenalnya. Kemudian Didit mendekat dan
membantu Rere. Akhirnya Didit menemukan jepit rambut itu dan memberikannya
pada Rere. Rere memberikan jepit rambut itu pada anak kecil tadi. Rere juga
mengantar anak itu pulang. Rere meninggalkan Didit sendirian. Pikiran Didit yang
negatif terhadap Rere hilang. Didit pun mulai memikirkan Rere begitupun dengan
Rere. Rasa kesepian yang selalu bersamanya seakan hilang karena Didit. Padahal
ini adalah kali pertama mereka bertemu.
”Apa yang sedang dilakukan putri ayah disini?
”Ayah, ayah sudah pulang?”
”Kau sedang apa? Apa kau merasa sedih?”
“Iya aku merasa sedih karena ayah tidak pernah menemaniku, ayah selalu
sibuk dengan urusan ayah.”
“Baiklah sayang, ayah minta maaf. Bagaimana kalau besok kita pergi
bersama ?”
“Benarkah? Ayah tidak bohong? Besok aku akan menunggu ayah.”
“Ayah janji!”
66. 66
Keesokan harinya tetap saja rasa benci pada teman-teman di sekolah selalu
datang. Pagi ini tak ada yang berbeda, nyaris tak ada yang menyapa Rere. Bel
masuk berbunyi, anak-anak yang datang terlambat menaiki pagar belakang
sekolah. Rere yang merasa sangat kesepian, menikmati pandangan langka itu.
Rere merasa terhibur dan dia malas untuk masuk kelas. Dia memutuskan untuk
tetap berada di taman. Tak lama kemudian sesosok anak laki-laki datang terburu-
buru melompati pagar belakang. Ternyata dia adalah Didit. Rere tersenyum kecil
terpesona dengan kelakuan Didit. Akhirnya Didit menemani Rere dan mereka
saling berbincang-bincang. Hingga Rere memutuskan untuk kembali ke kelas.
Didit menatap punggung yang benar-benar membutuhkan perlindungan. Rasa sepi
yang seakan telah bersatu dengan Rere.
Bel pulang berbunyi, Rere tidak sabar menunggu ayah. Dua jam sudah
Rere menunggu ayah sampai tiba-tiba ponsel Rere berdering. Ternyata yang
menelpon adalah ayah Rere dan mengabarkan kalau ayah tidak bisa menemani
Rere karena ada urusan. Rere begitu kesal, bahkan ayah yang sangat disayanginya
pun lebih sayang pada pekerjaannya. Tiga pengawal menjemput Rere untuk
pulang tapi Rere ngotot tidak mau pulang dan tetap bersikeras menunggu ayah.
Akhirnya pengawal mengerti dan segera pergi.
Malam itu Didit ingin pergi dari rumah untuk mengambil sesuatu yang
tertinggal di sekolah. Tapi kakeknya melarang dia pergi dari rumah. Didit kesal
pada kakeknya yang selalu mengatur hidupnya. Didit nekat dan tetap pergi
melalui jendela kamarnya. Sebenarnya kakek Didit mengetahuinya tapi dia
membiarkan Didit pergi.
Rere duduk sendiri di taman sekolah. Tiba-tiba saja penjaga sekolah malah
mengira Rere adalah hantu gentayangan. Tidak lama kemudian Didit datang.
Penjaga sekolah itu lari dan menabrak Didit. Penjaga sekolah itu memberitahu
Didit bahwa di taman ada hantu wanita. Karena penasaran Didit pergi ke taman.
Dia melihat Rere yang sedang duduk sendiri.
”Kau? Kau sedang apa?”
”Kau sendiri sedang apa?”
”Aku ingin mengambil sesuatau. Kau tidak takut sendiri disini. Aku boleh
duduk di sampingmu kan? Jika tidak boleh, aku pergi.”
Rere tiba-tiba memegang tangan Didit. ”Kau bisa temani aku, hanya
sebentar saja!”
”Emmm...aku bisa. Kau boleh cerita apapun padaku!”
Rere menangis, Didit merasa sedikit merasakan kesepian dalam diri Rere.
Seorang putri pengusaha yang punya segalanya ternyata menyimpan sejuta
kesedihan.
”Menangislah, kau boleh pinjam pundakku jika kau mau!”
”Aku benar-benar ingin menangis.”
Lama-kelamaan Rere tertidur dalam dekapan Didit. Sesekali Rere
mengatakan ”Aku kesepian...”. Didit sakit mendengarnya, dalam hatinya berkata
”Apa aku jatuh cinta padamu?”. Setelah pagi Tuan Wahyudit datang menjemput
Rere. Didit melihat wajah polos Rere saat tidur dan tidak tega membangunkannya.
Tuan Wahyudit melihat Didit dan putrinya sedang berdua dan mendekat.
”Rere.”
67. 67
”Re, itu ayahmu sudah datang.”
Tapi Rere tidak mau melepaskan tangan Didit. Jadi Didit harus
mengggendong Rere ke mobil.
”Terima kasih kau telah menjaga putriku.”
”Tolong! Rere sangat kesepian. Seorang ayah harus menemani putrinya!”
Tuan Wahyudit tidak begitu peduli pada Didit. Tuan Wahyudit membawa
Rere pulang dan terus menatap wajah putri kesayangannya itu. Dalam tidurnya
Rere terus berkata ”Aku kesepian...!” dan Rere memanggil nama Didit.
”Rere, ini ayah sayang.”
Rere terbangun oleh suara dan belaian ayahnya. Tapi rasa marah Rere
pada ayahnya belum juga hilang. ”Sayang apa kau masih marah pada ayah?
Baiklah ayah akan melakukan apapun untukmu! Kau ingin ayah bagaimana?”
Rere tetap terdiam. Ayah sudah mencoba minta maaf, tapi Rere tetap tidak
peduli.
”Apa kau ingin ice cream, kue pie, kau mau boneka Teddy Bear, atau yang
lainnya, katakan saja sayang!”
Aku ingin ayah selalu bersamaku, apa ayah bisa? Ayah tidak bisa kan?”
”Maaf sayang, ayah tau kau pasti merasa sangat kesepian. Tapi ayah tidak
bisa meninggalkan pekerjaaan ayah. Baiklah bagaimana kalau sekarang kita jalan-
jalan, kau mau?”
Rere memeluk ayahnya. Sebenarnya Rere mengerti hanya saja kadang rasa
sepi itu mengalahkan semuanya. Rere merasa sangat senang karena ayah bisa
menemaninya jalan-jalan. Mereka menghabiskan waktu bersama di tempat
rekreasi.
Didit resah karena hamir bel tapi Rere belum datang juga. Dia khawatir
jika Rere sakit. Didit mencoba menghubungi Rere, tapi Anita terlanjur datang.
Anita mengajak Didit masuk kelas, tapi Didit menolaknya dan menyuruh Anita
masuk kelas sendiri. Didit tidak mengurusi Anita yang terus mengoceh. Didit
terus berjalan sambil melambaikan tangannya pada Anita.
Pagi itu di sekolah memang terasa ada yang sedikit berbeda. Begitu turun
dari mobil semua anak memandangi Rere dengan aneh. Tiba-tiba saja Anita
datang menghampiri Rere.
”Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi! Tidak akan pernah, dengar
Rere aku tidak akan pernah merelakan Didit dengan anak yang sombong seperti
kamu.”
”Apa maksudmu?”
Tangan Anita terbang ke pipi Rere, spontan para pengawal Rere langsung
mendorong Anita sampai jatuh. Suasana menjadi ramai, Didit pun datang. Anita
memanfaatkan kesempatan itu dan berpura-pura pingsan. Rere menyuruh
pengawalnya untuk membawa Anita ke rumah sakit. Rere merasa sangat panik.
Sepulang sekolah semua anak menjauhi Rere. Tapi tidak dengan Didit. Rere tidak
pulang dengan mobil jemputannya. Rere berjalan di pinggir jalan yang ramai. Ini
adalah kali pertama dia berjalan sendiri tanpa pengawalnya. Didit terus mengikuti
langkah kaki Rere. Sampai akhirnya Rere berhenti di sebuah taman kota. Tiba-tiba
saja Rere memanjat pohon yang tinggi. Didit pun segera berlari menghampiri
Rere. Didit takut jika Rere akan bertindak bodoh.
68. 68
”Rere, kau sedang apa?”
”Aku sedang mencari ketenangan.”
”Apa kau tidak apa-apa?”
”Tidak, kau mau naik? Ayo cepat naik! Dari sini pemandangannya indah.”
Melihat Rere yang tersenyum, Didit tenang. Dia ikut naik ke atas pohon.
”Kau ini benar-benar aneh, benar kau tidak apa-apa?”
”Benar, tenang saja! Lagi pula sekarang ada kau.”
”Apa?”
”Bilang saja kalau kau suka padaku!”
”Pemandangannya sangat indah, kau benar.”
”Dit, aku tau...”
Tiba-tiba saja Didit mencium bibir Rere. Rere merasa serba salah dan dia
tidak sadar kalau sedang berada di atas pohon. Mereka terjatuh, Didit
berusaha melindungi Rere. Tapi justru dia sendiri yang terluka. Melihat
Didit yang tidak sadarkan diri, Rere merasa sangat panik. Rere minta
tolong orang yang ada di taman itu untuk memanggilkan taksi dan
membawa Didit ke klinik terdekat. Setelah sampai di klinik, untungnya
Didit tidak apa-apa.
”Aku takut sekali.”
”Aku ini kuat, lihat aku baik-baik saja!”
Mereka saling berpelukan.
Ayah cemas dengan Rere karena sudah sore dia belum pulang juga. Tidak
lama kemudian Rere pulang, ayah menjadi tenang. Wajah Rere kelihatan
sumringah sekali sore itu. Dia bercerita kepada ayahnya mengapa hari itu dia
kelihatan sumringah. Rere menceritakan perihal Didit kepada ayahnya. Tapi
ayahnya belum bisa menerima kalau sudah ada seseorang yang menyayangi
putrinya selain dirinya. Ayah menyuruh Rere segera mandi dan istirahat.
Pengawal Rere menceriakan kejadian di sekolah Rere tadi pagi. Ayah menyuruh
anak buahnya untuk memberi pelajaran kepada keluarga Anita karena sudah
menyakiti putri kesayangannya.
Kesokan harinya anak-anak sudah mengetahui berita tentang keluarga
Anita. Perusahaan milik keluarganya terancam bangkrut. Saat baru masuk kelas,
Anita dan genknya langsung mendatangi Rere. Mereka menyeret Rere ke kamar
mandi.
”Apa-apaan ini?”
”Aku tau ini karena ayahmu. Kau tau kalian telah membuat keluargaku
hancur.”
”Apa peduliku, ini salahmu sendiri. Jika kau begini, keluargamu akan
semakin menderita.”
”Re, aku benar-benar membencimu.”
Rere dan Anita bertengkar dan saling menjambak rambut. Anak-anak yang
lain langsung menjadikan ini sebagai sebuah tontonan menarik. Tentu saja Didit
ikut melihat. Didit menyuruh Anita untuk melepaskan Rere. Anita tidak terima
dengan perlakuan Didit yang selalu membela Rere. Didit menampar wajah Anita
karena Anita menyalahkan Rere.
69. 69
Berita pertengkaran Rere dan Anita terdengar sampai keluar sekolah dan
sampai pada Tuan Wahyudit. Tuan Wahyudit dan anak buahnya langsung pergi ke
sekolah Rere. Setibanya di sekolah, Tuan Wahyudit menjadi pusat perhatian
seluruh penghuni sekolah. Kepala Sekolah menemui Tuan Wahyudit dengan
perasaan agak takut. Tuan Wahyudit meminta Kepala Sekolah untuk mebawa
putrinya pulang dan menyuruh Kepala Sekolah untuk membawa Anita ke ruang
tersebut. Kepala Sekolah langsung melaksanakan perintah Tuan Wahyudit untuk
memanggil Anita dan Rere ke runag Kepala sekolah. Setelah mereka sampai di
ruang Kepala Sekolah, Tuan Wahyudit langsung mengingatkan Anita untuk tidak
mengganggu putrinya lagi. Kalau hal itu sampai dilakukan lagi maka Tuan
Wahyudit tidak akan memaafkan keluarga mereka lagi. Tuan Wahyudit sudah
mengembalikan aset keluarga Anita. Kemudian Tuan Wahyudit mengajak Rere
pulang. Rere bingung dengan sikap ayhanya yang tiba-tiba mengajaknya pulang
padahal sekolah belum saatnya bubar. Kepala sekolah tidak berani menentang
Tuan wahyudait sehingga Rere diizinkan pualng.
Malam harinya Didit mengajak Rere keluar. Rere merasa senang karena
Didit membuat Rere merasa tenang berada di dekatnya. Ternyata Didit telah
menyiapkan semuanya. Didit tahu Rere sangat suka kembang api. Tidak hanya itu
Didit juga membuat permainan-permainan lucu yang membuat Rere tertawa.
Diam-diam Didit mentap wajah Rere dalamdalam dan merasakan bahwa itu
adalah pertam kalinya Didit melihat Rere bisa tertawa lepas. Saking senangnya
Rere berlari-lari tanpa menyadari dirinya telah berada di tengah jalan. Didit baru
tersadar dari lamunanya terhadap rere saat klkson sebuah mobil berbunyi keras
sekali menuju ke arah Rere. Dididt berlari sekencang mungkin untuk menhampiri
Rere.
”Rere, awaaas!”
Rere menoleh, tapi mobil itu sudah sangat dekat sekali dengan dirinya.
Rere tidak bisa menghindar lagi. Didit mendorong tubuh Rere ke pinggir jalan.
Didit terjatuh tertabrak mobil itu dan berlumuran darah. Rere terpental ke pinggir
jalan dan keningnya terbentur tiang listrik. Mereka berdua sama-sama tak
sadarkan diri. Bunyi suara sirine mobil Ambulance datang. Mereka berdua dibawa
ke rumah sakit. Tuan Wahyudit sangat kaget dan syok setelah mendengar kabar
dari pihak rumah sakit bahwa putrinya mengalami kecelakaan. Tanpa berpikir
panjang, Tuan Wahyudit langsung meluncur ke rumah sakit. Tak kalah kagetnya
kakek Didit yang mendengar kabar juga dari rumah sakit bahwa cucunya
mengalami kecelakaan. Tak berapa lama Tuan Wahyudit sampai di rumah sakit.
Dia langsung menemui tim dokter yang menangani putrinya. Tuan Wahyudit bisa
bernapas lega karena luka Rere tidak begitu parah. Sehingga Tuan Wahyudit bisa
langsung menemui Rere di kamar pasien. Tapi Rere masih terbaring lemas
menutup kedua bola matanya. Berbeda dengan Didit, dia kehilangan banyak
darah. Kakek Didit bertambah bingung saat sampai di rumah sakit ternyata
cucunya dalam keadaan yang sangat kritis. Tim dokter menyarankan kepada
kakek Didit untuk secepatnya mencarikan donor darah yang cocok denagn
golongan darah Didit untuk Didit. Kakek Didit ingin menolong cucunya, tapi
golongan darahnya tidak sama dengan cucunya. Kakek Didit terpak menghubungi
ayah Didit yang sudah lama meninggalkan Didit. Ayah Didit lebih memilih istri
70. 70
mudanya yang dulu menjadi cinta pertamanya setelah ibu Didit meninggal karena
kecelakaan. Setelah kejadian itu Didit sangat membenci ayahnya. Sejak kejadian
itu Didit tinggal bersama kakek yang dari ayahnya. Tidak hanya Didit yang
membencinya ayahnya, kakek Didit juga sangat menyesalkan perbuatan putranya
demi istri mudanya rela meninggalkan darah dagingnya sendiri.
Mendengar kabar itu ayah Didit kaget dan segera pergi ke rumah sakit
untuk menyelamatkan putranya. Sampai di rumah sakit, ayah Didit langsung
menemui kakek Didit. Kakek Didit tidak bicara banyak kepada anaknya. Dia
hanya berpesan jika ayah Didit masih menginginkan anaknya hidup, maka dia
harus mendonorka darahnya. Ayah Didit menangis mendengar itu semua dan
menyesali perbuatannya yang telah menyia-nyiakan Didit. Dia segera
berkonfirmasi kepada tim dokter yang menangani Didit untuk mendonorkan
darahnya kepada Didit.
”Ayah, Didit mana? Apa dia baik-baik saja ayah? Ayah Didit yang telah
menyelamatkan aku dari kecelakaan itu.”
”Ayah tidak tahu Re, bagaimana keadaan Didit sekarang. Sebaiknya kamu
istirahat saja nggak usah memikirkan hal lain!”
”Aku ingin bertemu Didit ayah.”
Rere menangis memohon kepada ayahnya agar mengijinkannyauntuk
menemui Didit. Tuan Wahyudit tidak tega melihat putrinya yang terus menangis
menanyakan keadaan Didit. Akhirnya dengan seijin dokter, Tuan Wahyudit
menemani Rere untuk melihat keadaan Didit. Kakek Didit menunggu di depan
ruang operasi. Rere dan ayahnya segera menghampiri kakek Didit untuk
menanyakan keadaan Didit. Tujuh jam kemudian tim dokter keluar dari ruang
operasi. Dokter memberi tahukan pada semuanya yang menunggu di depan ruang
operasi bahwa nyawa Didit bisa diselamatkan dan Didit akan dipindahkan ke
ruang pasien. Semuanya bisa bernapas lega mendengar perkataan dokter.
Mereka semua menuju ke ruang pasien untuk melihat keadaan Didit. Di
kamar Didit sudah ada ayah Didit yang menunggui Didit. Kakek Didit, Tuan
Wahyudit dan Rere masuk ke kamar Didit. Mereka semua ikut menunggu Didit
sadar dan membuka bola matanya. Empat puluh lima menit kemudian, jari tangan
Didit bergerak dan sedikit demi sedikit membuka bola matanya. Setelah semua
bola matanya terbuka, dia memandangi semua orang yang berdiri di sampingnya.
Dia terkejut saat melihat sosok orang yang telah meninggalkannya selama kurang
lebih 7 tahun demi egonya sendiri.
”Buat apa ayah berada disini? Bukannya ayah sudah tidak peduli lagi
dengan aku?”
”Jangan bicara seperti itu Dit, ayahmulah yang sudah mendonorkan
darahnya padamu sehingga nyawamu bisa diselamtakan!”
”Kakek jangan bicara bohong padaku!”
”Kakek tidak bohong Dit.”
”Dit, ayah memang salah, kamu pantas membenci ayah. Ayah minta maaf
atas tindakan bodoh yang telah ayah lakukan padamu! Sekarang ayah sadar bahwa
hanya kamulah harta ayah yang paling berharaga. Ayah akan melakukan apa saja
asal kamu mau memaafkan ayah!”
71. 71
”Apa ayah sanggup meninggalkan wanita itu dan kembali kepadaku? Ayah
pasti tidak sanggup kan? Sebaiknya ayah pergi saja dari sini! Aku muak melihat
wajah ayah.”
”Kamu salah Dit. Sebenarnya ayah sudah bercerai dengan Mira 3 tahun
yang lalu.”
”Ayah bohong. Ayah hanya ingin membuat hatiku senang kan?”
”Ayah tidak bohong, ayah berkata yang sejujurnya. Ayah memergoki tante
Mira sekingkuh di sebuah restoran. Ternyata dia hanya mengincar harta ayah.
Tante Mira tidak mencintai ayah dengan tulus. Setelah itu ayah memutuskan
untuk menceraikannya. Terserah kamu mau memaafkan ayah atau tidak!”
”Tapi kenapa ayah tidak mau kembali padaku?”
”Waktu itu ayah juga ingin kembali padamu, tapi ayah takut kamu
menolak ayah karena ayah telah membuat kesalahan yang begitu besar padamu.”
”Ayah sudah menyelamatkan nyawaku, kenapa aku tidak memaafkan
ayah. Selama ini aku sangat kesepian dan membutuhkan kasih sayang ayah.
Sekarang ayah kembali, kenapa aku tidak menerima ayah. Kalau ayah sudah
minta maaf padaku, aku akan jadi anak yang telah durhaka jika tidak memaafkan
ayah.”
”Berarti kamu memaafkan ayah nak?”
Didit menganggukkan kepalanya. Ayahnya memeluknya dan Didit
membalas pelukan itu. Semua yang melihat kejadian itu ikut terharu dan
melelehkan airmatanya. Didit melepaskan pelukan ayahnya. Didit melihat sosok
Rere berada di sampingnya.
”Rere... Kamu tidak apa-apa Re?”
”Aku tidak apa-apa Dit, semua berkat pertolonganmu. Mungkin kalau
kamu tidak ada, aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku.”
”Nak Didit, terima kasih kamu telah menjaga putriku dengan baik. Aku
sadar bahwa sekarang Rere sudah dewasa. Dia tidak hanya membutuhkan kasih
sayangku saja tetapi juga kasih sayang dari yang lainnya. Sudah saatnya sedikit
demi sedikit aku sebagai ayah Rere harus bisa melepasnya. Dan sekarang aku
mempercayakan Rere padamu!”
Tuan Wahyudit memegang tangan Rere dan melekatkannya dengan tangan
Didit. ”Jaga Rere baik-baik! Kalian memang pasangan yang serasi.”
Rere dan Didit tersenyum. Semua yang berada disitu juga ikut tersenyum.
Saat itu cinta yang pernah hilang di genggaman kini sudah kembali menjadi satu.
Teks Drama
Patah dan Rontok
BABAK I
HARI MINGGU PAGI DI SEBUAH KOS-KOSAN NAMPAK SEPI
KARENA BANYAK PENGHUNINYA YANG MUDIK. AKU MASIH
TERLELAP DALAM MIMPI-MIMPI INDAHKU YANG SEMPAT
TERTUINDA SAAT SHOLAT SUBUH. JAM 07.00 PAGI TIBA-TIBA TEMAN
KOS SEBELAH KAMARKU BERTERIAK MEMANGGIL NAMAKU.
72. 72
NAMANYA RIRIS, ORANGNYA CANTIK, KULITNYA PUTIH BERSIH,
RAMBUTNYA PANJANG, LURUS BONDINGAN, BADANNYA PADAT
BERISI, DAN TINGGI KIRA-KIRA 155 CM.
ADEGAN I
Riris : (BERLARI DARI KAMARNYA MENUJU KAMARKU
SAMBIL MELONJAK-LONJAK)
Mbok, si Mbok, bukain pintunya dong! Ayo cepetan bangun!
SI MBOK ADALAH NAMA JULUKANKU DI KOS, KARENA NAMAKU
SAMA DENGAN NAMA IBUNYA SALAH SATU TEMANKU YAITU LILY.
APA BOLEH DIKATA TEMAN-TEMAN SUKA MENGGODAKU DENGAN
MEMANGGILKU SEPERTI ITU.
Lily : (KAGET DAN TERBANGUN KEMUDIAN BERANJAK DARI
TEMPAT TIDUR DENGAN RAUT MUKA YANG MASIH
KUSUT DAN RAMBUT YANG MASIH ACAK-ACAKAN
MEMBUKA PINTU KAMAR)
Ya Allah, ada apa sich Ris? Ini tu hari Minggu, please dech!
Gangguin orang tidur aja! Ayo masuk ada apa sich, kok kamu
berenergi banget kayaknya?
Riris : Aduh kamu tahu nggak Mbok, Adit tadi telpon aku. Dia ngajakin
aku ketemuan. Aku bingung banget nich.
Lily : What Adit? Adit yang mana?
Riris : OMG! Pikun banget sich kamu Mbok. Adit itu temen chattingku
yang pernah aku ceritain kemarin itu lho, yang fotonya pake
celana kotak-kotak.
Lily : Oooh, yang itu. (SAMBIL TIDURAN)
Riris : Mbok kamu dengerin aku nggak sich? Aku serius nich.
Lily : Iya-iya aku dengerin kamu. (DENGAN WAJAH YANG
MANYUN)
Riris : Aku deg-degan nich Mbok.
Lily : deg-degan kenapa sich Ris? Masa gitu aja deg-degan?
Riris : Kira-kira dimana tempat ketemuan yang asyik ya Mbok?
Lily : Ya Allah ribet amat sich Ris. Ketemu di kos-kosan aja kenapa, nggak
usah jauh-jauh. Kamu kasih tahu aja alamat kos kita!
Riris : Gitu ya Mbok?
Lily : Kok kamu girang banget mau ketemu Adit, kamu kan udah punya
cowok. Hayo, kubilangin cowok kamu baru tau rasa.
Riris : Yach, jangan dong Mbok! Please…! Ntar aku beliin bakso dech!
Lily : Yee..main suap nich ceritanya? Kalau ketahuan KPK gimana? Hehehe…
Hmmm, oke lah!
Riris : Ya udah Mbok, sana cepetan mandi jangan molor mulu! Kayak aku nich
udah mandi, makin cantik kan? Nggak kayak kamu, jam segini masih
kayak Kunti. Hehehe… aku mau telpon Adit dulu ah. Daaaaaaah!
(BERLALU KELUAR KAMAR DAN MENUTUP PINTU KAMAR
DENGAN KERAS SEKALI)
73. 73
Sorry ya Mbok, nggak sengaja! Hehehe…
Lily : Dasar genit!
(BERANJAK DARI TEMPAT TIDUR, KELUAR KAMAR, MENYAMBAR
HANDUK, DAN MASUK KAMAR MANDI)
ADEGAN II
(RIRIS BERTERIAK LAGI DAN MENGGEDOR PINTU KAMAR
MANDI)
Riris : Mbok si Mbok cepetan mandinya! Adit udah berangkat mau kesini.
Lily : Ih, dasar tante girang. Sabar dikit napa sich Buk? Dari tadi suruh cepet
cepet mulu. Orang sabar disayang Tuhan tau! Mau ketemu Adit aja
girangnya minta ampun.
Riris : Biarin. (BERLALU SAMBIL BERKATA)
Cepet dikit ya mandinya! Hehehe…
Lily : Uh…(MENGGERUTU DALAM KAMAR MANDI)
(SEPULUH MENIT KEMUDIAN AKU KELUAR KAMAR MANDI.
BERGEGAS GANTI BAJU DAN MEMPERCANTIK DIRI.)
Riris : (KEMBALI BERTERIAK LAGI DAN MEMBUKA PINTU
KAMARKU)
Mbok cepetan, ternyata Adit udah nyampe di depan kos lho!
Lily : Waduh Ris, gimana nich? (MONDAR-MANDIR, BINGUNG MAU
MELAKUKAN APA?)
Rambutku belum aku keringin nich, belum aku catok pula.
Riris : Halah, nggak usah pake ngeringin rambut atau catok segala dech! Udah
gitu aja ntar Adit kelamaan nunggu malah kabur dech.
Lily : (MENYISIR RAMBUT MENGENAKAN PAKAIAN CELANA JEANS
DAN KAOS WARNA ORANGE)
Ris, aku udah cantik belum?
Riris : Udah-udah, kok sekarang gantian kamu yang jadi genit sich Mbok?
Lily : Biarin.
ADEGAN III
AKU DAN RIRIS KELUAR KOS-KOSAN UNTUK MENEMUI ADIT.
ADIT BERSAMA TEMANNYA. KAMI BERJABAT TANGAN DENGAN
MEREKA BERDUA SAMBIL MENYEBUT NAMA MASING-MASING.
TEMANNYA BERNAMA BODI.
Lily : (BERBICARA LIRIH KEPADA DIRI SENDIRI)
Sialan, ternyata Adit cakep juga nich! Temannya juga nggak kalah keren.
Tau gini tadi aku dandan semaksimal mungkin.
KAMI BEREMPAT DUDUK DI TERAS KOS-KOSAN.
Riris : Apakah kalian berdua satu kos-kosan?
Adit : Iya, kami berdua satu kos-kosan. Kamu dan Lily satu kamar ya?
Riris : What? Lily? Kebagusan Dit. Dia bisa gede kepala tu kamu panggil Lily.
Panggil aja Mbok.
74. 74
Adit : Hah, Mbok? Maksudnya?
Lily : Nggak apa-apa Dit, nggak usah dengerin Riris! Dia kan suka hilang
Ingatan.
SEMUA TERTAWA MENDENGAR OCEHANKU.
Riris : Iya Dit, Bod, dia disini tu dipanggil Mbok. Abis namanya sama dengan
nama ibu teman sekamarnya.
ADIT DAN BODY SEREMPAK BERKATA “Oooh”
Adit : Lily, eh salah Mbok, hehehe…kamu jurusan apa?
Lily : Ya udah deh aku ngalah aja terserah mau panggil aku apa! Aku jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kenapa?
(DENGAN BIBIR YANG MANYUN)
RIRIS, ADIT, DAN BODY TERTAWA GELI MELIHAT TINGKAHKU.
MEREKA BERTIGA BERKATA “Marah, niye?” KEMUDIAN KAMI
BEREMPAT TERTAWA BERSAMA.
Lily : Eh Bodi, kamu kok belum bicara apa-apa sich. Lagi sakit gigi
ya?Hehehe…Bicara kek!
Bodi : Wah ngece kamu Mbok. Aku nggak sakit gigi tau. La dari tadi nggak ada
yang ngajak bicara aku sich.
Lily : Oooh, gitu. Ya udah sekarang aku tanya dech sama kamu. Kamu satu
jurusan ya sama Adit? Terus semester berapa? Kalau hobi kamu apa?
Bodi : Satu-satu dong Mbok tanyanya! Main nyerocos aja. Aku emang satu
jurusan sama Adit. Aku baru semester 2. Kalau hobi, aku suka jalan
jalan, main futsal, bilyard, makan, molor, chatting buat nambah kenalan
sekalian nyari cewek, hehehe…Kalau hobi kamu apa?
Lily : Huuh dasar playboy cap duren tiga! Aku juga suka jalan-jalan, baca
komik, cerpen, atau novel, pokoknya buku cerita gitu dech, nonton TV,
shopping kalau punya duit sich, hehehe…
Adit : Mbok boleh minta nomor Hp kamu nggak? Aku belum punya nomor
kamu nich, kalau nomor Hp-nya Riris sich aku udah punya.
Lily : Boleh, nich nomor Hp-ku catet aja!
(MENYERAHKAN HP PADA ADIT)
Adit : Tak miscal ya Mbok?
(MENGEMBALIKAN HP-KU, KEMUDIAN MEMENCET NOMOR
DI HP-NYA)
Lily : Udah masuk Dit.
(MENCATAT NOMOR HP-ADIT DI HP)
Adit : Ris, kalau kamu hobinya apa?
Riris : Hobiku kayaknya sama dech sama si Mbok.
Adit : Mentang-mentang satu kos-kosan nich terus hobinya sama.
Riris : Ya nggak gitu sich Dit, kan biasanya cewek punya hobi yang sama
seperti jalan-jalan sama shopping. Terus apalagi coba, kalau nggak itu?
Eh ada yang beda, aku nggak terlalu suka baca buku, meski buku-buku
cerita sich. Mendingan tidur. Kalau kamu apa Dit?
Adit : Aku juga suka jalan-jalan, main futsal, nonton TV, bilyard, chatting,
makan, tidur dech.
Riris : Alah kalian sendiri punya hobi yang sama gitu kok. Dit kamu punya