Muraqabah adalah kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu dalam pengawasan Allah SWT. Muraqabah membantu membina akhlaq mulia dengan mengenal diri sendiri dan mampu mengendalikan hawa nafsu. Muraqabah juga bermakna melatih kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aktivitas.
1. I.
PENDAHULUAN
Dalam keseluruhan ajaran islam, akhlaq menempati kedudukan yang istimewa
dan sangat penting. Akhlaq dalam islam bukanlah moral kondisional dan situasional,
tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai mutlak. Ajaran akhlaq dalam islam sesuai
dengan fitrah manusia. Manusia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki bukan
semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan sunnah,
dua sumber akhlaq dalam islam.
Muraqabah ialah kosentrasi penuh waspada dengan segenap kekuatan jiwa,
pikiran dan imajinasi serta pemeriksaan yang dengannya sang hamba mengawasi
dirinya sendiri dengan cermat. Selama muraqabah berlangsung sang hamba mengamati
bagaimana Allah sangat jelas memperhatikan kita.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Muraqabah
B. Pembinaan Akhlaqul Karimah
C. Makna Muraqabah sebagai Pembinaan Akhlaqul Karimah
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muraqabah
Muraqabah berakar dari kata raqaba yang berarti menjaga, mengawal,
menanti dan mengamati. Semua pengertian kata raqaba tersebut bisa disimpulkan
dalam satu kata yaitu pengawasan, karena apabila seorang mengawasi sesuatu dia
akan mengamati, menantikan, menjaga dan mengawalnya. Dengan demikian
muraqabah bisa kita artikan dengan pengawasan.
Sedangkan yang dimaksud muraqabah dalam pembahasan kita adalah
kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah
SWT. Kesadaran itu lahir dari keimanannya bahwa Allah SWT dengan sifat
„ilmu, bashar dan sama‟ (mengetahui, melihat dan mendengar) Nya mengetahui
apa saja yang dia lakukan kapan dan dimana saja. Dia mengetahui apa yang dia
pikirkan dan rasakan. Tidak ada satupun yang luput dari pengawasan-Nya.
Digambarkan oleh Allah SWT dalam surat Al-An’am ayat 59 bahwa sebutir
bijipun dalam gelap gulita bumi yang berlapis-lapis tetap diketahui oleh Allah
SWT. Perhatikan firman-Nya:
Tassawuf Sosial | 1
2.
59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu
yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfudz)"1
Menurut Rasulullah SAW, muraqabah yang paling tinggi yaitu apabila
seseorang dalam beribadah kepada Allah SWT bersikap seolah-olah dia dapat
melihat-Nya. Sekalipun dia tidak dapat melihat-Nya, tapi dia yakin Allah SWT
pasti melihatnya. Inilah yang dinamai oleh beliau dengan sikap ihsan
sebagaimana jawaban beliau terhadap pertanyaan Jibril as:
“ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.
Sekalipun engkau tidak melihat-Nya tapi sesungguhnya Dia dapat melihatmu”
(H.Muttafaqun ‘Alaih)2
B.
Pembinaan Akhlaqul karimah
Sebagai makhluk sosial, manusia mengenali diri sendiri dengan teliti dan
mampu mawas diri dan berinstropeksi, mampu membedakan bisikan gerakan
qalbunya:
“Yang mana hidayah Allah SWT”
“Yang mana bisikan Malaikat”
“Yang mana dorongan hawa nafsu”
“Yang mana bisikan setan”
Ia bisa memilahnya dan mengambil yang positif sementara yang negatif dibuang.
Itulah manusia mampu memantau diri sendiri dengan cermat memahami gerak
qalbunya dengan akurat mampu mengontrol diri sendiri dari gejolak hawa nafsu.
Sangat berhati-hati dengan niatnya betul-betul ikhlas karena Allah Ta’ala. Bila
lurus ia pacu dan ia dukung, tapi bila menyimpang ia tahan dan ia bendung.
Bagi manusia mengenal gerak qalbunya dengan baik lebih utama daripada
mengenal dunia seisinya. Mengenal gerak nafsunya dengan baik dan mampu
mengendalikannya lebih utama dari pada memiliki dunia seisinya.
Dialah raja yang sebenar-benarnya raja. Dialah penguasa diatas raja-raja. Yang
dapat mengendalikan nafsunya diri sendiri, yang dapat menguasai dirinya
pribadi.3
1
2
Ibid hal 54
Ilyas Yunahar, Dr.H, “Kuliah Akhlaq”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006 Hal 54
3
Musnamar Tohari, Dr.H, “jalan lurus menuju ma‟rifatullah”, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2003
Tassawuf Sosial | 2
4. IV.
KESIMPULAN
Muraqabah adalah kesadaran seorang muslim yang taat dimana ia selalu dalam
pengawasan Allah SWT lewat kamera-kamera pengintai disetiap sudut kehidupan.
Kesadarannya itu ada karena keimanan dan ketaqwaannya terhadap Allah SWT, ia
senantiasa takut akan berbuat suatu kesalahan yang berakibat keburukan bagi hidupnya
kelak nanti.
Mampu mengenal diri sendiri, gerak qalbu, gerak hawa nafsu akan
mempermudah kehidupan manusia untuk kembali dalam jalan yang lurus.
V.
PENUTUP
Kita sebagai manusia yang ganteng dan cantik sepatutnya kita selalu mawas diri
dan berhati-hati dalam melangkah dalam satu tujuan hidup. Karena setiap sentimeter
banyak setan yang berterbangan dalam atap rumah hati kita, mereka bersiap-siap
menjebol atap keimanan kita hanya untuk menyesatkan hati kita. Untuk itu kita selalu
waspada bagaimanapun juga kita hidup didunia ini selalu dalam rekaman kamera
digital Allah SWT yang kecanggihannya tidak bisa dipikirkan manusia dan pembesaran
lensanya begitu canggih dapat merekam sudut-sudut kehidupan manusia kapanpun dan
dimanapun.
Demikian makalah ini saya buat bila ada kesalahan itu lumrah karena manusia tak
selamanya benar, walaupun banyak yang mengaku-ngaku dia selalu benar itupun hanya
perasaan saja. Terima kasih.
Tassawuf Sosial | 4
5. DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Yunahar, Dr.H, “Kuliah Akhlaq”, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
Musnamar Tohari, Dr.H, “jalan lurus menuju ma‟rifatullah”, Yogyakarta : Mitra
Pustaka, 2003
Tassawuf Sosial | 5